8. Hukum Perkawinan Adat

Download Report

Transcript 8. Hukum Perkawinan Adat

Hukum Perkawinan
Sejarah dan Pendapat-Pendapat
I. Didalam membicarakan sejarah, dapat kita mengambil kitab dari Prof.
Elwood di dalam kitabnya “The Psychology Of Human Society” yang
menyatakan bahwa kehidupan sosial itu harus dipandang sebagai suatu tabiat
kejiwaan yang lebih tinggi dan lebih tersusun dari unsur-unsur keharusan
biologis, sehingga merupakan elemen untuk hidup berkelompok yaitu :
- dorongan untuk makan,
- dorongan untuk mempertahankan diri,
- dorongan untuk melangsungkan jenis.
II. Hal tersebut juga dinyatakan oleh Aristoteles, bahwa manusia adalah zoon
politicon (makhluk sosial). Dengan demikian tegaslah bahwa perkawinan
adalah merupakan peristiwa penting untuk kehidupan individu maupun
masyarakat maupun bangsa.
III. Hal tersebut juga dinyatakan dengan tegas oleh Plato di dalam
eugenetiknya (ilmu perbaikan keturunan), dimana Plato menyatakan bahwa
wanita-wanita yang baik agar dikawinkan dengan pria yang baik supaya
mendapat keturunan yang baik pula. Baik disini tidaklah baik dalam arti
fisik, akan tetapi baik dalam arti ilmu.
IV. a. Pendapat Prof. Dr. Steinmetz yang menyatakan “amat
disayangkan sekali bahwa para rama dan para suster tidak
diperbolehkan kawin, sehingga mereka tidak mempunyai
keturunan”. Sedangkan mereka sebenarnya adalah orang-orang
pilihan.
V. Sebagai analog eugenetik Plato, maka pada masa sekarang
banyak terjadi kunstmatige inseminatie (insiminasi buatan).
Arti Insiminasi buatan adalah : pembuahan tidak dengan
persetubuhan.
VI. Persoalan perkawinan adalah lebih merupakan persoalan
psikhis/kejiwaan. Hal tersebut dapat dibuktikan dalam hal-hal
sebagai berikut :
Di dalam BW diakui adanya perkawinan in extremis yang
berarti perkawinan yang dilakukan oleh orang-orang yang
sudah lanjut usianya ataupun dimana salah satu pihak
sudah
hampir
meninggal
dunia.
Dalam falsafah orang Jawa, dalam mengambil menantu,
suami ataupun isteri diambil sebagai patokan ialah : bibit,
bebet
dan
bobot.
Bibit berarti : keturunan dari orang baik-baik ditinjau dari
sudut
kejiwaan.
Bebet berarti : jika seorang wanita adalah wanita yang suci,
dan jika seorang pria yang gagah perkasa berarti pria yang
berani
bertanggung
jawab.
Bobot berarti : diambil dari orang yang berbudi pekerti
Menurut hukum adat perkawinan adalah urusan individu,
urusan kerabat, urusan keluarga, urusan masyarakat maupun
urusan derajat satu sama lain dengan hubungannya yang
sangat berbeda-beda.
Pengertian Perkawinan menurut hukum agama adalah
perbuatan yang suci (sakramen) yaitu suatu perikatan antara
dua pihak dalam memenuhi perintah dan anjuran Tuhan
Yang Maha Esa, agar kehidupan berkeluarga dan
berumahtangga serta berkerabat berjalan dengan baik sesuai
dengan ajaran agama masing-masing.
• Menurut Hukum Islam, Perkawinan adalah perikatan
antara wali perempuan (calon isteri) dengan calon suami
perempuan itu.
• Menurut Hukum Kristen Katolik, Perkawinan adalah
persekutuan hidup antara pria dan wanita atas dasar ikatan
cinta kasih yang total dengan persetujuan bebas dari
keduanya yang tidak dapat ditarik kembali.
• Menurut Hukum Hindu, Perkawinan (wiwaha) adalah
ikatan antara seorang pria dan wanita sebagai suami isteri
untuk mengatur hubungan seks yang layak guna
mendapatkan keturunan anak pria yang akan
menyelamatkan arwah orang tuanya dari neraka Put, yang
dilangsungkan dengan upacara ritual menurut agama Hindu.
