Media sebagai Pelaku Viktimisasi

Download Report

Transcript Media sebagai Pelaku Viktimisasi

MEDIA SEBAGAI
PELAKU VIKTIMISASI
TOT Victimology & Victim Assistance
LPSK, Bogor 27 Maret 2013
Heru Susetyo
•Staf Pengajar Viktimologi, HAM & Hukum Perlindungan
Anak Fakultas Hukum Universitas Indonesia
•Executive Committee World Society of Victimology
•Advokat HAM pada Pusat Advokasi Hukum dan Hak Asasi
Manusia (PAHAM)
Tulisan di GATRA 27 Februari 2013
Ragam Viktimisasi : Trial by Press?
Ragam Viktimisasi : Trial by Press?
Ragam viktimisasi : Diwawancara
Hari Ketiga setelah Suami
ditemukan tewas terbunuh
Diwawancarai
3 hari setelah
suami ditemukan tewas
terbunuh
Liputan telanjang terhadap
tersangka mutilasi
Ragam viktimisasi : Stigmatisasi
terhadap tersangka pelaku mutilasi
Pengertian ‘Media’
• Adalah saluran komunikasi dimana berita, hiburan,
pendidikan, data, pesan-pesan promosi disebarkan.
• Media termasuk setiap penyiaran dalam skala luas maupun
sempit melalui media koran, majalah, TV, radio, billboard,
surat, telepon, fax dan internet.
• Data storage material divided into three broad
categories according to the recording method: (1) Magnetic,
such as diskettes, disks, tapes, (2) Optical, such as microfiche,
and (3) Magneto-Optical, such as CDs and DVDs.
• Sumber :
http://www.businessdictionary.com/definition/media.html#ixzz2OcAOlepY
Pengertian Pers (Press)
• Pasal 1 angka (1) UU No. 40 tahun 1999 :
Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi
massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik
meliputi mencari, memperoleh, memiliki,
menyimpan, mengolah, dan menyampaikan
informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar,
suara dan gambar, serta data dan grafik maupun
dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media
cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran
yang tersedia.
Pengertian ‘Siaran” dan ‘Penyiaran’
• Pasal 1 UU No. 32 tahun 2002 tentang
Penyiaran
1. Siaran adalah pesan atau rangkaian pesan dalam bentuk suara, gambar,
atau suara dan gambar atau yang berbentuk grafis, karakter, baik yang
bersifat interaktif maupun tidak, yang dapat diterima melalui perangkat
penerima siaran.
2. Penyiaran adalah kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana
pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa
dengan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel,
dan/atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan
bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran.
3. Penyiaran radio adalah media komunikasi massa dengar, yang menyalurkan
gagasan dan informasi dalam bentuk suara secara umum dan terbuka,
berupa program yang teratur dan berkesinambungan.
4. Penyiaran televisi adalah media komunikasi massa dengar
pandang, yang menyalurkan gagasan dan informasi dalam
bentuk suara dan gambar secara umum, baik terbuka
maupun tertutup, berupa program yang teratur dan
berkesinambungan.
5. Siaran iklan adalah siaran informasi yang bersifat komersial
dan layanan masyarakat tentang tersedianya jasa, barang,
dan gagasan yang dapat dimanfaatkan oleh khalayak dengan
atau tanpa imbalan kepada lembaga penyiaran yang
bersangkutan.
•KASUS-KASUS
Kasus Bang Maman dan “Istri
Simpanan”
Latah-nya Olga di Acara Dahsyat
RCTI 1 Mei 2009
Tukul dan “Bukan Empat Mata” (2)
• JAKARTA, KOMPAS.com - Kembali Tukul Arwana ditegur Komisi
Penyiaran Indonesia (KPI) dalam membawakan acara Bukan
Empat Mata yang ditayangkan stasiun televisi Trans 7. Acara
yang merupakan wajah baru Empat Mata ini dinilai
mengumbar kata-kata dan tindakan ke arah seksual.
• "Banyak adegan Tukul yang mencoba mencium, meraba dan
memegang," kata Nina Armando, anggota Tim Panelis yang
memberikan penelian isi acara televisi, saat acara Jumpa Pers
Pengumuman Hasil Pemantauan Isi Siaran Televisi di Jakarta,
Rabu (6/4).
Tukul dan “Bukan Empat Mata” (2)
• Lebih lanjut ia mengaku heran, mengapa
perilaku dan kata-kata Tukul yang mengarah
ke seks tersebut diikuti oleh pembawa acara
yang lain. Bahkan para bintang tamu pun
tertular oleh Tukul. "Joke-joke yang mengarah
seks itu menular," kata Nina. Selain itu,
tambahnya, acara tersebut penuh dengan
adegan melecehkan orang dan mengarah
pada pendeskriditan suku tertentu.
