hk pembuktian & upaya hukum-slide

Download Report

Transcript hk pembuktian & upaya hukum-slide

HUKUM PEMBUKTIAN
Membuktikan mengandung beberapa pengertian :
1. Dalam arti logis
Berdasar pada suatu axioma, yaitu asas-asas umum yang dikenal dalam ilmu pengetahuan
dimana dimungkinkan adanya pembuktian yang bersifat mutlak yang tidak memungkinkan
adanya bukti lawan
Axioma dihubungkan dengan ketentuan-ketentuan logika dengan pengamatan yang diperoleh
dari pengalaman sehingga memperoleh kesimpulan yang memberi kepastian yang bersifat
mutlak
2. Dalam arti konvensionil
Convixtion intime
Kepastian yg didasarkan pd perasaan belaka
Conviction raisoninee
Kepastian yg didasarkan pd pertimbanga akal
3. Dalam arti yuridis
1.
2.
3.
Tidak menuju pada kebenaran mutlak → bukti lawan
Merupakan pembuktian histories → mencoba menetapkan apa yang telah terjadi secara
konkreto
Pengamatannya tidak langsung
Teori Tentang Beban Pembuktian :
1. Teori pembuktian yang bersifat menguatkan belaka ( bloot affirmative )
Siapa yang mengemukakan sesuatu harus membuktikannya, jadi bukan yang
mengingkari/menyangkalnya
2. Teori hukum subyektif
Siapa yang mengemukakan/mengaku mempunyai suatu hak, harus membuktikannya
Peristiwa Umum
Tergugat
Yang menimbulkan hak
(Rechtserzeugende
Tatsachen)
Peristiwa
Peristiwa khusus
Menghalang-halangi
timbulnya hak
(Rechtshindirnde
Tatsachen)
Membatalkan hak
(Rechtsvernichtende
Tatsachen)
PEMBUKTIAN BERDASAR
HUKUM ACARA PERDATA
1.
2.
3.
4.
Bersifat Mencari kebenaran formil
Tidak disyaratkan adanya keyakinan hakim
Alat bukti harus memenuhi syarat formil dan materiil
Hakim wajib menerapkan hukum pembuktian
Pasal 163 HIR (Pasal 283 Rbg, Pasal 1865 BW)
“Barang siapa yang mengaku mempunyai suatu hak, atau
mengemukakan suatu peristiwa (keadaan) untuk menguatkan
haknya, atau membantah hak orang lain, maka ia harus membuktikan
adanya hak atau peristiwa itu.”
peristiwa atau hak yang
mengandung sengketa dan relevan
dengan pokok perkara
Hal-hal yang tidak perlu dibuktikan :
1. Peristiwa yang memang dianggap tidak perlu diketahui
a.
b.
a.
Tergugat mengakui gugatan;
Dilakukan sumpah decisoir;
Referte
2. Hakim secara ex officio mengenal peristiwanya
a. Peritiwa notoir
pertiwa yang dapat diketahui dari sumber-sumber yang umum tanpa mengadakan
penelitian yang berarti dan memberi kepastian yang cukup untuk digunakan sebagai
alasan pembenar untuk suatu tindakan yang bersifat kemasyarakatan yang serius
RI merdeka 17 Agustus 1945 hari selasa
b. Peristiwa-peristiwa yang terjadi dipersidangan dimuka hakim yang memeriksa perkara
1)
2)
Tergugat tidak datang
Tergugat mengakui gugatan
3. Pengetahuan tentang pengalaman
kesimpulan perdasarkan pengetahuan umum.
mobil melaju 100 km/jam tidak dapat dihentikan seketika
Macam kekuatan pembuktian
1.
2.
3.
4.
5.
