1. Pengkajian Puisi Puisi selalu berubah-ubah sesuai dengan evolusi selera dan perubahan konsep estetikanya (Riffaterre, 1978). Sebelum pengkajian puisi ke aspek-aspek yang lain perlu dahulu.

Download Report

Transcript 1. Pengkajian Puisi Puisi selalu berubah-ubah sesuai dengan evolusi selera dan perubahan konsep estetikanya (Riffaterre, 1978). Sebelum pengkajian puisi ke aspek-aspek yang lain perlu dahulu.

1. Pengkajian Puisi
Puisi selalu berubah-ubah sesuai dengan
evolusi selera dan perubahan konsep
estetikanya (Riffaterre, 1978).
Sebelum pengkajian puisi ke aspek-aspek yang
lain perlu dahulu puisi dikaji sebagai struktur
yang bermakna dan bernilai estetis.
Puisi itu mengekspresikan pemikiran yang
membangkitkan perasaan, yang merangsang
imajinasi panca indera dalam susunan yang
berirama.
Perbedaan pokok antara prosa dan puisi
1. Kesatuan-kesatuan korespondensi prosa
yang pokok ialah kesatuan sintaksis;
kesatuan korespondensi puisi resminya
bukan kesatuan sintaksis-kesatuan akustis
2. Di dalam puisi korespondensi dari corak
tertentu, yang terdiri dari kesatuan tertentu,
meliputi seluruh puisi dari semula sampai
akhir. Kesatuan ini disebut baris sajak.
3. Di dalam baris sajak ada periodisitas dari
mula sampai akhir.
2. Puisi Itu Karya Seni
Karya sastra disebut puitis apabila
membangkitkan persaan, menarik perhatian,
menimbulkan tanggapan yang jelas, dan
menimbulkan keharuan.
Kepuitisan dapat dicapai dengan bentuk visual:
tipografi, susunan bait; dengan bunyi:
persajakan, asonansi, aliterasi, kiasan bunyi,
lambang rasa, dan orkestrasi; dengan
pemilihan kata (diksi), bahasa kiasan, sarana
retorika, unsur-unsur ketatabahasaan, gaya
bahasa, dsb.
II. Analisis Puisi Berdasarkan
Strata Norma
Puisi merupakan karya sastra yang memiliki
struktur yang sangat kompleks yang terdiri dari
beberapa strata (lapis) norma. Masing-masing
norma menimbulkan lapis norma di bawahnya
Rene Wellek menjelaskan analisis Roman
Ingarden, seorang filsuf Polandia dalam bukunya
Das Literarische Kunstwerk ia menganalisis
norma-norma sebagai berikut:
Lapis norma pertama adalah lapis bunyi
(sound stratum).
Lanjutan
Bila orang membaca puisi, maka yang
terdengar adalah serangkaian bunyi yang
dibatasi jeda pendek, agak panjang, dan
panjang
Lapis arti (units of meaning) berupa rangkaian
fonem, suku kata, kata, frase, dan kalimat.
Semua merupakan satuan arti.
Lapis suara (sound stratum): berupa satuansatuan suara suku kata, kata, dan berangkai
merupakan seluruh bunyi (suara) sajak itu:
suara frase dan suara kalimat.
Lanjutan
Lapis bunyi
semua satuan bunyi yang
berdasarkan konvensi bahasa tertentu, di sini
bahasa Indonesia.
Lapis Arti (units of meaning)
Satuan terkecil berupa fonem.
Kata bergabung menjadi kelompok kata,
kalimat, alenia, bait, bab, dan seluruh cerita
yang merupakan satuan arti.
Lapis Ketiga berupa objek dikemukan, latar,
pelaku, dan dunia pengarang.
Dunia pengarang aadalah ceritanya, yang
merupakan dunia yang diciptakan oleh si
pengarang. Hal ini merupakan gabungan dan
jalinan antara objek-objek yang dikemukakan,
latar, pelaku, serta struktur ceritanya (alur).
Lapis Keempat adalah lapis dunia yang tak
usah dinyatakan tetapi sudah implisit tampak
dari sudut pandang tertentu, menyatakan
suasana
Lapis kelima adalah lapis metafis yang
menyebabkan pembaca berkontemlasi.
Analisis strata norma Roman Ingarden itu dapat
dikatakan hanya analisis puisi secara formal saja,
menganalisis fenomena-fenomena saja.
Analisis strata norma dimaksudkan untuk mengetahui
semua unsur (fenomena) karya sastra yang ada.)
Analisis strata norma harus ditingkatkan ke analisis
semiotik, karya sastra sebagai sistem tanda yang
bermakna.
Dengan analisis strata norma dan semiotik, karya
sastra (puisi) akan dapat didapatkan makna
sepenuhnya dan dapat dipahami sebagai karya seni
yang bernilai puitis (estetis), yaitu dengan mengingat
fungsi estetik setiap fenomena atau unsur-unsur karya
sastra (puisi)
III. BUNYI
Dalam puisi bunyi bersifat estetik, merupakan unsur
puisi untuk mendapatkan keindahan dan tenaga
ekspresif. Bunyi bertugas memperdalam ucapan,
menimbulkan rasa, menimbulkan bayangan angan
secara jelas, menimbulkan suasana khusus dsb.
