POLITIK PENDIDIKAN: KEBUDAYAAN, KEKUASAAN DAN

Download Report

Transcript POLITIK PENDIDIKAN: KEBUDAYAAN, KEKUASAAN DAN

POLITIK
PENDIDIKAN:
KEBUDAYAAN,
KEKUASAAN DAN
PEMBAHASAN
Pengantar;
Mengenal Filsafat Pendidikan
Paulo Freire
Titik Tolak Filsafat Freire
Titik Tolak Filsafat
Freire
Situasi Penindasan
Terjadi atas diri mayoritas kaum tertindas,
karena hak-hak asasi mereka dinistakan,
mereka dibuat tidak berdaya dan
dibenamkan dalam kebudayaan bisu
Dehumanisasi
Terjadi atas diri minoritas kaum penindas,
karena telah mendustai hakekat keberadaan
dan hati nurani sendiri dengan memaksakan
penindasan bagi sesamanya
Pandangan Freire tentang Fitrah
Manusia
Memiliki Naluri
Fitrah Manusia
Sebagai
Subjek dan
objek
Memiliki Kesadaran
Memiliki Kepribadian
Memiliki Eksistensi
Memiliki Keterbatasan
Manusia mampu memahami
keberadaan dirinya dan
Lingkungan dunianya, sehingga
Dengan pikiran dan tindakannya
Ia mampu merubah dunia
Dan realitas
Pandangan Freire tentang Hakekat
Pendidikan yang Ideal
Orientasi
Pengenalan realitas diri manusia
dan dirinya sendiri secara
objektif dan subjektif
Pendidikan
Pengajar
Subjek sadar
Unsur yang Terlibat
Pelajar
Realitas Dunia
Objek tersadari
Pandangan Freire tentang Sistem Pendidikan
yang Pernah Ada dan Mapan
Menciptakan nekrofili, tidak
melahirkan biofili
Sistem pendidikan
sebagai
Banking of Education
Pelajar diibaratkan sebagai sumber
investasi dan deposito yang
diperlakukan sebagai bejana kosong.
Sedangkan Guru diibaratkan
sebagai investor
Pelajar akan menjadikan
diri mereka sebagai duplikasi
guru mereka dulu, dan lahirlah
generasi baru manusia
penindas
Formulasi Filsafat Pendidikan Freire
Pendidikan untuk pembebasan bukan untuk pengusaan
(dominasi)
Pendidikan
Kaum
Tertindas
Pendidikan harus menjadi proses pemerdekaan, bukan
Penjinakan sosial-budaya (social and cultural
domestication)
Pendidikan bertujuan menggarap realitas manusia yang
secara metodologis bertumpu pada prinsip-prinsip
aksi dan refleksi total
Pendidikan merangsang kearah diambilnya suatu tindakan,
Kemudian tindakan tersebut direffleksikan kembali, dan dari
refleksi itu diambil tindakan baru yang lebih baik, sehingga
proses pendidikan merupakan daur bertindak dan berpikir
Daur berpikir dan bertindak
Bertindak
Prinsip praxis
Tindakan
(action)
Bertindak
kata = karya = PRAXIS
Dan seterusnya
Berpikir
Berpikir
(word)
Pikiran
(reflection)
(word)
Model Pendidikan Freire
Anak didik menjadi subjek yang belajar, bertindak dan
berpikir serta berbicara mengenai hasil tindakan dan
pemikirannya
Pendidikan
Hadap
Masalah
Guru mengajukan bahan untuk dipertimbangkan oleh
siswa, pertimbangan guru diuji kembali setelah
dipertemukan dengan pertimbangan siswa
Guru dan siswa saling belajar serta saling memanusiakan,
Sehingga hubungan keduanya merupakan subjek – subjek,
Bukan subjek-objek
DIALOGIS
Subjek
(Pemimpin pembaharu,
misalnya: guru)
ANTI DIALOGIS
Subjek
(Anggota masyarakat
membaharu, misalnya:
murid)
Subjek
(Kaum elit berkuasa)
Objek
(Keadaan yang harus
dipertahankan)
Objek
(Mayoritas kaum
tertindas sebagai realitas)
Interaksi
Objek
(Realitas yang harus
diperbaharui dan dirubah
(sebagai objek bersama))
Humanisasi
(Sebagai proses tanpa henti
(sebagai tujuan))
Dehumanisasi
(Berlangsungnya
situasi penindasan
(sebagai tujuan))
Penyadaran
Pendidikan
Kaum
Tertindas
Proses Penyadaran
Konsep Pendidikan Melek-Hurup
Fungsional
1.
