PERKEMBANGAN MEDIASI DI LUAR PENGADILAN DI INDONESIA Andrea Hynan Poeloengan, SH (Unibraw), M.Hum (Unpar), MTCP (Uni of Wollongong) Workshop Internasional Perkembangan Mediasi di Indonesia, Jepang.

Download Report

Transcript PERKEMBANGAN MEDIASI DI LUAR PENGADILAN DI INDONESIA Andrea Hynan Poeloengan, SH (Unibraw), M.Hum (Unpar), MTCP (Uni of Wollongong) Workshop Internasional Perkembangan Mediasi di Indonesia, Jepang.

Slide 1

PERKEMBANGAN MEDIASI
DI LUAR PENGADILAN
DI INDONESIA
Andrea Hynan Poeloengan, SH (Unibraw), M.Hum (Unpar), MTCP (Uni of Wollongong)
Workshop Internasional
Perkembangan Mediasi di Indonesia, Jepang dan Australia
Masa Kini Menuju Masa Depan
Rabu, 21 Agustus 2013
Pengadilan Negeri Kelas 1B Cibinong
Kabupaten Bogor

Perma No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan
Pasal 2
Ruang lingkup dan Kekuatan Berlaku Perma
1. Peraturan Mahkamah Agung ini hanya berlaku untuk mediasi yang terkait dengan
proses berperkara di Pengadilan.
2. Setiap hakim, mediator dan para pihak wajib mengikuti prosedur penyelesaian
sengketa melalui mediasi yang diatur dalam Peraturan ini.
3. Tidak menempuh prosedur mediasi berdasarkan Peraturan ini merupakan
pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 130 HIR dan atau Pasal 154 Rbg yang
mengakibatkan putusan batal demi hukum.
4. Hakim dalam pertimbangan putusan perkara wajib menyebutkan bahwa perkara
yang bersangkutan telah diupayakan perdamaian melalui mediasi dengan
menyebutkan nama mediator untuk perkara yang bersangkutan.
Pasal 23
Mediator yang telah tersertifikasi dimungkinkan untuk melakukan Mediasi di luar
pengadilan dengan hasil kesepakatannya dapat diajukan ke pengadilan untuk
memperoleh akta perdamaian dengan cara mengajukan gugatan

KEUTAMAAN PANCASILA
Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011
Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
telah menegaskan bahwa :
PANCASILA adalah
SUMBER DARI SEGALA SUMBER HUKUM
TAP MPR NO.: II/MPR/1978 yang digantikan dengan
TAP MPR NO.: XVIII/MPR/1998
telah menegaskan bahwa
PANCASILA adalah DASAR NEGARA
PANCASILA MENGANDUNG NILAI NILAI LESTARI DAN
UNIVERSAL YANG WAJIB DIUTAMAKAN/DIDAHULUKAN
DALAM RANGKA MEMBANGUN SELURUH SENDI
KEHIDUPAN BERMASYARAKAT, BERBANGSA &
BERNEGARA.

KEUTAMAAN BERMUSYAWARAH

PANCASILA adalah
SUMBER DARI SEGALA SUMBER HUKUM
PANCASILA MENGANDUNG NILAI NILAI LESTARI DAN
UNIVERSAL YANG HARUS DIUTAMAKAN/DIDAHULUKAN
UNTUK MENYELESAIKAN DAN MENGAKHIRI KONFLIK.
NILAI NILAI TERSEBUT TERKANDUNG DALAM SILA
KEEMPAT PANCASILA YANG MENGEDEPANKAN :
KEUTAMAAN MUSYAWARAH UNTUK MUFAKAT
BERDASARKAN ASAS KEKELUARGAAN

Nilai-Nilai Universal Pancasila
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat.
Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.
Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk
kepentingan bersama.
Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat
kekeluargaan.
Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan
melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai hati nurani yang
luhur.
Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggung-jawabkan secara
moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan
martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan

Musyawarah untuk mufakat adalah memang cara penyelesaian perselisihan yang paling
sesuai dengan Pancasila.
NAMUN bagaimana bermusyawarah untuk mufakat, yang lebih berdaya guna dan
berhasil guna, sehingga peluang tercapainya kesepakatan bagi para pihak menjadi lebih
besar ?
Teknik dan metode bermusyawarah untuk mufakat, yang lebih berdaya guna dan berhasil
guna, sehingga peluang tercapainya kesepakatan bagi para pihak menjadi lebih besar,
itulah yang dikenal dengan :
“MEDIASI”

Melalui pengembangan dan pemuktahiran teknik-teknik, metode tahapannya yang sangat
sistematis, dan bantuan dari orang yang berkeahlian, terlatih, terdidik untuk menjadi
seorang Mediator, yang bertugas bukan untuk memutus, melainkan diantaranya untuk
mendorong, membantu pihak berselisih/bersengketa/berkonflik menemukan peluangpeluang yang menurut para pihak adalah terbaik bagi kepentingan bersama para pihak.
Mediasi menjadikan musyawarah mufakat lebih efektif dan efisien, juga dapat
mentransformasi hubungan antara para pihak menjadi lebih terbuka.
MEDIASI BAGI BANGSA INDONESIA, SEYOGIANYA MENJADI UPAYA UTAMA YANG
HARUS DIDAHULUKAN DALAM PENYELESAIAN
PERSELISIHAN/SENGKETA/KONFLIK SEBAGAI AKTUALISASI NILAI-NILAI
UNIVERSAL PANCASILA
Maka, Perma No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan, merupakan bagian dari
aktualisasi nilai-nilai universal Pancasila tersebut

Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 tahun 2008 (PerMa 1/2008)
mendefinisikan Mediasi sebagai cara penyelesaian sengketa melalui proses
perundingan untuk memperoleh kesepakatan dengan dibantu oleh Mediator

Mediasi adalah suatu proses negosiasi dipandu dibantu oleh orang yang terpercaya.
Mediator membantu pihak berkonflik untuk berbagi perspektif dan pengalaman
mereka, mengidentifikasi kebutuhan yang mendasar, bertukar pikiran tentang
pilihan kreatif untuk mengatasi kebutuhan, dan kemudian membuat kesepakatan
akhir. (Lisa Schirch : 2004)
Mediasi sebagai intervensi terhadap suatu sengketa atau negosiasi yang dilakukan
oleh pihak ketiga yang dapat diterima, tidak berpihak/netral, yang tidak mempunyai
kewenangan untuk mengambil keputusan dalam membantu para pihak berselisih
dalam upaya mencari kesepakatan sukarela dalam menyelesaikan permasalahan
yang disengketakan (Christopher Moore: 2003)
Mediasi adalah sarana agar membiasakan Bangsa Indonesia berkonflik dengan cara
yang baik dan benar, untuk mencegah meluasnya, bahkan meningkatnya ekskalasi
konflik dalam rangka mewujudkan Perdamaian, Kesejahteraan, dan Menjaga
Keutuhan NKRI. (Rachman, Jusril, Poeloengan : 2012)
Mediasi merupakan sistem penyelesaian secara damai yang selaras dengan jiwa Sila
Keempat dan Nilai Luhur dari Ke-Bhinneka-Tunggal-Ika-an yang tidak berorientasi
mencari-cari perbedaan, tidak berpretensi mencari siapa yang salah atau siapa yang
benar, melainkan berorientasi pada suatu kesamaan terakomodirnya kebutuhan
atau kepentingan para pihak berkonflik. (Putut Eko Bayuseno : 2012)

Undang Undang No. 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial
telah mengamanatkan untuk mengembangkan sistem penyelesaian
perselisihan secara damai. Dalam Pasal 8 Undang-undang tersebut
dinyatakan bahwa:
1.Penyelesaian perselisihan dalam masyarakat dilakukan secara
damai.
2.Penyelesaian secara damai sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengutamakan musyawarah untuk mufakat.
3.Hasil musyawarah mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
mengikat para pihak.
Penyelesaian perselisihan yang secara damai perlu dimaknai, bahwa
para pihak yang berselisih / bersengketa / berkonflik secara sukarela
melaksanakan hasil kesepakatan perdamaian tanpa merasa
dipaksakan.
Perdamaian yang demikian itu adalah lebih lestari dibandingkan
perdamaian yang dipaksakan oleh pihak ketiga yang lebih berperan
layaknya pemutus dan pengadil, untuk memutuskan dan mengadili
apa yang menurutnya berdasarkan hukum adil bagi para pihak
berselisih / bersengketa / berkonflik tersebut.

KESADARAN HUKUM MENINGKAT = AKSES PADA PENGADILAN ≠
AKSES PADA KEADILAN
FAKTA :
Gambar 1: Grafik tentang Data Penyelesaian Konflik Melalui Jalur Pengadilan

Sumber : Cetak Biru Pembaruan Peradilan 2010-2035 Jakarta Mahkamah Agung RI, 2010 Diterbitkan oleh:
Mahkamah Agung RI, dan Laporan Tahunan Mahkamah Agung RI - Tahun 2010-2011

Kesadaran Hukum Meningkat
Namun frekuensi dan eskalasi Konflik Sosial juga tetap tinggi (Putut Eko Bayuseno : 2012)
9

KONFLIK MENINGKAT
Sistem Nasional Pemantauan Kekerasan (SNPK) : Sistem informasi yang menyediakan data dan analisis
tentang konflik dan kekerasan yang terjadi di berbagai wilayah di Indonesia. Proyek SNPK dipimpin oleh
Kemenkokesra, dengan dukungan Bank Dunia dan The Habibie Center.

http://www.snpk-indonesia.com/DataTools/Index?lang=ina&randdo=38141a91-1af9-4f1b-96da-a0cf05354e2c&userid=429853

10

Sistem Nasional Pemantauan Kekerasan (SNPK)
Periode 2010 s.d 2012

http://www.snpk-indonesia.com/DataTools/Index?lang=ina&randdo=38141a91-1af9-4f1b-96da-a0cf05354e2c&userid=429853

11

MEDIASI DI LUAR PENGADILAN

Mediasi di luar pengadilan yang menarik adalah yang dilakukan di Kabupaten Karawang terhadap
beberapa perselisihan / sengketa / konflik. Mediasi ini dilakukan dengan Mediator seorang perwira
polisi, AKP Iman Imannuddin, SIK, SH, MH, yang pada saat itu menjabat sebagai Kasat Reskrim Polres
Karawang. Ia memang telah mengikuti dan tersertifikasi sebagai seorang Mediator yang bersertifikat
dari Pusat Mediasi Nasional (PMN). Dalam melaksanakan tugasnya, tidak semua perkara diselesaikan
dengan penyidikan hingga penuntutan. Sebagai seorang Mediator yang tersertifikasi, telah merubah
pendekatan caranya bekerja sebagai seorang Reserse dengan menjadikan penegakan hukum sebagai
pilihan terakhir (Ultimum Remedium).
Dari seluruh perkara yang diselesaikan melalui cara Mediasi tersebut, telah mencegah terjadinya konflik
komunal ataupun konflik sosial di Kabupaten Karawang, bahkan dapat terselesaikan sebelum dibuatnya
Laporan Polisi karena masalah telah terselesaikan serta mencapai kesepakatan dan berdamai.

===
Mediasi di luar pengadilan atas perkara dalam Laporan Polisi tentang Tindak Pidana ITE berupa
intersepsi (penyadapan) antara PT. Agc vs Bs. Dalam perkara yang terjadi di Kota Bogor tersebut para
pihak berdamai melalui proses Mediasi yang dipimpin oleh Mediator bersertifikat dari PMN. Hasil
Mediasi tersebut dilaporkan kepada penyidik, hingga akhirnya memperoleh Penghentian Penyidikan
(SP3) dari Polres Bogor Kota, dan para pihak dapat islah kembali.
Ada juga perkara perdata sengketa jual beli saham antara Tn CT dengan Tn HB dkk. Walaupun
perkaranya tengah diperiksa oleh Majelis Hakim Mahkamah Agung RI dalam tahapan Kasasi, tetapi
sebagian besar (90 %) diantara para pihak yang bersengketa telah sepakat untuk berdamai melalui
Mediasi di luar pengadilan yang dipimpin oleh Mediator bersertifikat dari PMN, sehingga realisasi jual
beli saham dapat dilakukan sebelum putusnya perkara Kasasi di Mahkamah Agung RI.
Mediasi seharusnya “Forget the Law”, “Forget the Past”, dan “Don’t Look Back in Anger”

KEMANFAATAN MUSYAWARAH/MEDIASI
Putut Eko Bayuseno. 2012. Optimalisasi Musyawarah Sebagai Sarana Pengelolaan Konflik Dapat Meningkatkan Keamanan Di
Daerah Dalam Rangka Memperkuat Ketahanan Nasional. Esai Lemhanas PPSA XVIII. Lemhanas. Jakarta.

Data penyelesaian perkara/konflik khusus perkara yang berhubungan dengan Direktorat Reskrim Umum
pada Wilayah Hukum Polda Jawa Barat (21 Polres, 1 Polrestabes, 1 Dit Reskrim Um) per Semester I tahun
2012 (Januari s/d Juni 2012), Jumlah total perkara/konflik 15.595 kasus.
Data di olah dari sumber Dit Reskrim Um Polda Jawa Barat.
Siap dilakukan penuntutan (P.21) = 4516
perkara (28,96%)

4.93%

8,83%

5.76%
2.87%

28,96%

Belum selesai proses penyidikannya =
7588 perkara/konflik (48,66%)

Penghentian penyidikan (SP 3) = 447
Konflik (2,87%)

48,66%

musyawarah untuk mufakat ataupun
mediasi di kantor polisi setelah ada
Laporan polisi = 898 konflik (Peran
Penyelidik & Penyidik) (5,76%)
musyawarah untuk mufakat ataupun
mediasi di kantor Polisi, sebelum
timbulnya Laporan Polisi = 769 Konflik
(Peran Bhabinkamtibmas & Personil
lainnya) (4,93%)

KEMANFAATAN MUSYAWARAH/MEDIASI
Putut Eko Bayuseno. 2012. Optimalisasi Musyawarah Sebagai Sarana Pengelolaan Konflik Dapat Meningkatkan Keamanan Di
Daerah Dalam Rangka Memperkuat Ketahanan Nasional. Esai Lemhanas PPSA XVIII. Lemhanas. Jakarta.

Perbandingan Biaya Penyelesaian Konflik
Antara Melalui Musyawarah/Mediasi dan Tidak Melalui Musyawarah/Mediasi
Data di olah dari sumber Dit Reskrim Um Polda Jawa Barat.
Rp70,000,000,000

Rp60,000,000,000

Rp62.515.389.000
Rp50,000,000,000

Rp40,000,000,000

Rp30,000,000,000
Series1
Rp20,000,000,000

Rp10,000,000,000

Rp9.132.000.000
Rp0
3044 perkara/konflik diselesaikan melalui mediasi
dikalikan biaya rata rata penyelesaian sebesar Rp.
3.000.000,-

Bila 3044 perkara/konflik tidak diselesaikan melalui
mediasi maka dikalikan Rata Rata biaya Berdasarkan
Skep Kapolri No. Kep/606/XI/2011 tgl 17 Nop 2011
indeks anggaran lidik sidik perkara, sebesar Rp.
20.537.250,-

SOP tentang Pelaksanaan Tugas
Bhabinkamtibmas Oktober 2011
Fungsi Bhabinkamtibmas
• 2 f memediasi dan memfasilitasi upaya
pemecahan masalah yang terjadi di masyarakat;
Peran Bhabinkamtibmas
• 3 c mediator dan fasilitator dalam penyelesaian
permasalahan-permasalahan sosial yang terjadi
di masyarakat Desa/ Kelurahan

HEMAT ? (ilustrasi)
INSTANSI, IF…

IF…, JUMLAH INSTANSI X BIAYA
PENANGANAN PERKARA

TOTAL

POLSEK
1 perkara / 1 bulan

4000 x @ Rp. 500.000
anggaran per perkara

Rp.

2.000.000.000

POLRES
1 perkara / 1 bulan

400 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

400.000.000

POLDA
1 perkara / 1 bulan

25 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

25.000.000

KEJAKSAAN
1 perkara / 1 bulan

300 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

300.000.000

PENGADILAN
1 perkara / 1 bulan

300 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

300.000.000

Penghematan Anggaran
Negara Perbulan

Rp. 3.025.000.000 +
Potential Lost (Social Cost)

Biaya Penyelesaian Sengketa
Indicator
WAKTU (days)
BIAYA (% of
KERUGIAN)

Indonesia
570
122.7

East Asia & Pacific
519
47.8

OECD
518
19.7

Doing Business 2012: Data for Indonesia (WB)
Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD - Organisation for Economic Co-operation and Development)

Hambatan Mediasi
Mediasi vs Paradigma Keadilan yang Legisme
•Pelanggaran adalah Wanprestasi, Onrechmatmatige Daad,
Wederrechttelick.
•Ada aturan yang dilanggar. Cara penyelesaian sesuai dengan aturan
hukum dan hukum acara.
•Keadilan: Adil jika perbuatan sesuai dengan hukum. Adil jika salah
telah dihukum sesuai dengan aturan yang berlaku
Mediasi : Keadilan adalah kepentingan para pihak terpenuhi,
keadaan masing-masing pihak terpulihkan, kepentingan yang lebih
besar tidak terganggu, hubungan menjadi lebih terbuka, tanpa
pembuktian formal, tanpa benar salah, keputusan dibuat dan
disepakati para pihak.
Mediasi : memulihkan hubungan yang rusak = Restorative Justice

Tidak ada yang salah dengan
Konsepsi Hukum yang Legisme tersebut.
Hanya saja masyarakat pada umumnya dan para pengemban profesi hukum
menjadi terorientasikan pada makna keadilan yang legisme pula.
Konsepsi hukum atas makna “pelanggaran” yang legisme, yang terfokus pada
makna keadilan yang legisme pula tersebut, berbeda dengan prespektif dari
keadilan yang memulihkan (Restorative Justice).
VS
Mediasi : Keadilan adalah kepentingan para pihak terpenuhi, keadaan
masing-masing pihak terpulihkan, kepentingan yang lebih besar tidak
terganggu, hubungan menjadi lebih terbuka, tanpa pembuktian formal,
tanpa benar salah, keputusan dibuat dan disepakati para pihak

Yurisprudensi atau Sekedar Preseden ?







Perkara 378 jo 372 KUHP- LP/43/IX/2007/DIR RESKRIM POLDA DIY – Pelapor Cabut
Penyidik & Penuntut tetap Lanjut  Sidang PN Yogyakarta
PUT PN Yogyakarta: No. 317/PID.B/2008 Pencabutan Pengaduan Dikabulkan &
Penuntutan Tidak dapat Diterima
PUT PT Yogyakarta:No. 01/PID/PLW/2009/PT.YK : Persidangan PN Yogyakarta
Batal Demi Hukum
PUT Kasasi MA RI: No. 1600 K/PID/2009 : Pencabutan Pengaduan Dikabulkan &
Penuntutan Tidak dapat Diterima

Mediasi  Damai  Cabut Laporan  Tdk Cukup Bukti ?
Mediasi  Damai  Bukan Peraka Pidana ?
Mediasi  Damai  Demi Hukum  Diskresi  Restorative Justice ? (vide Pasal 18
UU No. 2 Tahun 2002 jo Pasal 30 ayat 4 UUD 1945)  Ultimum Remedium

Konsepsi Humanis Restorative Justice
Prespektif Restorative Justice :
1.

Bahwa Pelanggaran adalah suatu perbuatan yang mungkin keliru
dilakukan oleh pihak
tertentu sehingga membuat hubungan
(relationship) diantara pihak tertentu tersebut dengan para pihak lainya
yang terkait menjadi rusak.

2.

Bahwa hubungan yang menjadi rusak tersebut, harus diperbaiki,
dipulihkan, disembuhkan dengan sebisa mungkin menempatkan hal
yang benar (to put things right as possible)

3.

Bahwa perlu dilakukan upaya yang mendorong seluruh pihak terkait
untuk mengerti/memahami akibat/konsekuensi dari suatu pelanggaran.
Selanjutnya berupaya memastikan bahwa seluruh pihak terkait berniat
dan merealisasikan tindakan sebanyak mungkin menempatkan hal yang
benar, dalam rangka merajut kembali atau memperbaiki hubungan yang
telah rusak.
23

Prespektif Legisme.
•Pelanggaran UU
•Siapa yang Salah atau Benar
•Pembuktian menjadi utama
•Menyalahkan perilaku di masa lalu
•Nememis “pembalasan” /hukuman
•Keadilan sesuai undang undang
•Ketidakpuasan






Prespektif Restorative Justice
Pelanggaran / Perusakan (Harms) Relationship
Merubah perilaku di masa yang akan datang
Mengobati, memulihkan, memperbaiki relationship
Semua pihak terkait bertanggungjawab
Kebersamaan mengidentifikasi dan memetakan kerugiankerugian, kebutuhan dan tindakan yang perlu dilakukan untuk
memulihkan relationship
24

Anggapan Keliru !
Restorative Justice seringkali dianggap semata sebagai suatu
bentuk pemaafan atau pengampunan!
Bahwa benar dengan pemaafan (ataupun pengampunan) maka
suatu hubungan yang rusak akan menjadi pulih, namun dalam
Restorative Justice tidak selalu harus ada unsur pemaafan.
Restorative Justice tidak hanya terfokus pada korban, akan
tetapi concern pula terhadap pihak pelanggar dan pihak lain
yang terdampak. Menjadi lebih utama adalah sebisa mungkin
menempatkan hal yang benar, agar kondisi/keadaan/suatu
relationship pada masa yang akan datang menjadi lebih baik.

Anggapan Keliru !
Restorative Justice dianggap berbeda arah dengan Criminal
Justice System dan Civil Justice System bahkan ada anggapan
keberadaannya menjadi tumpang tindih dengan Justice System
yang telah ada.
Bahwa Restorative Justice adalah konsepsi atas makna keadilan.
Dengan Restorative Justice kita berupaya mereorientasi kembali
bagaimana kita perlu memahami makna keadilan yang lebih
dalam.

Apakah suatu kondisi dimana seseorang yang terbukti melakukan perbuatan
melawan hukum (pelaku) dan telah dijatuhi sanksi dapat diartikan bahwa
keadilan telah ditegakkan? Dalam konsepsi CJS, kondisi demikian dapat
dikatakan telah memenuhi rasa keadilan. Hukuman yang setimpal adalah
suatu keadilan
Bagaimana dengan keberlangsungan kehidupan istrinya dan anak dari
pelaku?
Bagaimana dengan keluarga korban yang sering kali tidak dapat menerima
putusan dari Majelis Hakim yang dianggap tidak cukup memuaskan ?
Bagaimana dengan keberlangsungan kehidupan 1000 karyawan yang
perusahaan tempatnya bekerja, dinyatakan pailit oleh putusan pengadilan
atas adanya gugatan pailit pihak kreditur? Siapa yang harus bertanggung
jawab atas keberlangsungan kehidupan karyawan tersebut? Bukankah
pemerintah juga bertanggung jawab untuk menciptakan lapangan kerja?
CJS atau penegakan hukum adalah perlu, namun menjadi lebih baik bila
bersamaan dengan itu dilakukan pula upaya “to put things right as possible”,
sebagaimana prespektif dari Restorative Justice.

To put things right as possible
(memulihkan kembali kepada kondisi yang benar/tepat)
Prespektif Restorative Justice, Pelanggaran itu menggambarkan adanya
hubungan (relationship) yang rusak.
Adanya hubungan yang rusak potensial menjadi sebab dan berdampak pada
Pelanggaran. Sebaliknya Pelanggaran juga mengakibatkan hubungan menjadi
rusak.
“The Harm of one is the harm of all”.
Perbuatan “harms” seperti membahayakan; merugikan; merusak; menyakiti;
melukai; mengganggu; mencelakakan; menjahati, dll adalah tindakan keliru
yang perlu diperbaiki dan ditempatkan kembali menjadi benar.
Menjadi kewajiban bagi semua pihak terkait yang berkepentingan yaitu
pelaku, korban, komunitas (masyarakat sekitar, pemerintah daerah, para
pengemban profesi hukum dll) untuk sebisa mungkin menempatkan hal yang
benar.

Restorative Justice
Peduli :
PELAKU, KORBAN, KOMUNITAS
HARMS, NEEDS, OBLIGATIONS

sebisa mungkin menempatkan hal yang benar dan tepat
dalam rangka memulihkan

Restorative Justice tidak dimaksudkan menggatikan CJS.
Restorative Justice dan CJS seyogyanya dipandang dan
dipahami secara lebih utuh sebagai konsepsi atas makna
keadilan dalam rangka melaksanakan Pembangunan
Perdamaian (Peacebuilding)

Peta Pembangunan Perdamaian
Meningkatkan
Kapasitas
1. Kerma Pendidikan Perdamaian
2. Kerma Penelitian dan Evaluasi
3. Kerma Pembangunan dalam
segala bidang

Mengobarkan
Anti Kekerasan
1. Membangkitkan Kesadaran dan
Kepedulian Stake Holder NKRI
2. Meningkatkan Rasa/Sikap/Perilaku
Saling Ketergantungan
(membangun kebersamaan)

Meredam Kekerasan
1. Preventing Victimization; restraining
offenders; Create a space for cooling
down; Cease-Fire Agreements;
Peacekeeping; Humanitarian Assistance
2. Early Warning dan Response Program
3. Legal & Judicial Systems
Criminal Justice System (CJS)
(to maintain order, not revenge)

Transformasi Hubungan
1.
2.
3.
4.
5.

Governance & Policymaking
Trauma Healing & Recovery Programs
Ritual & Symbolic Transformation
Restorative Justice
Conflict Transformation :
- Dialogue;
- Negotiation;
- Mediation.

Adaptasi : The Cycle of Peacebuilding, Strategic Peacebuilding, Lisa Schirch oleh Rachman, Jusril, Poeloengan (2012)

Terima Kasih
Mediasi di luar pengadilan di Indonesia, seharusnya dapat berkembang dengan pesat dengan
masih berlakunya Pancasila sebagai Dasar Negara dan Faslafah Bangsa Indonesia.
Musyawarah untuk mufakat, Kekeluargaan dan Gotong Royong adalah diantara nilai-nilai Pancasila
yang universal akan bermetamorfosis hingga terwujud, tercermin dan selaras dengan semangat
dalam Mediasi itu sendiri.
Berkembangnya Restorative Justice yang dapat mereorientasikan kembali makna Keadilan, yang
ternyata sejalan dengan nilai-nilai universal dari Pancasila, seharusnya dapat menjadi stimulan
dalam mempercepat perkembangan Mediasi di Indonesia.
Masa depan, diperlukan upaya bersama seluruh stake holder, khususnya pembuat kebijakan
dengan mengingat “law as a social tool engineering”, untuk segera berperan aktif, menaruh
perhatian dan turut serta melakukan perancangan UU tentang Mediasi.
UU tentang Mediasi sekaligus guna menselaraskan dan mengharmonisasikan ketentutanketentuan Mediasi yang masih tersebar dalam peraturan perundang-undangan lainnya, sehingga
tercapai kesamaan makna, hakikat dan pengimplementasian Mediasi sebagai Revitalisasi dan
Aktualisasi Pancasila, yang pada akhirnya berperan penting dalam terciptanya Kondisi Damai dan
Sejehtera bagi Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

SEGITIGA MEDIASI,
SUMBER PUSAT MEDIASI
NASIONAL (PMN) 2012

Pusat Mediasi Nasional.
2012. Mediation Triangles
and Mediation Skills.
Pelatihan Mediasi 40 jam
Angkatan 42, 10-14
September 2012, Jakarta.
Segitiga Mediasi ini
diadaptasi dari Boule,
Laurance., & Hwee, The
Hwee. 2000. Mediation:
Principles Process
Practice (Singapore
Edition). Butterworths
Asia & Singapore
Mediation Centre. Hal 99114.

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.1/2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
Pasal 147

Penyelesaian sengketa di bidang perumahan terlebih dahulu diupayakan berdasarkan musyawarah
untuk mufakat.

Pasal 148
(1) Dalam hal penyelesaian sengketa melalui musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, pihak yang
dirugikan dapat menggugat melalui pengadilan yang berada di lingkungan pengadilan umum atau
di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa melalui alternatif
penyelesaian sengketa.
(2) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
melalui arbitrase, konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan/atau penilaian ahli sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. UU yang mana?
(3) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
menghilangkan tanggung jawab pidana.

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.32/2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Dalam penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan dapat digunakan jasa
mediator dan/atau arbiter untuk membantu menyelesaikan sengketa lingkungan hidup, (Pasal
85 ayat 3) Mediasi tidak wajib dan tidak ada penjelasan lebih detil ttg mediasi.



UU No.14/2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik
Komisi Informasi adalah lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan Undang-Undang ini dan
peraturan pelaksanaannya, menetapkan petunjuk teknis standar layanan informasi publik dan
menyelesaikan sengketa informasi publik melalui mediasi dan/atau ajudikasi nonlitigasi
(Pasal 1 ayat 4) Mediator dan Pemutus sengketa
Pasal 40 (1) Penyelesaian sengketa melalui Mediasi merupakan pilihan para pihak dan bersifat
sukarela. Namun, Pasal 42, Penyelesaian Sengketa Informasi Publik melalui Ajudikasi
nonlitigasi oleh Komisi Informasi hanya dapat ditempuh apabila upaya Mediasi dinyatakan
tidak berhasil secara tertulis oleh salah satu atau para pihak yang bersengketa, atau salah satu
atau para pihak yang bersengketa menarik diri dari perundingan. Wajibkah atau pilihankah

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.39/1999 Tentang Hak Asasi Manusia
Komisi Nasional Hak Asasi yang selanjutnya disebut Komnas HAM adalah lembaga mandiri yang
berkedudukan setingkat dalam negara lainya yang berfungsi melaksanakan pengkajian,
penelitian, penyaluran, pemantauan, dan mediasi hak asasi manusia, Pasal 1 ayat 7 jo. Pasal
76. Definisi mediasi tidak dijelaskan
Pasal 89 ayat 4, Untuk melaksanakan fungsi Komnas HAM dalam mediasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 76, Komnas HAM bertugas dan berwenang melakukan: a. perdamaian
kedua belah pihak; b. penyelesaian perkara melaui cara konsultasi, negosiasi, mediasi,
konsiliasi, dan penilaian ahli; c. pemberian saran kepada para pihak untuk menyelesaikan
sengketa melalui pengadilan; d. penyampaian rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak
asasi manusia kepada Pemerintah untuk ditindaklanjuti penyelesaiannya; dan e. penyampaian
rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak asasi manusia kepada Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia untuk ditindaklanjuti. Fungsi Mediasi, namun di dalamnya termasuk
konsultasi, negosiasi, dll. Menyarankan para pihak untuk menyelesaikan sengketa melalui
pengadilan adalah TABU bagi mediator.

UU No. 30 Tahun 1999 Tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
 Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar
peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat
secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. (Pasal 1 ayat 1 UU
30/1999)
 Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa
atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni
penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi,
mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. (Pasal 1 ayat 10 UU 30/1999)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009
TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN

Upaya penyelesaian sengketa perdata dapat dilakukan di luar pengadilan
negara melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa. (Pasal 58
UU No.48/2009)


Arbitrase merupakan cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar
pengadilan yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara
tertulis oleh para pihak yang bersengketa. (Pasal 59 ayat 1 UU No.48/2009)



Alternatif Penyelesaian Sengketa merupakan lembaga penyelesaian
sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak,
yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi,
mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. (Pasal 60 ayat 1 UU No.48/2009)
©PMN 2013

37

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen jo
KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN
REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 350/MPP/Kep/12/2001 TENTANG
PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG BADAN PENYELESAIAN
SENGKETA KONSUMEN
Persidangan Dengan Cara Mediasi

Pasal 30
Majelis dalam menyelesaikan sengketa konsumen dengan cara Mediasi, mempunyai tugas :
a. memanggil konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
b. memanggil saksi dan saksi ahli bila diperlukan;
c. menyediakan forum bagi konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
d. secara aktif mendamaikan konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
e. secara aktif memberikan saran atau anjuran penyelesaian sengketa konsumen sesuai dengan
peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan konsumen.
Pasal 31
Tata cara penyelesaian sengketa konsumen dengan cara Mediasi adalah :
a. Majelis menyerahkan sepenuhnya proses penyelesaian sengketa kepada konsumen dan pelaku usaha
yang bersangkutan, baik mengenai bentuk maupun jumlah ganti rugi;
b. Majelis bertindak aktif sebagai Mediator dengan memberikan nasehat, petunjuk, saran dan upayaupaya lain dalam menyelesaikan sengketa;
c. Majelis menerima hasil musyawarah konsumen dan pelaku usaha dan mengeluarkan ketentuan.


Slide 2

PERKEMBANGAN MEDIASI
DI LUAR PENGADILAN
DI INDONESIA
Andrea Hynan Poeloengan, SH (Unibraw), M.Hum (Unpar), MTCP (Uni of Wollongong)
Workshop Internasional
Perkembangan Mediasi di Indonesia, Jepang dan Australia
Masa Kini Menuju Masa Depan
Rabu, 21 Agustus 2013
Pengadilan Negeri Kelas 1B Cibinong
Kabupaten Bogor

Perma No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan
Pasal 2
Ruang lingkup dan Kekuatan Berlaku Perma
1. Peraturan Mahkamah Agung ini hanya berlaku untuk mediasi yang terkait dengan
proses berperkara di Pengadilan.
2. Setiap hakim, mediator dan para pihak wajib mengikuti prosedur penyelesaian
sengketa melalui mediasi yang diatur dalam Peraturan ini.
3. Tidak menempuh prosedur mediasi berdasarkan Peraturan ini merupakan
pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 130 HIR dan atau Pasal 154 Rbg yang
mengakibatkan putusan batal demi hukum.
4. Hakim dalam pertimbangan putusan perkara wajib menyebutkan bahwa perkara
yang bersangkutan telah diupayakan perdamaian melalui mediasi dengan
menyebutkan nama mediator untuk perkara yang bersangkutan.
Pasal 23
Mediator yang telah tersertifikasi dimungkinkan untuk melakukan Mediasi di luar
pengadilan dengan hasil kesepakatannya dapat diajukan ke pengadilan untuk
memperoleh akta perdamaian dengan cara mengajukan gugatan

KEUTAMAAN PANCASILA
Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011
Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
telah menegaskan bahwa :
PANCASILA adalah
SUMBER DARI SEGALA SUMBER HUKUM
TAP MPR NO.: II/MPR/1978 yang digantikan dengan
TAP MPR NO.: XVIII/MPR/1998
telah menegaskan bahwa
PANCASILA adalah DASAR NEGARA
PANCASILA MENGANDUNG NILAI NILAI LESTARI DAN
UNIVERSAL YANG WAJIB DIUTAMAKAN/DIDAHULUKAN
DALAM RANGKA MEMBANGUN SELURUH SENDI
KEHIDUPAN BERMASYARAKAT, BERBANGSA &
BERNEGARA.

KEUTAMAAN BERMUSYAWARAH

PANCASILA adalah
SUMBER DARI SEGALA SUMBER HUKUM
PANCASILA MENGANDUNG NILAI NILAI LESTARI DAN
UNIVERSAL YANG HARUS DIUTAMAKAN/DIDAHULUKAN
UNTUK MENYELESAIKAN DAN MENGAKHIRI KONFLIK.
NILAI NILAI TERSEBUT TERKANDUNG DALAM SILA
KEEMPAT PANCASILA YANG MENGEDEPANKAN :
KEUTAMAAN MUSYAWARAH UNTUK MUFAKAT
BERDASARKAN ASAS KEKELUARGAAN

Nilai-Nilai Universal Pancasila
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat.
Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.
Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk
kepentingan bersama.
Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat
kekeluargaan.
Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan
melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai hati nurani yang
luhur.
Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggung-jawabkan secara
moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan
martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan

Musyawarah untuk mufakat adalah memang cara penyelesaian perselisihan yang paling
sesuai dengan Pancasila.
NAMUN bagaimana bermusyawarah untuk mufakat, yang lebih berdaya guna dan
berhasil guna, sehingga peluang tercapainya kesepakatan bagi para pihak menjadi lebih
besar ?
Teknik dan metode bermusyawarah untuk mufakat, yang lebih berdaya guna dan berhasil
guna, sehingga peluang tercapainya kesepakatan bagi para pihak menjadi lebih besar,
itulah yang dikenal dengan :
“MEDIASI”

Melalui pengembangan dan pemuktahiran teknik-teknik, metode tahapannya yang sangat
sistematis, dan bantuan dari orang yang berkeahlian, terlatih, terdidik untuk menjadi
seorang Mediator, yang bertugas bukan untuk memutus, melainkan diantaranya untuk
mendorong, membantu pihak berselisih/bersengketa/berkonflik menemukan peluangpeluang yang menurut para pihak adalah terbaik bagi kepentingan bersama para pihak.
Mediasi menjadikan musyawarah mufakat lebih efektif dan efisien, juga dapat
mentransformasi hubungan antara para pihak menjadi lebih terbuka.
MEDIASI BAGI BANGSA INDONESIA, SEYOGIANYA MENJADI UPAYA UTAMA YANG
HARUS DIDAHULUKAN DALAM PENYELESAIAN
PERSELISIHAN/SENGKETA/KONFLIK SEBAGAI AKTUALISASI NILAI-NILAI
UNIVERSAL PANCASILA
Maka, Perma No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan, merupakan bagian dari
aktualisasi nilai-nilai universal Pancasila tersebut

Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 tahun 2008 (PerMa 1/2008)
mendefinisikan Mediasi sebagai cara penyelesaian sengketa melalui proses
perundingan untuk memperoleh kesepakatan dengan dibantu oleh Mediator

Mediasi adalah suatu proses negosiasi dipandu dibantu oleh orang yang terpercaya.
Mediator membantu pihak berkonflik untuk berbagi perspektif dan pengalaman
mereka, mengidentifikasi kebutuhan yang mendasar, bertukar pikiran tentang
pilihan kreatif untuk mengatasi kebutuhan, dan kemudian membuat kesepakatan
akhir. (Lisa Schirch : 2004)
Mediasi sebagai intervensi terhadap suatu sengketa atau negosiasi yang dilakukan
oleh pihak ketiga yang dapat diterima, tidak berpihak/netral, yang tidak mempunyai
kewenangan untuk mengambil keputusan dalam membantu para pihak berselisih
dalam upaya mencari kesepakatan sukarela dalam menyelesaikan permasalahan
yang disengketakan (Christopher Moore: 2003)
Mediasi adalah sarana agar membiasakan Bangsa Indonesia berkonflik dengan cara
yang baik dan benar, untuk mencegah meluasnya, bahkan meningkatnya ekskalasi
konflik dalam rangka mewujudkan Perdamaian, Kesejahteraan, dan Menjaga
Keutuhan NKRI. (Rachman, Jusril, Poeloengan : 2012)
Mediasi merupakan sistem penyelesaian secara damai yang selaras dengan jiwa Sila
Keempat dan Nilai Luhur dari Ke-Bhinneka-Tunggal-Ika-an yang tidak berorientasi
mencari-cari perbedaan, tidak berpretensi mencari siapa yang salah atau siapa yang
benar, melainkan berorientasi pada suatu kesamaan terakomodirnya kebutuhan
atau kepentingan para pihak berkonflik. (Putut Eko Bayuseno : 2012)

Undang Undang No. 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial
telah mengamanatkan untuk mengembangkan sistem penyelesaian
perselisihan secara damai. Dalam Pasal 8 Undang-undang tersebut
dinyatakan bahwa:
1.Penyelesaian perselisihan dalam masyarakat dilakukan secara
damai.
2.Penyelesaian secara damai sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengutamakan musyawarah untuk mufakat.
3.Hasil musyawarah mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
mengikat para pihak.
Penyelesaian perselisihan yang secara damai perlu dimaknai, bahwa
para pihak yang berselisih / bersengketa / berkonflik secara sukarela
melaksanakan hasil kesepakatan perdamaian tanpa merasa
dipaksakan.
Perdamaian yang demikian itu adalah lebih lestari dibandingkan
perdamaian yang dipaksakan oleh pihak ketiga yang lebih berperan
layaknya pemutus dan pengadil, untuk memutuskan dan mengadili
apa yang menurutnya berdasarkan hukum adil bagi para pihak
berselisih / bersengketa / berkonflik tersebut.

KESADARAN HUKUM MENINGKAT = AKSES PADA PENGADILAN ≠
AKSES PADA KEADILAN
FAKTA :
Gambar 1: Grafik tentang Data Penyelesaian Konflik Melalui Jalur Pengadilan

Sumber : Cetak Biru Pembaruan Peradilan 2010-2035 Jakarta Mahkamah Agung RI, 2010 Diterbitkan oleh:
Mahkamah Agung RI, dan Laporan Tahunan Mahkamah Agung RI - Tahun 2010-2011

Kesadaran Hukum Meningkat
Namun frekuensi dan eskalasi Konflik Sosial juga tetap tinggi (Putut Eko Bayuseno : 2012)
9

KONFLIK MENINGKAT
Sistem Nasional Pemantauan Kekerasan (SNPK) : Sistem informasi yang menyediakan data dan analisis
tentang konflik dan kekerasan yang terjadi di berbagai wilayah di Indonesia. Proyek SNPK dipimpin oleh
Kemenkokesra, dengan dukungan Bank Dunia dan The Habibie Center.

http://www.snpk-indonesia.com/DataTools/Index?lang=ina&randdo=38141a91-1af9-4f1b-96da-a0cf05354e2c&userid=429853

10

Sistem Nasional Pemantauan Kekerasan (SNPK)
Periode 2010 s.d 2012

http://www.snpk-indonesia.com/DataTools/Index?lang=ina&randdo=38141a91-1af9-4f1b-96da-a0cf05354e2c&userid=429853

11

MEDIASI DI LUAR PENGADILAN

Mediasi di luar pengadilan yang menarik adalah yang dilakukan di Kabupaten Karawang terhadap
beberapa perselisihan / sengketa / konflik. Mediasi ini dilakukan dengan Mediator seorang perwira
polisi, AKP Iman Imannuddin, SIK, SH, MH, yang pada saat itu menjabat sebagai Kasat Reskrim Polres
Karawang. Ia memang telah mengikuti dan tersertifikasi sebagai seorang Mediator yang bersertifikat
dari Pusat Mediasi Nasional (PMN). Dalam melaksanakan tugasnya, tidak semua perkara diselesaikan
dengan penyidikan hingga penuntutan. Sebagai seorang Mediator yang tersertifikasi, telah merubah
pendekatan caranya bekerja sebagai seorang Reserse dengan menjadikan penegakan hukum sebagai
pilihan terakhir (Ultimum Remedium).
Dari seluruh perkara yang diselesaikan melalui cara Mediasi tersebut, telah mencegah terjadinya konflik
komunal ataupun konflik sosial di Kabupaten Karawang, bahkan dapat terselesaikan sebelum dibuatnya
Laporan Polisi karena masalah telah terselesaikan serta mencapai kesepakatan dan berdamai.

===
Mediasi di luar pengadilan atas perkara dalam Laporan Polisi tentang Tindak Pidana ITE berupa
intersepsi (penyadapan) antara PT. Agc vs Bs. Dalam perkara yang terjadi di Kota Bogor tersebut para
pihak berdamai melalui proses Mediasi yang dipimpin oleh Mediator bersertifikat dari PMN. Hasil
Mediasi tersebut dilaporkan kepada penyidik, hingga akhirnya memperoleh Penghentian Penyidikan
(SP3) dari Polres Bogor Kota, dan para pihak dapat islah kembali.
Ada juga perkara perdata sengketa jual beli saham antara Tn CT dengan Tn HB dkk. Walaupun
perkaranya tengah diperiksa oleh Majelis Hakim Mahkamah Agung RI dalam tahapan Kasasi, tetapi
sebagian besar (90 %) diantara para pihak yang bersengketa telah sepakat untuk berdamai melalui
Mediasi di luar pengadilan yang dipimpin oleh Mediator bersertifikat dari PMN, sehingga realisasi jual
beli saham dapat dilakukan sebelum putusnya perkara Kasasi di Mahkamah Agung RI.
Mediasi seharusnya “Forget the Law”, “Forget the Past”, dan “Don’t Look Back in Anger”

KEMANFAATAN MUSYAWARAH/MEDIASI
Putut Eko Bayuseno. 2012. Optimalisasi Musyawarah Sebagai Sarana Pengelolaan Konflik Dapat Meningkatkan Keamanan Di
Daerah Dalam Rangka Memperkuat Ketahanan Nasional. Esai Lemhanas PPSA XVIII. Lemhanas. Jakarta.

Data penyelesaian perkara/konflik khusus perkara yang berhubungan dengan Direktorat Reskrim Umum
pada Wilayah Hukum Polda Jawa Barat (21 Polres, 1 Polrestabes, 1 Dit Reskrim Um) per Semester I tahun
2012 (Januari s/d Juni 2012), Jumlah total perkara/konflik 15.595 kasus.
Data di olah dari sumber Dit Reskrim Um Polda Jawa Barat.
Siap dilakukan penuntutan (P.21) = 4516
perkara (28,96%)

4.93%

8,83%

5.76%
2.87%

28,96%

Belum selesai proses penyidikannya =
7588 perkara/konflik (48,66%)

Penghentian penyidikan (SP 3) = 447
Konflik (2,87%)

48,66%

musyawarah untuk mufakat ataupun
mediasi di kantor polisi setelah ada
Laporan polisi = 898 konflik (Peran
Penyelidik & Penyidik) (5,76%)
musyawarah untuk mufakat ataupun
mediasi di kantor Polisi, sebelum
timbulnya Laporan Polisi = 769 Konflik
(Peran Bhabinkamtibmas & Personil
lainnya) (4,93%)

KEMANFAATAN MUSYAWARAH/MEDIASI
Putut Eko Bayuseno. 2012. Optimalisasi Musyawarah Sebagai Sarana Pengelolaan Konflik Dapat Meningkatkan Keamanan Di
Daerah Dalam Rangka Memperkuat Ketahanan Nasional. Esai Lemhanas PPSA XVIII. Lemhanas. Jakarta.