Tukul dan “Bukan Empat Mata” (3)
• Menurut Tim Panelis yang disampaikan Nina, acara yang
dipandu oleh Riyanto, nama asli Tukul, klasifikasi acara yang
ditampilkan yaitu Remaja (R), dan bimbingan orangtua (BO)
dinilai tidak sesuai dengan isinya. "Padahal acara ini tidak
cocok untuk remaja," katanya.
• Peraturan-peraturan yang diterjang Tukul dalam "Bukan
Empat Mata", ungkap Nina, adalah UU Penyiaran No. 32
tahun 2002 Pasal 4 (1), 7, 36 (1 dan 6) dan Pedoman Perilaku
Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) Pasal 12, 17
dan 64. "Sanksi yang akan dijatuhkan untuk program Bukan
Empat Mata akan ditentukan setelah mendengar penjelasan
dari 'Trans 7'," pungkas Nina.
Informasi/ Media Kurang Sehat
di Sekitar Anak…
Lampu Merah lagi…
UU Perlindungan Anak No. 23 tahun
2002
Pasal 10 :
Setiap anak berhak menyatakan dan didengar
pendapatnya, menerima, mencari, dan
memberikan informasi sesuai dengan tingkat
kecerdasan dan usianya demi pengembangan
dirinya sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan
kepatutan.
UU Pers No. 40 tahun 1999
Pasal 5 :
(1) Pers nasional berkewajiban memberikan
peristiwa dan opini dengan menghormati
norma-norma agama dan rasa kesusilaan
masyarakat serta asas praduga tak bersalah.
Pasal 13
Perusahaan Pers dilarang memuat iklan :
UU Pers No. 40 tahun 1999
Pasal 13
Perusahaan Pers dilarang memuat iklan :
a. Yang berakibat merendahkan martabat suatu
agama dan atau mengganggu kerukunan hidup
antar umat beragama serta bertentangan
dengan rasa kesusilaan masyarakat;
b. Minuman keras dan NAPZA;
c. Peragaan wujud rokok dan atau penggunaan
rokok.
UU Penyiaran No. 32 tahun 2002
Isi Siaran
Pasal 36
(1) Isi siaran wajib mengandung informasi ,
pendidikan, hiburan, dan manfaat untuk
pembentukan intelektualitas, watak, moral,
kemajuan, kekuatan bangsa, menjaga
persatuan dan kesatuan, serta mengamalkan
nilai-nilai agama dan budaya Indonesia.
UU Penyiaran No. 32 tahun 2004
Pasal 36 ayat (3) :
Isi siaran wajib memberikan perlindungan dan
pemberdayaan kepada khalayak khusus, yaitu
anak-anak dan remaja dengan menyiarkan
mata acara pada waktu yang tepat , dan
lembaga penyiaran wajib mencantumkan
dan/ atau menyebutkan klasifikasi khalayak
sesuai dengan isi siaran.
Hak atas Media Sehat
vs Hak Atas Informasi
Konvensi
Hak
Anak
Pasal 13
•
(1) Anak harus memiliki hak atas kebebasan
mengeluarkan pendapat, hak ini mencakup
kebebasan mencari, menerima dan
memberikan informasi dan semua macam
pemikiran tanpa memperhatikan perbatasan,
baik secara lisan dalam bentuk tertulis
maupun cetak, dalam bentuk seni, atau
melalui media lain apapun pilihan anak
Konvensi Hak Anak
• Pasal 13 ayat (2) :
Pelaksanaan hak ini dapat tunduk pada
pembatasan-pembatasan tertentu, tapi hanya
akan seperti ditentukan oleh UU dan diperlukan :
(a) Untuk menghormati hak-hak atau nama baik
orang-orang lain; atau
(b) Untuk perlindungan keamanan nasional atau
ketertiban umum, atau kesehatan atau
kesusilaan umum.