• Menurut Hukum Agama Budha yang merupakan
Keputusan Sangha Agung tanggal 1 Januari 1977,
Perkawinan adalah suatu ikatan lahir batin antara
seorang pria sebagai suami dan seorang wanita
sebagai isteri yang berlandaskan cinta kasih (metha),
kasih sayang (karunia), dan rasa sepenanggungan
(mudita) dengan tujuan untuk membentuk suatu
keluarga (rumah tangga) bahagia yang diberkati oleh
Sangyang Adi Budha/Tuhan Yang Maha Esa, para
Budha dan para Bodhisatwa-Mahasatwa.
Hukum Perkawinan Adat
• Perkawinan dlm Hukum Adat meliputi
kepentingan dunia lahir dan dunia gaib.
• HAZAIRIN:
Perkawinan merupakan rentetan perbuatanperbuatan magis, yang bertujuan untuk
perbuatan
menjamin
ketenangan,
kebahagiaan, dan kesuburan.
A. Van Gennep
Perkawinan sebagai suatu rites de passage
(upacara peralihan) peralihan status kedua
mempelai.
Peralihan ini terdiri 3 tahap:
- rites de separation
- rites de merge
- rites de aggregation
Djojodigoeno:
Perkawinan merupakan suatu paguyuban atau
somah (Jawa: keluarga), dan bukan merupakan
suatu hubungan perikatan atas dasar perjanjian.
 Hubungan suami-istri sebegitu eratnya,
sebagai suatu ketunggalan
Cth: Adanya harta gono-gini, adanya
istilah garwa (Jawa), adanya
perubahan nama setelah kawin
menjadi nama tua
PERTUNANGAN
 Suatu fase sebelum perkawinan, dimana
pihak laki-laki telah mengadakan prosesi
lamaran kepada pihak keluarga perempuan
dan telah tercapai kesepakatan antara dua
belah
pihak
untuk
mengadakan
perkawinan.
 Pertunangan baru mengikat apabila pihak
laki-laki telah memberikan kepada pihak
perempuan tanda pengikat yang kelihatan
(Jawa: peningset atau panjer).
Beberapa alasan / motif pertunangan:
- Ingin menjamin perkawinan yang
dikehendaki dapat berlangsung dalam
waktu dekat.
- Untuk membatasi pergaulan pihak yang
telah diikat pertunangan
- Memberi kesempatan bagi kedua belah
pihak untuk lebih saling mengenal
Akibat pertunangan:
 Kedua belah pihak telah terikat untuk
melangsungkan perkawinan
 Tetapi, walaupun sudah terikat dalam
pertunangan bukan berarti kedua
mempelai
harus
melaksanakan
perkawinan.
Tetap
dimungkinkan
terjadinya pembatalan pertunangan
Kemungkinan pembatalan pertunangan:
1. Oleh kehendak kedua belah pihak
2. Oleh kehendak salah satu pihak
- Jika dilakukan pihak yang menerima tanda
tunangan, mengembalikan tanda tunangan
sejumlah atau berlipat dari yang diterima.
- Jika dilakukan pihak yang memberi tanda
tunangan, tanda tunangan tidak dikembalikan.
Perkawinan tanpa pertunangan:
- kawin lari
- kawin rangkat
PERKAWINAN dan Sifat Genealogis
 Perkawinan dlm sistem PATRILINEAL
 Perkawinan dlm sistem MATRILINEL
 Perkawinan dlm sistem PARENTAL
1. Perkawinan Patrilineal
 Perkawinan dengan pembayaran “JUJUR”
 Jujur sebagai tanda diputuskannya
hubungan si isteri dengan persekutuannya
 Setelah perkawinan, si isteri masuk
sepenuhnya ke dalam keluarga / persekutuan
si suami
 Sistem pembayaran jujur:
- Secara kontan
- Dibayar dikemudian hari
- Tidak dibayar
Jika Jujur dibayar di kemudian hari:
(Bali: “Nunggonin,” Batak: “Mandinding.”)
 Hubungan antara menantu laki-laki dengan
keluarga isteri seperti “buruh” dan “majikan”.
 Si laki-laki harus memberikan jasanya pada
keluarga mertuanya, tetapi ia tidak masuk ke
keluarga isterinya (tetap sebagai anggota
persekutuan asalnya)
 Selama jujur belum dibayar, anak yang lahir
akan masuk menjadi anggota persekutuan
keluarga isteri.
