ARBITRASE PERTEMUAN 12 Matakuliah : F0422 - Pengantar Hukum Perdata dan Dagang

Download Report

Transcript ARBITRASE PERTEMUAN 12 Matakuliah : F0422 - Pengantar Hukum Perdata dan Dagang

Matakuliah
Tahun
: F0422 - Pengantar Hukum Perdata dan Dagang
: 2009
ARBITRASE
PERTEMUAN 12
Learning Outcomes
Pada akhir pertemuan ini, diharapkan mahasiswa
akan mampu :
• Menjelaskan tentang peradilan arbitrasi, prosedur, ruang lingkup, kelemahan dan
keuntungannya (C2)
Bina Nusantara University
2
Outline Materi
•
•
•
•
•
•
•
•
•
PENGERTIAN ARBITRASE
DASAR HUKUM
SENGKETA TERTENTU
ARBITER
PROSEDUR ARBITRASE
DASAR PUTUSAN WASIT
PELAKSANAAN PUTUSAN
BINDING OPINION
ARBITRASE NEGARA ASING
Pengertian (1):
• Perkataan arbitrase berasal dari kata arbitrare (bahasa Latin) yang berarti
kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu menurut kebijaksanaan.
• Dihubungkannya arbitrase dengan kebijaksanaan itu, dapat menimbulkan salah
pengertian tentang arbitrase, karena dapat menimbulkan kesan seolah-olah
seorang arbiter atau suatu majelis arbitrase dalam menyelesaikan suatu sengketa
tidak mengindahkan norma-norma hukum lagi dan menyandarkan pemutusan
sengketa tersebut hanya pada kebijaksanaan saja.
Pengertian (2):
• Kesan tersebut keliru, karena aribiter atau majelis tersebut juga
menerapkan hukum seperti apa yang dilakukan oleh hakim atau
pengadilan.
• Arbitrase adalah penyelesaian atau pemutusan sengketa oleh seorang
hakim atau para hakim yang berdasarkan persetujuan bahwa mereka
akan tunduk kepada atau mentaati keputusan yang diberikan oleh hakim
atau pengadilan.
• Penyelesaian atau pemutusan sengketa lewat arbitrase, adalah suatu
praktek yang sudah lama dikenal di Indonesia.
Pengertian (3):
• Undang-undang Mahkamah Agung (Undang-undang No. 1 tahun 1950)
; yang memberikan dukungan kemungkinan banding terhadap putusan
arbitrase, memakai perkataan wasit untuk arbiter dan pewasitan untuk
arbitrase.
• Arbitration Act 1950 dari Inggris, di samping perkataan arbitrator juga
memakai perkataan umpire yang artinya sama dengan perkataan
Belanda scheidsman dan perkataan Indonesia wasit. Tetapi perkataan
umpire tersebut ditujukan kepada arbiter tunggal atau ketua suatu team
arbiter.
Dasar Hukum (1):
• Dasar hukum arbitrase adalah bahwa menurut hukum dianggap wajar apabila dua
orang atau pihak yang terlibat dalam suatu sengketa, mengadakan persetujuan
bahwa mereka menunjuk seorang pihak ketiga yang mereka berikan wewenang
untuk memutus sengketa itu sedangkan mereka berjanji untuk tunduk kepada
putusan yang akan diberikan oleh pihak ketiga tersebut. Apabila salah satu pihak
kemudian enggan memberikan bantuannya untuk pengambilan keputusan atau
tidak mentaati keputusan yang telah diambil oleh orang yang mereka berikan
wewenang untuk memutus sengketa tersebut, maka pihak itu dianggap melakukan
breach of contract atau melanggar perjanjian.
Dasar Hukum (2) :
• Penyelesaian sengketa melalui lembaga arbitrase lebih disukai oleh
pelaku ekonomi dalam kontrak bisnis yang bersifat nasional maupun
internasional, dikarenakan sifat kerahasiaan, prosedur sederhana dan
putusan arbiter mengikat para pihak disebabkan putusan yang diberikan
bersifat final.
• Sebagai upaya hukum dalam perkembangan dunia usaha baik nasional
maupun internasional pemerintah telah mengadakan pembaharuan
terhadap Undang-Undang Arbitrase Nasional dengan dikeluarkan UU No.