Pentingnya peranan bunyi dalam kesusastraan ,
sehingga dalam bunyi pernah menjadi unsur
kepuitisan yang utama dalam sastra romantik.
Menurut teori simbolisme (Slametmuljana, 1956: 57)
tiap kata menimbulkan asosiasi dan menciptakan
tanggapan di luar arti yang sebenarnya. Hal itu
dapat diusahakan dengan gaya bahasa. Kenyataan
sebenarnya tidak dapat ditangkap dengan panca
indera
Menurut teori simbolisme tugas puisi
adalah mendekati kenyataan ini, dengan
cara tak usah memikirkan arti katanya,
tidak perlu memikirkan arti katanya,
melainkan mengutamakan suara, lagu,
irama, dan rasa timbul karenanya dan
tanggapan-tanggapan yang mungkin
dibangkitkannya. Dengan begitu
kesusastraan telah kemasukan aliran seni
musik (Slametmuljana, 1956:59)
Dalam sajak penyair simbolis kebanyakan karena
mementingkan suara, irama, maka kata-katanya
sudah melepaskan tugasnya sebagai tanda yang
mewakili pengertian (Slametmuljana, 1956:60)
karena dalam puisi pengertian tidak lagi
diutamakan
Di Indonesia simbolisme tidak dianut secara
nyata, hanya unsur-unsur memntingkan bunyi
dan lambang-lambang atau simbolik-simbolik
dipergunakan oleh para penyair dalam sajaksajaknya.
Dalam puisi bunyi dipergunakan sebagai
orkestrasi, ialah untuk menimbulkan bunyi musik.
Dari bunyi musik murni ini dapatlah mengalir
perasaan, imaji-imaji dalam pikiran atau
pengalaman-pengalaman jiwa pendengarnya.
Kombinasi bunyi yang merdu itu biasanya
disebut efoni (euphony), bunyi indah.
Kombinasi bunyi vokal (asonansi): a, e, I, o, u,
bnyi bersuara (voiced): b, d, g, j, bunyi liquida: r, l
dan bunyi sengau: m, n, ng, ny menimbulkan
buyi merdu dan berirama (efoni).
Dalam puisi bunyi kata itu di samping tugasnya
yang pertama sebagai simbol arti dan juga untuk
orkestrasi, digunakan juga sebagai:
1. Peniru bunyi atau anomatope
2. Lambang suara (klanksymboliek), dan
3. Kiasan suara (klankmetaphoor)
(Slametmuljana, 1956:61)
Dalam sajak yang paling banyak digunakan adalah
lambang.
Lambang rasa dihubungkan dengan suasana hati
(Slametmuljana, 1956:72)
Unsur kepuitisan bunyi lai adalah sajak
Sajak
pola estetika bahasa yang
berdasarkan ulangan suara yang diusahakan
dan dialami dengan kesadaran, sajak tidak
hanya untuk hiasan, tetapi untuk
mempertinggi mutu bila mempunyai daya
evokasi, yaitu daya kuat untuk menimbulkan
pengertian
Macam sajak (rima) yang banyak digunakan
sebagi unsur kepuitisan adalah saja ahir, saja
dalam, sajak tengah, aliterasi, dan asonansi.
Asonansi dan aliterasi berungsi untuk
memperdalam rasa, selain untuk orkestrasi
dan memperlancar ucapan.
Sajak memberikan dan memperkuat
kepuitisan bila mengandung hakikat ekspresi
dan daya evokasi.
IV IRAMA
Bunyi-bunyi yang berulang, pergantian yang
teratur, dan variasi-variasi bunyi menimbulkan
suau gerak yang hidup, seperti gercik air yang
mengalir turun tak putus-putus. Gerak yang
teratur yang disebut irana
Irama dalam bahasa asing rhythm (Ing), rythme
(Pr) berasal dari kata Yunani reo, yang berarti
riak air. Gerakan tersebut adalah gerakan yang
teratur, terus menerus tidak putus-pputus.
Barang kali gerak yang teratur disebut re,
menjadi ritmos rhythmus (L), kemudian menjadi
rhythm, rhythme, rite (Ind)
Irama adalah pergantian turun naik, panjang
pendek, keras lembut ucapan bunyi bahasa
dengan teratur.
Irama dapat dibagi menjadi dua metrum dan ritme.
Metrum adalah irama yang tetap,artinya
pergantiannya sudah tetap menurut pola tertentu.
