perbandingan hukum positif dengan hukum syariah

Download Report

Transcript perbandingan hukum positif dengan hukum syariah

Dr. Ghansham Anand, S.H., M.Kn.








Sumber Hukum Islam
Kedudukan Hukum Perbankan Dalam Sistem
Islam
Pengakuan akad
Asas-Asas akad
Prinsip Umum Muamalat
Pengertian Akad
Pembentukan Akad
Kedudukan fatwa DSN dalam Hukum Positif
AL QURAN
SUNNAH
IJMA
QIYAS
ISLAM
AQIDAH
SYARIAH
IBADAH
POLITIK
AKHLAK
MUAMALAH
SOSIAL
EKONOMI
DLL
PERBANKAN




Dalam tataran syariah, suatu akad tidak
hanya menyangkut hubungan horisontal,
tetapi juga hubungan vertikal
Suatu akad non tunai wajib dibuat secara
tertulis.
Kesetaran antara para pihak
Adanya saksi
Bahwa pengakuan akad di dalam syariah
islam disamping bersifat horisontal juga
bersifat vertikal, dengan dalil :
“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah
akad-akad” (al haasirah 1)
Al Baqarah 282:
“ Hai orang-orangyang beriman, apabila kamu
bermu’amalah tidak secara tunai untuk
waktu yang ditentukan, hendaklah kamu
menuliskannya. Dan hendaklah seorang
penulis di antara kamu menuliskannya
dengan benar. Dan janganlah penulis enggan
menuliskannya sebagaimana Allah telah
mengajarkannya, maka hendaklah ia
menulis, dan hendaklah orang yang berhutang
itu mengimlakkan
(apa yang akan ditulis itu) dan hendaklah ia bertakwa
kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi
sedikitpun dari hutangnya. Jika yang berhutang itu
orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya)
atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka
hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan
persaksikanlah dengan 2 orang saksi dari orang laki-laki.
Jika tidak ada 2 orang elaki, maka (boleh) seorang
lelaki dan 2 orang perempuan dari saksi-saksi yang
kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka yang
seorang lagi mengingatkannya
Janganlah saksi-saksi itu enggan memberi
keterangan apabila mereka dipanggil; dan
janganlah kamu jemu menulis hutang itu,
baik kecil maupun besar sampai batas waktu
membayarnya. Yang demikian itu lebih adil di
sisi Allah dan lebih dapat menguatkan
persaksian dan lebih dekat kepada tidak
menimbulkan keraguanmu.
Tulislah mu’amalahmu itu, kecuali jika
mu’amalah itu perdagangan tunai yang kamu
jalankan diantara kamu, maka tak ada dosa bagi
kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan
persaksikanlah jika kamu berjual beli; dan
janganlah penulis dan saksi saling menyulitkan.
Jika kamu lakukan yang demikian, maka
sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan
pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah;
Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui
segala sesuatu.
Jika kamu dalam perjalanan dan
bermu’amalah tidak secara tunai sedang
kamu tidak memperoleh seorang penulis,
maka hendaklah ada barang tanggungan
yang dipegang oleh yang berpiutang. Akan
tetapi jika sebagian kamu mempercayai
sebagian yang lain, maka hendaklah yang
dipercayai itu menunaikan amanatnya
(hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa
kepada Tuhannya;






Al-hurriyah (kebebasan)
Al-musawah (kesetaraan)
Al-’adalah (keadilan)
Al-ridha (kerelaan)
As-shidiq (kejujuran dan kebenaran)
Al-kitabah (tertulis)
1. Prinsip umum muamalat adalah semua
dibolehkan, kecuali ada dalil yang
menyatakan keharamannya.
Asas terbuka Buku III BW
- Asas Pacta sunt servanda
- causa/oorzak yang halal
-
*Hukum yang berkaitan dengan tindakanh ukum manusia dalam persoalan keduniaan
(M Farid Wajdi, Da’irah ma’arif al-quran al-isyrin)


Haram zatnya  Kausa yang halal = 1320 BW
Haram selain zatnya
◦
◦
◦
◦

Tadlis (non disclosure)  penipuan = 1321 BW
Gharar  kekhilafan = 1321 BW
Rekayasa pasar  Monopoli = UU anti monopoli
Riba
Tidak sah/lengkap akadnya
◦ Rukun tidak terpenuhi  1320 BW dan 1321 BW
(paksaan)
◦ Terjadi ta’alluq  perjanjian bersyarat 1253 BW
◦ Terjadi 2 akad dalam 1 akad
Riba
• penambahan pendapatan secara tidak sah (batil)
Maisir
• transaksi yang digantungkan kepada suatu keadaan
yang tidak pasti dan bersifat untung-untungan
Gharar
• transaksi yang objeknya tidak jelas, tidak dimiliki, tidak
diketahui keberadaannya, atau tidak dapat diserahkan
pada saat transaksi dilakukan
Haram
• transaksi yang objeknya dilarang dalam syariah
Zalim
• transaksi yang menimbulkan ketidakadilan bagi
pihak lainnya
2. Dilakukan atas dasar suka rela (antaradhin)
 pasal 1320 BW adanya kesepakatan
3. Dilakukan atas dasar pertimbangan
mendatangkan manfaat dan menghindarkan
mudharat (jalb al-mashalih wa dar’u almafasid) asas Manfaat
4. Dilakukan dengan memelihara nilai keadilan
dan menghindari kezaliman  tidak berat
sebelah (misbruik van omstandigheden)