Bukti mengikat dan menentukan
Bukti sempurna
Bukti bebas
Bukti Permulaan
Bukti bukan bukti
1. Bukti mengikat dan menentukan
sekalipun hanya ada satu alat bukti, telah cukup bagi hakim untuk memutus
perkara berdasarkan alat bukti tersebut tanpa membutuhkan alat bukti lain
tidak dapat dilumpuhkan dengan bukti lawan
sumpah decisoir (Pasal 156 HIR, Pasal 183 Rbg), sumpah dilatoir (Pasal
177 HIR, Pasal 183 Rbg), Pengakuan (Pasal 174 HIR, Pasal 311 Rbg)
2. Bukti sempurna
meskipun hanya ada satu alat bukti, telah cukup bagi hakim untuk
memutus perkara
kecuali jika dapat dibuktikan sebaliknya
a. akta otentik (Pasal 165 HIR, Pasal 285 Rbg),
b. Pasal 1394 BW (apabila tergugat dapat menunjukkan tiga kwitansi
pembayaran tiga bulan berturut-turut, maka angsuran yang
sebelumnya harus dianggap telah lunas),
c. Pasal 1965 BW (itikad baik selamanya harus dianggap ada,
sedangkan siapa yang menunjuk pada itikad buruk diwajibkan
membuktikan)
3. Bukti bebas
Hakim bebas untuk menilai sesuai dengan pertimbangan yang logis
a. saksi yang disumpah (Pasal 172 HIR, Pasal 307 Rbg), meskipun ada 10 orang
saksi, jika hakim ragu-ragu, maka hakim tidak terikat atau wajib mempercayai
saksi-saksi tersebut.
b. Saksi ahli (Pasal 154 HIR, Pasal 181 Rbg),
c. Pengakuan di luar sidang (Pasal 175 HIR, Pasal 312 Rbg)
4. Bukti Permulaan
sekalipun alat bukti tersebut sah dan dapat dipercaya kebenarannya, tetapi belum
mencukupi syarat formil sebagai alat bukti yang cukup
perlu (harus) ditambah dengan alat bukti lain
hakim bebas dan tidak terikat dengan alat bukti tersebut
a. saksi yang terdiri dari satu orang (Pasal 136 HIR, 306 Rbg), sehingga harus
ditambah dengan alat bukti lain seperti sumpah supletoir,
b. akta di bawah tangan yang dipungkiri tanda tangan dan isinya oleh yang
bersangkutan (Pasal 165 HIR, Pasal 289 Rbg)
5. Bukti bukan bukti
sekalipun suatu alat bukti tampak memberi keterangan yang mendukung
kebenaran suatu peristiwa, tetapi alat bukti tersebut tidak memenuhi syarat
formil sebagai alat bukti yang sah
tidak mempunyai kekuatan pembuktian
saksi yang tidak disumpah (Pasal 145 (4) HIR, 172 Rbg), saksi yang
belum cukup umur 15 tahun, foto-foto, rekaman kaset/ video, kesaksian
tak langsung (Pasal 717 HIR, Pasal 308 Rbg)
ALAT-ALAT BUKTI
1. ALAT BUKTI TERTULIS
DASAR HUKUM :
Pasal 138, 165, 167 HIR, Pasal 164, 285-305 Rbg, S 1867 no 29 dan Pasal 18671894 BW, Pasal 138-147 RV
akta yang dibuat oleh atau di hadapan pejabat yang diberi wewenang
untuk itu dan dalam bentuk menurut ketentuan yang ditetapkan untuk
itu, baik dengan maupun tanpa bantuan dari yang berkepentingan, di
tempat di mana pejabat berwenang menjalankan tugasnya
(Pasal 1868 BW).
Kekuatan pembuktiannya telah melekat pada akta itu secara
sempurna.
bukti sempurna
akta yang dibuat oleh para pihak dengan sengaja untuk pembuktian,
tatapi tanpa bantuan dari seseorang.
Pasal 286 sampai dengan Pasal 305 Rbg, Pasal 1874 – 1180 BW
baru mempunyai kekuatan bukti materiil jika telah dibuktikan kekuatan
formilnya dan kekuatan formilnya baru terjadi setelah pihak-pihak yang
bersangkutan mengakui akan kebenaran isi dan cara pembuatan akta
tersebut, dan bagi hakim merupakan bukti bebas.