Dalam kesusatraan Jawa Kno, kakawin kita kenal
kaki sajaknya terdiri dari kombinasi data macam
suku yang panjangnya atau berat disebut guru,
sedang suku kata yang bertekanan ringan atau
pendek disebut laghu
Puisi yang merdu bunyinya dikatakan melodius:
berlagu seolah-olah seoerti nyanyian yang
mempunyai melodi
Melodi adalah paduan susunan deret suara yang
teratur berirama (Kusbini, 1953: 2)
Perbedaan melodi dengan puisi adalah terletak
pada macam bunyi (nada) yang terdapat pada
sajak itu tak seberapa banyaknya dan intervalnya
(jarak nada) juga terbatas.
Dalam berdeklamasi, irama puisi ini dapt tercipta
dengan tekanan-tekanan, jeda. Deklamator/tris
haus memperhatikan irama puisi itu sebab tiap
puisi membawa iramanya sendiri-sendiri.
Dalam berdeklamasi irama dan ketepatan ekspresi
didapatkan dengan mempergunakan tekanan
dinamik, tekanan nada, dan tekanan tempo pada
kata
Tekanan dinamik: tekanan pada kata terpenting,
menjadi sari kalimat dan bait sajak
Tekanan nada ialah tekanan tinggi (rendah)
Tekanan tempo: lambat cepatnya pengucapan
suku kata atau kata (atau kalimat).
Dalam berdeklamasi perlu diperhatikan dksi, yaitu
cara mengucapkan sajak atau teknik
pengucapannya supaya tepat.
V. KATA
Di antara arti denotatif dan konotatif,
perbendaharaan kata (kosa kata,
pemilihan kata (diksi), bahasa kiasan,
citraan, sarana retorika, faktor
ketatabahasaan, dan hal-hal yang
berhubungan dengan struktur kata-kata
atau kalimat puis, yang semua itu
dipergunakan oleh penyair untuk
melahirkan pengalaman jiwanya dalam
sajak-sajak.
1. Kosa kata
Alat untuk menyampaikan perasaan dan
pikiran sastrawan adalah bahasa.
Bahasa atau kata yang kuna, yang sudah
mati, yang tidak dimengerti oleh masyarakat
bila digunakan oleh sastrawan dapat
menyebabkan sajaknya menjadi mati, tak
berjiwa.
penggunaan kata-kata bahasa sehari-hari
dapat memberi efek gaya yang realistis,
sedang penggunaan bahasa/kata-kata nan
indah dapat membeeri efek romantis.
2. Pemilihan Kata
Brfiel mengemukakan bahwa bila kata –kata
dipilh dan disusun dengan cara yang
sedemikian rupa sehingga artinya
menimbulkan imajinasi estetik, maka hasilnya
disebut diksi puitis (1952: 41)
Diksi digunakan untuk mendapatkan
kepuitisan dan nilai estetik.
3. Denotasi dan Konotasi
Termasuk pembicaraan diksi ialah tentang
denotasi dan konotasi.
Denotasi artinya yang menunjuk dan konotasi
artinya tambahannya.
Denotasi sebuah kata adalah definisi
kamusnya, yaitu pengertian yang menunjuk
benda atau hal yang diberi nam adengan kata
itu, disebutkan atau diceritakan (Altenbernd)
Konotasi adalah kumpulan asosiasi-asosiasi
perasaan yang terkumpul dalam sebuah kata
diperoleh dari setting yang dilukiskan
4. Bahasa Kiasan
Bahasa kiasan (figurative language)
mengiaskan atau mempersamakan sesuatu
hal dengan ha lain supaya gambaran menjadi
jelas, lebih menarik, dan hidup.
Macam-macam bahasa kiasan mempunyai
sesuatu hal (sifat) yang umum, yang bahasa
kiasan tersebut mempertalikan sesuatu
dengan cara menghubungkan dengan sesuatu
yang lain.
Jenis Kiasan
a. Perbandingan (simile)
b. Metafora
c. Perumpamaan epos (epic smile)
d. Personifikasi
e. Metonimi
f. Sinekdoki (synecdoche)
g. allegori
Jenis Kiasan
a. Perbandingan (simile) atau perumpamaan
atau smile, ialah bahasa kiasan yang
menyamakan satu hal dengan hal lain
dengan mempergunakan kata-kata
pembanding seperti; bagai, sebagai, bak,
seperti dan lain-lain
b. Metafora ini bahasa kiasan spereti
perbandingan, hanya tidak
mempergunakan kata-kata pembanding,
seperti bagai, laksasana, dsb.
c. Perumpamaan epos (epic smile) ialah
perbandingan yang dilanjutkan, atau
diperpanjang, yaitu dibentuk dengan cara
melanjutkan sifat-sifat pembandingnya lebih
lanjut dalam kalimat-kalimat aau frase yang
berturut-turut
d. Allegori adalah cerita kiasan ataupun
lukisan kiasan
e. Personifikasi, kiasan ini mempersamakan
benda denga manusia, benda-benda mati
dibuat dapat berbuat, berpikir, dan sebagainya
seperti manusia.
f. Metonimia
Disebut kiasan pengganti nama. Bahasa ini
berupa penggunaan sebuah atribut sebuah
objek atau penggunaan sesuatu yang dekat
berhubungan dengannya untuk menggantikan
objek tersebut (Altenbernd, 1970:21)
g. Sinekdoki (synecdoche)
Adalah bahasa kiasan yang menyebutkan
suatu bagian yang penting suatu benda (hal)
untuk benda atau hal itu sendiri.