Perbandingan Biaya Penyelesaian Konflik
Antara Melalui Musyawarah/Mediasi dan Tidak Melalui Musyawarah/Mediasi
Data di olah dari sumber Dit Reskrim Um Polda Jawa Barat.
Rp70,000,000,000

Rp60,000,000,000

Rp62.515.389.000
Rp50,000,000,000

Rp40,000,000,000

Rp30,000,000,000
Series1
Rp20,000,000,000

Rp10,000,000,000

Rp9.132.000.000
Rp0
3044 perkara/konflik diselesaikan melalui mediasi
dikalikan biaya rata rata penyelesaian sebesar Rp.
3.000.000,-

Bila 3044 perkara/konflik tidak diselesaikan melalui
mediasi maka dikalikan Rata Rata biaya Berdasarkan
Skep Kapolri No. Kep/606/XI/2011 tgl 17 Nop 2011
indeks anggaran lidik sidik perkara, sebesar Rp.
20.537.250,-

SOP tentang Pelaksanaan Tugas
Bhabinkamtibmas Oktober 2011
Fungsi Bhabinkamtibmas
• 2 f memediasi dan memfasilitasi upaya
pemecahan masalah yang terjadi di masyarakat;
Peran Bhabinkamtibmas
• 3 c mediator dan fasilitator dalam penyelesaian
permasalahan-permasalahan sosial yang terjadi
di masyarakat Desa/ Kelurahan

HEMAT ? (ilustrasi)
INSTANSI, IF…

IF…, JUMLAH INSTANSI X BIAYA
PENANGANAN PERKARA

TOTAL

POLSEK
1 perkara / 1 bulan

4000 x @ Rp. 500.000
anggaran per perkara

Rp.

2.000.000.000

POLRES
1 perkara / 1 bulan

400 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

400.000.000

POLDA
1 perkara / 1 bulan

25 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

25.000.000

KEJAKSAAN
1 perkara / 1 bulan

300 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

300.000.000

PENGADILAN
1 perkara / 1 bulan

300 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

300.000.000

Penghematan Anggaran
Negara Perbulan

Rp. 3.025.000.000 +
Potential Lost (Social Cost)

Biaya Penyelesaian Sengketa
Indicator
WAKTU (days)
BIAYA (% of
KERUGIAN)

Indonesia
570
122.7

East Asia & Pacific
519
47.8

OECD
518
19.7

Doing Business 2012: Data for Indonesia (WB)
Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD - Organisation for Economic Co-operation and Development)

Hambatan Mediasi
Mediasi vs Paradigma Keadilan yang Legisme
•Pelanggaran adalah Wanprestasi, Onrechmatmatige Daad,
Wederrechttelick.
•Ada aturan yang dilanggar. Cara penyelesaian sesuai dengan aturan
hukum dan hukum acara.
•Keadilan: Adil jika perbuatan sesuai dengan hukum. Adil jika salah
telah dihukum sesuai dengan aturan yang berlaku
Mediasi : Keadilan adalah kepentingan para pihak terpenuhi,
keadaan masing-masing pihak terpulihkan, kepentingan yang lebih
besar tidak terganggu, hubungan menjadi lebih terbuka, tanpa
pembuktian formal, tanpa benar salah, keputusan dibuat dan
disepakati para pihak.
Mediasi : memulihkan hubungan yang rusak = Restorative Justice

Tidak ada yang salah dengan
Konsepsi Hukum yang Legisme tersebut.
Hanya saja masyarakat pada umumnya dan para pengemban profesi hukum
menjadi terorientasikan pada makna keadilan yang legisme pula.
Konsepsi hukum atas makna “pelanggaran” yang legisme, yang terfokus pada
makna keadilan yang legisme pula tersebut, berbeda dengan prespektif dari
keadilan yang memulihkan (Restorative Justice).
VS
Mediasi : Keadilan adalah kepentingan para pihak terpenuhi, keadaan
masing-masing pihak terpulihkan, kepentingan yang lebih besar tidak
terganggu, hubungan menjadi lebih terbuka, tanpa pembuktian formal,
tanpa benar salah, keputusan dibuat dan disepakati para pihak

Yurisprudensi atau Sekedar Preseden ?







Perkara 378 jo 372 KUHP- LP/43/IX/2007/DIR RESKRIM POLDA DIY – Pelapor Cabut
Penyidik & Penuntut tetap Lanjut  Sidang PN Yogyakarta
PUT PN Yogyakarta: No. 317/PID.B/2008 Pencabutan Pengaduan Dikabulkan &
Penuntutan Tidak dapat Diterima
PUT PT Yogyakarta:No. 01/PID/PLW/2009/PT.YK : Persidangan PN Yogyakarta
Batal Demi Hukum
PUT Kasasi MA RI: No. 1600 K/PID/2009 : Pencabutan Pengaduan Dikabulkan &
Penuntutan Tidak dapat Diterima

Mediasi  Damai  Cabut Laporan  Tdk Cukup Bukti ?
Mediasi  Damai  Bukan Peraka Pidana ?
Mediasi  Damai  Demi Hukum  Diskresi  Restorative Justice ? (vide Pasal 18
UU No. 2 Tahun 2002 jo Pasal 30 ayat 4 UUD 1945)  Ultimum Remedium

Konsepsi Humanis Restorative Justice
Prespektif Restorative Justice :
1.

Bahwa Pelanggaran adalah suatu perbuatan yang mungkin keliru
dilakukan oleh pihak
tertentu sehingga membuat hubungan
(relationship) diantara pihak tertentu tersebut dengan para pihak lainya
yang terkait menjadi rusak.

2.

Bahwa hubungan yang menjadi rusak tersebut, harus diperbaiki,
dipulihkan, disembuhkan dengan sebisa mungkin menempatkan hal
yang benar (to put things right as possible)

3.

Bahwa perlu dilakukan upaya yang mendorong seluruh pihak terkait
untuk mengerti/memahami akibat/konsekuensi dari suatu pelanggaran.
Selanjutnya berupaya memastikan bahwa seluruh pihak terkait berniat
dan merealisasikan tindakan sebanyak mungkin menempatkan hal yang
benar, dalam rangka merajut kembali atau memperbaiki hubungan yang
telah rusak.
23

Prespektif Legisme.
•Pelanggaran UU
•Siapa yang Salah atau Benar
•Pembuktian menjadi utama
•Menyalahkan perilaku di masa lalu
•Nememis “pembalasan” /hukuman
•Keadilan sesuai undang undang
•Ketidakpuasan






Prespektif Restorative Justice
Pelanggaran / Perusakan (Harms) Relationship
Merubah perilaku di masa yang akan datang
Mengobati, memulihkan, memperbaiki relationship
Semua pihak terkait bertanggungjawab
Kebersamaan mengidentifikasi dan memetakan kerugiankerugian, kebutuhan dan tindakan yang perlu dilakukan untuk
memulihkan relationship
24

Anggapan Keliru !
Restorative Justice seringkali dianggap semata sebagai suatu
bentuk pemaafan atau pengampunan!
Bahwa benar dengan pemaafan (ataupun pengampunan) maka
suatu hubungan yang rusak akan menjadi pulih, namun dalam
Restorative Justice tidak selalu harus ada unsur pemaafan.
Restorative Justice tidak hanya terfokus pada korban, akan
tetapi concern pula terhadap pihak pelanggar dan pihak lain
yang terdampak. Menjadi lebih utama adalah sebisa mungkin
menempatkan hal yang benar, agar kondisi/keadaan/suatu
relationship pada masa yang akan datang menjadi lebih baik.

Anggapan Keliru !
Restorative Justice dianggap berbeda arah dengan Criminal
Justice System dan Civil Justice System bahkan ada anggapan
keberadaannya menjadi tumpang tindih dengan Justice System
yang telah ada.
Bahwa Restorative Justice adalah konsepsi atas makna keadilan.
Dengan Restorative Justice kita berupaya mereorientasi kembali
bagaimana kita perlu memahami makna keadilan yang lebih
dalam.

Apakah suatu kondisi dimana seseorang yang terbukti melakukan perbuatan
melawan hukum (pelaku) dan telah dijatuhi sanksi dapat diartikan bahwa
keadilan telah ditegakkan? Dalam konsepsi CJS, kondisi demikian dapat
dikatakan telah memenuhi rasa keadilan. Hukuman yang setimpal adalah
suatu keadilan
Bagaimana dengan keberlangsungan kehidupan istrinya dan anak dari
pelaku?
Bagaimana dengan keluarga korban yang sering kali tidak dapat menerima
putusan dari Majelis Hakim yang dianggap tidak cukup memuaskan ?
Bagaimana dengan keberlangsungan kehidupan 1000 karyawan yang
perusahaan tempatnya bekerja, dinyatakan pailit oleh putusan pengadilan
atas adanya gugatan pailit pihak kreditur? Siapa yang harus bertanggung
jawab atas keberlangsungan kehidupan karyawan tersebut? Bukankah
pemerintah juga bertanggung jawab untuk menciptakan lapangan kerja?
CJS atau penegakan hukum adalah perlu, namun menjadi lebih baik bila
bersamaan dengan itu dilakukan pula upaya “to put things right as possible”,
sebagaimana prespektif dari Restorative Justice.

To put things right as possible
(memulihkan kembali kepada kondisi yang benar/tepat)
Prespektif Restorative Justice, Pelanggaran itu menggambarkan adanya
hubungan (relationship) yang rusak.
Adanya hubungan yang rusak potensial menjadi sebab dan berdampak pada
Pelanggaran. Sebaliknya Pelanggaran juga mengakibatkan hubungan menjadi
rusak.
“The Harm of one is the harm of all”.
Perbuatan “harms” seperti membahayakan; merugikan; merusak; menyakiti;
melukai; mengganggu; mencelakakan; menjahati, dll adalah tindakan keliru
yang perlu diperbaiki dan ditempatkan kembali menjadi benar.
Menjadi kewajiban bagi semua pihak terkait yang berkepentingan yaitu
pelaku, korban, komunitas (masyarakat sekitar, pemerintah daerah, para
pengemban profesi hukum dll) untuk sebisa mungkin menempatkan hal yang
benar.

Restorative Justice
Peduli :
PELAKU, KORBAN, KOMUNITAS
HARMS, NEEDS, OBLIGATIONS

sebisa mungkin menempatkan hal yang benar dan tepat
dalam rangka memulihkan

Restorative Justice tidak dimaksudkan menggatikan CJS.
Restorative Justice dan CJS seyogyanya dipandang dan
dipahami secara lebih utuh sebagai konsepsi atas makna
keadilan dalam rangka melaksanakan Pembangunan
Perdamaian (Peacebuilding)

Peta Pembangunan Perdamaian
Meningkatkan
Kapasitas
1. Kerma Pendidikan Perdamaian
2. Kerma Penelitian dan Evaluasi
3. Kerma Pembangunan dalam
segala bidang

Mengobarkan
Anti Kekerasan
1. Membangkitkan Kesadaran dan
Kepedulian Stake Holder NKRI
2. Meningkatkan Rasa/Sikap/Perilaku
Saling Ketergantungan
(membangun kebersamaan)

Meredam Kekerasan
1. Preventing Victimization; restraining
offenders; Create a space for cooling
down; Cease-Fire Agreements;
Peacekeeping; Humanitarian Assistance
2. Early Warning dan Response Program
3. Legal & Judicial Systems
Criminal Justice System (CJS)
(to maintain order, not revenge)

Transformasi Hubungan
1.
2.
3.
4.
5.

Governance & Policymaking
Trauma Healing & Recovery Programs
Ritual & Symbolic Transformation
Restorative Justice
Conflict Transformation :
- Dialogue;
- Negotiation;
- Mediation.

Adaptasi : The Cycle of Peacebuilding, Strategic Peacebuilding, Lisa Schirch oleh Rachman, Jusril, Poeloengan (2012)

Terima Kasih
Mediasi di luar pengadilan di Indonesia, seharusnya dapat berkembang dengan pesat dengan
masih berlakunya Pancasila sebagai Dasar Negara dan Faslafah Bangsa Indonesia.
Musyawarah untuk mufakat, Kekeluargaan dan Gotong Royong adalah diantara nilai-nilai Pancasila
yang universal akan bermetamorfosis hingga terwujud, tercermin dan selaras dengan semangat
dalam Mediasi itu sendiri.
Berkembangnya Restorative Justice yang dapat mereorientasikan kembali makna Keadilan, yang
ternyata sejalan dengan nilai-nilai universal dari Pancasila, seharusnya dapat menjadi stimulan
dalam mempercepat perkembangan Mediasi di Indonesia.
Masa depan, diperlukan upaya bersama seluruh stake holder, khususnya pembuat kebijakan
dengan mengingat “law as a social tool engineering”, untuk segera berperan aktif, menaruh
perhatian dan turut serta melakukan perancangan UU tentang Mediasi.
UU tentang Mediasi sekaligus guna menselaraskan dan mengharmonisasikan ketentutanketentuan Mediasi yang masih tersebar dalam peraturan perundang-undangan lainnya, sehingga
tercapai kesamaan makna, hakikat dan pengimplementasian Mediasi sebagai Revitalisasi dan
Aktualisasi Pancasila, yang pada akhirnya berperan penting dalam terciptanya Kondisi Damai dan
Sejehtera bagi Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

SEGITIGA MEDIASI,
SUMBER PUSAT MEDIASI
NASIONAL (PMN) 2012

Pusat Mediasi Nasional.
2012. Mediation Triangles
and Mediation Skills.
Pelatihan Mediasi 40 jam
Angkatan 42, 10-14
September 2012, Jakarta.
Segitiga Mediasi ini
diadaptasi dari Boule,
Laurance., & Hwee, The
Hwee. 2000. Mediation:
Principles Process
Practice (Singapore
Edition). Butterworths
Asia & Singapore
Mediation Centre. Hal 99114.

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.1/2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
Pasal 147

Penyelesaian sengketa di bidang perumahan terlebih dahulu diupayakan berdasarkan musyawarah
untuk mufakat.

Pasal 148
(1) Dalam hal penyelesaian sengketa melalui musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, pihak yang
dirugikan dapat menggugat melalui pengadilan yang berada di lingkungan pengadilan umum atau
di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa melalui alternatif
penyelesaian sengketa.
(2) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
melalui arbitrase, konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan/atau penilaian ahli sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. UU yang mana?
(3) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
menghilangkan tanggung jawab pidana.

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.32/2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Dalam penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan dapat digunakan jasa
mediator dan/atau arbiter untuk membantu menyelesaikan sengketa lingkungan hidup, (Pasal
85 ayat 3) Mediasi tidak wajib dan tidak ada penjelasan lebih detil ttg mediasi.



UU No.14/2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik
Komisi Informasi adalah lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan Undang-Undang ini dan
peraturan pelaksanaannya, menetapkan petunjuk teknis standar layanan informasi publik dan
menyelesaikan sengketa informasi publik melalui mediasi dan/atau ajudikasi nonlitigasi
(Pasal 1 ayat 4) Mediator dan Pemutus sengketa
Pasal 40 (1) Penyelesaian sengketa melalui Mediasi merupakan pilihan para pihak dan bersifat
sukarela. Namun, Pasal 42, Penyelesaian Sengketa Informasi Publik melalui Ajudikasi
nonlitigasi oleh Komisi Informasi hanya dapat ditempuh apabila upaya Mediasi dinyatakan
tidak berhasil secara tertulis oleh salah satu atau para pihak yang bersengketa, atau salah satu
atau para pihak yang bersengketa menarik diri dari perundingan. Wajibkah atau pilihankah

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.39/1999 Tentang Hak Asasi Manusia
Komisi Nasional Hak Asasi yang selanjutnya disebut Komnas HAM adalah lembaga mandiri yang
berkedudukan setingkat dalam negara lainya yang berfungsi melaksanakan pengkajian,
penelitian, penyaluran, pemantauan, dan mediasi hak asasi manusia, Pasal 1 ayat 7 jo. Pasal
76. Definisi mediasi tidak dijelaskan
Pasal 89 ayat 4, Untuk melaksanakan fungsi Komnas HAM dalam mediasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 76, Komnas HAM bertugas dan berwenang melakukan: a. perdamaian
kedua belah pihak; b. penyelesaian perkara melaui cara konsultasi, negosiasi, mediasi,
konsiliasi, dan penilaian ahli; c. pemberian saran kepada para pihak untuk menyelesaikan
sengketa melalui pengadilan; d. penyampaian rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak
asasi manusia kepada Pemerintah untuk ditindaklanjuti penyelesaiannya; dan e. penyampaian
rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak asasi manusia kepada Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia untuk ditindaklanjuti. Fungsi Mediasi, namun di dalamnya termasuk
konsultasi, negosiasi, dll. Menyarankan para pihak untuk menyelesaikan sengketa melalui
pengadilan adalah TABU bagi mediator.

UU No. 30 Tahun 1999 Tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
 Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar
peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat
secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. (Pasal 1 ayat 1 UU
30/1999)
 Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa
atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni
penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi,
mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. (Pasal 1 ayat 10 UU 30/1999)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009
TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN

Upaya penyelesaian sengketa perdata dapat dilakukan di luar pengadilan
negara melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa. (Pasal 58
UU No.48/2009)


Arbitrase merupakan cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar
pengadilan yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara
tertulis oleh para pihak yang bersengketa. (Pasal 59 ayat 1 UU No.48/2009)



Alternatif Penyelesaian Sengketa merupakan lembaga penyelesaian
sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak,
yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi,
mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. (Pasal 60 ayat 1 UU No.48/2009)
©PMN 2013

37

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen jo
KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN
REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 350/MPP/Kep/12/2001 TENTANG
PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG BADAN PENYELESAIAN
SENGKETA KONSUMEN
Persidangan Dengan Cara Mediasi

Pasal 30
Majelis dalam menyelesaikan sengketa konsumen dengan cara Mediasi, mempunyai tugas :
a. memanggil konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
b. memanggil saksi dan saksi ahli bila diperlukan;
c. menyediakan forum bagi konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
d. secara aktif mendamaikan konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
e. secara aktif memberikan saran atau anjuran penyelesaian sengketa konsumen sesuai dengan
peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan konsumen.
Pasal 31
Tata cara penyelesaian sengketa konsumen dengan cara Mediasi adalah :
a. Majelis menyerahkan sepenuhnya proses penyelesaian sengketa kepada konsumen dan pelaku usaha
yang bersangkutan, baik mengenai bentuk maupun jumlah ganti rugi;
b. Majelis bertindak aktif sebagai Mediator dengan memberikan nasehat, petunjuk, saran dan upayaupaya lain dalam menyelesaikan sengketa;
c. Majelis menerima hasil musyawarah konsumen dan pelaku usaha dan mengeluarkan ketentuan.


Slide 3

PERKEMBANGAN MEDIASI
DI LUAR PENGADILAN
DI INDONESIA
Andrea Hynan Poeloengan, SH (Unibraw), M.Hum (Unpar), MTCP (Uni of Wollongong)
Workshop Internasional
Perkembangan Mediasi di Indonesia, Jepang dan Australia
Masa Kini Menuju Masa Depan
Rabu, 21 Agustus 2013
Pengadilan Negeri Kelas 1B Cibinong
Kabupaten Bogor

Perma No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan
Pasal 2
Ruang lingkup dan Kekuatan Berlaku Perma
1. Peraturan Mahkamah Agung ini hanya berlaku untuk mediasi yang terkait dengan
proses berperkara di Pengadilan.
2. Setiap hakim, mediator dan para pihak wajib mengikuti prosedur penyelesaian
sengketa melalui mediasi yang diatur dalam Peraturan ini.
3. Tidak menempuh prosedur mediasi berdasarkan Peraturan ini merupakan
pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 130 HIR dan atau Pasal 154 Rbg yang
mengakibatkan putusan batal demi hukum.
4. Hakim dalam pertimbangan putusan perkara wajib menyebutkan bahwa perkara
yang bersangkutan telah diupayakan perdamaian melalui mediasi dengan
menyebutkan nama mediator untuk perkara yang bersangkutan.
Pasal 23
Mediator yang telah tersertifikasi dimungkinkan untuk melakukan Mediasi di luar
pengadilan dengan hasil kesepakatannya dapat diajukan ke pengadilan untuk
memperoleh akta perdamaian dengan cara mengajukan gugatan

KEUTAMAAN PANCASILA
Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011
Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
telah menegaskan bahwa :
PANCASILA adalah
SUMBER DARI SEGALA SUMBER HUKUM
TAP MPR NO.: II/MPR/1978 yang digantikan dengan
TAP MPR NO.: XVIII/MPR/1998
telah menegaskan bahwa
PANCASILA adalah DASAR NEGARA
PANCASILA MENGANDUNG NILAI NILAI LESTARI DAN
UNIVERSAL YANG WAJIB DIUTAMAKAN/DIDAHULUKAN
DALAM RANGKA MEMBANGUN SELURUH SENDI
KEHIDUPAN BERMASYARAKAT, BERBANGSA &
BERNEGARA.

KEUTAMAAN BERMUSYAWARAH

PANCASILA adalah
SUMBER DARI SEGALA SUMBER HUKUM
PANCASILA MENGANDUNG NILAI NILAI LESTARI DAN
UNIVERSAL YANG HARUS DIUTAMAKAN/DIDAHULUKAN
UNTUK MENYELESAIKAN DAN MENGAKHIRI KONFLIK.
NILAI NILAI TERSEBUT TERKANDUNG DALAM SILA
KEEMPAT PANCASILA YANG MENGEDEPANKAN :
KEUTAMAAN MUSYAWARAH UNTUK MUFAKAT
BERDASARKAN ASAS KEKELUARGAAN

Nilai-Nilai Universal Pancasila
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat.
Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.
Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk
kepentingan bersama.
Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat
kekeluargaan.
Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan
melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai hati nurani yang
luhur.
Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggung-jawabkan secara
moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan
martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan

Musyawarah untuk mufakat adalah memang cara penyelesaian perselisihan yang paling
sesuai dengan Pancasila.
NAMUN bagaimana bermusyawarah untuk mufakat, yang lebih berdaya guna dan
berhasil guna, sehingga peluang tercapainya kesepakatan bagi para pihak menjadi lebih
besar ?
Teknik dan metode bermusyawarah untuk mufakat, yang lebih berdaya guna dan berhasil
guna, sehingga peluang tercapainya kesepakatan bagi para pihak menjadi lebih besar,
itulah yang dikenal dengan :
“MEDIASI”

Melalui pengembangan dan pemuktahiran teknik-teknik, metode tahapannya yang sangat
sistematis, dan bantuan dari orang yang berkeahlian, terlatih, terdidik untuk menjadi
seorang Mediator, yang bertugas bukan untuk memutus, melainkan diantaranya untuk
mendorong, membantu pihak berselisih/bersengketa/berkonflik menemukan peluangpeluang yang menurut para pihak adalah terbaik bagi kepentingan bersama para pihak.
Mediasi menjadikan musyawarah mufakat lebih efektif dan efisien, juga dapat
mentransformasi hubungan antara para pihak menjadi lebih terbuka.
MEDIASI BAGI BANGSA INDONESIA, SEYOGIANYA MENJADI UPAYA UTAMA YANG
HARUS DIDAHULUKAN DALAM PENYELESAIAN
PERSELISIHAN/SENGKETA/KONFLIK SEBAGAI AKTUALISASI NILAI-NILAI
UNIVERSAL PANCASILA
Maka, Perma No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan, merupakan bagian dari
aktualisasi nilai-nilai universal Pancasila tersebut

Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 tahun 2008 (PerMa 1/2008)
mendefinisikan Mediasi sebagai cara penyelesaian sengketa melalui proses
perundingan untuk memperoleh kesepakatan dengan dibantu oleh Mediator

Mediasi adalah suatu proses negosiasi dipandu dibantu oleh orang yang terpercaya.
Mediator membantu pihak berkonflik untuk berbagi perspektif dan pengalaman
mereka, mengidentifikasi kebutuhan yang mendasar, bertukar pikiran tentang
pilihan kreatif untuk mengatasi kebutuhan, dan kemudian membuat kesepakatan
akhir. (Lisa Schirch : 2004)
Mediasi sebagai intervensi terhadap suatu sengketa atau negosiasi yang dilakukan
oleh pihak ketiga yang dapat diterima, tidak berpihak/netral, yang tidak mempunyai
kewenangan untuk mengambil keputusan dalam membantu para pihak berselisih
dalam upaya mencari kesepakatan sukarela dalam menyelesaikan permasalahan
yang disengketakan (Christopher Moore: 2003)
Mediasi adalah sarana agar membiasakan Bangsa Indonesia berkonflik dengan cara
yang baik dan benar, untuk mencegah meluasnya, bahkan meningkatnya ekskalasi
konflik dalam rangka mewujudkan Perdamaian, Kesejahteraan, dan Menjaga
Keutuhan NKRI. (Rachman, Jusril, Poeloengan : 2012)
Mediasi merupakan sistem penyelesaian secara damai yang selaras dengan jiwa Sila
Keempat dan Nilai Luhur dari Ke-Bhinneka-Tunggal-Ika-an yang tidak berorientasi
mencari-cari perbedaan, tidak berpretensi mencari siapa yang salah atau siapa yang
benar, melainkan berorientasi pada suatu kesamaan terakomodirnya kebutuhan
atau kepentingan para pihak berkonflik. (Putut Eko Bayuseno : 2012)

Undang Undang No. 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial
telah mengamanatkan untuk mengembangkan sistem penyelesaian
perselisihan secara damai. Dalam Pasal 8 Undang-undang tersebut
dinyatakan bahwa:
1.Penyelesaian perselisihan dalam masyarakat dilakukan secara
damai.
2.Penyelesaian secara damai sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengutamakan musyawarah untuk mufakat.
3.Hasil musyawarah mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
mengikat para pihak.
Penyelesaian perselisihan yang secara damai perlu dimaknai, bahwa
para pihak yang berselisih / bersengketa / berkonflik secara sukarela
melaksanakan hasil kesepakatan perdamaian tanpa merasa
dipaksakan.
Perdamaian yang demikian itu adalah lebih lestari dibandingkan
perdamaian yang dipaksakan oleh pihak ketiga yang lebih berperan
layaknya pemutus dan pengadil, untuk memutuskan dan mengadili
apa yang menurutnya berdasarkan hukum adil bagi para pihak
berselisih / bersengketa / berkonflik tersebut.

KESADARAN HUKUM MENINGKAT = AKSES PADA PENGADILAN ≠
AKSES PADA KEADILAN
FAKTA :
Gambar 1: Grafik tentang Data Penyelesaian Konflik Melalui Jalur Pengadilan

Sumber : Cetak Biru Pembaruan Peradilan 2010-2035 Jakarta Mahkamah Agung RI, 2010 Diterbitkan oleh:
Mahkamah Agung RI, dan Laporan Tahunan Mahkamah Agung RI - Tahun 2010-2011

Kesadaran Hukum Meningkat
Namun frekuensi dan eskalasi Konflik Sosial juga tetap tinggi (Putut Eko Bayuseno : 2012)
9

KONFLIK MENINGKAT
Sistem Nasional Pemantauan Kekerasan (SNPK) : Sistem informasi yang menyediakan data dan analisis
tentang konflik dan kekerasan yang terjadi di berbagai wilayah di Indonesia. Proyek SNPK dipimpin oleh
Kemenkokesra, dengan dukungan Bank Dunia dan The Habibie Center.

http://www.snpk-indonesia.com/DataTools/Index?lang=ina&randdo=38141a91-1af9-4f1b-96da-a0cf05354e2c&userid=429853

10

Sistem Nasional Pemantauan Kekerasan (SNPK)
Periode 2010 s.d 2012

http://www.snpk-indonesia.com/DataTools/Index?lang=ina&randdo=38141a91-1af9-4f1b-96da-a0cf05354e2c&userid=429853

11

MEDIASI DI LUAR PENGADILAN

Mediasi di luar pengadilan yang menarik adalah yang dilakukan di Kabupaten Karawang terhadap
beberapa perselisihan / sengketa / konflik. Mediasi ini dilakukan dengan Mediator seorang perwira
polisi, AKP Iman Imannuddin, SIK, SH, MH, yang pada saat itu menjabat sebagai Kasat Reskrim Polres
Karawang. Ia memang telah mengikuti dan tersertifikasi sebagai seorang Mediator yang bersertifikat
dari Pusat Mediasi Nasional (PMN). Dalam melaksanakan tugasnya, tidak semua perkara diselesaikan
dengan penyidikan hingga penuntutan. Sebagai seorang Mediator yang tersertifikasi, telah merubah
pendekatan caranya bekerja sebagai seorang Reserse dengan menjadikan penegakan hukum sebagai
pilihan terakhir (Ultimum Remedium).
Dari seluruh perkara yang diselesaikan melalui cara Mediasi tersebut, telah mencegah terjadinya konflik
komunal ataupun konflik sosial di Kabupaten Karawang, bahkan dapat terselesaikan sebelum dibuatnya
Laporan Polisi karena masalah telah terselesaikan serta mencapai kesepakatan dan berdamai.

===
Mediasi di luar pengadilan atas perkara dalam Laporan Polisi tentang Tindak Pidana ITE berupa
intersepsi (penyadapan) antara PT. Agc vs Bs. Dalam perkara yang terjadi di Kota Bogor tersebut para
pihak berdamai melalui proses Mediasi yang dipimpin oleh Mediator bersertifikat dari PMN. Hasil
Mediasi tersebut dilaporkan kepada penyidik, hingga akhirnya memperoleh Penghentian Penyidikan
(SP3) dari Polres Bogor Kota, dan para pihak dapat islah kembali.
Ada juga perkara perdata sengketa jual beli saham antara Tn CT dengan Tn HB dkk. Walaupun
perkaranya tengah diperiksa oleh Majelis Hakim Mahkamah Agung RI dalam tahapan Kasasi, tetapi
sebagian besar (90 %) diantara para pihak yang bersengketa telah sepakat untuk berdamai melalui
Mediasi di luar pengadilan yang dipimpin oleh Mediator bersertifikat dari PMN, sehingga realisasi jual
beli saham dapat dilakukan sebelum putusnya perkara Kasasi di Mahkamah Agung RI.
Mediasi seharusnya “Forget the Law”, “Forget the Past”, dan “Don’t Look Back in Anger”

KEMANFAATAN MUSYAWARAH/MEDIASI
Putut Eko Bayuseno. 2012. Optimalisasi Musyawarah Sebagai Sarana Pengelolaan Konflik Dapat Meningkatkan Keamanan Di
Daerah Dalam Rangka Memperkuat Ketahanan Nasional. Esai Lemhanas PPSA XVIII. Lemhanas. Jakarta.

Data penyelesaian perkara/konflik khusus perkara yang berhubungan dengan Direktorat Reskrim Umum
pada Wilayah Hukum Polda Jawa Barat (21 Polres, 1 Polrestabes, 1 Dit Reskrim Um) per Semester I tahun
2012 (Januari s/d Juni 2012), Jumlah total perkara/konflik 15.595 kasus.
Data di olah dari sumber Dit Reskrim Um Polda Jawa Barat.
Siap dilakukan penuntutan (P.21) = 4516
perkara (28,96%)

4.93%

8,83%

5.76%
2.87%

28,96%

Belum selesai proses penyidikannya =
7588 perkara/konflik (48,66%)

Penghentian penyidikan (SP 3) = 447
Konflik (2,87%)

48,66%

musyawarah untuk mufakat ataupun
mediasi di kantor polisi setelah ada
Laporan polisi = 898 konflik (Peran
Penyelidik & Penyidik) (5,76%)
musyawarah untuk mufakat ataupun
mediasi di kantor Polisi, sebelum
timbulnya Laporan Polisi = 769 Konflik
(Peran Bhabinkamtibmas & Personil
lainnya) (4,93%)

KEMANFAATAN MUSYAWARAH/MEDIASI
Putut Eko Bayuseno. 2012. Optimalisasi Musyawarah Sebagai Sarana Pengelolaan Konflik Dapat Meningkatkan Keamanan Di
Daerah Dalam Rangka Memperkuat Ketahanan Nasional. Esai Lemhanas PPSA XVIII. Lemhanas. Jakarta.

Perbandingan Biaya Penyelesaian Konflik
Antara Melalui Musyawarah/Mediasi dan Tidak Melalui Musyawarah/Mediasi
Data di olah dari sumber Dit Reskrim Um Polda Jawa Barat.
Rp70,000,000,000

Rp60,000,000,000

Rp62.515.389.000
Rp50,000,000,000

Rp40,000,000,000

Rp30,000,000,000
Series1
Rp20,000,000,000

Rp10,000,000,000

Rp9.132.000.000
Rp0
3044 perkara/konflik diselesaikan melalui mediasi
dikalikan biaya rata rata penyelesaian sebesar Rp.
3.000.000,-

Bila 3044 perkara/konflik tidak diselesaikan melalui
mediasi maka dikalikan Rata Rata biaya Berdasarkan
Skep Kapolri No. Kep/606/XI/2011 tgl 17 Nop 2011
indeks anggaran lidik sidik perkara, sebesar Rp.
20.537.250,-

SOP tentang Pelaksanaan Tugas
Bhabinkamtibmas Oktober 2011
Fungsi Bhabinkamtibmas
• 2 f memediasi dan memfasilitasi upaya
pemecahan masalah yang terjadi di masyarakat;
Peran Bhabinkamtibmas
• 3 c mediator dan fasilitator dalam penyelesaian
permasalahan-permasalahan sosial yang terjadi
di masyarakat Desa/ Kelurahan

HEMAT ? (ilustrasi)
INSTANSI, IF…

IF…, JUMLAH INSTANSI X BIAYA
PENANGANAN PERKARA

TOTAL

POLSEK
1 perkara / 1 bulan

4000 x @ Rp. 500.000
anggaran per perkara

Rp.

2.000.000.000

POLRES
1 perkara / 1 bulan

400 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

400.000.000

POLDA
1 perkara / 1 bulan

25 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

25.000.000

KEJAKSAAN
1 perkara / 1 bulan

300 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

300.000.000

PENGADILAN
1 perkara / 1 bulan

300 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

300.000.000

Penghematan Anggaran
Negara Perbulan

Rp. 3.025.000.000 +
Potential Lost (Social Cost)

Biaya Penyelesaian Sengketa
Indicator
WAKTU (days)
BIAYA (% of
KERUGIAN)

Indonesia
570
122.7

East Asia & Pacific
519
47.8

OECD
518
19.7

Doing Business 2012: Data for Indonesia (WB)
Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD - Organisation for Economic Co-operation and Development)

Hambatan Mediasi
Mediasi vs Paradigma Keadilan yang Legisme
•Pelanggaran adalah Wanprestasi, Onrechmatmatige Daad,
Wederrechttelick.
•Ada aturan yang dilanggar. Cara penyelesaian sesuai dengan aturan
hukum dan hukum acara.
•Keadilan: Adil jika perbuatan sesuai dengan hukum. Adil jika salah
telah dihukum sesuai dengan aturan yang berlaku
Mediasi : Keadilan adalah kepentingan para pihak terpenuhi,
keadaan masing-masing pihak terpulihkan, kepentingan yang lebih
besar tidak terganggu, hubungan menjadi lebih terbuka, tanpa
pembuktian formal, tanpa benar salah, keputusan dibuat dan
disepakati para pihak.
Mediasi : memulihkan hubungan yang rusak = Restorative Justice

Tidak ada yang salah dengan
Konsepsi Hukum yang Legisme tersebut.
Hanya saja masyarakat pada umumnya dan para pengemban profesi hukum
menjadi terorientasikan pada makna keadilan yang legisme pula.
Konsepsi hukum atas makna “pelanggaran” yang legisme, yang terfokus pada
makna keadilan yang legisme pula tersebut, berbeda dengan prespektif dari
keadilan yang memulihkan (Restorative Justice).
VS
Mediasi : Keadilan adalah kepentingan para pihak terpenuhi, keadaan
masing-masing pihak terpulihkan, kepentingan yang lebih besar tidak
terganggu, hubungan menjadi lebih terbuka, tanpa pembuktian formal,
tanpa benar salah, keputusan dibuat dan disepakati para pihak

Yurisprudensi atau Sekedar Preseden ?







Perkara 378 jo 372 KUHP- LP/43/IX/2007/DIR RESKRIM POLDA DIY – Pelapor Cabut
Penyidik & Penuntut tetap Lanjut  Sidang PN Yogyakarta
PUT PN Yogyakarta: No. 317/PID.B/2008 Pencabutan Pengaduan Dikabulkan &
Penuntutan Tidak dapat Diterima
PUT PT Yogyakarta:No. 01/PID/PLW/2009/PT.YK : Persidangan PN Yogyakarta
Batal Demi Hukum
PUT Kasasi MA RI: No. 1600 K/PID/2009 : Pencabutan Pengaduan Dikabulkan &
Penuntutan Tidak dapat Diterima

Mediasi  Damai  Cabut Laporan  Tdk Cukup Bukti ?
Mediasi  Damai  Bukan Peraka Pidana ?
Mediasi  Damai  Demi Hukum  Diskresi  Restorative Justice ? (vide Pasal 18
UU No. 2 Tahun 2002 jo Pasal 30 ayat 4 UUD 1945)  Ultimum Remedium

Konsepsi Humanis Restorative Justice
Prespektif Restorative Justice :
1.

Bahwa Pelanggaran adalah suatu perbuatan yang mungkin keliru
dilakukan oleh pihak
tertentu sehingga membuat hubungan
(relationship) diantara pihak tertentu tersebut dengan para pihak lainya
yang terkait menjadi rusak.

2.

Bahwa hubungan yang menjadi rusak tersebut, harus diperbaiki,
dipulihkan, disembuhkan dengan sebisa mungkin menempatkan hal
yang benar (to put things right as possible)

3.

Bahwa perlu dilakukan upaya yang mendorong seluruh pihak terkait
untuk mengerti/memahami akibat/konsekuensi dari suatu pelanggaran.
Selanjutnya berupaya memastikan bahwa seluruh pihak terkait berniat
dan merealisasikan tindakan sebanyak mungkin menempatkan hal yang
benar, dalam rangka merajut kembali atau memperbaiki hubungan yang
telah rusak.
23

Prespektif Legisme.
•Pelanggaran UU
•Siapa yang Salah atau Benar
•Pembuktian menjadi utama
•Menyalahkan perilaku di masa lalu
•Nememis “pembalasan” /hukuman
•Keadilan sesuai undang undang
•Ketidakpuasan






Prespektif Restorative Justice
Pelanggaran / Perusakan (Harms) Relationship
Merubah perilaku di masa yang akan datang
Mengobati, memulihkan, memperbaiki relationship
Semua pihak terkait bertanggungjawab
Kebersamaan mengidentifikasi dan memetakan kerugiankerugian, kebutuhan dan tindakan yang perlu dilakukan untuk
memulihkan relationship
24

Anggapan Keliru !
Restorative Justice seringkali dianggap semata sebagai suatu
bentuk pemaafan atau pengampunan!
Bahwa benar dengan pemaafan (ataupun pengampunan) maka
suatu hubungan yang rusak akan menjadi pulih, namun dalam
Restorative Justice tidak selalu harus ada unsur pemaafan.
Restorative Justice tidak hanya terfokus pada korban, akan
tetapi concern pula terhadap pihak pelanggar dan pihak lain
yang terdampak. Menjadi lebih utama adalah sebisa mungkin
menempatkan hal yang benar, agar kondisi/keadaan/suatu
relationship pada masa yang akan datang menjadi lebih baik.

Anggapan Keliru !
Restorative Justice dianggap berbeda arah dengan Criminal
Justice System dan Civil Justice System bahkan ada anggapan
keberadaannya menjadi tumpang tindih dengan Justice System
yang telah ada.
Bahwa Restorative Justice adalah konsepsi atas makna keadilan.
Dengan Restorative Justice kita berupaya mereorientasi kembali
bagaimana kita perlu memahami makna keadilan yang lebih
dalam.

Apakah suatu kondisi dimana seseorang yang terbukti melakukan perbuatan
melawan hukum (pelaku) dan telah dijatuhi sanksi dapat diartikan bahwa
keadilan telah ditegakkan? Dalam konsepsi CJS, kondisi demikian dapat
dikatakan telah memenuhi rasa keadilan. Hukuman yang setimpal adalah
suatu keadilan
Bagaimana dengan keberlangsungan kehidupan istrinya dan anak dari
pelaku?
Bagaimana dengan keluarga korban yang sering kali tidak dapat menerima
putusan dari Majelis Hakim yang dianggap tidak cukup memuaskan ?
Bagaimana dengan keberlangsungan kehidupan 1000 karyawan yang
perusahaan tempatnya bekerja, dinyatakan pailit oleh putusan pengadilan
atas adanya gugatan pailit pihak kreditur? Siapa yang harus bertanggung
jawab atas keberlangsungan kehidupan karyawan tersebut? Bukankah
pemerintah juga bertanggung jawab untuk menciptakan lapangan kerja?
CJS atau penegakan hukum adalah perlu, namun menjadi lebih baik bila
bersamaan dengan itu dilakukan pula upaya “to put things right as possible”,
sebagaimana prespektif dari Restorative Justice.

To put things right as possible
(memulihkan kembali kepada kondisi yang benar/tepat)
Prespektif Restorative Justice, Pelanggaran itu menggambarkan adanya
hubungan (relationship) yang rusak.
Adanya hubungan yang rusak potensial menjadi sebab dan berdampak pada
Pelanggaran. Sebaliknya Pelanggaran juga mengakibatkan hubungan menjadi
rusak.
“The Harm of one is the harm of all”.
Perbuatan “harms” seperti membahayakan; merugikan; merusak; menyakiti;
melukai; mengganggu; mencelakakan; menjahati, dll adalah tindakan keliru
yang perlu diperbaiki dan ditempatkan kembali menjadi benar.
Menjadi kewajiban bagi semua pihak terkait yang berkepentingan yaitu
pelaku, korban, komunitas (masyarakat sekitar, pemerintah daerah, para
pengemban profesi hukum dll) untuk sebisa mungkin menempatkan hal yang
benar.

Restorative Justice
Peduli :
PELAKU, KORBAN, KOMUNITAS
HARMS, NEEDS, OBLIGATIONS

sebisa mungkin menempatkan hal yang benar dan tepat
dalam rangka memulihkan

Restorative Justice tidak dimaksudkan menggatikan CJS.
Restorative Justice dan CJS seyogyanya dipandang dan
dipahami secara lebih utuh sebagai konsepsi atas makna
keadilan dalam rangka melaksanakan Pembangunan
Perdamaian (Peacebuilding)

Peta Pembangunan Perdamaian
Meningkatkan
Kapasitas
1. Kerma Pendidikan Perdamaian
2. Kerma Penelitian dan Evaluasi
3. Kerma Pembangunan dalam
segala bidang

Mengobarkan
Anti Kekerasan
1. Membangkitkan Kesadaran dan
Kepedulian Stake Holder NKRI
2. Meningkatkan Rasa/Sikap/Perilaku
Saling Ketergantungan
(membangun kebersamaan)

Meredam Kekerasan
1. Preventing Victimization; restraining
offenders; Create a space for cooling
down; Cease-Fire Agreements;
Peacekeeping; Humanitarian Assistance
2. Early Warning dan Response Program
3. Legal & Judicial Systems
Criminal Justice System (CJS)
(to maintain order, not revenge)

Transformasi Hubungan
1.
2.
3.
4.
5.

Governance & Policymaking
Trauma Healing & Recovery Programs
Ritual & Symbolic Transformation
Restorative Justice
Conflict Transformation :
- Dialogue;
- Negotiation;
- Mediation.

Adaptasi : The Cycle of Peacebuilding, Strategic Peacebuilding, Lisa Schirch oleh Rachman, Jusril, Poeloengan (2012)

Terima Kasih
Mediasi di luar pengadilan di Indonesia, seharusnya dapat berkembang dengan pesat dengan
masih berlakunya Pancasila sebagai Dasar Negara dan Faslafah Bangsa Indonesia.
Musyawarah untuk mufakat, Kekeluargaan dan Gotong Royong adalah diantara nilai-nilai Pancasila
yang universal akan bermetamorfosis hingga terwujud, tercermin dan selaras dengan semangat
dalam Mediasi itu sendiri.
Berkembangnya Restorative Justice yang dapat mereorientasikan kembali makna Keadilan, yang
ternyata sejalan dengan nilai-nilai universal dari Pancasila, seharusnya dapat menjadi stimulan
dalam mempercepat perkembangan Mediasi di Indonesia.
Masa depan, diperlukan upaya bersama seluruh stake holder, khususnya pembuat kebijakan
dengan mengingat “law as a social tool engineering”, untuk segera berperan aktif, menaruh
perhatian dan turut serta melakukan perancangan UU tentang Mediasi.
UU tentang Mediasi sekaligus guna menselaraskan dan mengharmonisasikan ketentutanketentuan Mediasi yang masih tersebar dalam peraturan perundang-undangan lainnya, sehingga
tercapai kesamaan makna, hakikat dan pengimplementasian Mediasi sebagai Revitalisasi dan
Aktualisasi Pancasila, yang pada akhirnya berperan penting dalam terciptanya Kondisi Damai dan
Sejehtera bagi Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

SEGITIGA MEDIASI,
SUMBER PUSAT MEDIASI
NASIONAL (PMN) 2012

Pusat Mediasi Nasional.
2012. Mediation Triangles
and Mediation Skills.
Pelatihan Mediasi 40 jam
Angkatan 42, 10-14
September 2012, Jakarta.
Segitiga Mediasi ini
diadaptasi dari Boule,
Laurance., & Hwee, The
Hwee. 2000. Mediation:
Principles Process
Practice (Singapore
Edition). Butterworths
Asia & Singapore
Mediation Centre. Hal 99114.

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.1/2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
Pasal 147

Penyelesaian sengketa di bidang perumahan terlebih dahulu diupayakan berdasarkan musyawarah
untuk mufakat.

Pasal 148
(1) Dalam hal penyelesaian sengketa melalui musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, pihak yang
dirugikan dapat menggugat melalui pengadilan yang berada di lingkungan pengadilan umum atau
di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa melalui alternatif
penyelesaian sengketa.
(2) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
melalui arbitrase, konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan/atau penilaian ahli sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. UU yang mana?
(3) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
menghilangkan tanggung jawab pidana.

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.32/2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Dalam penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan dapat digunakan jasa
mediator dan/atau arbiter untuk membantu menyelesaikan sengketa lingkungan hidup, (Pasal
85 ayat 3) Mediasi tidak wajib dan tidak ada penjelasan lebih detil ttg mediasi.