Konvensi Hak Anak
• Pasal 17:
Negara-negara pihak mengakui fungsi penting yang
dilakukan media massa dan harus menjamin
bahwa anak mempunyai akses ke informasi dan
bahan dari suatu diversitas sumber-sumber
nasional dan internasional; terutama yang
ditujukan pada peningkatan kesejahteraan sosial,
spiritual dan kesusilaannya dan kesehatan fisik
dan mentalnya. Untuk tujuan ini maka negaranegara pihak harus :
Pasal 17 (a)
Mendorong media massa untuk
menyebarluaskan informasi dan bahan yang
mempunyai manfaat sosial dan budaya…;
Pasal 17 (e) Mendorong perkembangan
pedoman-pedoman yang tepat untuk
perlindungan anak dari informasi dan bahan
yang merusak kesejahteraannya…
Perbedaan Media Lama dan Media
Baru (Wenny Pahlemy)
MEDIA TRADISIONAL
MEDIA BARU
SATU ARAH
KOMUNIKATORNYA
BANYAK DAN
PROFESIONAL
AUDIENS PASIF
TERBATAS RUANG DAN
WAKTU
DISTRIBUSI TERBATAS
DAN LAMA
ADA SENSOR
INTERAKTIF
INDIVIDU BISA MENJADI
KOMUNIKATOR DAN
PENGIRIM PESAN
AUDIENS AKTIF
AKSES GLOBAL
DISTRIBUSI MASSIF
DAN CEPAT
RELATIF BEBAS SENSOR
Media Konvensional
(Straubhaar, 2002)
1.
2.
3.
4.
5.
Televisi
Radio
Surat Kabar
Film
Majalah
Media Baru
• Telepon seluler (SMS, MMS, Camera,
Bluetooth, 3G, BB, etc)
• Teknologi internet (e-mail, search engine,
chatting/ instant messenger, social
networking)
Media Baru dan Kaum Remaja
• Pengguna internet di Indonesia pada akhir
tahun 2007 : 25 juta orang
• Pada tahun 2010 diperkirakan 57.8 juta
pengguna internet di Indonesia
• Riset Yahoo ! Indonesia dan TNS : remaja usia
15 – 19 tahun mendominasi penggunaan
internet di Indonesia (64%)
DATA TAHUN 2012 :
INDONESIA EKSIS DI SOCIAL MEDIA
• Pengguna Facebook di dunia 955 juta jiwa
• Pengguna Facebook di Indonesia 47 juta jiwa (No 4 setelah
USA, Brazil dan India), penetrasi thd polisi : 19.41%
• Pengguna social media/ microblogging twitter 500 juta jiwa
• Pengguna twitter di Indonesia sekitar 30 juta jiwa (yg punya
account) alias No. 5 tertinggi sedunia (US, Japan, Brazil, UK)
• Di sisi lain Indonesia menempati urutan ke 124 dalam Indeks
Pembangunan Manusia sedunia (Human Development Index)
JAKARTA KOTA PENGAKSES
TWITTER TERTINGGI SEDUNIA!!!
INDONESIA : JUARA BB SEDUNIA
• Pengguna Blackberry
di Indonesia pada
tahun 2012 adalah
sebesar 7 juta jiwa
alias tertinggi sedunia.
• Why is Indonesia so in
love with the
Blackberry?
(artikel di BBC
Indonesian Service)
Apa yang dilakukan pengguna internet
saat online ?
Apa yang dilakukan ketika online?
•
•
•
•
•
•
•
E-mail : 59%
Instant messaging : 59%
Social networking : 58%
Search engine : 56%
Mengakses berita online : 47%
Menulis blog : 36%
Game online : 35%
P3 & SPS
• Sejatinya rambu-rambu dan koridor untuk
menangkal bahaya viktimisasi tersebut telah
tersedia. Yaitu Kode Etik Jurnalistik dan P3SPS
alias dua Peraturan Komisi Penyiaran
Indonesia (KPI) tahun 2012 tentang Pedoman
Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program
Siaran (SPS).
Kode Etik Jurnalistik
• Kode Etik Jurnalistik tahun 2006 antara lain
menyebutkan bahwa wartawan haruslah
menunjukkan sikap profesionalisme, antara
lain dengan menghormati pengalaman
traumatik narasumber dalam penyajian
gambar, foto,
tidak menyebutkan dan
menyiarkan identitas korban kejahatan susila
dan tidak menyebutkan identitas anak yang
menjadi pelaku kejahatan.
Peliputan terorisme dalam P3SPS
• P3SPS menyebutkan bahwa dalam peliputan
terorisme lembaga penyiaran wajib
menghormati hak masyarakat untuk
memperoleh informasi secara lengkap dan
benar; namun juga tidak melakukan labelisasi
berdasarkan suku, agama, ras, dan/atau
antargolongan terhadap pelaku, kerabat,
dan/atau kelompok yang diduga terlibat; dan
tidak membuka dan/atau mendramatisir
identitas kerabat pelaku yang diduga terlibat.