Jika jujur telah dibayar, anak-anak setelah
pembayaran jujur tersebut masuk ke keluarga
laki-laki
Jika jujur tidak dibayar:
 Dimaksudkan agar si laki-laki masuk
ke keluarga isteri
 Sehingga anak yang dilahirkan nanti
menjadi penerus keturunan /clan dari
bapak mertua laki-laki tersebut.
Dalam perkawinan sistem patrilineal dikenal
kawin ganti suami (levirat)/ kawin ganti isteri
(sororat)
 Jika suami mati, maka si isteri yang
menjada harus kawin lagi dengan saudara
almarhum suaminya, atau jika si isteri
mati maka si suami harus kawin dengan
saudara almarhum isterinya
Perbedaan Jujur dan mas kawin/mahar
Jujur
•Konsep adat
• Kewajiban kerabat pria
yang dilakukan pada saat
pelamaran kepada kerabat
wanita untuk dibagikan
kepada marga pihak
perempuan
•Dilakukan pada saat
pelamaran
•Tidak bisa dihutang
Mahar
• Konsep Islam
• Kewajiban mempelai pria
kepada mempelai wanita
(individu)
• Dilakukan setelah akad
nikah
• Bisa dihutang
2. Perkawinan Matrilineal
• Merupakan kebalikan perkawinan jujur
• Dilakukan dalam rangka mempertahankan
keturunan pihak isteri
• Pihak pria tidak membayar jujur kepada
pihak perempuan, bahkan untuk daerah
Minagkabau proses pelamaran dilakukan
oleh pihak perempuan kepada pihak lakilaki.
• Suami turut berdiam di rumah isteri dan
keluarga isteri.
• Tetapi suami tidak masuk ke dalam keluarga
isterinya, melainkan tetap masuk keluarganya
sendiri.
• Anak-anak keturunan dari perkawinan
tersebut nantinya akan masuk ke dalam clan
isterinya, dan si ayah tidak mempunyai
kekuasaan terhadap anak-anaknya.
3. Perkawinan Parental
• Si suami masuk ke dalam keluarga
isterinya, dan sebaliknya.
• Sehingga akibat adanya perkawinan, baik
suami maupun isteri menjadi mempunyai
dua kekeluargaan.
• Dikenal pemberian hadiah perkawinan dr
pihak laki-laki kepada pihak perempuan,
tetapi bukan berfungsi sebagai jujur
melainkan lebih kepada sumbangan biaya
perkawinan dari pihak laki-laki.
SISTEM PERKAWINAN
Ada tiga macam:
1. Sistem Endogami (Berlaku di daerah toraja)
2. Sistem Eksogami (Gayo, Alas, Tapanuli,
Minagkabau, Sumatera Selatan, Buru,
dan
Seram).
3. Sistem Eleutherogami (Paling banyak
diterapkan di daerah-daerah di
Indonesia
UU No. 1 Th 1974
• Perkawinan diatur secara unifikasi
• Hukum adat tentang perkawinan
dikesampingkan,
karena
yang
digunakan adalah hukum agama (psl 2
ayat 1)
• Perkawinan dikonsepkan sebagai suatu
perjanjian (psl 6 ayat 1)
UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan
Pasal 1 menyebutkan :
Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria
dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan
tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang
bahagia dan kekal berdasarkan Ke Tuhanan Yang maha
Esa.
Hal ini sesuai dengan apa yang diusulkan oleh Badan
Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) yang
mengusulkan agar di dalam perkawinan membentuk
suatu brayat dan menimbulkan harta bersama.
ALASAN BPHN
1. Ada perkawinan yang tidak membentuk brayat, yaitu :
– di Jawa Barat adanya perkawinan yang disebut :
• nyalindung kagelung
• manggih koyo
– di Jawa Tengah masih banyak juga adanya perkawinan yang
disebut selir dan gundik.
– di dalam mastarakat patrilinial di Batak masih adanya
perkawinan amani manu
– di masyarakat matrilinial masih adanya perkawinan bertandang
2. Timbulnya vergesellschaftung dari keluarga
 Akibat-akibat dari vergesellschaftung yang tidak baik bagi
individu maupun masyarakat adalah angka perceraian naik dan
banyak anak-anak yang lahir di luar perkawinan yang sah.
Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan,
antara lain dinyatakan, bahwa:
- usia minimal untuk melangsungkan perkawinan
adalah 19 tahun untuk pria dan 16 tahun untuk wanita.
- Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua
calon mempelai.