1. Pars pro toto: sebagian untuk keseluruhan
2. Totum pro parte: keseluruhan untuk sebagian.
5. Citraan (Gambaran-gambaran Angan)
gambar-gambar dalam pikiran dan
bahasa yang menggambarkannya (Altern,
berd, 1970: 12), sedang setiap gambar pikiran
disebut citra atau imaji (image). Gambaran
pikiran ini adalah sebuah efek dalam pikiran
yang sangat menyerupai (gambaran) yang
dihsilkan oleh mata, saraf penglihatan, dan
daerah-daerah otak yang berhubungan (yang
bersangkutan).
Citraan biasanya lebih mengingatkan kembali
daripada membuat baru kesan pikiran,
sehingga pembaca terlibat dalam kreasi puitis.
Jenis-jenis Imaji
Gambaran-gambaran angan itu ada bermacammacam, dihasilkan oleh indera penglihatan,
pendengaran, perabaan, pencecapan, dan
penciuman.
Citraan yang timbul oleh pengihatan disebut citra
penglihatan (visual amagery), yang ditimbulkan
oleh pendengaran (auditory iamgery) dsb.
Citra penglihatan adalah jenis yang paling sering
dipergunakan oleh penyair dibandingkan dengan
citraan yang lain
Citraan pendengaran juga sering digunakan
penyair, dengan menguraikan bunyi suara.
Ada juga citraan gerak (movement imagery) atau
kinaesthetic imagery). Imagery ini
menggambarkan sesuatu yang sesungguhnya
tidak bergerak, tetapi dilukiskan sebagai
bergerak, ataupun gambaran gambaran gerak
pada umumnya
Altenbernd (1970: 14) mengemukakan bahwa
citraan adalah satu alat kepuitisan yang terutama
yang dengan itu kesustraan mencapi sifat-sifat
konkret, khusus, mengharukan, dan menyaran.
6. Gaya Bahasa dan Sarana Retorika
susunan perkatakaan yang terjadi karena
perasaan yang timbul atau hidup dalam hati
pnulis, yang enimbulkan suatu perasaan tertentu
dalam hati pembaca, begitu kata slametmuljana
(Tt: 20).
Gaya bahasa menghidupkan kalimat dan
memberi gerak pad akallimat.
Gaya bahasa merupakan cap seorang
pengarang. Gaya itu merupakan idiosyncracy
(keistimewaan, kekhususan) seorang penulis kata
Middleton Mury, begitu juga kata Buffon gaya itu
adalah orangnya sendiri.
Sarana retorika
sarana kepuitisan yang berupa muslihat pikiran.
Dengan itu penayair berusaha menarik perhatian,
pikiran hingga pembaca berkontemplasi atas apa
yang dikemukakan penyair.
Sarana retorika dapat menimbulkan ketegangan
puitis karena pembaca harus memikirkan efek
apa yang itimbulkan dan dimaksudkan oleh
penyairnya.
Sarana retorika yang biaanya dominan adalah
tautologi, plenasme, keseimbangan,
retorikretisensi, paralelisme, dan penjumlahan
(enumerasi).
 Tautologi adalah sarana retorika yang menyatakan
hal atau keadaan dua kali: maksudnya supaya arti
kata atau keadaan itu lebih mendalam bagi
pembaca atau pendengar.
 Pleonasme (keterangan berulang) adalah sarana
retorika yang sepintas lalu seperti tautologi, tetapi
kata yang kedua sebenarnya telah tersimpul dalam
kata yang pertama. Dengan demikian sifat yang
dimaksudkan lebih terang.
 Enumerasi adalah sarana retorika yang berupa
pemecahan suatu hal atau keadaan menjadi
beberapa bagian dengan tujuan agar hal atau
keadaan itu lebih jelas dan nyata bagi pembaca
atau pendenagr (Slametmuljana dalam Djoko
Pradopo, 2009: 96)
 Paralelisme adalah mengulang isi kaliamat yang
maksud dan tujuannya serupa.
 Retorik retisense sarana ini mempergunakan titiktitik banyak untuk mengganti perasaan yang tak
terungkap. Penyair romantik banyak
mempergunakan sarana retorika ini, lebih-lebih
sajak romantik remaja banyak menggunakannya.
 Hiperbola adalah sarana yang melebih-lebihkan
satu hal atau keadaan.
 Paradoks adalah sarana retorika yang
menyatakan sesuatu yang berlawanan, tetapi
sebetulnya tidak bila sungguh-sungguh dipikir dan
dirasakan.
