NASKAH SOSIALISASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI

Download Report

Transcript NASKAH SOSIALISASI PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI

NASKAH SOSIALISASI
PERATURAN BERSAMA
MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI
NOMOR : 9 TAHUN 2006
NOMOR : 8 TAHUN 2006
TENTANG
PEDOMAN PELAKSANAAN TUGAS KEPALA DAERAH/
WAKIL KEPALA DAERAH DALAM PEMELIHARAAN
KERUKUNAN UMAT BERAGAMA, PEMBERDAYAAN
FORUM KERUKUNAN UMAT BERAGAMA, DAN
PENDIRIAN RUMAH IBADAT
1
LATAR BELAKANG
1. Pada akhir thn 2004 awal thn 2005
muncul kembali pro kontra di
masyarakat ttg SKB 1/1969.
2. Sebagian pemuka agama mengusulkan
dicabut.
3. Sebagian pemuka agama lainnya
mengusulkan dipertahankan.
4. Presiden memerintahkan Menteri Agama
dan Mendagri utk meresponi.
2
Tinjauan Terhadap SKB 01/1969
1. Substansi SKB Nomor 1/1969
2. Relevansi Pengaturan ttg Pendirian Rumah Ibadat.
3. Adanya kalimat-kalimat yg multi tafsir
4. Komunikasi antar umat beragama pd tk grass-root
sebagai penyebab gangguan hub antar umat
beragama.
5. SKB tdk menghalangi berdirinya rumah-rumah
ibadat baru.
6. Secara Normatif SKB memberlakukan sama semua
kelompok agama.
7. Sebab-sebab munculnya permasalahan Pendirian
Rumah Ibadat di lapangan.
8. Usaha Pengaturan Pendirian Rumah Ibadat di
sejumlah Daerah.
3
Substansi SKB 01/1969
a. Pengaturan Penyiaran Agama
- Telah ditindaklanjuti dgn SKB MenagMendagri No.1/1979 ttg Tatacara
Pelaksanaan Penyiaran Agama dan Bantuan
LN kepada Lembaga keagamaan di
Indonesia.
SKB ini masih berlaku
b. Pengaturan Pendirian Rumah Ibadat
4
1. Relevansi Pengaturan ttg Pendirian
Rumah Ibadat
a. SKB Menag & Mendagri 01/1969 lahir
dilatarbelakangi oleh beberapa peristiwa
perusakan rumah ibadat.
b. Masalah pendirian rumah ibadat sering
menjadi sebab terganggunya hubungan
antar umat beragama.
c. Ketiadaan pengaturan pendirian rumah
ibadat dpt mengarah kepada benturanbenturan antar umat beragama &
suasana anarkhis atau bahkan chaos.
5
2. Adanya Kalimat-kalimat Yg Multi Tafsir
a. Tidak adanya kejelasan siapa yg disebut
pemerintah daerah.
b. Tidak adanya kejelasan siapa yg disebut
“pejabat pemerintahan dibawahnya yg
dikuasakan utk itu”.
c. Tidak adanya kejelasan siapa yg disebut
organisasi keagamaan dan ulama/
rohaniawan setempat.
d. Kata-kata “planologi “
e. Kata-kata “kondisi & keadaan setempat”.
6
3. Komunikasi antar umat beragama pada
tingkat grass-root sebagai penyebab
gangguan hubungan antar umat beragama
a. Pihak yg hendak mendirikan rumah
Ibadat sering kali tdk berkomunikasi
dgn penduduk setempat.
b. Penduduk setempat sering merasa
terkejut karena tiba-tiba melihat rumah
ibadat lain didirikan disekitarnya.
c. Rumah ibadat selain tempat ibadat juga
kenyataannya berfungsi sebagai simbol
keberadaan suatu kelompok agama.
7
4. SKB tdk menghalangi berdirinya
rumah-rumah ibadat baru
a. Kehadiran SKB Menag & Mendagri
01/1969 ternyata tdk menghalangi
berdirinya rumah ibadat baru.
b. Jumlah rumah ibadat utk semua
kelompok agama bertambah dgn
pesat.
8
d. Perbandingan jumlah rumah ibadat pd thn 1977
& 2004 bagi semua kelompok agama
Agama
1977
2004
% kenaikan
Islam
392.044
643.834
64,22
Kristen
18.977
43.909
131,38
Katholik
4.934
12.473
152,79
Hindhu
4.247
(Tidak
termasuk
Sanggah)
298.634
( Termasuk
Sanggah)
6.931,64
Buddha
1.523
7.129
368,09
Data ini telah diverifikasi Dirjen Bimas Islam & Penyelenggaraan
Haji, Dirjen Bimas Kristen, Dirjen Bimas Katholik, Dirjen Bimas