2.
3.
Tahap Kodifikasi dan Dekodifikasi; merupakan tahap pendidikan
melek hurup elementer dalam konteks konkret dan teoritis
(melalui gambar, cerita rakyat)
Tahap diskusi kultural; merupakan tahap lanjutan dalam satuan
kelompok-kelompok kerja kecil yang sifatnya problematis dengan
menggunakan kata-kata kunci.
Tahap aksi kultural; merupakan tahap praxis yang sesungguhnya
tindakan setiap orang atau kelompok menjadi bagian langsung
dari realitas.
Sosok Paulo Freire
• Freire lahir di Recife, Braszilia tahun 1912. Meraih gelar
doktor pendidikan dari Universitas Recife pada tahun
1959.
• Tahun 1964-1969 bekerja sebagai konsultan UNESCO
di Chili sambil menjalani masa pembuangan dan
pengasingan politiknya oleh pemerintah militer Brazil.
Kemudian menjadi guru besar tamu di Fakultas Ilmu
Pendidikan Universitas Harvard, serta menjabat sebagai
Penasehat Ahli Kantor Pendidikan Dewan Greja Sedunia
• Berasal dari keluarga golongan menengah yang
kemudian jatuh miskin dan tertindas.
• Pada usia 8 tahun bersumpah untuk mengabdikan
seluruh hidupnya bagi kaum miskin dan tertindas di
seluruh dunia
Keberadaan buku Paolo Freire
sangat tepat disaat krisis
pendidikan yang terjadi di Amerika
• Sekolah telah gagal memenuhi tuntutan
kapitalisme dan ekonomi pasar
• Krisis ini bersumber pada kemandegan
perekonomian Amerika
• Peran Amerika kurang mewujudkan
perdamaian dunia
• Sekolah tidak lebih dari sekedar pasar
yang menawarkan buruh
• Secara sosial berfungsi sebagai
pendukung sistem ekonomi kapitalis dan
dominasi tertentu
• Sekolah telah menjadi alat reproduksi
ekonomi dan budaya
• Memunculkan ide pembebasan
(emancipatory) dari versi filsafat sekular
dan religius dalam inti pemikiran kaum
borjuis
• Memasukkan pemikiran-pemikiran yang
radikal
• Mengkombinasikan ‘bahasa kritik’ dan
‘bahasa alternatif’ (the leanguage of
possibility)
• Menciptakan model teori pendidikan
dengan mengaitkan antara teori kritisradikal dengan tuntutan perjuangan radikal
• Menolak penindasan yang universal
• Menjelaskan dan memetakan penderitaan
masyarakat dalam konteks sosial yang
berbeda
Menjadi filsafat tentang
harapan dan perlawanan
dalam teologi
pembebasan
Logika dominasi menunjukan adanya
kombinasi rekayasa ideologis dan
‘material’ pada masa lalu maupun masa
sekarang
Freire
1. Menghubungan proses perlawanan
masyarakat dengan karakteristik
sosialnya sambil terus menerus
menanamkan keyakinan untuk melawan
kekuasaan yang menindas demi meraih
kebebasan diri
2. Pendidikan merupakan sebuah Pilot
Project dan agen untuk melakukan
perubahan guna membentuk masyarakat
baru (Cultural Politics)
3. Pendidikan merupakan latihan untuk
memahami makna kekuasaan dan
komponen yang terlibat dalam
Pendidikan merupakan tempat:
1. Mendiskusikan masalah politik dan
kekuasaan secara mendasar
2. Untuk mempertegas keyakinan secara
lebih mendalam tentang manusia
3. Untuk merumuskan dan
memperjuangkan masa depan
• Yaitu mengkritisi teori pendidikan
tradisional yang mengabaikan pentingnya
hubungan antara pengetahuan,
kekuasaan dan pendominasian
• Dan tidak memberi kesempatan untuk
menumbuhkembangkan tradisi humanistik
dalam memperlakukan setiap individu
• Pada Teori pendidikan tradisional, sekolah
hanya memberikan sedikit kebebasan
pada peserta didik yang berasal dari kelas
pekerja dan kelompok masyarakat
tertindas
• Sekolah merupakan alat “canggih” untuk
membentuk hubungan produksi
kapitalisme dan melegitimasi ideologi
kapitalis dalam kehidupan sehari-hari
Sekolah hanya melakukan transformasi dan
pembentukan dominasi budaya dengan
