1. hukum keluarga & perkawinan

Download Report

Transcript 1. hukum keluarga & perkawinan

HUKUM KELUARGA &
PERKAWINAN
2 SKS
Oleh:
Trusto Subekti, SH, MHum.
0811281033 atau 0281638542
Hj. Siti Muflichah, SH, MH
Rochati, SH, MHum
KONTRAK PEMBELAJARAN
•
•
•
Tata tertib:
Berpakaian rapi, bersepatu, sepatu sandal yang sopan dan difungsikan,
tidak memakai kaos oblong, dihimbau mahasiswa masuk kelas sebelum
dosen.
Metode kuliah diskusi
1. Mahasiswa wajib memilki diktat.
2. Patisipasi aktif dalam proses perkuliahan.
3. Pengembangan penalaran dengan analisis.
Metode Ujian
1. Soal ujian open book dan jawablah yang ditanyakan serta tidak boleh
jadi BEO.
2. Penilaian PAP.
3. Nilai 50% Ujian Sisipan dan 50% ujian utama.
4. Apabila ada tugas terstruktur Nilai 10% Tugas dan 40% ujian.
KONSEP
HUKUM KELUARGA & PERKAWINAN
•
HUKUM
1. Sebagai seperangkat kaedah yang mengatur mengenai keluarga dan perkawinan.
2.
3.
4.
5.
Sebagai alat Social Control.
Sebagai alat Social Engineering.
Sebagai alat Social Empowering.
Sebagai bentuk Akomodasi sosial.
•
KELUARGA
•
Sebagai ruang lingkup materi, dalam pengertian sebagai kesatuan kemasyarakatan yang
organisasinya didasarkan atas perkawinan yang sah, idealnya terdiri dari bapak, ibu dan anakanaknya.
•
PERKAWINAN
•
Sebagai suatu hubungan hukum antara dua individu lain jenis yang sah dan sebagai dasar
pembentuk keluarga, dan selanjutnya Keluarga sebagai BASIC SOCIAL STRUCTURE
sistim sosial Indonesia.
MOTIF PERKAWINAN
MENGAPA ORANG MESTI KAWIN
ARTI PENTINGNYA PERKAWINAN
PERKAWINAN PERLU DIATUR
PERKAWINAN
BIOLOGIS
GENETIS
POLITIS
SOSIOLOGIS
RELIGIUS
EKONOMIS
PSIKOLOGIS
ARAH POLITIK HUKUM PERKAWINAN
PERKAWINAN
Pembentuk susunan masyarakat beradab
Masyarakat
heterogin
Typologi sosial
Politik Hukum
Tap MPR IV/1973
Kesadaran
hukum rakyat
Variasi sistem
kemasyarakatan
Perubahan sosial
yang hakiki
harus dilakukan
Dengan “regeling”
Pluralisme
hukum
Pergolongan
rakyat
Ide pembaharuan
Ide unifikasi hukum
IDE PEMBAHARUAN
IDE-IDE
PEMBAHARUAN
• Hukum perkawinan lebih mendekati sifat
Publik daripada privaat semata.
• Hukum perkawinan erat kaitannya dengan
ketertiban umum (public orde).
• Hukum perkawinan menampung aspirasi
emansipasi.
• Hukum perkawinan menempatkan
kedudukan suami isteri sederajat.
• Hukum perkawinan memperbaiki kepincangan
-kepincangan yg terdapat dalam tatacara
perkawinan perceraian dan mempersempit
poligami.
• Hukum perkawinan melibatkan campur tangan
negara dalam perkasinan, poligami dan
perceraian.
• Hukum perkawinan memberikan landasan
mengenai konsep keluarga yang ideal.
ASAS ASAS
HUKUM
• Menampung unsur-unsur dari ketentuan hukum
agama dan kepercayaan.
• Menampung aspek aspirasi emansipasi kaum
wanita dan perkembangan sosial dan ekonomi
serta teknologi.
• Tujuan perkawinan membentuk keluarga
bahagia yang kekal.
• Prinsip yang menjadi asas UU No. 1 Th. 1974:
harus berdasar hukum agama dan kepercayaan
serta harus memenuhi administrasi negara
dengan pencatatan perkawinan.
• Menganut asas monogami dengan pengecualian
poligami apabila hukum agamanya
membolehkan.
• Perkawinan dan pembentukan keluarga
dilakukan oleh pribadi yang sudah matang jiwa
dan raganya.
• Kedudukan antara suami-isteri adalah seimbang.
IDE UNIFIKASI HUKUM
SEBELUM UU
NO. 1 TH 1974
PERMASALAHAN
UNIFIKASI HUKUM
SETELAH
UU NO. 1
TH. 1974
Ada
pergolon
gan
rakyat,
pluralism
hukum
dan
memisah
kan
antara
hukum
negara
dengan
hukum
agama
Tdk ada
pergolong
an rakyat,
unifikasi
hukum
dan
mengkaitk
an antara
hukum
negara dg
hukum
agama
ARTI &
KONSEKUENSI
UNIFIKASI
HUKUM
Politik
unifikasi
hukum
(bagi WNI
berlaku
satu
hukum
perkawin
an)
ditegaska
n pada
pasal 66
UU No. 1
Th. 1974
KETENTUAN
HUKUM YG
TIDAK
BERLAKU
LAGI
KUHPdt.
HOCI,
Perkawinan
Campuran
dan
peraturanperaturan
lainnya
sejauh
sudah diatur
dalam UU
No. 1 Th.
1974
SIFAT
UNIFIKASI
HUKUM
Unifikasi
hukum yg
unik, artinya
mengandung
pluralisme
hukum pd
sahnya
perkawinan
Pandangan
hukum pada
pasal 67 UU
No. 1 Th.
1974, empiris
dan
sehubungan
dg adanya
otonomi
khusus NAD
SISTEMATIKA UU NO. I TH. 1974
I. DASAR-DASAR PERKAWINAN
Tidak memenuhi syarat
Memenuhi syarat
II. SYARAT SYARAT
PERKAWINAN
III. Pencegahan
Perkawinan
V. Perjanjian Perkawinan
Pelaksanaan &
akibat perkawinan
IV. Pembatalan
perkawinan
VIII. Putusnya
Perkawinan &
Aibatnya
VI. Hak & Kewajiban
Suami-Isteri
VII. Harta Benda
Perkawinan
XI. Perwalian
XII. KetentuanKetentuan Lain
X. Hak & Kewajiban
Orang tua & Anak
XIII. Ketentuan
Peralihan
IX. Kedudukan anak
XIV. Ketentuan
Penutup
PENGERTIAN PERKAWINAN (1)
MENURUT SISTIM HUKUM YANG BERLAKU SEBELUM UU NO. 1 TAHUN 1974
Pengertian Perkawinan
KUHPerdata
Hukum Adat
Hukum Islam
•
•
•
•
•
•
•
Tidak memberi definisi
Rujukan pada Pasal 26
KUHPerdata
Perkawinan merupakan
Hubungan perdata
(perjanjian)
Perkawinan harus diakui
negara
Perkawinan bertujuan
hidup bersama
Perkawinan mengikuti
sistim keluarga bilateral
• Perkawinan bersumber
Al Qur’an
• Perkawinan merupakan
suatu aqad (ijab & kabul)
• Perkawinan dilakukan
oleh wali calon mempelai
Wanita
• Perkawinan memiliki
beberapa aspek: Hukum,
Sosial, Agama
• Perkawinan membentuk
rumah tangga
• Perkawinan merupakan
“rite de passage” 
Tahapan circle of live
• Perkawinan merupakan
Perikatan perdata, adat,
Kekerabatan &
Ketetanggaan
• Perkawinan banyak
ragamnya,sesuai sistim
masyarakatnya :
Patrilineal, Matrilineal,
Parental
• Tujuan perkawinan ada
yang bentuk brayat dan
Tidak bentuk brayat
PENGERTIAN PERKAWINAN (2)
Pengertian Perkawinan
•
Ikatan lahir batin
Tujuan Perkawinan
•
Ikatan: suatu perjanjian (persetujuan)
aspek hubungan keperdataan (formil)
harus dilandasi salin cinta (fundamen)
•
Antara seorang pria dengan
seorang wanita
seorang: Monogami  bilateral
Pria-wanita: konsep sosial jenis kelamin
berbeda (menolak lesbi dan homo)
•
Sebagai suami isteri
Seabagai: bentuk penegasan perjanjian
di lapangan hukum keluarga
Suami-isteri: obyek perjanjian
menimbulkan status
Bertujuan membentuk keluarga
kedatuan kemasyarakatan yang terkecil
yang organisasinya didasarkan
perkawinan sah, idealnya tediri atas
bapak, ibu dan anak-anak
•
Rumah tangga
kehidupan dalam satu rumah (kesatuan
ekonomi)
•
Yang bahagia
Kehidupan harmonis atas dasar cinta
•
Kekal
tidak untuk sesaat (kontinuitas)
•
Berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa
berdasar keimanan (religieus)
SAHNYA PERKAWINAN
KUHPerdata
• Calon suami dan calon
steri menyatakan saling
menerima satu kepada
lainnya sebagai suami/
isteri
Hukum Islam
• Perkawinan dilakukan
menurut ketentuan
hukum fikh
• Perkawinan dilakukan
dihadapan Pegawai
Catatan Sipil
• Rukun perkawinan
harus dipenuhi:
Calon Suami-isteri,
Wali nikah, dua orang
saksi dan ijab - kabul
• Dibuktikan dengan Akta
Perkawinan (dicatatkan
di Kantor Catatan Sipil)
• Perkawinan tidak
mengharuskan adanya
pencatatan perkawinan
Hukum Adat
• Perkawinan adalah
tahapan circle of live
• Perkawinan merupakan
upacara rite de passage
(krisisrites)
• Perkawinan harus ada
pengakuan atau
penerimaan masyarakat
• Perkawinan tidak
mengharuskan adanya
pencatatan perkawinan
PENAFSIRAN
PASAL 2 UU NO. 1 TAHUN 1974
Pasal 2 UU No. 1 Tahun 1974
(1). Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing
agamanya dan kepercayaannya itu.