Hindu dan Buddha (Tgl 1 dan 7 Maret 2005)
9
5. Secara Normatif SKB memberlakukan sama
semua kelompok agama
a. Rumusan SKB Menag & Mendagri 01/1969
tdk memihak sesuatu kelompok agama.
b. Kata-kata adil dan tdk memihak juga
secara tersurat tercantum pd Pasal 5 SKB
tersebut.
c. Masalah terjadi dilapangan pada tingkat
pelaksanaan.
10
6. Sebab-sebab munculnya permasalahan
Pendirian Rumah Ibadat dilapangan
a. Tidak jelasnya persyaratan-persyaratan minimal
utk mendirikan rumah ibadat.
b. Tidak jelasnya batas waktu utk meresponi suatu
permohonan pendirian rumah ibadat.
c. Sering kali terjadi penyalahgunaan rumah
tinggal sebagai rumah ibadat.
d. Tidak transparannya rencana pembangunan
rumah ibadat pd penduduk sekitar lokasi.
e. Tidak adanya komunikasi antar pemuka agama
pada tingkat akar rumput.
f. Tidak jelasnya yg dimaksud dgn organisasi
keagamaan dan ulama/rohaniawan setempat.
g. Sulitnya diperoleh rekomendasi dari organisasi
keagamaan dan ulama/rohaniawan setempat.
11
7. Usaha Pengaturan Pendirian Rumah Ibadat di
sejumlah Daerah.
a. Belum semua Prov melakukan pengaturan lebih lanjut ttg tatacara
dan syarat-syarat pendirian rumah ibadat.
b. Beberapa Prov yg telah melakukan pengaturan lebih lanjut antara
lain; DKI Jakarta, Riau, Bengkulu dan Bali.
c. Di DKI Jakarta diatur dgn SK Gubernur No 648/1979, No
884/1991 dan terakhir No 137/2002 yg mengatur prosedur
persetujuan pembangunan tempat-tempat ibadat & Kep.Gub
No1971/2002 ttg penyempurnaan susunan keanggotaan badan
pertimbangan pembangunan tempat-tempat Ibadat.
d. Di Prov. Riau diatur dgn Surat Gub. yg ditujukan kpd Bup/
Walikota No 450.2/KS/9601 tanggal 14 Januari 1981.
e. Di Prov. Bengkulu diatur dgn Kep.Gub No.289/1993 ttg prosedur
dan persyaratan mendirikan rumah ibadat dan melaksanakan
penyiaran agama.
f. Di Prov. Bali diatur dgn Kep.Gub No 33Thn 2003 ttg Prosedur
dan Ketentuan-ketentuan pembangunan tempat-tempat ibadat di
wilayah Provinsi Bali.
12
Resume Materi SKB 01/1969
1. Pemberian kesempatan oleh Pemerintah bagi usaha
penyebaran agama dan pelaksanaan ibadat oleh pemeluknya.
(Pasal 1)
2. Prinsip-prinsip bimbingan dan pengawasan Pemerintah
terhadap usaha penyebaran agama dan pelaksanaan ibadat
oleh pemeluk-pemeluknya. (Pasal 2)
3. Peran Kepala Perwakilan Dep. Agama. (Pasal 3)
4. Syarat-syarat pendirian Rumah Ibadat (Pasal 4)
a. Pendapat Kepala Perwakilan Depag
b. Planologi
c. Kondisi dan Keadaan Setempat.
d. Pendapat Organisasi Keagamaan dan Ulama/Rohaniawan
Setempat, bila dianggap perlu.
5. Peran pendapat Organisasi Keagamaan dan Ulama/
Rohaniawan setempat. (Pasal 4)
6. Penyelesaian Perselisihan oleh Pemerintah secara adil & tidak
memihak. (Pasal 5)
13
UNDANG-UNDANG
TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH
1. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974
3. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999
4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
14
Pasal 237 UU 32/2004
Semua ketentuan peraturan
perundang-undangan yg berkaitan
secara langsung dgn daerah
otonom wajib mendasarkan dan
menyesuaikan pengaturannya
pada Undang-Undang ini.
15
Tujuan Penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah:
a. Meningkatkan Kesejahteraan
Masyarakat;
b. Meningkatkan Pelayanan Umum;
c. Meningkatkan Daya Saing Daerah.
Pasal 2 Ayat (3) UU 32/2004
16
Pasal 22, Kewajiban Daerah:
a. melindungi masy, menjaga persatuan,kesatuan & kerukunan
