2.2 HUKUM PERKAWINAN

Download Report

Transcript 2.2 HUKUM PERKAWINAN

HUKUM PERKAWINAN
PLURALISME HUKUM PERKAWINAN
1.
2.
3.
Hukum perkawinan menurut Hukum Perdata Barat
diperuntukkan bagi WNI Keturunan Asing atau
beragaman kristen
Hukum perkawinan menurut Hukum Islam,
diperuntukkan bagi WNI keturunan pribumi yang
beragama Islam
Hukum perkawinan menurut Hukum Adat
KODIFIKSI &UNIFIKASI
H.PERKAWINAN


Tanggal 2 Januari 1974 lahir Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dengan
lembaran negara 1974 nomor 1; tambahan negara
nomor 3019
Pada kenyataannya masih menampilkan pluralisme,
sehubungan dengan Pasal 2 dan pasal 66
PERKAWINAN MENURUT HUKUM PERDATA

Istilah perkawinan (huwelijk) digunakan dalam dua
arti :
 Sebagai
suatu perbuatan, yaitu perbuatan “
melangsungkan perkawinan” (P.104) “ setelah
perkawinan” (P.209 sub 3 BW) dengan bgt
perkawinan adalah suatu perbuatan hukum yang
dilakukan pada suatu saat tertentu.
 Sebagai “suatu keadaan hukum “ yaitu keadaan
seorang pria dan seorang wanita terikat oleh suatu
hubungan perkawinan
PERKAWINAN MENURUT HUKUM ISLAM
Ikatan lahir batin antara pria dan wanita sebagai
suami isteri dengan tujuan untuk membentuk
keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Pasal 1
Undang-Undang No 1 Tahun 1974)
PERKAWINAN MENURUT HUKUM ADAT
Perkawinan bukan hanya peristiwa bagi mereka (suami isteri) tetapi juga
orang tua, saudara-saudara dan keluarga dari kedua belah pihak)
Perkawinan di Indonesia terbagi atas 3 kelompok :
1. Berdasarkan masyarakat kebapakan (patrilial)
2. Berdasarkan masyarakat keibuan (matrial)
3. Berdasarkan masyarakat keibubapaan (parental)
TUJUAN PERKAWINAN
(Undang-Undang No 1 Tahun 1974)
Untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
SYARAT PERKAWINAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Adanya persetujuan kedua calon mempelai
Adanya izin kedua orang tua/wali bagi calon mempelai yang
belum mencapai 21 tahun
Usia calon mempelai pria sudah mencapai 19 tahun dan usia 16
tahun untuk wanita
Antara calon mempelai pria dan wanita tidak dalam hubungan
darah
Tidak ada dalam ikatan perkawinan dengan pihak lain
Bagi suami isteri yang telah bercerai, lalu kawin lagi untuk kedua
kalinya, agama dan kepercayaan mereka tidak melarang mereka
kawin untuk ketiga kalinya.
Tidak berada dalam waktu tunggu bagi calon mempelai wanita
yang janda.
LARANGAN PERKAWINAN
(PASAL 12 UU NO 1 Tahun 1974)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Berhubungan darah dalam garis keturunan lurus kebawah ataupun keatas
Berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping, antara saudara, antara
seorang dengan saudara orang tua dan antara seorang dengan saudara
neneknya.
Berhubungan semenda, mertua, anak tiri, menantu dan ibu bapak tiri
Berhubungan susuan, yaitu orang tua susuan, anak susuan, saudara susuan, dan
bibi/paman susuan.
Berhubungan dengan isteri atau sebagai bibi atau kemenakan dari isteri, dalam
hal isteri lebih dari seorang.
Mempunyai hubungan yang oleh agama dan peraturan lain dilarang
Masih terikat tali perkawinan dengan orang lain
Antara suami isteri yang telah cerai, kawin lagi satu dengan yang lain dan
bercerai untuk kedua kalinya, mereka tidak boleh melangsungkan perkawinan
lagi, sepanjang hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu dari
yang bersangkutan tidak menentukan lain