cara menggunakan dan memilih bahasa,
membentuk cara berpikir, menciptakan
hubungan sosial, bentuk budaya dan
pengalaman tertentu
• Dimulai dengan
proses produksi
yang terdiri dari
bermacam-macam
cara
• Mengawali dan
mengakhiri
pembahasannya
dengan logika
reproduksi politik,
ekonomi dan
budaya
FREIRE
SOSIOLOGI
PENDIDIKAN
“Liberated Humanity”
• Perlawanan terhadap semua bentuk
penindasan
• Hubungan kritik ideologi dan gerakan
massa
• Visi politik profetiknya berhutang budi
pada semangat dan dinamika ideologis
masyarakat
• Analisa Freire dikatakan utopis karena
menolak untuk menghindar dari resiko dan
bahaya yang mengancamnya sebab dia
menantang struktur kekuasaan yang
dominan
• Visi politiknya profetis karena seharusnya
manusia meyakini kekuasaan Tuhan
sehingga memiliki kesadaran dan
semangat untuk selalu menumpas
kebatilan
1. Caranya menganalisa dianggap tidak
relevan dengan konteks Amerika Utara,
maka ia mengantisipasinya dengan
menunjukkan contoh variasi pengalaman
pendidikannya
2. Ia tidak pernah menyebutkan karyanya
diadaptasi dari latar belakang tertentu
• Kekuasaan dipandang sebagai kekuatan
negatif dan positif, sifatnya dialektis
• Kekuasaan bekerja pada dan melalui
masyarakat
• Kekuasaan merupakan daya dorong dari
semua perilaku manusia untuk
mempertahankan hidupnya dan berusaha
mewujudkan cita-cita
Konservatif dan progresif
“ kelompok yang tertindas berhak memiliki
kebudayaan yang progresif dan
revolusioner yang harus membebaskan
mereka dari kekangan kelas-kelas yang
mendominasi”
•
•
•
•
Kekhususan sosial dan sejarah
Masalah-masalahnya
Penderitaan
Visi dan bentuk tindakan resistensi yang
membentuk budaya dari kelompok
subordinatif
• Seorang disebut intelektual bila dengan
konsisten menafsirkan dan memberi
makna terhadap hidupnya di dunia
• Turut serta memberikan gagasan
bagaimana cara memandang dunia
• Bersifat organik karena bukan orang luar
yang menerapkan teori pada masyarakat
• Bergabung dan hidup bersama untuk
mengkondisikan dalam proyek sosial yg
radikal
• Sejarah ditancapkan dalam bentuk budaya
yang memaknai pembicaraan, pemikiran,
pakaian dan tindakan yang menjadi
subyek analisa sejarah
• Sejarah bersifat dialektis
BAB I
Perilaku Belajar
Menulis Bibliografi
Menuliskan bibliografi dimaksudkan:
• Merangsang keinginan pembaca
• Menantang pembaca
• Memiliki daya tarik
Lanjutan
3 type pembaca yang harus diperhatikan
dalam menulis bibliografi :
• Pembaca yang menjadi sasaran
• Bibliografi penyusun buku
• Penulis bibliogafi lainnya
Cara mengembangkan sikap kritis
dalam belajar
a.
Pembaca harus mengetahui peran dirinya :
- Bukan karena daya piket pengarang
- Serius dan analisa yang tajam
- Tidak memisahkan diri dari konteks
- Mengamati kebenaran fakta dalam teks
- Memilah-milah komponen teks bacaan
- Merenungkan dan mengaitkan dengan
pengetahuan kita sebelumnya.
- Timbul hasrat untuk meneliti
Lanjutan
b.Pada dasarnya praktek belajar adalah
bersikap untuk dunia:
- Belajar adalah memikirkan pengalaman
- Memikirkan pengalaman adalah cara
terbaik untuk berpikir secara benar.
- Memelihara ingin tahu sangat
menguntungkan.
Lanjutan
c.Kapan saja mempelajari sesuatu kita
dituntut lebih akrab dengan bibliografi
yang telah kita baca,dan juga bidang studi
secara umum atau bidang studi yang kita
alami.
d.Perilaku belajar mengasumsikan
hubungan dialektis antar pembaca dan
penulis yang refleksinya dapat ditemukan
dalam tema teks tersebut.
lanjutan
e.Perilaku belajar menuntut rasa rendah
hati(sense of modesty)
- Jika kita rendah hati dan krisis teks yg
sulitpun akan dipahami dengan baik.