UU No.14/2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik
Komisi Informasi adalah lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan Undang-Undang ini dan
peraturan pelaksanaannya, menetapkan petunjuk teknis standar layanan informasi publik dan
menyelesaikan sengketa informasi publik melalui mediasi dan/atau ajudikasi nonlitigasi
(Pasal 1 ayat 4) Mediator dan Pemutus sengketa
Pasal 40 (1) Penyelesaian sengketa melalui Mediasi merupakan pilihan para pihak dan bersifat
sukarela. Namun, Pasal 42, Penyelesaian Sengketa Informasi Publik melalui Ajudikasi
nonlitigasi oleh Komisi Informasi hanya dapat ditempuh apabila upaya Mediasi dinyatakan
tidak berhasil secara tertulis oleh salah satu atau para pihak yang bersengketa, atau salah satu
atau para pihak yang bersengketa menarik diri dari perundingan. Wajibkah atau pilihankah

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.39/1999 Tentang Hak Asasi Manusia
Komisi Nasional Hak Asasi yang selanjutnya disebut Komnas HAM adalah lembaga mandiri yang
berkedudukan setingkat dalam negara lainya yang berfungsi melaksanakan pengkajian,
penelitian, penyaluran, pemantauan, dan mediasi hak asasi manusia, Pasal 1 ayat 7 jo. Pasal
76. Definisi mediasi tidak dijelaskan
Pasal 89 ayat 4, Untuk melaksanakan fungsi Komnas HAM dalam mediasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 76, Komnas HAM bertugas dan berwenang melakukan: a. perdamaian
kedua belah pihak; b. penyelesaian perkara melaui cara konsultasi, negosiasi, mediasi,
konsiliasi, dan penilaian ahli; c. pemberian saran kepada para pihak untuk menyelesaikan
sengketa melalui pengadilan; d. penyampaian rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak
asasi manusia kepada Pemerintah untuk ditindaklanjuti penyelesaiannya; dan e. penyampaian
rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak asasi manusia kepada Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia untuk ditindaklanjuti. Fungsi Mediasi, namun di dalamnya termasuk
konsultasi, negosiasi, dll. Menyarankan para pihak untuk menyelesaikan sengketa melalui
pengadilan adalah TABU bagi mediator.

UU No. 30 Tahun 1999 Tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
 Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar
peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat
secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. (Pasal 1 ayat 1 UU
30/1999)
 Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa
atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni
penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi,
mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. (Pasal 1 ayat 10 UU 30/1999)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009
TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN

Upaya penyelesaian sengketa perdata dapat dilakukan di luar pengadilan
negara melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa. (Pasal 58
UU No.48/2009)


Arbitrase merupakan cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar
pengadilan yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara
tertulis oleh para pihak yang bersengketa. (Pasal 59 ayat 1 UU No.48/2009)



Alternatif Penyelesaian Sengketa merupakan lembaga penyelesaian
sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak,
yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi,
mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. (Pasal 60 ayat 1 UU No.48/2009)
©PMN 2013

37

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen jo
KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN
REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 350/MPP/Kep/12/2001 TENTANG
PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG BADAN PENYELESAIAN
SENGKETA KONSUMEN
Persidangan Dengan Cara Mediasi

Pasal 30
Majelis dalam menyelesaikan sengketa konsumen dengan cara Mediasi, mempunyai tugas :
a. memanggil konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
b. memanggil saksi dan saksi ahli bila diperlukan;
c. menyediakan forum bagi konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
d. secara aktif mendamaikan konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
e. secara aktif memberikan saran atau anjuran penyelesaian sengketa konsumen sesuai dengan
peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan konsumen.
Pasal 31
Tata cara penyelesaian sengketa konsumen dengan cara Mediasi adalah :
a. Majelis menyerahkan sepenuhnya proses penyelesaian sengketa kepada konsumen dan pelaku usaha
yang bersangkutan, baik mengenai bentuk maupun jumlah ganti rugi;
b. Majelis bertindak aktif sebagai Mediator dengan memberikan nasehat, petunjuk, saran dan upayaupaya lain dalam menyelesaikan sengketa;
c. Majelis menerima hasil musyawarah konsumen dan pelaku usaha dan mengeluarkan ketentuan.


Slide 4

PERKEMBANGAN MEDIASI
DI LUAR PENGADILAN
DI INDONESIA
Andrea Hynan Poeloengan, SH (Unibraw), M.Hum (Unpar), MTCP (Uni of Wollongong)
Workshop Internasional
Perkembangan Mediasi di Indonesia, Jepang dan Australia
Masa Kini Menuju Masa Depan
Rabu, 21 Agustus 2013
Pengadilan Negeri Kelas 1B Cibinong
Kabupaten Bogor

Perma No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan
Pasal 2
Ruang lingkup dan Kekuatan Berlaku Perma
1. Peraturan Mahkamah Agung ini hanya berlaku untuk mediasi yang terkait dengan
proses berperkara di Pengadilan.
2. Setiap hakim, mediator dan para pihak wajib mengikuti prosedur penyelesaian
sengketa melalui mediasi yang diatur dalam Peraturan ini.
3. Tidak menempuh prosedur mediasi berdasarkan Peraturan ini merupakan
pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 130 HIR dan atau Pasal 154 Rbg yang
mengakibatkan putusan batal demi hukum.
4. Hakim dalam pertimbangan putusan perkara wajib menyebutkan bahwa perkara
yang bersangkutan telah diupayakan perdamaian melalui mediasi dengan
menyebutkan nama mediator untuk perkara yang bersangkutan.
Pasal 23
Mediator yang telah tersertifikasi dimungkinkan untuk melakukan Mediasi di luar
pengadilan dengan hasil kesepakatannya dapat diajukan ke pengadilan untuk
memperoleh akta perdamaian dengan cara mengajukan gugatan

KEUTAMAAN PANCASILA
Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011
Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
telah menegaskan bahwa :
PANCASILA adalah
SUMBER DARI SEGALA SUMBER HUKUM
TAP MPR NO.: II/MPR/1978 yang digantikan dengan
TAP MPR NO.: XVIII/MPR/1998
telah menegaskan bahwa
PANCASILA adalah DASAR NEGARA
PANCASILA MENGANDUNG NILAI NILAI LESTARI DAN
UNIVERSAL YANG WAJIB DIUTAMAKAN/DIDAHULUKAN
DALAM RANGKA MEMBANGUN SELURUH SENDI
KEHIDUPAN BERMASYARAKAT, BERBANGSA &
BERNEGARA.

KEUTAMAAN BERMUSYAWARAH

PANCASILA adalah
SUMBER DARI SEGALA SUMBER HUKUM
PANCASILA MENGANDUNG NILAI NILAI LESTARI DAN
UNIVERSAL YANG HARUS DIUTAMAKAN/DIDAHULUKAN
UNTUK MENYELESAIKAN DAN MENGAKHIRI KONFLIK.
NILAI NILAI TERSEBUT TERKANDUNG DALAM SILA
KEEMPAT PANCASILA YANG MENGEDEPANKAN :
KEUTAMAAN MUSYAWARAH UNTUK MUFAKAT
BERDASARKAN ASAS KEKELUARGAAN

Nilai-Nilai Universal Pancasila
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat.
Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.
Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk
kepentingan bersama.
Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat
kekeluargaan.
Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan
melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai hati nurani yang
luhur.
Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggung-jawabkan secara
moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan
martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan

Musyawarah untuk mufakat adalah memang cara penyelesaian perselisihan yang paling
sesuai dengan Pancasila.
NAMUN bagaimana bermusyawarah untuk mufakat, yang lebih berdaya guna dan
berhasil guna, sehingga peluang tercapainya kesepakatan bagi para pihak menjadi lebih
besar ?
Teknik dan metode bermusyawarah untuk mufakat, yang lebih berdaya guna dan berhasil
guna, sehingga peluang tercapainya kesepakatan bagi para pihak menjadi lebih besar,
itulah yang dikenal dengan :
“MEDIASI”

Melalui pengembangan dan pemuktahiran teknik-teknik, metode tahapannya yang sangat
sistematis, dan bantuan dari orang yang berkeahlian, terlatih, terdidik untuk menjadi
seorang Mediator, yang bertugas bukan untuk memutus, melainkan diantaranya untuk
mendorong, membantu pihak berselisih/bersengketa/berkonflik menemukan peluangpeluang yang menurut para pihak adalah terbaik bagi kepentingan bersama para pihak.
Mediasi menjadikan musyawarah mufakat lebih efektif dan efisien, juga dapat
mentransformasi hubungan antara para pihak menjadi lebih terbuka.
MEDIASI BAGI BANGSA INDONESIA, SEYOGIANYA MENJADI UPAYA UTAMA YANG
HARUS DIDAHULUKAN DALAM PENYELESAIAN
PERSELISIHAN/SENGKETA/KONFLIK SEBAGAI AKTUALISASI NILAI-NILAI
UNIVERSAL PANCASILA
Maka, Perma No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan, merupakan bagian dari
aktualisasi nilai-nilai universal Pancasila tersebut

Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 tahun 2008 (PerMa 1/2008)
mendefinisikan Mediasi sebagai cara penyelesaian sengketa melalui proses
perundingan untuk memperoleh kesepakatan dengan dibantu oleh Mediator

Mediasi adalah suatu proses negosiasi dipandu dibantu oleh orang yang terpercaya.
Mediator membantu pihak berkonflik untuk berbagi perspektif dan pengalaman
mereka, mengidentifikasi kebutuhan yang mendasar, bertukar pikiran tentang
pilihan kreatif untuk mengatasi kebutuhan, dan kemudian membuat kesepakatan
akhir. (Lisa Schirch : 2004)
Mediasi sebagai intervensi terhadap suatu sengketa atau negosiasi yang dilakukan
oleh pihak ketiga yang dapat diterima, tidak berpihak/netral, yang tidak mempunyai
kewenangan untuk mengambil keputusan dalam membantu para pihak berselisih
dalam upaya mencari kesepakatan sukarela dalam menyelesaikan permasalahan
yang disengketakan (Christopher Moore: 2003)
Mediasi adalah sarana agar membiasakan Bangsa Indonesia berkonflik dengan cara
yang baik dan benar, untuk mencegah meluasnya, bahkan meningkatnya ekskalasi
konflik dalam rangka mewujudkan Perdamaian, Kesejahteraan, dan Menjaga
Keutuhan NKRI. (Rachman, Jusril, Poeloengan : 2012)
Mediasi merupakan sistem penyelesaian secara damai yang selaras dengan jiwa Sila
Keempat dan Nilai Luhur dari Ke-Bhinneka-Tunggal-Ika-an yang tidak berorientasi
mencari-cari perbedaan, tidak berpretensi mencari siapa yang salah atau siapa yang
benar, melainkan berorientasi pada suatu kesamaan terakomodirnya kebutuhan
atau kepentingan para pihak berkonflik. (Putut Eko Bayuseno : 2012)

Undang Undang No. 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial
telah mengamanatkan untuk mengembangkan sistem penyelesaian
perselisihan secara damai. Dalam Pasal 8 Undang-undang tersebut
dinyatakan bahwa:
1.Penyelesaian perselisihan dalam masyarakat dilakukan secara
damai.
2.Penyelesaian secara damai sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengutamakan musyawarah untuk mufakat.
3.Hasil musyawarah mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
mengikat para pihak.
Penyelesaian perselisihan yang secara damai perlu dimaknai, bahwa
para pihak yang berselisih / bersengketa / berkonflik secara sukarela
melaksanakan hasil kesepakatan perdamaian tanpa merasa
dipaksakan.
Perdamaian yang demikian itu adalah lebih lestari dibandingkan
perdamaian yang dipaksakan oleh pihak ketiga yang lebih berperan
layaknya pemutus dan pengadil, untuk memutuskan dan mengadili
apa yang menurutnya berdasarkan hukum adil bagi para pihak
berselisih / bersengketa / berkonflik tersebut.

KESADARAN HUKUM MENINGKAT = AKSES PADA PENGADILAN ≠
AKSES PADA KEADILAN
FAKTA :
Gambar 1: Grafik tentang Data Penyelesaian Konflik Melalui Jalur Pengadilan

Sumber : Cetak Biru Pembaruan Peradilan 2010-2035 Jakarta Mahkamah Agung RI, 2010 Diterbitkan oleh:
Mahkamah Agung RI, dan Laporan Tahunan Mahkamah Agung RI - Tahun 2010-2011

Kesadaran Hukum Meningkat
Namun frekuensi dan eskalasi Konflik Sosial juga tetap tinggi (Putut Eko Bayuseno : 2012)
9

KONFLIK MENINGKAT
Sistem Nasional Pemantauan Kekerasan (SNPK) : Sistem informasi yang menyediakan data dan analisis
tentang konflik dan kekerasan yang terjadi di berbagai wilayah di Indonesia. Proyek SNPK dipimpin oleh
Kemenkokesra, dengan dukungan Bank Dunia dan The Habibie Center.

http://www.snpk-indonesia.com/DataTools/Index?lang=ina&randdo=38141a91-1af9-4f1b-96da-a0cf05354e2c&userid=429853

10

Sistem Nasional Pemantauan Kekerasan (SNPK)
Periode 2010 s.d 2012

http://www.snpk-indonesia.com/DataTools/Index?lang=ina&randdo=38141a91-1af9-4f1b-96da-a0cf05354e2c&userid=429853

11

MEDIASI DI LUAR PENGADILAN

Mediasi di luar pengadilan yang menarik adalah yang dilakukan di Kabupaten Karawang terhadap
beberapa perselisihan / sengketa / konflik. Mediasi ini dilakukan dengan Mediator seorang perwira
polisi, AKP Iman Imannuddin, SIK, SH, MH, yang pada saat itu menjabat sebagai Kasat Reskrim Polres
Karawang. Ia memang telah mengikuti dan tersertifikasi sebagai seorang Mediator yang bersertifikat
dari Pusat Mediasi Nasional (PMN). Dalam melaksanakan tugasnya, tidak semua perkara diselesaikan
dengan penyidikan hingga penuntutan. Sebagai seorang Mediator yang tersertifikasi, telah merubah
pendekatan caranya bekerja sebagai seorang Reserse dengan menjadikan penegakan hukum sebagai
pilihan terakhir (Ultimum Remedium).
Dari seluruh perkara yang diselesaikan melalui cara Mediasi tersebut, telah mencegah terjadinya konflik
komunal ataupun konflik sosial di Kabupaten Karawang, bahkan dapat terselesaikan sebelum dibuatnya
Laporan Polisi karena masalah telah terselesaikan serta mencapai kesepakatan dan berdamai.

===
Mediasi di luar pengadilan atas perkara dalam Laporan Polisi tentang Tindak Pidana ITE berupa
intersepsi (penyadapan) antara PT. Agc vs Bs. Dalam perkara yang terjadi di Kota Bogor tersebut para
pihak berdamai melalui proses Mediasi yang dipimpin oleh Mediator bersertifikat dari PMN. Hasil
Mediasi tersebut dilaporkan kepada penyidik, hingga akhirnya memperoleh Penghentian Penyidikan
(SP3) dari Polres Bogor Kota, dan para pihak dapat islah kembali.
Ada juga perkara perdata sengketa jual beli saham antara Tn CT dengan Tn HB dkk. Walaupun
perkaranya tengah diperiksa oleh Majelis Hakim Mahkamah Agung RI dalam tahapan Kasasi, tetapi
sebagian besar (90 %) diantara para pihak yang bersengketa telah sepakat untuk berdamai melalui
Mediasi di luar pengadilan yang dipimpin oleh Mediator bersertifikat dari PMN, sehingga realisasi jual
beli saham dapat dilakukan sebelum putusnya perkara Kasasi di Mahkamah Agung RI.
Mediasi seharusnya “Forget the Law”, “Forget the Past”, dan “Don’t Look Back in Anger”

KEMANFAATAN MUSYAWARAH/MEDIASI
Putut Eko Bayuseno. 2012. Optimalisasi Musyawarah Sebagai Sarana Pengelolaan Konflik Dapat Meningkatkan Keamanan Di
Daerah Dalam Rangka Memperkuat Ketahanan Nasional. Esai Lemhanas PPSA XVIII. Lemhanas. Jakarta.

Data penyelesaian perkara/konflik khusus perkara yang berhubungan dengan Direktorat Reskrim Umum
pada Wilayah Hukum Polda Jawa Barat (21 Polres, 1 Polrestabes, 1 Dit Reskrim Um) per Semester I tahun
2012 (Januari s/d Juni 2012), Jumlah total perkara/konflik 15.595 kasus.
Data di olah dari sumber Dit Reskrim Um Polda Jawa Barat.
Siap dilakukan penuntutan (P.21) = 4516
perkara (28,96%)

4.93%

8,83%

5.76%
2.87%

28,96%

Belum selesai proses penyidikannya =
7588 perkara/konflik (48,66%)

Penghentian penyidikan (SP 3) = 447
Konflik (2,87%)

48,66%

musyawarah untuk mufakat ataupun
mediasi di kantor polisi setelah ada
Laporan polisi = 898 konflik (Peran
Penyelidik & Penyidik) (5,76%)
musyawarah untuk mufakat ataupun
mediasi di kantor Polisi, sebelum
timbulnya Laporan Polisi = 769 Konflik
(Peran Bhabinkamtibmas & Personil
lainnya) (4,93%)

KEMANFAATAN MUSYAWARAH/MEDIASI
Putut Eko Bayuseno. 2012. Optimalisasi Musyawarah Sebagai Sarana Pengelolaan Konflik Dapat Meningkatkan Keamanan Di
Daerah Dalam Rangka Memperkuat Ketahanan Nasional. Esai Lemhanas PPSA XVIII. Lemhanas. Jakarta.

Perbandingan Biaya Penyelesaian Konflik
Antara Melalui Musyawarah/Mediasi dan Tidak Melalui Musyawarah/Mediasi
Data di olah dari sumber Dit Reskrim Um Polda Jawa Barat.
Rp70,000,000,000

Rp60,000,000,000

Rp62.515.389.000
Rp50,000,000,000

Rp40,000,000,000

Rp30,000,000,000
Series1
Rp20,000,000,000

Rp10,000,000,000

Rp9.132.000.000
Rp0
3044 perkara/konflik diselesaikan melalui mediasi
dikalikan biaya rata rata penyelesaian sebesar Rp.
3.000.000,-

Bila 3044 perkara/konflik tidak diselesaikan melalui
mediasi maka dikalikan Rata Rata biaya Berdasarkan
Skep Kapolri No. Kep/606/XI/2011 tgl 17 Nop 2011
indeks anggaran lidik sidik perkara, sebesar Rp.
20.537.250,-

SOP tentang Pelaksanaan Tugas
Bhabinkamtibmas Oktober 2011
Fungsi Bhabinkamtibmas
• 2 f memediasi dan memfasilitasi upaya
pemecahan masalah yang terjadi di masyarakat;
Peran Bhabinkamtibmas
• 3 c mediator dan fasilitator dalam penyelesaian
permasalahan-permasalahan sosial yang terjadi
di masyarakat Desa/ Kelurahan

HEMAT ? (ilustrasi)
INSTANSI, IF…

IF…, JUMLAH INSTANSI X BIAYA
PENANGANAN PERKARA

TOTAL

POLSEK
1 perkara / 1 bulan

4000 x @ Rp. 500.000
anggaran per perkara

Rp.

2.000.000.000

POLRES
1 perkara / 1 bulan

400 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

400.000.000

POLDA
1 perkara / 1 bulan

25 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

25.000.000

KEJAKSAAN
1 perkara / 1 bulan

300 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

300.000.000

PENGADILAN
1 perkara / 1 bulan

300 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

300.000.000

Penghematan Anggaran
Negara Perbulan

Rp. 3.025.000.000 +
Potential Lost (Social Cost)

Biaya Penyelesaian Sengketa
Indicator
WAKTU (days)
BIAYA (% of
KERUGIAN)

Indonesia
570
122.7

East Asia & Pacific
519
47.8

OECD
518
19.7

Doing Business 2012: Data for Indonesia (WB)
Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD - Organisation for Economic Co-operation and Development)

Hambatan Mediasi
Mediasi vs Paradigma Keadilan yang Legisme
•Pelanggaran adalah Wanprestasi, Onrechmatmatige Daad,
Wederrechttelick.
•Ada aturan yang dilanggar. Cara penyelesaian sesuai dengan aturan
hukum dan hukum acara.
•Keadilan: Adil jika perbuatan sesuai dengan hukum. Adil jika salah
telah dihukum sesuai dengan aturan yang berlaku
Mediasi : Keadilan adalah kepentingan para pihak terpenuhi,
keadaan masing-masing pihak terpulihkan, kepentingan yang lebih
besar tidak terganggu, hubungan menjadi lebih terbuka, tanpa
pembuktian formal, tanpa benar salah, keputusan dibuat dan
disepakati para pihak.
Mediasi : memulihkan hubungan yang rusak = Restorative Justice

Tidak ada yang salah dengan
Konsepsi Hukum yang Legisme tersebut.
Hanya saja masyarakat pada umumnya dan para pengemban profesi hukum
menjadi terorientasikan pada makna keadilan yang legisme pula.
Konsepsi hukum atas makna “pelanggaran” yang legisme, yang terfokus pada
makna keadilan yang legisme pula tersebut, berbeda dengan prespektif dari
keadilan yang memulihkan (Restorative Justice).
VS
Mediasi : Keadilan adalah kepentingan para pihak terpenuhi, keadaan
masing-masing pihak terpulihkan, kepentingan yang lebih besar tidak
terganggu, hubungan menjadi lebih terbuka, tanpa pembuktian formal,
tanpa benar salah, keputusan dibuat dan disepakati para pihak

Yurisprudensi atau Sekedar Preseden ?







Perkara 378 jo 372 KUHP- LP/43/IX/2007/DIR RESKRIM POLDA DIY – Pelapor Cabut
Penyidik & Penuntut tetap Lanjut  Sidang PN Yogyakarta
PUT PN Yogyakarta: No. 317/PID.B/2008 Pencabutan Pengaduan Dikabulkan &
Penuntutan Tidak dapat Diterima
PUT PT Yogyakarta:No. 01/PID/PLW/2009/PT.YK : Persidangan PN Yogyakarta
Batal Demi Hukum
PUT Kasasi MA RI: No. 1600 K/PID/2009 : Pencabutan Pengaduan Dikabulkan &
Penuntutan Tidak dapat Diterima

Mediasi  Damai  Cabut Laporan  Tdk Cukup Bukti ?
Mediasi  Damai  Bukan Peraka Pidana ?
Mediasi  Damai  Demi Hukum  Diskresi  Restorative Justice ? (vide Pasal 18
UU No. 2 Tahun 2002 jo Pasal 30 ayat 4 UUD 1945)  Ultimum Remedium

Konsepsi Humanis Restorative Justice
Prespektif Restorative Justice :
1.

Bahwa Pelanggaran adalah suatu perbuatan yang mungkin keliru
dilakukan oleh pihak
tertentu sehingga membuat hubungan
(relationship) diantara pihak tertentu tersebut dengan para pihak lainya
yang terkait menjadi rusak.

2.

Bahwa hubungan yang menjadi rusak tersebut, harus diperbaiki,
dipulihkan, disembuhkan dengan sebisa mungkin menempatkan hal
yang benar (to put things right as possible)

3.

Bahwa perlu dilakukan upaya yang mendorong seluruh pihak terkait
untuk mengerti/memahami akibat/konsekuensi dari suatu pelanggaran.
Selanjutnya berupaya memastikan bahwa seluruh pihak terkait berniat
dan merealisasikan tindakan sebanyak mungkin menempatkan hal yang
benar, dalam rangka merajut kembali atau memperbaiki hubungan yang
telah rusak.
23

Prespektif Legisme.
•Pelanggaran UU
•Siapa yang Salah atau Benar
•Pembuktian menjadi utama
•Menyalahkan perilaku di masa lalu
•Nememis “pembalasan” /hukuman
•Keadilan sesuai undang undang
•Ketidakpuasan






Prespektif Restorative Justice
Pelanggaran / Perusakan (Harms) Relationship
Merubah perilaku di masa yang akan datang
Mengobati, memulihkan, memperbaiki relationship
Semua pihak terkait bertanggungjawab
Kebersamaan mengidentifikasi dan memetakan kerugiankerugian, kebutuhan dan tindakan yang perlu dilakukan untuk
memulihkan relationship
24

Anggapan Keliru !
Restorative Justice seringkali dianggap semata sebagai suatu
bentuk pemaafan atau pengampunan!
Bahwa benar dengan pemaafan (ataupun pengampunan) maka
suatu hubungan yang rusak akan menjadi pulih, namun dalam
Restorative Justice tidak selalu harus ada unsur pemaafan.
Restorative Justice tidak hanya terfokus pada korban, akan
tetapi concern pula terhadap pihak pelanggar dan pihak lain
yang terdampak. Menjadi lebih utama adalah sebisa mungkin
menempatkan hal yang benar, agar kondisi/keadaan/suatu
relationship pada masa yang akan datang menjadi lebih baik.

Anggapan Keliru !
Restorative Justice dianggap berbeda arah dengan Criminal
Justice System dan Civil Justice System bahkan ada anggapan
keberadaannya menjadi tumpang tindih dengan Justice System
yang telah ada.
Bahwa Restorative Justice adalah konsepsi atas makna keadilan.
Dengan Restorative Justice kita berupaya mereorientasi kembali
bagaimana kita perlu memahami makna keadilan yang lebih
dalam.

Apakah suatu kondisi dimana seseorang yang terbukti melakukan perbuatan
melawan hukum (pelaku) dan telah dijatuhi sanksi dapat diartikan bahwa
keadilan telah ditegakkan? Dalam konsepsi CJS, kondisi demikian dapat
dikatakan telah memenuhi rasa keadilan. Hukuman yang setimpal adalah
suatu keadilan
Bagaimana dengan keberlangsungan kehidupan istrinya dan anak dari
pelaku?
Bagaimana dengan keluarga korban yang sering kali tidak dapat menerima
putusan dari Majelis Hakim yang dianggap tidak cukup memuaskan ?
Bagaimana dengan keberlangsungan kehidupan 1000 karyawan yang
perusahaan tempatnya bekerja, dinyatakan pailit oleh putusan pengadilan
atas adanya gugatan pailit pihak kreditur? Siapa yang harus bertanggung
jawab atas keberlangsungan kehidupan karyawan tersebut? Bukankah
pemerintah juga bertanggung jawab untuk menciptakan lapangan kerja?
CJS atau penegakan hukum adalah perlu, namun menjadi lebih baik bila
bersamaan dengan itu dilakukan pula upaya “to put things right as possible”,
sebagaimana prespektif dari Restorative Justice.

To put things right as possible
(memulihkan kembali kepada kondisi yang benar/tepat)
Prespektif Restorative Justice, Pelanggaran itu menggambarkan adanya
hubungan (relationship) yang rusak.
Adanya hubungan yang rusak potensial menjadi sebab dan berdampak pada
Pelanggaran. Sebaliknya Pelanggaran juga mengakibatkan hubungan menjadi
rusak.
“The Harm of one is the harm of all”.
Perbuatan “harms” seperti membahayakan; merugikan; merusak; menyakiti;
melukai; mengganggu; mencelakakan; menjahati, dll adalah tindakan keliru
yang perlu diperbaiki dan ditempatkan kembali menjadi benar.
Menjadi kewajiban bagi semua pihak terkait yang berkepentingan yaitu
pelaku, korban, komunitas (masyarakat sekitar, pemerintah daerah, para
pengemban profesi hukum dll) untuk sebisa mungkin menempatkan hal yang
benar.

Restorative Justice
Peduli :
PELAKU, KORBAN, KOMUNITAS
HARMS, NEEDS, OBLIGATIONS

sebisa mungkin menempatkan hal yang benar dan tepat
dalam rangka memulihkan

Restorative Justice tidak dimaksudkan menggatikan CJS.
Restorative Justice dan CJS seyogyanya dipandang dan
dipahami secara lebih utuh sebagai konsepsi atas makna
keadilan dalam rangka melaksanakan Pembangunan
Perdamaian (Peacebuilding)

Peta Pembangunan Perdamaian
Meningkatkan
Kapasitas
1. Kerma Pendidikan Perdamaian
2. Kerma Penelitian dan Evaluasi
3. Kerma Pembangunan dalam
segala bidang

Mengobarkan
Anti Kekerasan
1. Membangkitkan Kesadaran dan
Kepedulian Stake Holder NKRI
2. Meningkatkan Rasa/Sikap/Perilaku
Saling Ketergantungan
(membangun kebersamaan)

Meredam Kekerasan
1. Preventing Victimization; restraining
offenders; Create a space for cooling
down; Cease-Fire Agreements;
Peacekeeping; Humanitarian Assistance
2. Early Warning dan Response Program
3. Legal & Judicial Systems
Criminal Justice System (CJS)
(to maintain order, not revenge)

Transformasi Hubungan
1.
2.
3.
4.
5.

Governance & Policymaking
Trauma Healing & Recovery Programs
Ritual & Symbolic Transformation
Restorative Justice
Conflict Transformation :
- Dialogue;
- Negotiation;
- Mediation.

Adaptasi : The Cycle of Peacebuilding, Strategic Peacebuilding, Lisa Schirch oleh Rachman, Jusril, Poeloengan (2012)

Terima Kasih
Mediasi di luar pengadilan di Indonesia, seharusnya dapat berkembang dengan pesat dengan
masih berlakunya Pancasila sebagai Dasar Negara dan Faslafah Bangsa Indonesia.
Musyawarah untuk mufakat, Kekeluargaan dan Gotong Royong adalah diantara nilai-nilai Pancasila
yang universal akan bermetamorfosis hingga terwujud, tercermin dan selaras dengan semangat
dalam Mediasi itu sendiri.
Berkembangnya Restorative Justice yang dapat mereorientasikan kembali makna Keadilan, yang
ternyata sejalan dengan nilai-nilai universal dari Pancasila, seharusnya dapat menjadi stimulan
dalam mempercepat perkembangan Mediasi di Indonesia.
Masa depan, diperlukan upaya bersama seluruh stake holder, khususnya pembuat kebijakan
dengan mengingat “law as a social tool engineering”, untuk segera berperan aktif, menaruh
perhatian dan turut serta melakukan perancangan UU tentang Mediasi.
UU tentang Mediasi sekaligus guna menselaraskan dan mengharmonisasikan ketentutanketentuan Mediasi yang masih tersebar dalam peraturan perundang-undangan lainnya, sehingga
tercapai kesamaan makna, hakikat dan pengimplementasian Mediasi sebagai Revitalisasi dan
Aktualisasi Pancasila, yang pada akhirnya berperan penting dalam terciptanya Kondisi Damai dan
Sejehtera bagi Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

SEGITIGA MEDIASI,
SUMBER PUSAT MEDIASI
NASIONAL (PMN) 2012

Pusat Mediasi Nasional.
2012. Mediation Triangles
and Mediation Skills.
Pelatihan Mediasi 40 jam
Angkatan 42, 10-14
September 2012, Jakarta.
Segitiga Mediasi ini
diadaptasi dari Boule,
Laurance., & Hwee, The
Hwee. 2000. Mediation:
Principles Process
Practice (Singapore
Edition). Butterworths
Asia & Singapore
Mediation Centre. Hal 99114.

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.1/2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
Pasal 147

Penyelesaian sengketa di bidang perumahan terlebih dahulu diupayakan berdasarkan musyawarah
untuk mufakat.

Pasal 148
(1) Dalam hal penyelesaian sengketa melalui musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, pihak yang
dirugikan dapat menggugat melalui pengadilan yang berada di lingkungan pengadilan umum atau
di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa melalui alternatif
penyelesaian sengketa.
(2) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
melalui arbitrase, konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan/atau penilaian ahli sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. UU yang mana?
(3) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
menghilangkan tanggung jawab pidana.

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.32/2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Dalam penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan dapat digunakan jasa
mediator dan/atau arbiter untuk membantu menyelesaikan sengketa lingkungan hidup, (Pasal
85 ayat 3) Mediasi tidak wajib dan tidak ada penjelasan lebih detil ttg mediasi.



UU No.14/2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik
Komisi Informasi adalah lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan Undang-Undang ini dan
peraturan pelaksanaannya, menetapkan petunjuk teknis standar layanan informasi publik dan
menyelesaikan sengketa informasi publik melalui mediasi dan/atau ajudikasi nonlitigasi
(Pasal 1 ayat 4) Mediator dan Pemutus sengketa
Pasal 40 (1) Penyelesaian sengketa melalui Mediasi merupakan pilihan para pihak dan bersifat
sukarela. Namun, Pasal 42, Penyelesaian Sengketa Informasi Publik melalui Ajudikasi
nonlitigasi oleh Komisi Informasi hanya dapat ditempuh apabila upaya Mediasi dinyatakan
tidak berhasil secara tertulis oleh salah satu atau para pihak yang bersengketa, atau salah satu
atau para pihak yang bersengketa menarik diri dari perundingan. Wajibkah atau pilihankah

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.39/1999 Tentang Hak Asasi Manusia
Komisi Nasional Hak Asasi yang selanjutnya disebut Komnas HAM adalah lembaga mandiri yang
berkedudukan setingkat dalam negara lainya yang berfungsi melaksanakan pengkajian,
penelitian, penyaluran, pemantauan, dan mediasi hak asasi manusia, Pasal 1 ayat 7 jo. Pasal
76. Definisi mediasi tidak dijelaskan
Pasal 89 ayat 4, Untuk melaksanakan fungsi Komnas HAM dalam mediasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 76, Komnas HAM bertugas dan berwenang melakukan: a. perdamaian
kedua belah pihak; b. penyelesaian perkara melaui cara konsultasi, negosiasi, mediasi,
konsiliasi, dan penilaian ahli; c. pemberian saran kepada para pihak untuk menyelesaikan
sengketa melalui pengadilan; d. penyampaian rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak
asasi manusia kepada Pemerintah untuk ditindaklanjuti penyelesaiannya; dan e. penyampaian
rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak asasi manusia kepada Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia untuk ditindaklanjuti. Fungsi Mediasi, namun di dalamnya termasuk
konsultasi, negosiasi, dll. Menyarankan para pihak untuk menyelesaikan sengketa melalui
pengadilan adalah TABU bagi mediator.

UU No. 30 Tahun 1999 Tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
 Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar
peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat
secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. (Pasal 1 ayat 1 UU
30/1999)
 Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa
atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni
penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi,
mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. (Pasal 1 ayat 10 UU 30/1999)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009
TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN

Upaya penyelesaian sengketa perdata dapat dilakukan di luar pengadilan
negara melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa. (Pasal 58
UU No.48/2009)


Arbitrase merupakan cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar
pengadilan yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara
tertulis oleh para pihak yang bersengketa. (Pasal 59 ayat 1 UU No.48/2009)



Alternatif Penyelesaian Sengketa merupakan lembaga penyelesaian
sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak,
yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi,
mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. (Pasal 60 ayat 1 UU No.48/2009)
©PMN 2013

37

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen jo
KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN
REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 350/MPP/Kep/12/2001 TENTANG
PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG BADAN PENYELESAIAN
SENGKETA KONSUMEN
Persidangan Dengan Cara Mediasi

Pasal 30
Majelis dalam menyelesaikan sengketa konsumen dengan cara Mediasi, mempunyai tugas :
a. memanggil konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
b. memanggil saksi dan saksi ahli bila diperlukan;
c. menyediakan forum bagi konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
d. secara aktif mendamaikan konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
e. secara aktif memberikan saran atau anjuran penyelesaian sengketa konsumen sesuai dengan
peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan konsumen.
Pasal 31
Tata cara penyelesaian sengketa konsumen dengan cara Mediasi adalah :
a. Majelis menyerahkan sepenuhnya proses penyelesaian sengketa kepada konsumen dan pelaku usaha
yang bersangkutan, baik mengenai bentuk maupun jumlah ganti rugi;
b. Majelis bertindak aktif sebagai Mediator dengan memberikan nasehat, petunjuk, saran dan upayaupaya lain dalam menyelesaikan sengketa;
c. Majelis menerima hasil musyawarah konsumen dan pelaku usaha dan mengeluarkan ketentuan.


Slide 5

PERKEMBANGAN MEDIASI
DI LUAR PENGADILAN
DI INDONESIA
Andrea Hynan Poeloengan, SH (Unibraw), M.Hum (Unpar), MTCP (Uni of Wollongong)
Workshop Internasional
Perkembangan Mediasi di Indonesia, Jepang dan Australia
Masa Kini Menuju Masa Depan
Rabu, 21 Agustus 2013
Pengadilan Negeri Kelas 1B Cibinong
Kabupaten Bogor

Perma No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan
Pasal 2
Ruang lingkup dan Kekuatan Berlaku Perma
1. Peraturan Mahkamah Agung ini hanya berlaku untuk mediasi yang terkait dengan
proses berperkara di Pengadilan.
2. Setiap hakim, mediator dan para pihak wajib mengikuti prosedur penyelesaian
sengketa melalui mediasi yang diatur dalam Peraturan ini.
3. Tidak menempuh prosedur mediasi berdasarkan Peraturan ini merupakan
pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 130 HIR dan atau Pasal 154 Rbg yang
mengakibatkan putusan batal demi hukum.
4. Hakim dalam pertimbangan putusan perkara wajib menyebutkan bahwa perkara
yang bersangkutan telah diupayakan perdamaian melalui mediasi dengan
menyebutkan nama mediator untuk perkara yang bersangkutan.
Pasal 23
Mediator yang telah tersertifikasi dimungkinkan untuk melakukan Mediasi di luar
pengadilan dengan hasil kesepakatannya dapat diajukan ke pengadilan untuk
memperoleh akta perdamaian dengan cara mengajukan gugatan

KEUTAMAAN PANCASILA
Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011
Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
telah menegaskan bahwa :
PANCASILA adalah
SUMBER DARI SEGALA SUMBER HUKUM
TAP MPR NO.: II/MPR/1978 yang digantikan dengan
TAP MPR NO.: XVIII/MPR/1998
telah menegaskan bahwa
PANCASILA adalah DASAR NEGARA
PANCASILA MENGANDUNG NILAI NILAI LESTARI DAN
UNIVERSAL YANG WAJIB DIUTAMAKAN/DIDAHULUKAN
DALAM RANGKA MEMBANGUN SELURUH SENDI
KEHIDUPAN BERMASYARAKAT, BERBANGSA &
BERNEGARA.

KEUTAMAAN BERMUSYAWARAH

PANCASILA adalah
SUMBER DARI SEGALA SUMBER HUKUM
PANCASILA MENGANDUNG NILAI NILAI LESTARI DAN
UNIVERSAL YANG HARUS DIUTAMAKAN/DIDAHULUKAN
UNTUK MENYELESAIKAN DAN MENGAKHIRI KONFLIK.
NILAI NILAI TERSEBUT TERKANDUNG DALAM SILA
KEEMPAT PANCASILA YANG MENGEDEPANKAN :
KEUTAMAAN MUSYAWARAH UNTUK MUFAKAT
BERDASARKAN ASAS KEKELUARGAAN

Nilai-Nilai Universal Pancasila
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat.
Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.
Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk
kepentingan bersama.
Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat
kekeluargaan.
Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan
melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai hati nurani yang
luhur.
Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggung-jawabkan secara
moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan
martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan

Musyawarah untuk mufakat adalah memang cara penyelesaian perselisihan yang paling
sesuai dengan Pancasila.
NAMUN bagaimana bermusyawarah untuk mufakat, yang lebih berdaya guna dan
berhasil guna, sehingga peluang tercapainya kesepakatan bagi para pihak menjadi lebih
besar ?
Teknik dan metode bermusyawarah untuk mufakat, yang lebih berdaya guna dan berhasil
guna, sehingga peluang tercapainya kesepakatan bagi para pihak menjadi lebih besar,
itulah yang dikenal dengan :
“MEDIASI”

Melalui pengembangan dan pemuktahiran teknik-teknik, metode tahapannya yang sangat
sistematis, dan bantuan dari orang yang berkeahlian, terlatih, terdidik untuk menjadi
seorang Mediator, yang bertugas bukan untuk memutus, melainkan diantaranya untuk
mendorong, membantu pihak berselisih/bersengketa/berkonflik menemukan peluangpeluang yang menurut para pihak adalah terbaik bagi kepentingan bersama para pihak.
Mediasi menjadikan musyawarah mufakat lebih efektif dan efisien, juga dapat
mentransformasi hubungan antara para pihak menjadi lebih terbuka.
MEDIASI BAGI BANGSA INDONESIA, SEYOGIANYA MENJADI UPAYA UTAMA YANG
HARUS DIDAHULUKAN DALAM PENYELESAIAN
PERSELISIHAN/SENGKETA/KONFLIK SEBAGAI AKTUALISASI NILAI-NILAI
UNIVERSAL PANCASILA
Maka, Perma No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan, merupakan bagian dari
aktualisasi nilai-nilai universal Pancasila tersebut

Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 tahun 2008 (PerMa 1/2008)
mendefinisikan Mediasi sebagai cara penyelesaian sengketa melalui proses
perundingan untuk memperoleh kesepakatan dengan dibantu oleh Mediator

Mediasi adalah suatu proses negosiasi dipandu dibantu oleh orang yang terpercaya.
Mediator membantu pihak berkonflik untuk berbagi perspektif dan pengalaman
mereka, mengidentifikasi kebutuhan yang mendasar, bertukar pikiran tentang
pilihan kreatif untuk mengatasi kebutuhan, dan kemudian membuat kesepakatan
akhir. (Lisa Schirch : 2004)
Mediasi sebagai intervensi terhadap suatu sengketa atau negosiasi yang dilakukan
oleh pihak ketiga yang dapat diterima, tidak berpihak/netral, yang tidak mempunyai
kewenangan untuk mengambil keputusan dalam membantu para pihak berselisih
dalam upaya mencari kesepakatan sukarela dalam menyelesaikan permasalahan
yang disengketakan (Christopher Moore: 2003)
Mediasi adalah sarana agar membiasakan Bangsa Indonesia berkonflik dengan cara
yang baik dan benar, untuk mencegah meluasnya, bahkan meningkatnya ekskalasi
konflik dalam rangka mewujudkan Perdamaian, Kesejahteraan, dan Menjaga
Keutuhan NKRI. (Rachman, Jusril, Poeloengan : 2012)
Mediasi merupakan sistem penyelesaian secara damai yang selaras dengan jiwa Sila
Keempat dan Nilai Luhur dari Ke-Bhinneka-Tunggal-Ika-an yang tidak berorientasi
mencari-cari perbedaan, tidak berpretensi mencari siapa yang salah atau siapa yang
benar, melainkan berorientasi pada suatu kesamaan terakomodirnya kebutuhan
atau kepentingan para pihak berkonflik. (Putut Eko Bayuseno : 2012)

Undang Undang No. 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial
telah mengamanatkan untuk mengembangkan sistem penyelesaian
perselisihan secara damai. Dalam Pasal 8 Undang-undang tersebut
dinyatakan bahwa:
1.Penyelesaian perselisihan dalam masyarakat dilakukan secara
damai.
2.Penyelesaian secara damai sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengutamakan musyawarah untuk mufakat.
3.Hasil musyawarah mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
mengikat para pihak.
Penyelesaian perselisihan yang secara damai perlu dimaknai, bahwa
para pihak yang berselisih / bersengketa / berkonflik secara sukarela
melaksanakan hasil kesepakatan perdamaian tanpa merasa
dipaksakan.
Perdamaian yang demikian itu adalah lebih lestari dibandingkan
perdamaian yang dipaksakan oleh pihak ketiga yang lebih berperan
layaknya pemutus dan pengadil, untuk memutuskan dan mengadili
apa yang menurutnya berdasarkan hukum adil bagi para pihak
berselisih / bersengketa / berkonflik tersebut.

KESADARAN HUKUM MENINGKAT = AKSES PADA PENGADILAN ≠
AKSES PADA KEADILAN
FAKTA :
Gambar 1: Grafik tentang Data Penyelesaian Konflik Melalui Jalur Pengadilan

Sumber : Cetak Biru Pembaruan Peradilan 2010-2035 Jakarta Mahkamah Agung RI, 2010 Diterbitkan oleh:
Mahkamah Agung RI, dan Laporan Tahunan Mahkamah Agung RI - Tahun 2010-2011

Kesadaran Hukum Meningkat
Namun frekuensi dan eskalasi Konflik Sosial juga tetap tinggi (Putut Eko Bayuseno : 2012)
9

KONFLIK MENINGKAT
Sistem Nasional Pemantauan Kekerasan (SNPK) : Sistem informasi yang menyediakan data dan analisis
tentang konflik dan kekerasan yang terjadi di berbagai wilayah di Indonesia. Proyek SNPK dipimpin oleh
Kemenkokesra, dengan dukungan Bank Dunia dan The Habibie Center.

http://www.snpk-indonesia.com/DataTools/Index?lang=ina&randdo=38141a91-1af9-4f1b-96da-a0cf05354e2c&userid=429853

10

Sistem Nasional Pemantauan Kekerasan (SNPK)
Periode 2010 s.d 2012

http://www.snpk-indonesia.com/DataTools/Index?lang=ina&randdo=38141a91-1af9-4f1b-96da-a0cf05354e2c&userid=429853

11

MEDIASI DI LUAR PENGADILAN

Mediasi di luar pengadilan yang menarik adalah yang dilakukan di Kabupaten Karawang terhadap
beberapa perselisihan / sengketa / konflik. Mediasi ini dilakukan dengan Mediator seorang perwira
polisi, AKP Iman Imannuddin, SIK, SH, MH, yang pada saat itu menjabat sebagai Kasat Reskrim Polres
Karawang. Ia memang telah mengikuti dan tersertifikasi sebagai seorang Mediator yang bersertifikat
dari Pusat Mediasi Nasional (PMN). Dalam melaksanakan tugasnya, tidak semua perkara diselesaikan
dengan penyidikan hingga penuntutan. Sebagai seorang Mediator yang tersertifikasi, telah merubah
pendekatan caranya bekerja sebagai seorang Reserse dengan menjadikan penegakan hukum sebagai
pilihan terakhir (Ultimum Remedium).
Dari seluruh perkara yang diselesaikan melalui cara Mediasi tersebut, telah mencegah terjadinya konflik
komunal ataupun konflik sosial di Kabupaten Karawang, bahkan dapat terselesaikan sebelum dibuatnya
Laporan Polisi karena masalah telah terselesaikan serta mencapai kesepakatan dan berdamai.