(2). Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Alternatif
• Kata DAN merupakan kata
Penghubung antara dua kata
yang setara dan merupakan
tipe yang sama (alternatif).
• Perkawinan sah dilakukan
menurut agamanya
• Perkawinan juga sah yang
Dilakukan menurut
kepercayaannya.
Kumulatif
• Kata DAN merupakan
Kumulatif artinya
merupakan kesatuan
antara agamanya
dengan kepercayaannya.
• Perkawinan hanya bisa
dilakukan menurut hukum
agama.
Kumulatif
Alternatif
• Kata DAN merupakan
kumulatif – alternatif.
• Pengertian kepercayaannya adalah madzab dalam
Agama.
• Perkawinan menurut
agama dengan tolerans
sementara bagi yang belum
beragama (pedalaman).
PANDANGAN HUKUM ISLAM
TERHADAP PERKAWINAN ANTAR PEMELUK YANG
BERBEDA AGAMA
•
1.
2.
Membolehkan
Islam mengijinkan laki-laki muslim
kawin dengan perempuan ahli kitab
(tidak mutlak).
a. Islam melarang laki-laki muslim
kawin dengan perempuan musrik.
b. Islam tidak membolehkan
perempuan muslim kawin dengan
laki-laki non muslim.
Agama Islam bersifat universal dan
berlaku untuk semua manusia, tapi
mengutamakan agama. Kawinilah
perempuan atas dasar pertimbangan
keyakinan agamanya.
• Tidak membolehkan
Merupakan pandangan yang
ekstrim yang melarang
perkawinan antar pemeluk
agama yang berbeda.
PANDANGAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA
MENGENAI PERKAWINAN ANTAR PEMELUK YANG
BERBEDA AGAMA
YURISPRUDENSI M.A.R.I. No. 382/Pdt/’89/PW/Jak.Pus.
Kptsn. M.A.R.I. No. 400/K/Pdt/’89/PW/Jak.Pus.
UU No. 1 Th. 1974
Perbedaan agama
Bukan larangan
kawin
UU No. 1 Th. 1974
Tidak diatur perkawinan
Bagi yang berbeda
Agama
•
Pasal 27 UUD 1945
Setiap warganegara
Kedudukannya sama d
alam hukum dan
pemerintahan
Pasal 29 UUD 1945
Setiap warganegara
Dijamin
kemerdekaannya
Untuk memeluk
agama
Terdapat kekosongan
hukum, maka harus
Ditentukan hukumnya
Peristiwa itu dapat
digolongkan sebaga
Perkawinan GHR
Pasal 7 ayat (2) Regeling op de Gemengde Huwelijken (GHR) atau Peraturan Perkawinan Campuran Stb.
1898 No. 158 dinyatakan bahwa “perbedaan agama, bangsa atau asal-usul” itu sama sekali tidak
merupakan penghalang untuk melangsungkan perkawinan, jadiketentuan ini membuka seluas-luasnya
kemungkinan untuk mengadakan perkawinan antar pemeluk agama yang berbeda, sekalipun dalam hal
tertentu akan mengesampingkan ketentuan hukum agama. (Bandingkan dengan prinsip yang dikandung
dalam Pasal 66 UU No. 1 Tahun 1974).
PERKAWINAN DAN PENCATATAN
BAGI ALIRAN KEPERCAYAAN
YANG BERAGAMA
1.
2.
YANG TIDAK BERAGAMA
Beragama Islam
•
mengikuti peraturan perkawinan
dan pencatatan yang berlaku bagi
yang beragama Islam.
Tidak ada tatacara perkawinan
yang berlaku bagi mereka.
•
Perkawinan dan penvatatanya
tidak bisa dilaksanakan.
Beragama Non Islam
mengikuti peraturan perkawinan dan
pencatatan bagi agama yang dianutnya.
SAHNYA PERKAWINAN
Materiil
Hanya berdasarkan penafsiran
gramatical terhadap bunyi Pasal 2
ayat 1 UU No. 1 Tahun 1974 saja
tanpa memperhatikan syarat-syarat
perkawinan dan ketentuan lainnya.
Formil
Berdasar atas penafsiran Sistematis
menurut Pasal 2 ayat 1 dan ayat 2
serta syarat-syarat perkawinan, dan
juga ketentuan
PP 9 Tahun 1975.
Permasalahan yang timbul apabila sahnya perkawinan
hanya merujuk secara materiil saja adalah ketentuan pada
syarat-syarat perkawinan tidak bisa dilaksanakan, dan
akan terjadi penerobosan persyaratan perkawinan, poligami,
pencegahan dan pembatalan perkawinan, dan bahkan dapat
diartikan UU No. 1 Tahun 1974 menjadi tidak bisa dilaksanakan.
TATACARA PERKAWINAN
MENURUT PASAL 10 AYAT (1,2 dan 3) PP 9 TAHUN 1975 SEBAGAI
PERATURAN PELAKSANAAN UU NO. 1 TAHUN 1974
Pasal 10 ayat 1 PP 9
Tahun 1975.
Pasal 10 ayat 2 PP 9
Tahun 1975
•
•
•
Perkawinan
dilaksanakan
setelah 10 hari sejak
pengumuman oleh
Pegawai Pencatat
Perkawinan
Kurang dari 10 hari
harus ada ijin dari
Camat atas nama
Bupati (Walikota).
Tatacara
perkawinan
dilakukan menurut
hukum masingmasing agamanya
dan
kepercayaannya itu
(sesuai bunyi Pasal
2 ayat 1 UU No. 1
Tahun 1974).
Pasal 10 ayat 3
PP 9 Tahun 1975
• Perkawinan dilaksanakan dihadapan
Pegawai Pencatat
Perkawinan dan
dihadiri oleh dua
orang saksi
• Muslim dilakukan
oleh Pejabat KUA
• Non Muslim dilakukan oleh Pejabat Catatan Sipil.