nasional, serta keutuhan NKRI;
b. meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat;
c. mengembangkan kehidupan Demokrasi;
d. mewujudkan keadilan dan pemerataan;
e. meningkatkan pelayanan dasar pendidikan;
f. menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan
g. menyediakan fasilitas sosial & fasilitas umum yg layak
h. mengembangkan sistem jaminan sosial;
i. menyusun perencanaan & tata ruang daerah;
j. mengembangkan sumber daya produktif di Daerah;
k. melestarikan lingkungan hidup;
l. mengelola administrasi kependudukan;
m. melestarikan nilai sosial budaya;
n. membentuk & menerapkan peraturan Per-UU-an
sesuai dgn kewenangannya; dan
o. kewajiban lain yg diatur dlm peraturan Per-UU-an
17
Tugas Wakil Kepala Daerah Pasal 26 Ayat (1)
a. Membantu Kepala Daerah dlm menyelenggarakan pemerintahan
b.
c.
d.
e.
f.
g.
daerah;
Membantu Kepala Daerah dlm mengkoordinasikan kegiatan
Instansi vertikal di Daerah, menindaklanjuti laporan dan/atau
temuan hasil pengawasan aparat pengawasan, melaksanakan
pemberdayaan perempuan dan pemuda, serta mengupayakan
pengembangan dan pelestarian sosial budaya dan lingkungan hidup;
Memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan pemerintahan
kabupaten dan kota bagi wakil kepala daerah provinsi;
Memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan pemerintahan di
wilayah kecamatan, kelurahan dan/atau desa bagi wakil kepala daerah
kabupaten/kota;
Memberikan saran dan pertimbangan kepada kepala daerah dalam
penyelenggaraan kegiatan pemerintah daerah;
Melaksanakan tugas dan kewajiban pemerintahan lainnya yang
diberikan oleh kepala daerah; dan
Melaksanakan tugas dan wewenang kepala daerah apabila kepala
daerah berhalangan.
18
Kewajiban Kepala Daerah & Wakil Kepala Daerah,
Pasal 27 Ayat (1):
a. memegang teguh & mengamalkan Pancasila,melaks UUD 1945
serta mempertahankan & memelihara keutuhan NKRI;
b. meningkatkan kesejahteraan rakyat;
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
memelihara ketentraman & ketertiban masyarakat;
melaksanakan kehidupan demokrasi;
menaati & menegakkan seluruh peraturan Per-UU-an;
menjaga etika dan norma dlm penyelenggaraan pemerintahan
daerah;
memajukan & mengembangkan daya saing daerah;
melaksanakan prinsip tata pemerintahan yg bersih & baik;
melaksanakan & mempertanggungjawabkan pengelolaan Keuda;
menjalin hub kerja dgn seluruh instansi vertikal di daerah &
semua perangkat daerah;
menyampaikan renstra penyelenggaraan pemerintahan daerah di
hadapan rapat paripurna DPRD.
19
SUBSTANSI YANG DIATUR
DALAM PERATURAN BERSAMA MENTERI
1. Tugas kepala daerah/wakil kepala daerah dalam
pemeliharaan kerukunan
2. Pemberdayaan FKUB
3. Pendirian rumah ibadat
- Yang diatur dalam Peraturan Bersama bukan
aspek doktrin agama, tetapi lalu lintas para
warga negara Indonesia pemeluk suatu agama
ketika berinteraksi dgn WNI lainnya yg memeluk
agama berbeda.
- Beribadat tidak sama dengan membangun
rumah ibadat meskipun keduanya saling
berhubungan.
20
SISTEMATIKA
BAB I
KETENTUAN UMUM
BAB II
TUGAS KEPALA DAERAH DALAM
PEMELIHARAAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA
BAB III
FORUM KERUKUNAN UMAT BERAGAMA
BAB IV
PENDIRIAN RUMAH IBADAT
BAB V
IZIN SEMENTARA PEMANFAATAN BANGUNAN
GEDUNG
BAB VI
PENYELESAIAN PERSELISIHAN
BAB VII
PENGAWASAN DAN PELAPORAN
BAB VIII
BELANJA
BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
21
MENIMBANG :