- Bahkan bagi mereka yang belum mencapai usia 21
tahun harus mendapatkan izin dari kedua orangtuanya.
- Perkawinan harus dicatatkan, yang tujuannya adalah
agar peristiwa perkawinan menjadi jelas baik bagi yang
bersangkutan maupun bagi warga masyarakat pada
umumnya.
HARTA PERKAWINAN
UU 1 / 74: Psl 35-37
Terdiri dari (psl 35):
1. Harta bersama
2. Harta bawaan
Harta bersama Adalah hak bersama suami
dan istri, digunakan atas perjanjian
kedua belah pihak. (Psl 36 ayat 1)
Harta bawaan Hak sepenuhnya masing2
pihak (Psl 36 ayat 2)
Menurut Konsep Hk Adat
Harta Perkawinan:
1. Harta Bersama / Harta Pencarian
(Jawa: harta gono-gini, Minangkabau: harta suarang, dll)
Meliputi segala kekayaan yang diperoleh suami atau isteri atau
kedua-duanya secara bersama-sama, selama berlangsungnya
perkawinan.
2. Harta Bawaan / Harta Asal
(Jawa: gawan, Lampung: sesan, dll)
Meliputi: harta / barang yg diperoleh suami / istri sebelum
mereka menikah, harta / barang yang diperoleh dari warisan
atau hibah.
3. Harta Pusaka / Harta peninggalan (hny utk daerah tertentu, spt:
Batak, Minangkabau)
Penguasaan harta perkawinan bergantung sistem
kekerabatannya.
Masyarakat Patrilinieal:
 Istri kedudukannya tunduk pada hukum
kekerabatan suami
 Shg semua harta perkawinan dikuasai oleh suami
 Tidak ada pemisahan harta yang penguasaannya
berbeda-beda
 Semua harta, meliputi harta pencarian (bersama),
harta bawaan (harta hasil warisan dan hadiah),
hingga harta pusaka (harta peninggalan)
penguasaannya (hak mengaturnya) dipegang oleh
suami.
Masyarakat Matrilineal:
 “Harta tepatan tinggal, harta pembawaan kembali, harta
suarang dibagi, harta sekutu dibelah.”
 Terdapat pemisahan kekuasaan thd harta perkawinan.
 Harta pusaka adalah harta milik bersama kerabat,
penguasaannya dipegang oleh Mamak Kepala Waris.
 Suami atau istri hanya mempunyai hak pakai saja (cth: hak
utk mengusahakan dan menikmati hasil panen dari tanah
pusaka, hak mendiami rumah gadang) dan bukan
memilikinya
 Harta bersama (harta suarang) dikuasai secara bersama oleh
suami dan istri
 Harta bawaan dikuasai oleh masing-masing.
Masyarakat Parental:
 Kedudukan suami – istri sejajar
 Hanya dibagi menjadi: harta bersama
dan harta bawaan.
 Harta bersama dikuasai bersama untuk
kepentingan bersama
 Harta bawaan dikuasai oleh masingmasing
lembaga keluarga : merupakan kesatuan sosial
yang terkecil yang terdiri dari suami, isteri serta
anak-anaknya yang belum kawin, dimana suami
isteri tersebut dibenarkan atau disahkan untuk
mengadakan hubungan kelamain oleh masyarakat.
Fungsi sosial keluarga yaitu untuk reproduksi
(melanjutkan keturunan), kerjasama ekonomi
rumah tangga, edukatip (pendidikan) dan
hubungan emosional anggota keluarga.
Bentuk-Bentuk Perkawinan
•Bentuk perkawinan jujur (bride gilt marriage)
•Bentuk perkwainan semendo (suitor service marriage)
•Bentuk perkawinan bebas (exchange marriage)
Bentuk-bentuk perkawinan yang sampai saat ini masih
hidup
•Perkawinan Pinang.
•Perkawinan levirat.
•Perkawinan lari.
Adat Menetap Sesudah Perkawinan
• Pola Ambilokal atau Utrolokal
Yang memberikan kebebasan untuk memilih tempat tinggal,
setelah perkawinan kepada masing-masing pihak.
• Pola Patrilokal atau Virilokal
Yang menentukan keharusan pasangan suami isteri menetap
di lingkungan kediaman keleuarga suami.
• Pola Matrilokal atau Uxorilokal
Yang menentuikan keharusan pasangan suami isteri menetap
di lingkungan kediaman keluarga isteri.