SKEMA BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN 1974
1974
• Penafsiran Alternatif
• Perkawinan bagi
pemeluk agama
yang berbeda dan
aliran kepercayaan
masih bisa dilakukan
seperti sebelum
diterbitkannya
UU No. 1 Th. 1974
1983
• Penafsiran
Alternatif
• Perkawinan
antar pemeluk
agama yang
berbeda tidak
bisa dilakukan
(Catatan Sipil
tidak lagi berwenang untuk
melaksanakan
perkawinan
1992
• Penafsiran
Kumulatif
Perkawinan bagi
aliran
kepercayaan
tidak bisa lagi
dilaksanakan
(KHC masih termasuk aliran
kepercayaan)
2006
Konghucu
Sudah
diakui
sebagai
agama
Perjalanan interpretasi istilah “dan” pada
Pasal 2 ayat (1) UU No. 1 Th. 1974
• Tahun 1974/1975 UU No. 1 Th. 1974/PP No. 9 Th. 1975
Interpretasi altrenatif (masih terpisah antara Agama dan kepercayaan) dan
masih belum ada perubahan mengenai kewenangan Catatan Sipil untuk
menikahkan, sehingga perkawinan kepercayan dan beda agama masih
dapat dilakukan
• Tahun 1983 Keppres No. 12 Th. 1983 Catatan Sipil
Catatan Sipil tidak lagi berwenang untuk menikahkan, dan akta Catatan
Sipil berlaku untuk semua WNI, kecuali bagi orang Islam akta perkawinan di
KUA, kawin beda agama tidak bisa lagi
• Tahun 1992 Keputusan Bersama Mendagri dan Menag
interpretasi kumulatif, kepercayaan agama, jadi kepercayaan yang bukan
agama dinyatakan tidak ada tatacaranya, maka tidak bisa menikahkan
• Tahun 2006 Pengakuan Khonghucu sebagai agama
Agama Khonghucu diakui sebagai agama, dari tahun ini mulai muncul lagi
wacana interpretasi alternatif dan wacana pasal 66 UU No.1 Tahun 1974
PRINSIP PERKAWINAN
MONOGAMI
POLIGAMI
Pasal 3 ayat 1 UU No. 1 Th. 1974
“seorang suami HANYA BOLEH……
seorang isteri, ……(sebaliknya)
Pasal 3 ayat 2 UU No. 1 Th. 1974
Pengadilan dapat memberi ijin kepada
Seorang suami utk beristri lebih dari satu …
Prinsip Bilateral
Kedudukan suami dan
isteri seimbang, dan
cakap bertindak d
alam hukum
• Ijin Pengadilan
• wajib hukumnya
• memenuhi alasan
dan syarat
Alasan Poligami
• Td dapat jalankan kewajiban suami isteri, cacat badan, td dapat melahirkan
Syarat-syarat Poligami
• persetujuan isteri, mampu ekonomi dan berlaku adil
TAHAPAN PELAKSANAAN PERKAWINAN
MENURUT UU NO. 1 TAHUN 1974
DAN PP.9 TAHUN 1975
TAHAPAN
PELAKSANAAN
PERKAWINAN
TAHAPAN
PEMBERITAHUAN
KEHENDAK
MELANGSUNGKAN
PERKAWINAN
TAHAPAN
PENGUMUMAN
KEHENDAK
MELANGSUNGKAN
PERKAWINAN
PENYERAHAN
DAN
PEMERIKSAAN
SYARAT-SYARAT
PERKAWINAN
UJI
PUBLIK
TAHAPAN
PELAKSANAAN
PERKAWINAN
PERKAWINAN
DAN
PENCATATAN
PERKAWINAN
SYARAT-SYARAT PERKAWINAN
MENURUT UU NO.1 TAHUN 1974
Syarat-syarat
perkawinan
Syarat
materiil
Berlaku umum
Persetujuan
mempelai
Syarat
formil
Berlaku khusus
Pemberitahuan
Ke PPP
Penelitian
syarat
dan kelengkapan
lainnya
Larangan kawin
Lesan atau
tertulis
10 hari
pengumunan
Izib OT yang
Belum 21 tahun
Batas umur kawin
Waktu tunggu
LARANGAN KAWIN
MENURUT UU NO.1 TAHUN 1974
LARANGAN
KAWIN
ANTARA
KELUARGA
SEDARAH,
GARIS KE ATAS,
KE BAWAH,
MENYAMPING,
HUBUNGAN
SEMENDA,
DAN SAUDARA
ISTERI BILA
BERISTERI
LEBIH DARI
SATU
ANTARA
YANG
BERHUBUNGAN
SUSUAN
ANTARA
ORANG
SAMA KE-3 KALINYA
ATAU LEBIH
ANTARA
YANG MENURUT
AGAMA
DILARANG
KAWIN
LARANGAN KAWIN INI
MERUPAKAN PERSYARATAN PERKAWINAN
DALAM KATEGORI RELATIF
SYARAT-SYARAT PERKAWINAN
MENURUT HUKUM ISLAM
SYARAT-SYARAT
PERKAWINAN
CALON
MEMPELAI
WALI
NIKAH
KEDUDUKAN
WALI
SAKSI-SAKSI
SYARAT
WALI
BALIGH
BERAKAL
SEHAT
IJAB
KABUL
ISLAM
WALI
NASAB
MUKALAF
MUKALAF
MUSLIM
TIDAK KARENA
PAKSAAN
TIDAK HARAM
DIKAWIN
WALI
HAKIM
WALI
MUHAKAM
BERAKAL
SEHAT
PRIA
ADIL
ADIL
DUA ORANG
ARTI PENTING PENGUMUMAN
KEHENDAK MELANGSUNGKAN PERKAWINAN
ARTI PENTING PENGUMUMAN
TUJUAN
PENGUMUMAN
KEBENARAN
OBYEKTIF
SOSIAL
KONTROL
URUSAN
INDIVIDU
URUSAN
KELUARGA
URUSAN
MASYARAKAT
URUSAN
NEGARA
UJI
PUBLIK
HILANGKAN
KERAGUAN
UNTUK DITINDAKLANJUTI
SESUAI KETENTUAN
HUKUM YANG BERLAKU
PENCEGAHAN
PERKAWINAN
PELAKSANAAN PERKAWINAN
MENURUT PP. NO.9 TAHUN 1975
PELAKSANAAN
PERKAWINAN
10 HARI
SETELAH
PENGUMUMAN
DILAKUKAN MENURUT KETENTUAN AGAMA DAN
KEPERCAYAANNYA DIHADAPAN PEGAWAI
PENCATAT SERTA DIHADIRI 2 ORANG SAKSI
PENANDATANGANAN AKTA PERKAWINAN
OLEH KEDUA MEMPELAI, PARA SAKSI, DAN PEGAWAI PENCATAT
(BAGI ORANG ISLAM JUGA OLEH WALI NIKAH)
PELANGGARAN TERHADAP PASAL 3, PASAL 10 DAN PASAL 40
MENURUT PASAL 45 PP. NO.9 TAHUN 1975 MERUPAKAN TINDAK
PIDANA PELANGGARAN, DENGAN ANCAMAN DENDA SETINGGITINGGINYA SEBESAR Rp 7.500,-
CATATAN SIPIL
Burgerlijke Stand
Lembaga yang diadakan Pemerintah yang bertugas mencatat atau mendaftar setiap
peristiwa yang dialami warga masyarakat, setelah ada laporan yang dimulai sejak lahir
sampai meninggal, seperti : kelahiran, perkawinan, perceraian, pengakuan anak, kematian, dsb
Riwayat catatan sipil
Berasal dari
CODE CIVIL
Concordansi
BW BELANDA
Concordansi
BW HINDIA BELANDA
Pasal II AP UUD 1945
KUHPdt, Buku Titel II Pasal 4 - 16
PERGOLONGAN
RAKYAT
EROPA
Ordonansi Catatan
Sipil S. 1849 No. 25
TIONGHOA
Ordonansi Catatan
Sipil S. 1917 No. 130
Jo. S. 1919 No. 81
INDONESIA ASLI NASRANI
Ordonansi Catatan Sipil
S. 1933 No. 75 jo. S
1936 No. 607
INSTRUKSI PRESIDIUM KABINET AMPERA NO. 31/U/IN/12/1966
TERBUKA UNTUK SELURUH WNI
TIDAK ADA PERGOLONGAN RAKYAT UNTUK CATATAN SIPIL
JENIS-JENIS AKTA CATATAN SIPIL
Berdasarkan Ordonansi Catatan Sipil
PERGOLONGAN RAKYAT
Gol. Eropa
• Kelahiran
• Pemberitahuan
Perkawinan
• izin perkawinan
• Perkawinan
• Perceraian
• Kematian
Gol. Tionghoa
Gol. Ind. Asli
Jawa & Madura
• Kelahiran
• izin perkawinan
• perkawinan
•perceraian
Keppress 12 Tahun 1983 sbg tindak lanjut
Instruksi Presidium Kabinet Ampera 1966
Td. mengenal pergolongan rakyat
• Kelahiran
• Pemilihan Nama
• Kematian
•
•
•
•
•
Jawa & Madura,
Amboina
Beragama
Nasrani
•
•
•
•
•
Kelahiran
Pemilihan nama
Perkawinan
Perceraian
Kematian
Kelahiran
Perkawinan
Perceraian
Pengakuan dan pengesahan anak
Kematian
PERATURAN CATATAN SIPIL
KHUSUS PERKAWINAN BAGI WNI TIONGHOA
DAN WNI ASLI YANG BERAGAMA KATOLIK DAN BUDHA
SEBELUM BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN 1974
MENCATAT, MENDAFTARKAN SECARA LENGKAP PERISTIWA
PERKAWINAN, JUGA MENSAHKAN PERKAWINAN
PERATURAN
PERKAWINAN
CAMPURAN S.