===
Mediasi di luar pengadilan atas perkara dalam Laporan Polisi tentang Tindak Pidana ITE berupa
intersepsi (penyadapan) antara PT. Agc vs Bs. Dalam perkara yang terjadi di Kota Bogor tersebut para
pihak berdamai melalui proses Mediasi yang dipimpin oleh Mediator bersertifikat dari PMN. Hasil
Mediasi tersebut dilaporkan kepada penyidik, hingga akhirnya memperoleh Penghentian Penyidikan
(SP3) dari Polres Bogor Kota, dan para pihak dapat islah kembali.
Ada juga perkara perdata sengketa jual beli saham antara Tn CT dengan Tn HB dkk. Walaupun
perkaranya tengah diperiksa oleh Majelis Hakim Mahkamah Agung RI dalam tahapan Kasasi, tetapi
sebagian besar (90 %) diantara para pihak yang bersengketa telah sepakat untuk berdamai melalui
Mediasi di luar pengadilan yang dipimpin oleh Mediator bersertifikat dari PMN, sehingga realisasi jual
beli saham dapat dilakukan sebelum putusnya perkara Kasasi di Mahkamah Agung RI.
Mediasi seharusnya “Forget the Law”, “Forget the Past”, dan “Don’t Look Back in Anger”

KEMANFAATAN MUSYAWARAH/MEDIASI
Putut Eko Bayuseno. 2012. Optimalisasi Musyawarah Sebagai Sarana Pengelolaan Konflik Dapat Meningkatkan Keamanan Di
Daerah Dalam Rangka Memperkuat Ketahanan Nasional. Esai Lemhanas PPSA XVIII. Lemhanas. Jakarta.

Data penyelesaian perkara/konflik khusus perkara yang berhubungan dengan Direktorat Reskrim Umum
pada Wilayah Hukum Polda Jawa Barat (21 Polres, 1 Polrestabes, 1 Dit Reskrim Um) per Semester I tahun
2012 (Januari s/d Juni 2012), Jumlah total perkara/konflik 15.595 kasus.
Data di olah dari sumber Dit Reskrim Um Polda Jawa Barat.
Siap dilakukan penuntutan (P.21) = 4516
perkara (28,96%)

4.93%

8,83%

5.76%
2.87%

28,96%

Belum selesai proses penyidikannya =
7588 perkara/konflik (48,66%)

Penghentian penyidikan (SP 3) = 447
Konflik (2,87%)

48,66%

musyawarah untuk mufakat ataupun
mediasi di kantor polisi setelah ada
Laporan polisi = 898 konflik (Peran
Penyelidik & Penyidik) (5,76%)
musyawarah untuk mufakat ataupun
mediasi di kantor Polisi, sebelum
timbulnya Laporan Polisi = 769 Konflik
(Peran Bhabinkamtibmas & Personil
lainnya) (4,93%)

KEMANFAATAN MUSYAWARAH/MEDIASI
Putut Eko Bayuseno. 2012. Optimalisasi Musyawarah Sebagai Sarana Pengelolaan Konflik Dapat Meningkatkan Keamanan Di
Daerah Dalam Rangka Memperkuat Ketahanan Nasional. Esai Lemhanas PPSA XVIII. Lemhanas. Jakarta.

Perbandingan Biaya Penyelesaian Konflik
Antara Melalui Musyawarah/Mediasi dan Tidak Melalui Musyawarah/Mediasi
Data di olah dari sumber Dit Reskrim Um Polda Jawa Barat.
Rp70,000,000,000

Rp60,000,000,000

Rp62.515.389.000
Rp50,000,000,000

Rp40,000,000,000

Rp30,000,000,000
Series1
Rp20,000,000,000

Rp10,000,000,000

Rp9.132.000.000
Rp0
3044 perkara/konflik diselesaikan melalui mediasi
dikalikan biaya rata rata penyelesaian sebesar Rp.
3.000.000,-

Bila 3044 perkara/konflik tidak diselesaikan melalui
mediasi maka dikalikan Rata Rata biaya Berdasarkan
Skep Kapolri No. Kep/606/XI/2011 tgl 17 Nop 2011
indeks anggaran lidik sidik perkara, sebesar Rp.
20.537.250,-

SOP tentang Pelaksanaan Tugas
Bhabinkamtibmas Oktober 2011
Fungsi Bhabinkamtibmas
• 2 f memediasi dan memfasilitasi upaya
pemecahan masalah yang terjadi di masyarakat;
Peran Bhabinkamtibmas
• 3 c mediator dan fasilitator dalam penyelesaian
permasalahan-permasalahan sosial yang terjadi
di masyarakat Desa/ Kelurahan

HEMAT ? (ilustrasi)
INSTANSI, IF…

IF…, JUMLAH INSTANSI X BIAYA
PENANGANAN PERKARA

TOTAL

POLSEK
1 perkara / 1 bulan

4000 x @ Rp. 500.000
anggaran per perkara

Rp.

2.000.000.000

POLRES
1 perkara / 1 bulan

400 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

400.000.000

POLDA
1 perkara / 1 bulan

25 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

25.000.000

KEJAKSAAN
1 perkara / 1 bulan

300 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

300.000.000

PENGADILAN
1 perkara / 1 bulan

300 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

300.000.000

Penghematan Anggaran
Negara Perbulan

Rp. 3.025.000.000 +
Potential Lost (Social Cost)

Biaya Penyelesaian Sengketa
Indicator
WAKTU (days)
BIAYA (% of
KERUGIAN)

Indonesia
570
122.7

East Asia & Pacific
519
47.8

OECD
518
19.7

Doing Business 2012: Data for Indonesia (WB)
Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD - Organisation for Economic Co-operation and Development)

Hambatan Mediasi
Mediasi vs Paradigma Keadilan yang Legisme
•Pelanggaran adalah Wanprestasi, Onrechmatmatige Daad,
Wederrechttelick.
•Ada aturan yang dilanggar. Cara penyelesaian sesuai dengan aturan
hukum dan hukum acara.
•Keadilan: Adil jika perbuatan sesuai dengan hukum. Adil jika salah
telah dihukum sesuai dengan aturan yang berlaku
Mediasi : Keadilan adalah kepentingan para pihak terpenuhi,
keadaan masing-masing pihak terpulihkan, kepentingan yang lebih
besar tidak terganggu, hubungan menjadi lebih terbuka, tanpa
pembuktian formal, tanpa benar salah, keputusan dibuat dan
disepakati para pihak.
Mediasi : memulihkan hubungan yang rusak = Restorative Justice

Tidak ada yang salah dengan
Konsepsi Hukum yang Legisme tersebut.
Hanya saja masyarakat pada umumnya dan para pengemban profesi hukum
menjadi terorientasikan pada makna keadilan yang legisme pula.
Konsepsi hukum atas makna “pelanggaran” yang legisme, yang terfokus pada
makna keadilan yang legisme pula tersebut, berbeda dengan prespektif dari
keadilan yang memulihkan (Restorative Justice).
VS
Mediasi : Keadilan adalah kepentingan para pihak terpenuhi, keadaan
masing-masing pihak terpulihkan, kepentingan yang lebih besar tidak
terganggu, hubungan menjadi lebih terbuka, tanpa pembuktian formal,
tanpa benar salah, keputusan dibuat dan disepakati para pihak

Yurisprudensi atau Sekedar Preseden ?







Perkara 378 jo 372 KUHP- LP/43/IX/2007/DIR RESKRIM POLDA DIY – Pelapor Cabut
Penyidik & Penuntut tetap Lanjut  Sidang PN Yogyakarta
PUT PN Yogyakarta: No. 317/PID.B/2008 Pencabutan Pengaduan Dikabulkan &
Penuntutan Tidak dapat Diterima
PUT PT Yogyakarta:No. 01/PID/PLW/2009/PT.YK : Persidangan PN Yogyakarta
Batal Demi Hukum
PUT Kasasi MA RI: No. 1600 K/PID/2009 : Pencabutan Pengaduan Dikabulkan &
Penuntutan Tidak dapat Diterima

Mediasi  Damai  Cabut Laporan  Tdk Cukup Bukti ?
Mediasi  Damai  Bukan Peraka Pidana ?
Mediasi  Damai  Demi Hukum  Diskresi  Restorative Justice ? (vide Pasal 18
UU No. 2 Tahun 2002 jo Pasal 30 ayat 4 UUD 1945)  Ultimum Remedium

Konsepsi Humanis Restorative Justice
Prespektif Restorative Justice :
1.

Bahwa Pelanggaran adalah suatu perbuatan yang mungkin keliru
dilakukan oleh pihak
tertentu sehingga membuat hubungan
(relationship) diantara pihak tertentu tersebut dengan para pihak lainya
yang terkait menjadi rusak.

2.

Bahwa hubungan yang menjadi rusak tersebut, harus diperbaiki,
dipulihkan, disembuhkan dengan sebisa mungkin menempatkan hal
yang benar (to put things right as possible)

3.

Bahwa perlu dilakukan upaya yang mendorong seluruh pihak terkait
untuk mengerti/memahami akibat/konsekuensi dari suatu pelanggaran.
Selanjutnya berupaya memastikan bahwa seluruh pihak terkait berniat
dan merealisasikan tindakan sebanyak mungkin menempatkan hal yang
benar, dalam rangka merajut kembali atau memperbaiki hubungan yang
telah rusak.
23

Prespektif Legisme.
•Pelanggaran UU
•Siapa yang Salah atau Benar
•Pembuktian menjadi utama
•Menyalahkan perilaku di masa lalu
•Nememis “pembalasan” /hukuman
•Keadilan sesuai undang undang
•Ketidakpuasan






Prespektif Restorative Justice
Pelanggaran / Perusakan (Harms) Relationship
Merubah perilaku di masa yang akan datang
Mengobati, memulihkan, memperbaiki relationship
Semua pihak terkait bertanggungjawab
Kebersamaan mengidentifikasi dan memetakan kerugiankerugian, kebutuhan dan tindakan yang perlu dilakukan untuk
memulihkan relationship
24

Anggapan Keliru !
Restorative Justice seringkali dianggap semata sebagai suatu
bentuk pemaafan atau pengampunan!
Bahwa benar dengan pemaafan (ataupun pengampunan) maka
suatu hubungan yang rusak akan menjadi pulih, namun dalam
Restorative Justice tidak selalu harus ada unsur pemaafan.
Restorative Justice tidak hanya terfokus pada korban, akan
tetapi concern pula terhadap pihak pelanggar dan pihak lain
yang terdampak. Menjadi lebih utama adalah sebisa mungkin
menempatkan hal yang benar, agar kondisi/keadaan/suatu
relationship pada masa yang akan datang menjadi lebih baik.

Anggapan Keliru !
Restorative Justice dianggap berbeda arah dengan Criminal
Justice System dan Civil Justice System bahkan ada anggapan
keberadaannya menjadi tumpang tindih dengan Justice System
yang telah ada.
Bahwa Restorative Justice adalah konsepsi atas makna keadilan.
Dengan Restorative Justice kita berupaya mereorientasi kembali
bagaimana kita perlu memahami makna keadilan yang lebih
dalam.

Apakah suatu kondisi dimana seseorang yang terbukti melakukan perbuatan
melawan hukum (pelaku) dan telah dijatuhi sanksi dapat diartikan bahwa
keadilan telah ditegakkan? Dalam konsepsi CJS, kondisi demikian dapat
dikatakan telah memenuhi rasa keadilan. Hukuman yang setimpal adalah
suatu keadilan
Bagaimana dengan keberlangsungan kehidupan istrinya dan anak dari
pelaku?
Bagaimana dengan keluarga korban yang sering kali tidak dapat menerima
putusan dari Majelis Hakim yang dianggap tidak cukup memuaskan ?
Bagaimana dengan keberlangsungan kehidupan 1000 karyawan yang
perusahaan tempatnya bekerja, dinyatakan pailit oleh putusan pengadilan
atas adanya gugatan pailit pihak kreditur? Siapa yang harus bertanggung
jawab atas keberlangsungan kehidupan karyawan tersebut? Bukankah
pemerintah juga bertanggung jawab untuk menciptakan lapangan kerja?
CJS atau penegakan hukum adalah perlu, namun menjadi lebih baik bila
bersamaan dengan itu dilakukan pula upaya “to put things right as possible”,
sebagaimana prespektif dari Restorative Justice.

To put things right as possible
(memulihkan kembali kepada kondisi yang benar/tepat)
Prespektif Restorative Justice, Pelanggaran itu menggambarkan adanya
hubungan (relationship) yang rusak.
Adanya hubungan yang rusak potensial menjadi sebab dan berdampak pada
Pelanggaran. Sebaliknya Pelanggaran juga mengakibatkan hubungan menjadi
rusak.
“The Harm of one is the harm of all”.
Perbuatan “harms” seperti membahayakan; merugikan; merusak; menyakiti;
melukai; mengganggu; mencelakakan; menjahati, dll adalah tindakan keliru
yang perlu diperbaiki dan ditempatkan kembali menjadi benar.
Menjadi kewajiban bagi semua pihak terkait yang berkepentingan yaitu
pelaku, korban, komunitas (masyarakat sekitar, pemerintah daerah, para
pengemban profesi hukum dll) untuk sebisa mungkin menempatkan hal yang
benar.

Restorative Justice
Peduli :
PELAKU, KORBAN, KOMUNITAS
HARMS, NEEDS, OBLIGATIONS

sebisa mungkin menempatkan hal yang benar dan tepat
dalam rangka memulihkan

Restorative Justice tidak dimaksudkan menggatikan CJS.
Restorative Justice dan CJS seyogyanya dipandang dan
dipahami secara lebih utuh sebagai konsepsi atas makna
keadilan dalam rangka melaksanakan Pembangunan
Perdamaian (Peacebuilding)

Peta Pembangunan Perdamaian
Meningkatkan
Kapasitas
1. Kerma Pendidikan Perdamaian
2. Kerma Penelitian dan Evaluasi
3. Kerma Pembangunan dalam
segala bidang

Mengobarkan
Anti Kekerasan
1. Membangkitkan Kesadaran dan
Kepedulian Stake Holder NKRI
2. Meningkatkan Rasa/Sikap/Perilaku
Saling Ketergantungan
(membangun kebersamaan)

Meredam Kekerasan
1. Preventing Victimization; restraining
offenders; Create a space for cooling
down; Cease-Fire Agreements;
Peacekeeping; Humanitarian Assistance
2. Early Warning dan Response Program
3. Legal & Judicial Systems
Criminal Justice System (CJS)
(to maintain order, not revenge)

Transformasi Hubungan
1.
2.
3.
4.
5.

Governance & Policymaking
Trauma Healing & Recovery Programs
Ritual & Symbolic Transformation
Restorative Justice
Conflict Transformation :
- Dialogue;
- Negotiation;
- Mediation.

Adaptasi : The Cycle of Peacebuilding, Strategic Peacebuilding, Lisa Schirch oleh Rachman, Jusril, Poeloengan (2012)

Terima Kasih
Mediasi di luar pengadilan di Indonesia, seharusnya dapat berkembang dengan pesat dengan
masih berlakunya Pancasila sebagai Dasar Negara dan Faslafah Bangsa Indonesia.
Musyawarah untuk mufakat, Kekeluargaan dan Gotong Royong adalah diantara nilai-nilai Pancasila
yang universal akan bermetamorfosis hingga terwujud, tercermin dan selaras dengan semangat
dalam Mediasi itu sendiri.
Berkembangnya Restorative Justice yang dapat mereorientasikan kembali makna Keadilan, yang
ternyata sejalan dengan nilai-nilai universal dari Pancasila, seharusnya dapat menjadi stimulan
dalam mempercepat perkembangan Mediasi di Indonesia.
Masa depan, diperlukan upaya bersama seluruh stake holder, khususnya pembuat kebijakan
dengan mengingat “law as a social tool engineering”, untuk segera berperan aktif, menaruh
perhatian dan turut serta melakukan perancangan UU tentang Mediasi.
UU tentang Mediasi sekaligus guna menselaraskan dan mengharmonisasikan ketentutanketentuan Mediasi yang masih tersebar dalam peraturan perundang-undangan lainnya, sehingga
tercapai kesamaan makna, hakikat dan pengimplementasian Mediasi sebagai Revitalisasi dan
Aktualisasi Pancasila, yang pada akhirnya berperan penting dalam terciptanya Kondisi Damai dan
Sejehtera bagi Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

SEGITIGA MEDIASI,
SUMBER PUSAT MEDIASI
NASIONAL (PMN) 2012

Pusat Mediasi Nasional.
2012. Mediation Triangles
and Mediation Skills.
Pelatihan Mediasi 40 jam
Angkatan 42, 10-14
September 2012, Jakarta.
Segitiga Mediasi ini
diadaptasi dari Boule,
Laurance., & Hwee, The
Hwee. 2000. Mediation:
Principles Process
Practice (Singapore
Edition). Butterworths
Asia & Singapore
Mediation Centre. Hal 99114.

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.1/2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
Pasal 147

Penyelesaian sengketa di bidang perumahan terlebih dahulu diupayakan berdasarkan musyawarah
untuk mufakat.

Pasal 148
(1) Dalam hal penyelesaian sengketa melalui musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, pihak yang
dirugikan dapat menggugat melalui pengadilan yang berada di lingkungan pengadilan umum atau
di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa melalui alternatif
penyelesaian sengketa.
(2) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
melalui arbitrase, konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan/atau penilaian ahli sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. UU yang mana?
(3) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
menghilangkan tanggung jawab pidana.

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.32/2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Dalam penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan dapat digunakan jasa
mediator dan/atau arbiter untuk membantu menyelesaikan sengketa lingkungan hidup, (Pasal
85 ayat 3) Mediasi tidak wajib dan tidak ada penjelasan lebih detil ttg mediasi.



UU No.14/2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik
Komisi Informasi adalah lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan Undang-Undang ini dan
peraturan pelaksanaannya, menetapkan petunjuk teknis standar layanan informasi publik dan
menyelesaikan sengketa informasi publik melalui mediasi dan/atau ajudikasi nonlitigasi
(Pasal 1 ayat 4) Mediator dan Pemutus sengketa
Pasal 40 (1) Penyelesaian sengketa melalui Mediasi merupakan pilihan para pihak dan bersifat
sukarela. Namun, Pasal 42, Penyelesaian Sengketa Informasi Publik melalui Ajudikasi
nonlitigasi oleh Komisi Informasi hanya dapat ditempuh apabila upaya Mediasi dinyatakan
tidak berhasil secara tertulis oleh salah satu atau para pihak yang bersengketa, atau salah satu
atau para pihak yang bersengketa menarik diri dari perundingan. Wajibkah atau pilihankah

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.39/1999 Tentang Hak Asasi Manusia
Komisi Nasional Hak Asasi yang selanjutnya disebut Komnas HAM adalah lembaga mandiri yang
berkedudukan setingkat dalam negara lainya yang berfungsi melaksanakan pengkajian,
penelitian, penyaluran, pemantauan, dan mediasi hak asasi manusia, Pasal 1 ayat 7 jo. Pasal
76. Definisi mediasi tidak dijelaskan
Pasal 89 ayat 4, Untuk melaksanakan fungsi Komnas HAM dalam mediasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 76, Komnas HAM bertugas dan berwenang melakukan: a. perdamaian
kedua belah pihak; b. penyelesaian perkara melaui cara konsultasi, negosiasi, mediasi,
konsiliasi, dan penilaian ahli; c. pemberian saran kepada para pihak untuk menyelesaikan
sengketa melalui pengadilan; d. penyampaian rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak
asasi manusia kepada Pemerintah untuk ditindaklanjuti penyelesaiannya; dan e. penyampaian
rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak asasi manusia kepada Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia untuk ditindaklanjuti. Fungsi Mediasi, namun di dalamnya termasuk
konsultasi, negosiasi, dll. Menyarankan para pihak untuk menyelesaikan sengketa melalui
pengadilan adalah TABU bagi mediator.

UU No. 30 Tahun 1999 Tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
 Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar
peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat
secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. (Pasal 1 ayat 1 UU
30/1999)
 Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa
atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni
penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi,
mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. (Pasal 1 ayat 10 UU 30/1999)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009
TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN

Upaya penyelesaian sengketa perdata dapat dilakukan di luar pengadilan
negara melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa. (Pasal 58
UU No.48/2009)


Arbitrase merupakan cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar
pengadilan yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara
tertulis oleh para pihak yang bersengketa. (Pasal 59 ayat 1 UU No.48/2009)



Alternatif Penyelesaian Sengketa merupakan lembaga penyelesaian
sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak,
yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi,
mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. (Pasal 60 ayat 1 UU No.48/2009)
©PMN 2013

37

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen jo
KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN
REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 350/MPP/Kep/12/2001 TENTANG
PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG BADAN PENYELESAIAN
SENGKETA KONSUMEN
Persidangan Dengan Cara Mediasi

Pasal 30
Majelis dalam menyelesaikan sengketa konsumen dengan cara Mediasi, mempunyai tugas :
a. memanggil konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
b. memanggil saksi dan saksi ahli bila diperlukan;
c. menyediakan forum bagi konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
d. secara aktif mendamaikan konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
e. secara aktif memberikan saran atau anjuran penyelesaian sengketa konsumen sesuai dengan
peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan konsumen.
Pasal 31
Tata cara penyelesaian sengketa konsumen dengan cara Mediasi adalah :
a. Majelis menyerahkan sepenuhnya proses penyelesaian sengketa kepada konsumen dan pelaku usaha
yang bersangkutan, baik mengenai bentuk maupun jumlah ganti rugi;
b. Majelis bertindak aktif sebagai Mediator dengan memberikan nasehat, petunjuk, saran dan upayaupaya lain dalam menyelesaikan sengketa;
c. Majelis menerima hasil musyawarah konsumen dan pelaku usaha dan mengeluarkan ketentuan.


Slide 6

PERKEMBANGAN MEDIASI
DI LUAR PENGADILAN
DI INDONESIA
Andrea Hynan Poeloengan, SH (Unibraw), M.Hum (Unpar), MTCP (Uni of Wollongong)
Workshop Internasional
Perkembangan Mediasi di Indonesia, Jepang dan Australia
Masa Kini Menuju Masa Depan
Rabu, 21 Agustus 2013
Pengadilan Negeri Kelas 1B Cibinong
Kabupaten Bogor

Perma No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan
Pasal 2
Ruang lingkup dan Kekuatan Berlaku Perma
1. Peraturan Mahkamah Agung ini hanya berlaku untuk mediasi yang terkait dengan
proses berperkara di Pengadilan.
2. Setiap hakim, mediator dan para pihak wajib mengikuti prosedur penyelesaian
sengketa melalui mediasi yang diatur dalam Peraturan ini.
3. Tidak menempuh prosedur mediasi berdasarkan Peraturan ini merupakan
pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 130 HIR dan atau Pasal 154 Rbg yang
mengakibatkan putusan batal demi hukum.
4. Hakim dalam pertimbangan putusan perkara wajib menyebutkan bahwa perkara
yang bersangkutan telah diupayakan perdamaian melalui mediasi dengan
menyebutkan nama mediator untuk perkara yang bersangkutan.
Pasal 23
Mediator yang telah tersertifikasi dimungkinkan untuk melakukan Mediasi di luar
pengadilan dengan hasil kesepakatannya dapat diajukan ke pengadilan untuk
memperoleh akta perdamaian dengan cara mengajukan gugatan

KEUTAMAAN PANCASILA
Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011
Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
telah menegaskan bahwa :
PANCASILA adalah
SUMBER DARI SEGALA SUMBER HUKUM
TAP MPR NO.: II/MPR/1978 yang digantikan dengan
TAP MPR NO.: XVIII/MPR/1998
telah menegaskan bahwa
PANCASILA adalah DASAR NEGARA
PANCASILA MENGANDUNG NILAI NILAI LESTARI DAN
UNIVERSAL YANG WAJIB DIUTAMAKAN/DIDAHULUKAN
DALAM RANGKA MEMBANGUN SELURUH SENDI
KEHIDUPAN BERMASYARAKAT, BERBANGSA &
BERNEGARA.

KEUTAMAAN BERMUSYAWARAH

PANCASILA adalah
SUMBER DARI SEGALA SUMBER HUKUM
PANCASILA MENGANDUNG NILAI NILAI LESTARI DAN
UNIVERSAL YANG HARUS DIUTAMAKAN/DIDAHULUKAN
UNTUK MENYELESAIKAN DAN MENGAKHIRI KONFLIK.
NILAI NILAI TERSEBUT TERKANDUNG DALAM SILA
KEEMPAT PANCASILA YANG MENGEDEPANKAN :
KEUTAMAAN MUSYAWARAH UNTUK MUFAKAT
BERDASARKAN ASAS KEKELUARGAAN

Nilai-Nilai Universal Pancasila
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat.
Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.
Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk
kepentingan bersama.
Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat
kekeluargaan.
Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan
melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai hati nurani yang
luhur.
Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggung-jawabkan secara
moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan
martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan

Musyawarah untuk mufakat adalah memang cara penyelesaian perselisihan yang paling
sesuai dengan Pancasila.
NAMUN bagaimana bermusyawarah untuk mufakat, yang lebih berdaya guna dan
berhasil guna, sehingga peluang tercapainya kesepakatan bagi para pihak menjadi lebih
besar ?
Teknik dan metode bermusyawarah untuk mufakat, yang lebih berdaya guna dan berhasil
guna, sehingga peluang tercapainya kesepakatan bagi para pihak menjadi lebih besar,
itulah yang dikenal dengan :
“MEDIASI”

Melalui pengembangan dan pemuktahiran teknik-teknik, metode tahapannya yang sangat
sistematis, dan bantuan dari orang yang berkeahlian, terlatih, terdidik untuk menjadi
seorang Mediator, yang bertugas bukan untuk memutus, melainkan diantaranya untuk
mendorong, membantu pihak berselisih/bersengketa/berkonflik menemukan peluangpeluang yang menurut para pihak adalah terbaik bagi kepentingan bersama para pihak.
Mediasi menjadikan musyawarah mufakat lebih efektif dan efisien, juga dapat
mentransformasi hubungan antara para pihak menjadi lebih terbuka.
MEDIASI BAGI BANGSA INDONESIA, SEYOGIANYA MENJADI UPAYA UTAMA YANG
HARUS DIDAHULUKAN DALAM PENYELESAIAN
PERSELISIHAN/SENGKETA/KONFLIK SEBAGAI AKTUALISASI NILAI-NILAI
UNIVERSAL PANCASILA
Maka, Perma No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan, merupakan bagian dari
aktualisasi nilai-nilai universal Pancasila tersebut

Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 tahun 2008 (PerMa 1/2008)
mendefinisikan Mediasi sebagai cara penyelesaian sengketa melalui proses
perundingan untuk memperoleh kesepakatan dengan dibantu oleh Mediator

Mediasi adalah suatu proses negosiasi dipandu dibantu oleh orang yang terpercaya.
Mediator membantu pihak berkonflik untuk berbagi perspektif dan pengalaman
mereka, mengidentifikasi kebutuhan yang mendasar, bertukar pikiran tentang
pilihan kreatif untuk mengatasi kebutuhan, dan kemudian membuat kesepakatan
akhir. (Lisa Schirch : 2004)
Mediasi sebagai intervensi terhadap suatu sengketa atau negosiasi yang dilakukan
oleh pihak ketiga yang dapat diterima, tidak berpihak/netral, yang tidak mempunyai
kewenangan untuk mengambil keputusan dalam membantu para pihak berselisih
dalam upaya mencari kesepakatan sukarela dalam menyelesaikan permasalahan
yang disengketakan (Christopher Moore: 2003)
Mediasi adalah sarana agar membiasakan Bangsa Indonesia berkonflik dengan cara
yang baik dan benar, untuk mencegah meluasnya, bahkan meningkatnya ekskalasi
konflik dalam rangka mewujudkan Perdamaian, Kesejahteraan, dan Menjaga
Keutuhan NKRI. (Rachman, Jusril, Poeloengan : 2012)
Mediasi merupakan sistem penyelesaian secara damai yang selaras dengan jiwa Sila
Keempat dan Nilai Luhur dari Ke-Bhinneka-Tunggal-Ika-an yang tidak berorientasi
mencari-cari perbedaan, tidak berpretensi mencari siapa yang salah atau siapa yang
benar, melainkan berorientasi pada suatu kesamaan terakomodirnya kebutuhan
atau kepentingan para pihak berkonflik. (Putut Eko Bayuseno : 2012)

Undang Undang No. 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial
telah mengamanatkan untuk mengembangkan sistem penyelesaian
perselisihan secara damai. Dalam Pasal 8 Undang-undang tersebut
dinyatakan bahwa:
1.Penyelesaian perselisihan dalam masyarakat dilakukan secara
damai.
2.Penyelesaian secara damai sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengutamakan musyawarah untuk mufakat.
3.Hasil musyawarah mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
mengikat para pihak.
Penyelesaian perselisihan yang secara damai perlu dimaknai, bahwa
para pihak yang berselisih / bersengketa / berkonflik secara sukarela
melaksanakan hasil kesepakatan perdamaian tanpa merasa
dipaksakan.
Perdamaian yang demikian itu adalah lebih lestari dibandingkan
perdamaian yang dipaksakan oleh pihak ketiga yang lebih berperan
layaknya pemutus dan pengadil, untuk memutuskan dan mengadili
apa yang menurutnya berdasarkan hukum adil bagi para pihak
berselisih / bersengketa / berkonflik tersebut.

KESADARAN HUKUM MENINGKAT = AKSES PADA PENGADILAN ≠
AKSES PADA KEADILAN
FAKTA :
Gambar 1: Grafik tentang Data Penyelesaian Konflik Melalui Jalur Pengadilan

Sumber : Cetak Biru Pembaruan Peradilan 2010-2035 Jakarta Mahkamah Agung RI, 2010 Diterbitkan oleh:
Mahkamah Agung RI, dan Laporan Tahunan Mahkamah Agung RI - Tahun 2010-2011

Kesadaran Hukum Meningkat
Namun frekuensi dan eskalasi Konflik Sosial juga tetap tinggi (Putut Eko Bayuseno : 2012)
9

KONFLIK MENINGKAT
Sistem Nasional Pemantauan Kekerasan (SNPK) : Sistem informasi yang menyediakan data dan analisis
tentang konflik dan kekerasan yang terjadi di berbagai wilayah di Indonesia. Proyek SNPK dipimpin oleh
Kemenkokesra, dengan dukungan Bank Dunia dan The Habibie Center.

http://www.snpk-indonesia.com/DataTools/Index?lang=ina&randdo=38141a91-1af9-4f1b-96da-a0cf05354e2c&userid=429853

10

Sistem Nasional Pemantauan Kekerasan (SNPK)
Periode 2010 s.d 2012

http://www.snpk-indonesia.com/DataTools/Index?lang=ina&randdo=38141a91-1af9-4f1b-96da-a0cf05354e2c&userid=429853

11

MEDIASI DI LUAR PENGADILAN

Mediasi di luar pengadilan yang menarik adalah yang dilakukan di Kabupaten Karawang terhadap
beberapa perselisihan / sengketa / konflik. Mediasi ini dilakukan dengan Mediator seorang perwira
polisi, AKP Iman Imannuddin, SIK, SH, MH, yang pada saat itu menjabat sebagai Kasat Reskrim Polres
Karawang. Ia memang telah mengikuti dan tersertifikasi sebagai seorang Mediator yang bersertifikat
dari Pusat Mediasi Nasional (PMN). Dalam melaksanakan tugasnya, tidak semua perkara diselesaikan
dengan penyidikan hingga penuntutan. Sebagai seorang Mediator yang tersertifikasi, telah merubah
pendekatan caranya bekerja sebagai seorang Reserse dengan menjadikan penegakan hukum sebagai
pilihan terakhir (Ultimum Remedium).
Dari seluruh perkara yang diselesaikan melalui cara Mediasi tersebut, telah mencegah terjadinya konflik
komunal ataupun konflik sosial di Kabupaten Karawang, bahkan dapat terselesaikan sebelum dibuatnya
Laporan Polisi karena masalah telah terselesaikan serta mencapai kesepakatan dan berdamai.

===
Mediasi di luar pengadilan atas perkara dalam Laporan Polisi tentang Tindak Pidana ITE berupa
intersepsi (penyadapan) antara PT. Agc vs Bs. Dalam perkara yang terjadi di Kota Bogor tersebut para
pihak berdamai melalui proses Mediasi yang dipimpin oleh Mediator bersertifikat dari PMN. Hasil
Mediasi tersebut dilaporkan kepada penyidik, hingga akhirnya memperoleh Penghentian Penyidikan
(SP3) dari Polres Bogor Kota, dan para pihak dapat islah kembali.
Ada juga perkara perdata sengketa jual beli saham antara Tn CT dengan Tn HB dkk. Walaupun
perkaranya tengah diperiksa oleh Majelis Hakim Mahkamah Agung RI dalam tahapan Kasasi, tetapi
sebagian besar (90 %) diantara para pihak yang bersengketa telah sepakat untuk berdamai melalui
Mediasi di luar pengadilan yang dipimpin oleh Mediator bersertifikat dari PMN, sehingga realisasi jual
beli saham dapat dilakukan sebelum putusnya perkara Kasasi di Mahkamah Agung RI.
Mediasi seharusnya “Forget the Law”, “Forget the Past”, dan “Don’t Look Back in Anger”

KEMANFAATAN MUSYAWARAH/MEDIASI
Putut Eko Bayuseno. 2012. Optimalisasi Musyawarah Sebagai Sarana Pengelolaan Konflik Dapat Meningkatkan Keamanan Di
Daerah Dalam Rangka Memperkuat Ketahanan Nasional. Esai Lemhanas PPSA XVIII. Lemhanas. Jakarta.

Data penyelesaian perkara/konflik khusus perkara yang berhubungan dengan Direktorat Reskrim Umum
pada Wilayah Hukum Polda Jawa Barat (21 Polres, 1 Polrestabes, 1 Dit Reskrim Um) per Semester I tahun
2012 (Januari s/d Juni 2012), Jumlah total perkara/konflik 15.595 kasus.
Data di olah dari sumber Dit Reskrim Um Polda Jawa Barat.
Siap dilakukan penuntutan (P.21) = 4516
perkara (28,96%)

4.93%

8,83%

5.76%
2.87%

28,96%

Belum selesai proses penyidikannya =
7588 perkara/konflik (48,66%)

Penghentian penyidikan (SP 3) = 447
Konflik (2,87%)

48,66%

musyawarah untuk mufakat ataupun
mediasi di kantor polisi setelah ada
Laporan polisi = 898 konflik (Peran
Penyelidik & Penyidik) (5,76%)
musyawarah untuk mufakat ataupun
mediasi di kantor Polisi, sebelum
timbulnya Laporan Polisi = 769 Konflik
(Peran Bhabinkamtibmas & Personil
lainnya) (4,93%)

KEMANFAATAN MUSYAWARAH/MEDIASI
Putut Eko Bayuseno. 2012. Optimalisasi Musyawarah Sebagai Sarana Pengelolaan Konflik Dapat Meningkatkan Keamanan Di
Daerah Dalam Rangka Memperkuat Ketahanan Nasional. Esai Lemhanas PPSA XVIII. Lemhanas. Jakarta.

Perbandingan Biaya Penyelesaian Konflik
Antara Melalui Musyawarah/Mediasi dan Tidak Melalui Musyawarah/Mediasi
Data di olah dari sumber Dit Reskrim Um Polda Jawa Barat.
Rp70,000,000,000

Rp60,000,000,000

Rp62.515.389.000
Rp50,000,000,000

Rp40,000,000,000

Rp30,000,000,000
Series1
Rp20,000,000,000

Rp10,000,000,000

Rp9.132.000.000
Rp0
3044 perkara/konflik diselesaikan melalui mediasi
dikalikan biaya rata rata penyelesaian sebesar Rp.
3.000.000,-

Bila 3044 perkara/konflik tidak diselesaikan melalui
mediasi maka dikalikan Rata Rata biaya Berdasarkan
Skep Kapolri No. Kep/606/XI/2011 tgl 17 Nop 2011
indeks anggaran lidik sidik perkara, sebesar Rp.
20.537.250,-

SOP tentang Pelaksanaan Tugas
Bhabinkamtibmas Oktober 2011
Fungsi Bhabinkamtibmas
• 2 f memediasi dan memfasilitasi upaya
pemecahan masalah yang terjadi di masyarakat;
Peran Bhabinkamtibmas
• 3 c mediator dan fasilitator dalam penyelesaian
permasalahan-permasalahan sosial yang terjadi
di masyarakat Desa/ Kelurahan

HEMAT ? (ilustrasi)
INSTANSI, IF…

IF…, JUMLAH INSTANSI X BIAYA
PENANGANAN PERKARA

TOTAL

POLSEK
1 perkara / 1 bulan

4000 x @ Rp. 500.000
anggaran per perkara

Rp.

2.000.000.000

POLRES
1 perkara / 1 bulan

400 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

400.000.000

POLDA
1 perkara / 1 bulan

25 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

25.000.000

KEJAKSAAN
1 perkara / 1 bulan

300 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

300.000.000

PENGADILAN
1 perkara / 1 bulan

300 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

300.000.000

Penghematan Anggaran
Negara Perbulan

Rp. 3.025.000.000 +
Potential Lost (Social Cost)

Biaya Penyelesaian Sengketa
Indicator
WAKTU (days)
BIAYA (% of
KERUGIAN)

Indonesia
570
122.7

East Asia & Pacific
519
47.8

OECD
518
19.7

Doing Business 2012: Data for Indonesia (WB)
Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD - Organisation for Economic Co-operation and Development)

Hambatan Mediasi
Mediasi vs Paradigma Keadilan yang Legisme
•Pelanggaran adalah Wanprestasi, Onrechmatmatige Daad,
Wederrechttelick.
•Ada aturan yang dilanggar. Cara penyelesaian sesuai dengan aturan
hukum dan hukum acara.
•Keadilan: Adil jika perbuatan sesuai dengan hukum. Adil jika salah
telah dihukum sesuai dengan aturan yang berlaku
Mediasi : Keadilan adalah kepentingan para pihak terpenuhi,
keadaan masing-masing pihak terpulihkan, kepentingan yang lebih
besar tidak terganggu, hubungan menjadi lebih terbuka, tanpa
pembuktian formal, tanpa benar salah, keputusan dibuat dan
disepakati para pihak.
Mediasi : memulihkan hubungan yang rusak = Restorative Justice

Tidak ada yang salah dengan
Konsepsi Hukum yang Legisme tersebut.
Hanya saja masyarakat pada umumnya dan para pengemban profesi hukum
menjadi terorientasikan pada makna keadilan yang legisme pula.
Konsepsi hukum atas makna “pelanggaran” yang legisme, yang terfokus pada
makna keadilan yang legisme pula tersebut, berbeda dengan prespektif dari
keadilan yang memulihkan (Restorative Justice).
VS
Mediasi : Keadilan adalah kepentingan para pihak terpenuhi, keadaan
masing-masing pihak terpulihkan, kepentingan yang lebih besar tidak
terganggu, hubungan menjadi lebih terbuka, tanpa pembuktian formal,
tanpa benar salah, keputusan dibuat dan disepakati para pihak

Yurisprudensi atau Sekedar Preseden ?







Perkara 378 jo 372 KUHP- LP/43/IX/2007/DIR RESKRIM POLDA DIY – Pelapor Cabut
Penyidik & Penuntut tetap Lanjut  Sidang PN Yogyakarta
PUT PN Yogyakarta: No. 317/PID.B/2008 Pencabutan Pengaduan Dikabulkan &
Penuntutan Tidak dapat Diterima
PUT PT Yogyakarta:No. 01/PID/PLW/2009/PT.YK : Persidangan PN Yogyakarta
Batal Demi Hukum
PUT Kasasi MA RI: No. 1600 K/PID/2009 : Pencabutan Pengaduan Dikabulkan &
Penuntutan Tidak dapat Diterima

Mediasi  Damai  Cabut Laporan  Tdk Cukup Bukti ?
Mediasi  Damai  Bukan Peraka Pidana ?
Mediasi  Damai  Demi Hukum  Diskresi  Restorative Justice ? (vide Pasal 18
UU No. 2 Tahun 2002 jo Pasal 30 ayat 4 UUD 1945)  Ultimum Remedium

Konsepsi Humanis Restorative Justice
Prespektif Restorative Justice :
1.

Bahwa Pelanggaran adalah suatu perbuatan yang mungkin keliru
dilakukan oleh pihak
tertentu sehingga membuat hubungan
(relationship) diantara pihak tertentu tersebut dengan para pihak lainya
yang terkait menjadi rusak.

2.

Bahwa hubungan yang menjadi rusak tersebut, harus diperbaiki,
dipulihkan, disembuhkan dengan sebisa mungkin menempatkan hal
yang benar (to put things right as possible)

3.

Bahwa perlu dilakukan upaya yang mendorong seluruh pihak terkait
untuk mengerti/memahami akibat/konsekuensi dari suatu pelanggaran.
Selanjutnya berupaya memastikan bahwa seluruh pihak terkait berniat
dan merealisasikan tindakan sebanyak mungkin menempatkan hal yang
benar, dalam rangka merajut kembali atau memperbaiki hubungan yang
telah rusak.
23

Prespektif Legisme.
•Pelanggaran UU
•Siapa yang Salah atau Benar
•Pembuktian menjadi utama
•Menyalahkan perilaku di masa lalu
•Nememis “pembalasan” /hukuman
•Keadilan sesuai undang undang
•Ketidakpuasan






Prespektif Restorative Justice
Pelanggaran / Perusakan (Harms) Relationship
Merubah perilaku di masa yang akan datang
Mengobati, memulihkan, memperbaiki relationship
Semua pihak terkait bertanggungjawab
Kebersamaan mengidentifikasi dan memetakan kerugiankerugian, kebutuhan dan tindakan yang perlu dilakukan untuk
memulihkan relationship
24

Anggapan Keliru !
Restorative Justice seringkali dianggap semata sebagai suatu
bentuk pemaafan atau pengampunan!
Bahwa benar dengan pemaafan (ataupun pengampunan) maka
suatu hubungan yang rusak akan menjadi pulih, namun dalam
Restorative Justice tidak selalu harus ada unsur pemaafan.
Restorative Justice tidak hanya terfokus pada korban, akan
tetapi concern pula terhadap pihak pelanggar dan pihak lain
yang terdampak. Menjadi lebih utama adalah sebisa mungkin
menempatkan hal yang benar, agar kondisi/keadaan/suatu
relationship pada masa yang akan datang menjadi lebih baik.

Anggapan Keliru !
Restorative Justice dianggap berbeda arah dengan Criminal
Justice System dan Civil Justice System bahkan ada anggapan
keberadaannya menjadi tumpang tindih dengan Justice System
yang telah ada.
Bahwa Restorative Justice adalah konsepsi atas makna keadilan.
Dengan Restorative Justice kita berupaya mereorientasi kembali
bagaimana kita perlu memahami makna keadilan yang lebih
dalam.

Apakah suatu kondisi dimana seseorang yang terbukti melakukan perbuatan
melawan hukum (pelaku) dan telah dijatuhi sanksi dapat diartikan bahwa
keadilan telah ditegakkan? Dalam konsepsi CJS, kondisi demikian dapat
dikatakan telah memenuhi rasa keadilan. Hukuman yang setimpal adalah
suatu keadilan
Bagaimana dengan keberlangsungan kehidupan istrinya dan anak dari
pelaku?
Bagaimana dengan keluarga korban yang sering kali tidak dapat menerima
putusan dari Majelis Hakim yang dianggap tidak cukup memuaskan ?
Bagaimana dengan keberlangsungan kehidupan 1000 karyawan yang
perusahaan tempatnya bekerja, dinyatakan pailit oleh putusan pengadilan
atas adanya gugatan pailit pihak kreditur? Siapa yang harus bertanggung
jawab atas keberlangsungan kehidupan karyawan tersebut? Bukankah
pemerintah juga bertanggung jawab untuk menciptakan lapangan kerja?
CJS atau penegakan hukum adalah perlu, namun menjadi lebih baik bila
bersamaan dengan itu dilakukan pula upaya “to put things right as possible”,
sebagaimana prespektif dari Restorative Justice.

To put things right as possible
(memulihkan kembali kepada kondisi yang benar/tepat)
Prespektif Restorative Justice, Pelanggaran itu menggambarkan adanya
hubungan (relationship) yang rusak.
Adanya hubungan yang rusak potensial menjadi sebab dan berdampak pada
Pelanggaran. Sebaliknya Pelanggaran juga mengakibatkan hubungan menjadi
rusak.
“The Harm of one is the harm of all”.
Perbuatan “harms” seperti membahayakan; merugikan; merusak; menyakiti;
melukai; mengganggu; mencelakakan; menjahati, dll adalah tindakan keliru
yang perlu diperbaiki dan ditempatkan kembali menjadi benar.
Menjadi kewajiban bagi semua pihak terkait yang berkepentingan yaitu
pelaku, korban, komunitas (masyarakat sekitar, pemerintah daerah, para
pengemban profesi hukum dll) untuk sebisa mungkin menempatkan hal yang
benar.

Restorative Justice
Peduli :
PELAKU, KORBAN, KOMUNITAS
HARMS, NEEDS, OBLIGATIONS

sebisa mungkin menempatkan hal yang benar dan tepat
dalam rangka memulihkan

Restorative Justice tidak dimaksudkan menggatikan CJS.
Restorative Justice dan CJS seyogyanya dipandang dan
dipahami secara lebih utuh sebagai konsepsi atas makna
keadilan dalam rangka melaksanakan Pembangunan
Perdamaian (Peacebuilding)

Peta Pembangunan Perdamaian
Meningkatkan
Kapasitas
1. Kerma Pendidikan Perdamaian
2. Kerma Penelitian dan Evaluasi
3. Kerma Pembangunan dalam
segala bidang

Mengobarkan
Anti Kekerasan
1. Membangkitkan Kesadaran dan
Kepedulian Stake Holder NKRI
2. Meningkatkan Rasa/Sikap/Perilaku
Saling Ketergantungan
(membangun kebersamaan)

Meredam Kekerasan
1. Preventing Victimization; restraining
offenders; Create a space for cooling
down; Cease-Fire Agreements;
Peacekeeping; Humanitarian Assistance
2. Early Warning dan Response Program
3. Legal & Judicial Systems
Criminal Justice System (CJS)
(to maintain order, not revenge)

Transformasi Hubungan
1.
2.
3.
4.
5.

