PAJAK PENGHASILAN PASAL 22

Download Report

Transcript PAJAK PENGHASILAN PASAL 22

PAJAK PENGHASILAN
PASAL 22
Perbedaan Antara Pemungutan dan
Pemotongan
1. Pemotongan: (yang dipotong merupakan
penghasilan bagi penerima)
 Menunjuk pada objek yang dikenakan
pemotongan
 Mengurangi kas yang diterima oleh penerima
penghasilan
2. Pemungutan: (yang dipungut bukan
merupakan penghasilan bagi penerima)
 Menunjuk pada potensi yang terkandung dalam
transaksi tersebut
 Dapat menambah pembayaran bagi pihak yang
bertransaksi
Pemungut PPh Pasal 22
1.
2.
3.
4.
Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran
(KPA) sebagai pemungut pajak pada Pemerintah Pusat,
Pemerintah Daerah, Instansi atau lembaga Pemerintah
dan lembaga-lembaga negara lainnya
bendahara pengeluaran untuk pembayaran yang
dilakukan dengan mekanisme uang persediaan (UP)
Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit
Surat Perintah Membayar yang diberi delegasi oleh KPA,
untuk pembayaran kepada pihak ketiga yang dilakukan
dengan mekanisme pembayaran langsung (LS)
Pemungut PPh Pasal 22
5.
BUMN (PT Pertamina, PT PLN, PT PGAS, PT Telkom, PT Garuda,
PT Pembangunan Perum, PT WIKA, PT Adhi Karya, PT Hutama
Karya, PT Krakatau Steel; dan bank-bank BUMN
6. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri
semen, industri kertas, industri baja, dan industri otomotif,
yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak
7. Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang
Merek (APM), & importir umum kendaraan bermotor
8. Produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas
atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas
9. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan,
perkebunan, pertanian, dan perikanan yang ditunjuk oleh
Kepala Kantor Pelayanan Pajak.
10. Wajib Pajak badan yang melakukan penjualan barang yang
tergolong sangat mewah.
No.
Nama Pemungut
1.
Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai;
2.
Bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna
Anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak pada
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah,
Instansi atau lembaga Pemerintah dan
lembaga-lembaga negara lainnya
3.
Bendahara pengeluaran untuk pembayaran
yang dilakukan dengan mekanisme uang
persediaan (UP)
4.
Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat
penerbit Surat Perintah Membayar yang diberi
delegasi oleh KPA, untuk pembayaran kepada
pihak ketiga yang dilakukan dengan
mekanisme pembayaran langsung (LS)
Transaksi
Impor Barang
Pembelian dengan
dana APBN/APBD
5. BUMN (PT Pertamina, PT PLN, PT PGAS, PT
Telkom, PT Garuda, PT Pembangunan
Perum, PT WIKA, PT Adhi Karya, PT Hutama
Karya, PT Krakatau Steel) dan bank-bank
BUMN
Pembelian
barang/bahanbahan untuk
keperluan
usahanya
6. Badan usaha yang bergerak dalam bidang
usaha industri semen, yang ditunjuk oleh
Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas
penjualan hasil
produksinya di
dalam negeri;
7. Badan usaha yang bergerak dalam bidang
penjualan hasil
usaha industri kertas yang ditunjuk oleh
produksinya di
Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas
dalam negeri;
penjualan hasil produksinya di dalam negeri;
8. Badan usaha yang bergerak dalam bidang
penjualan hasil
usaha industri baja yang ditunjuk oleh
produksinya di
Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas
dalam negeri;
penjualan hasil produksinya di dalam negeri;
9.
Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha
industri otomotif yang ditunjuk oleh Kepala
Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil
produksinya di dalam negeri;
penjualan hasil
produksinya di
dalam negeri;
10.
Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha
industri farmasi yang ditunjuk oleh Kepala Kantor
Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya
di dalam negeri;
penjualan hasil
produksinya di
dalam negeri;
11.
Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen
Pemegang Merek (APM), & importir umum
kendaraan bermotor
Penjualan kendaraan
bermotor di dalam
negeri
12.
Produsen atau importir bahan bakar minyak, gas,
dan pelumas atas penjualan bahan bakar minyak,
gas, dan pelumas;
penjualan hasil
produksinya di
dalam negeri;
13.
Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor
kehutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan
yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak
atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan
industri atau ekspor mereka dari pedagang
pengumpul.
atas pembelian
bahan-bahan untuk
keperluan industri
atau ekspor mereka
dari pedagang
pengumpul.
14.
Wajib Pajak badan yang melakukan penjualan
barang yang tergolong sangat mewah.
atas penjualan
barang yang
tergolong sangat
mewah
Tarif PPh 22 Atas Impor
Jenis Impor
Importir dengan API
Importir tanpa API
Impor yang tidak
dikuasai/lelang
Impor terigu, kedelai,
gandum
Tarif
2,5%
7,5%
7,5%
0,5%
PPH 22 IMPOR = TARIF X NILAI IMPOR
DPP PPh Pasal 22 Impor adalah Nilai
Impor
Nilai impor terdiri dari:
Cost
XX
Insurance
XX
Freight
XX
Bea Masuk
XX
Bea Masuk tambahan
XX
Tarif PPh 22 atas Pembelian dengan
Dana APBN/APBD
Atas pembelian barang dipungut pajak sebesar
1,5% dari harga pembelian yang dilakukan
oleh
bendahara
pemerintah,
Kuasa
Pengguna Anggaran (KPA), bendahara
pengeluaran.
Misal: Pemkot Surabaya membeli alat
elektronik dari Toko Sinar Jaya
Tarif PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi di dalam
negeri oleh badan usaha yang bergerak dalam bidang
usaha industri semen, industri kertas, industri baja,
industri otomotif, dan industri farmasi
Keterangan
Tarif
penjualan kertas di dalam negeri
0,1%
penjualan semua jenis semen di
dalam negeri
0,25%
penjualan baja di dalam negeri
penjualan semua jenis kendaraan
bermotor beroda dua atau lebih di
dalam negeri
penjualan semua jenis obat di dalam
negeri
0,3%
0,45%
0,3%
Tarif PPh 22 untuk Agen Tunggal Pemegang
Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM),
& importir umum kendaraan bermotor
 Atas penjualan kendaraan bermotor di
dalam negeri oleh Agen Tunggal
Pemegang Merek (ATPM), Agen
Pemegang Merek (APM), & importir
umum kendaraan bermotor, dikenai
0,45% dari dasar pengenaan PPN
Tarif PPh 22 atas penjualan bahan bakar minyak,
gas, dan pelumas oleh produsen atau importir
bahan bakar minyak, gas dan pelumas
Keterangan
Bahan bakar minyak yang dijual kepada SPBU bukan Pertamina dan non SPBU
Bahan bakar minyak yang dijual kepada SPBU Pertamina
Bahan bakar gas
Pelumas
Tarif
0.30%
0.25%
0.30%
0.30%
Tarif PPh 22
Atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri
atau ekspor oleh badan usaha industri atau eksportir
yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan,
pertanian, dan perikanan yang ditunjuk sebagai
pemungut PPh 22 dari pedagang pengumpul sebesar
0,25% dari harga pembelian (exclude PPN)
Tarif PPh 22
Wajib pajak badan yang melakukan
penjualan barang yang tergolong sangat
mewah, wajib memungut PPh 22 dengan
tarif 5% dari harga jual (exclude PPN dan
PPnBM)
Barang yang tergolong sangat mewah
 pesawat udara pribadi dengan harga jual >
Rp20.000.000.000,00 (dua puluh milyar rupiah);
 kapal pesiar dan sejenisnya dengan harga jual >
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah);
 rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau
harga pengalihannya > Rp10.000.000.000,00
(sepuluh milyar rupiah) DAN luas bangunan > 500
m2 (empat ratus meter persegi);
Barang yang tergolong sangat
mewah
 apartemen, kondominium, dan sejenisnya dengan harga
jual atau pengalihannya > Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh
milyar rupiah) dan/atau luas bangunan lebih dari 400 m2
(empat ratus meter persegi);
 kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang
kurang dari 10 orang berupa sedan, jeep, sport utility
vehicle (SUV), multi purpose vehicle (MPV), minibus dan
sejenisnya dengan harga jual > Rp5.000.000.000,00 (lima
milyar rupiah) DAN dengan kapasitas silinder lebih dari
3.000 cc.
