Tindak Pidana Tertentu dalam KUHP Pertemuan 2

Download Report

Transcript Tindak Pidana Tertentu dalam KUHP Pertemuan 2

KEJAHATAN TERHADAP
KEHORMATAN

Tujuan KUHP yang sekarang sedang diganti karena
dibuat berdasarkan WvS yang didasarkan pada politik
hukum Belanda dalam menjaga status quo pemerintah
Hindia Belanda jaman dulu. Sehingga ada pasal-pasal
yang sekarang harus diganti. Misalnya delik penghinaan,
selama ini kita akan mengacu pada ketentuan pada
KUHP yang berasal dari zaman Belanda. Pasal-pasal
perlindungan terhadap martabat manusia diatur melalui
apa yang disebut sebagai kejahatan penghinaan, yang
diatur mulai dari Pasal 310 hingga 318, khusus
Kejahatan terhadap Martabat. Penghinaan diklasifikasi
menjadi beberapa bentuk tindakan : menista (Pasal
310), memfitnah, memfitnah melalui surat, dll.

Pada KUHP yang baru dipisahkan pasalpasal penghinaan terhadap Kepala
Negara, Kepala Negara Asing, kekuasaan
negara dan terhadap golongan agama.
Pasal penghinaan terhadap kekuasaan
negara ada di Pasal 207-208. Pasal-pasal
KUHP lama kita sebut sebagai kurang
menjamin perlindungan HAM, namun RUU
KUHP yang baru tidak begitu jauh
berbeda dengan KUHP sebelumnya.

Dalam RUU KUHP yang baru, kejahatan terhadap diri
pribadi dan kejahatan terhadap martabat atau diri
Presiden dan seterusnya dipisahkan. Secara sepintas
memang ada kemajuan dalam RUU ini. Kemajuan ia
berbicara soal pertanggungjawaban pidananya. Artinya,
untuk bisa disebut sebagai suatu tindakan pidana
[penghinaan] ia harus bisa menimbulkan suatu
keonaran. Jadi ada pergeseran dari delik formil ke delik
materiil. Dalam merumuskan suatu tindak pidana dalam
KUHP, seyogyanya tidak menimbulkan penafsiran yang
luas. Memang ada extensive interpretation, namun
sebaiknya kita jangan melakukan hal yang menimbulkan
kesan tidak adanya kepastian hukum. Pada KUHP lama
dan RKUHP sekarang ini (Pasal 310) istilah-istilah soal
penghinaan. Lalu soal pencemaran nama baik dan
istilah terkait lainnya tidak dijelaskan dengan baik.

Perlu dipilah seberapa jauh suatu perbuatan
dapat disebut sebagai pelanggaran martabat
pribadi secara perseorangan, dan sejauh mana
perbuatan dapat disebut menghina kekuasaan
negara. Menurut kami sebaiknya “penghinaan”
dikelompokkan jadi satu, tidak dipisah seperti
sekarang ini, antara terhadap individu dan
terhadap negara. Karena kualifikasi
perbuatannya adalah kualifikasi yang nota bene
disebutkan dalam KUHP Pasal 310-318 juga
termasuk dalam konteks penghinaan terhadap
kepala negara. Kalau sudah termasuk buat apa
dipisahkan ? Jika disatukan, bisa ditambah
unsur pemberatan jika penghinaan itu ditujukan
terhadap kepala negara.

Lalu disebutkan dalam R-KUHP bahwa
pasal penghinaan Kepala Negara dan
kekuasaan umum bukan merupakan delik
aduan, sedangkan terhadap pribadi
adalah delik aduan. Logika hukum
pembedaan ini tidak bisa kami mengerti.
Kenapa penghinaan Presiden atau
wakilnya bukan delik aduan sedangkan
terhadap individu harus delik aduan.
Kejahatan terhadap martabat manusia
berkaitan dengan:
1) hak-hak pribadi,
 Hak pribadi mulai berkembang ketika di Amerika dua
orang pengacara menulis di sebuah majalah Harvard
Preview, bahwa serangan terhadap pribadi jauh lebih
merugikan daripada serangan terhadap fisik. Melukai
luka-luka jiwa dan gangguan mental. Oleh karena itu
orang yang menyerang pribadi, baik merupakan
penghinaan harus memperoleh timpalan terhadap apa
yang dibuat. Dari sini berkembang hak-hak atas pribadi,
walaupun ini masih dalam ruang lingkup perdata. Di
Inggris, sebelum Lady Di ada masalah, tidak ada hak
seperti ini.
2) kekuasaan negara,
 Lalu kita masuk ke konsep negara, Fransiscus Fujiyama
mengatakan bahwa konsep ini sudah ada sejak 10 ribu tahun
yang lalu, sejak masyarakat pertanian pertama muncul di
Mesopotamia. Negara dalam arti birokrasi yang terpusat baru
muncul sekitar 400 atau 500 tahun yang lalu. Banyak sekali
teori mengenai negara, tapi sejak komunis tumbang,
pengertian negara berubah :
a. negara kesejahteraan, cakupan tugas dan kewenangannya
hanya yang bersifat elementer : pembentukan pertahanan
dan keadilan, penyediaan infrastruktur, pencetakan uang -- di
luar itu diserahkan pada warga;
b. negara regulator/intervensionis, ini suatu aliran yang
menempatkan negara dalam status sakral dan mengatur
seluruh tata nilai dalam masyarakat. Kewibawaan negara
tidak boleh diganggu gugat. Karena itu negara juga mengatur
seluruh tata nilai masyarakat dan individu. Tentu ada varianvariannya, tapi dalam hal ini apa yang dikatakan Max Weber,
hakikat penegakan negara adalah pemaksaan terhadap
warga negara.
3) hak-hak publik.
 Hak publik tidak bisa dilepaskan dari hakhak negara. Banyak juga model hak publik
ini, mulai dari negara teokrati dan
seterusnya, namun yang sekarang dipakai
secara umum adalah publik mempunyai
kontrak sosial terhadap
pemerintah/negara melalui pemilu. Namun
demikian, publik tetap bisa mengontrol
pimpinan negara, dan bahkan diberikan
pintu untuk mengganti kalau kontrak itu
dilanggar.

Di sini kita mulai menghadapi bagaimana
ketiga hak itu harus berinteraksi.
Konstitusi Indonesia sudah jelas menyebut
bahwa negara diberikan suatu
kewenangan yang besar. Namun dalam
menjalankan kewenangan itu, negara
harus menghormati tidak boleh melanggar
hak-hak pribadi dan hak-hak publik. Jika
ada kepentingan publik yang lebih besar,
maka hak pribadi tidak bersifat absolut.
Penyusunan hukum pidana dalam bentuk
kodifikasi dan unifikasi dimaksudkan untuk
menciptakan keadilan, kebenaran dan ketertiban
dan kepastian hukum dengan memperhatikan
kepentingan nasional, masyarakat dan individu
dalam negara Indonesia. Pemidanaan bertujuan :
a. mencegah tindak pidana dengan menegakkan
norma hukum;
b. memasyarakatkan terpidana sehingga menjadi
orang yang baik dan berguna;
c. menyelesaikan konflik yang disebabkan oleh
tindak pidana, memulihkankeseimbangan dan
munculkan rasa damai dalam masyarakat;
d. membebaskan rasa bersalah pada para
terpidana.