Governance & Policymaking
Trauma Healing & Recovery Programs
Ritual & Symbolic Transformation
Restorative Justice
Conflict Transformation :
- Dialogue;
- Negotiation;
- Mediation.

Adaptasi : The Cycle of Peacebuilding, Strategic Peacebuilding, Lisa Schirch oleh Rachman, Jusril, Poeloengan (2012)

Terima Kasih
Mediasi di luar pengadilan di Indonesia, seharusnya dapat berkembang dengan pesat dengan
masih berlakunya Pancasila sebagai Dasar Negara dan Faslafah Bangsa Indonesia.
Musyawarah untuk mufakat, Kekeluargaan dan Gotong Royong adalah diantara nilai-nilai Pancasila
yang universal akan bermetamorfosis hingga terwujud, tercermin dan selaras dengan semangat
dalam Mediasi itu sendiri.
Berkembangnya Restorative Justice yang dapat mereorientasikan kembali makna Keadilan, yang
ternyata sejalan dengan nilai-nilai universal dari Pancasila, seharusnya dapat menjadi stimulan
dalam mempercepat perkembangan Mediasi di Indonesia.
Masa depan, diperlukan upaya bersama seluruh stake holder, khususnya pembuat kebijakan
dengan mengingat “law as a social tool engineering”, untuk segera berperan aktif, menaruh
perhatian dan turut serta melakukan perancangan UU tentang Mediasi.
UU tentang Mediasi sekaligus guna menselaraskan dan mengharmonisasikan ketentutanketentuan Mediasi yang masih tersebar dalam peraturan perundang-undangan lainnya, sehingga
tercapai kesamaan makna, hakikat dan pengimplementasian Mediasi sebagai Revitalisasi dan
Aktualisasi Pancasila, yang pada akhirnya berperan penting dalam terciptanya Kondisi Damai dan
Sejehtera bagi Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

SEGITIGA MEDIASI,
SUMBER PUSAT MEDIASI
NASIONAL (PMN) 2012

Pusat Mediasi Nasional.
2012. Mediation Triangles
and Mediation Skills.
Pelatihan Mediasi 40 jam
Angkatan 42, 10-14
September 2012, Jakarta.
Segitiga Mediasi ini
diadaptasi dari Boule,
Laurance., & Hwee, The
Hwee. 2000. Mediation:
Principles Process
Practice (Singapore
Edition). Butterworths
Asia & Singapore
Mediation Centre. Hal 99114.

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.1/2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
Pasal 147

Penyelesaian sengketa di bidang perumahan terlebih dahulu diupayakan berdasarkan musyawarah
untuk mufakat.

Pasal 148
(1) Dalam hal penyelesaian sengketa melalui musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, pihak yang
dirugikan dapat menggugat melalui pengadilan yang berada di lingkungan pengadilan umum atau
di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa melalui alternatif
penyelesaian sengketa.
(2) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
melalui arbitrase, konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan/atau penilaian ahli sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. UU yang mana?
(3) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
menghilangkan tanggung jawab pidana.

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.32/2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Dalam penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan dapat digunakan jasa
mediator dan/atau arbiter untuk membantu menyelesaikan sengketa lingkungan hidup, (Pasal
85 ayat 3) Mediasi tidak wajib dan tidak ada penjelasan lebih detil ttg mediasi.



UU No.14/2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik
Komisi Informasi adalah lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan Undang-Undang ini dan
peraturan pelaksanaannya, menetapkan petunjuk teknis standar layanan informasi publik dan
menyelesaikan sengketa informasi publik melalui mediasi dan/atau ajudikasi nonlitigasi
(Pasal 1 ayat 4) Mediator dan Pemutus sengketa
Pasal 40 (1) Penyelesaian sengketa melalui Mediasi merupakan pilihan para pihak dan bersifat
sukarela. Namun, Pasal 42, Penyelesaian Sengketa Informasi Publik melalui Ajudikasi
nonlitigasi oleh Komisi Informasi hanya dapat ditempuh apabila upaya Mediasi dinyatakan
tidak berhasil secara tertulis oleh salah satu atau para pihak yang bersengketa, atau salah satu
atau para pihak yang bersengketa menarik diri dari perundingan. Wajibkah atau pilihankah

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.39/1999 Tentang Hak Asasi Manusia
Komisi Nasional Hak Asasi yang selanjutnya disebut Komnas HAM adalah lembaga mandiri yang
berkedudukan setingkat dalam negara lainya yang berfungsi melaksanakan pengkajian,
penelitian, penyaluran, pemantauan, dan mediasi hak asasi manusia, Pasal 1 ayat 7 jo. Pasal
76. Definisi mediasi tidak dijelaskan
Pasal 89 ayat 4, Untuk melaksanakan fungsi Komnas HAM dalam mediasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 76, Komnas HAM bertugas dan berwenang melakukan: a. perdamaian
kedua belah pihak; b. penyelesaian perkara melaui cara konsultasi, negosiasi, mediasi,
konsiliasi, dan penilaian ahli; c. pemberian saran kepada para pihak untuk menyelesaikan
sengketa melalui pengadilan; d. penyampaian rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak
asasi manusia kepada Pemerintah untuk ditindaklanjuti penyelesaiannya; dan e. penyampaian
rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak asasi manusia kepada Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia untuk ditindaklanjuti. Fungsi Mediasi, namun di dalamnya termasuk
konsultasi, negosiasi, dll. Menyarankan para pihak untuk menyelesaikan sengketa melalui
pengadilan adalah TABU bagi mediator.

UU No. 30 Tahun 1999 Tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
 Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar
peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat
secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. (Pasal 1 ayat 1 UU
30/1999)
 Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa
atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni
penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi,
mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. (Pasal 1 ayat 10 UU 30/1999)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009
TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN

Upaya penyelesaian sengketa perdata dapat dilakukan di luar pengadilan
negara melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa. (Pasal 58
UU No.48/2009)


Arbitrase merupakan cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar
pengadilan yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara
tertulis oleh para pihak yang bersengketa. (Pasal 59 ayat 1 UU No.48/2009)



Alternatif Penyelesaian Sengketa merupakan lembaga penyelesaian
sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak,
yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi,
mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. (Pasal 60 ayat 1 UU No.48/2009)
©PMN 2013

37

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen jo
KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN
REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 350/MPP/Kep/12/2001 TENTANG
PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG BADAN PENYELESAIAN
SENGKETA KONSUMEN
Persidangan Dengan Cara Mediasi

Pasal 30
Majelis dalam menyelesaikan sengketa konsumen dengan cara Mediasi, mempunyai tugas :
a. memanggil konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
b. memanggil saksi dan saksi ahli bila diperlukan;
c. menyediakan forum bagi konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
d. secara aktif mendamaikan konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
e. secara aktif memberikan saran atau anjuran penyelesaian sengketa konsumen sesuai dengan
peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan konsumen.
Pasal 31
Tata cara penyelesaian sengketa konsumen dengan cara Mediasi adalah :
a. Majelis menyerahkan sepenuhnya proses penyelesaian sengketa kepada konsumen dan pelaku usaha
yang bersangkutan, baik mengenai bentuk maupun jumlah ganti rugi;
b. Majelis bertindak aktif sebagai Mediator dengan memberikan nasehat, petunjuk, saran dan upayaupaya lain dalam menyelesaikan sengketa;
c. Majelis menerima hasil musyawarah konsumen dan pelaku usaha dan mengeluarkan ketentuan.


Slide 7

PERKEMBANGAN MEDIASI
DI LUAR PENGADILAN
DI INDONESIA
Andrea Hynan Poeloengan, SH (Unibraw), M.Hum (Unpar), MTCP (Uni of Wollongong)
Workshop Internasional
Perkembangan Mediasi di Indonesia, Jepang dan Australia
Masa Kini Menuju Masa Depan
Rabu, 21 Agustus 2013
Pengadilan Negeri Kelas 1B Cibinong
Kabupaten Bogor

Perma No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan
Pasal 2
Ruang lingkup dan Kekuatan Berlaku Perma
1. Peraturan Mahkamah Agung ini hanya berlaku untuk mediasi yang terkait dengan
proses berperkara di Pengadilan.
2. Setiap hakim, mediator dan para pihak wajib mengikuti prosedur penyelesaian
sengketa melalui mediasi yang diatur dalam Peraturan ini.
3. Tidak menempuh prosedur mediasi berdasarkan Peraturan ini merupakan
pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 130 HIR dan atau Pasal 154 Rbg yang
mengakibatkan putusan batal demi hukum.
4. Hakim dalam pertimbangan putusan perkara wajib menyebutkan bahwa perkara
yang bersangkutan telah diupayakan perdamaian melalui mediasi dengan
menyebutkan nama mediator untuk perkara yang bersangkutan.
Pasal 23
Mediator yang telah tersertifikasi dimungkinkan untuk melakukan Mediasi di luar
pengadilan dengan hasil kesepakatannya dapat diajukan ke pengadilan untuk
memperoleh akta perdamaian dengan cara mengajukan gugatan

KEUTAMAAN PANCASILA
Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011
Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
telah menegaskan bahwa :
PANCASILA adalah
SUMBER DARI SEGALA SUMBER HUKUM
TAP MPR NO.: II/MPR/1978 yang digantikan dengan
TAP MPR NO.: XVIII/MPR/1998
telah menegaskan bahwa
PANCASILA adalah DASAR NEGARA
PANCASILA MENGANDUNG NILAI NILAI LESTARI DAN
UNIVERSAL YANG WAJIB DIUTAMAKAN/DIDAHULUKAN
DALAM RANGKA MEMBANGUN SELURUH SENDI
KEHIDUPAN BERMASYARAKAT, BERBANGSA &
BERNEGARA.

KEUTAMAAN BERMUSYAWARAH

PANCASILA adalah
SUMBER DARI SEGALA SUMBER HUKUM
PANCASILA MENGANDUNG NILAI NILAI LESTARI DAN
UNIVERSAL YANG HARUS DIUTAMAKAN/DIDAHULUKAN
UNTUK MENYELESAIKAN DAN MENGAKHIRI KONFLIK.
NILAI NILAI TERSEBUT TERKANDUNG DALAM SILA
KEEMPAT PANCASILA YANG MENGEDEPANKAN :
KEUTAMAAN MUSYAWARAH UNTUK MUFAKAT
BERDASARKAN ASAS KEKELUARGAAN

Nilai-Nilai Universal Pancasila
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat.
Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.
Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk
kepentingan bersama.
Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat
kekeluargaan.
Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan
melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai hati nurani yang
luhur.
Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggung-jawabkan secara
moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan
martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan

Musyawarah untuk mufakat adalah memang cara penyelesaian perselisihan yang paling
sesuai dengan Pancasila.
NAMUN bagaimana bermusyawarah untuk mufakat, yang lebih berdaya guna dan
berhasil guna, sehingga peluang tercapainya kesepakatan bagi para pihak menjadi lebih
besar ?
Teknik dan metode bermusyawarah untuk mufakat, yang lebih berdaya guna dan berhasil
guna, sehingga peluang tercapainya kesepakatan bagi para pihak menjadi lebih besar,
itulah yang dikenal dengan :
“MEDIASI”

Melalui pengembangan dan pemuktahiran teknik-teknik, metode tahapannya yang sangat
sistematis, dan bantuan dari orang yang berkeahlian, terlatih, terdidik untuk menjadi
seorang Mediator, yang bertugas bukan untuk memutus, melainkan diantaranya untuk
mendorong, membantu pihak berselisih/bersengketa/berkonflik menemukan peluangpeluang yang menurut para pihak adalah terbaik bagi kepentingan bersama para pihak.
Mediasi menjadikan musyawarah mufakat lebih efektif dan efisien, juga dapat
mentransformasi hubungan antara para pihak menjadi lebih terbuka.
MEDIASI BAGI BANGSA INDONESIA, SEYOGIANYA MENJADI UPAYA UTAMA YANG
HARUS DIDAHULUKAN DALAM PENYELESAIAN
PERSELISIHAN/SENGKETA/KONFLIK SEBAGAI AKTUALISASI NILAI-NILAI
UNIVERSAL PANCASILA
Maka, Perma No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan, merupakan bagian dari
aktualisasi nilai-nilai universal Pancasila tersebut

Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 tahun 2008 (PerMa 1/2008)
mendefinisikan Mediasi sebagai cara penyelesaian sengketa melalui proses
perundingan untuk memperoleh kesepakatan dengan dibantu oleh Mediator

Mediasi adalah suatu proses negosiasi dipandu dibantu oleh orang yang terpercaya.
Mediator membantu pihak berkonflik untuk berbagi perspektif dan pengalaman
mereka, mengidentifikasi kebutuhan yang mendasar, bertukar pikiran tentang
pilihan kreatif untuk mengatasi kebutuhan, dan kemudian membuat kesepakatan
akhir. (Lisa Schirch : 2004)
Mediasi sebagai intervensi terhadap suatu sengketa atau negosiasi yang dilakukan
oleh pihak ketiga yang dapat diterima, tidak berpihak/netral, yang tidak mempunyai
kewenangan untuk mengambil keputusan dalam membantu para pihak berselisih
dalam upaya mencari kesepakatan sukarela dalam menyelesaikan permasalahan
yang disengketakan (Christopher Moore: 2003)
Mediasi adalah sarana agar membiasakan Bangsa Indonesia berkonflik dengan cara
yang baik dan benar, untuk mencegah meluasnya, bahkan meningkatnya ekskalasi
konflik dalam rangka mewujudkan Perdamaian, Kesejahteraan, dan Menjaga
Keutuhan NKRI. (Rachman, Jusril, Poeloengan : 2012)
Mediasi merupakan sistem penyelesaian secara damai yang selaras dengan jiwa Sila
Keempat dan Nilai Luhur dari Ke-Bhinneka-Tunggal-Ika-an yang tidak berorientasi
mencari-cari perbedaan, tidak berpretensi mencari siapa yang salah atau siapa yang
benar, melainkan berorientasi pada suatu kesamaan terakomodirnya kebutuhan
atau kepentingan para pihak berkonflik. (Putut Eko Bayuseno : 2012)

Undang Undang No. 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial
telah mengamanatkan untuk mengembangkan sistem penyelesaian
perselisihan secara damai. Dalam Pasal 8 Undang-undang tersebut
dinyatakan bahwa:
1.Penyelesaian perselisihan dalam masyarakat dilakukan secara
damai.
2.Penyelesaian secara damai sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengutamakan musyawarah untuk mufakat.
3.Hasil musyawarah mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
mengikat para pihak.
Penyelesaian perselisihan yang secara damai perlu dimaknai, bahwa
para pihak yang berselisih / bersengketa / berkonflik secara sukarela
melaksanakan hasil kesepakatan perdamaian tanpa merasa
dipaksakan.
Perdamaian yang demikian itu adalah lebih lestari dibandingkan
perdamaian yang dipaksakan oleh pihak ketiga yang lebih berperan
layaknya pemutus dan pengadil, untuk memutuskan dan mengadili
apa yang menurutnya berdasarkan hukum adil bagi para pihak
berselisih / bersengketa / berkonflik tersebut.

KESADARAN HUKUM MENINGKAT = AKSES PADA PENGADILAN ≠
AKSES PADA KEADILAN
FAKTA :
Gambar 1: Grafik tentang Data Penyelesaian Konflik Melalui Jalur Pengadilan

Sumber : Cetak Biru Pembaruan Peradilan 2010-2035 Jakarta Mahkamah Agung RI, 2010 Diterbitkan oleh:
Mahkamah Agung RI, dan Laporan Tahunan Mahkamah Agung RI - Tahun 2010-2011

Kesadaran Hukum Meningkat
Namun frekuensi dan eskalasi Konflik Sosial juga tetap tinggi (Putut Eko Bayuseno : 2012)
9

KONFLIK MENINGKAT
Sistem Nasional Pemantauan Kekerasan (SNPK) : Sistem informasi yang menyediakan data dan analisis
tentang konflik dan kekerasan yang terjadi di berbagai wilayah di Indonesia. Proyek SNPK dipimpin oleh
Kemenkokesra, dengan dukungan Bank Dunia dan The Habibie Center.

http://www.snpk-indonesia.com/DataTools/Index?lang=ina&randdo=38141a91-1af9-4f1b-96da-a0cf05354e2c&userid=429853

10

Sistem Nasional Pemantauan Kekerasan (SNPK)
Periode 2010 s.d 2012

http://www.snpk-indonesia.com/DataTools/Index?lang=ina&randdo=38141a91-1af9-4f1b-96da-a0cf05354e2c&userid=429853

11

MEDIASI DI LUAR PENGADILAN

Mediasi di luar pengadilan yang menarik adalah yang dilakukan di Kabupaten Karawang terhadap
beberapa perselisihan / sengketa / konflik. Mediasi ini dilakukan dengan Mediator seorang perwira
polisi, AKP Iman Imannuddin, SIK, SH, MH, yang pada saat itu menjabat sebagai Kasat Reskrim Polres
Karawang. Ia memang telah mengikuti dan tersertifikasi sebagai seorang Mediator yang bersertifikat
dari Pusat Mediasi Nasional (PMN). Dalam melaksanakan tugasnya, tidak semua perkara diselesaikan
dengan penyidikan hingga penuntutan. Sebagai seorang Mediator yang tersertifikasi, telah merubah
pendekatan caranya bekerja sebagai seorang Reserse dengan menjadikan penegakan hukum sebagai
pilihan terakhir (Ultimum Remedium).
Dari seluruh perkara yang diselesaikan melalui cara Mediasi tersebut, telah mencegah terjadinya konflik
komunal ataupun konflik sosial di Kabupaten Karawang, bahkan dapat terselesaikan sebelum dibuatnya
Laporan Polisi karena masalah telah terselesaikan serta mencapai kesepakatan dan berdamai.

===
Mediasi di luar pengadilan atas perkara dalam Laporan Polisi tentang Tindak Pidana ITE berupa
intersepsi (penyadapan) antara PT. Agc vs Bs. Dalam perkara yang terjadi di Kota Bogor tersebut para
pihak berdamai melalui proses Mediasi yang dipimpin oleh Mediator bersertifikat dari PMN. Hasil
Mediasi tersebut dilaporkan kepada penyidik, hingga akhirnya memperoleh Penghentian Penyidikan
(SP3) dari Polres Bogor Kota, dan para pihak dapat islah kembali.
Ada juga perkara perdata sengketa jual beli saham antara Tn CT dengan Tn HB dkk. Walaupun
perkaranya tengah diperiksa oleh Majelis Hakim Mahkamah Agung RI dalam tahapan Kasasi, tetapi
sebagian besar (90 %) diantara para pihak yang bersengketa telah sepakat untuk berdamai melalui
Mediasi di luar pengadilan yang dipimpin oleh Mediator bersertifikat dari PMN, sehingga realisasi jual
beli saham dapat dilakukan sebelum putusnya perkara Kasasi di Mahkamah Agung RI.
Mediasi seharusnya “Forget the Law”, “Forget the Past”, dan “Don’t Look Back in Anger”

KEMANFAATAN MUSYAWARAH/MEDIASI
Putut Eko Bayuseno. 2012. Optimalisasi Musyawarah Sebagai Sarana Pengelolaan Konflik Dapat Meningkatkan Keamanan Di
Daerah Dalam Rangka Memperkuat Ketahanan Nasional. Esai Lemhanas PPSA XVIII. Lemhanas. Jakarta.

Data penyelesaian perkara/konflik khusus perkara yang berhubungan dengan Direktorat Reskrim Umum
pada Wilayah Hukum Polda Jawa Barat (21 Polres, 1 Polrestabes, 1 Dit Reskrim Um) per Semester I tahun
2012 (Januari s/d Juni 2012), Jumlah total perkara/konflik 15.595 kasus.
Data di olah dari sumber Dit Reskrim Um Polda Jawa Barat.
Siap dilakukan penuntutan (P.21) = 4516
perkara (28,96%)

4.93%

8,83%

5.76%
2.87%

28,96%

Belum selesai proses penyidikannya =
7588 perkara/konflik (48,66%)

Penghentian penyidikan (SP 3) = 447
Konflik (2,87%)

48,66%

musyawarah untuk mufakat ataupun
mediasi di kantor polisi setelah ada
Laporan polisi = 898 konflik (Peran
Penyelidik & Penyidik) (5,76%)
musyawarah untuk mufakat ataupun
mediasi di kantor Polisi, sebelum
timbulnya Laporan Polisi = 769 Konflik
(Peran Bhabinkamtibmas & Personil
lainnya) (4,93%)

KEMANFAATAN MUSYAWARAH/MEDIASI
Putut Eko Bayuseno. 2012. Optimalisasi Musyawarah Sebagai Sarana Pengelolaan Konflik Dapat Meningkatkan Keamanan Di
Daerah Dalam Rangka Memperkuat Ketahanan Nasional. Esai Lemhanas PPSA XVIII. Lemhanas. Jakarta.

Perbandingan Biaya Penyelesaian Konflik
Antara Melalui Musyawarah/Mediasi dan Tidak Melalui Musyawarah/Mediasi
Data di olah dari sumber Dit Reskrim Um Polda Jawa Barat.
Rp70,000,000,000

Rp60,000,000,000

Rp62.515.389.000
Rp50,000,000,000

Rp40,000,000,000

Rp30,000,000,000
Series1
Rp20,000,000,000

Rp10,000,000,000

Rp9.132.000.000
Rp0
3044 perkara/konflik diselesaikan melalui mediasi
dikalikan biaya rata rata penyelesaian sebesar Rp.
3.000.000,-

Bila 3044 perkara/konflik tidak diselesaikan melalui
mediasi maka dikalikan Rata Rata biaya Berdasarkan
Skep Kapolri No. Kep/606/XI/2011 tgl 17 Nop 2011
indeks anggaran lidik sidik perkara, sebesar Rp.
20.537.250,-

SOP tentang Pelaksanaan Tugas
Bhabinkamtibmas Oktober 2011
Fungsi Bhabinkamtibmas
• 2 f memediasi dan memfasilitasi upaya
pemecahan masalah yang terjadi di masyarakat;
Peran Bhabinkamtibmas
• 3 c mediator dan fasilitator dalam penyelesaian
permasalahan-permasalahan sosial yang terjadi
di masyarakat Desa/ Kelurahan

HEMAT ? (ilustrasi)
INSTANSI, IF…

IF…, JUMLAH INSTANSI X BIAYA
PENANGANAN PERKARA

TOTAL

POLSEK
1 perkara / 1 bulan

4000 x @ Rp. 500.000
anggaran per perkara

Rp.

2.000.000.000

POLRES
1 perkara / 1 bulan

400 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

400.000.000

POLDA
1 perkara / 1 bulan

25 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

25.000.000

KEJAKSAAN
1 perkara / 1 bulan

300 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

300.000.000

PENGADILAN
1 perkara / 1 bulan

300 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

300.000.000

Penghematan Anggaran
Negara Perbulan

Rp. 3.025.000.000 +
Potential Lost (Social Cost)

Biaya Penyelesaian Sengketa
Indicator
WAKTU (days)
BIAYA (% of
KERUGIAN)

Indonesia
570
122.7

East Asia & Pacific
519
47.8

OECD
518
19.7

Doing Business 2012: Data for Indonesia (WB)
Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD - Organisation for Economic Co-operation and Development)

Hambatan Mediasi
Mediasi vs Paradigma Keadilan yang Legisme
•Pelanggaran adalah Wanprestasi, Onrechmatmatige Daad,
Wederrechttelick.
•Ada aturan yang dilanggar. Cara penyelesaian sesuai dengan aturan
hukum dan hukum acara.
•Keadilan: Adil jika perbuatan sesuai dengan hukum. Adil jika salah
telah dihukum sesuai dengan aturan yang berlaku
Mediasi : Keadilan adalah kepentingan para pihak terpenuhi,
keadaan masing-masing pihak terpulihkan, kepentingan yang lebih
besar tidak terganggu, hubungan menjadi lebih terbuka, tanpa
pembuktian formal, tanpa benar salah, keputusan dibuat dan
disepakati para pihak.
Mediasi : memulihkan hubungan yang rusak = Restorative Justice

Tidak ada yang salah dengan
Konsepsi Hukum yang Legisme tersebut.
Hanya saja masyarakat pada umumnya dan para pengemban profesi hukum
menjadi terorientasikan pada makna keadilan yang legisme pula.
Konsepsi hukum atas makna “pelanggaran” yang legisme, yang terfokus pada
makna keadilan yang legisme pula tersebut, berbeda dengan prespektif dari
keadilan yang memulihkan (Restorative Justice).
VS
Mediasi : Keadilan adalah kepentingan para pihak terpenuhi, keadaan
masing-masing pihak terpulihkan, kepentingan yang lebih besar tidak
terganggu, hubungan menjadi lebih terbuka, tanpa pembuktian formal,
tanpa benar salah, keputusan dibuat dan disepakati para pihak

Yurisprudensi atau Sekedar Preseden ?







Perkara 378 jo 372 KUHP- LP/43/IX/2007/DIR RESKRIM POLDA DIY – Pelapor Cabut
Penyidik & Penuntut tetap Lanjut  Sidang PN Yogyakarta
PUT PN Yogyakarta: No. 317/PID.B/2008 Pencabutan Pengaduan Dikabulkan &
Penuntutan Tidak dapat Diterima
PUT PT Yogyakarta:No. 01/PID/PLW/2009/PT.YK : Persidangan PN Yogyakarta
Batal Demi Hukum
PUT Kasasi MA RI: No. 1600 K/PID/2009 : Pencabutan Pengaduan Dikabulkan &
Penuntutan Tidak dapat Diterima

Mediasi  Damai  Cabut Laporan  Tdk Cukup Bukti ?
Mediasi  Damai  Bukan Peraka Pidana ?
Mediasi  Damai  Demi Hukum  Diskresi  Restorative Justice ? (vide Pasal 18
UU No. 2 Tahun 2002 jo Pasal 30 ayat 4 UUD 1945)  Ultimum Remedium

Konsepsi Humanis Restorative Justice
Prespektif Restorative Justice :
1.

Bahwa Pelanggaran adalah suatu perbuatan yang mungkin keliru
dilakukan oleh pihak
tertentu sehingga membuat hubungan
(relationship) diantara pihak tertentu tersebut dengan para pihak lainya
yang terkait menjadi rusak.

2.

Bahwa hubungan yang menjadi rusak tersebut, harus diperbaiki,
dipulihkan, disembuhkan dengan sebisa mungkin menempatkan hal
yang benar (to put things right as possible)

3.

Bahwa perlu dilakukan upaya yang mendorong seluruh pihak terkait
untuk mengerti/memahami akibat/konsekuensi dari suatu pelanggaran.
Selanjutnya berupaya memastikan bahwa seluruh pihak terkait berniat
dan merealisasikan tindakan sebanyak mungkin menempatkan hal yang
benar, dalam rangka merajut kembali atau memperbaiki hubungan yang
telah rusak.
23

Prespektif Legisme.
•Pelanggaran UU
•Siapa yang Salah atau Benar
•Pembuktian menjadi utama
•Menyalahkan perilaku di masa lalu
•Nememis “pembalasan” /hukuman
•Keadilan sesuai undang undang
•Ketidakpuasan






Prespektif Restorative Justice
Pelanggaran / Perusakan (Harms) Relationship
Merubah perilaku di masa yang akan datang
Mengobati, memulihkan, memperbaiki relationship
Semua pihak terkait bertanggungjawab
Kebersamaan mengidentifikasi dan memetakan kerugiankerugian, kebutuhan dan tindakan yang perlu dilakukan untuk
memulihkan relationship
24

Anggapan Keliru !
Restorative Justice seringkali dianggap semata sebagai suatu
bentuk pemaafan atau pengampunan!
Bahwa benar dengan pemaafan (ataupun pengampunan) maka
suatu hubungan yang rusak akan menjadi pulih, namun dalam
Restorative Justice tidak selalu harus ada unsur pemaafan.
Restorative Justice tidak hanya terfokus pada korban, akan
tetapi concern pula terhadap pihak pelanggar dan pihak lain
yang terdampak. Menjadi lebih utama adalah sebisa mungkin
menempatkan hal yang benar, agar kondisi/keadaan/suatu
relationship pada masa yang akan datang menjadi lebih baik.

Anggapan Keliru !
Restorative Justice dianggap berbeda arah dengan Criminal
Justice System dan Civil Justice System bahkan ada anggapan
keberadaannya menjadi tumpang tindih dengan Justice System
yang telah ada.
Bahwa Restorative Justice adalah konsepsi atas makna keadilan.
Dengan Restorative Justice kita berupaya mereorientasi kembali
bagaimana kita perlu memahami makna keadilan yang lebih
dalam.

Apakah suatu kondisi dimana seseorang yang terbukti melakukan perbuatan
melawan hukum (pelaku) dan telah dijatuhi sanksi dapat diartikan bahwa
keadilan telah ditegakkan? Dalam konsepsi CJS, kondisi demikian dapat
dikatakan telah memenuhi rasa keadilan. Hukuman yang setimpal adalah
suatu keadilan
Bagaimana dengan keberlangsungan kehidupan istrinya dan anak dari
pelaku?
Bagaimana dengan keluarga korban yang sering kali tidak dapat menerima
putusan dari Majelis Hakim yang dianggap tidak cukup memuaskan ?
Bagaimana dengan keberlangsungan kehidupan 1000 karyawan yang
perusahaan tempatnya bekerja, dinyatakan pailit oleh putusan pengadilan
atas adanya gugatan pailit pihak kreditur? Siapa yang harus bertanggung
jawab atas keberlangsungan kehidupan karyawan tersebut? Bukankah
pemerintah juga bertanggung jawab untuk menciptakan lapangan kerja?
CJS atau penegakan hukum adalah perlu, namun menjadi lebih baik bila
bersamaan dengan itu dilakukan pula upaya “to put things right as possible”,
sebagaimana prespektif dari Restorative Justice.

To put things right as possible
(memulihkan kembali kepada kondisi yang benar/tepat)
Prespektif Restorative Justice, Pelanggaran itu menggambarkan adanya
hubungan (relationship) yang rusak.
Adanya hubungan yang rusak potensial menjadi sebab dan berdampak pada
Pelanggaran. Sebaliknya Pelanggaran juga mengakibatkan hubungan menjadi
rusak.
“The Harm of one is the harm of all”.
Perbuatan “harms” seperti membahayakan; merugikan; merusak; menyakiti;
melukai; mengganggu; mencelakakan; menjahati, dll adalah tindakan keliru
yang perlu diperbaiki dan ditempatkan kembali menjadi benar.
Menjadi kewajiban bagi semua pihak terkait yang berkepentingan yaitu
pelaku, korban, komunitas (masyarakat sekitar, pemerintah daerah, para
pengemban profesi hukum dll) untuk sebisa mungkin menempatkan hal yang
benar.

Restorative Justice
Peduli :
PELAKU, KORBAN, KOMUNITAS
HARMS, NEEDS, OBLIGATIONS

sebisa mungkin menempatkan hal yang benar dan tepat
dalam rangka memulihkan

Restorative Justice tidak dimaksudkan menggatikan CJS.
Restorative Justice dan CJS seyogyanya dipandang dan
dipahami secara lebih utuh sebagai konsepsi atas makna
keadilan dalam rangka melaksanakan Pembangunan
Perdamaian (Peacebuilding)

Peta Pembangunan Perdamaian
Meningkatkan
Kapasitas
1. Kerma Pendidikan Perdamaian
2. Kerma Penelitian dan Evaluasi
3. Kerma Pembangunan dalam
segala bidang

Mengobarkan
Anti Kekerasan
1. Membangkitkan Kesadaran dan
Kepedulian Stake Holder NKRI
2. Meningkatkan Rasa/Sikap/Perilaku
Saling Ketergantungan
(membangun kebersamaan)

Meredam Kekerasan
1. Preventing Victimization; restraining
offenders; Create a space for cooling
down; Cease-Fire Agreements;
Peacekeeping; Humanitarian Assistance
2. Early Warning dan Response Program
3. Legal & Judicial Systems
Criminal Justice System (CJS)
(to maintain order, not revenge)

Transformasi Hubungan
1.
2.
3.
4.
5.

Governance & Policymaking
Trauma Healing & Recovery Programs
Ritual & Symbolic Transformation
Restorative Justice
Conflict Transformation :
- Dialogue;
- Negotiation;
- Mediation.

Adaptasi : The Cycle of Peacebuilding, Strategic Peacebuilding, Lisa Schirch oleh Rachman, Jusril, Poeloengan (2012)

Terima Kasih
Mediasi di luar pengadilan di Indonesia, seharusnya dapat berkembang dengan pesat dengan
masih berlakunya Pancasila sebagai Dasar Negara dan Faslafah Bangsa Indonesia.
Musyawarah untuk mufakat, Kekeluargaan dan Gotong Royong adalah diantara nilai-nilai Pancasila
yang universal akan bermetamorfosis hingga terwujud, tercermin dan selaras dengan semangat
dalam Mediasi itu sendiri.
Berkembangnya Restorative Justice yang dapat mereorientasikan kembali makna Keadilan, yang
ternyata sejalan dengan nilai-nilai universal dari Pancasila, seharusnya dapat menjadi stimulan
dalam mempercepat perkembangan Mediasi di Indonesia.
Masa depan, diperlukan upaya bersama seluruh stake holder, khususnya pembuat kebijakan
dengan mengingat “law as a social tool engineering”, untuk segera berperan aktif, menaruh
perhatian dan turut serta melakukan perancangan UU tentang Mediasi.
UU tentang Mediasi sekaligus guna menselaraskan dan mengharmonisasikan ketentutanketentuan Mediasi yang masih tersebar dalam peraturan perundang-undangan lainnya, sehingga
tercapai kesamaan makna, hakikat dan pengimplementasian Mediasi sebagai Revitalisasi dan
Aktualisasi Pancasila, yang pada akhirnya berperan penting dalam terciptanya Kondisi Damai dan
Sejehtera bagi Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

SEGITIGA MEDIASI,
SUMBER PUSAT MEDIASI
NASIONAL (PMN) 2012

Pusat Mediasi Nasional.
2012. Mediation Triangles
and Mediation Skills.
Pelatihan Mediasi 40 jam
Angkatan 42, 10-14
September 2012, Jakarta.
Segitiga Mediasi ini
diadaptasi dari Boule,
Laurance., & Hwee, The
Hwee. 2000. Mediation:
Principles Process
Practice (Singapore
Edition). Butterworths
Asia & Singapore
Mediation Centre. Hal 99114.

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.1/2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
Pasal 147

Penyelesaian sengketa di bidang perumahan terlebih dahulu diupayakan berdasarkan musyawarah
untuk mufakat.

Pasal 148
(1) Dalam hal penyelesaian sengketa melalui musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, pihak yang
dirugikan dapat menggugat melalui pengadilan yang berada di lingkungan pengadilan umum atau
di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa melalui alternatif
penyelesaian sengketa.
(2) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
melalui arbitrase, konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan/atau penilaian ahli sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. UU yang mana?
(3) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
menghilangkan tanggung jawab pidana.

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.32/2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Dalam penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan dapat digunakan jasa
mediator dan/atau arbiter untuk membantu menyelesaikan sengketa lingkungan hidup, (Pasal
85 ayat 3) Mediasi tidak wajib dan tidak ada penjelasan lebih detil ttg mediasi.



UU No.14/2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik
Komisi Informasi adalah lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan Undang-Undang ini dan
peraturan pelaksanaannya, menetapkan petunjuk teknis standar layanan informasi publik dan
menyelesaikan sengketa informasi publik melalui mediasi dan/atau ajudikasi nonlitigasi
(Pasal 1 ayat 4) Mediator dan Pemutus sengketa
Pasal 40 (1) Penyelesaian sengketa melalui Mediasi merupakan pilihan para pihak dan bersifat
sukarela. Namun, Pasal 42, Penyelesaian Sengketa Informasi Publik melalui Ajudikasi
nonlitigasi oleh Komisi Informasi hanya dapat ditempuh apabila upaya Mediasi dinyatakan
tidak berhasil secara tertulis oleh salah satu atau para pihak yang bersengketa, atau salah satu
atau para pihak yang bersengketa menarik diri dari perundingan. Wajibkah atau pilihankah

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.39/1999 Tentang Hak Asasi Manusia
Komisi Nasional Hak Asasi yang selanjutnya disebut Komnas HAM adalah lembaga mandiri yang
berkedudukan setingkat dalam negara lainya yang berfungsi melaksanakan pengkajian,
penelitian, penyaluran, pemantauan, dan mediasi hak asasi manusia, Pasal 1 ayat 7 jo. Pasal
76. Definisi mediasi tidak dijelaskan
Pasal 89 ayat 4, Untuk melaksanakan fungsi Komnas HAM dalam mediasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 76, Komnas HAM bertugas dan berwenang melakukan: a. perdamaian
kedua belah pihak; b. penyelesaian perkara melaui cara konsultasi, negosiasi, mediasi,
konsiliasi, dan penilaian ahli; c. pemberian saran kepada para pihak untuk menyelesaikan
sengketa melalui pengadilan; d. penyampaian rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak
asasi manusia kepada Pemerintah untuk ditindaklanjuti penyelesaiannya; dan e. penyampaian
rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak asasi manusia kepada Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia untuk ditindaklanjuti. Fungsi Mediasi, namun di dalamnya termasuk
konsultasi, negosiasi, dll. Menyarankan para pihak untuk menyelesaikan sengketa melalui
pengadilan adalah TABU bagi mediator.

UU No. 30 Tahun 1999 Tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
 Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar
peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat
secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. (Pasal 1 ayat 1 UU
30/1999)
 Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa
atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni
penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi,
mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. (Pasal 1 ayat 10 UU 30/1999)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009
TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN

Upaya penyelesaian sengketa perdata dapat dilakukan di luar pengadilan
negara melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa. (Pasal 58
UU No.48/2009)


Arbitrase merupakan cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar
pengadilan yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara
tertulis oleh para pihak yang bersengketa. (Pasal 59 ayat 1 UU No.48/2009)



Alternatif Penyelesaian Sengketa merupakan lembaga penyelesaian
sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak,
yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi,
mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. (Pasal 60 ayat 1 UU No.48/2009)
©PMN 2013

37

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen jo
KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN
REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 350/MPP/Kep/12/2001 TENTANG
PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG BADAN PENYELESAIAN
SENGKETA KONSUMEN
Persidangan Dengan Cara Mediasi

Pasal 30
Majelis dalam menyelesaikan sengketa konsumen dengan cara Mediasi, mempunyai tugas :
a. memanggil konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
b. memanggil saksi dan saksi ahli bila diperlukan;
c. menyediakan forum bagi konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
d. secara aktif mendamaikan konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
e. secara aktif memberikan saran atau anjuran penyelesaian sengketa konsumen sesuai dengan
peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan konsumen.
Pasal 31
Tata cara penyelesaian sengketa konsumen dengan cara Mediasi adalah :
a. Majelis menyerahkan sepenuhnya proses penyelesaian sengketa kepada konsumen dan pelaku usaha
yang bersangkutan, baik mengenai bentuk maupun jumlah ganti rugi;
b. Majelis bertindak aktif sebagai Mediator dengan memberikan nasehat, petunjuk, saran dan upayaupaya lain dalam menyelesaikan sengketa;
c. Majelis menerima hasil musyawarah konsumen dan pelaku usaha dan mengeluarkan ketentuan.


Slide 8

PERKEMBANGAN MEDIASI
DI LUAR PENGADILAN
DI INDONESIA
Andrea Hynan Poeloengan, SH (Unibraw), M.Hum (Unpar), MTCP (Uni of Wollongong)
Workshop Internasional
Perkembangan Mediasi di Indonesia, Jepang dan Australia
Masa Kini Menuju Masa Depan
Rabu, 21 Agustus 2013
Pengadilan Negeri Kelas 1B Cibinong
Kabupaten Bogor

Perma No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan
Pasal 2
Ruang lingkup dan Kekuatan Berlaku Perma
1. Peraturan Mahkamah Agung ini hanya berlaku untuk mediasi yang terkait dengan
proses berperkara di Pengadilan.
2. Setiap hakim, mediator dan para pihak wajib mengikuti prosedur penyelesaian
sengketa melalui mediasi yang diatur dalam Peraturan ini.
3. Tidak menempuh prosedur mediasi berdasarkan Peraturan ini merupakan
pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 130 HIR dan atau Pasal 154 Rbg yang
mengakibatkan putusan batal demi hukum.
4. Hakim dalam pertimbangan putusan perkara wajib menyebutkan bahwa perkara
yang bersangkutan telah diupayakan perdamaian melalui mediasi dengan
menyebutkan nama mediator untuk perkara yang bersangkutan.
Pasal 23
Mediator yang telah tersertifikasi dimungkinkan untuk melakukan Mediasi di luar
pengadilan dengan hasil kesepakatannya dapat diajukan ke pengadilan untuk
memperoleh akta perdamaian dengan cara mengajukan gugatan

KEUTAMAAN PANCASILA
Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011
Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
telah menegaskan bahwa :
PANCASILA adalah
SUMBER DARI SEGALA SUMBER HUKUM
TAP MPR NO.: II/MPR/1978 yang digantikan dengan
TAP MPR NO.: XVIII/MPR/1998
telah menegaskan bahwa
PANCASILA adalah DASAR NEGARA
PANCASILA MENGANDUNG NILAI NILAI LESTARI DAN
UNIVERSAL YANG WAJIB DIUTAMAKAN/DIDAHULUKAN
DALAM RANGKA MEMBANGUN SELURUH SENDI
KEHIDUPAN BERMASYARAKAT, BERBANGSA &
BERNEGARA.

KEUTAMAAN BERMUSYAWARAH

PANCASILA adalah
SUMBER DARI SEGALA SUMBER HUKUM
PANCASILA MENGANDUNG NILAI NILAI LESTARI DAN
UNIVERSAL YANG HARUS DIUTAMAKAN/DIDAHULUKAN
UNTUK MENYELESAIKAN DAN MENGAKHIRI KONFLIK.
NILAI NILAI TERSEBUT TERKANDUNG DALAM SILA
KEEMPAT PANCASILA YANG MENGEDEPANKAN :
KEUTAMAAN MUSYAWARAH UNTUK MUFAKAT
BERDASARKAN ASAS KEKELUARGAAN

Nilai-Nilai Universal Pancasila
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat.
Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.
Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk
kepentingan bersama.
Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat
kekeluargaan.
Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan
melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai hati nurani yang
luhur.
Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggung-jawabkan secara
moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan
martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan

Musyawarah untuk mufakat adalah memang cara penyelesaian perselisihan yang paling
sesuai dengan Pancasila.
NAMUN bagaimana bermusyawarah untuk mufakat, yang lebih berdaya guna dan
berhasil guna, sehingga peluang tercapainya kesepakatan bagi para pihak menjadi lebih
besar ?
Teknik dan metode bermusyawarah untuk mufakat, yang lebih berdaya guna dan berhasil
guna, sehingga peluang tercapainya kesepakatan bagi para pihak menjadi lebih besar,
itulah yang dikenal dengan :
“MEDIASI”

Melalui pengembangan dan pemuktahiran teknik-teknik, metode tahapannya yang sangat
sistematis, dan bantuan dari orang yang berkeahlian, terlatih, terdidik untuk menjadi
seorang Mediator, yang bertugas bukan untuk memutus, melainkan diantaranya untuk
mendorong, membantu pihak berselisih/bersengketa/berkonflik menemukan peluangpeluang yang menurut para pihak adalah terbaik bagi kepentingan bersama para pihak.
Mediasi menjadikan musyawarah mufakat lebih efektif dan efisien, juga dapat
mentransformasi hubungan antara para pihak menjadi lebih terbuka.
MEDIASI BAGI BANGSA INDONESIA, SEYOGIANYA MENJADI UPAYA UTAMA YANG
HARUS DIDAHULUKAN DALAM PENYELESAIAN
PERSELISIHAN/SENGKETA/KONFLIK SEBAGAI AKTUALISASI NILAI-NILAI
UNIVERSAL PANCASILA
Maka, Perma No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan, merupakan bagian dari
aktualisasi nilai-nilai universal Pancasila tersebut

Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 tahun 2008 (PerMa 1/2008)
mendefinisikan Mediasi sebagai cara penyelesaian sengketa melalui proses
perundingan untuk memperoleh kesepakatan dengan dibantu oleh Mediator

Mediasi adalah suatu proses negosiasi dipandu dibantu oleh orang yang terpercaya.
Mediator membantu pihak berkonflik untuk berbagi perspektif dan pengalaman
mereka, mengidentifikasi kebutuhan yang mendasar, bertukar pikiran tentang
pilihan kreatif untuk mengatasi kebutuhan, dan kemudian membuat kesepakatan
akhir. (Lisa Schirch : 2004)
Mediasi sebagai intervensi terhadap suatu sengketa atau negosiasi yang dilakukan
oleh pihak ketiga yang dapat diterima, tidak berpihak/netral, yang tidak mempunyai
kewenangan untuk mengambil keputusan dalam membantu para pihak berselisih
dalam upaya mencari kesepakatan sukarela dalam menyelesaikan permasalahan
yang disengketakan (Christopher Moore: 2003)
Mediasi adalah sarana agar membiasakan Bangsa Indonesia berkonflik dengan cara
yang baik dan benar, untuk mencegah meluasnya, bahkan meningkatnya ekskalasi
konflik dalam rangka mewujudkan Perdamaian, Kesejahteraan, dan Menjaga
Keutuhan NKRI. (Rachman, Jusril, Poeloengan : 2012)
Mediasi merupakan sistem penyelesaian secara damai yang selaras dengan jiwa Sila
Keempat dan Nilai Luhur dari Ke-Bhinneka-Tunggal-Ika-an yang tidak berorientasi
mencari-cari perbedaan, tidak berpretensi mencari siapa yang salah atau siapa yang
benar, melainkan berorientasi pada suatu kesamaan terakomodirnya kebutuhan
atau kepentingan para pihak berkonflik. (Putut Eko Bayuseno : 2012)

Undang Undang No. 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial
telah mengamanatkan untuk mengembangkan sistem penyelesaian
perselisihan secara damai. Dalam Pasal 8 Undang-undang tersebut
dinyatakan bahwa:
1.Penyelesaian perselisihan dalam masyarakat dilakukan secara
damai.
2.Penyelesaian secara damai sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengutamakan musyawarah untuk mufakat.
3.Hasil musyawarah mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
mengikat para pihak.
Penyelesaian perselisihan yang secara damai perlu dimaknai, bahwa
para pihak yang berselisih / bersengketa / berkonflik secara sukarela
melaksanakan hasil kesepakatan perdamaian tanpa merasa
dipaksakan.
Perdamaian yang demikian itu adalah lebih lestari dibandingkan
perdamaian yang dipaksakan oleh pihak ketiga yang lebih berperan
layaknya pemutus dan pengadil, untuk memutuskan dan mengadili
apa yang menurutnya berdasarkan hukum adil bagi para pihak
berselisih / bersengketa / berkonflik tersebut.