bahwa hak beragama adalah hak asasi manusia yg
tdk dpt dikurangi dlm keadaan apapun;

bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap
penduduk utk memeluk agamanya masing-masing
dan untuk beribadat menurut agamanya dan
kepercayaannya itu;

bahwa Pemerintah berkewajiban melindungi setiap
usaha penduduk melaksanakan ajaran agama &
ibadat pemeluk-pemeluknya, sepanjang tdk
bertentangan dgn peraturan per-uu-an, tdk
menyalahgunakan atau menodai agama, serta tdk
mengganggu ketenteraman & ketertiban umum;
22

bahwa Pemerintah mempunyai tugas utk memberikan
bimbingan dan pelayanan agar setiap penduduk dlm
melaksanakan ajaran agamanya dapat berlangsung
dgn rukun, lancar, dan tertib;

bahwa arah kebijakan Pemerintah dalam pembangunan
nasional di bidang agama antara lain peningkatan
kualitas pelayanan dan pemahaman agama, kehidupan
beragama, serta peningkatan kerukunan intern dan
antar umat beragama;

bahwa kerukunan umat beragama merupakan bagian
penting dari kerukunan nasional;

bahwa kepala daerah dan wakil kepala daerah dalam
rangka melaksanakan tugas dan wewenangnya
mempunyai kewajiban memelihara ketenteraman dan
ketertiban masyarakat;
23
KETENTUAN UMUM
1. Kerukunan umat beragama adalah keadaan hubungan sesama umat
beragama yang dilandasi toleransi, saling pengertian, saling menghormati,
menghargai kesetaraan dalam pengamalan ajaran agamanya dan
kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di
dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Pemeliharaan kerukunan umat beragama adalah upaya bersama umat
beragama dan Pemerintah di bidang pelayanan, pengaturan, dan
pemberdayaan umat beragama.
3. Rumah ibadat adalah bangunan yang memiliki ciri-ciri tertentu yang
khusus dipergunakan untuk beribadat bagi para pemeluk masing-masing
agama secara permanen, tidak termasuk tempat ibadat keluarga.
4. Organisasi Kemasyarakatan Keagamaan yang selanjutnya disebut Ormas
Keagamaan adalah organisasi nonpemerintah bervisi kebangsaan yang
dibentuk berdasarkan kesamaan agama oleh warga negara Republik
Indonesia secara sukarela, berbadan hukum, dan telah terdaftar di
pemerintah daerah setempat serta bukan organisasi sayap partai politik.
24
5. Pemuka Agama adalah tokoh komunitas umat beragama baik
yang memimpin ormas keagamaan maupun yang tidak memimpin
ormas keagamaan yang diakui dan atau dihormati oleh
masyarakat setempat sebagai panutan.
6. Forum Kerukunan Umat Beragama, yang selanjutnya disingkat
FKUB, adalah forum yang dibentuk oleh masyarakat dan difasilitasi
oleh Pemerintah dalam rangka membangun, memelihara, dan
memberdayakan umat beragama untuk kerukunan dan
kesejahteraan.
7. Panitia pembangunan rumah ibadat adalah panitia yang dibentuk
oleh umat beragama, ormas keagamaan atau pengurus rumah
ibadat.
8. Izin Mendirikan Bangunan rumah ibadat yang selanjutnya disebut
IMB rumah ibadat, adalah izin yang diterbitkan oleh
bupati/walikota untuk pembangunan rumah ibadat.
25
TUGAS KEPALA DAERAH
DALAM PEMELIHARAAN
KERUKUNAN UMAT BERAGAMA
Pemeliharaan kerukunan umat
beragama menjadi tanggung jawab
bersama umat beragama, pemerintahan
daerah dan Pemerintah.
Pasal 2
26
Pasal 3
(1) Pemeliharaan kerukunan umat
beragama di provinsi menjadi tugas dan
kewajiban gubernur.
(2) Pelaksanaan tugas dan kewajiban
