Peningkatan peran dan kapasitas fkub

Download Report

Transcript Peningkatan peran dan kapasitas fkub

Disampaikan pada
RAKORNAS FKUB PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA TAHUN 2012
KEMENTERIAN DALAM NEGERI
Hotel Sahid Jaya, 19 November 2012
1. Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang
lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara. (Pasal 28 huruf J ayat 1).
2. Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang
wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan
undang-undang dengan maksud semata-mata untuk
menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak
kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang
adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama,
keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat
demokratis. (Pasal 28 huruf J ayat 2).
3. Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa. (Pasal 29
ayat 1).
4. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk
memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat
menurut agamanya dan kepercayaannya itu. (Pasal 29 ayat 2).
2
1. Pasal 10 ayat (3) huruf f: salah satu urusan yang tidak
diotonomikan/masih tetap menjadi urusan Pemerintahan adalah
“Urusan Agama”.
Yang dimaksud dengan urusan agama, misalnya:
 Menetapkan hari libur keagamaan yang berlaku secara nasional;
 Memberikan pengakuan terhadap keberadaan suatu agama;
 Menetapkan kebijakan dalam penyelenggaraan kehidupan
keagamaan dsb; dan
 Bagian tertentu urusan pemerintah lainnya yang berskala nasional,
tidak diserahkan kepada daerah.
Khusus di bidang keagamaan sebagian kegiatannya dapat
ditugaskan oleh Pemerintah kepada Daerah sebagai upaya
meningkatkan keikutsertaan Daerah dalam menumbuh
kembangkan kehidupan beragama”.
3
2. Pasal 26 ayat (1) dan Pasal 27 ayat (1), bahwa kewenangan
pemerintah daerah dalam menjaga kerukunan di Provinsi dan
Kabupaten/Kota melekat pada kepala daerah dan wakil kepala
daerah yang berkewajiban menjaga kerukunan umat
beragama yang merupakan bagian dari kerukunan nasional;
3. Pasal 22 huruf a, bahwa “Dalam menyelenggarakan otonomi,
daerah mempunyai kewajiban melindungi masyarakat,
menjaga persatuan, kesatuan dan kerukunan nasional, serta
keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia”;
4. Pasal 13 huruf c dan Pasal 14 huruf c, bahwa urusan wajib
yang menjadi kewenangan pemerintah daerah Provinsi dan
Kabupaten/Kota diantaranya meliputi: “Penyelenggaraan
ketertiban umum dan ketentraman masyarakat”.
4
4
a.
b.
c.
d.
Memelihara ketenteraman dan ketertiban
masyarakat termasuk memfasilitasi terwujudnya
kerukunan umat beragama di provinsi;
Mengoordinasikan kegiatan instansi vertikal di
provinsi dalam pemeliharaan kerukunan umat
beragama;
Menumbuhkembangkan keharmonisan, saling
pengertian, saling menghormati, dan saling
percaya di antara umat beragama; dan
Membina dan mengoordinasikan bupati/wakil
bupati dan walikota/wakil walikota dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah di bidang
ketenteraman dan ketertiban masyarakat dalam
kehidupan beragama.
55
a. Memelihara ketenteraman & ketertiban masyarakat
termasuk memfasilitasi terwujudnya kerukunan
umat beragama di kabupaten/kota;
b. Mengoordinasikan kegiatan instansi vertikal di
kab/kota dalam pemeliharaan kerukunan umat
beragama;
c. Menumbuhkembangkan keharmonisan, saling
pengertian, saling menghormati, dan saling percaya
di antara umat beragama;
d. Membina & mengoordinasikan camat, lurah, atau
kepala desa dlm penyelenggaraan pemerintahan
daerah di bidang ketenteraman dan ketertiban
masyarakat dalam kehidupan beragama;
e. Menerbitkan IMB rumah ibadat.
66
Ketua
: Wakil Gubernur;
Wakil Ketua
: Kepala Kanwil Depag - Prov
Sekretaris
: Kaban Kesbangpol- Prov
Anggota
: Pimpinan instansi terkait.
7 7
Ketua
: Wakil Bupati;
Wakil Ketua
: Kakan Depag Kab/Kota
Sekretaris
: Kaban Kesbangpol- Kab/Kota
Anggota
: Pimpinan instansi terkait.
8
8
a. Membantu kepala daerah dalam
merumuskan kebijakan pemeliharaan
kerukunan umat beragama; dan
b. Memfasilitasi hubungan kerja FKUB dengan
pemerintah daerah dan hubungan antar
sesama instansi pemerintah di daerah
dalam pemeliharaan kerukunan umat
beragama.
9
9
PENGELOMPOKAN ISU/POLA KONFLIK