Ikatan antara dua ucapan (pernyataan)
Pengertian sempit : Pertalian ijab dengan
kabul menurut cara yang sah dan ada
pengaruhnya pada obyeknya.
UU Perbankan syariah: Akad adalah
kesepakatan tertulis antara Bank Syariah atau
UUS dan pihak lain yang memuat adanya hak
dan kewajiban bagi masing-masing pihak
sesuai dengan Prinsip Syariah.
* Wahbah al-zuhaili: fiqh al-Islam wa adillatuh)
Rukun
Syarat
• sesuatu yang menjadi faktor asasi bagi
terwujudnya sesuatu, yang tanpa
dipenuhinya rukun tersebut maka suatu
akad menjadi tidak sah (Batal)
• Syarat akad bukan merupakan rukun
akad, jika syarat akad tidak dipenuhi,
tidak menyebabkan akad itu menjadi
batal, akan tetapi menjadi fasid (rusak).
RUKUN AKAD
1
• Subyek (Aqidani)
2
• Obyek akad
3
• Ijab dan Qabul

Subyek Akad (aqidani)
Syarat Subyek (aqidani/para pihak): cakap (ahliah:
kecakapan seseorang untuk memperoleh hak-hak
yang sah baginya, memikul hak-hak orang lain dan
diakuinya tindakan-tindakannya sebagai perbuatan
yang sah), (pasal 1320, 1329 setiap orang adalah
cakap melakukan perikatan kecuali 1330, orang yang
belum dewasa, ditaruh dibawah pengampuan BW)
Obyek akad : disesuaikan dengan jenis akad yang
dilakukan, yang pada umumnya harus memenuhi 4
syarat:
Harus ada secara konkret ketika akad dilangsungkan,
atau diperkirakan akan ada pada masa yang ditentukan,
pasal 1334 (barang yang baru akan ada di kemudian
hari dapat menjadi pokok perjanjian) VS short selling
dan futures trading
Harta yang dimiliki secara sah dan halal dimanfaatkan,
pasal 1471 BW (jual beli barang milik orang lain adalah
batal)
Harus dapat diserahkan ketika terjadi akad
Mu’ayyan (jelas/dapat ditentukan), psl 1320 BW (hal
tertentu), 1332 BW (hanya barang yang dapat
diperdagangkan saja dapat menjadi pokok suatu
perjanjian), 1333 BW (suatu perjanjian harus
mempunyai pokok suatu barang yang paling sedikit
ditentukan jenisnya, tidak dipermasalahakan mengenai
jumlahnya asal dapat ditentukan kemudian)
Ijab dan Qabul (Shighah); pernyataan mengadakan
akad dari pihak-pihak yang mengadakan akad,
yang terdiri dari 3 syarat:
Ijab dan kabul harus secara jelas menunjukkan
maksud kedua belah pihak
Antara ijab dan kabul harus selaras
Antara ijab dan kabul harus muttashil (nyambung)
yang dilakukan dalam satu majlis akad.
Para pihak bebas menetapkan syarat-syarat
akad, sepanjang :

Tidak mengharamkan yang halal atau
sebaliknya;

Tidak menggugurkan atau bertentangan
dengan rukun;
SHAHIH
AKAD
MEMENUHI RUKUN DAN SYARAT
BATHIL/BATAL
CACAT PADA RUKUN
DAN OBYEKNYA
TIDAK SHAHIH
FASID/RUSAK
SAH RUKUNNYA TETAPI
MENGANDUNG HAL-HAL
YANG TIDAK DIBENARKAN
HUKUM

Timbulnya hak dan kewajiban bagi para pihak

Memiliki dampak hukum pada obyek akad
SUBYEK
HUKUM POSITIF
FATWA DSN
Ganti rugi
psl. 1243 & 1267 BW
Prinsip recovery cost (No.48/DSN-MUI/II/2005)
Denda
Psl. 103-109 UU Pasar Modal
Prinsip Ta'zir (fatwa DSN No. 17/DSN-MUI/XI/2000)
Penyelesaian Sengketa
UU No. 30/1999 arbitrase dan penyelesaian Badan Arbitrase Syariah
sengketa
Sewa/Ijarah
Bab VII Bk. III BW
Ijarah (fatwa DSN No. 09/DSN-MUI/IV/2000)
Leasing
SKB Menkeu, memperindag 7/2/74
IMBT (fatwa DSN No. 27/DSN-MUI/III/2002)
Penjaminan/garansi
Bab XVII Bk. III BW
Kafalah (fatwa DSN No. 11/DSN-MUI/IV/2000)
Pengalihan Utang
Novasi (Bab IV Bagian III Buku III BW)
Hawalah (Fatwa DSN No.12/DSN-MUI/IV/2000)
Joint/equity financing
Matschaap (Bab VIII BW)
Mudharabah (fatwa DSN No. 07/DSN-MUI/IV/2002)
Musyarakah (fatwa DSN No. 08/DSN-MUI/IV/2002


Penggunaan jaminan dalam akad syariah
tidak bersifat wajib  prinsip 5C
Perjanjian jaminan tetap merupakan
perjanjian accessoir dari akad-akad syariah.