gubernur sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dibantu oleh kepala kantor
wilayah departemen agama provinsi.
27
Pasal 4
(1) Pemeliharaan kerukunan umat
beragama di kabupaten/kota menjadi
tugas dan kewajiban bupati/walikota.
(2) Pelaksanaan tugas dan kewajiban
bupati/walikota sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dibantu oleh kepala
kantor departemen agama
kabupaten/kota.
28
TUGAS DAN KEWAJIBAN GUBERNUR:
a.
b.
c.
d.
memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat
termasuk memfasilitasi terwujudnya kerukunan umat
beragama di provinsi;
mengoordinasikan kegiatan instansi vertikal di provinsi
dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama;
menumbuhkembangkan keharmonisan, saling
pengertian, saling menghormati, dan saling percaya di
antara umat beragama; dan
membina dan mengoordinasikan bupati/wakil bupati
dan walikota/wakil walikota dalam penyelenggaraan
pemerintahan daerah di bidang ketenteraman dan
ketertiban masyarakat dalam kehidupan beragama.
Pasal 5 ayat (1)
29
Pelaksanaan tugas sebagaimana
dimaksud pada huruf b, huruf c, dan
huruf d dapat didelegasikan kepada
wakil gubernur.
Pasal 5 ayat (2)
30
TUGAS DAN KEWAJIBAN BUPATI / WALIKOTA:
a. memelihara ketenteraman & ketertiban masyarakat
termasuk memfasilitasi terwujudnya kerukunan umat
beragama di kabupaten/kota;
b. mengoordinasikan kegiatan instansi vertikal di kab/kota
dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama;
c. menumbuhkembangkan keharmonisan, saling
pengertian, saling menghormati, dan saling percaya di
antara umat beragama;
d. Membina & mengoordinasikan camat, lurah, atau kepala
desa dlm penyelenggaraan pemerintahan daerah di
bidang ketenteraman dan ketertiban masyarakat dalam
kehidupan beragama;
e. menerbitkan IMB rumah ibadat.
Pasal 6 ayat (1)
31
Pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d dapat
didelegasikan kepada wakil bupati/wakil walikota.
Pasal 6 Ayat (2)
Pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a dan huruf c di wilayah kecamatan
dilimpahkan kepada camat dan di wilayah
kelurahan/desa dilimpahkan kepada lurah/kepala
desa melalui camat.
Pasal 6 Ayat (3)
32
TUGAS DAN KEWAJIBAN CAMAT:
a.
memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat
termasuk memfasilitasi terwujudnya kerukunan umat
beragama di wilayah kecamatan;
b.
menumbuhkembangkan keharmonisan, saling
pengertian, saling menghormati, dan saling percaya
di antara umat beragama; dan
c.
membina dan mengoordinasikan lurah dan kepala
desa dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah di
bidang ketenteraman dan ketertiban masyarakat
dalam kehidupan keagamaan.
Pasal 7 ayat (1)
33
Tugas dan kewajiban lurah/kepala desa
meliputi:
a.
tugas dan memelihara ketenteraman dan
ketertiban masyarakat termasuk memfasilitasi
terwujudnya kerukunan umat beragama di
wilayah kelurahan/desa; dan
b. menumbuhkembangkan keharmonisan,
saling pengertian, saling menghormati, dan
saling percaya di antara umat beragama.
Pasal 7 ayat (2)
34
FORUM KERUKUNAN UMAT BERAGAMA
 FKUB dibentuk di provinsi dan kabupaten/
kota.
 Pembentukan FKUB dilakukan oleh
masyarakat dan difasilitasi oleh pemerintah
daerah.
 FKUB memiliki hubungan yang bersifat
konsultatif.
Pasal 8
35
FKUB Provinsi mempunyai tugas:
 melakukan dialog dengan pemuka agama dan



