KEBIJAKAN PERBANKAN SYARIAH DAN PENYELESAIAN SENGKETA Lokakarya Nasional & Kongres II FK-MASI,

Download Report

Transcript KEBIJAKAN PERBANKAN SYARIAH DAN PENYELESAIAN SENGKETA Lokakarya Nasional & Kongres II FK-MASI,

KEBIJAKAN PERBANKAN
SYARIAH DAN PENYELESAIAN
SENGKETA
Lokakarya Nasional & Kongres II FK-MASI,
26 Juni 2008, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Kebijakan Pengembangan Perbankan
Syariah: Dasar Hukum
•
UU No.23 th 1999 ttg Bank Indonesia sebagaimana
diubah UU No.3 th 2004
Lingkup
Kewenangan
Psl 24 UU
No.23/1999
(1) Menetapkan peraturan,
(2) Memberikan dan mencabut izin atas
kelembagaan dan kegiatan usaha tertentu Bank,
(3) Melaksanakan pengawasan,
(4) Mengenakan sanksi terhadap Bank
•
UU No. 7 th 1992 ttg Perbankan sbgmana diubah UU
No.10 th 1998
•
UU No….th. 2008 ttg Perbankan Syariah
•
UU lain yg terkait diantaranya UU No.40/2007 ttg
Perseroan Terbatas, UU No.3/2006 ttg Peradilan Agama
& UU No.30/1999 ttg Arbitrase & alternatif penyelesaian
sengketa
Kebijakan Pengembangan BS: Visi & Ruang
Lingkup
MISI: Mewujudkan iklim yang kondusif untuk pengembangan
perbankan syariah yang kompetitif, efisien dan memenuhi
prinsip syariah dan prinsip kehati-hatian, yang mampu
mendukung sektor riil melalui kegiatan berbasis bagi hasil
dan transaksi riil, dalam rangka mendorong pertumbuhan
ekonomi nasional
RUANG LINGKUP:
• Pengembangan Institusional  terciptanya struktur
Perbankan Syariah yg Sehat
• Pengembangan Sistem Pengawasan yg independen 
pengawasan yg efektif & terciptanya market discipline
• Penyediaan & Pengembangan Regulasi (legal & sharia
framework)  menjamin pemenuhan prinsip kehati-hatian
dan prinsip syariah
• Pengembangan Infrastruktur Pendukung (termasuk lembaga
penyelesaian masalah hukum)
Infrastruktur Pendukung: Penyelesaian
Sengketa Transaksi Keuangan Syariah
• Menurut fiqh, penyelesaian sengketa dalam Transaksi
Syariah dapat ditempuh melalui Al Sulh (perdamaian),
Tahkim (arbitrase) dan Al Qadha (peradilan).
• Dalam konteks kini, mekanisme penyelesaian sengketa
perbankan syariah yang tersedia relatif sejalan dengan
fiqh yaitu melalui :
– Alternative Dispute Resolution (misalnya melalui
konsultasi, mediasi, negosiasi, konsiliasi atau penilaian
para ahli)
– Arbitrase (melalui Basyarnas)
– Peradilan (umum & agama)
Penyelesaian Sengketa Menurut UU
Perbankan Syariah
Pasal 55 UU Perbankan Syariah
(1)Penyelesaian sengketa Perbankan Syariah
dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan
Peradilan Agama.
(2)Dalam hal para pihak telah memperjanjikan
penyelesaian sengketa selain sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), penyelesaian sengketa
dilakukan sesuai dengan isi Akad.
(3)Penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) tidak boleh bertentangan dengan
Prinsip Syariah.
Penyelesaian Sengketa Menurut UU
Perbankan Syariah
• Ayat 1 Psl 55 UU menegaskan kewenangan
pengadilan agama dalam penyelesaian sengketa
transaksi perbankan syariah, yg sebelumnya diatur
dalam UU 3/2006 ttg peradilan agama psl. 49 :
“Pengadilan Agama bertugas & berwenang memeriksa,
memutus & menyelesaikan perkara di tingkat
pertama antara orang-orang yg beragama Islam dibidang:
huruf i). ekonomi syari’ah”.
Sesuai penjelasan UU 3/2006 kewenangan dimaksud mencakup
pula transaksi perbankan syariah yang dilakukan perbankan
syariah (secara institusi) dengan nasabah non muslim. Hal ini
mengingat dengan adanya kontrak / kesepakatan melakukan
transaksi berdasarkan prinsip syariah, para pihak secara
sukarela telah bersepakat untuk tunduk pada hukum Islam.
Penyelesaian Sengketa Menurut UU
Perbankan Syariah
• Melalui ayat 2 psl 55 UU tetap memberikan
keleluasaan apabila kedua pihak sejak awal
bersepakat & menuangkan pada kontrak bahwa
penyelesaian sengketa dilakukan melalui alternatif
penyelesaian seperti musyawarah & arbitrase 
konsisten dengan fiqh
penjelasan ayat tersebut: yang dimaksud dengan
“penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan isi Akad”