30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
Syarat Arbitrase (1):
• Para pihak dapat menyetujui suatu sengketa yang terjadi atau yang akan
terjadi antara mereka untuk diselesaikan melalui arbitrase. Dalam hal
timbul sengketa, pemohon harus memberitahukan dengan surat tercatat,
telegram, teleks, faksimili, e-mail atau dengan buku ekspedisi kepada
termohon bahwa syarat arbitrase yang diadakan oleh pemohon atau
termohon berlaku.
Syarat Arbitrase (2):
Surat pemberitahuan untuk mengadakan arbitrase sebagaimana dimaksud diatas
memuat dengan jelas, antara lain :
1. nama dan alamat para pihak;
2. penunjukan kepada klausula atau perjanjian arbitrase yang berlaku;
3. perjanjian atau masalah yang menjadi sengketa;
4. dasar tuntutan dan jumlah yang dituntut, apabila ada;
5. cara penyelesaian yang dikehendaki; dan
6. perjanjian yang diadakan oleh para pihak tentang jumlah arbiter atau apabila
tidak pernah diadakan perjanjian semacam itu, pemohon dapat mengajukan
usul tentang jumlah arbiter yang dikehendaki dalam jumlah ganjil.
Syarat Arbitrase (3):
• Dalam hal para pihak memilih penyelesaian sengketa melalui arbitrase
setelah sengketa terjadi, persetujuan mengenai hal tersebut harus dibuat
dalam suatu perjanjian tertulis yang ditandatangani oleh para pihak.
• Dalam hal pihak tidak dapat menandatangani perjanjian tertulis
sebagaimana dimaksud diatas, perjanjian tertulis tersebut harus dibuat
dalam bentuk :
Syarat Arbitrase (4):
•
•
Akta Notaris
Perjanjian tertulis sebagaimana dimaksud diatas harus memuat :
1. masalah yang dipersengketakan;
2. nama lengkap dan tempat tinggal para pihak;
3. nama lengkap dan tempat tinggal arbiter atau majelis arbitrase;
4. tempat arbiter atau majelis arbitrase akan mengambil keputusan;
5. nama lengkap sekretaris;
6. jangka waktu penyelesaian sengketa;
7. pernyataan kesediaan dari arbiter; dan
8. pernyataan kesediaan dari pihak yang bersengketa untuk menanggung segala biaya
yang diperlukan untuk penyelesaian sengketa melalui arbitrase.
Pelaksanaan Putusan :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Suatu perjanjian arbitrase tidak menjadi batal disebabkan oleh keadaan
di bawah ini :
Meninggalnya salah satu pihak,
Bangkrutnya salah satu pihak,
Novasi (pembaharuan utang),
Insolvensi (keadaan tidak mampu membayar) salah satu pihak,
Pewarisan,
Berlakunya syarat-syarat hapusnya perikatan pokok,
Bilamana pelaksanaan perjanjian tersebut dialihtugaskan pada pihak
ketiga dengan persetujuan pihak yang melakukan perjanjian arbitrase
tersebut, atau
Berakhirnya atau batalnya perjanjian pokok.
Dasar Putusan Wasit dan Binding Opinion (1):
• Suatu perjanjian arbitrase tertulis meniadakan hak para pihak untuk
mengajukan penyelesaian sengketa atau beda pendapat yang termuat
dalam perjanjiannya ke Pengadilan Negeri, maka Pengadilan Negeri wajib
menolak dan tidak akan campur tangan di dalam suatu penyelesaian
sengketa yang telah ditetapkan.
• Adapun jenis Arbitrase terdiri dari 2 (dua) macam yaitu :
1. Arbitrase Ad hoc atau Arbitrase Volunter,
2. Arbitrase Institusional.
• Di Indonesia terdapat dua lembaga arbitrase yang memberikan jasa
arbitrase yaitu Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) dan Badan
Arbitrse Muamalat Indonesia (BAMUI).