1898 NO. 158
H.O.C.I
S. 1933 NO. 74
KITAB
UNDANGUNDANG
HUKUM
PERDATA
UU NO. 32
TAHUN 1954
TENTANG
NTR LN. 1954
NO. 98
SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN 1974
UU CATATAN SIPIL NASIONAL BELUM ADA OLEH KARENA ITU MASIH MENGGUNAKAN
STAATSBLAD DAN DITEGASKAN DENGAN S.E. MENDAGRI MENKEH. NO. J.A. 2/2/2/5
Pemdes 51/1/3 tanggal 29 Januari 1967 tentang pelaksanaan keputusan IPK
No. 127/u/Kep/12/1966 dan IPK No. 31/U/IN/12/1966
Isinya:
Di dalam kutipan akta perkawinan perkataan “golongan” pada “kepala” ikhtisar kutipan akta
Catatan sipil, diganti dengan istilah “Warga Negara Indonesia” dan untuk orang asing
Menggunakan “Warga Negara ….” Atau “Tanpa Kewarganegaraan”
TIDAK ADA LAGI PERGOLONGAN RAKYAT
PENCEGAHAN DAN PEMBATALAN
PERKAWINAN
PERSAMAAN
SISTEM KONTROL PERKAWINAN
PERBEDAAN
PENCEGAHAN PERKAWINAN SEBAGAI
TINDAKAN KONTROL SEBELUM
PERKAWINAN
PROSES MELALUI PENGADILAN
PEMBATALAN PERKAWINAN SEBAGAI
TINDAKAN KONTROL SETELAH
PERKAWINAN
MENJAMIN KEPASTIAN HUKUM
PENCEGAHAN PERKAWINAN TIDAK
TERKAIT AKIBAT PERKAWINAN
PENARIKAN KEMBALI DENGAN
PUTUSAN PENGADILAN
PEMBATALAN PERKAWINAN TERKAIT
PADA AKIBAT PERKAWINAN
TATACARA PENCEGAHAN PERKAWINAN
DENGAN ACARA PERMOHONAN
TATACARA PENGAJUAN PEMBATALAN PERKAWINAN
DENGAN ACARA GUGATAN
AKIBAT PENCEGAHAN PERKAWINAN PROSES PERKAWINAN
MENJADI TERHENTI
AKIBAT PEMBATALAN PERKAWINAN, STATUS PERKAWINAN
MENJADI TIDAK SAH SEJAK SAAT DIBATALKAN
PENCEGAHAN PERKAWINAN
ORANG-ORANG
YANG BERHAK
MENCEGAH
PERKAWINAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Para keluarga garis
lurus ke atas
dan ke bawah
Saudara
Wali nikah
Wali
Pengampu dari
salah satu
calon mempelai
Pihak-Pihak
yang berkepentingan
Suami atau isteri
Pejabat yang ditunjuk
TATA CARA
PERMOHONAN
PENCEGAHAN
PERKAWINAN
PENGADILAN
DENGAN ACARA
PERMOHONAN
BUKAN
ACARA
GUGATAN
PENGADILAN
AGAMA
PENGADILAN
NEGERI
NON
MUSLIM
MUSLIM
YANG PERLU DICERMATI
PASAL 63 AYAT (2) UU NO. 1 TAHUN 1974 PUTUSAN PENGADILAN AGAMA HARUS
DIKUKUHKAN DENGAN PUTUSAN PENGADILAN NEGERI UNTUK MEMILIKI KEKUATAN
EKSEKUTORIAL
HUBUNGAN DENGAN DIUNDANGKANNYA UU NO. 7 TAHUN 1989 TENTANG
PENGADILAN AGAMA
PEMBATALAN
PERKAWINAN
PARA
KELUARGA
GARIS LURUS
KEATAS DARI
SUAMI ATAU
ISTERI
ORANG-ORANG
YANG BERHAK
MENGAJUKAN
PEMBATALAN
PERKAWINAN
TATACARA
PERMOHONAN
PEMBATALAN
PERKAWINAN
DENGAN
ACARA
GUGATAN
SUAMI ATAU
ISTERI
KE
PENGADILAN
PEJABAT YANG BERWENANG
SELAMA PERKAWINAN BELUM PUTUS
SETIAP
ORANG YANG
BERKEPENTINGAN
JAKSA
(PENUNTUT UMUM)
PENGADILAN
NEGERI
BAGI NON MUSLIM
PENGADILAN
AGAMA
BAGI MUSLIM
PERJANJIAN
PERKAWINAN
MENURUT UU NO. 1 TAHUN 1974
ISTILAH
PERJANJIAN
PERKAWINAN
ISI
PERJANJIAN
KAWIN
KAPAN
DIBUAT
DIBUAT
OLEH
CALON
SUAMI
DAN
CALON
ISTERI
SEBELUM
PERKAWINAN
PADA SAAT
PERKAWINAN
DISAHKAN OLEH
PEGAWAI PENCATAT
PERKAWINAN
PRINSIPNYA TIDAK BISA
DIUBAH KECUALI
ATAS PERSETUJUAN
SUAMI-ISTERI & TIDAK
MERUGIKAN PIHAK KETIGA
1.
2.
3.
SDH 18 TH (SENDIRI)
BLM 18 TH (DIWAKILIDIDAMPINGI OT/WALI
DISPENSASI UMUR
KAWIN PASAL 47 &
PASAL 50 (WALI)
UU 1/74
BENTUK
PERJANJIAN
KAWIN
AKTA
DIBAWAH
TANGAN
AKTA
AUTHENTIK
1.
2.
3.
PEMISAHAN SELURUHNYA
PERSATUAN BULAT HARTA
MENAMPUNG NILAI-NILAI
SISTEM PATRILINEAL/
MATRILINEAL
PERJANJIAN KAWIN
MENURUT PASAL 119-167 K.U.H. PERDATA
PRINSIP HARTA BENDA PERKAWINAN
MENURUT K.U.H. PERDATA
PERSATUAN BULAT HARTA PERKAWINAN
DENGAN
BEHEER
ATAS HARTA DIJALANKAN OLEH SUAMI
(PASAL 119-124 K.U.H. PERDATA
PENYIMPANGAN THD PERSATUAN BULAT HARTA TERJADI DG ADANYA
PERSETUJUAN CALON SUAMI-ISTERI DISEBUT
PERJANJIAN KAWIN
MANFAAT DAN TUJUAN
PERJANJIAN KAWIN
MENGHADAPI
TINDAKAN
BEHEER
SUAMI ATAS HARTA
YANG DIBAWA
ISTERI
MELINDUNGI HARTA
ISTERI/SUAMI ATAS
TANGGUNG JAWAB
TERHADAP
HUTANG-HUTANG
SUAMI/SEBALIKNYA
SYARAT-SYARAT
PERJANJIAN KAWIN
1.
2.
3.
MENGENAI DIRI
SUAMI-ISTERI
PEMBUATAN AKTA
DAN MULAI BERLAKUNYA
ISI PERJANJIAN KAWIN
BENTUK-BENTUK PERJANJIAN KAWIN
PERSATUAN UNTUNG RUGI
•
•
•
•
•
Antara suami-istri tidak ada
persatuan bulat.
Antara suami-istri ada
persatuan terbatas (harta
bersama).
Untung dan rugi menjadi hak
dan tangungan suami-istri.
Harta yang dibawamasuk
menjadi harta pribadi
masingmasing suami-istri.
Terdapat lebih dari kelompok
harta, yaitu: harta persatuan
untung rugi, harta pribadi suami
dan harta pribadi istri.
PERSATUAN HASIL & PENDAPATAN
•
•
•
•
Antara suami-istri tidak ada
persatuan.
Terdapat kelompok harta,
yaitu: harta kekayaan suamiistri persatuan hasil dan
pendapatan, harta kekayaan
suami dan harta kekayaan
istri.
Kerugian menjadi
tanggungjawab suami.
Istri tidak
turutnbertangungjawab.
TERJADINYA PERSATUAN UNTUNG DAN RUGI
Pasal 144 KUHPerdata
1.
2.
Para pihak secara tegas memperjanjikan dalam perjanjian kawin
mereka.
Para pihak hanya memperjanjikan dalam perjanjian kawin bahwa
antar mereka tak ada persatuan harta.
PITLO: Pengertian untung rugi:
1.
2.
Saldo yang ada pada akhir perkawinan.
Keuntungan (wins) berupa semua activa dan kerugian adalah pasiva
atas harta persatuan (harta bersama)
Hasil Harta kekayaan mereka:
sewa rumah, bunga, deviden,
saham, dsb. Serta pendapatan
Mereka masing-masing sbg hasil
usaha dan kerajinan mereka
Tabungan pendapatan-pendapatan
yang tidak terhabiskan, yang
Telah dikurangi dengan berbagai
pengeluaran
PASAL 157 KUHPERDATA
Dimasukkan sebagai keuntungan karena ada tambahan harta kekayaan
Suami-istri yang dimiliki sebelum perkawinan
Pendapat Ali Afandi
•
•
•
•
Keuntungan adalah tiap bertambahnya kekayaan sepanjang perkawinan
karena hasil harta kekayaan dan pendapatansuami-istri, hasil harta
kekayaan dan pendapatan suami atau istri.