adalah upaya sebagai berikut:
a.musyawarah;
b.mediasi perbankan;
c. melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas) atau
lembaga arbitrase lain; dan/atau
d.melalui pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum.
Legal & Sharia Framework: Salah Satu Kunci
Pengembangan BS
Dalam mewujudkan iklim kondusif untuk
perkembangan BS yg berkelanjutan, keberadaan
Legal & Sharia framework merupakan salah satu
kunci karena :
– Dapat memberikan kepastian hukum terhadap kegiatan
usaha berdasarkan prinsip syariah
– Dapat memberikan perlindungan hukum kepada
nasabah
– Secara lebih luas, memberikan keyakinan terhadap
sistem keuangan (terlebih dalam konteks dual system)
Legal & Sharia Framework: Beberapa Isu
Pengembangan BS
IFSB seminar on Legal & Sharia Issues in Islamic Finance (2007):
– Common law dinilai lebih favorable bagi inovasi produk keuangan
termasuk produk syariah.
Hal ini a.l. karena adanya konsep beneficial ownership & title ownership yang
memungkinkan transfer of beneficial ownership tanpa harus diikuti transfer of title.
– Konsep “financial trust” sulit diterapkan dalam konteks civil law, namun
negara bisa memberikan fleksibilitas/pengecualian.
Indonesia telah memberikan fleksibilitas tsb melalui UU SBSN, namun:
• bagaimana dengan sukuk korporasi, adakah pengecualian?
• bagaimana menjamin pengecualian hukum tersebut berlaku (tidak
dipertentangkan dgn ketentuan civil law lainnya) bilamana terjadi sengketa?
• dalam hal terjadi Insolvensi, bagaimana hukum menjamin hak investor
(beneficiary) terhadap aset yang dikelola, atau bagaimana melindungi aset
kelolaan dari kebangkrutan trustee/manajer investasi?
TERIMA KASIH
Direktorat Perbankan Syariah
Jl. MH. Thamrin No. 2, Jakarta 10110
Tlp. 021-3817513 Fax. 021-3501989
Email: [email protected]; http://www.bi.go.id
Infrastruktur Pendukung Perbankan Syariah
Bank Indonesia: Pengawasan bank,
Dewan Syariah Nasional - MUI
Lembaga fatwa
Kebijakan moneter & Sistem pembayaran
DPS
BUS
DPS
UUS
•
•
•
•
•
DPS
BPRS
•
Pasar modal
Syariah
Pasar Uang Antar
Bank Syariah
DepKeu-RI: Kebijakan Fiscal
Bappepam LK: Pengawasan LKBB & PS Modal
Sektor Sosial
Syariah
Lembaga
Pengawasan
LAZ/UPZ
•
•
•
•
•
•
•
Lembaga Arbitrase Syariah
Lembaga Peradilan Muamalah
Asosiasi Akuntan
Asosiasi Bank Syariah
Lembaga Keuangan Syariah Non
Bank
Lembaga Keuangan Mikro
Syariah
Lembaga Amil Zakat & wakaf
Forum Komunikasi Ekonomi
Syariah
Lembaga Rating
Lembaga Penjaminan Simpanan
Lembaga Sertifikasi Profesi
Lembaga Pendidikan & Pelatihan
Lembaga Riset
IFSB, IIFM, IDB, AAOIFI
F Pengawasan
F Koordinasi
Transaksi Perbankan
Kepatuhan syariah
• Badan Arbitrase tidak memiliki perangkat atau dasar
hukum untuk melakukan penetapan sita, pelaksanaan
lelang atau proses pengosongan atas sebuah bangunan
sengketa.
Putusan Badan Arbitrase (baik Syariah ataupun tidak)
harus diikuti dengan permohonan ke Pengadilan Negeri
(yang penarapan hukumnya sangat konvensional) untuk
kemudian dilakukan proses hukum selanjutnya (sita,
lelang, pengosongan,dll) – bila salah satu pihak tidak
melaksanakan putusan arbitrase
Karenanya pihak-pihak bersengketa harus melalui dua
lembaga yang berbeda (Badan Arbitrase Syariah dan
Pengadilan Negeri) untuk dapat menyelesaikan
sengketanya.
• UU Perbankan Syariah telah memperjelas keberadaan &
peran infrastruktur legal bagi perbankan syariah.
Kedepan masih diperlukan penyediaan perangkat
hukum formil dan materiil tentang ekonomi syariah,
termasuk pengaturan mengenai financial trust, berikut
hak dan kewajiban debtor, trustee dan creditor secara
tegas terkait insolvensi.
• Pengadilan agama diharapkan menjadi pilihan utama &
pertama dalam kontrak keuangan syariah. Untuk itu
disamping penyediaan perangkat hukum ekonomi
syariah yang lebih memadai, pemahaman dan
penguasaan hakim terhadap konsekuensi ekonomi
sebuah transaksi, fatwa, & ketentuan hukum yang
mendasari termasuk hukum perjanjian pada wilayah
perdata umum) perlu terus ditingkatkan.