PmbacanQur`anARKOUN

Download Report

Transcript PmbacanQur`anARKOUN

Pembacaan Al-Qur’an
[Pengantar ke Pemikiran
Mohammed Arkoun]
Oleh : zainul adzvar
Pemikiran Islam belum membuka diri,
naif, karena mendekati agama atas
dasar kepercayaan tanpa kritik;
tidak sadar bahwa fakta sosial,
psikologis d.l.l bisa mempengaruhi
aktualisasi
Disi lain Barat tidak memperhatikan hal-hal diluar
jangkauan akal
Karenanya arkoun tidak setuju dengan Positifisme
yang berdasar pada data empiris (tidak
memperdulikan aneka ragam kendali manusia)
Juga saintisme sebagai bentuk kebenaran
Bagi Barat, angan-angan
sosial adalah terbelakang
!
Bagi Arkoun, perkembangan pemikiran Islam
pada masa lampau bisa dipahami (justru) dengan
memperhatikan pengaruh angan-angan sosial
::Ini dibangun oleh Sejarah nyata, realitas sosial
dan lingkungan fisik kelompok  Citra, Cerita dan
Nilai
Nalar Islami == yang dipertahan adalah semangat
keagamaan dari angan-angan sosial
Nalar Modern == yang diambil adalah
Kritisismenya
Agama ada Mitos !




Paul Ricoeur = manusia bergantung
pada lambang / simbol (sesuatu yang
mempunyai makna ganda)
Mitos = Simbol tingkat kedua (cerita
yang membeberkan simbol primer) 
karena itu tidak sama dengan bahasa
rasional
Mitos, dengan cara khusus dan tidak
langsung membicarakan kenyataan
manusia
Arkoun, Mitos berfungsi menjelaskan,
menunjukkan, mendirikan kesadaran
kolektif yang mengukir proyek
Sejarah!
Menurut Arkoun, wacana alQur’an bersusunan Mitis!
 Menggambarkan tindakan sosial-historis dari
kelompok yang dipimpin Muhammad disertai suatu
wacana bersusunan mitis di dalam al-Qur’an.
 Yang harus dijelaskan adalah bahwa pertentanganpertentangan dalam keagamaan terletak pada
tataran tanda-tanda kebahasaan, ritual, kesejarahan
dan kesenian
 Kesemuanya mengacu pada Transendental ; pada
Allah yang sama!
Dekonstruksi Teks
Michael Foucault = manusia pada tiap-tiap
zaman menangkap kenyataan dengan
cara tertentu ( Episteme), dan ia
membicarakan dengan cara tertentu (
wacana)
 Untuk membahas pemikiran manusia
harus dengan “arkeologi”
 Yaitu analisis susunan dan berbagai
kaidah yang menentukan episteme dan
wacana

