Hadits Palsu – Hubb al

Download Report

Transcript Hadits Palsu – Hubb al

Dari Ibn ‘Abbas r.a. (dalam riwayat no. 4023), bahwa Rasulullaah SAW bersabda:
ّْ ََََْ ً ّ َ َ ُ ّ ََ َ َ َ ْ َ َ ْ ُ ْ َ َ ّ ّ َ َ َ ْ ُ ّ
‫اتقوا الحديث عني إال ما ع ِلمتم فمن ْك َذب على ْ متعمدا فلي َتبوأ‬
ّ َ ََُ َْ
ّ َ ُ َ َ ْ َ ّ ََََْ َ ْ ُْ
ْ
َ
َ
َ
َِ ‫ ومن قال ِفي القر ِآن ِب َرأ ِي ِِ فليتبوأ مقع َده ِمن الن‬،‫مقعده ِمن الن ِار‬
‫ار‬
“Janganlah kalian mengatakan suatu hadits dariku, kecuali apa yang aku ajarkan pada
kalian, karena barangsiapa berdusta atas namaku dengan sengaja maka bersiapsiaplah mengambil tempatnya di neraka dan barangsiapa berbicara tentang Al-Qur’an
berdasarkan ra’yunya (pemikirannya sendiri-pen.), maka bersiap-siaplah mengambil
tempatnya di neraka.” (HR. Ibn ‘Abbas. Hadits hasan)
Imam Abu al-A’la al-Mubarakfuri mengatakan: “Hadits hasan, dan Imam Ahmad pun
meriwayatkan hadits ini melalui jalur lainnya.”
Imam Abu al-A’la al-Mubarakfuri –penyusun kitab
Tuhfatul Ahwadzi- menjelaskan:
‫ "اتقوا الحديث" أي أحذروا روايتِ "عني" واملعنى‬:ِ‫قول‬
‫َال تحدثوا عني "إ َال ما علمتم" أي أنِ من حديثي‬
“Sabda Nabi SAW: Perhatikanlah al-hadits” yakni
perhatikanlah periwayatannya “dariku” dan
maknanya adalah janganlah kalian mengatakan
dariku “kecuali apa yang aku ajarkan pada kalian”
yakni diketahui bahwa hadits tersebut memang
dariku (Nabi SAW).”
Imam al-Shaghaniy Dalam kitab Mawdhuu’aat menyatakan:
‫األحاديث المنسوبة إلى محمد بن سرور البلخي كلها‬
‫ وأحاديث شهر بن حوشب كذلك واهلل‬.‫موضوعة‬
.)‫ (حب الوطن من اإليمان‬:‫ ومنها قولهم‬.‫أعلم‬
“Hadits-hadits yang dinisbahkan pada Muhammad bin Surur al-Bulkhiy
semuanya adalah hadits palsu, begitu pula hadits-hadits yang
diriwayatkan Syahr bin Hawsyab, wallaahu a’lam. Diantaranya
pernyataan: “Cinta tanah air adalah sebagian dari keimanan.”
Lihat: Mawdhuu’aat al-Shaghaaniy, karya Imam al-Raadhiy al-Shaghaaniy.
Imam al-Suyuthiy menyatakan:
‫ لم‬.‫حديث حب الوطن من اإليمان‬
.‫أقف عليه‬
Lihat: al-Durar al-Muntatsirah fii al-Ahaadiits al-Musytaharah karya Imam
al-Suyuthiy & Tadzkiratul Mawdhuu’aat karya al-Fataniy.
‫الجد الحثيث في بيان ما ليس بحديث (دار‬
‫الراية‪ :‬الرياض ‪ -‬الطبعة األولى ‪ ١٤١٢‬هـ ‪-‬‬
‫‪١٩٩١‬م) للعالمة الشيخ أحمد بن عبد الكريم‬
‫العامري الغزي‪:‬‬
‫حب الوطن من اإليمان (ليس بحديث)‬
‫”‪“Bukan hadits Nabi Muhammad SAW‬‬
Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albaniy mengungkapkan:
‫ و معناه غير مستقيم إذ إن‬.‫ ) و غيره‬7 ‫ كما قال الصغاني ( ص‬.‫موضوع‬
‫ كل ذلك غريزي في اإلنسان‬،‫حب الوطن كحب النفس و المال و نحوه‬
‫ أال ترى أن الناس كلهم‬، ‫ال يمدح بحبه و ال هو من لوازم اإليمان‬
‫مشتركون في هذا الحب ال فرق في ذلك بين مؤمنهم و كافرهم؟‬
“Hadits palsu, sebagaimana dinyatakan Imam al-Shaghaaniy (hlm. 7) dan
para ulama lainnya. Dan maknanya tidak benar karena cinta tanah air
seperti cinta diri, cinta harta dan yang semisalnya, semua jenis cinta ini
bersifat naluriyyah belaka, tidak ada pujian (dari Allah dan Rasul-Nya)
terhadap rasa cinta ini dan tidak termasuk konsekuensi keimanan.