Dikecualikan dari pemungutan Pajak
Penghasilan Pasal 22






barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang
bertugas di Indonesia berdasarkan asas timbal balik;
barang untuk keperluan badan internasional
beserta
pejabatnya yang bertugas di Indonesia dan tidak memegang
paspor Indonesia yang diakui dan terdaftar dalam peraturan
menteri keuangan yang mengatur tentang tata cara pemberian
pembebasan bea masuk dan cukai atas impor barang untuk
keperluan badan internasional beserta para pejabatanya yang
bertugas di Indonesia;
barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadah umum, amal,
sosial, kebudayaan atau untuk kepentingan penanggulangan
bencana;
barang untuk keperluan museum, kebun binatang, konservasi
alam dan tempat lain semacam itu yang terbuka untuk umum;
barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu
pengetahuan;
barang untuk keperluan khusus kaum tunanetra dan
penyandang cacat lainnya;
Dikecualikan dari pemungutan Pajak
Penghasilan Pasal 22
 peti atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu
jenazah;
 barang pindahan;
 barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut,
pelintas batas, dan barang kiriman sampai batas jumlah
tertentu sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
kepabeanan;
 barang yang diimpor oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah
Daerah yang ditujukan untuk kepentingan umum;
 persenjataan, amunisi, dan perlengkapan militer, termasuk
suku cadang yang diperuntukkan bagi keperluan pertahanan
dan keamanan negara;
 barang dan bahan yang dipergunakan untuk menghasilkan
barang bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara;
 vaksin Polio dalam rangka pelaksanaan program Pekan
Imunisasi Nasional (PIN);
Dikecualikan dari pemungutan Pajak
Penghasilan Pasal 22






buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-buku pelajaran
agama;
kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau, kapal
angkutan penyeberangan, kapal pandu, kapal tunda, kapal penangkap
ikan, kapal tongkang, dan suku cadang serta alat keselamatan
pelayaran atau alat keselamatan manusia yang diimpor dan digunakan
oleh Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional atau perusahaan
penangkapan ikan nasional;
pesawat udara dan suku cadang serta alat keselamatan penerbangan
atau alat keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan atau
pemeliharaan yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Angkutan
Udara Niaga Nasional;
kereta api dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau
pemeliharaan serta prasarana yang diimpor dan digunakan oleh PT
Kereta Api Indonesia;
peralatan yang digunakan untuk penyediaan data batas dan foto udara
wilayah Negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh Tentara
Nasional Indonesia; dan/atau
barang untuk kegiatan hulu Minyak dan Gas Bumi yang importasinya
dilakukan oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama.
Dikecualikan dari pemungutan Pajak
Penghasilan Pasal 22
 Pembayaran yang dilakukan oleh pemungut pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf b, huruf c
dan, huruf d , berkenaan dengan:
 Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp
2.000.000,00 (dua juta rupiah) dan tidak merupakan
pembayaran yang terpecah-pecah;
 Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak,
listrik, gas, pelumas, air minum/PDAM dan bendabenda pos.
 Pembayaran untuk pembelian gabah dan/atau beras oleh
Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik
(BULOG);g.Emas batangan yang akan diproses untuk
menghasilkan barang perhiasan dari emas untuk tujuan
ekspor;h.Pembayaran untuk pembelian barang
sehubungan dengan penggunaan dana Bantuan
Operasional Sekolah (BOS).
Pemungutan PPh Pasal 22 Untuk Barang
Mewah

Pemungut Pajak wajib memungut Pajak Penghasilan pada
saat melakukan penjualan barang yang tergolong sangat
mewah.

Besarnya Pajak Penghasilan adalah sebesar 5% (lima
persen) dari harga jual tidak termasuk PPN dan PPnBM

Pajak Penghasilan Pasal 22 di atas dapat diperhitungkan
sebagai pembayaran Pajak Penghasilan dalam tahun
berjalan bagi Wajib Pajak yang melakukan pembelian
barang yang tcrgolong sangat mewah.
