Hukum Acara Peradilan Agama Pertemuan 9

Download Report

Transcript Hukum Acara Peradilan Agama Pertemuan 9

BANTUAN HUKUM, YURISPRUDENSI
PERADILAN AGAMA DAN CONTOH
YURISPRUDENSI
Team Pengajar Mata Kuliah Hukum
Acara Perdata Peradilan Agama
1
A. Pengertian Bantuan Hukum
Pengertian advokat berdasarkan pasal 1 butir 1 UU
No. 18 tahun 2003 adalah orang yang berprofesi memberi
jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang
memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan Undangundang ini.
Jasa hukum oleh advokat dapat dikelompokan dalam
litigasi dan non litigasi.
Litigasi yaitu pemberian jasa hukum bagi siapa saja
yang membutuhkan sebelum dan selama proses
persidangan perkara di pengadilan.
Non ligitasi adalah pemberian nasehat dan jasa
hukum bagi siapa saja yang membutuhkan dan tidak dalam
proses berperkara di Pengadilan.
2
Dalam Pasal 73 ayat (1) dan Pasal 82 ayat (2) UU No. 7
tahun 1989 jo. Pasal 123 ayat (1) HIR, jo. Pasal 147 Rbg.
Seorang pemberi bantuan hukum dan jasa hukum dapat
mendampingi para pihak a t a u dapat juga mewakili para pihak
setelah menerima surat kuasa khusus
Dalam Pasal 2 ayat 1 UU No. 18 tahun 2003 Tentang
Advokat dijelaskan bahwa :
Yang dapat diangkat sebagai Advokat adalah sarjana yang
berlatar belakang pendidikan tinggi hukum dan setelah
mengikuti pendidikan khusus profesi Advokat yang
dilaksanakan oleh Organisasi.
Dalam penjelasan pasal demi pasal Undang-undang ini
diterangkan bahwa yang dimaksud dengan “berlatar belakang
pendidikan tinggi hukum” adalah lulusan fakultas hukum,
fakultas syari’ah, perguruan tinggi hukum militer, dan perguruan
tinggi ilmu kepolisian.
3
1. Pemberian Bantuan Oleh Hakim
Yahya Harahap dalam buku Kedudukan Kewenangan
dan Acara Peradilan Agama, UU No. 7 Tahun 1989
menguraikan batas pemberian bantuan, bantuan yang
dimaksud dalam uraian beliau adalah bantuan hukum oleh
hakim kepada para pencari keadilan yang dibutuhkan
sebelum dan selama berlangsungnya proses perkara di
pengadilan.
Pasal 58 ayat 2 UU No. 7 Tahun 1989 jo pasal 5
ayat 2 UU No. 14 tahun 1970 jo. Pasal 5 ayat 2 UU No. 4
tahun 2004 merupakan pedoman bagi hakim dalam
melaksanakan fungsi pemberi bantuan. Ditinjau dari segi
hukum perdata, yang berperkara dan sama-sama mencari
keadilan itu adalah pihak penggugat dan pihak tergugat.
4
Tentang batasan umum dapat dijelaskan bahwa
pemberian bantuan atau nasehat adalah sesuai dengan
hukum sepanjang mengenai hal-hal yang berkaitan dengan
masalah formil. Terutama berkenaan dengan tata cara
berproses di depan sidang pengadilan, hal-hal yang
berkenaan dengan masalah materiil atau pokok perkara
tidak termasuk dalam jangkauan fungsi tersebut.
Masalah formil pemberian bantuan hukum adalah :
1. Membuat gugatan bagi yang buta huruf.
Pasal 120 HIR atau pasal 144 ayat 1 RBG.
Penggugat yang buta huruf dapat mengajukan gugatan
lisan kepada Ketua Pengadilan dan Ketua Pengadilan
wajib mencatatnya.
5
2. Memberi pengarahan tata cara izin “prodeo”
Pasal 237 sampai dengan pasal 245 HIR.