• Pola Bilokal
Yang menentukan bahwa yang bersangkutan untuk waktu
tertentu harus tinggal di lingkungan keluarga suami dan
untuk masa-masa tertentu pula harus tinggal di lingkungan
keluarga isteri.
• Pola Neolokal
Yang mengharuskan kepada pasangan suami isteri
untuk mencari tempat tinggal baru yang berada di luar
lingkungan keluarga pihak suami maupun pihak isteri.
• Pola Avunkulokal
Yang menetapkan bahwa pasangan suami isteri harus
bertempat tinggal di kediaman saudara laki-laki dari
ibu suami.
• Pola Natolokal
Yang menentukan bahwa pasangan suami isteri harus
tinggal terpisah, yaitu suami di tempat kerabat suami
dan isteri di kerabat isteri.
Larangan Perkawinan
(Pasal 8 UU No. 1/1974 tentang Perkawinan)
• Berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah ataupun ke
atas.
• Berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu antara
saudara, antara seseorang dengan saudara orang tua dan antara
seseorang dengan saudara neneknya.
• Berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri, menantu dan ibu atau
bapak tiri.
• Berhubungan susuan, yaitu antara yang bersangkutan dengan orang
tua susuan, anak susuan, saudara susuan dan bibi paman susuan.
• Berhubungan saudara dengan isteri atau sebagai bibi atau kemenakan
dari isteri dalam hal seorang suami beristeri lebih dari seorang .
• mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang
berlaku dilarang kawin.
LARANGAN TERTENTU DI DAERAH JAWA
•
•
•
Pria dengan saudara sepupu ayahnya.
Pria dengan saudara perempuan ayah atau ibunya.
Pria dengan seorang wanita yang adalah kakak
dari isteri kakak kandungnya (yang lebih tua).
Inilah yang lazimnya disebut sebagai “dadung
kepuntir”. Pada dasarnya larangan-larangan dalam
melakukan perkawinan bertujuan utama untuk
mencegah terjadinya incest.
Yang dapat mencegah perkawinan adalah :
• para keluarga dalam garis keturunan lurus ke
atas dan ke bawah.
• saudara.
• wali nikah.
• Wali.
• pengampu dari salah seorang calon mempelai.
• pihak-pihak yang berkepentingan
• pejabat yang ditunjuk.
Yang dapat mengajukannya pembatalan :
• para keluarga dalam garis keturunan lurus ke
atas dari suamiatau isteri
• suami atau isteri.
• pejabat yang berwenang hanya selama
perkawinan belum diputuskan.
• pejabat yang ditunjuk.
• Setiap orang yang mempunyai kepentingan
hukum secara langsung terhadap perkawinan
tersebut, tetapi setelah perkawinan itu putus
Perkawinan Yang Dilarang
1.
Nikah Mut’ah
Nikah yang tujuannya tidak untuk selamanya.
2. Nikah Muhallil
Pernikahan antara laki-laki dengan seorang wanita yang
telah ditalak tiga
3. Nikah Tafwidh
Nikah yang tidak dinyatakan kesediaan membayar mahar
(mas kawin)
4. Nikah Syighar
Nikah tukar menukar calon suami istri yang berrada di
bawah perwaliannya.
Keturunan
adalah ketunggalan leluhur, artinya ada perhubungan darah
antara orang yang seorang dan orang yang lain
Keturunan dapat bersifat :
• Lurus, apabila orang yang satu itu merupakan langsung
keturunan yang lain, misalnya antara bapak dan anak,
antara kakak, bapak dan anak. Disebut lurus ke bawah
kalau rangkaiannya dilihat dari kakek, bapak ke anak,
sedangkan disebut lurus ke atas kalau rangkaiannya dilihat
dari anak, bapak ke kakek.
• Menyimpang atau bercabang, apabila antara ke dua orang
tua atau lebih itu terdapat adanya ketunggalan leluhur,
misalnya bapak ibunya sama (saudara sekandung), atau
sekakek-nenek dan lain sebagainya.
Derajat Kekerabatan Masyarakat Jawa
• saudara kandung (keturunan derajat pertama)
• saudara misan (satu kakek dan nenek)
• saudara mindo (kakek dan nenek ke dua)
• cucu (keturunan derajat ke dua)
• buyut (keturunan derajat ketiga)
• canggah (keturunan derajat ke empat)
• wareng (keturunan derajat ke lima)
• udeg-udeg gantung siwur (keturunan derajat ke
enam)
• petarangan bubrah (keturunan derajat ketujuh)
Untuk kepentingan keturunan, dibuatlah “silsilah” yaitu suatu
bagan dimana digambarkan dengan jelas garis-garis keturunan
dari seseorang atau suami/isteri, baik yang lurus ke atas, lurus
ke bawah maupun yang menyimpang.