Kendaraan Bermotor Roda Empat
Harga Jual > Rp 5 M; Silinder > 3.000 cc
 Pengangkutan
orang kurang
dari 10 orang
 Berupa sedan,
jeep, SUV, MPV,
minibus
SAAT TERHUTANG DAN PELUNASAN PPh PASAL
22
 Atas import
pada saat pembayaran Bea
Masuk
 Atas pembelian barang oleh Bendaharawan
pada saat pembayaran barang
 Atas penjualan semen, kertas, dll
pada
saat penjualan
 Atas penjualan Pertamina
sebelum DO
ditebus oleh penyalur/agen
 Atas penjualan barang mewah,
pada
saat penjualan
Wajib Pajak tanpa NPWP
 Besarnya tarif pemungutan yang
diterapkan terhadap Wajib Pajak yang
tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak
lebih tinggi 100% (seratus persen)
daripada tarif yang diterapkan terhadap
Wajib Pajak yang dapat menunjukkan
Nomor Pokok Wajib Pajak.
Sifat Pemungutan PPh Pasal 22
 Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas
impor barang, pembelian barang oleh
pemungut pajak, penjualan hasil produksi
industri semen, industri kertas, industri baja
dan industri otomotif dan pembelian bahanbahan untuk keperluan industri atau ekspor
bersifat tidak final dan dapat diperhitungkan
sebagai pembayaran Pajak Penghasilan dalam
tahun berjalan bagi Wajib Pajak yang dipungut.
 Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas
penjualan bahan bakar minyak, gas dan
pelumas kepada:
 penyalur/agen bersifat final;
 selain penyalur/agen bersifat tidak final.
C0NTOH - CONTOH PERHITUNGAN DAN PEMUNGUTAN PPh Psl 22
1. PT. TANAH MERDEKA MENGIMPOR 10 PARTY BARANG, DENGAN
NILAI CIF US$ 500.000. BEA MASUK 40%, BMT 10%.
PT TANAH MERDEKA TERDAFTAR DAN MEMILIKI API. MISALKAN
KURS MENURUT KEP MENKEU PADA WAKTU PELUNASAN
PAJAK DALAM RANGKA IMPOR Rp 9.300. PER 1 US $.
PERHITUNGAN :
- NILAI DASAR UNTUK PERHITUNGAN BEA MASUK ADALAH
US $ 500.000. x Rp 9.300.
= Rp 4.650.000.000.
- BEA MASUK 40% x Rp 4.650.000.000.
= Rp 1.860.000.000.
- B M T 10% x Rp 4.650.000.000.
= Rp 465.000.000.
DASAR PERHITUNGAN PAJAK (NILAI IMPOR) Rp 6.975.000.000.
PPh Psl 22 DISETOR SENDIRI OLEH IMPORTIR ADALAH :
2,5% x Rp 6.975.000.000.= Rp 174.375.000. (KREDIT PAJAK)
DEPARTEMEN DN MEMBELI 100 UNIT KOMPUTER
KEPADA PT TEKNOLOGI TINGGI DENGAN HARGA Rp 6.000.000. /UNIT.
PEMBAYARAN DILAKUKAN OLEH
BENDAHARAWAN DEPARTEMEN DALAM NEGERI. PERHITUNGAN :
Harga 100 UNIT KOMPUTER, 100 x Rp 6.000.000. = Rp 600.000.000.
PPh Psl 22 DIPUNGUT Oleh BENDAHARAWAN:
1,5% x Rp 600.000.000. = Rp 9.000.000.
PT. SEMEN TIGA RODA MENJUAL 10.000. ZAK SEMEN
CV PENYALUR DENGAN HARGA Rp 25.000./ZAK.
PPh Psl 22 DIPUNGUT OLEH PT SEMEN TIGA RODA :
10.000. x 0,25% x Rp 25.000. = Rp 625.000.
KEPADA
PT PERTAMINA BULAN MEI 2009 MENGIRIM 10.000.KILO LITER.
BBM PREMIUM KE SPBU CV.TUNAS HARAPAN, DENGAN HARGA
PENEBUSAN Rp 3.600./LITER.PPh Psl 22 YG DIPUNGUT PT PERTAMINA
ADALAH
10.000. x 1.000. x Rp 3.600. x 0,30% = Rp 108.000.000
BADAN PUSAT STATISTIK MEMBELI ATK (MAP, KERTAS, BOLLPOINT)
PADA TOKO RAJIN, SEHARGA Rp 1.700.000. DAN TIDAK ADA
PEMBELIAN LAGI UNTUK YANG BERIKUTNYA. TRANSAKSI INI
TIDAK DIPUNGUT PPh Psl 22.
(KARENA DIBAWAH Rp 2.000.000.)