Manusia berpikir, mengungkapkan diri
melalui bahasa, tradisi kebahasaan,
tradisi teks
 :: manusia berada dalam
lingkungan “logosentris”
Karenanya Teks harus
didekonstruksi.
Dekonstruksi  upaya menampakkan
aneka ragam aturan yang
sebelumnya tersembunyi yang
menentukan berbagai Teks, dan
melalui teks itu manusia berpikir
Wahyu Ilahi mewujud dalam al-Qur’an,
karenanya :
 Pertama,
al-Qur’an adalah sejumlah
“pemaknaan potensial” yang diusulkan
kepada manusia
 Jadi, sesuai untuk mendorong
pembangunan doktrin yang sama
beragamnya dengan keadaan sejarah
pemunculannya.
Kedua, Pada “pemaknaan potensial”, alQur’an mengacu pada agama trans-sejarah /
transendensi.
Pada pemaknaan yang diaktualisasi dalam
doktrin teologi, yuridis, politis, etis d.l.l alQur’an menjadi mitologi dan ideologi yang
kurang lebih dirasuki makna transendensi
Ketiga, al-Qur’an adalah sebuah teks
terbuka, tidak ada penafsiran yang dapat
menutupnya secara tetap.
Sebaliknya, semua aliran yang ada yang
mendukung dan mensahkan kehendak
kelompok sosial yang bersaing untuk
memperoleh kekuasaan
Keempat, secara Dejure, teks al-
Qur’an tidak mungkin disempitkan jadi
Ideologi
Karena teks itu menelaah, khususnya
berbagai situasi batas kondisi manusia;
keberadaan, cinta kasih, hidup d.l.l
Untuk melucuti pemahaman yang berbau
ideologis dan teologis yang beku,
harus melihat aspek historis
Teks merupakan faktor terpenting
untuk menghasilkan makna
Tujuan membaca teks :
Adanya kelahiran teks al-Qur’an lewat
penulisan berarti dalam memahami wahyu
terjadi: Nalar Grafis mendominasi cara
berfikir.
Sabda / Logos kenabian didesak oleh logos
Pengajaran (Firman yang berorintasi pada
abstraksi, tanpa melihat yang dituju oleh
Firman itu)  terjadi pemiskinan untuk
memahami wahyu dari segala dimensi
Teks al-Qur’an sebagai Parole didesak oleh
teks sebagai langue
Tujuan qira’ah: untuk mengerti komunikasi
kenabian yang hendak disampaikan lewat teks,
atau mencari makna yang hendak disampaikan
lewat teks
Karenanya harus dijadikan sebagai
produksi makna !
Dengan cara melihat berbagai tanda dan
simbol dalam teks, yaitu:
Kata, struktur kalimat, tanda-tanda bahasa,
d.l.l
Sehingga terjadi interaksi yang penuh
makna antara teks dan pembacanya
Teks sebagai komunikasi = memberikan
sesuatu untuk dipikirkan
Bagaimana membaca teks agar
sampai pada makna?




Harus tahu arti (sense)nya, yang
muncul dalam kalimat / proposisi
(Kata tidak mempunyai arti!)
Referensi / acuan (klaim-klaim
kebenaran dari kalimat)  kalimat
hendak mengatakan kebenaran
sesuatu
Makna terbentuk lewat hubungan
dialektis antara arti dan referensi
Jadi Makna adalah suatu peristiwa
Bagaimana membaca teks?



Secara liturgis, ritual 
mereaktualisasikan saat awal, ketika
nabi mengujarkannya pertama kali 
komunikasi rohanu secara horisontal
dan vertikal, pembatinan kandungan
wahyu.
Secara eksegetis (sebagaimana arRazi dalam Mafatihul-ghoib auat alTafsir al-Kabir)
Memanfaatkan temuan metodologis
yang disumbangkan ilmu
kemanusiaan dan ilmu bahasa
Metodologi Pembacaan
Linguistik Kritis  memeriksa tandatanda bahasa yang memproduksi makna
 sintaksis dan semantik.
Hubungan Kritis “the driving force
behind the text”
Memeriksa ”pencapaian dan
keterbatasan dari tafsir logikoleksikografis dan eksegesis
imajinatif” seperti uapaya ar-Razi
Analisis mitis / simbolis
Teks Qur’ani mengatakan sesuatu,
mengungkapkan suatu komunikasi,
memberikan suatu untuk dipikirkan!
Isi komunikasi inilah yang harus dicari
terus menerus.
Karenanya harus memperhatikan:
Pertama, Tanda, simbol dan mitos
Tanda = segala sesuatu yang menunjuk diluar dirinya
sendiri
Simbol = tanda yang menjadi rujukan ganda
Mitos = orang bicara tentang dirinya sendiri, makna
diungkapkan dalam struktur sedemikian rupa,
sehingga struktur itu dapat dijadikan sarana baru
untuk berbicara tentang sesuatu yang lain
Kedua, analisis mitis dan qira’ah
• Melihat ungkapan simbolis dari realitas
•
•
asli dan universal manusia
Dibutuhkan kemampuan untuk
menghubungkan berbagai unsur, kadang
bersifat meta-bahasa (Qira’ah)
Perspektif dinamik yang dibuka oleh
konsep intertektualitas menghantarkan
pada pemahaman literatur relegius yang
lebih kaya, daripada pembacaan linier
yang dituntut oleh penelitian filosofis
terhadap pengaruh leksikal, stilistik dan
pengaruh tematik.