- Kesabaran dan komitmen yang kuat
- Kualitas perilaku belajar tidak bisa diukur dengan jumlah halaman yang
kita baca semalam atau buku yang kita baca
selama satu semester.
Lanjutan
Belajar bukanlah mengkonsumsi
ide,namun menciptakan dan terus
menciptakan ide.
Bab II
Sebuah Pandangan Kritis
Dalam Pemberantasan Buta
Huruf
Pandangan Mengenai Buta Hurup
• Buta huruf dianggap sebagai “Racun”(poison herb)
• Buta huruf dianggap sebagai “penyakit” (disease)
yang menular pada orang lain. Kadang-kadang buta
huruf dianggap sebagai “bisul” yang
menyengsarakan sehingga harus “diobati”
• Selain buta huruf dianggap sebagai racun, penyakit
bisul yang harus diobati. Juga dianggap sebagai
“Orang yang Hilang” oleh karena itu metode
pemberantasannya: dapat memberikan kata-kata
kepada siswa yang mengandung “makna”sehingga
membuat orang menjadi cerdas. Sehingga orang
yang hilang tadi bisa diselamatkan.
Teks dan Siswa
• Teks “sebuah gambar ilustrasi rumah kecil yang
indah dekorasinya, juga dua orang anak yang
senyum ceria serta sehat dengan tas
dipundaknya sedang melambaikan tangan
kepada orang tuanya sewaktu mereka akan
berangkat ke sekolah.
• Siswa “diberikan kekuatan harapan” (misalnya,
janji yang diungkapkan secara eksplisit bahwa
setelah siswa menyelesaikan pelajaran
ini,mereka akan mendapatkan pekerjaan).
Buta Huruf dan Melek Huruf
Orang yang menjadi buta huruf karena kondisi yang
memaksa. Dalam lingkungan tertentu, orang yang
buta huruf adalah : orang yang memang tidak butuh
untuk membaca. Di lingkungan yang lain, dia adalah:
orang yang hak melek hurufnya dirampas. Oleh
karena itu tidak ada pilihan lain lewat kasus ini :
1. Dia hidup di suatu kebudayaan yang komunikasinya,
jika tidak selalu, kebanyakan dilakukan secara lisan.
Maka tidak ada gunanya mereka mempunyai
kemampuan menulis.
2. karena hidup dalam kebudayaan tulis, maka dia yang
tidak dapat membaca dianggap buta huruf. Orang
menjadi buta huruf karena oleh belum datangnya
kesempatan untuk belajar membaca dan menulis.
Pemberantasan Buta Huruf Yang
Transformatif
1.
2.
3.
Siswa belajar berdasarkan pengalaman sosialnya dalam
rangka melakukan transformasi ini merupakan cara untuk
menekuni pekerjaannya masing-masing atau menciptakan
dunianya sendiri melalui proses itulah mereka mengambil
kesimpulan :
Hambatan untuk mendapat hak belajar secara langsung
berasal dari rendahnya apresiasi mereka selama terhadap
hasil kerja mereka sendiri.
Apresiasi ini merupakan cara untuk mendapatkan
pengetahuan sehingga tidak beralasan kalau sampai menjadi
buta huruf.
Kebodohan dan kepandaian seseorang itu tidak absolut,
sehingga tidak seorang pun berhak mengklaim bahwa dirinya
yang paling mengetahui atau mengklaim orang lain sebagai
yang paling bodoh.
Teori dan Praktik
• Untuk memahami antara teori dan praktik dalam pendidikan
perlu melihat hubungan antara keduanya dalam kehidupan
masyarakat. Ada teori yang menjelaskan tetang kelas-kelas
yang dominan secara umum, dan praktik pendidikan sebagai
salah satu aspeknya dengan demikian praktik dan teori tidak
bisa bersifat netral. Sebagai contoh: kelas-kelas yang dominan
tidak perlu berpikir untuk menyatukan praktik dan teori ketika
mereka menunda pekerjaan
• Secara praktik yang perlu dibicarakan secara kritis adalah katakata Generatif (generatif words) inilah yang membuat siswa
berubah status yang dari buta huruf menjadi melek huruf, dan
menjadi modal untuk membuat kalimat dengan kosa kata
mereka sendiri
Lanjutan
• Disana ada sebuah kesadaran baru ketika kita
mengetahui bahwa manusia pada hakikatnya,
makhluk yang berbudaya karena dengan karya dan
pekerjaan kita bisa dapat berubah dunia (meskipun
banyak hal yang harus dilakukan dari tahapan
pengenalan konsep sampai pada transformasi yang
nyata.
