hukum acara peradilan tata usaha negara

Download Report

Transcript hukum acara peradilan tata usaha negara

HUKUM ACARA PERADILAN
TATA USAHA NEGARA
Oleh
M. FERRY IRAWAN, SH
Hakim PTUN Banjarmasin
Dasar Hukum.
- UU No.5 Tahun 1986 tentang
Peradilan Tata Usaha Negara.
- UU No.9 Tahun 2004 tentang
Perubahan UU No. 5 Tahun 1986.
tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
- UU No. 51 Tahun 2009 Tentang
Perubahan kedua atas undang-undang
no. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan
Tata Usaha Negara.
SUBYEK SENGKETA TUN
Pasal 1 angka 10 UU No. 51 Tahun 2009
“Sengketa TUN adalah sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha
Negara antara orang atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat
TUN baik di pusat maupun daerah, sebagai akibat dikeluarkannya
keputusan Tata Usaha Negara, termasuk sengketa kepegawaian
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 53 ayat 1 UU No. 9Tahun 2004
“Orang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan
oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara dapat mengajukan gugatan
tertulis kepada pengadilan yang berwenang yang berisi tuntutan agar
keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan itu dinyatan batal atau
tidak sah, dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi atau rehabilitasi”
- Badan atau pejabat TUN di lain pihak sebagai Tergugat adalah badan atau
Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan keputusan berdasarkan
wewenang yang ada padanya atau yang dilimpahkan kepadanya, yang
digugat oleh orang atau badan hukum perdata. Pasal 1 butir 12 UU No. 51
Tahun 2009
OBYEK SENGKETA TUN
Obyek sengketa TUN adalah keputusan yang dikeluarkan oleh Badan
atau Pejabat Tata Usaha Negara. Keputusan Tata Usaha Negara
adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau
Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum tata Usaha
Negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
yang bersifat konkrit, individual dan final yang menimbulkan akibat
hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata (pasal 1 angka 9
UU No.51 Tahun 2009)
kecuali Pasal 3 UU No. 5 Tahun 1986 ( Fiktif Negatif)
Pasal 48 UU No. 5 Tahun 1986 harus melalui upaya administratif kewenangan PT pada tingkat pertama.
PROSES BERPEKARA
Dismissal Prosedure (vide Pasal 62 UU No.5 Tahun 1986)
Rapat
Permusyawaratan
(Dismissal
Prosedur)
dilakukan
sebelum
pemeriksaan persidangan. Hal ini merupakan kekhususan pemeriksaan di
Peradilan Tata Usaha Negara, yang dipimpin oleh Ketua Pengadilan atau
hakim senior lainnya yang ditunjuk oleh Ketua. Tujuannya adalah untuk
memutuskan apakah gugatan yang diajukan itu diterima atau tidak
diterima.
Pemeriksaan Persiapan (vide Pasal 63 UU No. 5 tahun 1986)
Sebelum pemeriksaan persiapan pokok sengketa dimulai, Hakim wajib
mengadakan pemeriksaan persiapan untuk melengkapi gugatan yang
kurang jelas.
Hakim wajib :
1.
Memberi nasihat kepada Penggugat untuk memperbaiki gugatan dan
melengkapinya dengan data yang diperlukan dalam jangka waktu 30
hari.
2.
Dapat meminta penjelasan kepada Badan atau Pejabat TUN yang
bersangkutan.
ACARA BIASA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Ketua Majelis Membacakan gugatan
Jawaban dari tergugat
Replik dari Penggugat
Duplik dari Tergugat
Pembuktian
Kesimpulan
Putusan, diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum
Upaya Hukum: Banding, Kasasi, Peninjauan Kembali
Pelaksanaan Putusan
Psl 68 -97 UU No.5 Th 1986
Penundaan pelaksanaan Keputusan
Tata usaha Negara
Pasal 67 UU No.5 Tahun 1986.
1.
2.
3.
Gugatan tidak menunda atau menghalangi dilaksanakan Keputusan
Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara serta tindakan Badan atau
Pejabat Tata Usaha Negara yang digugat.(presumtio justeae causa).
Penggugat dapat mengajukan permohonan agar pelaksanaan
Keputusan Tata Usaha Negara itu ditunda selama pemeriksaan
sengketa Tata Usaha Negara sedang berjalan, sampai ada putusan
Pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap.
Permohonan penundaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) :
a. dapat dikabulkan hanya apabila terdapat keadaan yang sangat
mendesak yang mengakibatkan kepentingan penggugat sangat
dirugikan jika Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu tetap
dilaksanakan.
b. Tidak dapat dikabulkan apabila kepentingan umum dalam rangka
pembangunan mengharuskan dilaksanakannya keputusan tersebut.
Tenggang Waktu Mengajukan Gugatan
Pasal 55 UU No. 5 tahun 1986
