PAPARAN PENCERAHAN HUKUM

Download Report

Transcript PAPARAN PENCERAHAN HUKUM

PAPARAN PENCERAHAN HUKUM
BAGI PARA KEPALA SEKOLAH PROVINSI DKI JAKARTA
“MENCIPTAKAN APARAT YANG BERSIH DAN BERWIBAWA”
PUSAT PENERANGAN HUKUM
KEJAKSAAN AGUNG RI
APAKAH DEFINISI APARAT YANG BERSIH
DAN BERWIBAWA??
• Definisi Aparat yang bersih dapat disamakan
dengan definisi Penyelenggara Negara yang
bersih dalam Pasal 1 angka 2 UU. No. 28 Tahun
1999 Tentang Penyelenggara Negara yang Bersih
dan Bebas dari Korupsi Kolusi dan Nepotisme :
“ Penyelenggara Negara (yang menjalankan fungsi
eksekutif, legislatif, yudikatif) yang menaati
asas-asas umum penyelenggaraan negara dan
bebas dari praktek KKN, serta perbuatan tercela
lainnya”
Apakah Pengertian Berwibawa?
• Dalam Kamus Besar Indonesia :
Mempunyai wibawa (sehingga disegani
dan dipatuhi)
• Bagi Aparat Pemerintah DKI Jakarta
istilah ber-wibawa sudah dikenal sejak
era Gubernur Wiyogo Atmodarminto
dalam Program BMW :
Bersih Manusiawi ber-Wibawa
(http://www.kamusbesar.com/43587/berwibawa)
Ber-Wibawa memiliki filosofi
disegani dan dihormati,
bukannya ditakuti oleh karena
kekuatan, kekuasaan maupun
kekayaan tetapi karena
mampu tampil sebagai
teladan, berprestasi dan
mengayomi serta senantiasa
menjunjung tinggi nilai-nilai
luhur.
(http://www.jakarta.go.id/jakv1/encyclopedia/detail/3840)
APARAT YANG BERSIH MELAHIRKAN WIBAWA/
MENJADI BERWIBAWA
Q
: Apa saja yang harus dilakukan oleh aparat pemerintah
agar menjadi aparat yang bersih?
A
:
 Aparat menaati Pasal 3 UU No. 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggara
Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi Kolusi dan Nepotisme yaitu
dalam penyelenggaraan pemerintah mengacu :
• Asas Kepastian Hukum
• Asas Tertib Penyelenggaraan Negara
• Asas Kepentingan Umum
• Asas Keterbukaan
• Asas Proporsionalitas
• Asas Profesionalitas
• Asas Akuntabilitas
Aparat
Melaporkan
Harta
kekayaannya (LHKPN) Pasal 5
angka 2, 3 UU No. 28 Tahun 1999
Aparat
menaati
ketentuan
perundang-undangan
tentang
tindak pidana korupsi
Aparat menaati ketentuan PP. No.
53 Tahun 2010 tentang Disiplin
Pegawai Negeri Sipil, khususnya
mengenai kewajiban dan larangan
yang harus dipenuhi oleh PNS
UU YANG MENGATUR TINDAK PIDANA
KORUPSI
1. UU NO. 3 TAHUN 1971; SEPANJANG
PERBUATAN ITU DILAKUKAN SEBELUM
TANGGAL 16 AGUSTUS TAHUN 1999;
2. UU NO. 31 TAHUN 1999 Jo. UU NO. 20
TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN
TINDAK PIDANA KORUPSI.
DELIK – DELIK (tindak pidana)
KORUPSI
1. Delik yang dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara (Pasal 2 dan Pasal 3 UU No. 31 Tahun
1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi)
2. Delik penyuapan memberikan atau menjanjikan sesuatu
Pasal 5 UU NO. 31 Tahun 1999 JO. UU NO. 20 Tahun 2001
yang diadopsi dari Pasal 209 KUHP (SUAP AKTIF).
3. Delik penyuapan memberikan atau menjanjikan sesuatu
kepada Hakim dan Advokat Pasal 6 UU NO. 31 Tahun 1999
JO. UU NO. 20 TAHUN 2001 yang diadopsi dari Pasal 210
KUHP (SUAP AKTIF).