2010
2011
2012
3230
25
23
15
11
15
66
10
6
1
4
10
7
1
44
79
13
15
23
10
KELOMPOK WILAYAH
2010
21
13
2011
2012
2222
19
19
14
13
11
7 6
3
4
6
2 1
20
19
13
4
6
1111
BERDASARKAN SUMBER KONFLIK (UU 7/2012)
2010
72
2011
2012
68
57
9 7 7
Permasalahan
poleksosbud
Perseteruan
SARA
1 1 0
Sengketa
batas wilayah
7 8 9
Sengketa
SDA
4 4 6
Permasalahan
distribusi
SDA
1212
Sehubungan dengan rumah ibadah, agama lain di lingkungan
tempat tinggalnya, pandangan masyarakat tampaknya mengarah
pada sikap keberatan, meskipun tidak sedikit pula dapat menerima.
Namun demikian (49,5%) responden yang menyatakan tidak dapat
menerima keberadaan rumah ibadah agama lain merupakan angka
yang sangat tinggi bagi bangsa yang secara sosiologis plural.
Mereka yang dapat menerima keberadaan rumah ibadah agama lain
berjumlah (45%). Sisanya (5,5%) menyatakan tidak tahu/ menjawab.
Dengan demikian, meski terlihat adanya toleransi, namun
penerimaan adanya rumah ibadah agama lain itu dibayangi secara
ketat dengan mereka yang menolaknya.
PERSETUJUAN TERHADAP RUMAH IBADAH AGAMA LAIN
DI LINGKUNGAN RESPONDEN
49.5
45
5.5
Dapat menerima
Tidak dapat menerima
Tidak tahu/tidak
menjawab
13
13
Grafik : OTORITAS PENDIRIAN RUMAH IBADAH
Diatur sepenuhnya oleh pemerintah
21.2
Diatur berdasarkan kesepakatan antara
para pemuka lintas agama bersama
pemerintah
53.4
Berdasarkan kesepakatan antara para
pemuka lintas agama
Berdasarkan keinginan dari masingmasing umat beragama
Tidak tahu/menjawab
12.2
8.4
4.7
12
14
Hasil survei pd masyarakat Jabodetabek menunjukkan bahwa masyarakat tidak
terlalu percaya bahwa kekerasan yang mengatasnamakan agama atau kelompok
dipicu oleh ekspansi dan penyebaran agama/keyakinan tertentu terhadap masyarakat
yang sudah berkeyakinan, misalnya ‘Kristenisasi’ atau ‘Islamisasi’. Namun demikian
masih ada yang tetap ada yang berpandangan demikian, meskipun angkanya sama
sekali tidak signifikan. Di mata warga Jabodetabek, kurangnya pengetahuan
masyarakat tentang agama yang dianut dipandang merupakan pemicu utama
pertikaian antar umat beragama (40,2%). Cukup menarik bahwa provokasi dari
pimpinan umat beragama (21,5) dianggap merupakan faktor berikutnya yang memicu
pertikaian antar umat beragama. Setidaknya (5,1%) responden meyakini bahwa isu
kristenisasi atau islamisasi merupakan pemicu konflik. Pemicu lainnya adalah terkait
pendirian rumah ibadah (9,2%) dan aliran agama yang berbeda (12,2%), dan sisanya
(11,9%) tidak menjawab. [Lihat grafik ]
Grafik : Pemicu Konflik/ Pertikaian antar agama
9.2
Pendirian rumah ibadah
Aliran agama yang berbeda
12.2
Kurangnya pengetahuan masyarakat
tentang agama
40.2
Provokasi pimpinan-pimpinan agama
Penyebaran agama (kristenisasi atau
islamisasi)
Tidak tahu/menjawab
21.5
5.1
11.9
15
15
TERHADAP KEBERADAAN ORGANISASI YANG MENGATASNAMAKAN
AGAMA ATAU KELOMPOK YANG MEMPERJUANGKAN TUJUAN
ORGANISASINYA DENGAN MENGGUNAKAN KEKERASAN, MAYORITAS
RESPONDEN MENYATAKAN KETIDAKSETUJUANNYA (87,4%). NAMUN
DEMIKIAN, TERDAPAT (8,5%) RESPONDEN YANG MENYATAKAN
PERSETUJUANNYA BAHKAN INGIN BERGABUNG. SISANYA (4,1%) TIDAK
MENJAWAB. SELAIN MENGAFIRMASI KEBERADAAN ORGANISASIORGANISASI RADIKAL, RESPONDEN TETAP MENYATAKAN MENOLAK
AKSI-AKSI KEKERASAN INI. [LIHAT GRAFIK]
GRAFIK : PERSETUJUAN TERHADAP ORGANISASI RADIKAL YANG MENGGUNAKAN KEKERASAN
87.4
8.5
Setuju (ingin bergabung
dan bersedia memberi
sumbangan)
4.1
Tidak setuju
Tidak tahu/menjawab
16
16
Meskipun sebagian besar warga masyarakat menolak cara-cara
kekerasan dalam memperjuangkan agama, namun mereka
menyatakan persetujuannya terhadap aksi-aksi organisasi
tertentu
yang
memberantas
‘aliran
sesat’
dan
kemaksiatan (52,1%). Namun demikian, mereka yang menyatakan
tidak setuju juga signifikan (41,4%). Sebagian masyarakat
sekalipun mungkin tidak setuju dengan aliran sesat dan maksiat,
tapi tetap menolak cara main hakim sendiri. Apapun alasannya
aksi kelompok vigilante (main hakim sendiri) tetap tidak mendapat
tempat dalam pandangan responden.
Grafik
Persetujuan terhadap Aksi Memberantas Aliran Sesat dan Maksiat
52.1
41.4
6.4
Mendukung
Tidak Mendukung
Tidak tahu/ menjawab
17
17
Grafik : URGENSI PANCASILA
7.3
17.2
Masih diplukan
Tidak diperlukan lagi
Tidak tahu/menjawab
75.4
18
18