Perbedaan antara Akta Otentik dan Akta Di Bawah Tangan
1. Akta otentik merupakan suatu akta yang sempurna, sehingga mempunyai bukti baik
secara formil maupun materiil. Kekuatan pembuktiannya telah melekat pada akta itu
secara sempurna. Jadi bagi hakim akta otentik merupakan bukti sempurna. Sedang akta
di bawah tangan baru mempunyai kekuatan bukti materiil jika telah dibuktikan kekuatan
formilnya dan kekuatan formilnya baru terjadi setelah pihak-pihak yang bersangkutan
mengakui akan kebenaran isi dan cara pembuatan akta tersebut, dan bagi hakim
merupakan bukti bebas.
2. Untuk akta otentik kerap terjadi grosse akta yang mempunyai kekuatan eksekutorial,
sama dengan putusan hakim. Sedang akta di bawah tangan tidak pernah.
3. Akta otentik mesti terdaftar pada register untuk itu dan tersimpan pada pejabat yang
membuatnya/dibuat dihadapannya, sehingga kemungkinan akan hilangnya akta sangat
kecil. Sedangkan akta di bawah tangan tidak terdaftar, sehingga kemungkinan hilangnya
lebih besar.
4. Akta otentik mempunyai tanggal pasti. Sedangkan akta di bawah tangan tidak selalu
demikian.
2. Saksi
Pasal 168-172 HIR(165-179 Rbg)
orang yang memberikan keterangan di muka sidang dengan memenuhi syarat-syarat
tertentu, tentang suatu peristiwa atau keadaan yang saksi lihat, dengar dan saksi alami
sendiri, sebagai bukti terjadinya peristiwa atau keadaan tersebut.
Syarat formil saksi :
1. berumur 15 tahun ke atas;
2. berakal sehat
3. tidak ada hubungan keluarga sedarah dan keluarga semenda dari salah satu pihak
menurut keturunan yang lurus, kecuali undang-undang menentukan lain;
4. tidak ada hubungan perkawinan dengan salah satu pihak, meskipun sudah bercerai
(Pasal 145 ayat (1) HIR);
5. tidak ada hubungan kerja dengan salah satu pihak dengan menerima upah (Pasal
144 ayat (2) HIR), kecuali undang-undang menentukan lain;
6. menghadap di persidangan (Pasal 141 ayat(2) HIR)
7. mengangkat sumpah sesuai dengan agama yang dianut (Pasal 147 HIR);
8. berjumlah sekurang-kurangnya dua orang untuk kesaksian suatu peristiwa, atau
dikuatkan dengan alat bukti lain (Pasal 169 HIR);
9. dipanggil masuk ke ruang sidang satu demi satu (Pasal 144 ayat (1)HIR);
10.memberi keterangan secara lisan (Pasal 147 HIR)
Syarat materiil untuk menjadi saksi :
1. menerangkan apa yang dilihat, didengar dan dialami
sendiri (Pasal 171 HIR, Pasal 308 Rbg);
2. diketahui sebab-sebab saksi mengetahui peristiwanya
(Pasal 171 ayat (1) HIR, Pasal 308 (1) Rbg);
3. bukan merupakan pendapat atau kesimpulan saksi
sendiri (Pasal 171 ayat (2) HIR, Pasal 308 ayat (2) Rbg);
4. saling bersesuaian satu sama lain (Pasal 170 HIR);
Setiap Orang Wajib Menjadi Saksi, Dengan Ancaman Sanksi Pidana
Bagi Yang Tidak Bersedia Menjadi Saksi (Pasal 224 KUHP)
1. Keluarga sedarah dan keluarga semenda menurut
keturunan yang lurus dari salah satu pihak (Pasal 145
ayat (1) sub (1) HIR, Pasal 172 ayat (1) sub (1) Rbg,
Pasal 1910 alinea 1 BW). Dalam hal ini, keluarga
sedarah dan keluarga semenda menurut keturunan
yang lurus dari salah satu pihak tidak boleh ditolak
sebagai saksi dalam perkara yang menyangkut
perjanjian kerja, berhubungan dengan pemberian
nafkah dan penyelidikan tentang pencabutan
kekuasaan orang tua dan perwalian.