4. Delik dalam hal membuat bangunan dan
menjual bahan bangunan dan korupsi dalam
menyerahkan alat keperluan TNI dan
Kepolisian RI Pasal 7 UU. No. 31 Tahun 1999
Jo. UU NO. 20 Tahun 2001 yang diadopsi dari
Pasal 387 dan 388 KUHP.
5. Delik Pegawai Negeri menggelapkan Uang
dan Surat Berharga Pasal 8 UU. No. 31 Tahun
1999 Jo. UU NO. 20 Tahun 2001 yang
diadopsi dari Pasal 415 KUHP.
6. Delik Pegawai Negeri memalsu buku-buku
dan daftar-daftar yang khusus untuk
pemeriksaan administrasi Pasal 9 UU. No. 31
Tahun 1999 Jo. UU NO. 20 Tahun 2001 yang
diadopsi dari Pasal 416 KUHP.
7. Delik Pegawai Negeri merusakkan barang, akta,
surat, atau daftar untuk meyakinkan/membuktikan
di muka pejabat yang berwenang Pasal 10 UU. No.
31 Tahun 1999 Jo. UU No. 20 Tahun 2001 yang
diadopsi dari Pasal 417 KUHP.
8. Delik Pegawai Negeri menerima hadiah atau janji
yang berhubungan dengan kewenangan jabatan,
Pasal 11 UU. No.31 Tahun 1999 Jo. UU NO. 20 Tahun
2001 yang diadopsi dari Pasal 418 KUHP.
9. Delik Pegawai Negeri atau penyelenggara negara,
hakim dan advokat menerima hadiah atau janji
(suap pasif), Pegawai Negeri memaksa membayar,
memotong pembayaran, meminta pekerjaan,
menggunakan tanah negara, dan turut serta dalam
pemborongan, Pasal 12 UU. No.31 Tahun 1999 Jo.
UU NO. 20 Tahun 2001 yang diadopsi dari Pasal 419,
420, 423, 425, 435 KUHP.
10. Delik Pegawai Negeri menerima gratifikasi
(Pegawai Negeri atau penyelenggara negara
yang menerima gratifikasi pemberian dalam
arti luas, yakni : pemberian uang, rabat,
komisi pinjaman tanpa bunga, tiket
perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan
wisata, pengobatan cuma-cuma dan fasilitas
lainnya (Pasal 12 B UU. No.20 Tahun 2001).
11. Delik suap pada Pegawai Negeri dengan
mengingat kekuasaan Jabatan Pasal 13 UU.
No.31 Tahun 1999 Jo. UU No.20 tahun 2001.
12. Delik yang berhubungan dengan hukum acara
Pemberantasan Korupsi :
Mencegah,
merintangi/menggagalkan
penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan
TPK (Pasal 21 UU. No.31 Tahun 1999).
13. Tersangka tidak memberikan keterangan
seluruh hartanya, saksi bank, setiap saksi dan
mereka yang wajib menyimpan rahasia
jabatan sengaja tidak memberikan keterangan
atau memberikan keterangan yang palsu
(Pasal 22 UU. No.31 Tahun 1999).
14. Delik saksi menyebut pelapor tindak pidana
korupsi (Pasal 24 Jo. Pasal 31 UU. No.31 Tahun
1999).
RUMUSAN KEUANGAN NEGARA DAN
KERUGIAN NEGARA :
 KEUANGAN NEGARA MENURUT PENJELASAN UU NO. 31
TAHUN 1999 JO. UU NO. 20 TAHUN 2001 YAITU seluruh kekayaan
negara dalam bentuk apapun yang dipisahkan atau yang tidak dipisahkan
termasuk didalamnya segala bagian kekayaan negara dan segala hak dan
kewajiban yang timbul karena :
a.
Berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggung jawaban
pejabat lembaga negara, baik tingkat pusat maupun di daerah;
b. Berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggung jawaban
Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, Yayasan,
Badan Hukum dan Perusahaan yang menyertakan modal negara,
atau perusahaan yang menyertakan modal pihak ketiga berdasarkan
perjanjian dengan negara.