PT. KOPI TUBRUK (INDUSTRI/PENGOLAHAN ) BIJI KOPI UNTUK
TUJUAN EKSPOR DAN PENJUALAN DALAM NEGERI, MEMBELI 5 TON BIJI
KOPI MENTAH DARI TJIK MAHMUD (PEDAGANG PENGUMPUL)
DENGAN HARGA Rp 200.000.000. PERHITUNGAN PPh Psl 22 YANG
DIPUNGUT OLEH PT. KOPI TUBRUK KEPADA TUAN TJIK MAHMUD =
0,25% x Rp 200.000.000. = Rp 500.000.
(KREDIT PAJAK) BAGI TUAN TJIK MAHMUD.
PAJAK PENGHASILAN
PASAL 23/26
DEFINISI
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 adalah pajak
yang dipotong atas penghasilan yang berasal dari
modal,
penyerahan
jasa,
atau
hadiah
dan
penghargaan, selain yang telah dipotong PPh
Pasal 21.
PEMOTONG PPh DAN PENERIMA
PENGHASILAN
1.
PEMOTONG PPh Pasal 23:
 badan pemerintah;
 Wajib Pajak badan dalam negeri;
 penyelenggaraan kegiatan;
 bentuk usaha tetap (BUT);
 perwakilan perusahaan luar negeri lainnya;
 Wajib Pajak Orang pribadi dalam negeri tertentu, yang
ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak.
2.
PENERIMA PENGHASILAN YANG DIPOTONG PPh PASAL 23
 WP dalam negeri;
 BUT
OBJEK PPh PASAL 23/26
CAPITAL
INCOME
SERVICE
INCOME
EMPLOYMENT
&
ACTIVITY
INCOME
(OTHER THAN
OBJECTS OF
PPh 21)
OBJEK PPh PASAL 23/26
CAPITAL
INCOME
 INTEREST
REVENUE
 DIVIDEND
REVENUE
 ROYALTY
REVENUE
 RENT REVENUE
OBJEK PPh PASAL 23/26





SERVICE
INCOME
TECHNICAL
MANAGEMENT
CONSULTING
OTHER SERVICES
12 CATEGORIES
OBJEK PPh PASAL 23/26
EMPLOYMENT
&
ACTIVITY
INCOME
(OTHER THAN
OBJECTS OF
PPH 21)
 PRIZE
 BONUS
 AWARD
OBJEK DAN TARIF
1. 15% (lima belas persen) dari jumlah
bruto
hadiah
atas
dividen,
penghargaan,
bunga,
royalti;
bonus,
dan
sejenisnya selain yang telah dipotong
Pajak Penghasilan Pasal 21
OBJEK DAN TARIF
2. 2% (dua persen) dari jumlah bruto atas:

sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan
penggunaan harta, kecuali sewa danpenghasilan lain
sehubungan dengan penggunaan harta yang telah
dikenai Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (2); dan

imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa
manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan
jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak
Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.
PMK 244/PMK.03/2008 Tentang Jenis Jasa Lain
yang dimaksud dalam PPh Pasal 23












Jasa penilai (appraisal);
Jasa aktuaris;
Jasa akuntansi, pembukuan, dan atestasi
laporan keuangan;
Jasa perancang (design);
Jasa pengeboran (drilling) di bidang
penambangan minyak dan gas bumi
(migas), kecuali yang dilakukan oleh
bentuk usaha tetap (BUT);
Jasa penunjang di bidang penambangan
migas;
Jasa penambangan dan jasa penunjang di
bidang penambangan selain migas;
Jasa penunjang di bidang penerbangan
dan bandar udara;
Jasa penebangan hutan;
Jasa pengolahan limbah;
Jasa penyedia tenaga kerja (outsourcing
services)
Jasa perantara dan/atau keagenan;
BUKAN OBJEK PPh PASAL 23
Pemotongan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan
atas:
1.
penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank;
2.
sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa guna
usaha dengan hak opsi;
3.
dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf f dan
dividen yang diterima oleh orang pribadi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal
4.
bagian laba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat 3 huruf i
5.
sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada
anggotanya;
6.
penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atas
jasa keuangan yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/atau
pembiayaan yang diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan
TARIF PPh UNTUK WAJIB PAJAK
TANPA NPWP
Dalam hal penerima imbalan tidak
memliliki
NPWP,
besarnya
tarif
pemotongan adalah lebih tinggi 100%
(seratus persen) daripada tarif normal.