3. Menyarankan penyempurnaan surat kuasa.
Syarat-syarat surat kuasa khusus yang sah adalah :
a. Harus berbentuk tertulis. Ada tiga alternatif yaitu berupa
akta di bawah tangan yang dibuat sendiri oleh pemberi
kuasa dan penerima kuasa. Atau akta yang dibuat oleh
panitera pengadilan yang dilegalisir oleh Ketua Pengadilan
/ Hakim. Atau dapat juga dengan akta otentik yang dibuat
notaris.
b. Harus disebutkan nama para pihak yang berperkara,
c. Harus ditegaskan tentang hal yang disengketakan secara
jelas.
d. Harus disebut dan dirinci batas-batas tindakan yang dapat
dilakukan penerima kuasa.
6
4. Menganjurkan perbaikan surat gugat,
sepanjang kekurangan yang ada masih menyangkut
masalah formil, h a k i m berwenang memberi bantuan
atau nasehat.
5. Memberi penjelasan alat bukti yang sah
Penjelasan alat bukti yang sah yang diberikan oleh
hakim kepada para pihak yang berperkara, terutama
adalah mengenai keterangan saksi. Saksi yang
ditampilkan
dipersidangan
harus
efektif
dan
keterangannya dapat bernilai sebagai alat bukti.
H a k i m menjelaskan tentang syarat formil dan syarat
materiil yang harus dipenuhi oleh seorang saksi. Syarat
formilnya tidak boleh bertentangan dengan pasal 145
HIR atau pasal 172 RBG yaitu kelompok orang-orang
7
yang tidak boleh diajukan sebagai saksi. Sedang syarat
materiil yang harus dipenuhi saksi adalah keterangan yang
diberikan berdasar penglihatan, pendengaran atau
pengalaman langsung dari peristiwa yang disengketakan.
6. Memberi penjelasan cara mengajukan bantahan dan
jawaban
Mengenai cara pengajuan eksepsi (pasal 136 HIR atau
pasal 162 RBG) perlu penjelasan dari hakim, termasuk
jenis-jenis eksepsi yang dapat diajukan.
7. Bantuan memanggil saksi secara resmi
Pada prinsipnya, dalam perkara perdata para pihak sendiri
yang membawa saksi yang diajukan dipersidangan. Namun
adakalanya saksi yang diperlukan tidak bersedia hadir,
padahal kesaksiannya sangat penting dan menentukan.
Pengadilan dapat membantu memanggil saksi secara resmi
8
agar hadir dipersidangan (pasal 139 ayat 1 HIR atau pasal
165 RBG). Bahkan kalau s a k s i dipanggil secara resmi
dua kali berturut-turut belum datang, pengadilan dapat
memaksa hadir melalui kejaksaan atau kepolisian (Pasal
141 ayat 2 HIR atau pasal 167 ayat 2 RBG).
8. Memberi bantuan upaya hukum
Diantara para pencari keadilan, ternyata masih banyak
yang tidak mampu dalam segala hal. Namun bantuan
tersebut tidak boleh memihak dan merusakkan asas
persamaan hak dan kedudukan dihadapan hukum.
9. Memberi penjelasan tata cara verzet dan rekonvensi
Dlm praktek, sering terjadi adanya kesalahan prosedur,
misalnya permintaan banding terhadap putusan verstek,
menurut ketentuan pasal 128 dan 129 HIR atau pasal 153
RBG dinyatakan bahwa upaya hukum yang tepat untuk itu
9
adalah melalui verzet.
10. Mengarahkan
dan
membantu
merumuskan
perdamaian.
(Ps.130 HIR jo. Ps.154 RBG jo. Ps.39 UU No.Th.
1974 jo. Ps.65 UU No.7 Thn. 1989 jo. Ps.31 PP No. 9
Thn. 1975)
Dalam UU ditegaskan bahwa usaha mendamaikan
yang diperankan hakim harus secara aktif. Memberi
saran dan rumusan berdasarkan kehendak bebas
dari para pihak, sejak sidang I, sampai putusan
dijatuhkan
Dengan berkembangnya profesi pemberi jasa hukum
atau ADVOKAT, dan bantuan hukum, kesepuluh
kegiatan tersebut dapat dibantu oleh Advokat dan
Pemberi Bantuan Hukum, diluar Pengad, maupun
dlam proses berperkara.