2. Suami atau isteri salah satu pihak, meskipun sudah
bercerai (Pasal 145 ayat (1) sub (2) HIR, Pasal 172 ayat
(1) sub (3) Rbg, Pasal 1910 alinea 1 BW)
1. Anak-anak yang belum mencapai umur
15 tahun (Pasal 145 ayat (1) sub (3) jo
ayat (4) HIR);
2. Orang gila meskipum kadang-kadang
ingatannya terang atau sehat (Pasal
145 ayat (1) sub 4 HIR, Pasal 172 ayat
(1) sub (5) Rbg, Pasal 1912 Bw)
tidak perlu disumpah (Pasal 145 ayat (4)
HIR, Pasal 173 Rbg)
Pasal 146 HIR (Pasal 174 Rbg, 1909 alinea 2 BW)
segolongan orang yang atas permintaannya dibebaskan dari
kewajiban untuk memberi kesaksian.
1. saudara laki-laki dan perempuan, serta ipar laki-laki dan perempuan dari
salah satu pihak,
2. keluarga sedarah menurut keturunan yang lurus dan saudara laki-laki dan
perempuan dari suami atau isteri salah satu pihak,
3. semua orang yang karena martabat, jabatan atau hubungan kerja yang
sah diwajibkan mempunyai rahasia, akan tetapi semata-mata hanya
tentang hal yang diberitahukan kepadanya karena jabatan, martabat atau
hubungan kerja yang sah saja.
3. Persangkaan
Pasal 173 HIR
persangkaan dapat digunakan sebagai alat bukti, yaitu bahwa
persangkaan saja yang tidak disandarkan pada ketentuan
undang-undang hanya boleh diperhatikan oleh hakim pada
waktu menjatuhkan putusan, apabila persangkaan itu penting,
tertentu dan ada hubungan satu sama lain.
Pasal 1915 BW
Pasal 1915 BW membedakan persangkaan menjadi dua, yaitu
persangkaan yang didasarkan atas undang-undang dan
persangkaan yang didasarkan atas kenyataan.
kesimpulan yang ditarik dari suatu peristiwa yang sudah dikenal atau dianggap
terbukti ke arah suatu peristiwa yang tidak dikenal atau tidak terbukti, baik
yang berdasarkan undang-undang ataupun kesimpulan yang ditarik oleh hakim.
Setiap peristiwa yang telah dibuktikan dalam persidangan dapat digunakan
sebagai persangkaan
Pasal 1916 BW
persangkaan-persangkaan yang oleh undang-undang dihubungkan dengan
perbuatan-perbuatan tertentu, antara lain :
1. perbuatan-perbuatan yang oleh undang-undang dinyatakan batal,
karena dari sifat dan keadannya saja dapat diduga dilakukan untuk
menghindari ketentuan-ketentuan undang-undang,
2. peristiwa-peristiwa menurut yang undang-undang dapat dijadikan
kesimpulan guna menetapkan hak pemilikan atau pembebasan dari
hutang,
3. kekuatan yang diberikan oleh undang-undang kepada putusan hakim,
4. kekuatan yang diberikan oleh undang-undang kepada pengakuanatau
sumpah salah satu pihak.
Menurut ilmu pengetahuan, persangkaan merupakan
bukti yang tidak langsung dan dibedakan sebagai
berikut :
. Persangkaan berdasarkan kenyataan (feitelijke atau
rechterlijke vermoedens, presumptions facti)
Dalam hal ini, hakimlah yang memutuskan berdasar
kenyataan, apakah mungkin dan sampai seberapa
jauhkah kemungkinan untuk membuktikan suatu peristiwa
tertentu dengan membuktikan peristiwa lain. Berbeda
halnya dengan persangkaan atas undang-undang, dalam
persangkaan atas kenyataan hakim bebas dalam
menemukan persangkaan berdasarkan kenyataan. Setiap
peristiwa yang telah dibuktikan dalam persidangan dapat
digunakan sebagai persangkaan.
2. Persangkaan berdasarkan hukum (wettelijke,
rechtsvermoedens, presumptions juris)
Pada persangkaan berdasarkan hukum, maka undang-undang yang
menetapkan hubungan antara peristiwa yang diajukan dan harus
dibuktikan dengan peristiwa yang tidak diajukan. Persangkaan
berdasarkan hukum, dibedakan lagi menjadi dua, yaitu :
a. presumptions juris tantum, yaitu persangkaan berdasarkan hukum
yang memungkinkan adanya pembuktian lawan.
a. Presumtiones juris et de jure, yaitu persangkaan berdasarkan hukum
yang tidak memungkinkan pembuktian lawan.