ORANG PRIBADI SEBAGAI PEMOTONG
PAJAK
 Orang pribadi sebagai Wajib Pajak
dalam negeri dapat ditunjuk oleh
Direktur Jenderal Pajak untuk
memotong pajak
PENUNJUKAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM
NEGERI TERTENTU SEBAGAI PEMOTONG PAJAK
PENGHASILAN PASAL 23
 Akuntan, Arsitek, Dokter, Notaris, Pejabat Pembuat
Akte Tanah (PPAT) kecuali PPAT tersebut adalah
Camat, pengacara, dan konsultan, yang melakukan
pekerjaan bebas;
 Orang pribadi yang menjalankan
menyelenggarakan pembukuan.
usaha
yang
 Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri tertentu
atas pembayaran berupa sewa.
SAAT TERUTANG
1.
PPh Pasal 23 terutang pada akhir bulan dilakukannya
pembayaran atau akhir bulan terutangnya penghasilan
yang bersangkutan, tergantung peristiwa yang terjadi
terlebih dahulu.
2.
PPh Pasal 23 disetor oleh Pemotong Pajak paling lambat
tanggal sepuluh bulan takwim berikutnya setelah bulan
saat terutang pajak.
3.
SPT Masa disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak
setempat, paling lambat 20 hari setelah Masa Pajak
berakhir
PPh PASAL 26
Atas penghasilan tersebut di bawah ini, dengan nama dan
dalam bentuk apa pun, yang dibayarkan, disediakan untuk
dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh
badan
pemerintah,
subjek
pajak
dalam
negeri,
penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau
perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib
Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di
Indonesia dipotong pajak sebesar 20% (dua puluh persen)
dari jumlah bruto oleh pihak yang wajib membayarkan:
OBJEK PPh PASAL 26
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
dividen;
bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan
sehubungan dengan jaminan pengembalian utang;
royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan
penggunaan harta;
imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan
kegiatan;
hadiah dan penghargaan;
pensiun dan pembayaran berkala lainnya;
premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya; dan/atau
keuntungan karena pembebasan utang.
OBJEK PPh PASAL 26
9.
Atas penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta
di Indonesia, kecuali yang diatur dalam Pasal 4 ayat
(2), yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak luar
negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia, dan
premi asuransi yang dibayarkan kepada perusahaan
asuransi luar negeri dipotong pajak 20% (dua puluh
persen) dari perkiraan penghasilan neto.
10. Atas penghasilan dari penjualan atau pengalihan saham
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3c)
dipotong pajak sebesar 20% (dua puluh persen) dari
perkiraan penghasilan neto.
PEMOTONGAN PPh PASAL 26 ATAS
PENGHASILAN BUT
Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak
dari suatu bentuk usaha tetap di Indonesia
dikenai pajak sebesar 20% (dua puluh persen),
kecuali
penghasilan
tersebut
ditanamkan
kembali di Indonesia, yang ketentuannya diatur
lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan.
PENGHASILAN KENA PAJAK UNTUK
BENTUK USAHA TETAP
PKP
Rp. 17.500.000.000.
PPh tarif 25%
Rp.
Penghasilan setelah pajak
Rp. 13.125.000.000
4.375.000.000
Jika tidak ditanamkan kembali di Indonesia, dikenakan
PPh Pasal 26
2.625.000.000
=
20%
x
Rp.
13.125.000
=
Rp.
Apabila penghasilan setelah pajak sebesar Rp.
13.125.000.000 tersebut ditanamkan kembali di
Indonesia, atas penghasilan tersebut tidak dipotong PPh
pasal 26 sebesar 20%.
PT ABC adalah perusahaan jasa desain interior. Pada bulan Mei
2011 mendapatkan order mendisain ruang PT Selaras dengan
imbalan atas jasa tersebut sebesar Rp. 110 juta termasuk PPN.
PPh Pasal 23 yang terutang adalah:
Nilai order termasuk PPN
Rp
Nilai order tanpa PPN
Tarif PPh Pasal 23 atas jasa
PPh Pasal 23 terhutang
Jumlah uang diterima PT ABC
110.000.000
100.000.000
2%
2.000.000
98.000.000
PPh pasal 23 dipotong oleh pemberi penghasilan yaitu PT
Selaras. PPh Pasal 23 terhutang menjadi kredit pajak dan
dapat menjadi pengurang PPh terhutang PT ABC pada akhir
tahun.