KESADARAN HUKUM MENINGKAT = AKSES PADA PENGADILAN ≠
AKSES PADA KEADILAN
FAKTA :
Gambar 1: Grafik tentang Data Penyelesaian Konflik Melalui Jalur Pengadilan

Sumber : Cetak Biru Pembaruan Peradilan 2010-2035 Jakarta Mahkamah Agung RI, 2010 Diterbitkan oleh:
Mahkamah Agung RI, dan Laporan Tahunan Mahkamah Agung RI - Tahun 2010-2011

Kesadaran Hukum Meningkat
Namun frekuensi dan eskalasi Konflik Sosial juga tetap tinggi (Putut Eko Bayuseno : 2012)
9

KONFLIK MENINGKAT
Sistem Nasional Pemantauan Kekerasan (SNPK) : Sistem informasi yang menyediakan data dan analisis
tentang konflik dan kekerasan yang terjadi di berbagai wilayah di Indonesia. Proyek SNPK dipimpin oleh
Kemenkokesra, dengan dukungan Bank Dunia dan The Habibie Center.

http://www.snpk-indonesia.com/DataTools/Index?lang=ina&randdo=38141a91-1af9-4f1b-96da-a0cf05354e2c&userid=429853

10

Sistem Nasional Pemantauan Kekerasan (SNPK)
Periode 2010 s.d 2012

http://www.snpk-indonesia.com/DataTools/Index?lang=ina&randdo=38141a91-1af9-4f1b-96da-a0cf05354e2c&userid=429853

11

MEDIASI DI LUAR PENGADILAN

Mediasi di luar pengadilan yang menarik adalah yang dilakukan di Kabupaten Karawang terhadap
beberapa perselisihan / sengketa / konflik. Mediasi ini dilakukan dengan Mediator seorang perwira
polisi, AKP Iman Imannuddin, SIK, SH, MH, yang pada saat itu menjabat sebagai Kasat Reskrim Polres
Karawang. Ia memang telah mengikuti dan tersertifikasi sebagai seorang Mediator yang bersertifikat
dari Pusat Mediasi Nasional (PMN). Dalam melaksanakan tugasnya, tidak semua perkara diselesaikan
dengan penyidikan hingga penuntutan. Sebagai seorang Mediator yang tersertifikasi, telah merubah
pendekatan caranya bekerja sebagai seorang Reserse dengan menjadikan penegakan hukum sebagai
pilihan terakhir (Ultimum Remedium).
Dari seluruh perkara yang diselesaikan melalui cara Mediasi tersebut, telah mencegah terjadinya konflik
komunal ataupun konflik sosial di Kabupaten Karawang, bahkan dapat terselesaikan sebelum dibuatnya
Laporan Polisi karena masalah telah terselesaikan serta mencapai kesepakatan dan berdamai.

===
Mediasi di luar pengadilan atas perkara dalam Laporan Polisi tentang Tindak Pidana ITE berupa
intersepsi (penyadapan) antara PT. Agc vs Bs. Dalam perkara yang terjadi di Kota Bogor tersebut para
pihak berdamai melalui proses Mediasi yang dipimpin oleh Mediator bersertifikat dari PMN. Hasil
Mediasi tersebut dilaporkan kepada penyidik, hingga akhirnya memperoleh Penghentian Penyidikan
(SP3) dari Polres Bogor Kota, dan para pihak dapat islah kembali.
Ada juga perkara perdata sengketa jual beli saham antara Tn CT dengan Tn HB dkk. Walaupun
perkaranya tengah diperiksa oleh Majelis Hakim Mahkamah Agung RI dalam tahapan Kasasi, tetapi
sebagian besar (90 %) diantara para pihak yang bersengketa telah sepakat untuk berdamai melalui
Mediasi di luar pengadilan yang dipimpin oleh Mediator bersertifikat dari PMN, sehingga realisasi jual
beli saham dapat dilakukan sebelum putusnya perkara Kasasi di Mahkamah Agung RI.
Mediasi seharusnya “Forget the Law”, “Forget the Past”, dan “Don’t Look Back in Anger”

KEMANFAATAN MUSYAWARAH/MEDIASI
Putut Eko Bayuseno. 2012. Optimalisasi Musyawarah Sebagai Sarana Pengelolaan Konflik Dapat Meningkatkan Keamanan Di
Daerah Dalam Rangka Memperkuat Ketahanan Nasional. Esai Lemhanas PPSA XVIII. Lemhanas. Jakarta.

Data penyelesaian perkara/konflik khusus perkara yang berhubungan dengan Direktorat Reskrim Umum
pada Wilayah Hukum Polda Jawa Barat (21 Polres, 1 Polrestabes, 1 Dit Reskrim Um) per Semester I tahun
2012 (Januari s/d Juni 2012), Jumlah total perkara/konflik 15.595 kasus.
Data di olah dari sumber Dit Reskrim Um Polda Jawa Barat.
Siap dilakukan penuntutan (P.21) = 4516
perkara (28,96%)

4.93%

8,83%

5.76%
2.87%

28,96%

Belum selesai proses penyidikannya =
7588 perkara/konflik (48,66%)

Penghentian penyidikan (SP 3) = 447
Konflik (2,87%)

48,66%

musyawarah untuk mufakat ataupun
mediasi di kantor polisi setelah ada
Laporan polisi = 898 konflik (Peran
Penyelidik & Penyidik) (5,76%)
musyawarah untuk mufakat ataupun
mediasi di kantor Polisi, sebelum
timbulnya Laporan Polisi = 769 Konflik
(Peran Bhabinkamtibmas & Personil
lainnya) (4,93%)

KEMANFAATAN MUSYAWARAH/MEDIASI
Putut Eko Bayuseno. 2012. Optimalisasi Musyawarah Sebagai Sarana Pengelolaan Konflik Dapat Meningkatkan Keamanan Di
Daerah Dalam Rangka Memperkuat Ketahanan Nasional. Esai Lemhanas PPSA XVIII. Lemhanas. Jakarta.

Perbandingan Biaya Penyelesaian Konflik
Antara Melalui Musyawarah/Mediasi dan Tidak Melalui Musyawarah/Mediasi
Data di olah dari sumber Dit Reskrim Um Polda Jawa Barat.
Rp70,000,000,000

Rp60,000,000,000

Rp62.515.389.000
Rp50,000,000,000

Rp40,000,000,000

Rp30,000,000,000
Series1
Rp20,000,000,000

Rp10,000,000,000

Rp9.132.000.000
Rp0
3044 perkara/konflik diselesaikan melalui mediasi
dikalikan biaya rata rata penyelesaian sebesar Rp.
3.000.000,-

Bila 3044 perkara/konflik tidak diselesaikan melalui
mediasi maka dikalikan Rata Rata biaya Berdasarkan
Skep Kapolri No. Kep/606/XI/2011 tgl 17 Nop 2011
indeks anggaran lidik sidik perkara, sebesar Rp.
20.537.250,-

SOP tentang Pelaksanaan Tugas
Bhabinkamtibmas Oktober 2011
Fungsi Bhabinkamtibmas
• 2 f memediasi dan memfasilitasi upaya
pemecahan masalah yang terjadi di masyarakat;
Peran Bhabinkamtibmas
• 3 c mediator dan fasilitator dalam penyelesaian
permasalahan-permasalahan sosial yang terjadi
di masyarakat Desa/ Kelurahan

HEMAT ? (ilustrasi)
INSTANSI, IF…

IF…, JUMLAH INSTANSI X BIAYA
PENANGANAN PERKARA

TOTAL

POLSEK
1 perkara / 1 bulan

4000 x @ Rp. 500.000
anggaran per perkara

Rp.

2.000.000.000

POLRES
1 perkara / 1 bulan

400 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

400.000.000

POLDA
1 perkara / 1 bulan

25 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

25.000.000

KEJAKSAAN
1 perkara / 1 bulan

300 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

300.000.000

PENGADILAN
1 perkara / 1 bulan

300 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

300.000.000

Penghematan Anggaran
Negara Perbulan

Rp. 3.025.000.000 +
Potential Lost (Social Cost)

Biaya Penyelesaian Sengketa
Indicator
WAKTU (days)
BIAYA (% of
KERUGIAN)

Indonesia
570
122.7

East Asia & Pacific
519
47.8

OECD
518
19.7

Doing Business 2012: Data for Indonesia (WB)
Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD - Organisation for Economic Co-operation and Development)

Hambatan Mediasi
Mediasi vs Paradigma Keadilan yang Legisme
•Pelanggaran adalah Wanprestasi, Onrechmatmatige Daad,
Wederrechttelick.
•Ada aturan yang dilanggar. Cara penyelesaian sesuai dengan aturan
hukum dan hukum acara.
•Keadilan: Adil jika perbuatan sesuai dengan hukum. Adil jika salah
telah dihukum sesuai dengan aturan yang berlaku
Mediasi : Keadilan adalah kepentingan para pihak terpenuhi,
keadaan masing-masing pihak terpulihkan, kepentingan yang lebih
besar tidak terganggu, hubungan menjadi lebih terbuka, tanpa
pembuktian formal, tanpa benar salah, keputusan dibuat dan
disepakati para pihak.
Mediasi : memulihkan hubungan yang rusak = Restorative Justice

Tidak ada yang salah dengan
Konsepsi Hukum yang Legisme tersebut.
Hanya saja masyarakat pada umumnya dan para pengemban profesi hukum
menjadi terorientasikan pada makna keadilan yang legisme pula.
Konsepsi hukum atas makna “pelanggaran” yang legisme, yang terfokus pada
makna keadilan yang legisme pula tersebut, berbeda dengan prespektif dari
keadilan yang memulihkan (Restorative Justice).
VS
Mediasi : Keadilan adalah kepentingan para pihak terpenuhi, keadaan
masing-masing pihak terpulihkan, kepentingan yang lebih besar tidak
terganggu, hubungan menjadi lebih terbuka, tanpa pembuktian formal,
tanpa benar salah, keputusan dibuat dan disepakati para pihak

Yurisprudensi atau Sekedar Preseden ?







Perkara 378 jo 372 KUHP- LP/43/IX/2007/DIR RESKRIM POLDA DIY – Pelapor Cabut
Penyidik & Penuntut tetap Lanjut  Sidang PN Yogyakarta
PUT PN Yogyakarta: No. 317/PID.B/2008 Pencabutan Pengaduan Dikabulkan &
Penuntutan Tidak dapat Diterima
PUT PT Yogyakarta:No. 01/PID/PLW/2009/PT.YK : Persidangan PN Yogyakarta
Batal Demi Hukum
PUT Kasasi MA RI: No. 1600 K/PID/2009 : Pencabutan Pengaduan Dikabulkan &
Penuntutan Tidak dapat Diterima

Mediasi  Damai  Cabut Laporan  Tdk Cukup Bukti ?
Mediasi  Damai  Bukan Peraka Pidana ?
Mediasi  Damai  Demi Hukum  Diskresi  Restorative Justice ? (vide Pasal 18
UU No. 2 Tahun 2002 jo Pasal 30 ayat 4 UUD 1945)  Ultimum Remedium

Konsepsi Humanis Restorative Justice
Prespektif Restorative Justice :
1.

Bahwa Pelanggaran adalah suatu perbuatan yang mungkin keliru
dilakukan oleh pihak
tertentu sehingga membuat hubungan
(relationship) diantara pihak tertentu tersebut dengan para pihak lainya
yang terkait menjadi rusak.

2.

Bahwa hubungan yang menjadi rusak tersebut, harus diperbaiki,
dipulihkan, disembuhkan dengan sebisa mungkin menempatkan hal
yang benar (to put things right as possible)

3.

Bahwa perlu dilakukan upaya yang mendorong seluruh pihak terkait
untuk mengerti/memahami akibat/konsekuensi dari suatu pelanggaran.
Selanjutnya berupaya memastikan bahwa seluruh pihak terkait berniat
dan merealisasikan tindakan sebanyak mungkin menempatkan hal yang
benar, dalam rangka merajut kembali atau memperbaiki hubungan yang
telah rusak.
23

Prespektif Legisme.
•Pelanggaran UU
•Siapa yang Salah atau Benar
•Pembuktian menjadi utama
•Menyalahkan perilaku di masa lalu
•Nememis “pembalasan” /hukuman
•Keadilan sesuai undang undang
•Ketidakpuasan






Prespektif Restorative Justice
Pelanggaran / Perusakan (Harms) Relationship
Merubah perilaku di masa yang akan datang
Mengobati, memulihkan, memperbaiki relationship
Semua pihak terkait bertanggungjawab
Kebersamaan mengidentifikasi dan memetakan kerugiankerugian, kebutuhan dan tindakan yang perlu dilakukan untuk
memulihkan relationship
24

Anggapan Keliru !
Restorative Justice seringkali dianggap semata sebagai suatu
bentuk pemaafan atau pengampunan!
Bahwa benar dengan pemaafan (ataupun pengampunan) maka
suatu hubungan yang rusak akan menjadi pulih, namun dalam
Restorative Justice tidak selalu harus ada unsur pemaafan.
Restorative Justice tidak hanya terfokus pada korban, akan
tetapi concern pula terhadap pihak pelanggar dan pihak lain
yang terdampak. Menjadi lebih utama adalah sebisa mungkin
menempatkan hal yang benar, agar kondisi/keadaan/suatu
relationship pada masa yang akan datang menjadi lebih baik.

Anggapan Keliru !
Restorative Justice dianggap berbeda arah dengan Criminal
Justice System dan Civil Justice System bahkan ada anggapan
keberadaannya menjadi tumpang tindih dengan Justice System
yang telah ada.
Bahwa Restorative Justice adalah konsepsi atas makna keadilan.
Dengan Restorative Justice kita berupaya mereorientasi kembali
bagaimana kita perlu memahami makna keadilan yang lebih
dalam.

Apakah suatu kondisi dimana seseorang yang terbukti melakukan perbuatan
melawan hukum (pelaku) dan telah dijatuhi sanksi dapat diartikan bahwa
keadilan telah ditegakkan? Dalam konsepsi CJS, kondisi demikian dapat
dikatakan telah memenuhi rasa keadilan. Hukuman yang setimpal adalah
suatu keadilan
Bagaimana dengan keberlangsungan kehidupan istrinya dan anak dari
pelaku?
Bagaimana dengan keluarga korban yang sering kali tidak dapat menerima
putusan dari Majelis Hakim yang dianggap tidak cukup memuaskan ?
Bagaimana dengan keberlangsungan kehidupan 1000 karyawan yang
perusahaan tempatnya bekerja, dinyatakan pailit oleh putusan pengadilan
atas adanya gugatan pailit pihak kreditur? Siapa yang harus bertanggung
jawab atas keberlangsungan kehidupan karyawan tersebut? Bukankah
pemerintah juga bertanggung jawab untuk menciptakan lapangan kerja?
CJS atau penegakan hukum adalah perlu, namun menjadi lebih baik bila
bersamaan dengan itu dilakukan pula upaya “to put things right as possible”,
sebagaimana prespektif dari Restorative Justice.

To put things right as possible
(memulihkan kembali kepada kondisi yang benar/tepat)
Prespektif Restorative Justice, Pelanggaran itu menggambarkan adanya
hubungan (relationship) yang rusak.
Adanya hubungan yang rusak potensial menjadi sebab dan berdampak pada
Pelanggaran. Sebaliknya Pelanggaran juga mengakibatkan hubungan menjadi
rusak.
“The Harm of one is the harm of all”.
Perbuatan “harms” seperti membahayakan; merugikan; merusak; menyakiti;
melukai; mengganggu; mencelakakan; menjahati, dll adalah tindakan keliru
yang perlu diperbaiki dan ditempatkan kembali menjadi benar.
Menjadi kewajiban bagi semua pihak terkait yang berkepentingan yaitu
pelaku, korban, komunitas (masyarakat sekitar, pemerintah daerah, para
pengemban profesi hukum dll) untuk sebisa mungkin menempatkan hal yang
benar.

Restorative Justice
Peduli :
PELAKU, KORBAN, KOMUNITAS
HARMS, NEEDS, OBLIGATIONS

sebisa mungkin menempatkan hal yang benar dan tepat
dalam rangka memulihkan

Restorative Justice tidak dimaksudkan menggatikan CJS.
Restorative Justice dan CJS seyogyanya dipandang dan
dipahami secara lebih utuh sebagai konsepsi atas makna
keadilan dalam rangka melaksanakan Pembangunan
Perdamaian (Peacebuilding)

Peta Pembangunan Perdamaian
Meningkatkan
Kapasitas
1. Kerma Pendidikan Perdamaian
2. Kerma Penelitian dan Evaluasi
3. Kerma Pembangunan dalam
segala bidang

Mengobarkan
Anti Kekerasan
1. Membangkitkan Kesadaran dan
Kepedulian Stake Holder NKRI
2. Meningkatkan Rasa/Sikap/Perilaku
Saling Ketergantungan
(membangun kebersamaan)

Meredam Kekerasan
1. Preventing Victimization; restraining
offenders; Create a space for cooling
down; Cease-Fire Agreements;
Peacekeeping; Humanitarian Assistance
2. Early Warning dan Response Program
3. Legal & Judicial Systems
Criminal Justice System (CJS)
(to maintain order, not revenge)

Transformasi Hubungan
1.
2.
3.
4.
5.

Governance & Policymaking
Trauma Healing & Recovery Programs
Ritual & Symbolic Transformation
Restorative Justice
Conflict Transformation :
- Dialogue;
- Negotiation;
- Mediation.

Adaptasi : The Cycle of Peacebuilding, Strategic Peacebuilding, Lisa Schirch oleh Rachman, Jusril, Poeloengan (2012)

Terima Kasih
Mediasi di luar pengadilan di Indonesia, seharusnya dapat berkembang dengan pesat dengan
masih berlakunya Pancasila sebagai Dasar Negara dan Faslafah Bangsa Indonesia.
Musyawarah untuk mufakat, Kekeluargaan dan Gotong Royong adalah diantara nilai-nilai Pancasila
yang universal akan bermetamorfosis hingga terwujud, tercermin dan selaras dengan semangat
dalam Mediasi itu sendiri.
Berkembangnya Restorative Justice yang dapat mereorientasikan kembali makna Keadilan, yang
ternyata sejalan dengan nilai-nilai universal dari Pancasila, seharusnya dapat menjadi stimulan
dalam mempercepat perkembangan Mediasi di Indonesia.
Masa depan, diperlukan upaya bersama seluruh stake holder, khususnya pembuat kebijakan
dengan mengingat “law as a social tool engineering”, untuk segera berperan aktif, menaruh
perhatian dan turut serta melakukan perancangan UU tentang Mediasi.
UU tentang Mediasi sekaligus guna menselaraskan dan mengharmonisasikan ketentutanketentuan Mediasi yang masih tersebar dalam peraturan perundang-undangan lainnya, sehingga
tercapai kesamaan makna, hakikat dan pengimplementasian Mediasi sebagai Revitalisasi dan
Aktualisasi Pancasila, yang pada akhirnya berperan penting dalam terciptanya Kondisi Damai dan
Sejehtera bagi Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

SEGITIGA MEDIASI,
SUMBER PUSAT MEDIASI
NASIONAL (PMN) 2012

Pusat Mediasi Nasional.
2012. Mediation Triangles
and Mediation Skills.
Pelatihan Mediasi 40 jam
Angkatan 42, 10-14
September 2012, Jakarta.
Segitiga Mediasi ini
diadaptasi dari Boule,
Laurance., & Hwee, The
Hwee. 2000. Mediation:
Principles Process
Practice (Singapore
Edition). Butterworths
Asia & Singapore
Mediation Centre. Hal 99114.

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.1/2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
Pasal 147

Penyelesaian sengketa di bidang perumahan terlebih dahulu diupayakan berdasarkan musyawarah
untuk mufakat.

Pasal 148
(1) Dalam hal penyelesaian sengketa melalui musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, pihak yang
dirugikan dapat menggugat melalui pengadilan yang berada di lingkungan pengadilan umum atau
di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa melalui alternatif
penyelesaian sengketa.
(2) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
melalui arbitrase, konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan/atau penilaian ahli sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. UU yang mana?
(3) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
menghilangkan tanggung jawab pidana.

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.32/2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Dalam penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan dapat digunakan jasa
mediator dan/atau arbiter untuk membantu menyelesaikan sengketa lingkungan hidup, (Pasal
85 ayat 3) Mediasi tidak wajib dan tidak ada penjelasan lebih detil ttg mediasi.



UU No.14/2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik
Komisi Informasi adalah lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan Undang-Undang ini dan
peraturan pelaksanaannya, menetapkan petunjuk teknis standar layanan informasi publik dan
menyelesaikan sengketa informasi publik melalui mediasi dan/atau ajudikasi nonlitigasi
(Pasal 1 ayat 4) Mediator dan Pemutus sengketa
Pasal 40 (1) Penyelesaian sengketa melalui Mediasi merupakan pilihan para pihak dan bersifat
sukarela. Namun, Pasal 42, Penyelesaian Sengketa Informasi Publik melalui Ajudikasi
nonlitigasi oleh Komisi Informasi hanya dapat ditempuh apabila upaya Mediasi dinyatakan
tidak berhasil secara tertulis oleh salah satu atau para pihak yang bersengketa, atau salah satu
atau para pihak yang bersengketa menarik diri dari perundingan. Wajibkah atau pilihankah

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.39/1999 Tentang Hak Asasi Manusia
Komisi Nasional Hak Asasi yang selanjutnya disebut Komnas HAM adalah lembaga mandiri yang
berkedudukan setingkat dalam negara lainya yang berfungsi melaksanakan pengkajian,
penelitian, penyaluran, pemantauan, dan mediasi hak asasi manusia, Pasal 1 ayat 7 jo. Pasal
76. Definisi mediasi tidak dijelaskan
Pasal 89 ayat 4, Untuk melaksanakan fungsi Komnas HAM dalam mediasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 76, Komnas HAM bertugas dan berwenang melakukan: a. perdamaian
kedua belah pihak; b. penyelesaian perkara melaui cara konsultasi, negosiasi, mediasi,
konsiliasi, dan penilaian ahli; c. pemberian saran kepada para pihak untuk menyelesaikan
sengketa melalui pengadilan; d. penyampaian rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak
asasi manusia kepada Pemerintah untuk ditindaklanjuti penyelesaiannya; dan e. penyampaian
rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak asasi manusia kepada Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia untuk ditindaklanjuti. Fungsi Mediasi, namun di dalamnya termasuk
konsultasi, negosiasi, dll. Menyarankan para pihak untuk menyelesaikan sengketa melalui
pengadilan adalah TABU bagi mediator.

UU No. 30 Tahun 1999 Tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
 Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar
peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat
secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. (Pasal 1 ayat 1 UU
30/1999)
 Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa
atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni
penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi,
mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. (Pasal 1 ayat 10 UU 30/1999)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009
TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN

Upaya penyelesaian sengketa perdata dapat dilakukan di luar pengadilan
negara melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa. (Pasal 58
UU No.48/2009)


Arbitrase merupakan cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar
pengadilan yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara
tertulis oleh para pihak yang bersengketa. (Pasal 59 ayat 1 UU No.48/2009)



Alternatif Penyelesaian Sengketa merupakan lembaga penyelesaian
sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak,
yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi,
mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. (Pasal 60 ayat 1 UU No.48/2009)
©PMN 2013

37

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen jo
KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN
REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 350/MPP/Kep/12/2001 TENTANG
PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG BADAN PENYELESAIAN
SENGKETA KONSUMEN
Persidangan Dengan Cara Mediasi

Pasal 30
Majelis dalam menyelesaikan sengketa konsumen dengan cara Mediasi, mempunyai tugas :
a. memanggil konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
b. memanggil saksi dan saksi ahli bila diperlukan;
c. menyediakan forum bagi konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
d. secara aktif mendamaikan konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
e. secara aktif memberikan saran atau anjuran penyelesaian sengketa konsumen sesuai dengan
peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan konsumen.
Pasal 31
Tata cara penyelesaian sengketa konsumen dengan cara Mediasi adalah :
a. Majelis menyerahkan sepenuhnya proses penyelesaian sengketa kepada konsumen dan pelaku usaha
yang bersangkutan, baik mengenai bentuk maupun jumlah ganti rugi;
b. Majelis bertindak aktif sebagai Mediator dengan memberikan nasehat, petunjuk, saran dan upayaupaya lain dalam menyelesaikan sengketa;
c. Majelis menerima hasil musyawarah konsumen dan pelaku usaha dan mengeluarkan ketentuan.


Slide 9

PERKEMBANGAN MEDIASI
DI LUAR PENGADILAN
DI INDONESIA
Andrea Hynan Poeloengan, SH (Unibraw), M.Hum (Unpar), MTCP (Uni of Wollongong)
Workshop Internasional
Perkembangan Mediasi di Indonesia, Jepang dan Australia
Masa Kini Menuju Masa Depan
Rabu, 21 Agustus 2013
Pengadilan Negeri Kelas 1B Cibinong
Kabupaten Bogor

Perma No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan
Pasal 2
Ruang lingkup dan Kekuatan Berlaku Perma
1. Peraturan Mahkamah Agung ini hanya berlaku untuk mediasi yang terkait dengan
proses berperkara di Pengadilan.
2. Setiap hakim, mediator dan para pihak wajib mengikuti prosedur penyelesaian
sengketa melalui mediasi yang diatur dalam Peraturan ini.
3. Tidak menempuh prosedur mediasi berdasarkan Peraturan ini merupakan
pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 130 HIR dan atau Pasal 154 Rbg yang
mengakibatkan putusan batal demi hukum.
4. Hakim dalam pertimbangan putusan perkara wajib menyebutkan bahwa perkara
yang bersangkutan telah diupayakan perdamaian melalui mediasi dengan
menyebutkan nama mediator untuk perkara yang bersangkutan.
Pasal 23
Mediator yang telah tersertifikasi dimungkinkan untuk melakukan Mediasi di luar
pengadilan dengan hasil kesepakatannya dapat diajukan ke pengadilan untuk
memperoleh akta perdamaian dengan cara mengajukan gugatan

KEUTAMAAN PANCASILA
Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011
Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
telah menegaskan bahwa :
PANCASILA adalah
SUMBER DARI SEGALA SUMBER HUKUM
TAP MPR NO.: II/MPR/1978 yang digantikan dengan
TAP MPR NO.: XVIII/MPR/1998
telah menegaskan bahwa
PANCASILA adalah DASAR NEGARA
PANCASILA MENGANDUNG NILAI NILAI LESTARI DAN
UNIVERSAL YANG WAJIB DIUTAMAKAN/DIDAHULUKAN
DALAM RANGKA MEMBANGUN SELURUH SENDI
KEHIDUPAN BERMASYARAKAT, BERBANGSA &
BERNEGARA.

KEUTAMAAN BERMUSYAWARAH

PANCASILA adalah
SUMBER DARI SEGALA SUMBER HUKUM
PANCASILA MENGANDUNG NILAI NILAI LESTARI DAN
UNIVERSAL YANG HARUS DIUTAMAKAN/DIDAHULUKAN
UNTUK MENYELESAIKAN DAN MENGAKHIRI KONFLIK.
NILAI NILAI TERSEBUT TERKANDUNG DALAM SILA
KEEMPAT PANCASILA YANG MENGEDEPANKAN :
KEUTAMAAN MUSYAWARAH UNTUK MUFAKAT
BERDASARKAN ASAS KEKELUARGAAN

Nilai-Nilai Universal Pancasila
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat.
Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.
Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk
kepentingan bersama.
Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat
kekeluargaan.
Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan
melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai hati nurani yang
luhur.
Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggung-jawabkan secara
moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan
martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan

Musyawarah untuk mufakat adalah memang cara penyelesaian perselisihan yang paling
sesuai dengan Pancasila.
NAMUN bagaimana bermusyawarah untuk mufakat, yang lebih berdaya guna dan
berhasil guna, sehingga peluang tercapainya kesepakatan bagi para pihak menjadi lebih
besar ?
Teknik dan metode bermusyawarah untuk mufakat, yang lebih berdaya guna dan berhasil
guna, sehingga peluang tercapainya kesepakatan bagi para pihak menjadi lebih besar,
itulah yang dikenal dengan :
“MEDIASI”

Melalui pengembangan dan pemuktahiran teknik-teknik, metode tahapannya yang sangat
sistematis, dan bantuan dari orang yang berkeahlian, terlatih, terdidik untuk menjadi
seorang Mediator, yang bertugas bukan untuk memutus, melainkan diantaranya untuk
mendorong, membantu pihak berselisih/bersengketa/berkonflik menemukan peluangpeluang yang menurut para pihak adalah terbaik bagi kepentingan bersama para pihak.
Mediasi menjadikan musyawarah mufakat lebih efektif dan efisien, juga dapat
mentransformasi hubungan antara para pihak menjadi lebih terbuka.
MEDIASI BAGI BANGSA INDONESIA, SEYOGIANYA MENJADI UPAYA UTAMA YANG
HARUS DIDAHULUKAN DALAM PENYELESAIAN
PERSELISIHAN/SENGKETA/KONFLIK SEBAGAI AKTUALISASI NILAI-NILAI
UNIVERSAL PANCASILA
Maka, Perma No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan, merupakan bagian dari
aktualisasi nilai-nilai universal Pancasila tersebut

Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 tahun 2008 (PerMa 1/2008)
mendefinisikan Mediasi sebagai cara penyelesaian sengketa melalui proses
perundingan untuk memperoleh kesepakatan dengan dibantu oleh Mediator

Mediasi adalah suatu proses negosiasi dipandu dibantu oleh orang yang terpercaya.
Mediator membantu pihak berkonflik untuk berbagi perspektif dan pengalaman
mereka, mengidentifikasi kebutuhan yang mendasar, bertukar pikiran tentang
pilihan kreatif untuk mengatasi kebutuhan, dan kemudian membuat kesepakatan
akhir. (Lisa Schirch : 2004)
Mediasi sebagai intervensi terhadap suatu sengketa atau negosiasi yang dilakukan
oleh pihak ketiga yang dapat diterima, tidak berpihak/netral, yang tidak mempunyai
kewenangan untuk mengambil keputusan dalam membantu para pihak berselisih
dalam upaya mencari kesepakatan sukarela dalam menyelesaikan permasalahan
yang disengketakan (Christopher Moore: 2003)
Mediasi adalah sarana agar membiasakan Bangsa Indonesia berkonflik dengan cara
yang baik dan benar, untuk mencegah meluasnya, bahkan meningkatnya ekskalasi
konflik dalam rangka mewujudkan Perdamaian, Kesejahteraan, dan Menjaga
Keutuhan NKRI. (Rachman, Jusril, Poeloengan : 2012)
Mediasi merupakan sistem penyelesaian secara damai yang selaras dengan jiwa Sila
Keempat dan Nilai Luhur dari Ke-Bhinneka-Tunggal-Ika-an yang tidak berorientasi
mencari-cari perbedaan, tidak berpretensi mencari siapa yang salah atau siapa yang
benar, melainkan berorientasi pada suatu kesamaan terakomodirnya kebutuhan
atau kepentingan para pihak berkonflik. (Putut Eko Bayuseno : 2012)

Undang Undang No. 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial
telah mengamanatkan untuk mengembangkan sistem penyelesaian
perselisihan secara damai. Dalam Pasal 8 Undang-undang tersebut
dinyatakan bahwa:
1.Penyelesaian perselisihan dalam masyarakat dilakukan secara
damai.
2.Penyelesaian secara damai sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengutamakan musyawarah untuk mufakat.
3.Hasil musyawarah mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
mengikat para pihak.
Penyelesaian perselisihan yang secara damai perlu dimaknai, bahwa
para pihak yang berselisih / bersengketa / berkonflik secara sukarela
melaksanakan hasil kesepakatan perdamaian tanpa merasa
dipaksakan.
Perdamaian yang demikian itu adalah lebih lestari dibandingkan
perdamaian yang dipaksakan oleh pihak ketiga yang lebih berperan
layaknya pemutus dan pengadil, untuk memutuskan dan mengadili
apa yang menurutnya berdasarkan hukum adil bagi para pihak
berselisih / bersengketa / berkonflik tersebut.

KESADARAN HUKUM MENINGKAT = AKSES PADA PENGADILAN ≠
AKSES PADA KEADILAN
FAKTA :
Gambar 1: Grafik tentang Data Penyelesaian Konflik Melalui Jalur Pengadilan

Sumber : Cetak Biru Pembaruan Peradilan 2010-2035 Jakarta Mahkamah Agung RI, 2010 Diterbitkan oleh:
Mahkamah Agung RI, dan Laporan Tahunan Mahkamah Agung RI - Tahun 2010-2011

Kesadaran Hukum Meningkat
Namun frekuensi dan eskalasi Konflik Sosial juga tetap tinggi (Putut Eko Bayuseno : 2012)
9

KONFLIK MENINGKAT
Sistem Nasional Pemantauan Kekerasan (SNPK) : Sistem informasi yang menyediakan data dan analisis
tentang konflik dan kekerasan yang terjadi di berbagai wilayah di Indonesia. Proyek SNPK dipimpin oleh
Kemenkokesra, dengan dukungan Bank Dunia dan The Habibie Center.

http://www.snpk-indonesia.com/DataTools/Index?lang=ina&randdo=38141a91-1af9-4f1b-96da-a0cf05354e2c&userid=429853

10

Sistem Nasional Pemantauan Kekerasan (SNPK)
Periode 2010 s.d 2012

http://www.snpk-indonesia.com/DataTools/Index?lang=ina&randdo=38141a91-1af9-4f1b-96da-a0cf05354e2c&userid=429853

11

MEDIASI DI LUAR PENGADILAN

Mediasi di luar pengadilan yang menarik adalah yang dilakukan di Kabupaten Karawang terhadap
beberapa perselisihan / sengketa / konflik. Mediasi ini dilakukan dengan Mediator seorang perwira
polisi, AKP Iman Imannuddin, SIK, SH, MH, yang pada saat itu menjabat sebagai Kasat Reskrim Polres
Karawang. Ia memang telah mengikuti dan tersertifikasi sebagai seorang Mediator yang bersertifikat
dari Pusat Mediasi Nasional (PMN). Dalam melaksanakan tugasnya, tidak semua perkara diselesaikan
dengan penyidikan hingga penuntutan. Sebagai seorang Mediator yang tersertifikasi, telah merubah
pendekatan caranya bekerja sebagai seorang Reserse dengan menjadikan penegakan hukum sebagai
pilihan terakhir (Ultimum Remedium).
Dari seluruh perkara yang diselesaikan melalui cara Mediasi tersebut, telah mencegah terjadinya konflik
komunal ataupun konflik sosial di Kabupaten Karawang, bahkan dapat terselesaikan sebelum dibuatnya
Laporan Polisi karena masalah telah terselesaikan serta mencapai kesepakatan dan berdamai.

===
Mediasi di luar pengadilan atas perkara dalam Laporan Polisi tentang Tindak Pidana ITE berupa
intersepsi (penyadapan) antara PT. Agc vs Bs. Dalam perkara yang terjadi di Kota Bogor tersebut para
pihak berdamai melalui proses Mediasi yang dipimpin oleh Mediator bersertifikat dari PMN. Hasil
Mediasi tersebut dilaporkan kepada penyidik, hingga akhirnya memperoleh Penghentian Penyidikan
(SP3) dari Polres Bogor Kota, dan para pihak dapat islah kembali.
Ada juga perkara perdata sengketa jual beli saham antara Tn CT dengan Tn HB dkk. Walaupun
perkaranya tengah diperiksa oleh Majelis Hakim Mahkamah Agung RI dalam tahapan Kasasi, tetapi
sebagian besar (90 %) diantara para pihak yang bersengketa telah sepakat untuk berdamai melalui
Mediasi di luar pengadilan yang dipimpin oleh Mediator bersertifikat dari PMN, sehingga realisasi jual
beli saham dapat dilakukan sebelum putusnya perkara Kasasi di Mahkamah Agung RI.
Mediasi seharusnya “Forget the Law”, “Forget the Past”, dan “Don’t Look Back in Anger”

KEMANFAATAN MUSYAWARAH/MEDIASI
Putut Eko Bayuseno. 2012. Optimalisasi Musyawarah Sebagai Sarana Pengelolaan Konflik Dapat Meningkatkan Keamanan Di
Daerah Dalam Rangka Memperkuat Ketahanan Nasional. Esai Lemhanas PPSA XVIII. Lemhanas. Jakarta.

Data penyelesaian perkara/konflik khusus perkara yang berhubungan dengan Direktorat Reskrim Umum
pada Wilayah Hukum Polda Jawa Barat (21 Polres, 1 Polrestabes, 1 Dit Reskrim Um) per Semester I tahun
2012 (Januari s/d Juni 2012), Jumlah total perkara/konflik 15.595 kasus.
Data di olah dari sumber Dit Reskrim Um Polda Jawa Barat.
Siap dilakukan penuntutan (P.21) = 4516
perkara (28,96%)

4.93%

8,83%

5.76%
2.87%

28,96%

Belum selesai proses penyidikannya =
7588 perkara/konflik (48,66%)

Penghentian penyidikan (SP 3) = 447
Konflik (2,87%)

48,66%

musyawarah untuk mufakat ataupun
mediasi di kantor polisi setelah ada
Laporan polisi = 898 konflik (Peran
Penyelidik & Penyidik) (5,76%)
musyawarah untuk mufakat ataupun
mediasi di kantor Polisi, sebelum
timbulnya Laporan Polisi = 769 Konflik
(Peran Bhabinkamtibmas & Personil
lainnya) (4,93%)

KEMANFAATAN MUSYAWARAH/MEDIASI
Putut Eko Bayuseno. 2012. Optimalisasi Musyawarah Sebagai Sarana Pengelolaan Konflik Dapat Meningkatkan Keamanan Di
Daerah Dalam Rangka Memperkuat Ketahanan Nasional. Esai Lemhanas PPSA XVIII. Lemhanas. Jakarta.

Perbandingan Biaya Penyelesaian Konflik
Antara Melalui Musyawarah/Mediasi dan Tidak Melalui Musyawarah/Mediasi
Data di olah dari sumber Dit Reskrim Um Polda Jawa Barat.
Rp70,000,000,000

Rp60,000,000,000

Rp62.515.389.000
Rp50,000,000,000

Rp40,000,000,000

Rp30,000,000,000
Series1
Rp20,000,000,000

Rp10,000,000,000

Rp9.132.000.000
Rp0
3044 perkara/konflik diselesaikan melalui mediasi
dikalikan biaya rata rata penyelesaian sebesar Rp.
3.000.000,-

Bila 3044 perkara/konflik tidak diselesaikan melalui
mediasi maka dikalikan Rata Rata biaya Berdasarkan
Skep Kapolri No. Kep/606/XI/2011 tgl 17 Nop 2011
indeks anggaran lidik sidik perkara, sebesar Rp.
20.537.250,-

SOP tentang Pelaksanaan Tugas
Bhabinkamtibmas Oktober 2011
Fungsi Bhabinkamtibmas
• 2 f memediasi dan memfasilitasi upaya
pemecahan masalah yang terjadi di masyarakat;
Peran Bhabinkamtibmas
• 3 c mediator dan fasilitator dalam penyelesaian
permasalahan-permasalahan sosial yang terjadi
di masyarakat Desa/ Kelurahan

HEMAT ? (ilustrasi)
INSTANSI, IF…

IF…, JUMLAH INSTANSI X BIAYA
PENANGANAN PERKARA

TOTAL

POLSEK
1 perkara / 1 bulan

4000 x @ Rp. 500.000
anggaran per perkara

Rp.

2.000.000.000

POLRES
1 perkara / 1 bulan

400 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

400.000.000

POLDA
1 perkara / 1 bulan

25 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

25.000.000

KEJAKSAAN
1 perkara / 1 bulan

300 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

300.000.000

PENGADILAN
1 perkara / 1 bulan

300 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

300.000.000

Penghematan Anggaran
Negara Perbulan

Rp. 3.025.000.000 +
Potential Lost (Social Cost)

Biaya Penyelesaian Sengketa
Indicator
WAKTU (days)
BIAYA (% of
KERUGIAN)

Indonesia
570
122.7

East Asia & Pacific
519
47.8

OECD
518
19.7

Doing Business 2012: Data for Indonesia (WB)
Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD - Organisation for Economic Co-operation and Development)

Hambatan Mediasi
Mediasi vs Paradigma Keadilan yang Legisme
•Pelanggaran adalah Wanprestasi, Onrechmatmatige Daad,
Wederrechttelick.
•Ada aturan yang dilanggar. Cara penyelesaian sesuai dengan aturan
hukum dan hukum acara.
•Keadilan: Adil jika perbuatan sesuai dengan hukum. Adil jika salah
telah dihukum sesuai dengan aturan yang berlaku
Mediasi : Keadilan adalah kepentingan para pihak terpenuhi,
keadaan masing-masing pihak terpulihkan, kepentingan yang lebih
besar tidak terganggu, hubungan menjadi lebih terbuka, tanpa
pembuktian formal, tanpa benar salah, keputusan dibuat dan
disepakati para pihak.
Mediasi : memulihkan hubungan yang rusak = Restorative Justice

Tidak ada yang salah dengan
Konsepsi Hukum yang Legisme tersebut.
Hanya saja masyarakat pada umumnya dan para pengemban profesi hukum
menjadi terorientasikan pada makna keadilan yang legisme pula.
Konsepsi hukum atas makna “pelanggaran” yang legisme, yang terfokus pada
makna keadilan yang legisme pula tersebut, berbeda dengan prespektif dari
keadilan yang memulihkan (Restorative Justice).
VS
Mediasi : Keadilan adalah kepentingan para pihak terpenuhi, keadaan
masing-masing pihak terpulihkan, kepentingan yang lebih besar tidak
terganggu, hubungan menjadi lebih terbuka, tanpa pembuktian formal,
tanpa benar salah, keputusan dibuat dan disepakati para pihak

Yurisprudensi atau Sekedar Preseden ?







Perkara 378 jo 372 KUHP- LP/43/IX/2007/DIR RESKRIM POLDA DIY – Pelapor Cabut
Penyidik & Penuntut tetap Lanjut  Sidang PN Yogyakarta
PUT PN Yogyakarta: No. 317/PID.B/2008 Pencabutan Pengaduan Dikabulkan &
Penuntutan Tidak dapat Diterima
PUT PT Yogyakarta:No. 01/PID/PLW/2009/PT.YK : Persidangan PN Yogyakarta
Batal Demi Hukum
PUT Kasasi MA RI: No. 1600 K/PID/2009 : Pencabutan Pengaduan Dikabulkan &
Penuntutan Tidak dapat Diterima

Mediasi  Damai  Cabut Laporan  Tdk Cukup Bukti ?
Mediasi  Damai  Bukan Peraka Pidana ?
Mediasi  Damai  Demi Hukum  Diskresi  Restorative Justice ? (vide Pasal 18
UU No. 2 Tahun 2002 jo Pasal 30 ayat 4 UUD 1945)  Ultimum Remedium

Konsepsi Humanis Restorative Justice
Prespektif Restorative Justice :
1.

Bahwa Pelanggaran adalah suatu perbuatan yang mungkin keliru
dilakukan oleh pihak
tertentu sehingga membuat hubungan
(relationship) diantara pihak tertentu tersebut dengan para pihak lainya
yang terkait menjadi rusak.

2.

Bahwa hubungan yang menjadi rusak tersebut, harus diperbaiki,
dipulihkan, disembuhkan dengan sebisa mungkin menempatkan hal
yang benar (to put things right as possible)

3.

Bahwa perlu dilakukan upaya yang mendorong seluruh pihak terkait
untuk mengerti/memahami akibat/konsekuensi dari suatu pelanggaran.
Selanjutnya berupaya memastikan bahwa seluruh pihak terkait berniat
dan merealisasikan tindakan sebanyak mungkin menempatkan hal yang
benar, dalam rangka merajut kembali atau memperbaiki hubungan yang
telah rusak.
23

Prespektif Legisme.
•Pelanggaran UU
•Siapa yang Salah atau Benar
•Pembuktian menjadi utama
•Menyalahkan perilaku di masa lalu
•Nememis “pembalasan” /hukuman
•Keadilan sesuai undang undang
•Ketidakpuasan






Prespektif Restorative Justice
Pelanggaran / Perusakan (Harms) Relationship
Merubah perilaku di masa yang akan datang
Mengobati, memulihkan, memperbaiki relationship
Semua pihak terkait bertanggungjawab
Kebersamaan mengidentifikasi dan memetakan kerugiankerugian, kebutuhan dan tindakan yang perlu dilakukan untuk
memulihkan relationship
24

Anggapan Keliru !
Restorative Justice seringkali dianggap semata sebagai suatu
bentuk pemaafan atau pengampunan!
Bahwa benar dengan pemaafan (ataupun pengampunan) maka
suatu hubungan yang rusak akan menjadi pulih, namun dalam
Restorative Justice tidak selalu harus ada unsur pemaafan.
Restorative Justice tidak hanya terfokus pada korban, akan
tetapi concern pula terhadap pihak pelanggar dan pihak lain
yang terdampak. Menjadi lebih utama adalah sebisa mungkin
menempatkan hal yang benar, agar kondisi/keadaan/suatu
relationship pada masa yang akan datang menjadi lebih baik.