Pengakuan
Pasal 174,175, 176 HIR (Pasal 311, 312, 313 Rbg dan Pasal 1923-1928 BW)
Pengakuan di muka hakim dipersidangan (gerechterlijke bekentenis) merupakan
keterangan sepihak, baik tertulis maupun lisan yang tegas dan dinyatakan
oleh salah satu pihak dalam perkara dipersidangan yang membenarkan baik
seluruhnya atau sebagian dari suatu peristiwa, hak atau hubugan hukum yang
diajukan oleh lawannya, yang dapat mengakibatkan pemeriksaan lebih lanjut
oleh hakim tidak perlu lagi
I
L
M
U
P
E
N
G
E
T
A
H
U
A
N
pengakuan murni
Terg mengaku telah membeli rumah dari
peng Rp. 5 M, spt yg didalilkan Peng
pengakuan dengan kualifikasi
pengakuan yang disertai dengan
sangkalan terhadap sebagian
tuntutan
pengakuan dengan klausul
Pengakuan yg disertai dg
keterangan tambahan yg bersifat
membebaskan
Terg mengaku telah membeli rumah dari
peng, ttp tdk Rp. 5 M, spt yg didalilkan
Peng melainkan 3 M
Terg mengaku telah membeli rumah dari
peng Rp. 5 M, spt yg didalilkan Peng,
tetapi sudah lunas
pengakuan murni
pengakuan yang sifatnya
sederhana dan sesuai
sepenuhnya dengan
tunutan pihak lawan
Pengakuan dengan kualifikasi
(gequalificeerde bekentenis)
pengakuan yang disertai dengan
sangkalan terhadap sebagian tuntutan.
Baik pengakuan dengan kualifikasi dan pengakuan dengan klausul
harus diterima secara bulat dan tidak boleh dipisah-pisahkan dari
keterangan tambahan
penggugat
menolak sama sekali pengakuan
(onsplitbaar aveu) itu seluruhnya dan
memberi pembuktian sendiri
membuktikan bahwa keterangan tambahan
pada pengakuan tersebut adalah tidak benar.
pengakuan tergugat menjadi pengakuan
biasa
Pasal 1924 BW hakim tidak boleh
menolak permohonan penggugat
tersebut.
Suatu pengakuan juga dapat diberikan di luar sidang
keterangan yang diberikan oleh salah satu pihak dalam suatu
perkara perdata di luar persidangan untuk membenarkan
pernyataan-pernyataan yang diberikan oleh pihak lawannnya.
harus dibuktikan di persidangan
5. Sumpah
Pasal 155-158, 177 HIR, Pasal 182-185, 314 Rbg, Pasal 1929-1945 BW
suatu pernyataan yang khidmat yang diberikan atau diucapkan pada waktu
memberi janji atau keterangan dengan mengingat sifat Maha Kuasa Tuhan dan
percaya, bahwa siapa yang memberi keterangan atau janji yang tidak benar
akan dihukum oleh Tuhan
tindakan religius yang digunakan dalam proses peradilan
sumpah premissoir
sumpah untuk melakukan atau
tidak melakukan sesuatu, yang
diucapkan sebelum memberi
keterangan atau melakukan
sesuatu
sumpah confirmatoir atau sumpah assertoir
meneguhkan suatu peristiwa
atau hak
HIR
sumpah pelengkap
(suppletoir)
sumpah yang
diperintahkan oleh
hakim karena
jabatannya kepada
salah satu pihak yang
bersengketa untuk
melengkapi
pembuktian atas
peristiwa yang menjadi
sengketa untuk
digunakan sebagai
dasar putusan hakim
sumpah pemutus yang
bersifat menentukan
(decicoir)
sumpah penaksiran
(aestimtoir)
sumpah yang
diperintahkan oleh
hakim karena
jabatannya kepada
penggugat untuk
menentukan jumlah
uang ganti kerugian.
