KELOMPOK 1 TRI SHINA PUTRI Neti rahmayani Yunijar Dwi anggi wulANDARI VERAWATI DESTI WIDIA MARYANI YULI WULANDARI PENDIDIKAN MORAL DI INDONESIA PEMBAHASAN PENDIDIKAN MORAL DI KALANGAN REMAJA DAN PENGARUH GLOBALISASI.
Download ReportTranscript KELOMPOK 1 TRI SHINA PUTRI Neti rahmayani Yunijar Dwi anggi wulANDARI VERAWATI DESTI WIDIA MARYANI YULI WULANDARI PENDIDIKAN MORAL DI INDONESIA PEMBAHASAN PENDIDIKAN MORAL DI KALANGAN REMAJA DAN PENGARUH GLOBALISASI.
KELOMPOK 1 TRI SHINA PUTRI Neti rahmayani Yunijar Dwi anggi wulANDARI VERAWATI DESTI WIDIA MARYANI YULI WULANDARI PENDIDIKAN MORAL DI INDONESIA PEMBAHASAN PENDIDIKAN MORAL DI KALANGAN REMAJA DAN PENGARUH GLOBALISASI A. Moral 1. Pengertian Moral Istilah moral kadang-kadang dipergunakan sebagai kata yang sama artinya dengan etika. Moral berasal dari bahasa latin, yaitu kata mos (adat istiadat, kebiasaan, cara, tingkah laku, kelakuan), mores (adat istiadat, kelakuan , tabiat, watak, akhlak, cara hidup) (Lorens Bagus, 1996:672). Secara etimologi kata moral sama dengan etika karena keduanya berasal dari kata yang berarti adat kebiasaan. Jadi, moral yaitu nilai dan norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau sekelompok dalam mengatur tingkah lakunya. • Menurut Pendidikan Agama Islam, moral berasal dari kata latin mos dan mores (bentuk jamaknya) yang berarti adat atau cara hidup. Moral adalah tindakan manusia yang sesuai dengan ide-ide umum (masyarakat) yang baik dan wajar. • Menurut kamus umum bahasa Indonesia ( Nurudin, 2001) moral berarti ajaran baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dan sebagainya; ahklak, budi pekerti, dan susila. • Jadi, menurut kami, moral adalah semua perbuatan tingkah laku manusia yang bernilai baik menurut pandangan masyarakat umum dalam bersikap sehari-hari. 2. Tujuan Pendidikan Moral Kohlberg (1971) menekankan tujuan pendidikan moral adalah merangsang perkembangan tingkat pertimbangan moral siswa. Kematangan pertimbangan moral jangan diukur dengan standar regional, tetapi hendaknya diukur dengan pertimbangan moral yang benar-benar menjunjung nilai kemanusiaan yang bersifat universal, berlandaskan prisip keadilan, persamaan, dan saling terima (Bergling, 1985). • • • • • Frankena mengemukakan lima tujuan pendidikan moral sebagai berikut: 1. Mengusahakan suatu pemahaman “pandangan moral” ataupun cara-cara moral dalam mempertimbangkan tindakan-tindakan dan penetapan keputusan apa yang seharusnya dikerjakan, seperti membedakan hal estetika, lagalitas, atau pandangan tentang kebijaksanaan. 2. Membantu mengembangkan kepercayaan atau pengadopsian satu atau beberapa prisip umum yang fundamental, idea atau nilai sebagai suatu pijakan atau landasan untuk pertimbangan moral dalam menetapkan suatu keputusan. 3. Membantu mengembangkan kepercayaan pada dan atau mengadopsi norma-norma konkret, nilai-nilai, kebaikan-kebaikan seperti pada pendidikan moral tradisional yang selama ini dipraktikkan. 4. Mengembangkan suatu kecendrungan untuk melakukan sesuatu yang secara moral baik dan benar. 5. Meningkatkan pencapaian refleksi otonom, pengendalian diri atau kebebasan mental spiritual, meskipun itu disadari dapat membuat seseorang menjadi pengkritik terhadap ide-ide dan prinsip-prinsip, dan aturan-aturan umum yang sedang berlaku (frankena, 1971:395-398). • Dari uraian di atas, dapat dipahami bahwa pada dasarnya tujuan pendidikan moral di sekolah membantu siswa mempertinggi tingkat pertimbangan, pemikiran, dan penalaran moralnya. Tingkat pemikiran dan pertimbangan moral terbukti secara empiris dapat ditingkatkan melalui pendidikan moral, yaitu dengan menggunakan metode diskusi dilema moral. 3. Pentingnya Pendidikan Moral dalam Tujuan Pendidikan di Indonesia dan Pendidikan Moral Indonesia. Pasal 1 ayat(1) UU No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menegaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dengan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Selanjutnya Pasal 3 menegaskan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Dari hal tersebut dapat dikatakan bahwa Negara kita merupakan Negara yang mengakui pentingnya moralitas dan terselenggaranya pendidikan yang bermoral di sekolah maupun di lingkungan masyarakat luas, yakni di rumah ( lingkungan keluarga), di tempat-tempat ibadah seperti majelis taqlim di masjid, bahkan melalui televisi yang di siarkan secara bebas dan menjangkau masyarakat luas. • Goods (1945) menegaskan Negara yang mengakui agama dan sekolah agama, maka