Lanjutan....
 KERUGIAN NEGARA
adalah menurut Pasal 1 angka 22 UU NO. 1
Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara : Kerugian negara/daerah
adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan
pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja
maupun lalai.
 KERUGIAN NEGARA DALAM PRAKTEK PERADILAN :
HARUS RIIL DAN TERUKUR.
INSTRUMEN PERATURAN YANG TERKAIT
DENGAN TERCIPTANYA APARAT YANG BERSIH
 Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 Tentang
Keterbukaan Informasi Publik.
Prinsipnya : Badan Publik (termasuk Pemerintah
Daerah) harus menyediakan informasi bagi publik
baik informasi itu diminta atau tidak diminta, seperti
informasi yang harus tersedia setiap saat, informasi
yang diumumkan secara berkala, informasi yang
harus diumumkan secara serta merta) kecuali
informasi yang diminta termasuk yang dikecualikan
atau rahasia.
UU. Nomor 20 Tahun 2002 Tentang KPK
Khususnya mengenai tata cara pelaporan dan
penentuan status gratifikasi wajib melaporkan kepada
KPK)
 UU. No. 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara
Khususnya tentang pengelolaan piutang dan utang,
Pengelolaan Investasi, Pengelolaan Barang Milik Negara
/Daerah ketentuan dalam Penatausahaan dan
pertanggungjawaban APBN/APBD
UU. No.17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara
Khususnya tentang pertanggungjawaban pelaksanaan
APBN dan APBD.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009
Tentang Pelayanan Publik
Prinsipnya : Memberikan kepastian hukum dalam
hubungan antara masyarakat dengan
penyelenggara dalam pelayanan publik ,
diantaranya mengenai terwujudnya batasan dan
hubungan yang jelas tentang Hak tanggung jawab
kewajiban dan kewenangan seluruh pihak yang
terkait dengan penyelenggaraan pelayanan publik
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007
Tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional Tahun 2005-2025 (lampiran
BAB IV.1.2, huruf E angka 35)
Pembangunan Aparatur Negara dilakukan melalui
Reformasi Birokrasi untuk meningkatkan
profesionalisme aparatur negara dan untuk
mewujudkan tata pemerintahan yang baik, di pusat
maupun daerah, agar mampu mendukung
keberhasilan pembangunan di bidang lainnya.
UU No. 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman RI
Mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik baik yang diselenggarakan
oleh penyelenggara negara dan pemerintahan termasuk yang diselenggarakan oleh Badan Usaha
Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan Badan Hukum Milik Negara serta badan swasta atau
perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu yang sebagian atau
seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran
pendapatan dan belanja daerah.
Dalam pelaksanaan pengawasan didasari :
1. Laporan masyarakat/pelapor (syarat : sudah menyampaikan laporan secara langsung kepada
pihak terlapor atau atasannya, tetapi laporan tersebut tidak mendapat penyelesaian
sebagaimana mestinya, yaitu pihak terlapor memperlambat penyelesaian, tidak dilakukan
penyelesaian menurut prosedur internal di instansi terlapor), tanggapan atau tindak lanjut
belum menyelesaikan Maladministrasi yang terjadi atau sama sekali tidak memperoleh
tanggapan.
2. Prakarsa sendiri apabila diduga ada maladministrasi (perilaku atau perbuatan melawan
hukum, melampaui wewenang, menggunakan wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi
tujuan wewenang tersebut, termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum dalam
penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan oleh Penyelenggara Negara dan
pemerintahan yang menimbulkan kerugian materiil dan/atau immateriil bagi masyarakat dan
orang perseorangan)
Hasil pengawasan berupa rekomendasi kepada terlapor atau atasan terlapor untuk dilaksanakan,
bila tidak dilaksanakan dapat dikenakan sanksi administrasi
 Inpres No. 9 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi
Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi
Instruksi tersebut salah satunya ditujukan kepada
Gubernur/Bupati/Walikota, yang diantaranya mengatur
mengenai :
1.