Anggapan Keliru !
Restorative Justice dianggap berbeda arah dengan Criminal
Justice System dan Civil Justice System bahkan ada anggapan
keberadaannya menjadi tumpang tindih dengan Justice System
yang telah ada.
Bahwa Restorative Justice adalah konsepsi atas makna keadilan.
Dengan Restorative Justice kita berupaya mereorientasi kembali
bagaimana kita perlu memahami makna keadilan yang lebih
dalam.

Apakah suatu kondisi dimana seseorang yang terbukti melakukan perbuatan
melawan hukum (pelaku) dan telah dijatuhi sanksi dapat diartikan bahwa
keadilan telah ditegakkan? Dalam konsepsi CJS, kondisi demikian dapat
dikatakan telah memenuhi rasa keadilan. Hukuman yang setimpal adalah
suatu keadilan
Bagaimana dengan keberlangsungan kehidupan istrinya dan anak dari
pelaku?
Bagaimana dengan keluarga korban yang sering kali tidak dapat menerima
putusan dari Majelis Hakim yang dianggap tidak cukup memuaskan ?
Bagaimana dengan keberlangsungan kehidupan 1000 karyawan yang
perusahaan tempatnya bekerja, dinyatakan pailit oleh putusan pengadilan
atas adanya gugatan pailit pihak kreditur? Siapa yang harus bertanggung
jawab atas keberlangsungan kehidupan karyawan tersebut? Bukankah
pemerintah juga bertanggung jawab untuk menciptakan lapangan kerja?
CJS atau penegakan hukum adalah perlu, namun menjadi lebih baik bila
bersamaan dengan itu dilakukan pula upaya “to put things right as possible”,
sebagaimana prespektif dari Restorative Justice.

To put things right as possible
(memulihkan kembali kepada kondisi yang benar/tepat)
Prespektif Restorative Justice, Pelanggaran itu menggambarkan adanya
hubungan (relationship) yang rusak.
Adanya hubungan yang rusak potensial menjadi sebab dan berdampak pada
Pelanggaran. Sebaliknya Pelanggaran juga mengakibatkan hubungan menjadi
rusak.
“The Harm of one is the harm of all”.
Perbuatan “harms” seperti membahayakan; merugikan; merusak; menyakiti;
melukai; mengganggu; mencelakakan; menjahati, dll adalah tindakan keliru
yang perlu diperbaiki dan ditempatkan kembali menjadi benar.
Menjadi kewajiban bagi semua pihak terkait yang berkepentingan yaitu
pelaku, korban, komunitas (masyarakat sekitar, pemerintah daerah, para
pengemban profesi hukum dll) untuk sebisa mungkin menempatkan hal yang
benar.

Restorative Justice
Peduli :
PELAKU, KORBAN, KOMUNITAS
HARMS, NEEDS, OBLIGATIONS

sebisa mungkin menempatkan hal yang benar dan tepat
dalam rangka memulihkan

Restorative Justice tidak dimaksudkan menggatikan CJS.
Restorative Justice dan CJS seyogyanya dipandang dan
dipahami secara lebih utuh sebagai konsepsi atas makna
keadilan dalam rangka melaksanakan Pembangunan
Perdamaian (Peacebuilding)

Peta Pembangunan Perdamaian
Meningkatkan
Kapasitas
1. Kerma Pendidikan Perdamaian
2. Kerma Penelitian dan Evaluasi
3. Kerma Pembangunan dalam
segala bidang

Mengobarkan
Anti Kekerasan
1. Membangkitkan Kesadaran dan
Kepedulian Stake Holder NKRI
2. Meningkatkan Rasa/Sikap/Perilaku
Saling Ketergantungan
(membangun kebersamaan)

Meredam Kekerasan
1. Preventing Victimization; restraining
offenders; Create a space for cooling
down; Cease-Fire Agreements;
Peacekeeping; Humanitarian Assistance
2. Early Warning dan Response Program
3. Legal & Judicial Systems
Criminal Justice System (CJS)
(to maintain order, not revenge)

Transformasi Hubungan
1.
2.
3.
4.
5.

Governance & Policymaking
Trauma Healing & Recovery Programs
Ritual & Symbolic Transformation
Restorative Justice
Conflict Transformation :
- Dialogue;
- Negotiation;
- Mediation.

Adaptasi : The Cycle of Peacebuilding, Strategic Peacebuilding, Lisa Schirch oleh Rachman, Jusril, Poeloengan (2012)

Terima Kasih
Mediasi di luar pengadilan di Indonesia, seharusnya dapat berkembang dengan pesat dengan
masih berlakunya Pancasila sebagai Dasar Negara dan Faslafah Bangsa Indonesia.
Musyawarah untuk mufakat, Kekeluargaan dan Gotong Royong adalah diantara nilai-nilai Pancasila
yang universal akan bermetamorfosis hingga terwujud, tercermin dan selaras dengan semangat
dalam Mediasi itu sendiri.
Berkembangnya Restorative Justice yang dapat mereorientasikan kembali makna Keadilan, yang
ternyata sejalan dengan nilai-nilai universal dari Pancasila, seharusnya dapat menjadi stimulan
dalam mempercepat perkembangan Mediasi di Indonesia.
Masa depan, diperlukan upaya bersama seluruh stake holder, khususnya pembuat kebijakan
dengan mengingat “law as a social tool engineering”, untuk segera berperan aktif, menaruh
perhatian dan turut serta melakukan perancangan UU tentang Mediasi.
UU tentang Mediasi sekaligus guna menselaraskan dan mengharmonisasikan ketentutanketentuan Mediasi yang masih tersebar dalam peraturan perundang-undangan lainnya, sehingga
tercapai kesamaan makna, hakikat dan pengimplementasian Mediasi sebagai Revitalisasi dan
Aktualisasi Pancasila, yang pada akhirnya berperan penting dalam terciptanya Kondisi Damai dan
Sejehtera bagi Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

SEGITIGA MEDIASI,
SUMBER PUSAT MEDIASI
NASIONAL (PMN) 2012

Pusat Mediasi Nasional.
2012. Mediation Triangles
and Mediation Skills.
Pelatihan Mediasi 40 jam
Angkatan 42, 10-14
September 2012, Jakarta.
Segitiga Mediasi ini
diadaptasi dari Boule,
Laurance., & Hwee, The
Hwee. 2000. Mediation:
Principles Process
Practice (Singapore
Edition). Butterworths
Asia & Singapore
Mediation Centre. Hal 99114.

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.1/2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
Pasal 147

Penyelesaian sengketa di bidang perumahan terlebih dahulu diupayakan berdasarkan musyawarah
untuk mufakat.

Pasal 148
(1) Dalam hal penyelesaian sengketa melalui musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, pihak yang
dirugikan dapat menggugat melalui pengadilan yang berada di lingkungan pengadilan umum atau
di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa melalui alternatif
penyelesaian sengketa.
(2) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
melalui arbitrase, konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan/atau penilaian ahli sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. UU yang mana?
(3) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
menghilangkan tanggung jawab pidana.

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.32/2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Dalam penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan dapat digunakan jasa
mediator dan/atau arbiter untuk membantu menyelesaikan sengketa lingkungan hidup, (Pasal
85 ayat 3) Mediasi tidak wajib dan tidak ada penjelasan lebih detil ttg mediasi.



UU No.14/2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik
Komisi Informasi adalah lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan Undang-Undang ini dan
peraturan pelaksanaannya, menetapkan petunjuk teknis standar layanan informasi publik dan
menyelesaikan sengketa informasi publik melalui mediasi dan/atau ajudikasi nonlitigasi
(Pasal 1 ayat 4) Mediator dan Pemutus sengketa
Pasal 40 (1) Penyelesaian sengketa melalui Mediasi merupakan pilihan para pihak dan bersifat
sukarela. Namun, Pasal 42, Penyelesaian Sengketa Informasi Publik melalui Ajudikasi
nonlitigasi oleh Komisi Informasi hanya dapat ditempuh apabila upaya Mediasi dinyatakan
tidak berhasil secara tertulis oleh salah satu atau para pihak yang bersengketa, atau salah satu
atau para pihak yang bersengketa menarik diri dari perundingan. Wajibkah atau pilihankah

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.39/1999 Tentang Hak Asasi Manusia
Komisi Nasional Hak Asasi yang selanjutnya disebut Komnas HAM adalah lembaga mandiri yang
berkedudukan setingkat dalam negara lainya yang berfungsi melaksanakan pengkajian,
penelitian, penyaluran, pemantauan, dan mediasi hak asasi manusia, Pasal 1 ayat 7 jo. Pasal
76. Definisi mediasi tidak dijelaskan
Pasal 89 ayat 4, Untuk melaksanakan fungsi Komnas HAM dalam mediasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 76, Komnas HAM bertugas dan berwenang melakukan: a. perdamaian
kedua belah pihak; b. penyelesaian perkara melaui cara konsultasi, negosiasi, mediasi,
konsiliasi, dan penilaian ahli; c. pemberian saran kepada para pihak untuk menyelesaikan
sengketa melalui pengadilan; d. penyampaian rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak
asasi manusia kepada Pemerintah untuk ditindaklanjuti penyelesaiannya; dan e. penyampaian
rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak asasi manusia kepada Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia untuk ditindaklanjuti. Fungsi Mediasi, namun di dalamnya termasuk
konsultasi, negosiasi, dll. Menyarankan para pihak untuk menyelesaikan sengketa melalui
pengadilan adalah TABU bagi mediator.

UU No. 30 Tahun 1999 Tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
 Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar
peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat
secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. (Pasal 1 ayat 1 UU
30/1999)
 Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa
atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni
penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi,
mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. (Pasal 1 ayat 10 UU 30/1999)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009
TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN

Upaya penyelesaian sengketa perdata dapat dilakukan di luar pengadilan
negara melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa. (Pasal 58
UU No.48/2009)


Arbitrase merupakan cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar
pengadilan yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara
tertulis oleh para pihak yang bersengketa. (Pasal 59 ayat 1 UU No.48/2009)



Alternatif Penyelesaian Sengketa merupakan lembaga penyelesaian
sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak,
yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi,
mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. (Pasal 60 ayat 1 UU No.48/2009)
©PMN 2013

37

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen jo
KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN
REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 350/MPP/Kep/12/2001 TENTANG
PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG BADAN PENYELESAIAN
SENGKETA KONSUMEN
Persidangan Dengan Cara Mediasi

Pasal 30
Majelis dalam menyelesaikan sengketa konsumen dengan cara Mediasi, mempunyai tugas :
a. memanggil konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
b. memanggil saksi dan saksi ahli bila diperlukan;
c. menyediakan forum bagi konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
d. secara aktif mendamaikan konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
e. secara aktif memberikan saran atau anjuran penyelesaian sengketa konsumen sesuai dengan
peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan konsumen.
Pasal 31
Tata cara penyelesaian sengketa konsumen dengan cara Mediasi adalah :
a. Majelis menyerahkan sepenuhnya proses penyelesaian sengketa kepada konsumen dan pelaku usaha
yang bersangkutan, baik mengenai bentuk maupun jumlah ganti rugi;
b. Majelis bertindak aktif sebagai Mediator dengan memberikan nasehat, petunjuk, saran dan upayaupaya lain dalam menyelesaikan sengketa;
c. Majelis menerima hasil musyawarah konsumen dan pelaku usaha dan mengeluarkan ketentuan.


Slide 10

PERKEMBANGAN MEDIASI
DI LUAR PENGADILAN
DI INDONESIA
Andrea Hynan Poeloengan, SH (Unibraw), M.Hum (Unpar), MTCP (Uni of Wollongong)
Workshop Internasional
Perkembangan Mediasi di Indonesia, Jepang dan Australia
Masa Kini Menuju Masa Depan
Rabu, 21 Agustus 2013
Pengadilan Negeri Kelas 1B Cibinong
Kabupaten Bogor

Perma No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan
Pasal 2
Ruang lingkup dan Kekuatan Berlaku Perma
1. Peraturan Mahkamah Agung ini hanya berlaku untuk mediasi yang terkait dengan
proses berperkara di Pengadilan.
2. Setiap hakim, mediator dan para pihak wajib mengikuti prosedur penyelesaian
sengketa melalui mediasi yang diatur dalam Peraturan ini.
3. Tidak menempuh prosedur mediasi berdasarkan Peraturan ini merupakan
pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 130 HIR dan atau Pasal 154 Rbg yang
mengakibatkan putusan batal demi hukum.
4. Hakim dalam pertimbangan putusan perkara wajib menyebutkan bahwa perkara
yang bersangkutan telah diupayakan perdamaian melalui mediasi dengan
menyebutkan nama mediator untuk perkara yang bersangkutan.
Pasal 23
Mediator yang telah tersertifikasi dimungkinkan untuk melakukan Mediasi di luar
pengadilan dengan hasil kesepakatannya dapat diajukan ke pengadilan untuk
memperoleh akta perdamaian dengan cara mengajukan gugatan

KEUTAMAAN PANCASILA
Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011
Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
telah menegaskan bahwa :
PANCASILA adalah
SUMBER DARI SEGALA SUMBER HUKUM
TAP MPR NO.: II/MPR/1978 yang digantikan dengan
TAP MPR NO.: XVIII/MPR/1998
telah menegaskan bahwa
PANCASILA adalah DASAR NEGARA
PANCASILA MENGANDUNG NILAI NILAI LESTARI DAN
UNIVERSAL YANG WAJIB DIUTAMAKAN/DIDAHULUKAN
DALAM RANGKA MEMBANGUN SELURUH SENDI
KEHIDUPAN BERMASYARAKAT, BERBANGSA &
BERNEGARA.

KEUTAMAAN BERMUSYAWARAH

PANCASILA adalah
SUMBER DARI SEGALA SUMBER HUKUM
PANCASILA MENGANDUNG NILAI NILAI LESTARI DAN
UNIVERSAL YANG HARUS DIUTAMAKAN/DIDAHULUKAN
UNTUK MENYELESAIKAN DAN MENGAKHIRI KONFLIK.
NILAI NILAI TERSEBUT TERKANDUNG DALAM SILA
KEEMPAT PANCASILA YANG MENGEDEPANKAN :
KEUTAMAAN MUSYAWARAH UNTUK MUFAKAT
BERDASARKAN ASAS KEKELUARGAAN

Nilai-Nilai Universal Pancasila
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat.
Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.
Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk
kepentingan bersama.
Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat
kekeluargaan.
Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan
melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai hati nurani yang
luhur.
Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggung-jawabkan secara
moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan
martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan

Musyawarah untuk mufakat adalah memang cara penyelesaian perselisihan yang paling
sesuai dengan Pancasila.
NAMUN bagaimana bermusyawarah untuk mufakat, yang lebih berdaya guna dan
berhasil guna, sehingga peluang tercapainya kesepakatan bagi para pihak menjadi lebih
besar ?
Teknik dan metode bermusyawarah untuk mufakat, yang lebih berdaya guna dan berhasil
guna, sehingga peluang tercapainya kesepakatan bagi para pihak menjadi lebih besar,
itulah yang dikenal dengan :
“MEDIASI”

Melalui pengembangan dan pemuktahiran teknik-teknik, metode tahapannya yang sangat
sistematis, dan bantuan dari orang yang berkeahlian, terlatih, terdidik untuk menjadi
seorang Mediator, yang bertugas bukan untuk memutus, melainkan diantaranya untuk
mendorong, membantu pihak berselisih/bersengketa/berkonflik menemukan peluangpeluang yang menurut para pihak adalah terbaik bagi kepentingan bersama para pihak.
Mediasi menjadikan musyawarah mufakat lebih efektif dan efisien, juga dapat
mentransformasi hubungan antara para pihak menjadi lebih terbuka.
MEDIASI BAGI BANGSA INDONESIA, SEYOGIANYA MENJADI UPAYA UTAMA YANG
HARUS DIDAHULUKAN DALAM PENYELESAIAN
PERSELISIHAN/SENGKETA/KONFLIK SEBAGAI AKTUALISASI NILAI-NILAI
UNIVERSAL PANCASILA
Maka, Perma No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan, merupakan bagian dari
aktualisasi nilai-nilai universal Pancasila tersebut

Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 tahun 2008 (PerMa 1/2008)
mendefinisikan Mediasi sebagai cara penyelesaian sengketa melalui proses
perundingan untuk memperoleh kesepakatan dengan dibantu oleh Mediator

Mediasi adalah suatu proses negosiasi dipandu dibantu oleh orang yang terpercaya.
Mediator membantu pihak berkonflik untuk berbagi perspektif dan pengalaman
mereka, mengidentifikasi kebutuhan yang mendasar, bertukar pikiran tentang
pilihan kreatif untuk mengatasi kebutuhan, dan kemudian membuat kesepakatan
akhir. (Lisa Schirch : 2004)
Mediasi sebagai intervensi terhadap suatu sengketa atau negosiasi yang dilakukan
oleh pihak ketiga yang dapat diterima, tidak berpihak/netral, yang tidak mempunyai
kewenangan untuk mengambil keputusan dalam membantu para pihak berselisih
dalam upaya mencari kesepakatan sukarela dalam menyelesaikan permasalahan
yang disengketakan (Christopher Moore: 2003)
Mediasi adalah sarana agar membiasakan Bangsa Indonesia berkonflik dengan cara
yang baik dan benar, untuk mencegah meluasnya, bahkan meningkatnya ekskalasi
konflik dalam rangka mewujudkan Perdamaian, Kesejahteraan, dan Menjaga
Keutuhan NKRI. (Rachman, Jusril, Poeloengan : 2012)
Mediasi merupakan sistem penyelesaian secara damai yang selaras dengan jiwa Sila
Keempat dan Nilai Luhur dari Ke-Bhinneka-Tunggal-Ika-an yang tidak berorientasi
mencari-cari perbedaan, tidak berpretensi mencari siapa yang salah atau siapa yang
benar, melainkan berorientasi pada suatu kesamaan terakomodirnya kebutuhan
atau kepentingan para pihak berkonflik. (Putut Eko Bayuseno : 2012)

Undang Undang No. 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial
telah mengamanatkan untuk mengembangkan sistem penyelesaian
perselisihan secara damai. Dalam Pasal 8 Undang-undang tersebut
dinyatakan bahwa:
1.Penyelesaian perselisihan dalam masyarakat dilakukan secara
damai.
2.Penyelesaian secara damai sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengutamakan musyawarah untuk mufakat.
3.Hasil musyawarah mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
mengikat para pihak.
Penyelesaian perselisihan yang secara damai perlu dimaknai, bahwa
para pihak yang berselisih / bersengketa / berkonflik secara sukarela
melaksanakan hasil kesepakatan perdamaian tanpa merasa
dipaksakan.
Perdamaian yang demikian itu adalah lebih lestari dibandingkan
perdamaian yang dipaksakan oleh pihak ketiga yang lebih berperan
layaknya pemutus dan pengadil, untuk memutuskan dan mengadili
apa yang menurutnya berdasarkan hukum adil bagi para pihak
berselisih / bersengketa / berkonflik tersebut.

KESADARAN HUKUM MENINGKAT = AKSES PADA PENGADILAN ≠
AKSES PADA KEADILAN
FAKTA :
Gambar 1: Grafik tentang Data Penyelesaian Konflik Melalui Jalur Pengadilan

Sumber : Cetak Biru Pembaruan Peradilan 2010-2035 Jakarta Mahkamah Agung RI, 2010 Diterbitkan oleh:
Mahkamah Agung RI, dan Laporan Tahunan Mahkamah Agung RI - Tahun 2010-2011

Kesadaran Hukum Meningkat
Namun frekuensi dan eskalasi Konflik Sosial juga tetap tinggi (Putut Eko Bayuseno : 2012)
9

KONFLIK MENINGKAT
Sistem Nasional Pemantauan Kekerasan (SNPK) : Sistem informasi yang menyediakan data dan analisis
tentang konflik dan kekerasan yang terjadi di berbagai wilayah di Indonesia. Proyek SNPK dipimpin oleh
Kemenkokesra, dengan dukungan Bank Dunia dan The Habibie Center.

http://www.snpk-indonesia.com/DataTools/Index?lang=ina&randdo=38141a91-1af9-4f1b-96da-a0cf05354e2c&userid=429853

10

Sistem Nasional Pemantauan Kekerasan (SNPK)
Periode 2010 s.d 2012

http://www.snpk-indonesia.com/DataTools/Index?lang=ina&randdo=38141a91-1af9-4f1b-96da-a0cf05354e2c&userid=429853

11

MEDIASI DI LUAR PENGADILAN

Mediasi di luar pengadilan yang menarik adalah yang dilakukan di Kabupaten Karawang terhadap
beberapa perselisihan / sengketa / konflik. Mediasi ini dilakukan dengan Mediator seorang perwira
polisi, AKP Iman Imannuddin, SIK, SH, MH, yang pada saat itu menjabat sebagai Kasat Reskrim Polres
Karawang. Ia memang telah mengikuti dan tersertifikasi sebagai seorang Mediator yang bersertifikat
dari Pusat Mediasi Nasional (PMN). Dalam melaksanakan tugasnya, tidak semua perkara diselesaikan
dengan penyidikan hingga penuntutan. Sebagai seorang Mediator yang tersertifikasi, telah merubah
pendekatan caranya bekerja sebagai seorang Reserse dengan menjadikan penegakan hukum sebagai
pilihan terakhir (Ultimum Remedium).
Dari seluruh perkara yang diselesaikan melalui cara Mediasi tersebut, telah mencegah terjadinya konflik
komunal ataupun konflik sosial di Kabupaten Karawang, bahkan dapat terselesaikan sebelum dibuatnya
Laporan Polisi karena masalah telah terselesaikan serta mencapai kesepakatan dan berdamai.

===
Mediasi di luar pengadilan atas perkara dalam Laporan Polisi tentang Tindak Pidana ITE berupa
intersepsi (penyadapan) antara PT. Agc vs Bs. Dalam perkara yang terjadi di Kota Bogor tersebut para
pihak berdamai melalui proses Mediasi yang dipimpin oleh Mediator bersertifikat dari PMN. Hasil
Mediasi tersebut dilaporkan kepada penyidik, hingga akhirnya memperoleh Penghentian Penyidikan
(SP3) dari Polres Bogor Kota, dan para pihak dapat islah kembali.
Ada juga perkara perdata sengketa jual beli saham antara Tn CT dengan Tn HB dkk. Walaupun
perkaranya tengah diperiksa oleh Majelis Hakim Mahkamah Agung RI dalam tahapan Kasasi, tetapi
sebagian besar (90 %) diantara para pihak yang bersengketa telah sepakat untuk berdamai melalui
Mediasi di luar pengadilan yang dipimpin oleh Mediator bersertifikat dari PMN, sehingga realisasi jual
beli saham dapat dilakukan sebelum putusnya perkara Kasasi di Mahkamah Agung RI.
Mediasi seharusnya “Forget the Law”, “Forget the Past”, dan “Don’t Look Back in Anger”

KEMANFAATAN MUSYAWARAH/MEDIASI
Putut Eko Bayuseno. 2012. Optimalisasi Musyawarah Sebagai Sarana Pengelolaan Konflik Dapat Meningkatkan Keamanan Di
Daerah Dalam Rangka Memperkuat Ketahanan Nasional. Esai Lemhanas PPSA XVIII. Lemhanas. Jakarta.

Data penyelesaian perkara/konflik khusus perkara yang berhubungan dengan Direktorat Reskrim Umum
pada Wilayah Hukum Polda Jawa Barat (21 Polres, 1 Polrestabes, 1 Dit Reskrim Um) per Semester I tahun
2012 (Januari s/d Juni 2012), Jumlah total perkara/konflik 15.595 kasus.
Data di olah dari sumber Dit Reskrim Um Polda Jawa Barat.
Siap dilakukan penuntutan (P.21) = 4516
perkara (28,96%)

4.93%

8,83%

5.76%
2.87%

28,96%

Belum selesai proses penyidikannya =
7588 perkara/konflik (48,66%)

Penghentian penyidikan (SP 3) = 447
Konflik (2,87%)

48,66%

musyawarah untuk mufakat ataupun
mediasi di kantor polisi setelah ada
Laporan polisi = 898 konflik (Peran
Penyelidik & Penyidik) (5,76%)
musyawarah untuk mufakat ataupun
mediasi di kantor Polisi, sebelum
timbulnya Laporan Polisi = 769 Konflik
(Peran Bhabinkamtibmas & Personil
lainnya) (4,93%)

KEMANFAATAN MUSYAWARAH/MEDIASI
Putut Eko Bayuseno. 2012. Optimalisasi Musyawarah Sebagai Sarana Pengelolaan Konflik Dapat Meningkatkan Keamanan Di
Daerah Dalam Rangka Memperkuat Ketahanan Nasional. Esai Lemhanas PPSA XVIII. Lemhanas. Jakarta.

Perbandingan Biaya Penyelesaian Konflik
Antara Melalui Musyawarah/Mediasi dan Tidak Melalui Musyawarah/Mediasi
Data di olah dari sumber Dit Reskrim Um Polda Jawa Barat.
Rp70,000,000,000

Rp60,000,000,000

Rp62.515.389.000
Rp50,000,000,000

Rp40,000,000,000

Rp30,000,000,000
Series1
Rp20,000,000,000

Rp10,000,000,000

Rp9.132.000.000
Rp0
3044 perkara/konflik diselesaikan melalui mediasi
dikalikan biaya rata rata penyelesaian sebesar Rp.
3.000.000,-

Bila 3044 perkara/konflik tidak diselesaikan melalui
mediasi maka dikalikan Rata Rata biaya Berdasarkan
Skep Kapolri No. Kep/606/XI/2011 tgl 17 Nop 2011
indeks anggaran lidik sidik perkara, sebesar Rp.
20.537.250,-

SOP tentang Pelaksanaan Tugas
Bhabinkamtibmas Oktober 2011
Fungsi Bhabinkamtibmas
• 2 f memediasi dan memfasilitasi upaya
pemecahan masalah yang terjadi di masyarakat;
Peran Bhabinkamtibmas
• 3 c mediator dan fasilitator dalam penyelesaian
permasalahan-permasalahan sosial yang terjadi
di masyarakat Desa/ Kelurahan

HEMAT ? (ilustrasi)
INSTANSI, IF…

IF…, JUMLAH INSTANSI X BIAYA
PENANGANAN PERKARA

TOTAL

POLSEK
1 perkara / 1 bulan

4000 x @ Rp. 500.000
anggaran per perkara

Rp.

2.000.000.000

POLRES
1 perkara / 1 bulan

400 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

400.000.000

POLDA
1 perkara / 1 bulan

25 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

25.000.000

KEJAKSAAN
1 perkara / 1 bulan

300 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

300.000.000

PENGADILAN
1 perkara / 1 bulan

300 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

300.000.000

Penghematan Anggaran
Negara Perbulan

Rp. 3.025.000.000 +
Potential Lost (Social Cost)

Biaya Penyelesaian Sengketa
Indicator
WAKTU (days)
BIAYA (% of
KERUGIAN)

Indonesia
570
122.7

East Asia & Pacific
519
47.8

OECD
518
19.7

Doing Business 2012: Data for Indonesia (WB)
Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD - Organisation for Economic Co-operation and Development)

Hambatan Mediasi
Mediasi vs Paradigma Keadilan yang Legisme
•Pelanggaran adalah Wanprestasi, Onrechmatmatige Daad,
Wederrechttelick.
•Ada aturan yang dilanggar. Cara penyelesaian sesuai dengan aturan
hukum dan hukum acara.
•Keadilan: Adil jika perbuatan sesuai dengan hukum. Adil jika salah
telah dihukum sesuai dengan aturan yang berlaku
Mediasi : Keadilan adalah kepentingan para pihak terpenuhi,
keadaan masing-masing pihak terpulihkan, kepentingan yang lebih
besar tidak terganggu, hubungan menjadi lebih terbuka, tanpa
pembuktian formal, tanpa benar salah, keputusan dibuat dan
disepakati para pihak.
Mediasi : memulihkan hubungan yang rusak = Restorative Justice

Tidak ada yang salah dengan
Konsepsi Hukum yang Legisme tersebut.
Hanya saja masyarakat pada umumnya dan para pengemban profesi hukum
menjadi terorientasikan pada makna keadilan yang legisme pula.
Konsepsi hukum atas makna “pelanggaran” yang legisme, yang terfokus pada
makna keadilan yang legisme pula tersebut, berbeda dengan prespektif dari
keadilan yang memulihkan (Restorative Justice).
VS
Mediasi : Keadilan adalah kepentingan para pihak terpenuhi, keadaan
masing-masing pihak terpulihkan, kepentingan yang lebih besar tidak
terganggu, hubungan menjadi lebih terbuka, tanpa pembuktian formal,
tanpa benar salah, keputusan dibuat dan disepakati para pihak

Yurisprudensi atau Sekedar Preseden ?







Perkara 378 jo 372 KUHP- LP/43/IX/2007/DIR RESKRIM POLDA DIY – Pelapor Cabut
Penyidik & Penuntut tetap Lanjut  Sidang PN Yogyakarta
PUT PN Yogyakarta: No. 317/PID.B/2008 Pencabutan Pengaduan Dikabulkan &
Penuntutan Tidak dapat Diterima
PUT PT Yogyakarta:No. 01/PID/PLW/2009/PT.YK : Persidangan PN Yogyakarta
Batal Demi Hukum
PUT Kasasi MA RI: No. 1600 K/PID/2009 : Pencabutan Pengaduan Dikabulkan &
Penuntutan Tidak dapat Diterima

Mediasi  Damai  Cabut Laporan  Tdk Cukup Bukti ?
Mediasi  Damai  Bukan Peraka Pidana ?
Mediasi  Damai  Demi Hukum  Diskresi  Restorative Justice ? (vide Pasal 18
UU No. 2 Tahun 2002 jo Pasal 30 ayat 4 UUD 1945)  Ultimum Remedium

Konsepsi Humanis Restorative Justice
Prespektif Restorative Justice :
1.

Bahwa Pelanggaran adalah suatu perbuatan yang mungkin keliru
dilakukan oleh pihak
tertentu sehingga membuat hubungan
(relationship) diantara pihak tertentu tersebut dengan para pihak lainya
yang terkait menjadi rusak.

2.

Bahwa hubungan yang menjadi rusak tersebut, harus diperbaiki,
dipulihkan, disembuhkan dengan sebisa mungkin menempatkan hal
yang benar (to put things right as possible)

3.

Bahwa perlu dilakukan upaya yang mendorong seluruh pihak terkait
untuk mengerti/memahami akibat/konsekuensi dari suatu pelanggaran.
Selanjutnya berupaya memastikan bahwa seluruh pihak terkait berniat
dan merealisasikan tindakan sebanyak mungkin menempatkan hal yang
benar, dalam rangka merajut kembali atau memperbaiki hubungan yang
telah rusak.
23

Prespektif Legisme.
•Pelanggaran UU
•Siapa yang Salah atau Benar
•Pembuktian menjadi utama
•Menyalahkan perilaku di masa lalu
•Nememis “pembalasan” /hukuman
•Keadilan sesuai undang undang
•Ketidakpuasan






Prespektif Restorative Justice
Pelanggaran / Perusakan (Harms) Relationship
Merubah perilaku di masa yang akan datang
Mengobati, memulihkan, memperbaiki relationship
Semua pihak terkait bertanggungjawab
Kebersamaan mengidentifikasi dan memetakan kerugiankerugian, kebutuhan dan tindakan yang perlu dilakukan untuk
memulihkan relationship
24

Anggapan Keliru !
Restorative Justice seringkali dianggap semata sebagai suatu
bentuk pemaafan atau pengampunan!
Bahwa benar dengan pemaafan (ataupun pengampunan) maka
suatu hubungan yang rusak akan menjadi pulih, namun dalam
Restorative Justice tidak selalu harus ada unsur pemaafan.
Restorative Justice tidak hanya terfokus pada korban, akan
tetapi concern pula terhadap pihak pelanggar dan pihak lain
yang terdampak. Menjadi lebih utama adalah sebisa mungkin
menempatkan hal yang benar, agar kondisi/keadaan/suatu
relationship pada masa yang akan datang menjadi lebih baik.

Anggapan Keliru !
Restorative Justice dianggap berbeda arah dengan Criminal
Justice System dan Civil Justice System bahkan ada anggapan
keberadaannya menjadi tumpang tindih dengan Justice System
yang telah ada.
Bahwa Restorative Justice adalah konsepsi atas makna keadilan.
Dengan Restorative Justice kita berupaya mereorientasi kembali
bagaimana kita perlu memahami makna keadilan yang lebih
dalam.

Apakah suatu kondisi dimana seseorang yang terbukti melakukan perbuatan
melawan hukum (pelaku) dan telah dijatuhi sanksi dapat diartikan bahwa
keadilan telah ditegakkan? Dalam konsepsi CJS, kondisi demikian dapat
dikatakan telah memenuhi rasa keadilan. Hukuman yang setimpal adalah
suatu keadilan
Bagaimana dengan keberlangsungan kehidupan istrinya dan anak dari
pelaku?
Bagaimana dengan keluarga korban yang sering kali tidak dapat menerima
putusan dari Majelis Hakim yang dianggap tidak cukup memuaskan ?
Bagaimana dengan keberlangsungan kehidupan 1000 karyawan yang
perusahaan tempatnya bekerja, dinyatakan pailit oleh putusan pengadilan
atas adanya gugatan pailit pihak kreditur? Siapa yang harus bertanggung
jawab atas keberlangsungan kehidupan karyawan tersebut? Bukankah
pemerintah juga bertanggung jawab untuk menciptakan lapangan kerja?
CJS atau penegakan hukum adalah perlu, namun menjadi lebih baik bila
bersamaan dengan itu dilakukan pula upaya “to put things right as possible”,
sebagaimana prespektif dari Restorative Justice.

To put things right as possible
(memulihkan kembali kepada kondisi yang benar/tepat)
Prespektif Restorative Justice, Pelanggaran itu menggambarkan adanya
hubungan (relationship) yang rusak.
Adanya hubungan yang rusak potensial menjadi sebab dan berdampak pada
Pelanggaran. Sebaliknya Pelanggaran juga mengakibatkan hubungan menjadi
rusak.
“The Harm of one is the harm of all”.
Perbuatan “harms” seperti membahayakan; merugikan; merusak; menyakiti;
melukai; mengganggu; mencelakakan; menjahati, dll adalah tindakan keliru
yang perlu diperbaiki dan ditempatkan kembali menjadi benar.
Menjadi kewajiban bagi semua pihak terkait yang berkepentingan yaitu
pelaku, korban, komunitas (masyarakat sekitar, pemerintah daerah, para
pengemban profesi hukum dll) untuk sebisa mungkin menempatkan hal yang
benar.

Restorative Justice
Peduli :
PELAKU, KORBAN, KOMUNITAS
HARMS, NEEDS, OBLIGATIONS

sebisa mungkin menempatkan hal yang benar dan tepat
dalam rangka memulihkan

Restorative Justice tidak dimaksudkan menggatikan CJS.
Restorative Justice dan CJS seyogyanya dipandang dan
dipahami secara lebih utuh sebagai konsepsi atas makna
keadilan dalam rangka melaksanakan Pembangunan
Perdamaian (Peacebuilding)

Peta Pembangunan Perdamaian
Meningkatkan
Kapasitas
1. Kerma Pendidikan Perdamaian
2. Kerma Penelitian dan Evaluasi
3. Kerma Pembangunan dalam
segala bidang

Mengobarkan
Anti Kekerasan
1. Membangkitkan Kesadaran dan
Kepedulian Stake Holder NKRI
2. Meningkatkan Rasa/Sikap/Perilaku
Saling Ketergantungan
(membangun kebersamaan)

Meredam Kekerasan
1. Preventing Victimization; restraining
offenders; Create a space for cooling
down; Cease-Fire Agreements;
Peacekeeping; Humanitarian Assistance
2. Early Warning dan Response Program
3. Legal & Judicial Systems
Criminal Justice System (CJS)
(to maintain order, not revenge)

Transformasi Hubungan
1.
2.
3.
4.
5.

Governance & Policymaking
Trauma Healing & Recovery Programs
Ritual & Symbolic Transformation
Restorative Justice
Conflict Transformation :
- Dialogue;
- Negotiation;
- Mediation.

Adaptasi : The Cycle of Peacebuilding, Strategic Peacebuilding, Lisa Schirch oleh Rachman, Jusril, Poeloengan (2012)

Terima Kasih
Mediasi di luar pengadilan di Indonesia, seharusnya dapat berkembang dengan pesat dengan
masih berlakunya Pancasila sebagai Dasar Negara dan Faslafah Bangsa Indonesia.
Musyawarah untuk mufakat, Kekeluargaan dan Gotong Royong adalah diantara nilai-nilai Pancasila
yang universal akan bermetamorfosis hingga terwujud, tercermin dan selaras dengan semangat
dalam Mediasi itu sendiri.
Berkembangnya Restorative Justice yang dapat mereorientasikan kembali makna Keadilan, yang
ternyata sejalan dengan nilai-nilai universal dari Pancasila, seharusnya dapat menjadi stimulan
dalam mempercepat perkembangan Mediasi di Indonesia.
Masa depan, diperlukan upaya bersama seluruh stake holder, khususnya pembuat kebijakan
dengan mengingat “law as a social tool engineering”, untuk segera berperan aktif, menaruh
perhatian dan turut serta melakukan perancangan UU tentang Mediasi.
UU tentang Mediasi sekaligus guna menselaraskan dan mengharmonisasikan ketentutanketentuan Mediasi yang masih tersebar dalam peraturan perundang-undangan lainnya, sehingga
tercapai kesamaan makna, hakikat dan pengimplementasian Mediasi sebagai Revitalisasi dan
Aktualisasi Pancasila, yang pada akhirnya berperan penting dalam terciptanya Kondisi Damai dan
Sejehtera bagi Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

SEGITIGA MEDIASI,
SUMBER PUSAT MEDIASI
NASIONAL (PMN) 2012

Pusat Mediasi Nasional.
2012. Mediation Triangles
and Mediation Skills.
Pelatihan Mediasi 40 jam
Angkatan 42, 10-14
September 2012, Jakarta.
Segitiga Mediasi ini
diadaptasi dari Boule,
Laurance., & Hwee, The
Hwee. 2000. Mediation:
Principles Process
Practice (Singapore
Edition). Butterworths
Asia & Singapore
Mediation Centre. Hal 99114.

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.1/2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
Pasal 147

Penyelesaian sengketa di bidang perumahan terlebih dahulu diupayakan berdasarkan musyawarah
untuk mufakat.

Pasal 148
(1) Dalam hal penyelesaian sengketa melalui musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, pihak yang
dirugikan dapat menggugat melalui pengadilan yang berada di lingkungan pengadilan umum atau
di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa melalui alternatif
penyelesaian sengketa.
(2) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
melalui arbitrase, konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan/atau penilaian ahli sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. UU yang mana?
(3) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
menghilangkan tanggung jawab pidana.

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.32/2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Dalam penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan dapat digunakan jasa
mediator dan/atau arbiter untuk membantu menyelesaikan sengketa lingkungan hidup, (Pasal
85 ayat 3) Mediasi tidak wajib dan tidak ada penjelasan lebih detil ttg mediasi.



UU No.14/2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik
Komisi Informasi adalah lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan Undang-Undang ini dan
peraturan pelaksanaannya, menetapkan petunjuk teknis standar layanan informasi publik dan
menyelesaikan sengketa informasi publik melalui mediasi dan/atau ajudikasi nonlitigasi
(Pasal 1 ayat 4) Mediator dan Pemutus sengketa
Pasal 40 (1) Penyelesaian sengketa melalui Mediasi merupakan pilihan para pihak dan bersifat
sukarela. Namun, Pasal 42, Penyelesaian Sengketa Informasi Publik melalui Ajudikasi
nonlitigasi oleh Komisi Informasi hanya dapat ditempuh apabila upaya Mediasi dinyatakan
tidak berhasil secara tertulis oleh salah satu atau para pihak yang bersengketa, atau salah satu
atau para pihak yang bersengketa menarik diri dari perundingan. Wajibkah atau pilihankah

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.39/1999 Tentang Hak Asasi Manusia
Komisi Nasional Hak Asasi yang selanjutnya disebut Komnas HAM adalah lembaga mandiri yang
berkedudukan setingkat dalam negara lainya yang berfungsi melaksanakan pengkajian,
penelitian, penyaluran, pemantauan, dan mediasi hak asasi manusia, Pasal 1 ayat 7 jo. Pasal
76. Definisi mediasi tidak dijelaskan
Pasal 89 ayat 4, Untuk melaksanakan fungsi Komnas HAM dalam mediasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 76, Komnas HAM bertugas dan berwenang melakukan: a. perdamaian
kedua belah pihak; b. penyelesaian perkara melaui cara konsultasi, negosiasi, mediasi,
konsiliasi, dan penilaian ahli; c. pemberian saran kepada para pihak untuk menyelesaikan
sengketa melalui pengadilan; d. penyampaian rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak
asasi manusia kepada Pemerintah untuk ditindaklanjuti penyelesaiannya; dan e. penyampaian
rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak asasi manusia kepada Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia untuk ditindaklanjuti. Fungsi Mediasi, namun di dalamnya termasuk
konsultasi, negosiasi, dll. Menyarankan para pihak untuk menyelesaikan sengketa melalui
pengadilan adalah TABU bagi mediator.

UU No. 30 Tahun 1999 Tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
 Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar
peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat
secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. (Pasal 1 ayat 1 UU
30/1999)
 Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa
atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni
penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi,
mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. (Pasal 1 ayat 10 UU 30/1999)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009
TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN

Upaya penyelesaian sengketa perdata dapat dilakukan di luar pengadilan
negara melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa. (Pasal 58
UU No.48/2009)


Arbitrase merupakan cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar
pengadilan yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara
tertulis oleh para pihak yang bersengketa. (Pasal 59 ayat 1 UU No.48/2009)



Alternatif Penyelesaian Sengketa merupakan lembaga penyelesaian
sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak,
yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi,
mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. (Pasal 60 ayat 1 UU No.48/2009)
©PMN 2013

37

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen jo
KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN
REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 350/MPP/Kep/12/2001 TENTANG
PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG BADAN PENYELESAIAN
SENGKETA KONSUMEN
Persidangan Dengan Cara Mediasi

Pasal 30
Majelis dalam menyelesaikan sengketa konsumen dengan cara Mediasi, mempunyai tugas :
a. memanggil konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
b. memanggil saksi dan saksi ahli bila diperlukan;
c. menyediakan forum bagi konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
d. secara aktif mendamaikan konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
e. secara aktif memberikan saran atau anjuran penyelesaian sengketa konsumen sesuai dengan
peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan konsumen.
Pasal 31
Tata cara penyelesaian sengketa konsumen dengan cara Mediasi adalah :
a. Majelis menyerahkan sepenuhnya proses penyelesaian sengketa kepada konsumen dan pelaku usaha
yang bersangkutan, baik mengenai bentuk maupun jumlah ganti rugi;
b. Majelis bertindak aktif sebagai Mediator dengan memberikan nasehat, petunjuk, saran dan upayaupaya lain dalam menyelesaikan sengketa;
c. Majelis menerima hasil musyawarah konsumen dan pelaku usaha dan mengeluarkan ketentuan.


Slide 11

PERKEMBANGAN MEDIASI
DI LUAR PENGADILAN
DI INDONESIA
Andrea Hynan Poeloengan, SH (Unibraw), M.Hum (Unpar), MTCP (Uni of Wollongong)
Workshop Internasional
Perkembangan Mediasi di Indonesia, Jepang dan Australia
Masa Kini Menuju Masa Depan
Rabu, 21 Agustus 2013
Pengadilan Negeri Kelas 1B Cibinong
Kabupaten Bogor

Perma No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan
Pasal 2
Ruang lingkup dan Kekuatan Berlaku Perma
1. Peraturan Mahkamah Agung ini hanya berlaku untuk mediasi yang terkait dengan
proses berperkara di Pengadilan.
2. Setiap hakim, mediator dan para pihak wajib mengikuti prosedur penyelesaian
sengketa melalui mediasi yang diatur dalam Peraturan ini.
3. Tidak menempuh prosedur mediasi berdasarkan Peraturan ini merupakan
pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 130 HIR dan atau Pasal 154 Rbg yang
mengakibatkan putusan batal demi hukum.
4. Hakim dalam pertimbangan putusan perkara wajib menyebutkan bahwa perkara
yang bersangkutan telah diupayakan perdamaian melalui mediasi dengan
menyebutkan nama mediator untuk perkara yang bersangkutan.
Pasal 23
Mediator yang telah tersertifikasi dimungkinkan untuk melakukan Mediasi di luar
pengadilan dengan hasil kesepakatannya dapat diajukan ke pengadilan untuk
memperoleh akta perdamaian dengan cara mengajukan gugatan

KEUTAMAAN PANCASILA
Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011
Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
telah menegaskan bahwa :
PANCASILA adalah
SUMBER DARI SEGALA SUMBER HUKUM
TAP MPR NO.: II/MPR/1978 yang digantikan dengan
TAP MPR NO.: XVIII/MPR/1998
telah menegaskan bahwa
PANCASILA adalah DASAR NEGARA
PANCASILA MENGANDUNG NILAI NILAI LESTARI DAN
UNIVERSAL YANG WAJIB DIUTAMAKAN/DIDAHULUKAN
DALAM RANGKA MEMBANGUN SELURUH SENDI
KEHIDUPAN BERMASYARAKAT, BERBANGSA &
BERNEGARA.