10
Perkataan pencari keadilan itu
mengandung makna konotasi
pihak penggugat. Ditinjau dari
segi hukum perdata, yang
berperkara didepan sidang
pengadilan dan sama-sama
mencari keadilan itu adalah
11
B. Pengertian Yurisprudensi
Dalam kepustakaan hukum Indonesia yang disebut
yurisprudensi adalah kumpulan atau sari keputusan
Mahkamah Agung (dan Pengadilan Tinggi) mengenai
perkara tertentu berdasarkan pertimbangan (kebijaksanaan) hakim sendiri yang diikuti sebagai pedoman oleh
hakim lain dalam memutus perkara yang sama atau hampir
sama.
Apa sebabnya hakim di suatu pengadilan
mempergunakan putusan hakim lain dalam menyelesaikan
suatu putusan?
12
1. Karena Mahkamah Agung merupakan badan peradilan
tertinggi yang melakukan pengawasan terhadap
pengadilan-pengadilan (yang lebih rendah) peradilan di
tanah air kita.
2. Selain faktor psikologis, juga faktor praktis yang
menyebabkan hakim yang lebih rendah mengikuti
keputusan hakim yang lebih tinggi. Biasanya untuk
perkara yang sama hakim pada pengadilan yang
kedudukannya lebih tinggi akan “memperbaiki” putusan
hakim pengadilan yang lebih rendah.
3. Hakim salah satu pengadilan mengikuti putusan hakim
lain, karena ia menyetujui pertimbangan yang dimuat
dalam putusan hakim lain itu.
13
Pada tahun 1865, Mahkamah Agung Hindia Belanda
menentukan dalam pertimbangannya bahwa harta warisan
dikuasai oleh hukum pewaris.
1. Pentingnya atau Manfaat Yurisprudensi
Pengembangan hukum Islam, d a p a t dilakukan
melalui:
ijtihad bersama melalui peraturan perundangundangan,
yurisprudensi.
Pengembangan hukum Islam melalui yurisprudensi,
menurut Prof. H. Moh. Daud Ali, adalah perlu dan baik karena
yurisprudensi, menggambarkan keadilan yang tumbuh dan
berkembang dalam masyarakat, juga s e l a r a s dengan
kesadaran hukum masyarakat muslim Indonesia.
14
Para hakim PA, haqrus paham benar tentang hukum Islam,
h a r u s memperhatikan sungguh-sungguh nilai-nilai
hukum yang terdapat dalam masyarakat.
2. Yurisprudensi Peradilan Agama
Pada tahun 1865, Mahkamah Agung Hindia Belanda
menentukan dalam pertimbangannya bahwa hukum harta
warisan dikuasai (ditetapkan) oleh pewaris. Garis
hukum ini menjadi yurisprudensi tetap dalam pengadilan
Indonesia dan dipakai sampai sekarang.
Ruang lingkup yurisprudensi peradilan agama
terbatas pada hukum yang menjadi wewenang dan hukum
acara peradilan agama.
15
Pd. tahun anggaran 1992/1993, Badan Pembinaan
Hukum Nasional (BPHN) membentuk satu tim untuk
menginventarisasi,
sekaligus
menganalisa
dan
mengevaluasi yurisprudensi Peradilan Agama selama 27
tahun, dari tahun 1958 sampai dengan tahun 1985.
Dari ke 96 putusan yang memuat enam belas soal
yang dianalisis dan dievaluasi, masih banyak yang perlu
dibina dan ditingkatkan, yi: (1) proses berperkara di sidang
pengadilan. (2) Bentuk putusan yang tidak sesuai dengan
bentuk putusan suatu pengadilan. (3) Bunyi amar putusan
beberapa Pengadilan Agama tingkat pertama tidak
menggambarkan isi gugatan. (4) Dasar hukum yang
dijadikan landasan putusan Pengadilan Agama adalah
berbagai peraturan perundang-undangan pembentukan
peradilan agama secara umum,
16
mulai dari S. 1882:152 sampai dengan Instruksi Direktur
Jenderal Bimbingan Islam Departemen Agama.
(5) Salah satu Pengadilan Agama di Sumatera Barat
mengabulkan permohonan Penggugat yang telah
menjatuhkan talak satu kepada istrinya (Tergugat) di luar
sidang Pengadilan.
(6) Penerapan kaidah hukum yang tidak tepat.
17