pendidikan moral di sekolah diajarkan melalui pendidikan agama atau sekolah sekolah agama, sedangkan Negara yang tidak mengakui agama, pendidikan moral diajarkan pendidikan kewarganegaraan atau civics. Jika berpedoman pada konsep ini, dapat dikatakan bahwa Negara Indonesia merupakan Negara yang memberikan perhatian cukup besar dalam pembinaan moral. Hal ini dikarenakan, selain sekolah mengajarkan Pendidikan Agama juga sekaligus memberikan pendidikan moral melalui bidang studi Pendidikan Kewarganegaraan (PKn), IPS, Bahasa Indonesia diseluruah jenjang sekolah (dasar, menengah, dan perguruan tinggi). • Moralitas remaja sekarang ini sangat penting untuk diperhatikan, sebab akan menentukan nasib di masa depan mereka atas kelangsungan hidup bangsa Indonesia umumnya. • Menurut Buchori (2002), bahwa di masa mendatang ini akan ada dua tantangan zaman yang harus dihadapi oleh para generesi muda Indonesia. Pertama, tantangan untuk memulihkan kehidupan bangsa dan kekacauan yang ada sekarang ini. Kedua, tantangan menghadapi persoalan-persoalan yang lahir dan situasi-situasi Global yang berkembang pada saat ini dan dimasa-masa yang akan datang. B. Pengaruh Globalisasi Terhadap Perkembangan Moral Remaja di Indonesia Arus globalisasi begitu cepat merasuk ke dalam masyarakat terutama di kalangan remaja. Faktor pendukung utama arus globalisasi adalah teknologi informasi dan komunikasi. Perkembangan teknologi dewasa ini begitu cepat sehingga segala informasi dengan berbagai bentuk dapat tersebar luas ke seluruh dunia. Oleh karena itu globalisasi tidak dapat kita hindari kehadirannya. Akibat globalisasi tentunya membawa pengaruh terhadap suatu negara termasuk Indonesia, khususnya terhadap perkembangan moral remaja. • 1. Pengertian Kenakalan Remaja • Kenakalan remaja ialah perbuatan/kejahatan/pelanggaran yang dilakukan oleh anak remaja yang bersifat melawan hukum, anti sosial, anti susila, dan menyalahi norma-norma agama. • Paham kenakalan remaja dalam arti luas, meliputi perbuatan-perbuatan anak remaja yang bertentangan dengan kaidah-kaidah hukum tertulis, baik yang terdapat dalam KUHP (pidana umum) maupun perundang-undangan di luar KUHP (pidana khusus). Dapat pula terjadi perbuatan anakremaja tersebut bersifat anti sosial yang menimbulkan keresahan masyarakat pada umumnya, akan tetapi tidak tergolong delik pidana umum maupun pidana khusus. Adapula perbuatan anak remaja yang bersifat anti susila, yakni durhaka kepada kedua orangtua, sesaudara saling bermusuhan. Di samping itu dapat dikatakan kenakalan remaja, jika perbuatan tersebut bertentangan dengan norma-norma agama yang dianutnya. 2. Faktor-faktor Penyebab Kenakalan Remaja Adapun faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinyakenakalan remaja adalah sebagai berikut : • a. Keluarga Keluarga merupakan kelompok masyarakat terkecil, akan tetapi merupakan lingkungan paling kuat dalam membesarkan anak dan terutama anak yang belum sekolah. b. Pendidikan Formal (Sekolah) • Dalam konteks ini sekolah merupakan ajang pendidikan yang kedua setelah lingkungan keluarga bagi anak remaja. c. Masyarakat dan Lingkungan Masyarakat • Anak remaja sebagai anggota masyarakat selalu mendapat pengaruh dari keadaan masyarakat dan lingkungannya baik secaralangsung maupun tidak langsung 3. Langkah-langkah Yang Dapat Dilakukan Untuk Menaggulangi Kenakalan Remaja • Memang sulit untuk menemukan cara yang terbaik di dalam menanggulangi kenakalan remaja, akan tetapi masyarakat, perseorangan bahkan pemerintah sekalipun melakukan langkah-langkah yang paling memadai di dalam melakukan preverensi. Lankah-langkah tersebut terutama dapat dilakukan pemerintah untuk memperbaikikehidupan warga masyarakat, agar di bidang sosial ekonomi mengalami peningkatan. Di sini masyarakat pun ikut terlibat di dalam kenakalan yang dilakukan remaja, dan upaya-upaya yang dapat dilakukan oleh masyarakat dalam menaggulangi hal tersebut dapat berupa : • 1. Memberi nasihat secara langsung kepada anak yang bersangkutan agar anak tersebut meninggalkan kegiatannya yang tidak sesuai dengan seperangkat norma yang berlaku, yakni norma hukum, sosial, susila dan agama. • 2. Membicarakan dengan orangtua/wali anak yang bersangkutan dan dicarikan jalan keluarnya untuk menyadarkan anak tersebut. • 3. Langkah yang terakhir, masyarakat harus berani melaporkan kepada ppejabat yang berwenang tentang adanya perbuatan kenakalan/kejahatan sehingga segera dilakukan langkah-langkah prevensi secara menyeluruh. TERIMA KASIH