tokoh masyarakat;
menampung aspirasi ormas keagamaan dan
aspirasi masyarakat;
menyalurkan aspirasi ormas keagamaan dan
masyarakat dalam bentuk rekomendasi sebagai
bahan kebijakan gubernur; dan
melakukan sosialisasi peraturan perundangundangan dan kebijakan di bidang keagamaan
yang berkaitan dengan kerukunan umat beragama
dan pemberdayaan masyarakat.
Pasal 9 ayat (1)
36
FKUB Kab/Kota mempunyai tugas:
a. melakukan dialog dengan pemuka agama dan tokoh
masyarakat;
b. menampung aspirasi ormas keagamaan dan aspirasi
masyarakat;
c. menyalurkan aspirasi ormas keagamaan dan masyarakat
dalam bentuk rekomendasi sebagai bahan kebijakan
bupati/walikota;
d. melakukan sosialisasi peraturan perundang-undangan
dan kebijakan di bidang keagamaan yang berkaitan
dengan kerukunan umat beragama dan pemberdayaan
masyarakat; dan
e. memberikan rekomendasi tertulis atas permohonan
pendirian rumah ibadat.
Pasal 9 ayat (2)
37
KEANGGOTAAN FKUB

Keanggotaan FKUB terdiri atas pemuka-pemuka agama
setempat.

Jumlah anggota FKUB prov paling banyak 21 orang &
jumlah anggota FKUB kab/kota paling banyak 17 orang.

Komposisi keanggotaan FKUB prov & kab/kota
ditetapkan berdasarkan perbandingan jumlah pemeluk
agama setempat dgn keterwakilan minimal 1 (satu) orang
dari setiap agama yg ada di prov dan kab/kota.