Dasar Putusan Wasit dan Binding Opinion (2):
• Dalam Undang-Undang No. 30 Tahun 1999, para pihak berhak untuk
memohon pendapat yang mengikat dari lembaga arbitrase atau hubungan
hukum tertentu dari suatu perjanjian. Lembaga Arbitrase dapat menerima
permintaan yang diajukan oleh para pihak dalam suatu perjanjian dan
memberikan suatu pendapat yang mengikat (binding opinion).
Cara-cara Penyelesaian Sengketa Perdagangan (1):
1. Negosiasi
Merupakan komunikasi dua arah yang dirancang untuk mencapai
kesepakatan pada saat kedua belah pihak memiliki berbagai kepentingan
yang sama maupun yang berbeda, oleh karena itu negosiasi merupakan
sarana bagi pihak-pihak yang bersengketa untuk mendiskusikan
penyelesaiannya tanpa melibatkan pihak ketiga sebagai penengah baik
yang tidak berwenang mengambil keputusan maupun yang berwenang
mengambil keputusan.
Cara-cara Penyelesaian Sengketa Perdagangan (2):
2. Mediasi
Merupakan salah satu bentuk negosiasi antara para pihak yang bersengketa yang
melibatkan pihak ketiga dengan tujuan membantu tercapainya penyelesaian yang bersifat
Kompromistis. Pihak ke 3 yang ditunjuk membantu menyelesaikan sengketa dinamakan
sebagai Mediator, oleh karena itu pengertian mediasi mengandung unsur-unsur sebagai
berikut :
• Merupakan sebuah proses penyelesaian sengketa berdasarkan perundingan,
• Mediator terlibat dan diterima oleh para pihak yang bersengketa didalam
perundingan,
• Mediator bertugas membantu para pihak yang bersengketa untuk mencari
penyelesaian,
• Tujuan mediasi untuk mencapai atau menghasilkan kesepakatan yang dapat diterima
pihak-pihak yang bersengketa guna mengakhiri sengketa.
Cara-cara Penyelesaian Sengketa Perdagangan (3):
3. Arbitrase
Ada beberapa definisi yang diberikan oleh ahli hukum mengenai Arbitrase, antara
lain menurut :
A. Subekti, Arbitrase merupakan suatu penyelesaian atau pemutusan
sengketa oleh seorang wasit atau para wasit yang berdasarkan persetujuan
bahwa mereka akan tunduk kepada atau menaati keputusan yang akan
diberikan wasit atau para wasit yang mereka pilih atau ditunjuk tersebut,
Kelebihan Lembaga Arbitrase (1):
•Kelebihan Lembaga Arbitrase dibanding dengan Lembaga Peradilan
•Keuntungan arbitrase antara lain :
1. Cepat dan hemat
2. Diadili oleh para ahli
3. Rahasia
4. Lebih bersifat kekeluargaan
5. Hasil yang dicapai, terkadang memuaskan.
6. Dapat menggunakan cara-cara yang baik dalam penyelesaian masalah
seperti konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli.
Kelebihan Lembaga Arbitrase (2):
•
Pada umumnya lembaga arbitrase mempunyai kelebihan dibandingkan
dengan lembaga peradilan. Kelebihan tersebut antara lain :
1. dijamin kerahasiaan sengketa para pihak;
2. dapat dihindari kelambatan yang diakibatkan karena hal prosedural dan
administratif;
3. para pihak dapat memilih arbiter yang menurut keyakinannya mempunyai
pengetahuan, pengalaman serta latar belakang yang cukup mengenai
masalah yang disengketakan, jujur dan adil
Kelebihan Lembaga Arbitrase (3):
4. Para pihak dapat menentukan pilihan hukum untuk menyelesaikan
masalahnya serta proses dan tempat penyelenggaraan arbitrase; dan
5. Putusan arbiter merupakan putusan yang mengikat para pihak dan
dengan melalui tata cara (prosedur) sederhana saja ataupun langsung
dapat dilaksanakan.
Kekurangan Lembaga Arbitrase (1):
1.
2.
3.
4.