Hubungan kekeluargaan merupakan faktor yang sangat penting
dalam :
•Masalah perkawinan, yaitu untuk meyakinkan apakah ada
hubungan kekeluargaan yang merupakan larangan untuk
menjadi suami-isteri (misalnya : terlalu dekat, adik kakak
sekandung dan lain sebagainya);
•Masalah waris, hubungan kekeluargaan merupakan dasar
pembagian harta peninggalan.
ANAK KANDUNG DAN ANAK SAH
• Anak kandung berorientasi pada konsep
biologis, yang artinya adalah anak yang beribu
wanita yang melahirkannya dan berayah lakilaki suami ibunya dan yang penyebab kelahiran
dia.
• Anak Sah berorientasi pada konsep yuridis,
artinya adalah anak yang lahir selama dan
sebagai akibat perkawinan yang sah.
Pengertian Anak Luar Kawin Atau Anak Tidak Sah
(anak kampang, anak haram jadah, anak kowar),
•
•
•
•
•
Anak dari kandungan ibu sebelum terjadi pernikahan;
Anak dari kandungan ibu setelah bercerai lama dari
suaminya;
Anak dari kandungan ibu tanpa melakukan perkawinan
sah;
Anak dari kandungan ibu karena dberbuat zina dengan
orang lain;
Anak dari kandungan ibu yang tidak diketahui siapa
ayahnya.
Akibat-akibat Hukum Dari Hubungan Antara Orang
Tua Dengan Anak
• larangan perkawinan antara anak dengan
orang tuanya (antara anak laki-laki dengan
ibunya, antara anak perempuan dengan
ayahnya).
• kewajiban orang tua untuk mengurus anakanaknya.
• pada perkawinan anak perempuan, ayah
menjadi wali.
Pengangkatan Anak :
Seorang anak yang bukan anak kandung dari suami
isteri, tetapi lahir batin dianggap sebagai anak kandung
sendiri.
2. Anak Peliharaan :
Seorang anak yang dipelihara oleh suatu keluarga, hanya
dengan dasar kasihan.
3. Quasi Adopsi :
Seorang anak yang lahirnya sama dengan hari dan
wetonnya dengan salah satu orang tuanya, maka dalam
suatu upacara adat anak tersebut diberikan kepada salah
seorang keluarga, namun setelah upacara anak tersebut
dikembalikan kepada orang tua asli.
1.
Motivasi Pengangkatan Anak
• Untuk meneruskan silsilah,
• Tidak mempunyai keturunan,
• Untuk memancing lahirnya anak,
• Karena kasih sayang dan ingin menolong (rasa
kekeluargaan dan perikemanusiaan),
Proses Pengangkatan Anak
• Pengangkatan anak secara diam-diam
• Pengangkatan anak secara terang
- Non Yudiciil
- Yudiciil
- Pengesahan anak angkat
- Pengangkatan anak
Akibat Hukum Pengangkatan Anak
• Pada masyarakat patrilinial :
hubungan antara anak angkat dengan orang tua
kandungnya secara kelembagaan menjadi putus. Si anak
angkat menjadi masuk ke dalam marga orang tua angkatnya,
sehingga anak angkat tidak mewaris dari harta peninggalan
orang tua kandungnya.
• Pada masyarakat parental :
Secara kelembagaan masih ada hubungan anak angkat
dengan orang tua kandungnya (masih memiliki dua orang
tua), oleh karena itu si anak angkat mengambil air dari dua
sumber yaitu dari orang tua angkatnya dan orang tua
kandungnya.
Kedudukan Hak Mewaris Anak Angkat
• Anak angkat memiliki kedudukan yang sama
dengan anak kandung.
• Anak angkat menjadi ahli waris bersama dengan
anak kandung terhadap harta bersama orang tua
angkatnya
• Anak angkat berhak mewaris terbatas pada harta
gono-gini (harta bersama).
• Anak angkat tidak berhak mewaris terhadap harta
pusaka (asli).
• Anak angkat bisa menutup hak mewaris ahli waris
asal
Kep. Menteri Sosial R.I.