Bukankah engkau melihat orang-orang bisa berserikat dalam jenis cinta
ini tidak ada perbedaan antara orang-orang yang mengaku beriman dan
orang-orang kafir di antara mereka?”
Silsilah al-Ahaadiits adh-Dha’iifah (1/110), Muhammad Nashiruddin al-Albaniy.
Ketika “Cintah tanah air” diklaim sebagai bagian dari
keimanan, maknanya sama seperti hadits shahih:
ِ
ِ َ‫اَْاُ ُشعبةٌ ِِْ ا إِْلمي‬
ِ
ِ
‫و‬
‫و‬
‫ع‬
‫ض‬
‫ب‬
‫ن‬
‫ا‬
‫مي‬
‫اْل‬
‫ان‬
‫ة‬
‫ب‬
‫ع‬
‫ش‬
‫ن‬
‫ُّو‬
‫ت‬
‫س‬
‫إ‬
ُ
َ
‫ُ إ َ َ ََ ُ إ َ إ‬
َ ٌ‫إ َ إ‬
“Iman memiliki lebih dari enam puluh cabang, dan malu
adalah bagian dari iman.” )HR. Al-Bukhari)
Padahal hal tersebut tidak boleh ditetapkan kecuali
berdasarkan hujjah syar’iyyah. Maka penetapan cabang
keimanan dengan hadits palsu jelas tertolak dan wajib
ditolak.
• Syaikh Al-Azhari asy-Syafi’i menegaskan bahwa hadits
“hubbul wathon minal iman” adalah maudhu` (palsu).
(Tahdzirul Muslimin min al-Ahadits al-Maudhu’ah ‘Ala
Sayyid al-Mursalin, Syaikh Muhammad bin al-Basyir
bin Zhafir al-Azhari asy-Syafi’i (w. 1328 H) (Beirut :
Darul Kutub al-Ilmiyah, 1999))
• Imam As-Sakhawi (w. 902 H) menegaskan
kepalsuannya dalam kitabnya Al-Maqashid al-Hasanah
fi Bayani Katsirin min al-Ahadits al-Musytaharah ‘ala
Alsinah, halaman 115.
Penilaian palsunya hadits tersebut juga dapat dirujuk
pada referensi-referensi (al-maraji’( lainnya sebagai
berikut :
• Kasyful Al-Khafa` wa Muziilu al-Ilbas, karya Imam Al‘Ajluni (w. 1162 H), Juz I hal. 423;
• Ad-Durar Al-Muntatsirah fi al-Ahadits al-Masyhurah,
karya Imam Suyuthi (w. 911 H), hal. 74;
• At-Tadzkirah fi al-Ahadits al-Musytaharah, karya Imam
Az-Zarkasyi (w. 794 H), hal. 11.
Hadits maudhu’ adalah hadits yang didustakan (al-hadits
al-makdzub), atau hadits yang sengaja diciptakan dan
dibuat-buat (al-mukhtalaq al-mashnu`) yang dinisbatkan
kepada Rasulullah SAW. Artinya, pembuat hadits
maudhu` sengaja membuat dan mengadakan-adakan
hadits yang sebenarnya tidak ada (Lihat: Syaikh al-Azhari
asy-Syafi’i, Tahdzirul Muslimin, hal. 35; Dr. Mahmud
Thahhan, Taysir Musthalah al-Hadits, hal. 89).
• Kitab Taysiir Mushthalah AlHadiits
• Syaikh Dr. Mahmud AthThahhan (Ustadz di
Kulliyyatul Hadiits –
Universitas Islam Madinah)
Dalam Qaamuus al-‘Iqaab dijelaskan:
‫ِلصق‬
‫ق‬
‫ل‬
‫ت‬
‫خم‬
‫ِصنوع‬
‫فهو‬
،‫به‬
‫االستدالل‬
‫وال‬
‫اعتباره‬
‫جيوز‬
‫ال‬
َ
َ
،‫أقره‬
‫أو‬
‫فعله‬
‫أو‬
‫قاله‬
‫مما‬
‫هو‬
‫لَس‬
‫و‬
‫وسلم‬
‫علَه‬
‫اهلل‬
‫صلى‬
‫بالنيب‬
ّ
.‫وال هو صفة َخ إلقَة أو ُخلُقَة له صلى اهلل علَه وسلم‬
“Tidak boleh mengambil simpulan hukum dan berdalil
dengannya (hadits palsu), ia dibuat secara dusta dinisbahkan
pada Nabi SAW, padahal ia bukan termasuk ucapan, perbuatan
atau persetujuan Nabi SAW, bukan pula termasuk karakter
penciptaan atau sifat Nabi SAW.”
Memang ada segolongan ulama yang berpendapat bolehnya
menggunakan hadits dha’if dalam fadhaa’il al-a’maal dan
nasihat (meski yang dikuatkan (rajih): hadits dha’if tidak boleh
dijadikan sebagai dalil apapun), namun mereka mensyaratkan
tiga hal, salah satunya sebagaimana dinyatakan Al-Hafizh Ibn
Hajar al-‘Asqalaniy:
‫ضعف غير شديد‬
ّ ‫أن يكون ال‬
“Tingkat kelemahan hadits tersebut tidak boleh lemah sekali.”