Kerugian adalah tiap berkurangnya kekayaan karena pengeluaran yang
melebihi pendapatan (saldo negatif).
Laba (activa)  tanpa dikurangi pengeluaran-pengeluaran.
Saldo  perhitungan jumlah kelebihan pada saat persatuan berakhir
dibandingkan pada saat perkawinan dilangsungkan.
kesimpulan
Akibat persatuan untung dan rugi adalah bahwa
semua keuntungan yang dperoleh dan semua
kerugian yang diderita sepanjang perkawinan, menjadi
bagian dan beban suami-istri menurut perbandingan yang
sama b esarnya. Dengan demikian dalam persatuan
Untung dan rugi ada persatuan yang terbatas, yaitu:
bahwa hanya untung dan rugi (bersama) suami-istri
AKIBAT PERKAWINAN
HAK DAN KEWAJIBAN
SUAMI ISTERI
(Pasal 30 – Pasal 34
UU No. 1 Tahun 1974)
HARTA BENDA
PERKAWINAN
(Pasal 35-Pasal 37
UU No. 1 Tahun 1974)
KEDUDUKAN ANAK
(Pasal 43-44 UU
No. 1 Tahun 1974)
HUBUNGAN ANTARA
ORANG TUA
DENGAN ANAK
(Pasal 45-Pasal 49 UU
No. 1 Tahun 1974)
AKIBAT PERKAWINAN
MERUPAKAN KONSEKUENSI YURIDIS ATAU MERUPAKAN
HUBUNGAN PERIKATAN
(MENIMBULKAN HAK DAN KEWAJIBAN)
YANG DITENTUKAN OLEH UNDANG-UNDANG PENYIMPANGAN
DAPAT DILAKUKAN MELALUI PERJANJIAN PERKAWINAN
KHUSUS TERHADAP HARTA BENDA PERKAWINAN
HAK DAN KEWAJIBAN
SUAMI - ISTERI
ASPEK MAKRO
KEWAJIBAN LUHUR
MENEGAKKAN RUMAH
TANGGA YANG MENJADI
SENDI DASAR DARI
SUSUNAN
MASYARAKAT
(PASAL 30 UU NO. 1
TAHUN 1974)
PRINSIP HAK DAN
KEDUDUKAN
ISTERI SEIMBANG
DENGAN HAK DAN
KEDUDUKAN
SUAMI
(Pasal 312 ayat (1)
UU No.1 Th. 1974
ASPEK MIKRO
KEDUDUKAN
SUAMI DAN ISTERI
DI DALAM KELUARGA
PRINSIP
MASING-MASING
SUAMI-ISTERI
CAKAP
MELAKUKAN
PERBUATAN HUKUM
(Pasal 31 ayat (2) UU
No. 1 Tahun 1974)
PRINSIP
SUAMI SEBAGAI
KEPALA KELUARGA
DAN
ISTERI SEBAGAI
IBU RUMAH TANGGA
(Pasal 31 ayat (3) UU
No. 1 Th.1974)
HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI-ISTERI
(PASAL 30 – 34 UU NO. 1 TH. 1974)
KEDUDUKAN
SUAMI ISTERI
HUBUNGAN
SUAMI ISTERI
SUAMI SBG
KEPALA
KELUARGA
SUAMI ISTERI
WAJIB SALING
CINTA
MENCINTAI
HORMAT
MENGHORMATI
DAN MEMBERI
BANTUAN
LAHIR BATIN
YANG SATU
KEPADA
YANG LAINNYA
(Pasal 33 UU
No. 1 Th. 1974)
SUAMI WAJIB
MELINDUNGI
ISTERI DAN
MEMBERIKAN
SEGALA
KEPERLUAN
HIDUP
RUMAH TANGGA
(Pasal 34 ayat
(1) UU No. 1
Th. 1974)
ISTERI WAJIB
MENGATUR
URUSAN
RUMAH TANGGA
DENGAN
SEBAIKBAIKNYA
(Pasal 34 ayat
(2) UU No. 1
Th. 1974)
SUAMI ISTERI
HARUS
MEMPUNYAI
KEDIAMAN
YANG
TETAP
(Pasal 32 ayat (1)
UU No. 1
Th. 1974)
ISTERI
SBG
IBU RUMAH
TANGGA
JIKA SUAMI
ISTERI
MELALAIKAN
KEWAJIBAN
MASING-MASING
DAPAT
MENGAJUKAN
GUGATAN KE
PENGADILAN
(Pasal 34 ayat (3)
UU No.1 Th. 1974)
CAKUPAN MATERI
HARTA BENDA PERKAWINAN
PENAFSIRAN HARTA BENDA
PERKAWINAN
MENURUT UU NO. 1
TAHUN 1974
PENAFSIRAN BERLAKUNYA
MENGENAI
HARTA BENDA
PERKAWINAN
PEMBAHASAN MENGENAI HARTA BENDA PERKAWINAN
INI MENGHADAPI KESULITAN UU POKOK YANG
UNTUK BERLAKUNYA MEMERLUKAN PERATURAN
PELAKSANAAN
(PASAL 66 DAN 67 UU NO. 1 TAHUN 1974)
DISISI LAIN PP NO. 9 TAHUN 1975 TIDAK MENGATUR
LEBIH LANJUT MENGENAI HARTA BENDA PERKAWINAN
TERDAPAT PENAFSIRAN YANG BERBEDA MENGENAI
PERLU TIDAKNYA DIKELUARKANNYA PERATURAN
PELAKSANAAN UU NO. 1 TAHUN 1974 SELAIN PP
NO. 9 TAHUN 1975
PENAFSIRAN HUKUM HARTA BENDA PERKAWINAN
(PASAL 35-37 UU NO. 1 TAHUN 1974)
KELOMPOK
HARTA BENDA
PERKAWINAN
HARTA
BERSAMA
Ps. 35(1)
Indikator
-Diperoleh
selama
perkawinan
-Bukan
bawaan,
hadiah,
warisan
HARTA
PRIBADI
SUAMI/ISTERI
Ps. 35(2)
-Harta bawaan
-Harta hadiah
-Harta warisan
Penafsiran
Para pihak
Ps. 35(2)
UU 1/74
WEWENANG
SUAMI ISTERI
ATAS HARTA BENDA
PERKAWINAN
HARTA
PRIBADI
SUAMI/ISTERI
HARTA
BERSAMA
Beheer,
Beschikking
Masingmasing
Beheer,
Beschikking
bersama
Penguasaan
dan hak
penuh
Persetujuan
suami isteri
sbg asas
UU No. 1 Th. 1974
Berdasar atas dan berpolakan pada hukum adat
(Soebekti dan Purwoto S. Gandasubrata)
TANGGUNG JAWAB
SUAMI-ISTERI
ATAS HUTANGHUTANG DG PIHAK KETIGA
HUTANG
PRIBADI
SUAMI/ISTERI
Beban
Masing-masing
Suami isteri
Menanggung
Hutang pribadi
Atas harta
Pribadi
Dan apabila
Tidak cukup
Dari harta
Bersama
(Hk. Adat)
HUTANG
BERSAMA
Beban suami
Isteri bersama
Atas harta
Bersama
Bila tidak
Cukup
Harta pribadi
Hukum adat
tidak
membedakan
Hutang pribadi
dan hutang
bersama
PENAFSIRAN BERLAKUNYA UU NO. 1 TH. 1974
TENTANG HARTA BENDA PERKAWINAN
Berlakunya UU No. 1 Th. 1974
khusus mengenai Harta Benda Perkawinan
PENAFSIRAN BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN 1974 (UU POKOK)
ATAS DASAR PASAL 66 UU NO. 1 TH. 1974
Sejauh sudah diatur
Berlaku ketentuan baru
ATAS DASAR PASAL 67 UU NO. 1 TH. 1974
Sejauh belum
diatur
Belum ada
P.P nya
Ada P.P nya
Berlaku ketentuan baru
BERLAKU
PERATURAN LAMA
DITENTUKAN SECARA TEGAS YANG MEMERLUKAN PERATURAN PELAKSANAAN ATAU PERATURAN
PEMERINTAH
Tenggang waktu tunggu (Ps. 11 ayat (2) UU No. 1 Th. 1974); Tatacara Perkawinan (Ps. 12 UU No.1 Th 1974);
Tatacara Perceraian dan Tatacara Mengajukan Gugatan (Ps. 39 ayat (3) & Ps. 40 ayat (2)
UU No. 1 Th. 1974; Kedudukan Anak (Ps. 43 ayat (2) UU No. 1 Th. 1974)
SELEBIHNYA TIDAK TEGAS MEMERLUKAN PERATURAN PELAKSANAAN ATAU TIDAK WALAU
SEBETULNYA MASIH MEMERLUKAN PENJELASAN
KESIMPULAN