No. 41/HUK/KEP/VII/1984
• Pengangkatan anak antar warga negara Indonesia
1. Calon Orang tua angkat :
a. berstatus kawin dan berumur minimal 25 tahun atau
maksimal 45 tahun;
b. selisih umur antara calon orang tua angkat dengan
calon anak angkat minimal 20 tahun
c. pada saat mengajukan permohonan pengangkatan
anak sekurang-kurangnya sudah kawin 5 tahun
dengan mengutamakan yang keadaannya sebagai
berikut :
- tidak mungkin mempunyai anak (dengan surat keterangan
dokter kebidanan/dokter ahli), atau
- belum mempunyai anak atau
- mempunyai anak angkat seorang dan mempunyai anak
kandung
d. dalam keadaan mampu ekonomi berdasarkan surat keterangan
dari pejabat yang berwenang, serendah rendahnya lurah/kepala
desa setempat.
e. berkelakuan baik berdasarkan surat keterangan dari KepolisianR.I.
f. dalam keadaan sehat jasmani dan rokhani berdasarkan surat
keterangan dokter Pemerintah.
g. mengajukan pernyataan tertulis bahwa pengangkatan anak
semata-mata untuk kepentingan kesejahteraan anak.
• Calon Anak Angkat :
a. berumur kurang dari 5 (lima) tahun.
b. persetujuan tertulis dari Pemerintah negara asal calon anak
angkat.
c. berada dalam asuhan organisasi sosial.
PERCERAIAN
 Dalam pandangan adat adalah suatu hal yang
semaksimal mungkin harus dihindari.
 Masyarakat patrilineal cenderung tdk mengenal
(mengharamkan sama sekali) perceraian
 Sebab-sebab dimungkinkannya perceraian:
1. Istri berzinah
2. Ketidakmampuan istri/suami untuk
menghasilkan keturunan
3. Suami meninggalkan isteri dalam waktu yang
sangat lama /isteri berkelakuan tidak sopan
4. Adanya kesepakatan bersama untuk bercerai
PERCERAIAN
Putusnya perkawinan pada umumnya disebabkan
karena dua sebab, yaitu cerai mati dan cerai hidup. Cerai
hidup mungkin disebabkan karena beberapa hal :
 isteri berzinah.
 tidak ada keturunan
 karena permufakatan
 karena isteri meninggalkan suaminya untuk
kemudian tinggal di tempat kediaman
keluarganya.
ALASAN PERCERAIAN
a. Salah satu pihak (suami atau isttri) berbuat zina, pemabuk, pemadat,
penjudi dan sebagainya, perbuatan yang buruk yang sukar disembuhkan.
b. Salah satu pihak meninggalkan yang lain selama 2 (dua) tahun
berturut-turut tanpa ada ijin pihak yang lain dan tanpa alasan yang
sah, atau karena hal lain diluar kemampuannya.
c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara selama (lima) 5 tahun atau
hukuman yang lebih berat.
d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang
membahayakan pihak yang lain.
e. Salah satu pihak mendapat cacad badan atau penyakit dengan akibat
tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/istri.
f. Antara suami istri, terus menerus terjadi perselisihan dan tidak ada
harapan akan hidup rukun kembali dalam rumah tangga.
g. Suami melanggar taklik-talak yang dia ucapkan saat ijab-kabul;
h.Suami beralih agama atau murtad yang mengakibatkan
ketidaakharmonisan dalam keluarga.
TATA CARA PERCERAIAN
1.
2.
3.
Talak
Talak ialah pembubaran ikatan perkahwinan dengan lafaz talaq.
Penceraian boleh dilakukan dengan lafaz soreh (jelas) dan lafaz
Kinayah (sindiran).
Ta’lik Talak
Ta'liq artinya perjanjian yang dibuat oleh suami selepas akad nikah .
Cerai ta'liq boleh dilakukan apabila berlaku pelanggaran atas ta'liq
dan setelah gugatan dibuat serta disahkan oleh Pengadilan.
Khuluk
Perceraian tebus talaq ialah satu perceraian yang diminta oleh isteri
kepada suaminya dengan memberi uang atau harta benda
sebagaimana yang dipersetujui melalui ijab dan qabul. Cerai Khulu'
adalah merupakan cerai bain sughra dan tidak boleh dirujuk
melainkan dengan akad dan mas kahwin yang baru.