Lihat: Al-Hadiits (lil mustawaa’ al-raabi’), Jaami’ah al-Imaam
Muhammad bin Su’uud al-Islaamiyyah.
• Kitab Taysiir Mushthalah AlHadiits
• Syaikh Dr. Mahmud AthThahhan (Ustadz di
Kulliyyatul Hadiits –
Universitas Islam Madinah)
‫‪Al-Hafizh Al-Imam Al-Nawawi:‬‬
‫قال العلماء من املحدثين والفقهاء وغيرهم‪ :‬يجو َز‬
‫ويستحب العمل في الفضائل والترغيب والترهيب‬
‫بالضعيف ما لم يكن موضوعا‪ ،‬وأما األحكام كالحالل‬
‫ُ‬
‫وغير ذلك ف َال َيعمل‬
‫والحرام والبيع والنكاح والطالق َ‬
‫ن في‬
‫فيها إ َال بالحديث الصحيح أ َو الحسن إ َال أن يكو َ‬
‫احتياط في ش يء من ذلك‪ ،‬كما إذا ورد حديث ضعيف‬
‫َّ‬
‫بكراهة بعض البيوع أ َو األنكحة‪ ،‬فإن املستحب أن يتنزه‬
‫عنِ ولكن َال يجب‪.‬‬
‫‪Al-Adzkaar Al-Nawawiyyah, Al-Hafizh al-Imam al-Nawawi.‬‬
‫‪Tuhfatul Abraar bi Nukt al-Adzkaar al-Nawawiyyah, Al-Imam Jalaluddin al-Suyuthiy.‬‬
“)Sebagian) ulama dari golongan ahli hadits, ahli fikih, dan
lainnya berkata: diperbolehkan dan disukai beramal dalam
amalan-amalan fadhilah, nasihat dan peringatan dengan
hadits dha’if, selama bukan hadits palsu. Adapun hukumhukum halal - haram, jual beli, menikah, thalaq, dan lainlain, maka tidak diamalkan kecuali berdasarkan hadits
shahih atau hasan, pengecualiannya jika hadits dha’if
digunakan agar orang berhati-hati dalam hal tersebut,
misalnya jika disebutkan hadits dha’if tentang apa yang
dibenci dalam jual beli dan pernikahan. Dan disunnahkan
untuk meninggalkannya namun tidak wajib.”
Catatan Kaki dalam Kitab Al-Adzkaar Al-Nawawiyyah, AlHafizh al-Imam al-Nawawi.:
‫فمن أئمة أهل العلم من ل يرون العمل بالحديث‬
ً
‫الضعيف مطلقا كابن معين والبخاري ومسلم وابن‬
‫العربي الفقيه وابن حزم وغيرهم‬
“Dan di antara para Imam ahli ilmu yang tidak
mengadopsi pendapat beramal (menggunakan)
dengan hadits dha’iif secara mutlak adalah Imam
Ibn Ma’in, al-Bukhari, Muslim, Ibn al-’Arabiy alFaqiih, Ibn Hazm, dll.”
Dan hadits palsu adalah seburuk-buruknya jenis hadits dha’iif. Dalam
sebuah kitab kajian ilmu hadits dinyatakan:
َّ
ُ
‫عف رواته‬
ِ ‫والضعيف على مراتب متفاوتة بحسب ِشدة ض‬
َّ
ًّ
ّ
‫ وقد قسمه علماء‬،‫ والضعيف جدا‬،‫ فمنه الضعيف‬،‫وخفته‬
ِ
.‫ وشر أنواعه املوضوع‬،‫املصطلح إلى أنواع كثيرة‬
“Dan hadits dha’iif dibagi ke dalam sejumlah tingkatan yang berbedabeda berdasarkan tingkat kelemahan dan kelalaian para perawinya.
Diantaranya dikatakan lemah (dha’iif), lemah sekali (dha’iif jiddan). Dan
sungguh para ulama ahli ilmu hadits telah membaginya ke dalam banyak
jenis, dan yang paling buruk adalah hadits palsu (al-mawdhuu’).”
Lihat: al-Hadiits (lil mustawaa’ al-raabi’) (hlm. 40), Sub Bab. Hukm al‘Amal bil Hadiits al-Dha’iif, Jaami’ah al-Imaam Muhammad bin Su’uud alIslaamiyyah.
Imam Abu al-A’la al-Mubarakfuri menjelaskan:
‫"فليتبوأ مقعده من النار" أي لييهيء مكانه من النار قيل األمر‬
‫ وقيل األمر بمعنى الخبر‬،‫للتهديد والوعيد‬
“Maka
bersiap-siaplah
mengambil
tempat
kediamannya di neraka” yakni bersiap-siaplah
menduduki tempatnya kelak di neraka. Dikatakan pula
bahwa lafazh perintah ini bermakna peringatan keras
dan kecaman, dan dikatakan pula bahwa maknanya
adalah khabar.”
Referensi: Tuhfatul Ahwadzi bi Syarh Jaami’ al-Tirmidzi , Imam
Abu al-A’la al-Mubarakfuri