Sumpah Pemutus Yang Bersifat Menentukan (Decicoir)
dapat dilakukan pada setiap saat selama pemeriksaan persidangan (Pasal 156
HIR, Pasal 183 Rbg, Pasal 1930 BW).
sumpah yang dibebankan atas permintaan salah satu pihak yang bersengketa.
Menolak untuk mengucapkan sumpah decicoir akan mengakibatkan
dikalahkannya pihak yang harus disumpah (delaat).
Siapa yang dibebani sumpah decicoir tetapi menolak dan tidak juga
mengembalikan sumpah kepada deferent atau siapa yang memerintahkan
pihak lawan untuk bersumpah, tetapi dikembalikan oleh delaat, kemudian
deferent menolak untuk bersumpah, haruslah dikalahkan (Pasal 156 HIR, 183
Rbg, Pasal 1932 BW)
Sumpah decicoir baru dapat dikembalikan oleh delaat apabila sumpah
tersebut bagi deferent berhubungan dengan perbuatan yang dilakukan sendiri
dan bukan dilakukan bersama-sama dengan pihak lawan (Pasal 1933 BW)
Pembuktian di Luar Ketentuan Pasal 164 HIR
Pemeriksaan
setempat (descente)
Keterangan ahli (expertise)
pemeriksaan mengenai perkara oleh
hakim karena jabatannya yang dilakukan
di luar gedung atau tempat kedudukan
pengadilan, yang ditujukan agar hakim
dapat melihat sendiri dan memperoleh
gambaran atau keterangan yang
memberi kepastian tentang peristiwaperistiwa yang disengketakan
atas perminataan salah satu pihak atau
karena jabatan hakim, pengadilan dapat
mengangkat seorang ahli. Keterangan
ahli adalah keterangan pihak ketiga yang
obyektif yang bertujuan untuk membantu
hakim dalam pemeriksaan guan
menambah pengetahuan hakim
PUTUSAN HAKIM
pernyataan hakim sebagai pelaksana kekuasaan Kehakiman yang
melaksanakan tugas Kekuasaan Kehakiman yang diucapkan di persidangan
dan bertujuan untuk menyelesaikan suatu sengketa atau perkara.
P
U
T
U
S
A
N
H
A
K
I
M
Putusan (dalam arti luas)
Belum
mempunyai
kekuatan Hukum
tetap (Vonnis)
sudah berkekuatan
hukum tetap
dalam arti sempit
Penetapan
(beschikking)
Jenis Putusan :
1. Putusan akhir
2. Putusan sela
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Condemnatoir
Declaratoir
Constitutif
Contradictoir
Verstek
uit voerbaar bij
voorraad - SEMA No.3
tahun 2000
g. Putusan perdamaian
a.
b.
c.
d.
Putusan Insidentil
Preparatoir
Interlocutoir
Provisionil
PUTUSAN AKHIR
1. Putusan declaratoir
Putusan yg sifatnya memberikan suatu pernyataan atau menetapkan suatu
keadaan hk.
Mis : Oleh hakim ditetapkan bhw seseorang anak tertentu adalah anak sah,
atau bahwa sebidang tanah tertentu adalah milik Penggugat
2. Putusan constitutief
ptsn yg sifatnya menghapuskan atau menciptakan keadaan hukum baru.
Mis : Ptsn perceraian atau putusan pernyataan pailit
3. Putusan Condemnatoir
ptsn yg sifatnya menjatuhkan hukuman kepada salah satu atau kedua
pihak yg berperkara
Mis : Menghukum tergt utk mengembalikan sesuatu barang kpd
Penggt, atau utk membayar kpdnya sejlh uang tertentu sbg
pembayaran hutang.
4. Putusan contradictoir
Putusan yg diambil dlm hal terggt pernah
datang menghadap di persidangan.
5. Putusan verstek
Putusan yg diambil dlm hal terggt tdk pernah
datang dipersidangan, meskipun telah
dipanggil dg sepatutnya utk menghadap.