7. Faktor Ketatabahasaan
Penggunaan bahasa seseorang (parole) merupakan
penerapan sistem bahasa (language) yang ada
(Culler, 1997: 8), danpenggunaan bahasa
penyairsekaligus penerapan konvensi puisi yang
ada.
7.1 Faktor Ketatabahasaan Chairil Anwar
- Pemendekan Kata
untuk kelancaran ucapan, untuk mendapatkan irama
yang menyebabkan liris. Misalnya: “kan” dari “akan”
- Penghilangan Imbuhan
- Untuk memperlancar ucapan, membuat berirama.
Misalnya: : “berbicara” jadi “bicara”
- Penyimpangan Struktur Sintaksis
Untuk mendapatkan irama yang liris, kepadatan, dan
ekpresivitas para penyair sering membuat
penyimpangan-penyimpangan dari struktur sintaksis
yang normatif. Misalnya “Rumah besar atau rumah ini,
rumah itu.
7.2 Faktor Ketatabahasaan Sutardji
- Penghapusan Tanda Baca
- Penghapusan tanda baca yang dilakukan dengan
sengaja yang efeknya memberikan kegandaan tafsir
ataupun efek stream of conscousnes arus pikiran yang
mengalir tak terkendalikan dari bawah sadar. Misal
dalam kalimat yang panjang tanpa ada koma, baru
pada akhir kalimat yang sangat panjang ditutup dengan
tanda baca.
- Penggabungan Dua Kata ata Lebih
Adalah penggabungan dua kata atau lebih
menjadi satu gabungan hingga seolah-olah
sudah menjadi satu kata, menjadi satu
pengertian tak terpisahkan. Misalkan
lekukbungkalanlobangmu, lukakitaku
- Penghilangan Imbuhan
Menghilangkan imbuhan baik awalan, akhiran,
ataupun awalan dan akhiran. Misalnya “saling
gigitan yang mestinya saling bergigitan.
- Pemutusan Kata
Kata diputus-putus menjadi suku kata atau dibalik
suku katanya, dengan cara yang demikian itu,
menjadi menarik perhatian dan artinya berubah
atauun hilang artinya.
Pembentukan Jenis Kata
- Sutardji membentuk kata-kata benda atau kata
kerja langsung menjadi kata keadaan atau kata
sifat dengan mengawalinya kata yang atau yang
paling. Misal sipa tanah yang paling pijak
I. ANALISIS STRUKTURAL SEMIOTIK
Dengan dianalisis secara menyeluruh dan
kaitannya yang erat, maka makna sajak dapat
ditangkap dan dipahami secara seutuhnya.
Norma-norama puisi atau unsur-unsur sajak
berjalinan secara erat atau koherensi secara
padu.untuk memahami makna secara utuh
perlu sajak dianalisis secara struktural.
analisis struktulah analisis yang melihat
bahwa unsur-unsur struktur sajak itu saling
berhubungan erat, saling menentukan artinya.
1. Analisis Struktural
Kesatuan unsur-unsur dalam sastra bukan
hanya berupa kumpulan atau tumpukan hal-hal
atau benda-benda yang berdiri sendiri-sendiri,
melainkan hal-hal itu saling terkait, saling
berkaitan dan saling bergantung.
Dalam pengertian struktur (Piaget dalam Djoko
Pradopo, 2009: 119) terlihat adanya rangkaian
kesatuan yang meliputi tiga dasar, yaitu ide
kesatuan, ide transformasi, dan ide pengaturan
dri sendiri (self-regulation).
Struktur itu merupakan keseluruhan yang bulat
yaitu bagian yang membentuknya tidak dapat
berdiri sendiri di luar struktur itu.
Kedua struktur berisi gagasan tranformasi dalam
arti bahwa struktur itu tidak statis
Struktur itu mampu melakukan prosedur-prosedur
transformasional, dalam arti bahan-bahan baru
diproses dengan prosedur.
Analisis struktural sajak adalah analisis sajak ke
dalam unsur-unsurnya dan fungsinya dalam
struktur sajak dan penguraian bahwa setiap unsir
itu mempunyai makna hanya dalam kaitannya
dengan unsur-unsur lainnya, bahkan berdasar
tempat dalam struktur.
2. Analisis Semiotik
Menganalisis sajak bertujuan memahami makna
sajak.
Menganalisis sajak adalah usaha menangkap
dan memberi makna kepada teks sajak.
Karya sastra itu merupakan struktur yang
bermakna
Karya sastra merupakan sistem tanda yang
mempunyai makna yang mempergunakan
medium bahasa.
Bahasa sebagai medium karya sastra sudah
merupakan sistem semiotik atau ketandaan, yaitu
sistem ketandaan yang mempunyai arti.
Lambang-lambang atau tanda-tanda kebahasaan
itu berupa satuan-satuan bunyi yang mempunyai
arti oleh konvensi masyarakat.
Bahasa itu merupakan sistem ketandaan yang
berdasarkan atau ditentukan oleh konvensi
(perjanjian) masyarakat.