Memerlukan waktu yang cukup lama dalam penyelesaiannya
Melibatkan berbagai banyak pihak
Biaya yang dikeluarkan juga tidak murah
Memerlukan banyak proses yang berbelit-belit
Kekurangan Lembaga Arbitrase (2)
Pada kenyataannya apa yang disebutkan di atas tidak semuanya benar,
sebab di negara-negara tertentu proses peradilan dapat lebih cepat
daripada proses arbitrase. Satu-satunya kelebihan arbitrase terhadap
pengadilan adalah sifat kerahasiaannya karena keputusannya tidak
dipublikasikan. Namun demikian penyelesaian sengketa melalui
arbitrase masih lebih diminati daripada litigasi, terutama untuk kontrak
bisnis bersifat internasional.
Pembatalan Putusan Arbitrase (1):
Hal ini dimungkinkan karena beberapa hal, antara lain :
1. Surat atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan, setelah
putusan dijatuhkan diakui palsu atau dinyatakan palsu;
2. Setelah putusan diambil ditemukan dokumen yang bersifat
menentukan yang sengaja disembunyikan pihak lawan; atau
3. Putusan diambil dari hasil tipu muslihat yang dilakukan oleh
salah satu pihak dalam pemeriksaan sengketa.
Pembatalan Putusan Arbitrase (2)
Permohonan pembatalan putusan arbitrase diajukan kepada Ketua
Pengadilan Negeri secara tertulis dalam waktu paling lama 30 hari yang
dihitung mulai dari hari jatuh tempo penyerahan dan pendaftaran putusan
arbitrase tersebut. Setelah diterima oleh Ketua Pengadilan Negeri, putusan
tentang pembatalan tersebut akan keluar dalam waktu paling lama 30 hari
sejak permohonan diterima dan terhadap putusan Pengadilan Negeri
tersebut hanya dapat diajukan permohonan banding ke Mahkamah Agung
yang memutus dalam tingkat pertama dan terakhir.
Pembatalan Putusan Arbitrase (3)
Terhadap putusan arbitrase para pihak dapat mengajukan permohonan pembatalan apabila
putusan tersebut diduga mengandung unsur-unsur sebagai berikut :
1. Surat atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan, setelah
putusan dijatuhkan, diakui palsu atau dinyatakan palsu;
2. Setelah putusan diambil ditemukan dokumen yang bersifat
menentukan yang disembunyikan oleh pihak lawan; atau
3. Putusan diambil dari hasil tipu muslihat yang dilakukan oleh
salah satu pihak dalam pemeriksaan sengketa.
Pembatalan Putusan Arbitrase (4):
•
Permohonan pembatalan putusan arbitrase harus diajukan secara
tertulis dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak hari
penyerahan dan pendaftaran putusan arbitrase kepada Panitera
Pengadilan Negeri.
Pembatalan Putusan Arbitrase (5)
Ketentuan umum dalam proses pembatalan arbitrase antara lain adalah :
1. Permohonan pembatalan putusan arbitase harus diajukan kepada Ketua
Pengadilan Negeri.
2. Apabila permohonan dikabulkan, Ketua Pengadilan Negeri menentukan lebih
lanjut akibat pembatalan seluruhnya atau sebagian putusan arbitrase.
3. Putusan atas permohonan pembatalan ditetapkan oleh Ketua Pengadilan Negeri
dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak permohonan diterima.
Pembatalan Putusan Arbitrase (6)
4.
Mahkamah Agung mempertimbangkan serta memutuskan
permohonan banding sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) dalam
waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah permohonan banding
tersebut diterima oleh Mahkamah Agung.
Badan Arbitrase Indonesia :
BANI (Badan Arbitrase Nasional Indonesia)
BANI didirikan untuk tujuan :
1. Dalam rangka turut serta dalam upaya penegakan hukum di
Indonesia menyelenggarakan penyelesaian sengketa atau beda
pendapat yang terjadi diberbagai sektor perdagangan, industri dan
keuangan, melalui arbitrase dan bentuk-bentuk alternatif
penyelesaian sengketa lainnya antara lain di bidang-bidang
Korporasi, Asuransi, Lembaga Keuangan, Fabrikasi, Hak Kekayaan
Intelektual, Lisensi, Franchise, Konstruksi, Pelayanan/maritime,
Lingkungan Hidup, Penginderaan Jarak Jauh, dan lain-lain dalam
lingkup peraturan perundang-undangan dan kebiasaan
internasional.