FKUB dipimpin oleh 1 (satu) orang ketua, 2 (dua) orang
wakil ketua, 1 (satu) orang sekretaris, 1 (satu) orang
wakil sekretaris, yg dipilih secara musyawarah oleh
anggota.
Pasal 10
38
DALAM MEMBERDAYAKAN FKUB,
DIBENTUK DEWAN PENASIHAT FKUB
DI PROVINSI & KAB/KOTA.
Pasal 11 ayat (1)
39
Tugas Dewan Penasehat FKUB:
a. membantu kepala daerah dalam
merumuskan kebijakan pemeliharaan
kerukunan umat beragama; dan
b. memfasilitasi hubungan kerja FKUB
dengan pemerintah daerah dan hubungan
antar sesama instansi pemerintah di daerah
dalam pemeliharaan kerukunan umat
beragama.
Pasal 11 ayat (2)
40
Dewan Penasehat FKUB Provinsi
Ketua
: Wakil Gubernur;
Wakil Ketua
: Kepala Kanwil Depag - Prov
Sekretaris
: Kaban Kesbangpol- Prov
Anggota
: Pimpinan instansi terkait.
Pasal 11 ayat (3)
41
Dewan Penasehat FKUB Kab/Kota
Ketua
: Wakil Bupati;
Wakil Ketua
: Kakan Depag Kab/Kota
Sekretaris
: Kaban Kesbangpol- Kab/Kota
Anggota
: Pimpinan instansi terkait.
Pasal 11 ayat (4)
42
Ketentuan lebih lanjut mengenai
FKUB dan Dewan Penasihat FKUB
provinsi dan kabupaten/kota diatur
dengan Peraturan Gubernur.
Pasal 12
43
PRINSIP-PRINSIP DALAM PENDIRIAN RUMAH IBADAT
(1) Pendirian rumah ibadat didasarkan pd keperluan nyata
dan sungguh-sungguh berdasarkan komposisi jumlah
penduduk bagi pelayanan umat beragama yg
bersangkutan di wilayah kelurahan/desa.
(2) Pendirian rumah ibadat dilakukan dgn tetap menjaga
kerukunan umat beragama, tdk mengganggu
ketenteraman & ketertiban umum, serta mematuhi
peraturan perundang-undangan.
(3) Dalam hal keperluan nyata bagi pelayanan umat
beragama di wilayah kelurahan/desa tidak terpenuhi,
pertimbangan komposisi jumlah penduduk digunakan
batas wilayah kecamatan atau kab/kota atau provinsi.
Pasal 13
44
PENDIRIAN RUMAH IBADAT
Pendirian rumah ibadat harus
memenuhi persyaratan administratif
dan persyaratan teknis bangunan
gedung.
Pasal 14 ayat (1)
45
Persyaratan Khusus Pendirian Rumah Ibadat
meliputi:
a. Daftar nama dan KTP pengguna rumah ibadat
paling sedikit 90 (sembilan puluh) orang yg
disahkan oleh pejabat setempat sesuai dgn
tingkat batas wilayah.
b. Dukungan masyarakat setempat paling sedikit 60
(enam puluh) orang yang disahkan oleh lurah/
kepala desa;
c. Rekomendasi tertulis Kakan Depag kab/kota; dan
d. Rekomendasi tertulis FKUB kabupaten/kota.
Pasal 14 ayat (2)
46
Dalam hal persyaratan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf a terpenuhi
sedangkan persyaratan huruf b belum
terpenuhi, pemerintah daerah
berkewajiban memfasilitasi tersedianya
lokasi pembangunan rumah ibadat.
Pasal 14 ayat (3)
47
Rekomendasi FKUB sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) huruf d
merupakan hasil musyawarah dan
mufakat dalam rapat FKUB, dituangkan
dalam bentuk tertulis.
Pasal 15
48
Pasal 16
(1)
Permohonan pendirian rumah ibadat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14
diajukan oleh panitia pembangunan rumah
ibadat kepada bupati/walikota untuk
memperoleh IMB rumah ibadat.
(2)
Bupati/walikota memberikan keputusan
paling lambat 90 (sembilan puluh) hari sejak
permohonan pendirian rumah ibadat diajukan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
49
Pemerintah daerah memfasilitasi
penyediaan lokasi baru bagi bangunan
gedung rumah ibadat yg telah memiliki
IMB yg dipindahkan karena perubahan
rencana tata ruang wilayah.
Pasal 17
50
Izin Sementara Pemanfaatan Bangunan Gedung
1. Pemanfaatan bangunan gedung bukan rumah ibadat sebagai rumah
ibadat sementara harus mendapat surat keterangan pemberian izin
sementara dari bupati/walikota dengan memenuhi persyaratan:
a. laik fungsi; dan
b. pemeliharaan kerukunan umat beragama serta ketenteraman
dan ketertiban masyarakat.
2. Persyaratan laik fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
mengacu pada peraturan per-uu-an ttg bangunan gedung.
3. Persyaratan pemeliharaan kerukunan umat beragama serta
ketenteraman dan ketertiban masyarakat sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b, meliputi:
a. izin tertulis pemilik bangunan;
b. pelaporan tertulis kepada FKUB kabupaten/kota; dan
c. pelaporan tertulis kepada Kakan Depag kabupaten/kota
Pasal 18
51
Pasal 19
(1) Surat keterangan pemberian izin sementara
pemanfaatan bangunan gedung bukan rumah
ibadat oleh bupati/walikota sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) diterbitkan
setelah mempertimbangkan pendapat tertulis
kepala kantor departemen agama
kabupaten/kota dan FKUB kabupaten/kota.
(2) Surat keterangan pemberian izin sementara
pemanfaatan bangunan gedung bukan rumah
ibadat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berlaku paling lama 2 (dua) tahun.
52
Pasal 20
(1) Penerbitan surat keterangan pemberian izin
sementara sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 19 ayat (1) dpt dilimpahkan kpd camat.