Sistem ketandaan itu disebut semiotik
Dalam pengertian tanda ada dua prinsip, yaitu
penanda (signifer) atau yang menandai yang
merupakan arti tanda.
Ada tiga jenis tanda yang pokok, yaitu ikon,
indeks, dan simbol.
 ikon adalah tanda hubungan antara penanda
dan pertandanya bersifat persamaan bentuk
alamiah, misalnya potret orang menandai orang
yang dipoteret (berarti orang yang dipotret),
gambar kuda itu menandai kuda yang nyata.
Indeks adalah tanda yang menunjukkan adanya
hubungan alamiah antara tanda dan pertanda
yang bersifat kausal atau hubungan sebabakibat. Misalnya asap itu menandai api.
Simbol itu tnada yang tidak mnunjukkan
hubungan alamiah antara penanda dan
petandanya. Hubungan antaranya bersifat
arbitrer atau semaunya, hubungannya
berdasarkan konvensi (perjanjian) masyarakat
 dalam semiotik arti bahasa sebagai sistem
tanda tingkat pertama itu disebut meaning (arti).
Karya sastra itu juga merupakan sistem tanda
yang berdasarkan konvensi masyarakat
(sastra).
Jadi arti sastra merupakan arti dari arti
(meaning of meaning). Untuk membedakan dari
arti bahasa arti sastra itu disebt makna
(significance).
Sastra bersifat semiotik adalah usaha
menganalisis karya sastra, di sini sajak
khususnya, sebagai suatu sistem tanda-tanda
dan sistem tanda-tanda dan menentukan
konvensi-konvensi apa yang memungkinkan
karya sastra mempunyai makna.
Satuan-satuan berfungsi sastra adalah alur,
setting, penokohan, satuan-satuan bunyi,
kelompok kata, kalimat (gaya bahasa), satuan
visual seperti tipografi, enjambement, satuan
baris (bait), dan sebagainya
3. Latar Belakang Sejarah dan Sosial Budaya
Sastra
Menurut teori strukturalisme murni, karya sastra
haruslah dianalisis struktur instrinsiknya saja.
Analisis struktural murni tidak menghubungkan
unsur-unsur struktur dengan sesuatu yang berda
di luar strukturnya karena makna setiap unsur
karya sastra itu hanya ditentukan oleh jalinannya
dengan unsur lainnya dalam struktur itu sendiri.
Sebuah karya sastra tidak lahir dalam
kekosongan karya sastra, tidak lepas dari
hubungan dengan karya-karya sebelumnya.
Jadi analisis struktural murni mempunyai
keberatan-keberatan, yaitu diantaranya
mengasingkan karya sastra dari kerangka
kesejahrahannya dan latar belakang sosial
budayanya.
Untuk mendapatkan makna sajak secara
sepenuhnya, maka analisis sajak tidak dapat
dilepaskan dari kerangka sejarah sastranya.
Jadi untuk mendapatkan makna teks yang
sepenuhnya, latar belakang sosial-budaya dalam
karya sastra (sajak) yang dianalisis haruslah
diberi pertimbangan
II. ANALISIS STRUKTURAL DAN
SEMIOTIK SAJAK-SAJAK AMIR HAMZAH
Strukturalisme paling tuntas dilaksanakan bila
yang dianalisis adalah sajak yang merupakan
keseluruhan, yang unsur-unsur atau bagianbagiannya saling erat berjalinan (Hawkes, 1978:
18)
Sajak merupakan kesatuan yang utuh/bulat
1. Padamu Jua
Sajak ini merupakan monolog si aku kepada
kekasihnya.
 Tuhan dalam sajak ini diantropomorfkan
diwujudkan sebagai manusi, dikiaskan sebagai
dara, sebagai kekasih, adalah salah satu cara
untuk membuat pathos, yaitu menimbulkan
simpati dan empati kepada pembaca hingga is
bersatu mesra dengan obyeknya (Budi Darma,
1982: 112)
 Penggunaan citraan gerak pada Segala
cintaku hilang terbang/ pulang kembali aku
padamu/seperti dahulu: gerak itu ditandai
dengan bunyi konsonan 1 diperkuat bunyir,
seolah tampak gerak burung terbang yang
mengiiaskan cinta yang hilang.
 Penggunaan citra rabaan dan penglihatan
yang merangsang indera dipergunakan dalam:
Aku manusia/Rindu rasa/ Rindu rupa (bait 4).
Untuk merangsang pendengaran
dipergunakan citra pendengaran
suara sayupnya kata merangkai hati
2. Barangkali
Ide percintaan tersebt secara semiotik sesuai
dengan pilihan-pilihan kata-katanya yang
menimbulkan suasana romantis.
Secara semiotik yang mempelajari sistemsistem, aturan-aturan, dan konvensi-konvensi
yang memungkinkan bahasa sebagai tanda
mempunyai arti (Preminger, 1974:980), pilihan
kata-kkatanya dalam sajak ini menandai
suasana percintaan yang romantis, sesuai
dengan khayalan si aku tentang kekasihnya.