PT Ceria mempunyai kepemilikan saham sebesar 20% pada PT
Anda. Pada tahun 2011, PT Anda membagi dividen kepada PT Ceria
sebesar Rp. 50 juta. PPh terhutang atas penghasilan dividen
tersebut adalah:
Penghasilan dividen
Rp
Tarif PPh Pasal 23
PPh Pasal 23 terhutang
Jumlah uang diterima PT Ceria
50.000.000
15%
7.500.000
42.500.000
PPh Pasal 23 dipotong oleh pemberi penghasilan yaitu
PT Anda. PPh Pasal 23 terhutang menjadi kredit pajak
dan dapat menjadi pengurang PPh terhutang PT ABC
pada akhir tahun.
PT Maharani dalam Agustus 2011 memberikan
pembayaran kepada KAP Purnama dan Rekan
sebesar Rp. 35 juta untuk jasa audit
Jasa audit
Rp
Tarif PPh Pasal 23
PPh Pasal 23 terhutang
Jumlah diterima KAP Purnama
35.000.000
2%
700.000
34.300.000
Besarnya PPh Pasal 23 yang harus dipotong oleh PT Maharani adalah
Rp. 700.000. Pemotongan PPh Pasal 23 ini bersifat tidak final dan
menjadi kredit pajak atau pengurang PPh terhutang bagi KAP Purnama
pada akhir tahun. PT Maharani akan memberikan bukti pemotongan
PPh Pasal 23 dan melaporkan pemotongan ini pada SPT Masa bulan
Agustus.
Membayar sewa mesin kepada PT Machine Jaya
sebesar Rp. 210 juta termasuk PPN
Pembayaran sew a termasuk PPN
210.000.000
Sew a tanpa PPN
190.909.091
Tarif PPh Pasal 23
PPh Pasal 23 terhutang
Jumlah diterima PT Machine Jaya
2%
3.818.182
187.090.909
Besarnya PPh Pasal 23 yang harus dipotong oleh PT Maharani adalah
Rp. 3.818.182. Pemotongan PPh Pasal 23 ini bersifat tidak final dan
menjadi kredit pajak atau pengurang PPh terhutang bagi PT Machine Jaya
pada akhir tahun. PT Maharani akan memberikan bukti pemotongan PPh
Pasal 23 dan melaporkan pemotongan ini pada SPT Masa bulan Agustus.
PAJAK PENGHASILAN
PASAL 24
DEFINISI PPh Pasal 24
1. Pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri
atas penghasilan dari luar negeri yang diterima
atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri boleh
dikreditkan terhadap pajak yang terutang
berdasarkan Undangundang ini dalam tahun
pajak yang sama.
2. Wajib Pajak dalam negeri terutang pajak atas
Penghasilan Kena Pajak yang berasal dari
seluruh penghasilan termasuk penghasilan
yang diterima atau diperoleh dari luar negeri.
PENGGABUNGAN PENGHASILAN
Penggabungan penghasilan yang berasal dari luar negeri
dilakukan sebagai berikut :
 untuk penghasilan dari usaha dilakukan dalam
tahun pajak diperolehnya penghasilan tersebut;
 untuk penghasilan lainnya dilakukan dalam tahun
pajak diterimanya penghasilan tersebut;
 untuk penghasilan berupa dividen dilakukan dalam
tahun pajak pada saat perolehan dividen
 Kerugian yang diderita di luar negeri tidak boleh
digabungkan dalam menghitung Penghasilan Kena
Pajak.
ATURAN PENGKREDITAN PAJAK
1. Jumlah kredit pajak paling tinggi sama dengan
jumlah pajak yang dibayar atau terutang di luar
negeri, tetapi tidak boleh melebihi tertentu.
2. Jumlah tertentu dihitung menurut perbandingan
antara penghasilan dari luar negeri terhadap
Penghasilan Kena Pajak dikalikan dengan pajak
yang terutang atas Penghasilan Kena Pajak, paling
tinggi sama dengan pajak yang terutang atas
Penghasilan Kena Pajak dalam hal Penghasilan Kena
Pajak lebih kecil dari penghasilan luar negeri.