• Hal ini sering didiskusikan oleh kelompok pekerja
urban di Amerika Latin, di Chilli dan
sebagainya,mereka berkata-berkata: “sekarang tidak
ada orang hidup tanpa dunianya” sehingga
bagaimana kalau semua orang akan meninggal
dunia. Akan tetapi masih ada tanda kehidupan yang
lain. Apakah ini masih disebut dunia?
Bab III
Petani Sebagai Penulis Buku
Merubah dunia melalui karya,
‘memproklamasikan’, mengekspresikan dunia
dan mengekspresikan dirinya sendiri, semua ini
adalah perilaku manusia yang unik.
Pendidikan dalam berbagai tingkat akan lebih
dihargai jika dapat merangsang tumbuhnya
keinginan manusia untuk mengekspresikan diri
secara total.
Hal ini yang tidak dilakukan ‘pendidikan
bergaya bank’. Pendidik mengganti ekspresi diri
dengan penyetoran yakni menganggap siswa
sebagai modal (capitalize). Semakin efisien
siswa dalam belajar berarti dia dianggap
semakin terdidik.
Sesungguhnya masalah ini berkaitan dengan
reformasi pertanian. Jika sistem latifundium
(large estate) diubah menjadi asentamiento
(menempatkan individu-individu sebagai
penyewa awal tanah yang luas dalam
perkampungan tertentu), orang berharap akan
muncul bahasa dan cara baru untuk
mengekspresikan pemikirannya.
PERAN GURU
Guru seharusnya memperhatikan penyeleksian
kata-kata generatif ketika menulis teks bacaan.
Teks tidak boleh mendiskriminasikan wanita atau
pria dalam konteks transformasi yang mereka
lakukan.
Tujuan teks itu tidak boleh hanya
menggambarkan sesuatu yang kemudian harus
dihafalkan.
Pendidikan seharusnya mengungkapkan
kehidupan nyata yang sebenarnya bermasalah
juga menghadirkan tantangan yang dihadapi
siswa setiap hari.
Sebuah kata dalam teks yang sedang dianalisa
dapat membangkitkan diskusi yang hangat di
sekitar isu asentamiento: mengatur tata
kehidupan baru, masalah kesehatan, dan
kebutuhan untuk mengembangkan cara yang
efektif untuk menanggapi tantangan yang baru.
Semua ini bukan hanya menuntut keyakinan yang
kuat dari para guru sebagai pihak yang berperan
penting, namun juga perlunya evaluasi yang
terus menerus terhadap kerja mereka.
Evaluasi bukan inspeksi. Inspeksi, pendidik hanya
menjadi objek pengamatan pejabat dari pusat.
Kalau evaluasi, setiap orang adalah subjek yang
bekerja sama dengan pejabat-pejabat itu dalam
melakukan kritik dan menjaga jarak dengan kerja
mereka. Evaluasi bersifat dialektis.
Jika dalam proses pendidikan itu ditemukan
masalah,masalah itu biasanya berpangkal pada
guru, bukannya kesalahan teori evaluasi yang
berada di luar wilayah pendidikan.
Selama berlangsungnya diskusi tentang masalah
yang ada -seperti kodifikasi- guru seharusnya
meminta para petani untuk menuliskan
tanggapannya -dalam kalimat yang pendek atau
terserah mereka- pertama-tama di papan tulis
dan kemudian di atas kertas.
Tujuan dua tahap penulisan
Tahap 1, menawarkan kepada sebuah
kelompok diskusi mengenai gagasan
yang ditulis oleh temannya. Agar
pengalamannya dapat dimengerti, maka
yang menulislah yang mengkoordinasikan
diskusi ini;
Tahap 2, adalah untuk mengembangkan
pendapat mereka yang akan bermanfaat
setelah dikumpulkan menjadi sebuah
buku.
‘Kodifikasi’ yang dilakukan oleh para petani
bukan sekedar bantuan visual yang digunakan
para pendidik untuk ‘membentuk’ kelas yang
baik. Sebaliknya kodifikasi itu merupakan sebuah
objek pengetahuan yang -dalam menjembatani
antara pendidik dan siswanya- menyingkap tabir
kehidupan.
Ketika ikut mengurai kodifikasi bersama-sama
dengan guru-guru, berarti mereka menganalisa
kehidupannya sendiri, dan dalam diskusi yang
panjang mereka mengeluarkan segenap
ketajaman penglihatannya terhadap diri mereka
sendiri kaitannya dengan realitas objektif.