UU NO. 1 TH. 1974 SEBAGAI KENYATAAN ADA DAN SUDAH DIBERLAKUKAN SECARA NASIONAL
PENAFSIRAN BERLAKUNYA HUKUM HARTA BENDA
PERKAWINAN
MENURUT UU NO. 1 TH. 1974 DALAM PRAKTEK
PERLU PERATURAN
PELAKSANAAN
Petunjuk MARI No. MA/Pemb/0807/75
Tanggal 10 Agustus 1975
UU No. 1 th. 74 belum efektif, maka berlaku
peraturan lama
Gol. Cina berlaku
K.U.H. Perdata
Pts. MARI No. 726/Sip/76
Tgl. 15 Feb ’76
UU No. 1 Th. 1974 belum
Ada PP yang mengganti
KUHPerdata, maka
Diberlakukannya peraturan
lama
Gol. Indonesia asli
Berlaku Hukum Adat
Pts. MARI No. 263/Sip/76
Tgl. 13 Nop. ’78
Penjualan harta bersama
Harus dengan
Persetujuan isteri atau
Hadir waktu jual beli
diadakan
BERLAKU
SEPENUHNYA
Pts. MARI No. 681/K/Sip/’75
Tgl. 18 Agst ’79
UU No. 1 Th. 1974 khususnya dilapangan
Harta perkawinan telah berlaku sepenuhnya
Pts. MARI No. 2690/K/Pdt/’85
Menyatakan bahwa UU No. 1 Th. 1974 sebagai
Hukum nasional mengikuti sistem Hk. Adat
Pendapat Soebekti
UU No.1 Th. 1974 mendasarkan atas asas
Hukum Adat, walau peraturan pelaksanaannya
Belum ada
Pendapat Tahir Tungadi
UU No.1 Th. 1974 dilaksanakan secara terbatas
Hanya bagi mereka yang menikah setelah
Berlakunya UU No.1 Th. 1974
KEDUDUKAN ANAK
Status atau posisi anak dalam keluarga
Pasal 42,43 dan 44 UU No.1 Th. 1974
PEMBUKTIAN
ASAL-USUL ANAK
Pasal 55 (1)-(3)
UU N. 1 Th. 1974
PENGERTIAN
ANAK YANG SAH
Pasal 42 UU No. 1
Th. 1974
KEDUDUKAN
ANAK YANG LAHIR
DILUAR
PERKAWINAN
Pasal 43 ayat (1)
UU No. 1 Th. 1974
HAK
PENYANGKALAN
SUAMI ATAS ANAK
YANG DILAHIRKAN
OLEH ISTRINYA
KARENA ZINA
Pasal 44 ayat (1) dan
Ayat (2) UU No. 1
Th. 1974
KEDUDUKAN
ANAK ANGKAT
Pasal 66 UU No. 1
Th. 1974
Berlaku peraturan
lama
LOGIKA SISTEMNYA
ANAK SAH
PENYANGKALAN SUAMI
ANAK LUAR KAWIN
PENGAKUAN ANAK
KEPASTIAN HUKUMNYA DENGAN PEMBUKTIAN ASAL-USUL ANAK
SKEMA
LOGIKA SISTEM KEDUDUKAN ANAK
KEDUDUKAN ANAK
ANTARA KONSEP BIOLOGIS DAN KONSEP YURIDIS
ANAK ANGKAT
Hukum Islam
Memandang
Hanya
Merupakan
Solidaritas
sosial
ANAK YANG
SAH
Anak kandung
PENYANGKALAN
ANAK YANG SAH
OLEH SUAMI IBUNYA
ANAK LUAR
KAWIN
Anak yang
Tidak sah
PENGAKUAN
ANAK LUAR KAWIN
OLEH BAPAK
BIOLOGISNYA
PEMBUKTIAN
ASAL-USUL ANAK
ANAK HASIL
OVERSPEL
TIDAK DAPAT
DIAKUI
PENGERTIAN ANAK YANG SAH
Pasal 42 UU No. 1 Th. 1974
INDIKATOR
PERKAWINAN
YANG SAH
Berdasar atas UU
No. 1 Th. 1974 jo
PP. No. 9 Th. 1975
Sah menurut hukum
Tidak sekedar hanya
Sah menurut
agama
YANG
DILAHIRKAN
Menunjuk
Peristiwa proses
Kelahiran seorang
Anak secara
Alamiah dari
Kandungan atau
Muncul ke dunia
DALAM
Artinya adalah dalam
Perkawinan yang
Sah diukur sejak
Perkawinan
Dilangsungkan
Sampai
Perkawinan putus
SEBAGAI AKIBAT
PERKAWINAN
YG SAH
Anak yg lahir diluar
Perkawinan yg sah tp
Proses pembuahannya
Terjadi pd masa
Perkawinan yg sah
Atau menjadi dianggap
Lahir dalam
Perkawinan yg sah
Pasal 255 KUHPerdata
Diukur dari anak yang lahir 300 hari setelah perkawinan putus adalah tidak sah, logika sebaliknya
sebelum 300 hari anak tersebut dilahirkan sebelum perkawinan putus adalah anak yang sah
Hukum Islam
Diukur dari anak yang dilahirkan 6 bulan setelah perkawinan atau dalam tenggang
Masa iddah adalah anak yang sah
Hukum Adat
Tidak diperhatikan jangka pendeknya perkawinan, hanya ditentukan anak yang dilahirkan
Dalam tenggang kehamilan adalah anak yang sah
KEDUDUKAN ANAK LUAR KAWIN
Pasal 43 ayat (1) UU No. 1 Th. 1974
SINGLE PARENT
HANYA MEMPUNYAI HUBUNGAN HUKUM KEPERDATAAN
DENGAN IBUNYA DAN KELUARGA IBUNYA SAJA
HUBUNGAN HUKUM DENGAN BAPAK BIOLOGISNYA DAPAT
TERJADI MELALUI PENGAKUAN ANAK LUAR KAWIN
Pasal 43 ayat (2) UU No. 1 Th. 1974 kedudukan anak luar kawin
ini akan diatur lebih lanjut dalam PP, oleh karena itu untuk saat
ini diberlakukan peraturan lama antara lain seperti yang diatur
dalam KUHPerdata
DUA TEORI
PENGAKUAN ANAK
TEORI
PEMBUKTIAN
(declaratif)
TEORI
MATERIIL
(constitutif)
DUA CARA
PENGAKUAN ANAK
SECARA
SUKARELA
SECARA PAKSAAN
MELALUI
PENGADILAN
KUHPerdata
-Pengakuan anak dibolehkan apabila si ibu memberikan persetujuan (Ps. 284)
-Hasil dari overspel tidak dapat diakui (Ps. 283)
HAK PENYANGKALAN SUAMI ATAS SAHNYA ANAK YANG
DILAHIRKAN OLEH ISTERINYA KARENA ZINA
Pasal 44 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 1 Tahun 1974
Dapat dilakukan dengan
Membuktikan bahwa isterinya
Telah melakukan
Zina (overspel) di muka
pengadilan
Pengadilan memberikan
Keputusan mengenai sah atau
Tidaknya anak yang
Dilahirkan oleh isteri atas
Permintaan si suami
AKIBAT HUKUMNYA SI ANAK HANYA MEMILIKI HUBUNGAN
HUKUM KEPERDATAAN DENGAN IBUNYA ATAU KELUARGA
IBUNYA SAJA, TIDAK MEMILIKI HUBUNGAN HUKUM
KEPERDATAAN DENGAN SUAMI IBUNYA.
MENURUT HUKUM ISLAM
APABILA TIDAK CUKUP BUKTI DAPAT DILAKUKAN DENGAN
SUMPAH LI’AN
Akibat hukumnya:
-Anaknya tidak sah (anak haram)
-Perkawinan menjadi putus selama-lamanya
-Suami atau isteri tidak mendapatkan hukuman
KEDUDUKAN ANAK ANGKAT
TIDAK DIATUR DALAM UU NO. 1 TAHUN 1974
DIBERLAKUKAN PERATURAN LAMA
BERDASARKAN ATAS PASAL 66 UU NO. 1 TH. 1974
HUKUM ADAT
KEDUDUKAN ANAK
ANGKAT SAMA DENGAN
ANAK KANDUNG
(Yurisprudensi Mahkamah
Agung R.I No.