3. Hanya Satu
Dalam sajak hanya satu digambarkan betapa
hebat kekuasaan Tuhan. Ia menurunkan hujan
lebat dan membangkitkan badai untuk
menenggelamkan bumi serta merusak,
menghancurkan taman dunia yang indah.
4. Tetapi Aku
Dalam sajak “Tetapi Aku” dikemukakan oleh si
aku bahwa tiba-tiba ia sekejap ditemui Tuhan,
tetapi si aku tiada merasa, tiada sadar akan hal
itu, meskipun mutiara-jiwa si aku telah lama
dicari-carinya
5. Sebab Dikau
Dalam sajak si aku senang atau kasih akan
hidup karena gadisnya, menyebabkan semua
harapan menjadi mekar, terbuka, sebagai
kuntum bunga yang mekar, membuka
kelopaknya
Citra-citra yang menunjukkan bahwa hidup ini
hanya sebagai permainan wayang: Hidup
seperti mimpi, laku lakon di layar terkelar, aku
pemimpi lagi penari: di datar layar, wayang
warna menayang rasa, dst.
Adanya kesatuan citraan tersebut menyebabkan
kejelasan dan kekonkretan tanggapan.
6. Turun Kembali
Dalam sajak dikemukakan ide bahwa manusia
itu tidak bersatu dengan Tuhan.
Manusia itu hamba, sedangkan Tuhan itu
penghulu, maharaja.
Manusia hidup di bawah lindungan Tuhan, dan
dapat senang berkat karunia Tuhan
Ide ini merupakan sanggahan terhadap
pendapat kaum sufi.
7. Insyaf
Dalam sajak dikemukakan bahwa si aku seperti
buntu karena semua permintaan dan
pertanyaan tidak di jawab oleh Tuhan.tetapi
kemudian si aku merasa salah arah hingga
hancur segala harapn. Si aku kemudian insaf
akan kedurhakaannya terhadap Tuhan.
8. Astana Rela
Pokok pikiran sajak ini adah tiadalah mengapa
si aku dengan kekasihnya tidak berjumpa di
dunia sebab si aku yakin bahwa nanti mereka
akan bersua di sorga.
III. ANALISIS STRUKTURAL DAN SEMIOTIK
SAJAK-SAJAK CHAIRIL ANWAR
Proses analisis dan parafase sajak-sajak Chairil
Anwar adalah seperti analisis dan parafase Amir
Hamzah sebagai berikut:
1. Aku
Secara struktural dengan melihat hubungan
antar unsur-unsur dan keseluruhannya, juga
berdasarkan kiasan-kiasan yang terdapat di
dalamnya, maka dapat ditafsirkan bahwa dalam
sajak ini dikemukakan ide kepribadian bahwa
orang itu harus bertanggung jawab terhadap
dirinya sendiri
2. Selamat Tinggal
Sajak ini merupakan intropeksi kepada dirinya
sendiri
Dalam sajak ini merupakan penggalian masalah
pribadi dan kesadaran kepada kejelekan dan
kekurangan diri manusia sebagi pribadi. Di
samping itu, si aku mengemukakan bahwa
dalam diri manusia itu banyak sekali persoalan
yang dihadapi, yang semua itu tidak disadari..
3. Doa
Dalam Sajak ini tampak Chairil Anwar
menyatakan suatu pengertian itu dengan cara
yang tak langsung, dengan kiasan, dan
gambaran-gambaran yang artinya membias,
yaitu arti katanya terurai, seperti halnya cahaaya
masuk prisma terurai menjaid warna pelangi.
Makna kata menjadi warna pelangi makna: aku
hilanng bentuk/ remuk aku mengembara, hal itu
disebut bergaya prismatis atau sajk prismatis
4. Kepada Peminta-minta
Mengenai arti kata peminta-minta, kata ni dapt
berarti peminta-minta dalam arti harfiah, arti
kamusnya, yaitu orang yang memeinta sedekah
atau pengemis. Melihat pengemis itu si aku
merasa berdosa karena ia turut menyia-nyiakan
nasib si peminta-minta itu, tak mau
memperjuangkan nasibnya.
5. Sajak Putih
Sajak ini merupakan kiasan suara hati si
penyair, suara hati si aku.putih mengiaskan
ketulusan, kejujuran, atau keikhlasan.
6. Sebuah Kamar
Puisi itu menyatakan pengertian secara tidak
langsung (Riffaterre, 1978:10 yaitu menyatakan
sesuatu hal yang berarti yang lain,
ketidaklangsungan itu diantaranya karena
penggunaan bahasa kiasan merupakan
penukaran arti atau displacing
Dalam sajak ini penyair mengemukakan sebuah
ironi kehidupan di Indonesia, yaitu pertama
orang luar itu selalu ingin mengetahui rahasia
orang lain, mencampuri urusan orang lain.
Ironi kehidupan tersebut dinyatakan dengan
bahasa yang ironik-hiperbolik, yaitu sindiran
yang dilebih-lebihkan. Ironi itu dinyatakan
dengan pertentangan keadaan danparadoks.