6. Ptsn yg dpt dilaksanakan lebih dahulu
(uit voerbaar bij voorraad) SEMA No.3
tahun 2000
Di PT dan PN ada juga penetapan lebih bersifat tindakan hukum acara
dan administrasi :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Penetapan penunjukan Majelis hakim
Penetapan hari sidang
Penetapan pemanggilan pihak-pihak
Penetapan pemeriksaan setempat/ahli
Pengunduran sidang
Pemanggilan saksi
Penetapan sita (sita jaminan,revindikasi Eksekusi)dan pencabutan sita
tersebut.
8. Perintah pemberitahuan putusan Verstek
9. Pengosongan
UPAYA HUKUM
Merupakan suatu perbuatan hukum yg dilakukan oleh subyek hukum sebagai
akibat perbuatan hukum atau perbuatan melawan hukum yang dilakukannya
atau dilakukan subyek hukum lain, secara litigasi maupun non litigasi
UPAYA HUKUM
Upaya HUKUM BIASA :
1. Perlawanan terhadap Putusan
Verstek (Verzet)
2. Banding
3. Kasasi
Upaya HUKUM LUAR BIASA
A. Perlawanan pihak Ketiga(derden
verzet):
1. Eksekuasi
2. Sita Jaminan (Conservatoir
Beslaag)
3. Revindicatoir beslaag
B. Peninjauan Kembali (request civil)
Perlawanan Terhadap Putusan Verstek
(Verzet)
Dasar hukum :
Pasal 125 ayat 3 jo.Pasal 129 HIR/pasal 149 ayat 3 jo.Pasal 153 rbg
Tergugat yang diadili dengan putusan Verstek dan tidak menerima
putusan itu,dapat mengajukan perlawanan (verzet)terhadap
putusan tersebut
Kedudukan para pihak :
Pelawan, semula Tergugat
Terlawan, semula Penggugat
DERDEN VERZET
(plwn pihak 3/bantahan pihak 3)
Perlawanan pihak ke tiga terhadap sita jaminan atau sita eksekusi
Ps.195(6) dan (7) H.I.R
1. Perlawanan thdp sita
eksekutorial.
2. Yg diajkn olh yg terkena
eksekusi/tersita
3. Yg diajukan oleh phk ketiga ats
dsr Hak milik.
4. Plwn diajukan ke KPN yg
melaksanakan eksekusi.
5. Adanya kewajiban KPN yg
memeriksa/mts plw mlpr ke
KPN yg memerintahkan
eksekusi
Ps.207 & 208 HIR
1. Cara mengajukan plwn lisan
/tertulis.
2. Kpd siapa/KPN dimana pkr
plwn hrs diajkn
3. Azas perlawanan tdk
tangguhkan eksekusi.
4. Kemungkinan utk ajukan
permhnn banding
Putusan Peradilan Tingkat banding
Menurut persepsi pada hakekatnya putusan peradilan tingkat banding dapat berupa
a.Menyatakan bahwa permohonan banding tidak dapat diterima
b.Menguatkan putusan Pengadilan Tkt.I.
c.Membatalkan putusan Pengadilan Tkt. I .
d.Memperbaiki putusan Pengadilan Tkt .I
KASASI
UU No.14 Tahun 1985 jo.UU No.5 tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 14
Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung jo. UU No. 3 Tahun 2009 ttg Perubahan Kedua Atas
Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung
Alasan Kasasi (Pasal 30)
a. Tidak berwenang atau melampau batas wewenang;
b. Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku;
c. Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang
mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan.
Alasan Kasasi diluar pasal 30
Psl.52
UU No.14 tahun 1985 jo.UU
No.5 tahun 2004 jo jo. UU No. 3
Tahun 2009
Dalam mengambil putusan,
Mahkamah Agung tidak terikat
pada
alasan-alasan
yang
diajukan oleh pemohon kasasi
dan dapat memakai alasanalasan hukum lain.
Ps.23(1)
UU No.14 tahun 1985 jo.UU No.5
tahun 2004 jo jo. UU No. 3 Tahun
2009
Segala putusan Pengadilan selain
harus memuat alasan-alasan dan
dasar-dasar putusan itu , juga harus
memuat pula pasal-pasal tertentu dari
peraturan yang bersangkutan atau
sumber hukum tak tertulis yang
dijadikan dasar untuk mengadili.