578/K/Sip/1974
Tertanggal 7 Januari 1976
HUKUM ISLAM
Psl. 171 dan 209 KHI
KONSEP SOLIDARITAS
SOSIAL
(Pemeliharaan,Pertumbuhan
dan Pendidikan)
KEDUDUKAN ANAK
ANGKAT TIDAK SAMA
DENGAN ANAK KANDUNG
S. 1917-129 jo. S. 1925 – 92
Tentang ADOPSI bagi anak
Laki-laki keturunan Cina,
Anak adopsi dianggap
Dilahirkan dari perkawinan
Orang tua angkatnya berarti
Sama dengan anak kandung
TD. HASILKAN
PERALIHAN HUBUNGAN
PERDATA DARI OTK
KE OTA.
TIDAK MEWARIS
HARTA ORANG TUA
ANGKAT
APABILA ANAK
ANGKATNYA
PEREMPUAN
WALINYA TETAP
ORANG TUA
PEMBUKTIAN ASAL-USUL ANAK
Pasal 55 UU No. 1 Tahun 1974
HARUS DIBUKTIKAN DENGAN
AKTA KELAHIRAN YANG
OTENTIK
Pasal 55 ayat (1) UU No. 1
Th. 1974
APABILA AKTA
KELAHIRAN YANG OTENTIK
TIDAK ADA, MELALUI
PENETAPAN PENGADILAN
Pasal 55 ayat (2) UU
No. 1 Th. 1974
ATAS DASAR
PENETAPAN PENGADILAN
DITERBITKAN AKTA
KELAHIRAN YANG
OTENTIK OLEH KANTOR
CATATAN SIPIL SETEMPAT
Pasal 55 ayat (3) UU
No. 1 Th. 1974
PEMBUKTIAN ASAL-USUL ANAK
MENURUT PASAL 55 UU NO. 1 TAHUN 1974 SEOLAH-OLAH DIRUMUSKAN SECARA LIMITATIF,
YAITU HANYA DIBUKTIKAN DENGAN AKTA KELAHIRAN YANG OTENTIK, ARTINYA
TIDAK DENGAN ALAT BUKTI LAINNYA SEPERTI AKTA-AKTA LAINNYA ATAU KETERANGAN SAKSI
PASAL 261 K.U.H. PERDATA
PEMBUKTIAN ASAL-USUL ANAK DIBUKTIKAN DENGAN AKTA-AKTA KELAHIRAN MEREKA SEKEDAR
DILAKUKAN DALAM REGISTER CATATAN SIPIL, APABILA TIDAK ADA AKTA-AKTA TERSEBUT
MAKA JIKA ANAK-ANAK TERUS MENERUS MENIKMATI SUATU KEDUDUKAN SEBAGAI ANAK-ANAK
YANG SAH, KEDUDUKAN ATAU KEADAAN SEBAGAI SUATU KENYATAAN TERSEBUT ADALAH
BUKTI YANG CUKUP SEBAGAI PEMBUKTIAN ASAL-USUL ANAK.
RUANG LINGKUP
HAK DAN KEWAJIBAN ANTARA ORANG TUA DAN ANAK
PASAL 45-49 UU NO. 1 TAHUN 1974
KEWAJIBAN ORANG TUA
Disisi lain sbg hak anak
Pasal 45 UU No. 1 Th. 1974
Memelihara & Mendidik anak sebaikBaiknya, sampai Anak-anak kawin atau
Sampai mandiri, walau kekuasaan
Orang tua dicabut
KEKUASAAN ORANG TUA
Atas diri dan harta anak
KEWAJIBAN ANAK
Disisi lain
Sbg. Hak orang tua
Pasal 46 UU No. 1 Th 1974
ANAK BELUM DEWASA
Menghormati & mentaati
Kehendak orang tua yang
baik
ANAK SUDAH DEWASA
Memelihara orang tua &
Keluarga dalam garis lurus
Ke atas yang
Membutuhkan bantuan
•
Anak belum berumur 18 th atau belum kawin di bawah kekuasaan orang tua dan orang tua
mewakili anak di dalam dan di luar Pengadilan (Ps. 47 UU No. 1 Th. 1974).
•
Orang tua menguruskan harta anak-anaknya oleh karena itu mereka dilarang memindahkan hak
atau menggadaikan barang-barang tetap yang dimiliki anaknya yang belum dewasa, kecuali bila
kepentingan anak itu menghendaki (Ps. 48 UU No. 1 Th. 1974)
•
Salah satu atau kedua-duanya dari orang tua dapat dicabut kekuasaan orang tuanya, bila ia lalai
atau berlaku buruk sekali, dan walau telah dicabut kekuasaan orang tuanya, tetap wajib memberi
nafkah dan memelihara anak-anaknya.
KEWAJIBAN ORANG TUA
Pasal 45 (1) dan (2) UU No. 1/’74
Kewajiban memelihara dan
Mendidik anak sebaik-baiknya
Sampai anak
Melangsungkan
perkawinan
Sampai anak
Dapat berdiri
sendiri
Juga kekuasaan orang tua
Walau perkawinan kedua
orang tuanya putus dan
Putusnya perkawinan tidak
Menghentikan kewajiban
Orang tua
MEMELIHARA
ASPEK LAHIRIAH YANG BERHUBUNGAN DENGAN
PERTUMBUHAN ANAK (ASPEK KEHIDUPAN)
MENDIDIK
ASPEK NON LAHIRIAH YANG BERHUBUNGAN DENGAN
MENTAL DAN KUALITAS ANAK-ANAKNYA
Kekuasaan orang
tua sebagai suatu
hak
Kekuasaan orang
tua atas diri
Pribadi anak
Kekuasaan orang
tua atas harta
Benda milik anak
KEWAJIBAN ANAK
PASAL 46 AYAT (1) DAN AYAT (2)
UU NO. 1 TAHUN 1974
INDIKATOR DEWASA
UU No. 1 Th. 1974
KUHPerdata,
Hukum Islam,
Hukum Adat
BELUM
DEWASA
MENGHORMATI
ORANG TUA
ASPEK SIKAP
SEBAGAI DASAR
DARI
PERILAKU
TELAH
DEWASA
WAJIB MEMELIHARA
MENURUT
KEMAMPUANNYA
MENTAATI
KEHENDAK
ORANG TUA
ASPEK
PERILAKU SBG
FUNGSI DARI
SIKAP
KEPADA
ORANG TUA
KPD KELUARGA
GARIS LURUS
KE ATAS
APABILA MEREKA
MEMBUTUHKAN BANTUAN
RUANG LINGKUP
PUTUSNYA PERKAWINAN DAN AKIBATNYA
Pasal 38-41 UU No.1 Th. 1974 jo. Pasal 14-38
PP. No. 9 Th. 1975 jo. Pasal 113-162 KHI
KARENA KEMATIAN
SALAH SATU ATAU
KEDUA-DUANYA DARI
SUAMI ISTERI
Pasal 38 UU No. 1 Th. 1974
Jo. Pasal 113 KHI
1.
2.
3.
4.
KARENA PERCERAIAN
Pasal 38-41 UU No. 1
Th. 1974 jo. Pasal 14-38
PP. No. 9 Th. 1975 jo.
