PKU – Analisis struktural dan semiotik puisi

Download Report

Transcript PKU – Analisis struktural dan semiotik puisi

Pengantar Kesusastraan Umum
Puisi
Analisis Puisi




Makna di dalam sajak (puisi) ditentukan dari
koherensi unsur-unsurnya.
Analisis yang melihat bahwa unsur-unsur
struktur sajak saling berhubungan erat, saling
menentukan artinya  analisis struktural
Analisis yang melihat struktur tanda-tanda
yang bermakna dan bersistem  analisis
semiotik
Analisis dgn melihat hubungan antar teksnya
dengan sajak2 yg terbit sebelumnya, yg
menunjukkan adanya hubungan antar teks 
analisis intertekstual
Analisis Struktural
Sajak adalah sebuah struktur. Terdiri dari
susunan unsur yg bersistem, yg antar
unsunya terjadi hubungan yg timbal-balik,
saling menentukan
 3 ide dasar dalam struktur:

◦ Ide kesatuan
struktur merupakan kesatuan yang bulat,
bagian yg menyusunnya tidak dapat berdiri
sendiri di luar struktur
◦ Ide transformasi
Struktur mampu melakukan prosedur
transformasional
misal: Ia memetik bunga
S
P
O
 Saya (Siman, Tuti, Tini) memetik bunga
◦ Ide pengaturan diri sendiri
Struktur tidak membutuhkan bantuan dari
luar utk mensahkan prosedur transformasinya.
Tiap unsur mempunyai fungsi tertentu
berdasarkan aturan dlm struktur itu dan
mempunyai fungsi tertentu berdasarkan
letaknya dalam struktur.

Analisis struktur sajak
 Analisis sajak ke dalam unsur-unsurnya dan
fungsinya dalam struktur sajak & penguraian
bahwa tiap unsur mempunyai makna hanya
dalam kaitannya dengan unsur lainnya, bahkan
juga berdasarkan letaknya dalam struktur
Analisis Semiotik
Bahasa sebagai medium karya sastra
merupakan sistem semiotik/ketandaan
(ketandaan yg mempunyai arti)
 Lambang2/tanda2 kebahasaan itu berupa
satuan2 bunyi yg mempunyai arti dlm
konvensi masyarakat.
 Sistem tanda: semiotik
 Ilmu yg mempelajari sistem tanda:
semiologi


Tanda dalam semiotik:
◦ Penanda (signifier)/yang menandai
Bentuk tanda
contoh: rambu jalan S yang disilang
◦ Petanda (signified)/yang ditandai
Arti tanda
contoh: arti dari rambu S yang disilang adalah
dilarang berhenti

3 jenis tanda (berdasar hubungan penanda
dan pertanda)
◦ Ikon: tanda hubungan antara penanda &
pertanda bersifat persamaan bentuk yg
alamiah. Merupakan imitasi dari bentuk aslinya.
contoh: potret orang yg menandai orang yg
dipotret
◦ Indeks: tanda yg menunjukkan hubungan
alamiah antara penanda & petanda yg
berhubungan kausal
contoh: asap menandakan api
◦ Simbol: tanda yg tidak menunjukkan hubungan
alamiah antara penanda & petanda. Didasarkan
pada konvensi yg ada di masyarakat.
contoh: “ibu” merujuk pada “orang yg melahirkan
kita”

Makna sajak tidak semata-mata dari arti
bahasanya, melainkan dari arti bahasa dan
suasana, perasaan, intensitas arti, arti
tambahan (konotasi), daya liris, pengertian yg
ditimbulkan tanda2 kebahasaan/tanda2 lain yg
ditimbulkan konvensi sastra (tipografi,
enjambement, sajak, baris sajak, ulangan, dll)
AKU
Kalau sampai waktuku
‘Ku mau tak seorang ‘kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Dan aku akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi
(Chairil Anwar)
Kalau si Aku meninggal, ia tidak ingin ada
seorangpun yang bersedih (“merayu”),
bahkan juga kekasih atau istrinya.
 Tidak perlu juga sedu sedan meratapi
kematian Aku, karena tidak ada artinya.
 Si Aku adalah binatang jalang, yang bebas
dari kelompoknya, bebas, tidak mau
terikat peraturan2. Segala rasa sakit dan
penderitaan akan ditanggung, ditahan,
diatasinya hingga akhirnya semua itu akan
hilang sendiri.


Si Aku ingin hidup seribu tahun lagi. Bukan
hidup secara fisik, tapi Aku menginginkan
semangatnya, pikirannya dan karyakaryanya akan hidup selama-lamanya.

Secara struktural dapat ditafsirkan bahwa
sajak ini mengemukakan ide kepribadian
bahwa orang harus bertanggung jawab
terhadap dirinya sendiri. Orang lain
hendaknya tidak campur tangan akan
nasibnya, baik suka maupun duka. Semua
masalah pribadi adalah urusan sendiri.
Latar belakang sejarah & Sosial
budaya sastra



Sebuah karya sastra tidak lepas dari
penulisnya.
Dalam menganalisis karya sastra tidak bisa
lepas dari latar belakang kemasyarakatan dan
budayanya.
Untuk dpt memberikan makna sepebuhnya
pada sebuah sajak, selain dianalisis
strukturalnya dan dihubungakan dengan
kerangka sejarahnya, maka analisis tidak bisa
lepas dari kerangka sosial budayanya (Teeuw)

Karya sastra mencerminkan
masyarakatnya. Sastrawan merupakan
anggota dari masyarakat, tidak bisa lepas
dari pengaruh sosial-budaya
masyarakatnya.
ASMARADANA
Sita di tengah nyala api
tidak menyangka;
betapa indahnya cinta berahi
Rakasasa yang melarikannya ke hutan
begitu lebat bulu jantannya
dan Sita menyerahkan diri
Dewa tidak melindunginya dari neraka
tapi Sita merasa berlaku dosa
sekedar menurutkan niat
Pada geliat sekarat terlompat doa
jangan juga hangus dalam api
sisa mimpi dari sanggama
(Subagio)