Tujuan BANI :
2. Menyediakan jasa-jasa bagi penyelenggaraan penyelesaian sengketa
melalui arbitrase atau bentuk-bentuk alternatif penyelesaian sengketa
lainnya, seperti negosiasi, mediasi, konsiliasi dan pemberian pendapat
yang mengikat sesuai dengan Peraturan Prosedur BANI atau peraturan
prosedur lainnya yang disepakati oleh para pihak yang berkepentingan.
3. Bertindak secara otonom dan independen dalam penegakan hukum dan
keahlian.
4. Menyelenggarakan pengkajian dan riset serta program-program
pelatihan/ pendidikan mengenai arbitrase dan alternatif penyelesaian
sengketa.
Kesepakatan dan Prosedur Arbitrase BANI (1):
Apabila para pihak dalam suatu perjanjian atau transaksi bisnis secara tertulis
sepakat membawa sengketa yang timbul diantara mereka sehubungan dengan
perjanjian atau transaksi bisnis yang bersangkutan ke arbitrase dihadapan Badan
Arbitrase Nasional Indonesia (“BANI”), atau menggunakan Peraturan Prosedur
BANI makan sengketa tersebut diselesaikan dibawah penyelenggaraan BANI
berdasarkan Peraturan tersebut, dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan
khusus yang disepakati secara tertulis oleh para pihak, sepanjang tidak
bertentangan dengan ketentuan undang-undang yang bersifat memaksa dan
kebijaksanaan BANI. Penyelesaian sengketa secara damai melalui Arbitrase di
BANI dilandasi itikad baik para pihak dengan berlandasan tata cara kooperatif
dan non konfrontatif.
Kesepakatan dan Prosedur Arbitrase BANI (2):
Peraturan Prosedur ini berlaku terhadap arbitrase yang diselenggarakan oleh
BANI. Dengan menunjuk BANI dan/atau memilih Peraturan Prosedur BANI
untuk penyelesaian sengketa, para pihak dalam perjanjian atau sengketa
tersebut dianggap sepakat untuk meniadakan proses pemeriksaan perkara
melalui Pengadilan Negeri sehubungan dengan perjanjian atau sengketa
tersebut, dan akan melaksanakan setiap putusan yang diambil oleh Majelis
Arbitrase berdasarkan Peraturan Prosedur BANI.
BINDING OPINION (Pendapat yang Mengikat)
• Tanpa adanya suatu sengketa, BANI dapat menerima permintaan yang diajukan
oleh para pihak dalam suatu perjanjian, untuk memberikan suatu pendapat yang
mengikat mengenai sesuatu persoalan berkenaan dengan perjanjian tersebut.
• BANI dapat diminta memberikan pendapat yang mengikat misalnya mengenai :
penafsiran ketentuan-ketentuan yang kurang jelas, dalam kontrak penambahan
atau perubahan pada ketentuan-ketentuan berhubungan dengan timbulnya
keadaan – keadaan baru, dan lain-lain.
BINDING OPINION (Pendapat yang Mengikat) 2
• Dengan diberikannya pendapat oleh BANI tersebut, kedua belah pihak terikat
padanya dan siapa saja dari mereka yang bertindak bertentangan dengan
pendapat itu, akan dianggap melanggar perjanjian.
Kesepakatan Kerjasama BANI: ARBITRASE NEGARA ASING
• Dalam rangka mengembangkan Arbitrase Internasional dan berbagai bentuk
Alternatif Penyelesaian Sengketa (ADR) di bidang komersial antara para
pengusaha di negara-negara yang bersangkutan, BANI telah mengadakan
kesepakatan kerjasama dengan berbagai lembaga di negara-negara tersebut.
Kesepakatan Kerjasama BANI: ARBITRASE NEGARA ASING
(2)
Lembaga-lembaga tersebut antara lain:
1. The Japan Commercial Arbitration Association;
2. The Netherlands Arbitration Institute;
3. The Korean Commercial Arbitration Board;
4. Australian Centre for International Commercial Arbitration;
5. The Philippines Dispute Resolution Centre;
6. Hong Kong International Arbitration Centre;
The Foundation for International Commercial Arbitration dan Alternative
Dispute Resolution (SICA-FICA)
DISKUSI KELAS