Motivering yg tidak cukup(
onvoldoende gemotiveerd)
Putusan tsb dapat dibatalkan dalam pemeriksaan tingkat Kasasi
Putusan MA menyangkut motivering
(vormverzuim)
1. Tiap penolakan atas st petitum hrs disertai pertimbangan mengapa
ditolak (MA No.698K/Sip/1969 ttgl 18 Des.1970.)
2. Ptsn PT hrs dibatalkan krn kurang cukup dipertimbangkan (niet
voldoende gemotiveerd) dan terdpt ketidak tertiban dlm beracara (MA
672 K/Sip/1972 ttgl 18 Okt 1972)
3. Pertimbangan PT yg isinya hanya menyetujui dan menjadikan sbg
alasan sendiri hal-hal yg dikemukakan pembanding dlm memori
bandingnya, seperti halnya kalau PT menyetujui ptsn PN , adalah tdk
cukup
4. Dari pertimbangan-pertimbangan PT secara terperinci MA harus
mengerti hal-hal apa dlm ptsn PN yg tdk dpt dibenarkan oleh PT (MA
No.9K/Sip/1972 ttgl 19 Agustus 1972)
5. Ptsn PT dan PN kurang tepat dan tdk terperinci harus dibatalkan ( MA
No. 588K/Sip/1975 ttgl 13 Juli 1976).
ISI PUTUSAN HAKIM
Pasal 184(1)HIR
“Keputusan harus berisi keterangan ringkas, tetapi yang jelas gugatan dan jawaban,
serta dasar alasan-alasan keputusan itu: begitu juga keterangan , yang dimaksud
pada ayat ke empat pasal 7 . Reglemen tentang Aturan Hakim dan Mahkamah
Agung serta Kebijaksanaan kehakiman di Indonesia akhirnya keputusan Pengadilan
Negeri tentang pokok perkara dan tentang banyaknya biaya, lagi pula pemberitahuan
tentang hadir tidaknya kedua belah pihak pada waktu mengumumkan keputusan itu.”
Penjelasan Ps.184(1) HIR
Isi Putusan Hakim:
A . Suatu keterangan singkat tetapi jelas dari isi gugatan
B. Jawaban tergugat atas gugatan itu,
C. Alasan-alasan keputusan
D. Keputusan Hakim tentang pokok perkara dan tentang ongkos perkara,
E. Keterangan apakah pihak-pihak yg berperkara hadir pada waktu keputusan itu dijatuhkan.
F. Kalau keputusan itu didasarkan atas suatu UU ini harus disebutkan,
G.Tanda tangan Hakim dan Panitera
Putusan Peradilan Tingkat Kasasi
1. Permohonan kasasi tidak dapat diterima
2. Permohonan kasasi ditolak
3. Permohonan kasasi dikabulkan
Peninjauan Kembali
(Request Civil)
Alasan Peninjauan Kembali (Request Civil)
a. Apabila putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak
lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan pada bukti
yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu.
b. Apabila setelah perkara diputus ,ditemukan surat-surat bukti yang bersifat
menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemukan (NOVUM)
c. Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari pada
yang dituntut
d. Apabila mengenai sesuatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa
dipertimbangkan sebab-sebabnya
e. Apabila antara pihak-pihak yang sama mengenai suatu soal yang sama,atas
dasar yang sama oleh Pengadilan yang sama atau sama tingkatanya telah
diberikan putusan yang bertentangan satu dengan yang lain
f. Apabila dalam suatu putusan terdapat suatu kekhilafan Hakim atau suatu
kekeliruan yang nyata
Putusan Peninjauan Kembali
Pada dasarnya putusan peradilan terhadap peninjauan
kembali dapat diklasifikasi ke dalam 3 golongan yaitu :
1. Putusan yang menyatakan bahwa
peninjauan kembali tidak dapat diterima
permohonan
2. Putusan yang menyatakan bahwa permohonan peninjauan
kembali ditolak
3. Putusan yang menyatakan bahwa permohonan peninjauan
kembali dikabulkan