4. Fasah
Fasakh ialah pembubaran perkahwinan disebabkan oleh sesuatu
perkara yang diharuskan oleh Hukum Syara'. Di antara perkaraperkara yang mengharuskan Fasakh ialah apabila suami atau isteri:
- Tidak diketahui di mana mereka berada selama waktu lebih
daripada satu tahun.
- Tidak mengadakan peruntukan nafkah isteri selama waktu 3
bulan.
- Telah dihukum penjaran selama waktu tiga tahun atau lebih.
- Tidak menunaikan tanpa sebab nafkah batin selama setahun.
5. Anggapan Mati
Anggapan mati ialah apabila suami telah mati atau dipercayai
telah mati atau telah tidak didapati apa-apa kabar mengenai diri
suami selama wktu 4 tahun atau lebih. Apabila keadaan itu
berkelanjutan dan isteri itu hendak kawin lagi hendaklah
mendapatkan pengesahan anggapan mati dari Pengadilan.
Akibat Perceraian terhadap Harta Perkawinan
Harta Bersama
• Harta bersama diatur menurut hukum masing-masing (hk
Islam, Adat, atau B.W) (Pasal 37)
• Dlm masyarakat patrilineal tdk mengenal perceraian, shg jk
tjd mrp pelanggaran adat, shg istri tdk berhak menuntut
bagian harta bersama (maupun jg thd harta bawaannya)
• Pada masyarakat parental, dan pada umumnya, harta
bersama dibagi antara kedua belah pihak, masing-masing
separuh.
• Jika salah satu pihak meninggal berada di bawah
kekuasaan pihak yg masih hidup, utk kemudian diwariskan
kpd anak-anaknya. Jk tdk ada anak, dibagikan kpd kerabat
pihak yg meninggal.
Aspek Perkawinan
1. Aspek Hukum
Perkawinan diwujudkan dalam bentuk akad yang merupakan
perjanjian yang harus dipenuhi oleh kedua belah pihak.
2. Apek Sosial
Sudah menjadi kodrat alam bahwa dua orang manusia dengan jenis
kelamin yang berbeda mempunyai rasa tertarik untuk mengenalnya,
mencintai bahkan untuk hidup bersama. Dengan perkawinan
berakibat penting dalam masyarakat yaitu dengan keturunan yang
pada akhirnya membentuk keluarga yang merupakan bagian
masyarakat.
3. Aspek Keagamaan
Antara individu dengan individu yang lainnya atau antara bangsa
yang satu dengan bangsa yang lainnya tidak ada yang lebih atau
kurang derajat kemanusiaannya. Yang menjadi ukuran, manusia
mana yang lebih tinggi disisi Allah hanyalah ketaqwaannya atau
kepatuhannya dalam melaksanakan ajaran-ajaran agama Allah
Fakta hukum yang membuktikan telah terjadinya suatu
perkawinan adalah suatu kejadian atau peristiwa hukum
tertentu yang umumnya berupa perbuatan manusia yang
dapat dijadikan patokan atau pegangan yang menguatkan
bahwa suatu perkawinan antara dua orang tertentu memang
telah terjadi sehingga secara yuridis telah mempunyai nilai
keabsahan yaitu telah dicatat di Catatan Sipil bagi yang non
muslim, ijab kabul bagi yang muslim dan rangkaian peristiwa
dalam acara/upacara-upacara perkawinan dalam adat.
lembaga keluarga : merupakan kesatuan sosial
yang terkecil yang terdiri dari suami, isteri serta
anak-anaknya yang belum kawin, dimana suami
isteri tersebut dibenarkan atau disahkan untuk
mengadakan hubungan kelamain oleh masyarakat.
Fungsi sosial keluarga yaitu untuk reproduksi
(melanjutkan keturunan), kerjasama ekonomi
rumah tangga, edukatip (pendidikan) dan
hubungan emosional anggota keluarga.
Hakekat Perkawinan
•
•
•
•
•
•
•
Mengatur dan mengesahkan hubungan sex,
Memberi ketentuan hak dan kewajiban serta perlindungan
kepada hasil hubungannya yaitu anak,
Memenuhi kebutuhan manusia akan seorang teman hidup,
Memenuhi kebutuhan akan harta,
Memenuhi kebutuhan akan gengsi dan naik klas dalam
masyarakat,
Pemeliharaan hubungan baik antara kelompok kerabat
Memenuhi kebutuhan sex.