Peliputan kasus yang melibatkan
anak-anak
• lembaga penyiaran tidak boleh mewawancarai anak-anak
dan/atau remaja berusia di bawah umur 18 tahun mengenai
hal-hal di luar kapasitas mereka untuk menjawabnya, seperti:
kematian, perceraian, perselingkuhan orangtua dan keluarga,
serta kekerasan, konflik, dan bencana yang menimbulkan
dampak traumatik.
Serta, wajib mempertimbangkan
keamanan dan masa depan anak-anak dan/ atau remaja yang
menjadi narasumber; dan wajib menyamarkan identitas anakanak dan/atau remaja dalam peristiwa dan/atau penegakan
hukum, baik sebagai pelaku maupun korban.
JURNALISME PROFETIK VS JURNALISME PROVOKATIF
(Rulli Nasrulloh, 2013)
JURNALISME PROFETIK
JURNALISME PROVOKATIF
• Pola pikir positif
• Melihat peristiwa atau kejadian
sebagai suatu persoalan yg
manusiawi
• Menitikberatkan pd yg terjadi
• Cenderung tidak memihak
• Memaparkan fakta yang ada dan
mengungkap fakta yg
tersembunyi
• Berdasarkan fakta
• Berorientasi pd etika & moral
• Memposisikan jurnalis sbg
manusia seutuhnya
• Pola pikir negatif
•
Melihat peristiwa atau kejadian sebagai
suatu persoalan individu/kelompok
• Menitikberatkan pd apa yang terjadi
saat ini
• Cenderung berat sebelah dan
memihak
•
Merekayasa fakta dan menyembunyikan
fakta yg sesungguhnya
• Berdasarkan praduga
• Berorientasi pd permintaan pasar/
pembaca
• Memposisikan jurnalis hanya sebagai
alat penyampai berita
Respon media India terhadap
Perkosaan New Delhi 16 Des 2012
• Tidak sedikitpun
menyebutkan identitas
korban, kecuali hanya :
seorang mahasiswa
fisioterapi di satu
kampus di New Delhi
berusia 23 tahun…
• Tidak sedikitpun
menyajikan foto korban
dalam bentuk apapun
Media dan Pemberitaan Terorisme
(Sapto Waluyo, Kontra Terorisme, 2009 : 64 – 67)
…aparat
rupanya begitu menyukai ekspos media, berbeda
dengan agen intelijen, media selalu berada di lokasi yang
tepat pada saat yang tepat. Apa efek yang ditimbulkan dari
penyiaran aksi ofensif itu berulangkali? Amat mungkin
masyarakat menjadi ketakutan karena menyaksikan adegan
tembak menembak yang amat vulgar dan tanpa disadari
sejumlah kejanggalan yang terekam kamera malah
mengaburkan efektifitas operasi.
Terkadang aparat
bertindak
berlebihan, image yang muncul malah
menyimpang : terjadi pelanggaran HAM terhadap warga
yang dituduh sebagai pelaku terorisme….
Dampak Pemberitaan Terorisme (1)
• Kebingungan masyarakat (pejabat publik
berselisih, pengamat berkomentar, aparat
berbeda respon)
• Glorifikasi > lahir pahlawan palsu (pseudo
heroism)
• Stigmatisasi
(Sapto Waluyo, Kontra Terorisme, 2009 : 64 –
67)
Dampak Pemberitaan Terorisme (2)
(Wawan Purwanto, Satu Dasawarsa Terorisme di
Indonesia, 2012 : 203 - 220)
• Media massa terlalu responsif dan agresif,
namun seringkali kurang akurat
• Terjebak glorifikasi
• Ketidakjelasan paradigma pemberitaan (studi
kasus di US, Fox News lebih angkat sisi kontra
terorisme, sementar NBC lebih mengangkat
sisi korban terorisme – Andi Widjajanto)
Dampak Pemberitaan Terorisme (3)
• Terkadang tersangka teroris sendiri yang
‘narsis’ dan media ‘membeli/ bekerjasama’
dengan mereka.
• Perspektif dan penderitaan korban kurang
terlihat, Zainal Abidin (dalam Wawan
Purwanto, 2012) menyebutkan bahwa
pemberitaan dengan tema dampak korban
akibat teror akan menimbulkan efek kepada
masyarakat bahwa tindakan pelaku melukai
kemanusiaan.
Dampak Pemberitaan Terorisme (4)
• Ekspos kekerasan secara berlebihan,
menimbulkan ketakutan kepada masyarakat
• Karena sisi korban kurang diangkat, maka
pemberitaan ttg terorisme seringkali
memupus rasa kemanusiaan.
• Konteks waktu pemberitaan ‘yang
mencurigakan’, ada anggapan sebagai
pengalihan isu.
•Terima kasih banyak
•Hatur nuhun pisan