Pasal 113-162 KHI
ATAS KEPUTUSAN
PENGADILAN
Pasal 38 UU No. 1
Th. 1974 jo. Pasal 113 KHI
AKIBAT HUKUMNYA
TERHADAP HUBUNGAN SUAMI ISTERI
TERHADAP HARTA BENDA PERKAWINAN
(Harta bersama)
TERHADAP HUBUNGAN ANTARA ORANG TUA
DENGAN ANAK-ANAKNYA (Kekuasaan Orang Tua)
TERHADAP HUBUNGAN DENGAN PIHAK KETIGA
PUTUSNYA PERKAWINAN DAN AKIBATNYA
Harus diperhatikan ketentuan UU No. 1 Tahun 1974 dan PP. No. 9 Tahun 1975 sebagai
Aturan pelaksanaannya bersifat umum berlaku bagi seluruh Warga Negara Indonesia sedangkan
KHI merupakan ketentuan hukum yang bersifat khusus berlaku bagi Warga Negara Indonesia
Sedangkan KHI merupakan ketentuan hukum yang bersifat khusus berlaku bagi
Warga Negara Indonesia yang beragama Islam
PUTUSNYA PERKAWINAN KARENA PERCERAIAN
PASAL 38-PASAL 41 UU NO. 1 TAHUN 1974
PENGERTIAN
PERCERAIAN
Perceraian atas gugatan oleh
Suami atau isteri melalui dan
Dengan keputusan
Pengadilan
Ps. 39 ayat (1) UU No. 1/1974
Dijatuhkan suami
Penetapan Hakim
Karena kematian
ALASAN-ALASAN
PERCERAIAN
ACARA PERCERAIAN & BENTUKBENTUK PERCERAIAN
Menurut Hukum Islam
Perceraian terjadi karena talak dari suami
Atau gugat cerai dari isteri melalui dan
Dengan keputusan pengadilan agama
Ps. 114 KHI
Talak dari
suami
Artian umum
Gugat cerai
Dari isteri
Artian khusus
Yg dijatuhkan suami (Ikrar)
ALASAN PUTUSNYA PERKAWINAN KARENA PERCERAIAN
Pasal 38 – Pasal 41 UU No. 1 Tahun 1974
Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi
dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan
Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain
alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya
Salah satu pihak mendapat hukuman penjara selama 5 tahun atau hukuman yang lebih berat
setelah perkawinan berlangsung
Salah satu pihak melakukan kekeaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain
Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat
tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami istri
Antara suami istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan
akan hdup rukun lagi sebagai suami stri
Suami melanggar tak’lik talak
Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan
terjadinya ketidak rukunan dalam rumah tangga
ACARA PERCERAIAN DI PENGADILAN
Pasal 39 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 Jo. Pasal 115 KHI
Pengadilan Negeri
Bagi non Muslim
Prosedur
gugat Cerai
Lesan / tertulis
Disertai
Surat keterangan
Tempat tinggal
Dari kelurahan
Pengadilan Agama
Bagi Muslim
Persidangan
Perceraian
Tahapan
Sidang
Pengadilan
Izin talak dari suami
• Talak Radj’I
• Talak ba’in Shughraa
• Talak ba’in Kubraa
• Talak Sunny
• Talak bid’i
Putusan
Perceraian
Laporan ke Peg. Penc. Perkawinan (Catatan Sipil)
Utk mendapatkan kutipan buku pendaf. perceraian
Eksekusi mengenai
harta benda perkawinan
Permohonan
tertulis
Pemeriksaan
Berkas
Persidangan, Putusan & Pengurusan
Ke PPP utk dptkan kutipan buku cerai
Dugat Cerai
dari Istri
ajukan gugat cerai
secara tertulis
Tahapan Sidang
Pengadilan
• Pts.INKRACHT
• Pengurusan
ke PPP
• Salinan kutipan
Buku daft. cerai
BENTUK-BENTUK PERCERAIAN DAN SEBAB LAIN
MENURUT HUKUM ISLAM
TALAK
Ikrar suami sbg salah satu sebab putusnya perkawinan
KHULUK
Talak tebus,perceraian atas dasar persetuajuan suami-istri dg disertai tebusan harta/uang dari istri
SYIQAQ
Perselisihan suami-istri yg diselesaikan dua HAKAM pihak suami/istri
FASAKH
atas permintaan salah satu pihak oleh Hakim karena salah satu pihak ada cela atau tertipu
TAK’LIK TALAK
Janji talak yg digantungkan pd keadaan tertentu dimasa datang
ILA’
Suami bersumpah utk tdk mencampuri istrinya (td. Talak atau cerai)
ZHIHAR
Suami bersumpah bahwa Istrinyaitu baginya sama dg punggung ibunya, dg sumpah itu berarti
Telah menceraikan istrinya
LI’AN
Laknat atau sumpah, suami menuduh istrinya berzina tanpa bukti cukup
MURTAD
KEMATIAN
AKIBAT PUTUSNYA PERKAWINAN
KARENA KEMATIAN
BAGI SUAMI ISTRI
YANG HIDUP
HARTA BENDA
PERKAWINAN
KEWAJIBAN ORANG
TUA KPD ANAK
• Istri yang hidup
dapat menikah
lagi setelah lewat
masa iddah
• Timbul pewarisan
terhadap harta
peninggalan
si mati
• wajib bereskan
hutang-hutang
si mati atas beban
harta peninggalan
• Orang tua yang
tinggal
hidupmeneruskan
kewaibannya sbg
orang tua kepada
anak-anaknya yang
masih kecil
• Suami yang
hidup dapat
menikah lagi
AKIBAT PUTUSNYA PERKAWINAN
KARENA PERCERAIAN
HUBUNGAN
SUAMI ISTRI
•
•
Suami thd istri
(biaya hidup dan
lannya  psl. 41
UU 1/74):
mut’ah,nafkah,
maskan & kiswah
selama iddah,
mahar yang
terutang,nafkah
iddah kecuali istri
nusyuz, nafkah
lampau yang
terutang
Istri thd suami: td.
menerima
pinangan pria lain
selama masa
iddah
HATA BENDA
PERKAWINAN
• Harta pribadi
suami/istri tetap
dikuasai masing
masing
• Harta bersama
suami-istri
dibagi
masing-masing
separuh
HUB. ORANG
TUA DG ANAK
• Hubungan spt
tidak terjadi
perceraian
• KHI:
Anak yg belum
atau sudah
mumayiz
• Yang berhak atas
hadhanah
• Yang wajib atas
biaya hadhanah
dan nafkah
• Kalau ada
Perselisihan
hal diatas dengan
keputusan
pengadilan
TERHADAP
PIHAK KETIGA
• Utang setelah
cerai 
menjadi utang
pribadi yang
berhutang
• Utang
sebelum cerai
 Utang
pribadi
tanggung
jawab pribadi
dan utang
bersama
tanggung
jawab
bersama
AKIBAT PUTUSNYA PERKAWINAN
ATAS KEPUTUSAN PENGADILAN
TERHADAP ANAK
•
Tetap sbg. Anak
sah dan memiliki
hubungan hukum
dengan bapak dan
ibunya.
HAK-HAK SUAMI &
ISTRI YANG
BERIKTIKAD BAIK
• Ada iktikad (subyektif)
baik ada akibat hukum
seperti pada perceraian
(ada harta besama)
• Tidak ada iktikad baik
(Perkawinan rangkap)
tidak ada harta bersama.
• Tidak ada iktikad baik,
maka kerugian yang
timbul, jadi tanggung
jawab yang beriktikad
baik
TERHADAP PIHAK
KETIGA
•
•
•
Tidak berlaku surut
bagi pihak ketiga
dan persetujuan
yang dibuat tetap
sah
Prinsip aktiva dan
pasiva dalam
pelunasan hutang
Hutang pribadi
menjadi
tanggungjawab
pribadi yang
berhutang
PERWALIAN & PENUNJUKANNYA
Terjadinya saat orang tua meninggal dunia atau dicabut kekuasaan orang tua
atas anak yang belum dewasa
Pasal 50 - Pasal 54 UU No. 1 Tahun 1974
Wali dan perwalian
Penunjukan wali
ASPEK
PERWALIAN
YANG BERHAK
MENUNJUK WALI :
CARA
PENUNJUKAN WALI :
• orang tua yang
menjalankan
kekuasaan orang tua
• pengadilan karena
pencabutan
kekuasaan orang tua
atau wali
• Oleh orang tua sblm
meninggal
• Wasiat tertulis atau
lisan
• Di hadapan 2 orang
saksi
• atas diri pribadi
anak
• atas harta benda
milik anak
Perwalian ini tidak
Meliputi sbg wali
Nikah (tetap pada
Orang tua
Kandungnya)
Kewajiban wali
Pencabutan
Kekuasaan wali
YANG DPT
DITUNJUK SBG
WALI :
• Di utamakan dari
kerabat
• Setiap orang (dan
badan hukum)
Syarat : dewasa,
Pikiran sehat, adil,
Jujur, kelakuan baik.
HAK & KEWAJIBAN WALI
KEWAJIBAN WALI
DAN HAK
Kewajiban wali
• Urus pribadi dan
harta anak
• Hormati & bimbing
agama, pendidikan
dan ketrampilan
• Daftar harta anak
dan perubahannya
• Tanggung jawab
atas kerugian
• Karena kesalahan/
kelalaian
Hak wali
• Menikmati hasil
atas pengurusan
harta anak
• Dapat
dipergunakan
harta anak untuk
kepentingannya
apabila wali fakir
PENCABUTAN
KEKUASAAN WALI
SYARATSYARAT
• Lalai
• Kelakuan buruk
• Pemabuk
• Penjudi
• Pemboros
• Gila
• Salah gunakan
hak dan
wewenang sbg
wali
YG
MENGAJUKAN
DENGAN
KEPUTUSAN
PENGADILAN
Permohonan
kerabat
Penunjukan
Wali
Pengganti
(Lain)
Diwajibkan
Ganti
Kerugian
Atas dasar
Pembukuan
Tutup buku
Setiap
tahun