(2) Penerbitan surat keterangan pemberian izin
sementara sebagaimana dimaksud pd ayat (1)
dilakukan setelah mempertimbangkan
pendapat tertulis Kakan Depag kab/kota dan
FKUB kabupaten/kota.
53
PENYELESAIAN PERSELISIHAN
(1) Perselisihan akibat pendirian rumah ibadat
diselesaikan secara musyawarah oleh masyarakat
setempat.
(2) Dalam hal musyawarah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tidak dicapai, penyelesaian perselisihan
dilakukan oleh bupati/walikota dibantu kepala kantor
departemen agama kabupaten/kota melalui
musyawarah yang dilakukan secara adil dan tidak
memihak dengan mempertimbangkan pendapat atau
saran FKUB kabupaten/kota.
(3) Dalam hal penyelesaian perselisihan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) tidak dicapai, penyelesaian
perselisihan dilakukan melalui Pengadilan setempat.
Pasal 21
54
PENGAWASAN DAN PELAPORAN
(1) Gubernur dibantu kepala kantor wilayah departemen agama
provinsi melakukan pengawasan terhadap bupati/walikota
serta instansi terkait di daerah atas pelaksanaan
pemeliharaan kerukunan umat beragama, pemberdayaan
forum kerukunan umat beragama dan pendirian rumah
ibadat.
(2) Bupati/walikota dibantu kepala kantor departemen agama
kabupaten/kota melakukan pengawasan terhadap camat
dan lurah/kepala desa serta instansi terkait di daerah atas
pelaksanaan pemeliharaan kerukunan umat beragama,
pemberdayaan forum kerukunan umat beragama, dan
pendirian rumah ibadat.
Pasal 23
55
Pasal 24
(1) Gubernur melaporkan pelaksanaan pemeliharaan kerukunan
umat beragama, pemberdayaan forum kerukunan umat
beragama, dan pengaturan pendirian rumah ibadat di
provinsi kepada Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama
dengan tembusan Menteri Koordinator Politik, Hukum dan
Keamanan, dan Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat.
(2) Bupati/walikota melaporkan pelaksanaan pemeliharaan
kerukunan umat beragama, pemberdayaan forum kerukunan
umat beragama, dan pengaturan pendirian rumah ibadat di
kabupaten/kota kepada gubernur dengan tembusan Menteri
Dalam Negeri dan Menteri Agama.
(3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
disampaikan setiap 6 (enam) bulan pada bulan Januari dan
Juli, atau sewaktu-waktu jika dipandang perlu.
56
BELANJA
Pasal 25
Belanja pembinaan dan pengawasan terhadap
pemeliharaan kerukunan umat beragama serta
pemberdayaan FKUB secara nasional didanai dari
dan atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara.
57
Pasal 26
(1) Belanja pelaksanaan kewajiban menjaga kerukunan nasional
dan memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat di
bidang
pemeliharaan
kerukunan
umat
beragama,
pemberdayaan FKUB dan pengaturan pendirian rumah
ibadat di provinsi didanai dari dan atas beban Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah provinsi.
(2) Belanja pelaksanaan kewajiban menjaga kerukunan nasional
dan memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat di
bidang
pemeliharaan
kerukunan
umat
beragama,
pemberdayaan FKUB dan pengaturan pendirian rumah
ibadat di kabupaten/kota didanai dari dan atas beban
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/kota.
58
KETENTUAN PERALIHAN
(1) FKUB dan Dewan Penasehat FKUB di provinsi
dan kabupaten/kota dibentuk paling lambat 1
(satu) tahun sejak Peraturan Bersama ini
ditetapkan.
(2) FKUB atau forum sejenis yang sudah
dibentuk di provinsi dan kabupaten/kota
disesuaikan paling lambat 1 (satu) tahun
sejak Peraturan Bersama ini ditetapkan.
Pasal 27
59
Pasal 28
(1) Izin bangunan gedung untuk rumah ibadat yang
dikeluarkan oleh pemerintah daerah sebelum
berlakunya Peraturan Bersama ini dinyatakan sah dan
tetap berlaku.
(2) Renovasi bangunan gedung rumah ibadat yang telah
mempunyai IMB untuk rumah ibadat, diproses sesuai
dengan ketentuan IMB sepanjang tidak terjadi
pemindahan lokasi.
(3) Dalam hal bangunan gedung rumah ibadat yang telah
digunakan secara permanen dan/atau memiliki nilai
sejarah yang belum memiliki IMB untuk rumah ibadat
sebelum
berlakunya
Peraturan
Bersama
ini,
bupati/walikota membantu memfasilitasi penerbitan
IMB untuk rumah ibadat dimaksud.
60
Pasal 29
Peraturan perundang-undangan yang telah
ditetapkan oleh pemerintahan daerah wajib
disesuaikan dengan Peraturan Bersama ini
paling lambat dalam jangka waktu 2 (dua)
tahun.
61
KETENTUAN PENUTUP
Pada saat berlakunya Peraturan Bersama ini,
ketentuan yang mengatur pendirian rumah ibadat
dalam Keputusan Bersama Menteri Agama dan
Menteri Dalam Negeri Nomor 01/BER/MDNMAG/1969 tentang Pelaksanaan Tugas Aparatur
Pemerintahan dalam Menjamin Ketertiban dan
Kelancaran Pelaksanaan Pengembangan dan
Ibadat Agama oleh Pemeluk-Pemeluknya dicabut
dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 30
62
TERIMA KASIH
63