3. Apabila penghasilan luar negeri berasal dari
beberapa negara, maka penghitungan kredit pajak
dilakukan untuk masing-masing negara.
PERHITUNGAN KREDIT PAJAK
 Kredit
Pajak
Luar
Negeri
(KPLN)
adalah
perbandingan antara penghasilan dari luar negeri
terhadap
Penghasilan
Kena
Pajak
(PKP)
dikalikan
dengan PPh Terutang
(Penghasilan Luar Negeri/PKP) x PPh Terutang menurut
peraturan perpajakan Indonesia
Atau
 PPh Terutang, dalam hal PKP lebih kecil dari pada
penghasilan luar negeri
 PT Aneka Tambang Jaya pada tahun 2010
mempunyai penghasilan dari Singapura sebesar
Rp. 45.000.000 pajak yang dipotong di Singapura
dengan tarif 20%. Penghasilan dari dalam negeri
Rp. 50.000.000. Perhitungan kredit pajak luar
negeri untuk PT Aneka Tambang Jaya adalah
Penghasilan dari Singapura
Rp
45,000,000
Penghasilan dari Indonesia
Rp
50,000,000
Jumlah Penghasilan Kena Pajak
Rp
95,000,000
Rp
11,875,000
20% x Rp. 45.000.000
Rp
9,000,000
2. PPh yang dihitung menurut perbandingan
Rp
5,625,000
3. PPh yang terhutang untuk seluruh penghasilan
Rp
11,875,000
PPh terhutang
25% x 50% x PKP
1. PPh yang terhutang di Singapura
 PT Benua Citra Asri mempunyai penghasilan neto
dari Malaysia Rp. 50.000.000 dengan tarif pajak
15%, penghasilan neto dari Australia Rp.
75.000.000 dengan tarif pajak 10%, rugi dari
cabang di Thailand Rp. 15.000.000. Penghasilan
neto dari dalam negeri Rp. 100.000.000.
Perhitungan kredit pajak luar negeri untuk PT
Benua Citra Asri dihitung untuk tiap negara, yaitu:
Penghasilan dari Malaysia
Rp
50,000,000
Penghasilan dari Australia
Rp
75,000,000
Penghasilan dari Indonesia
Rp
100,000,000
Rp
225,000,000
Rp
28,125,000
Rp
7,500,000
2. PPh yang terhutang menurut perbandingan
Rp
6,250,000
3. PPh yang terhutang atas seluruh penghasilan
Rp
28,125,000
Rp
7,500,000
Rp
Rp
9,375,000
28,125,000
Jumlah Penghasilan Kena Pajak
PPh terhutang
25% x 50% x PKP
Perhitungan kredit pajak di Malaysia
1. PPh yang terhutang di Malaysia
15% x Rp. 50.000.000
Perhitungan kredit pajak di Australia
1. PPh yang terhutang di Australia
10% x Rp. 75.000.000
2. PPh yang terhutang menurut perbandingan
3. PPh yang terhutang atas seluruh penghasilan
PASAL 31 E
 (1) Wajib Pajak badan dalam negeri dengan
peredaran bruto sampai dengan
Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar
rupiah) mendapat fasilitas berupa
pengurangan tarif sebesar 50% (lima puluh
persen) dari tarif sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat
(2a) yang dikenakan atas Penghasilan Kena
Pajak dari bagian peredaran bruto sampai
dengan Rp4.800.000.000,00 (empat miliar
delapan ratus juta rupiah).
LATIHAN PPH 24
1.PT B di Jakarta memperoleh penghasilan neto dari luar
negeri dalam tahun 2010 sebesar Rp. 1.000.000.000. Rugi
usaha dalam negeri Rp. 200.000. Jika Pajak Penghasilan di
luar negeri misalnya 40%, hitunglah kredit pajak PPh pasal
24 (Diketahui peredaran bruto Rp 3 Milyar)
2.PT C di Jakarta dalam tahun 2010 memperoleh penghasilan
neto sebagai berikut:
 Penghasilan neto dari dalam negeri Rp. 5.000.000.000
 Penghasilan neto dari negara X dengan tarif pajak 40%
Rp. 1.000.000.000
 Penghasilan neto dari negara Y dengan tarif pajak 30%
Rp. 2.000.000.000
Hitunglah Kredit Pajak PPh Pasal 24 PT C tahun 2010
(Diketahui peredaran bruto 10 milyar)