Gugatan dapat diajukan hanya dalam tenggang waktu sembilan puluh
hari terhitung sejak saat diterimanya atau diumumkannya Keputusan
Badan atau pejabat Tata usaha Negara.
SEMA No.2 Tahun 1991.
Bagi pihak ketiga yang tidak dituju langsung keputusan TUN tetapi
yang merasa kepentingannya dirugikan, maka tenggangwaktu 90 hari
adalah dihitung secara kasuistis, sejak ia mengetahui dan merasa
dirugikan atas terbitnya keputusan TUN tersebut.
Beberapa ciri khusus yang menjadi karakteristik hukum
acara Peradilan Tata Usaha Negara yang perlu dicermati
yaitu antara lain sebagai berikut:
1.
2.
3.
Peranan hakim aktif karena ia dibebani tugas untuk mencari
kebenaran materil. Keaktifan hakim dapat kita temukan antara
lain dalam pasal 63 ayat (2) butir a, b, Pasal 80 ayat (1), pasal
85, pasal 95 ayat (1), pasal 103 ayat (1) UU No. 5 Tahun 1986;
Kompensasi ketidakseimbangan antar kedudukan Penggugat
dan Tergugat (Jabatan Tata Usaha Negara). Kompensasi perlu
diberikan karena kedudukan Penggugat (orang /Badan Hukum
Perdata) diasumsikan dalam posisi yang lebih lemah
dibandingkan Tergugat selaku pemenang kekuasaan Publik.
Apalagi pada saat Pembuktian, biasanya alat bukti yang
diperlukan dalam proses persidangan tidak dimiliki oleh
penggugat (yang pada umumnya rakyat biasa), melainkan
dimiliki oleh tergugat;
Sistem Pembuktian yang mengarah Kepada Pembuktian Bebas
(vrijbewijs) yang terbatas, menurut pasal 107 hakim
menentukan apa yang harus dibuktikan, beban Pembuktian,
beserta penilaian pembuktian, tetapi pasal 100 menentukan
secara limitatif mengenai alat-alat bukti yang boleh digunakan.
4.
5.
6.
7.
Gugatan di Pengadilan tidak mutlak bersifat menunda
Pelaksanaan keputusan tata Usaha Negara yang digugat (pasal
67). Hal ini sehubungan dengan Presumtio justae causa dalam
Hukum Administtrasi negara, yang maksudnya adalah bahwa
suatu Keputusan tata Usaha Negara harus selalu dianggap
benar dan dapat dilaksanakan, sepanjang Hakim belum
membuktikan sebaliknya.
Putusan hakim tidak bersifat ultra petita (melebihi tuntutan
Penggugat) tetapi dimungkinkan adanya reformatio in peius
(membawa Penggugat dalam keadaan yang lebih buruk)
sepanjang diatur dalam perundang-undangan.
Terhadap Putusan hakim Tata Usaha Negara berlaku asas erga
omnes. Artinya bahwa putusan itu tidak hanya berlaku bagi para
pihak yang bersengketa, tetapi juga pihak-pihak lain yang
terkait. Dalam mengajukan gugatan harus ada kepentingan
(point d’intert, point d action) atau bila tidak ada kepentingan
maka tidak boleh mengajukan gugatan (no interest, no action).
Kebenaran yang dicapai adalah kebenaran materil dengan
tujuan
menyelaraskan,
menyerasikan,
menyeimbangkan
kepentingan perseorangan dengan kepentingan umum.
ALAT BUKTI
Pasal 100 UU No.5 Tahun 1986
 Alat Bukti Surat
 Keterangan Ahli
 Keterangan Saksi
 Pengakuan Pihak
 Pengetahuan Hakim
ACARA CEPAT
Pasal 98 dan 99 UU No. 5 Tahun 1986
Apabila terdapat kepentingan penggugat yang cukup mendesak yang
harus disimpulkan dari alasan-alasan pemohonnya, penggugat dalam
gugatannya dapat memohon kepada pengadilan supaya pemeriksaan
sengketa dipercepat.
Yang dipercepat meliputi:
Pemeriksaannya
Pemutusannya
Terhadap permohonan Pengugat untuk diperiksa dengan menggunakan
acara cepat, tindakan Pengadilan ialah:
1. Ketua Pengadilan dalam jangka waktu empat belas hari setelah
diterimanya permohonan tersebut, mengeluarkan penetapan tentang
dikabulkan atau tidak dikabulkannya permohonan tersebut.
2. Dalam hal permohonan tersebut dikabulkan, Ketua Pengadilan dalam
jangka waktu tujuh hari setelah dikeluarkannya penetapan tersebut,
menentukan hari, tempat, dan waktu sidang tanpa melalui prosedur
Pemeriksaan persiapan, (pasal 63)
3. Terhadap penetapan perihal dikabulkan atau tidak dikabulkannya
permohonan tersebut tidak dapat digunakan upaya hukum.
INTERVENSI

Masuknya pihak ketiga dalam
proses yang sedang berjalan
- Atas prakarsa sendiri
- Atas prakarsa hakim
-Bisa bergabung dengan salah
satu pihak yang bersengketa
(pasal 83 UU No. 5 Tahun 1986)
EKSEKUSI
Dalam Hukum Acara TUN dikenal istilah eksekusi Otomatis (vide
pasal 116 ayat 1-2 UU no. 5 Tahun 1986) dan eksekusi paksa melalui
upaya paksa.
Berdasarkan UU No. 09 Tahun 2004 dikenal 2 jenis upaya paksa yang
dapat diterapkan apabila pejabat TUN tidak mentaati dan
melaksanakan secara sukarela putusan pengadilan yang telah
berkekuatan hukum tetap, yaitu:
Sanksi Administrasi, dan /atau;
Pembayaran uang paksa(dwangsom)
Dan masih dapat diterapkan adanya sanksi pengumuman
(publikasi) dalam media massa cetak.