Usaha seperti ini akan membantu siswa dan juga
guru untuk menyelesaikan apa yang selalu
penulis sebut dengan visi tentang realitas yang
‘menyatu’ dan untuk mendapatkan pemahaman
tentang keseluruhannya
PERAN PARA SPESIALIS
Sama pentingnya memberikan motivasi kepada
guru dan para ahli yang terlibat dalam banyak
aktivitas di dunia ke tiga -misalnya ahli agronomi,
agrikultura, pegawai kesmas, pegawai
administrasi, dokter hewan- untuk menganalisa
diskusi yang dilakukan petani, khususnya dalam
seminar.
Kata perjuangan (struggle), misalnya, menjadi
hidup dalam diskusi itu pada asentamiento yang
berbeda, khususnya mengenai perjuangan untuk
mendapatkan hak tanahnya.
Analisa terhadap diskusi petani dapat
melengkapi rangkaian isu yang relevan dengan
komunitas petani, sehingga dapat dibahas secara
interdisipliner dan dapat menjadi dasar untuk
merencanakan materi program pendidikan untuk
mereka yang sudah melek huruf.
Analisa tentang dekodifikasi yang direkam
memberi cahaya terang pada daerah terpencil
yang nantinya akan dijadikan unit-unit belajar
dalam berbagai bidang: agrikultura, kesehatan,
matematika, ekologi, geografi, sejarah, ekonomi
dst.
Yang penting adalah bahwa setiap bidang ini
selalu diselenggarakan dengan tetap menjaga
keterkaitan dengan kehidupan dan pengalaman
nyata petani.
Ketika dekodifikasi yang direkam itu
ditranskripsikan, pendidik dan pimpinan
komunitas petani harus menyusun sebuah buku
sebagai teks yang merupakan antologi tulisan
para petani.
Lantas, buku-buku ini dibagikan kepada
kelompok tani dari daerah lain. Dengan
mempelajari teks yang mereka tulis sendiri atau
yang ditulis temannya dari daerah lain, berarti
para petani mempelajari sebuah wacana.
Akhirnya, diharapkan akan muncul usaha
yang lebih serius untuk mengembangkan
pendidikan yang merangsang petani agar
mengekspresikan diri petani.
Cara-cara seperti ini akan lebih cepat
berhasil, dalam arti petani lebih cepat
menangkap pelajaran baca-tulis dan
kebenaran yang ada di balik kehidupan
mereka.
BAB IV
Aksi Budaya dan Reformasi
Agraria
Aksi Budaya dan Reformasi
Agraria
• Reformasi Agraria menuntut pemikiran
yang kritis tentang sistem kehidupan
masyarakat dan konsekuensikonsekuensinya
lanjutan
• Reformasi ini mengisyaratkan keyakinan
akan peningkatan produksi, namun yang
harus di diskusikan adalah bagaimana
memaknai dan meningkatkan produksi
tersebut, sebab ada pandangan yang
keliru mengatakan bahwa peningkatan
produksi tidak akan tercapai jika tanpa
kerjasama dengan dunia masa kini.
Akibatnya petani dijadikan hanya sebagai
alat produksi saja
• Hal ini menyebabkan perubahan cara
kerja tidak dianggap sebagai penciptaan
sebuah dunia baru; sebuah kebudayaan
dan sejarah baru yang berkebalikan
dengan masa sebelumnya. Ini berarti
bahwa peningkatan produksi bidang
agrikultural tidak terlepas dari karakteristik
kebudayaan
• Budaya menjadi kendala dalam reformasi
pertanian, sebab petani memndang dan
memahami dunia menurut pola
kebudayaan yang dikendalikan oleh
ideologi kelompok yang dominan
• Selanjutnya perlu dilakukan aksi vertikal
dan manipulatif, melibatkan invasi budaya
dan aksi yang menawarkan sintesa
budaya
• Aksi budaya ini dimulai dengan
menyelidiki tema-tema generatif dimana
petani dapat melakukan refleksi dan
penilaian diri secara kritis
• Aksi budaya ini hanya akan berarti jika
dihadirkan sebagai contoh pengalaman
sosial secara teoritis dimana petani
berperan serta
• Akhirnya visi dan kesadaran petani
memerlukan starting point yang dilakukan
guru bersama petani untuk mengevaluasi
secara kritis pandangan dunia mereka,
sehingga keterlibatan petani dalam
transformasi yang sebenarnya menjadi
lebih jelas dan makin meningkat