Mendorong pengaturan dan implementasi Sistem Pengendalian Intern
Pemerintah (PP No. 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern
Pemerintah (SPIP), agar terciptanya ketaatan terhadap ketentuan
peraturan perundang-undangan, pengamanan asset yang tinggi,
laporan keuangan kementerian/lembaga dan pemerintah daerah dapat
diandalkan serta berkurangnya perilaku korupsi dalam organisasi
pemerintah).
2.
Penuntasan Agenda Reformasi Birokrasi, yang terdiri dari Reformasi
Kelembagaan dan Manajemen SDM yang transparan dan bebas KKN
 Inpres No. 17 Tahun 2011 tentang Aksi
Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2012
Instruksi tersebut salah satunya ditujukan kepada
Gubernur/Bupati/Walikota, yang diantaranya mengatur
mengenai :
1.
Mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai tugas, fungsi, dan
kewenangan masing-masing dalam rangka pencegahan dan
pemberantasan korupsi Tahun 2012, dengan merujuk pada Prioritas
Pembangunan Nasional dalam Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional Tahun 2010-2014 dan Rencana Kerja Pemerintah
Tahun 2012.
2.
Dalam mengambil langkah-langkah diatas, berpedoman pada strategistrategi yang meliputi :
1. Strategi Pencegahan;
2. Strategi Penegakan Hukum;
3. Strategi Peraturan Perundang-Undangan;
4. Strategi Kerjasama Internasional dan Penyelamatan Aset Hasil
Korupsi;
5. Strategi Pendidikan dan Budaya Anti Korupsi;
6. Strategi Mekanisme Pelaporan.
3.
Dalam rangka pelaksanaan Instruksi Presiden ini, semua Kementerian,
Lembaga Pemerintah Non Kementerian, Pemerintah Daerah
Provinsi/Kabupaten/Kota, wajib berkoordinasi dengan Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Bank Indonesia, Pusat Pelaporan
dan Analisis Transaksi Keuangan, Ombudsman Republik Indonesia,
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, Badan Pemeriksa Keuangan,
Komisi Yudisial, dan Mahkamah Agung.
Titik Rawan Terjadinya Korupsi
di Pemerintah Daerah
1. Pengadaan Barang dan Jasa
2. Proses Perizinan & Pembuatan dokumen/Surat
Keterangan.
3. Pengelolaan Aset/Barang Milik Negara/Daerah
4. Pengelolaan Penerimaan
Negara/Daerah/Pendapatan Asli Daerah (Pajak,
Retribusi, Denda)
5. Penggunaan APBD/APBN (Perjalanan Dinas,
Honor)
KIAT MEMINIMALISIR
TITIK RAWAN KORUPSI
1. Pengadaan Barang dan jasa secara Elektronik ( E-Procurement) dan
bekerjasama dengan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah (LKPP).
2. Membuat pelayanan administrasi perizinan/administrasi
pembuatan dokumen (KTP, Akte Kelahiran, dll) dengan sistem satu
atap atau One Stop Service.
3. Membuat standarisasi pelayanan (Standart Operating
Procedure/SOP) dan sertifikasi pelayanan, seperti melalui
International Organization For Standardization (ISO)
4. Penandatanganan Pakta Integritas dari para pejabat
5. Melaksanakan keterbukaan Informasi Publik
6. Membuat layanan Pengaduan Publik baik secara
elektronik (website, sms dan media sosial :
Facebook,Twitter,BBM) ataupun konvensional
(Wasakat, Wasnal / Inspektorat)
7. Percepatan pelaksanaan reformasi birokrasi untuk
merubah pola pikir (mind set) dan budaya kerja (culture
set) di jajaran birokrasi sehingga kesan aparat di mata
masyarakat yaitu : lamban menyelesaikan pekerjaan,
datang kantor terlambat, pulang kantor lebih awal,
sering menggunakan fasilitas negara untuk kepentingan
pribadi, birokrasi yang berbelit-belit, suka menerima
suap /korupsi dapat dikurangi atau dihilangkan
8. Membuat MOU/Partnership dengan lembaga yang
memiliki fungsi pengawasan seperti KPK dan
Lembaga Ombudsman RI.
TERIMA KASIH