7. Catetan Th 1946
Dalam sajak ini penyair mengemukakan abstrak
dipergunakan bahsa-bahasa kiasan dan citraan
untuk megkonkretkan tanggapan dan menarik
karena memberikan gambaran yang jelas dan
pars pro toto yaitu tangan untuk menyatakan
aku.
8. Cerita buat Dien Tamaela
Yang paling menonjol dalam sajak ini adalah
ulangan-ulangan, baik ulangan kata, kalimat,
maupun bait. Ulangan itu diantaranya berupa
paralellisme, yaitu penjajaran kalimat-kalimat
yang artinya sama/hampir sama dengan
mengganti sebagian katanya
9. Tuti Artic
Dalam sajak ini mengemukakan pokok pikiran
bahwa orang itu tidak dapat mengetahui apa
yang terjadi antara kebahagiaan sekarang dan
nanti. Ketidaktahuan digambarkan sebagai
jurang yang ternganga.
Sajak ini berbentuk soneta dengan persajakan
akhir yang rapi: a b a b:a c a c:e d d
IV KETIDAKLANGSUNGAN EKSPRESI PUISI
 Analisis struktural yang digabungkan dengan
semiotik disebut strukturalisme dinamik (Teeuw,
1983:62).
 Sastra merupakan sistem tanda sebelum
dipergunakan dalam bahasa yang sudah merupakan
sistem tanda sebelum dipergunakan dalam sastra.
 Dipandang dari sudut sastra bahasa
sistem
tanda tingkat kedua. Bahasa adalah tanda/simbol
yang mempunyai arti dan kohesi sendiri
 Kohesi tambahan dalam sastra yaitu bahasa kiasan,
persajakan, pembagian bait, persajakan juga
peloncatan baris dan tipografi (susunan tulisan)
Ketidaklangsungan pernyataan puisi menurut
Riffaterre (1978:2) disebabkan oleh tiga hal:
1. Penggantian Arti
Pada umumnya kata-kata kiasan menggantikan arti
sesuatu yang lain, lebih-lebih metafora dan metonimi
(Riffaterre: 1978:2). Dalam penggantian arti ini suatu
kata (kiasan) berarti yang lain, tidak menurut arti
sesungguhnya.
2. Penyimpangan arti
Dikemukakan Riffaterre (1978:2) penyimpangan arti
terjadi bila dalam sajak ada mabiguitas, kontradiksi,
ataupun nonsense.
3. Penciptaan Arti
Terjadi penciptaan arti (Riffaterre: 1978:2) bila
ruang teks (spasi teks) berlaku sebagi prinsip
pengorganisasian untuk membuat tanda-tanda
keluar dari hal-hal ketatabahasaan yang
sesungguhnya secara linguistik tidak ada
artinya, misalnya simitri, rima, enjebement
(peloncatan baris) atau ekuivalensi-ekuivalensi
makna (semantik) di antara persamaanpersamaan posisi dalam bait.
V HUBUNGAN INTERTEKTUAL
Untuk mendapatkan makna sepenuhnya sebuah
sajak, selain sajak harus diinsafi ciri khasnya sebagai
tanda (sign), tidak boleh pula dilupakan hubungan
kesejarahannya.
Karya sastra menghendaki adanya kebaruan, namun
tentu tidak baru sama sekali sebab bila sama sekali
menyimpang dari konvensi, maka ciptaan itu akan
tidak dikenal atau tidak dapat dimengerti oleh
masyarakatnya.
konvensi sastra yang disimpangi dapat berupa
konvensi bentuk formalnya atau isi pikiran, masalah,
dan tema yang terkandung di dalamnya.
Aturan pantun yang ketat yang telah menjadi
konvensi itu yang utama adalah:
Tiap baris terdiri 4 baris
Baris pertama dan kedua merupakan sampiran,
baris ketiga dan keempat isi
Sajak akhirnya berpola abab,
Tiap baris terdiri atas dua periodus terdiri atas dua
kata
Aturan syair yang utama adalah:
Tiap baris terdiri 4 baris
keempat baris itu mengandung isi
Syair untuk menguraikan cerita hingga biasanya
tidak cukup hanya satu bait
Pola sajak a a a a
Tiap baris terdiri atas dua periodus terdiri atas dua
kata
Akan tetapi para penyair pujangga baru menentang
aturan dan kohesi tersebut
Dalam kesusastraan Indonesia hubungan intertektual
antara suatu karya sastra dengan karya lain, baik
antara karya sezaman maupun zaman sebelum
terjadi.
1. Hubungan Intertektual Sajak Kusangka dengan
penerimaan
Tiap baris terdiri 4 baris
keempat baris itu mengandung isi
Syair untuk menguraikan cerita hingga biasanya
tidak cukup hanya satu bait
Pola sajak a a a a
Tiap baris terdiri atas dua periodus terdiri atas dua
kata