KEUTAMAAN BERMUSYAWARAH

PANCASILA adalah
SUMBER DARI SEGALA SUMBER HUKUM
PANCASILA MENGANDUNG NILAI NILAI LESTARI DAN
UNIVERSAL YANG HARUS DIUTAMAKAN/DIDAHULUKAN
UNTUK MENYELESAIKAN DAN MENGAKHIRI KONFLIK.
NILAI NILAI TERSEBUT TERKANDUNG DALAM SILA
KEEMPAT PANCASILA YANG MENGEDEPANKAN :
KEUTAMAAN MUSYAWARAH UNTUK MUFAKAT
BERDASARKAN ASAS KEKELUARGAAN

Nilai-Nilai Universal Pancasila
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat.
Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.
Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk
kepentingan bersama.
Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat
kekeluargaan.
Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan
melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai hati nurani yang
luhur.
Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggung-jawabkan secara
moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan
martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan

Musyawarah untuk mufakat adalah memang cara penyelesaian perselisihan yang paling
sesuai dengan Pancasila.
NAMUN bagaimana bermusyawarah untuk mufakat, yang lebih berdaya guna dan
berhasil guna, sehingga peluang tercapainya kesepakatan bagi para pihak menjadi lebih
besar ?
Teknik dan metode bermusyawarah untuk mufakat, yang lebih berdaya guna dan berhasil
guna, sehingga peluang tercapainya kesepakatan bagi para pihak menjadi lebih besar,
itulah yang dikenal dengan :
“MEDIASI”

Melalui pengembangan dan pemuktahiran teknik-teknik, metode tahapannya yang sangat
sistematis, dan bantuan dari orang yang berkeahlian, terlatih, terdidik untuk menjadi
seorang Mediator, yang bertugas bukan untuk memutus, melainkan diantaranya untuk
mendorong, membantu pihak berselisih/bersengketa/berkonflik menemukan peluangpeluang yang menurut para pihak adalah terbaik bagi kepentingan bersama para pihak.
Mediasi menjadikan musyawarah mufakat lebih efektif dan efisien, juga dapat
mentransformasi hubungan antara para pihak menjadi lebih terbuka.
MEDIASI BAGI BANGSA INDONESIA, SEYOGIANYA MENJADI UPAYA UTAMA YANG
HARUS DIDAHULUKAN DALAM PENYELESAIAN
PERSELISIHAN/SENGKETA/KONFLIK SEBAGAI AKTUALISASI NILAI-NILAI
UNIVERSAL PANCASILA
Maka, Perma No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan, merupakan bagian dari
aktualisasi nilai-nilai universal Pancasila tersebut

Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 tahun 2008 (PerMa 1/2008)
mendefinisikan Mediasi sebagai cara penyelesaian sengketa melalui proses
perundingan untuk memperoleh kesepakatan dengan dibantu oleh Mediator

Mediasi adalah suatu proses negosiasi dipandu dibantu oleh orang yang terpercaya.
Mediator membantu pihak berkonflik untuk berbagi perspektif dan pengalaman
mereka, mengidentifikasi kebutuhan yang mendasar, bertukar pikiran tentang
pilihan kreatif untuk mengatasi kebutuhan, dan kemudian membuat kesepakatan
akhir. (Lisa Schirch : 2004)
Mediasi sebagai intervensi terhadap suatu sengketa atau negosiasi yang dilakukan
oleh pihak ketiga yang dapat diterima, tidak berpihak/netral, yang tidak mempunyai
kewenangan untuk mengambil keputusan dalam membantu para pihak berselisih
dalam upaya mencari kesepakatan sukarela dalam menyelesaikan permasalahan
yang disengketakan (Christopher Moore: 2003)
Mediasi adalah sarana agar membiasakan Bangsa Indonesia berkonflik dengan cara
yang baik dan benar, untuk mencegah meluasnya, bahkan meningkatnya ekskalasi
konflik dalam rangka mewujudkan Perdamaian, Kesejahteraan, dan Menjaga
Keutuhan NKRI. (Rachman, Jusril, Poeloengan : 2012)
Mediasi merupakan sistem penyelesaian secara damai yang selaras dengan jiwa Sila
Keempat dan Nilai Luhur dari Ke-Bhinneka-Tunggal-Ika-an yang tidak berorientasi
mencari-cari perbedaan, tidak berpretensi mencari siapa yang salah atau siapa yang
benar, melainkan berorientasi pada suatu kesamaan terakomodirnya kebutuhan
atau kepentingan para pihak berkonflik. (Putut Eko Bayuseno : 2012)

Undang Undang No. 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial
telah mengamanatkan untuk mengembangkan sistem penyelesaian
perselisihan secara damai. Dalam Pasal 8 Undang-undang tersebut
dinyatakan bahwa:
1.Penyelesaian perselisihan dalam masyarakat dilakukan secara
damai.
2.Penyelesaian secara damai sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengutamakan musyawarah untuk mufakat.
3.Hasil musyawarah mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
mengikat para pihak.
Penyelesaian perselisihan yang secara damai perlu dimaknai, bahwa
para pihak yang berselisih / bersengketa / berkonflik secara sukarela
melaksanakan hasil kesepakatan perdamaian tanpa merasa
dipaksakan.
Perdamaian yang demikian itu adalah lebih lestari dibandingkan
perdamaian yang dipaksakan oleh pihak ketiga yang lebih berperan
layaknya pemutus dan pengadil, untuk memutuskan dan mengadili
apa yang menurutnya berdasarkan hukum adil bagi para pihak
berselisih / bersengketa / berkonflik tersebut.

KESADARAN HUKUM MENINGKAT = AKSES PADA PENGADILAN ≠
AKSES PADA KEADILAN
FAKTA :
Gambar 1: Grafik tentang Data Penyelesaian Konflik Melalui Jalur Pengadilan

Sumber : Cetak Biru Pembaruan Peradilan 2010-2035 Jakarta Mahkamah Agung RI, 2010 Diterbitkan oleh:
Mahkamah Agung RI, dan Laporan Tahunan Mahkamah Agung RI - Tahun 2010-2011

Kesadaran Hukum Meningkat
Namun frekuensi dan eskalasi Konflik Sosial juga tetap tinggi (Putut Eko Bayuseno : 2012)
9

KONFLIK MENINGKAT
Sistem Nasional Pemantauan Kekerasan (SNPK) : Sistem informasi yang menyediakan data dan analisis
tentang konflik dan kekerasan yang terjadi di berbagai wilayah di Indonesia. Proyek SNPK dipimpin oleh
Kemenkokesra, dengan dukungan Bank Dunia dan The Habibie Center.

http://www.snpk-indonesia.com/DataTools/Index?lang=ina&randdo=38141a91-1af9-4f1b-96da-a0cf05354e2c&userid=429853

10

Sistem Nasional Pemantauan Kekerasan (SNPK)
Periode 2010 s.d 2012

http://www.snpk-indonesia.com/DataTools/Index?lang=ina&randdo=38141a91-1af9-4f1b-96da-a0cf05354e2c&userid=429853

11

MEDIASI DI LUAR PENGADILAN

Mediasi di luar pengadilan yang menarik adalah yang dilakukan di Kabupaten Karawang terhadap
beberapa perselisihan / sengketa / konflik. Mediasi ini dilakukan dengan Mediator seorang perwira
polisi, AKP Iman Imannuddin, SIK, SH, MH, yang pada saat itu menjabat sebagai Kasat Reskrim Polres
Karawang. Ia memang telah mengikuti dan tersertifikasi sebagai seorang Mediator yang bersertifikat
dari Pusat Mediasi Nasional (PMN). Dalam melaksanakan tugasnya, tidak semua perkara diselesaikan
dengan penyidikan hingga penuntutan. Sebagai seorang Mediator yang tersertifikasi, telah merubah
pendekatan caranya bekerja sebagai seorang Reserse dengan menjadikan penegakan hukum sebagai
pilihan terakhir (Ultimum Remedium).
Dari seluruh perkara yang diselesaikan melalui cara Mediasi tersebut, telah mencegah terjadinya konflik
komunal ataupun konflik sosial di Kabupaten Karawang, bahkan dapat terselesaikan sebelum dibuatnya
Laporan Polisi karena masalah telah terselesaikan serta mencapai kesepakatan dan berdamai.

===
Mediasi di luar pengadilan atas perkara dalam Laporan Polisi tentang Tindak Pidana ITE berupa
intersepsi (penyadapan) antara PT. Agc vs Bs. Dalam perkara yang terjadi di Kota Bogor tersebut para
pihak berdamai melalui proses Mediasi yang dipimpin oleh Mediator bersertifikat dari PMN. Hasil
Mediasi tersebut dilaporkan kepada penyidik, hingga akhirnya memperoleh Penghentian Penyidikan
(SP3) dari Polres Bogor Kota, dan para pihak dapat islah kembali.
Ada juga perkara perdata sengketa jual beli saham antara Tn CT dengan Tn HB dkk. Walaupun
perkaranya tengah diperiksa oleh Majelis Hakim Mahkamah Agung RI dalam tahapan Kasasi, tetapi
sebagian besar (90 %) diantara para pihak yang bersengketa telah sepakat untuk berdamai melalui
Mediasi di luar pengadilan yang dipimpin oleh Mediator bersertifikat dari PMN, sehingga realisasi jual
beli saham dapat dilakukan sebelum putusnya perkara Kasasi di Mahkamah Agung RI.
Mediasi seharusnya “Forget the Law”, “Forget the Past”, dan “Don’t Look Back in Anger”

KEMANFAATAN MUSYAWARAH/MEDIASI
Putut Eko Bayuseno. 2012. Optimalisasi Musyawarah Sebagai Sarana Pengelolaan Konflik Dapat Meningkatkan Keamanan Di
Daerah Dalam Rangka Memperkuat Ketahanan Nasional. Esai Lemhanas PPSA XVIII. Lemhanas. Jakarta.

Data penyelesaian perkara/konflik khusus perkara yang berhubungan dengan Direktorat Reskrim Umum
pada Wilayah Hukum Polda Jawa Barat (21 Polres, 1 Polrestabes, 1 Dit Reskrim Um) per Semester I tahun
2012 (Januari s/d Juni 2012), Jumlah total perkara/konflik 15.595 kasus.
Data di olah dari sumber Dit Reskrim Um Polda Jawa Barat.
Siap dilakukan penuntutan (P.21) = 4516
perkara (28,96%)

4.93%

8,83%

5.76%
2.87%

28,96%

Belum selesai proses penyidikannya =
7588 perkara/konflik (48,66%)

Penghentian penyidikan (SP 3) = 447
Konflik (2,87%)

48,66%

musyawarah untuk mufakat ataupun
mediasi di kantor polisi setelah ada
Laporan polisi = 898 konflik (Peran
Penyelidik & Penyidik) (5,76%)
musyawarah untuk mufakat ataupun
mediasi di kantor Polisi, sebelum
timbulnya Laporan Polisi = 769 Konflik
(Peran Bhabinkamtibmas & Personil
lainnya) (4,93%)

KEMANFAATAN MUSYAWARAH/MEDIASI
Putut Eko Bayuseno. 2012. Optimalisasi Musyawarah Sebagai Sarana Pengelolaan Konflik Dapat Meningkatkan Keamanan Di
Daerah Dalam Rangka Memperkuat Ketahanan Nasional. Esai Lemhanas PPSA XVIII. Lemhanas. Jakarta.

Perbandingan Biaya Penyelesaian Konflik
Antara Melalui Musyawarah/Mediasi dan Tidak Melalui Musyawarah/Mediasi
Data di olah dari sumber Dit Reskrim Um Polda Jawa Barat.
Rp70,000,000,000

Rp60,000,000,000

Rp62.515.389.000
Rp50,000,000,000

Rp40,000,000,000

Rp30,000,000,000
Series1
Rp20,000,000,000

Rp10,000,000,000

Rp9.132.000.000
Rp0
3044 perkara/konflik diselesaikan melalui mediasi
dikalikan biaya rata rata penyelesaian sebesar Rp.
3.000.000,-

Bila 3044 perkara/konflik tidak diselesaikan melalui
mediasi maka dikalikan Rata Rata biaya Berdasarkan
Skep Kapolri No. Kep/606/XI/2011 tgl 17 Nop 2011
indeks anggaran lidik sidik perkara, sebesar Rp.
20.537.250,-

SOP tentang Pelaksanaan Tugas
Bhabinkamtibmas Oktober 2011
Fungsi Bhabinkamtibmas
• 2 f memediasi dan memfasilitasi upaya
pemecahan masalah yang terjadi di masyarakat;
Peran Bhabinkamtibmas
• 3 c mediator dan fasilitator dalam penyelesaian
permasalahan-permasalahan sosial yang terjadi
di masyarakat Desa/ Kelurahan

HEMAT ? (ilustrasi)
INSTANSI, IF…

IF…, JUMLAH INSTANSI X BIAYA
PENANGANAN PERKARA

TOTAL

POLSEK
1 perkara / 1 bulan

4000 x @ Rp. 500.000
anggaran per perkara

Rp.

2.000.000.000

POLRES
1 perkara / 1 bulan

400 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

400.000.000

POLDA
1 perkara / 1 bulan

25 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

25.000.000

KEJAKSAAN
1 perkara / 1 bulan

300 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

300.000.000

PENGADILAN
1 perkara / 1 bulan

300 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

300.000.000

Penghematan Anggaran
Negara Perbulan

Rp. 3.025.000.000 +
Potential Lost (Social Cost)

Biaya Penyelesaian Sengketa
Indicator
WAKTU (days)
BIAYA (% of
KERUGIAN)

Indonesia
570
122.7

East Asia & Pacific
519
47.8

OECD
518
19.7

Doing Business 2012: Data for Indonesia (WB)
Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD - Organisation for Economic Co-operation and Development)

Hambatan Mediasi
Mediasi vs Paradigma Keadilan yang Legisme
•Pelanggaran adalah Wanprestasi, Onrechmatmatige Daad,
Wederrechttelick.
•Ada aturan yang dilanggar. Cara penyelesaian sesuai dengan aturan
hukum dan hukum acara.
•Keadilan: Adil jika perbuatan sesuai dengan hukum. Adil jika salah
telah dihukum sesuai dengan aturan yang berlaku
Mediasi : Keadilan adalah kepentingan para pihak terpenuhi,
keadaan masing-masing pihak terpulihkan, kepentingan yang lebih
besar tidak terganggu, hubungan menjadi lebih terbuka, tanpa
pembuktian formal, tanpa benar salah, keputusan dibuat dan
disepakati para pihak.
Mediasi : memulihkan hubungan yang rusak = Restorative Justice

Tidak ada yang salah dengan
Konsepsi Hukum yang Legisme tersebut.
Hanya saja masyarakat pada umumnya dan para pengemban profesi hukum
menjadi terorientasikan pada makna keadilan yang legisme pula.
Konsepsi hukum atas makna “pelanggaran” yang legisme, yang terfokus pada
makna keadilan yang legisme pula tersebut, berbeda dengan prespektif dari
keadilan yang memulihkan (Restorative Justice).
VS
Mediasi : Keadilan adalah kepentingan para pihak terpenuhi, keadaan
masing-masing pihak terpulihkan, kepentingan yang lebih besar tidak
terganggu, hubungan menjadi lebih terbuka, tanpa pembuktian formal,
tanpa benar salah, keputusan dibuat dan disepakati para pihak

Yurisprudensi atau Sekedar Preseden ?







Perkara 378 jo 372 KUHP- LP/43/IX/2007/DIR RESKRIM POLDA DIY – Pelapor Cabut
Penyidik & Penuntut tetap Lanjut  Sidang PN Yogyakarta
PUT PN Yogyakarta: No. 317/PID.B/2008 Pencabutan Pengaduan Dikabulkan &
Penuntutan Tidak dapat Diterima
PUT PT Yogyakarta:No. 01/PID/PLW/2009/PT.YK : Persidangan PN Yogyakarta
Batal Demi Hukum
PUT Kasasi MA RI: No. 1600 K/PID/2009 : Pencabutan Pengaduan Dikabulkan &
Penuntutan Tidak dapat Diterima

Mediasi  Damai  Cabut Laporan  Tdk Cukup Bukti ?
Mediasi  Damai  Bukan Peraka Pidana ?
Mediasi  Damai  Demi Hukum  Diskresi  Restorative Justice ? (vide Pasal 18
UU No. 2 Tahun 2002 jo Pasal 30 ayat 4 UUD 1945)  Ultimum Remedium

Konsepsi Humanis Restorative Justice
Prespektif Restorative Justice :
1.

Bahwa Pelanggaran adalah suatu perbuatan yang mungkin keliru
dilakukan oleh pihak
tertentu sehingga membuat hubungan
(relationship) diantara pihak tertentu tersebut dengan para pihak lainya
yang terkait menjadi rusak.

2.

Bahwa hubungan yang menjadi rusak tersebut, harus diperbaiki,
dipulihkan, disembuhkan dengan sebisa mungkin menempatkan hal
yang benar (to put things right as possible)

3.

Bahwa perlu dilakukan upaya yang mendorong seluruh pihak terkait
untuk mengerti/memahami akibat/konsekuensi dari suatu pelanggaran.
Selanjutnya berupaya memastikan bahwa seluruh pihak terkait berniat
dan merealisasikan tindakan sebanyak mungkin menempatkan hal yang
benar, dalam rangka merajut kembali atau memperbaiki hubungan yang
telah rusak.
23

Prespektif Legisme.
•Pelanggaran UU
•Siapa yang Salah atau Benar
•Pembuktian menjadi utama
•Menyalahkan perilaku di masa lalu
•Nememis “pembalasan” /hukuman
•Keadilan sesuai undang undang
•Ketidakpuasan






Prespektif Restorative Justice
Pelanggaran / Perusakan (Harms) Relationship
Merubah perilaku di masa yang akan datang
Mengobati, memulihkan, memperbaiki relationship
Semua pihak terkait bertanggungjawab
Kebersamaan mengidentifikasi dan memetakan kerugiankerugian, kebutuhan dan tindakan yang perlu dilakukan untuk
memulihkan relationship
24

Anggapan Keliru !
Restorative Justice seringkali dianggap semata sebagai suatu
bentuk pemaafan atau pengampunan!
Bahwa benar dengan pemaafan (ataupun pengampunan) maka
suatu hubungan yang rusak akan menjadi pulih, namun dalam
Restorative Justice tidak selalu harus ada unsur pemaafan.
Restorative Justice tidak hanya terfokus pada korban, akan
tetapi concern pula terhadap pihak pelanggar dan pihak lain
yang terdampak. Menjadi lebih utama adalah sebisa mungkin
menempatkan hal yang benar, agar kondisi/keadaan/suatu
relationship pada masa yang akan datang menjadi lebih baik.

Anggapan Keliru !
Restorative Justice dianggap berbeda arah dengan Criminal
Justice System dan Civil Justice System bahkan ada anggapan
keberadaannya menjadi tumpang tindih dengan Justice System
yang telah ada.
Bahwa Restorative Justice adalah konsepsi atas makna keadilan.
Dengan Restorative Justice kita berupaya mereorientasi kembali
bagaimana kita perlu memahami makna keadilan yang lebih
dalam.

Apakah suatu kondisi dimana seseorang yang terbukti melakukan perbuatan
melawan hukum (pelaku) dan telah dijatuhi sanksi dapat diartikan bahwa
keadilan telah ditegakkan? Dalam konsepsi CJS, kondisi demikian dapat
dikatakan telah memenuhi rasa keadilan. Hukuman yang setimpal adalah
suatu keadilan
Bagaimana dengan keberlangsungan kehidupan istrinya dan anak dari
pelaku?
Bagaimana dengan keluarga korban yang sering kali tidak dapat menerima
putusan dari Majelis Hakim yang dianggap tidak cukup memuaskan ?
Bagaimana dengan keberlangsungan kehidupan 1000 karyawan yang
perusahaan tempatnya bekerja, dinyatakan pailit oleh putusan pengadilan
atas adanya gugatan pailit pihak kreditur? Siapa yang harus bertanggung
jawab atas keberlangsungan kehidupan karyawan tersebut? Bukankah
pemerintah juga bertanggung jawab untuk menciptakan lapangan kerja?
CJS atau penegakan hukum adalah perlu, namun menjadi lebih baik bila
bersamaan dengan itu dilakukan pula upaya “to put things right as possible”,
sebagaimana prespektif dari Restorative Justice.

To put things right as possible
(memulihkan kembali kepada kondisi yang benar/tepat)
Prespektif Restorative Justice, Pelanggaran itu menggambarkan adanya
hubungan (relationship) yang rusak.
Adanya hubungan yang rusak potensial menjadi sebab dan berdampak pada
Pelanggaran. Sebaliknya Pelanggaran juga mengakibatkan hubungan menjadi
rusak.
“The Harm of one is the harm of all”.
Perbuatan “harms” seperti membahayakan; merugikan; merusak; menyakiti;
melukai; mengganggu; mencelakakan; menjahati, dll adalah tindakan keliru
yang perlu diperbaiki dan ditempatkan kembali menjadi benar.
Menjadi kewajiban bagi semua pihak terkait yang berkepentingan yaitu
pelaku, korban, komunitas (masyarakat sekitar, pemerintah daerah, para
pengemban profesi hukum dll) untuk sebisa mungkin menempatkan hal yang
benar.

Restorative Justice
Peduli :
PELAKU, KORBAN, KOMUNITAS
HARMS, NEEDS, OBLIGATIONS

sebisa mungkin menempatkan hal yang benar dan tepat
dalam rangka memulihkan

Restorative Justice tidak dimaksudkan menggatikan CJS.
Restorative Justice dan CJS seyogyanya dipandang dan
dipahami secara lebih utuh sebagai konsepsi atas makna
keadilan dalam rangka melaksanakan Pembangunan
Perdamaian (Peacebuilding)

Peta Pembangunan Perdamaian
Meningkatkan
Kapasitas
1. Kerma Pendidikan Perdamaian
2. Kerma Penelitian dan Evaluasi
3. Kerma Pembangunan dalam
segala bidang

Mengobarkan
Anti Kekerasan
1. Membangkitkan Kesadaran dan
Kepedulian Stake Holder NKRI
2. Meningkatkan Rasa/Sikap/Perilaku
Saling Ketergantungan
(membangun kebersamaan)

Meredam Kekerasan
1. Preventing Victimization; restraining
offenders; Create a space for cooling
down; Cease-Fire Agreements;
Peacekeeping; Humanitarian Assistance
2. Early Warning dan Response Program
3. Legal & Judicial Systems
Criminal Justice System (CJS)
(to maintain order, not revenge)

Transformasi Hubungan
1.
2.
3.
4.
5.

Governance & Policymaking
Trauma Healing & Recovery Programs
Ritual & Symbolic Transformation
Restorative Justice
Conflict Transformation :
- Dialogue;
- Negotiation;
- Mediation.

Adaptasi : The Cycle of Peacebuilding, Strategic Peacebuilding, Lisa Schirch oleh Rachman, Jusril, Poeloengan (2012)

Terima Kasih
Mediasi di luar pengadilan di Indonesia, seharusnya dapat berkembang dengan pesat dengan
masih berlakunya Pancasila sebagai Dasar Negara dan Faslafah Bangsa Indonesia.
Musyawarah untuk mufakat, Kekeluargaan dan Gotong Royong adalah diantara nilai-nilai Pancasila
yang universal akan bermetamorfosis hingga terwujud, tercermin dan selaras dengan semangat
dalam Mediasi itu sendiri.
Berkembangnya Restorative Justice yang dapat mereorientasikan kembali makna Keadilan, yang
ternyata sejalan dengan nilai-nilai universal dari Pancasila, seharusnya dapat menjadi stimulan
dalam mempercepat perkembangan Mediasi di Indonesia.
Masa depan, diperlukan upaya bersama seluruh stake holder, khususnya pembuat kebijakan
dengan mengingat “law as a social tool engineering”, untuk segera berperan aktif, menaruh
perhatian dan turut serta melakukan perancangan UU tentang Mediasi.
UU tentang Mediasi sekaligus guna menselaraskan dan mengharmonisasikan ketentutanketentuan Mediasi yang masih tersebar dalam peraturan perundang-undangan lainnya, sehingga
tercapai kesamaan makna, hakikat dan pengimplementasian Mediasi sebagai Revitalisasi dan
Aktualisasi Pancasila, yang pada akhirnya berperan penting dalam terciptanya Kondisi Damai dan
Sejehtera bagi Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

SEGITIGA MEDIASI,
SUMBER PUSAT MEDIASI
NASIONAL (PMN) 2012

Pusat Mediasi Nasional.
2012. Mediation Triangles
and Mediation Skills.
Pelatihan Mediasi 40 jam
Angkatan 42, 10-14
September 2012, Jakarta.
Segitiga Mediasi ini
diadaptasi dari Boule,
Laurance., & Hwee, The
Hwee. 2000. Mediation:
Principles Process
Practice (Singapore
Edition). Butterworths
Asia & Singapore
Mediation Centre. Hal 99114.

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.1/2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
Pasal 147

Penyelesaian sengketa di bidang perumahan terlebih dahulu diupayakan berdasarkan musyawarah
untuk mufakat.

Pasal 148
(1) Dalam hal penyelesaian sengketa melalui musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, pihak yang
dirugikan dapat menggugat melalui pengadilan yang berada di lingkungan pengadilan umum atau
di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa melalui alternatif
penyelesaian sengketa.
(2) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
melalui arbitrase, konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan/atau penilaian ahli sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. UU yang mana?
(3) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
menghilangkan tanggung jawab pidana.

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.32/2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Dalam penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan dapat digunakan jasa
mediator dan/atau arbiter untuk membantu menyelesaikan sengketa lingkungan hidup, (Pasal
85 ayat 3) Mediasi tidak wajib dan tidak ada penjelasan lebih detil ttg mediasi.



UU No.14/2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik
Komisi Informasi adalah lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan Undang-Undang ini dan
peraturan pelaksanaannya, menetapkan petunjuk teknis standar layanan informasi publik dan
menyelesaikan sengketa informasi publik melalui mediasi dan/atau ajudikasi nonlitigasi
(Pasal 1 ayat 4) Mediator dan Pemutus sengketa
Pasal 40 (1) Penyelesaian sengketa melalui Mediasi merupakan pilihan para pihak dan bersifat
sukarela. Namun, Pasal 42, Penyelesaian Sengketa Informasi Publik melalui Ajudikasi
nonlitigasi oleh Komisi Informasi hanya dapat ditempuh apabila upaya Mediasi dinyatakan
tidak berhasil secara tertulis oleh salah satu atau para pihak yang bersengketa, atau salah satu
atau para pihak yang bersengketa menarik diri dari perundingan. Wajibkah atau pilihankah

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.39/1999 Tentang Hak Asasi Manusia
Komisi Nasional Hak Asasi yang selanjutnya disebut Komnas HAM adalah lembaga mandiri yang
berkedudukan setingkat dalam negara lainya yang berfungsi melaksanakan pengkajian,
penelitian, penyaluran, pemantauan, dan mediasi hak asasi manusia, Pasal 1 ayat 7 jo. Pasal
76. Definisi mediasi tidak dijelaskan
Pasal 89 ayat 4, Untuk melaksanakan fungsi Komnas HAM dalam mediasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 76, Komnas HAM bertugas dan berwenang melakukan: a. perdamaian
kedua belah pihak; b. penyelesaian perkara melaui cara konsultasi, negosiasi, mediasi,
konsiliasi, dan penilaian ahli; c. pemberian saran kepada para pihak untuk menyelesaikan
sengketa melalui pengadilan; d. penyampaian rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak
asasi manusia kepada Pemerintah untuk ditindaklanjuti penyelesaiannya; dan e. penyampaian
rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak asasi manusia kepada Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia untuk ditindaklanjuti. Fungsi Mediasi, namun di dalamnya termasuk
konsultasi, negosiasi, dll. Menyarankan para pihak untuk menyelesaikan sengketa melalui
pengadilan adalah TABU bagi mediator.

UU No. 30 Tahun 1999 Tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
 Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar
peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat
secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. (Pasal 1 ayat 1 UU
30/1999)
 Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa
atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni
penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi,
mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. (Pasal 1 ayat 10 UU 30/1999)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009
TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN

Upaya penyelesaian sengketa perdata dapat dilakukan di luar pengadilan
negara melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa. (Pasal 58
UU No.48/2009)


Arbitrase merupakan cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar
pengadilan yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara
tertulis oleh para pihak yang bersengketa. (Pasal 59 ayat 1 UU No.48/2009)



Alternatif Penyelesaian Sengketa merupakan lembaga penyelesaian
sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak,
yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi,
mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. (Pasal 60 ayat 1 UU No.48/2009)
©PMN 2013

37

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen jo
KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN
REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 350/MPP/Kep/12/2001 TENTANG
PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG BADAN PENYELESAIAN
SENGKETA KONSUMEN
Persidangan Dengan Cara Mediasi

Pasal 30
Majelis dalam menyelesaikan sengketa konsumen dengan cara Mediasi, mempunyai tugas :
a. memanggil konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
b. memanggil saksi dan saksi ahli bila diperlukan;
c. menyediakan forum bagi konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
d. secara aktif mendamaikan konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
e. secara aktif memberikan saran atau anjuran penyelesaian sengketa konsumen sesuai dengan
peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan konsumen.
Pasal 31
Tata cara penyelesaian sengketa konsumen dengan cara Mediasi adalah :
a. Majelis menyerahkan sepenuhnya proses penyelesaian sengketa kepada konsumen dan pelaku usaha
yang bersangkutan, baik mengenai bentuk maupun jumlah ganti rugi;
b. Majelis bertindak aktif sebagai Mediator dengan memberikan nasehat, petunjuk, saran dan upayaupaya lain dalam menyelesaikan sengketa;
c. Majelis menerima hasil musyawarah konsumen dan pelaku usaha dan mengeluarkan ketentuan.


Slide 12

PERKEMBANGAN MEDIASI
DI LUAR PENGADILAN
DI INDONESIA
Andrea Hynan Poeloengan, SH (Unibraw), M.Hum (Unpar), MTCP (Uni of Wollongong)
Workshop Internasional
Perkembangan Mediasi di Indonesia, Jepang dan Australia
Masa Kini Menuju Masa Depan
Rabu, 21 Agustus 2013
Pengadilan Negeri Kelas 1B Cibinong
Kabupaten Bogor

Perma No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan
Pasal 2
Ruang lingkup dan Kekuatan Berlaku Perma
1. Peraturan Mahkamah Agung ini hanya berlaku untuk mediasi yang terkait dengan
proses berperkara di Pengadilan.
2. Setiap hakim, mediator dan para pihak wajib mengikuti prosedur penyelesaian
sengketa melalui mediasi yang diatur dalam Peraturan ini.
3. Tidak menempuh prosedur mediasi berdasarkan Peraturan ini merupakan
pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 130 HIR dan atau Pasal 154 Rbg yang
mengakibatkan putusan batal demi hukum.
4. Hakim dalam pertimbangan putusan perkara wajib menyebutkan bahwa perkara
yang bersangkutan telah diupayakan perdamaian melalui mediasi dengan
menyebutkan nama mediator untuk perkara yang bersangkutan.
Pasal 23
Mediator yang telah tersertifikasi dimungkinkan untuk melakukan Mediasi di luar
pengadilan dengan hasil kesepakatannya dapat diajukan ke pengadilan untuk
memperoleh akta perdamaian dengan cara mengajukan gugatan

KEUTAMAAN PANCASILA
Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011
Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
telah menegaskan bahwa :
PANCASILA adalah
SUMBER DARI SEGALA SUMBER HUKUM
TAP MPR NO.: II/MPR/1978 yang digantikan dengan
TAP MPR NO.: XVIII/MPR/1998
telah menegaskan bahwa
PANCASILA adalah DASAR NEGARA
PANCASILA MENGANDUNG NILAI NILAI LESTARI DAN
UNIVERSAL YANG WAJIB DIUTAMAKAN/DIDAHULUKAN
DALAM RANGKA MEMBANGUN SELURUH SENDI
KEHIDUPAN BERMASYARAKAT, BERBANGSA &
BERNEGARA.

KEUTAMAAN BERMUSYAWARAH

PANCASILA adalah
SUMBER DARI SEGALA SUMBER HUKUM
PANCASILA MENGANDUNG NILAI NILAI LESTARI DAN
UNIVERSAL YANG HARUS DIUTAMAKAN/DIDAHULUKAN
UNTUK MENYELESAIKAN DAN MENGAKHIRI KONFLIK.
NILAI NILAI TERSEBUT TERKANDUNG DALAM SILA
KEEMPAT PANCASILA YANG MENGEDEPANKAN :
KEUTAMAAN MUSYAWARAH UNTUK MUFAKAT
BERDASARKAN ASAS KEKELUARGAAN

Nilai-Nilai Universal Pancasila
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat.
Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.
Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk
kepentingan bersama.
Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat
kekeluargaan.
Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan
melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai hati nurani yang
luhur.
Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggung-jawabkan secara
moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan
martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan

Musyawarah untuk mufakat adalah memang cara penyelesaian perselisihan yang paling
sesuai dengan Pancasila.
NAMUN bagaimana bermusyawarah untuk mufakat, yang lebih berdaya guna dan
berhasil guna, sehingga peluang tercapainya kesepakatan bagi para pihak menjadi lebih
besar ?
Teknik dan metode bermusyawarah untuk mufakat, yang lebih berdaya guna dan berhasil
guna, sehingga peluang tercapainya kesepakatan bagi para pihak menjadi lebih besar,
itulah yang dikenal dengan :
“MEDIASI”

Melalui pengembangan dan pemuktahiran teknik-teknik, metode tahapannya yang sangat
sistematis, dan bantuan dari orang yang berkeahlian, terlatih, terdidik untuk menjadi
seorang Mediator, yang bertugas bukan untuk memutus, melainkan diantaranya untuk
mendorong, membantu pihak berselisih/bersengketa/berkonflik menemukan peluangpeluang yang menurut para pihak adalah terbaik bagi kepentingan bersama para pihak.
Mediasi menjadikan musyawarah mufakat lebih efektif dan efisien, juga dapat
mentransformasi hubungan antara para pihak menjadi lebih terbuka.
MEDIASI BAGI BANGSA INDONESIA, SEYOGIANYA MENJADI UPAYA UTAMA YANG
HARUS DIDAHULUKAN DALAM PENYELESAIAN
PERSELISIHAN/SENGKETA/KONFLIK SEBAGAI AKTUALISASI NILAI-NILAI
UNIVERSAL PANCASILA
Maka, Perma No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan, merupakan bagian dari
aktualisasi nilai-nilai universal Pancasila tersebut

Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 tahun 2008 (PerMa 1/2008)
mendefinisikan Mediasi sebagai cara penyelesaian sengketa melalui proses
perundingan untuk memperoleh kesepakatan dengan dibantu oleh Mediator

Mediasi adalah suatu proses negosiasi dipandu dibantu oleh orang yang terpercaya.
Mediator membantu pihak berkonflik untuk berbagi perspektif dan pengalaman
mereka, mengidentifikasi kebutuhan yang mendasar, bertukar pikiran tentang
pilihan kreatif untuk mengatasi kebutuhan, dan kemudian membuat kesepakatan
akhir. (Lisa Schirch : 2004)
Mediasi sebagai intervensi terhadap suatu sengketa atau negosiasi yang dilakukan
oleh pihak ketiga yang dapat diterima, tidak berpihak/netral, yang tidak mempunyai
kewenangan untuk mengambil keputusan dalam membantu para pihak berselisih
dalam upaya mencari kesepakatan sukarela dalam menyelesaikan permasalahan
yang disengketakan (Christopher Moore: 2003)
Mediasi adalah sarana agar membiasakan Bangsa Indonesia berkonflik dengan cara
yang baik dan benar, untuk mencegah meluasnya, bahkan meningkatnya ekskalasi
konflik dalam rangka mewujudkan Perdamaian, Kesejahteraan, dan Menjaga
Keutuhan NKRI. (Rachman, Jusril, Poeloengan : 2012)
Mediasi merupakan sistem penyelesaian secara damai yang selaras dengan jiwa Sila
Keempat dan Nilai Luhur dari Ke-Bhinneka-Tunggal-Ika-an yang tidak berorientasi
mencari-cari perbedaan, tidak berpretensi mencari siapa yang salah atau siapa yang
benar, melainkan berorientasi pada suatu kesamaan terakomodirnya kebutuhan
atau kepentingan para pihak berkonflik. (Putut Eko Bayuseno : 2012)

Undang Undang No. 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial
telah mengamanatkan untuk mengembangkan sistem penyelesaian
perselisihan secara damai. Dalam Pasal 8 Undang-undang tersebut
dinyatakan bahwa:
1.Penyelesaian perselisihan dalam masyarakat dilakukan secara
damai.
2.Penyelesaian secara damai sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengutamakan musyawarah untuk mufakat.
3.Hasil musyawarah mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
mengikat para pihak.
Penyelesaian perselisihan yang secara damai perlu dimaknai, bahwa
para pihak yang berselisih / bersengketa / berkonflik secara sukarela
melaksanakan hasil kesepakatan perdamaian tanpa merasa
dipaksakan.
Perdamaian yang demikian itu adalah lebih lestari dibandingkan
perdamaian yang dipaksakan oleh pihak ketiga yang lebih berperan
layaknya pemutus dan pengadil, untuk memutuskan dan mengadili
apa yang menurutnya berdasarkan hukum adil bagi para pihak
berselisih / bersengketa / berkonflik tersebut.

KESADARAN HUKUM MENINGKAT = AKSES PADA PENGADILAN ≠
AKSES PADA KEADILAN
FAKTA :
Gambar 1: Grafik tentang Data Penyelesaian Konflik Melalui Jalur Pengadilan

Sumber : Cetak Biru Pembaruan Peradilan 2010-2035 Jakarta Mahkamah Agung RI, 2010 Diterbitkan oleh:
Mahkamah Agung RI, dan Laporan Tahunan Mahkamah Agung RI - Tahun 2010-2011

Kesadaran Hukum Meningkat
Namun frekuensi dan eskalasi Konflik Sosial juga tetap tinggi (Putut Eko Bayuseno : 2012)
9

KONFLIK MENINGKAT
Sistem Nasional Pemantauan Kekerasan (SNPK) : Sistem informasi yang menyediakan data dan analisis
tentang konflik dan kekerasan yang terjadi di berbagai wilayah di Indonesia. Proyek SNPK dipimpin oleh
Kemenkokesra, dengan dukungan Bank Dunia dan The Habibie Center.

http://www.snpk-indonesia.com/DataTools/Index?lang=ina&randdo=38141a91-1af9-4f1b-96da-a0cf05354e2c&userid=429853

10

Sistem Nasional Pemantauan Kekerasan (SNPK)
Periode 2010 s.d 2012

http://www.snpk-indonesia.com/DataTools/Index?lang=ina&randdo=38141a91-1af9-4f1b-96da-a0cf05354e2c&userid=429853

11

MEDIASI DI LUAR PENGADILAN

Mediasi di luar pengadilan yang menarik adalah yang dilakukan di Kabupaten Karawang terhadap
beberapa perselisihan / sengketa / konflik. Mediasi ini dilakukan dengan Mediator seorang perwira
polisi, AKP Iman Imannuddin, SIK, SH, MH, yang pada saat itu menjabat sebagai Kasat Reskrim Polres
Karawang. Ia memang telah mengikuti dan tersertifikasi sebagai seorang Mediator yang bersertifikat
dari Pusat Mediasi Nasional (PMN). Dalam melaksanakan tugasnya, tidak semua perkara diselesaikan
dengan penyidikan hingga penuntutan. Sebagai seorang Mediator yang tersertifikasi, telah merubah
pendekatan caranya bekerja sebagai seorang Reserse dengan menjadikan penegakan hukum sebagai
pilihan terakhir (Ultimum Remedium).
Dari seluruh perkara yang diselesaikan melalui cara Mediasi tersebut, telah mencegah terjadinya konflik
komunal ataupun konflik sosial di Kabupaten Karawang, bahkan dapat terselesaikan sebelum dibuatnya
Laporan Polisi karena masalah telah terselesaikan serta mencapai kesepakatan dan berdamai.

===
Mediasi di luar pengadilan atas perkara dalam Laporan Polisi tentang Tindak Pidana ITE berupa
intersepsi (penyadapan) antara PT. Agc vs Bs. Dalam perkara yang terjadi di Kota Bogor tersebut para
pihak berdamai melalui proses Mediasi yang dipimpin oleh Mediator bersertifikat dari PMN. Hasil
Mediasi tersebut dilaporkan kepada penyidik, hingga akhirnya memperoleh Penghentian Penyidikan
(SP3) dari Polres Bogor Kota, dan para pihak dapat islah kembali.
Ada juga perkara perdata sengketa jual beli saham antara Tn CT dengan Tn HB dkk. Walaupun
perkaranya tengah diperiksa oleh Majelis Hakim Mahkamah Agung RI dalam tahapan Kasasi, tetapi
sebagian besar (90 %) diantara para pihak yang bersengketa telah sepakat untuk berdamai melalui
Mediasi di luar pengadilan yang dipimpin oleh Mediator bersertifikat dari PMN, sehingga realisasi jual
beli saham dapat dilakukan sebelum putusnya perkara Kasasi di Mahkamah Agung RI.
Mediasi seharusnya “Forget the Law”, “Forget the Past”, dan “Don’t Look Back in Anger”

KEMANFAATAN MUSYAWARAH/MEDIASI
Putut Eko Bayuseno. 2012. Optimalisasi Musyawarah Sebagai Sarana Pengelolaan Konflik Dapat Meningkatkan Keamanan Di
Daerah Dalam Rangka Memperkuat Ketahanan Nasional. Esai Lemhanas PPSA XVIII. Lemhanas. Jakarta.

Data penyelesaian perkara/konflik khusus perkara yang berhubungan dengan Direktorat Reskrim Umum
pada Wilayah Hukum Polda Jawa Barat (21 Polres, 1 Polrestabes, 1 Dit Reskrim Um) per Semester I tahun
2012 (Januari s/d Juni 2012), Jumlah total perkara/konflik 15.595 kasus.
Data di olah dari sumber Dit Reskrim Um Polda Jawa Barat.
Siap dilakukan penuntutan (P.21) = 4516
perkara (28,96%)

4.93%

8,83%

5.76%
2.87%

28,96%

Belum selesai proses penyidikannya =
7588 perkara/konflik (48,66%)

Penghentian penyidikan (SP 3) = 447
Konflik (2,87%)

48,66%

musyawarah untuk mufakat ataupun
mediasi di kantor polisi setelah ada
Laporan polisi = 898 konflik (Peran
Penyelidik & Penyidik) (5,76%)
musyawarah untuk mufakat ataupun
mediasi di kantor Polisi, sebelum
timbulnya Laporan Polisi = 769 Konflik
(Peran Bhabinkamtibmas & Personil
lainnya) (4,93%)

KEMANFAATAN MUSYAWARAH/MEDIASI
Putut Eko Bayuseno. 2012. Optimalisasi Musyawarah Sebagai Sarana Pengelolaan Konflik Dapat Meningkatkan Keamanan Di
Daerah Dalam Rangka Memperkuat Ketahanan Nasional. Esai Lemhanas PPSA XVIII. Lemhanas. Jakarta.

Perbandingan Biaya Penyelesaian Konflik
Antara Melalui Musyawarah/Mediasi dan Tidak Melalui Musyawarah/Mediasi
Data di olah dari sumber Dit Reskrim Um Polda Jawa Barat.
Rp70,000,000,000

Rp60,000,000,000

Rp62.515.389.000
Rp50,000,000,000

Rp40,000,000,000

Rp30,000,000,000
Series1
Rp20,000,000,000

Rp10,000,000,000

Rp9.132.000.000
Rp0
3044 perkara/konflik diselesaikan melalui mediasi
dikalikan biaya rata rata penyelesaian sebesar Rp.
3.000.000,-

Bila 3044 perkara/konflik tidak diselesaikan melalui
mediasi maka dikalikan Rata Rata biaya Berdasarkan
Skep Kapolri No. Kep/606/XI/2011 tgl 17 Nop 2011
indeks anggaran lidik sidik perkara, sebesar Rp.
20.537.250,-

SOP tentang Pelaksanaan Tugas
Bhabinkamtibmas Oktober 2011
Fungsi Bhabinkamtibmas
• 2 f memediasi dan memfasilitasi upaya
pemecahan masalah yang terjadi di masyarakat;
Peran Bhabinkamtibmas
• 3 c mediator dan fasilitator dalam penyelesaian
permasalahan-permasalahan sosial yang terjadi
di masyarakat Desa/ Kelurahan

HEMAT ? (ilustrasi)
INSTANSI, IF…

IF…, JUMLAH INSTANSI X BIAYA
PENANGANAN PERKARA

TOTAL

POLSEK
1 perkara / 1 bulan

4000 x @ Rp. 500.000
anggaran per perkara

Rp.

2.000.000.000

POLRES
1 perkara / 1 bulan

400 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

400.000.000

POLDA
1 perkara / 1 bulan

25 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

25.000.000

KEJAKSAAN
1 perkara / 1 bulan

300 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

300.000.000

PENGADILAN
1 perkara / 1 bulan

300 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

300.000.000

Penghematan Anggaran
Negara Perbulan

Rp. 3.025.000.000 +
Potential Lost (Social Cost)

Biaya Penyelesaian Sengketa
Indicator
WAKTU (days)
BIAYA (% of
KERUGIAN)

Indonesia
570
122.7

East Asia & Pacific
519
47.8

OECD
518
19.7

Doing Business 2012: Data for Indonesia (WB)
Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD - Organisation for Economic Co-operation and Development)

Hambatan Mediasi
Mediasi vs Paradigma Keadilan yang Legisme
•Pelanggaran adalah Wanprestasi, Onrechmatmatige Daad,
Wederrechttelick.
•Ada aturan yang dilanggar. Cara penyelesaian sesuai dengan aturan
hukum dan hukum acara.
•Keadilan: Adil jika perbuatan sesuai dengan hukum. Adil jika salah
telah dihukum sesuai dengan aturan yang berlaku
Mediasi : Keadilan adalah kepentingan para pihak terpenuhi,
keadaan masing-masing pihak terpulihkan, kepentingan yang lebih
besar tidak terganggu, hubungan menjadi lebih terbuka, tanpa
pembuktian formal, tanpa benar salah, keputusan dibuat dan
disepakati para pihak.
Mediasi : memulihkan hubungan yang rusak = Restorative Justice

Tidak ada yang salah dengan
Konsepsi Hukum yang Legisme tersebut.
Hanya saja masyarakat pada umumnya dan para pengemban profesi hukum
menjadi terorientasikan pada makna keadilan yang legisme pula.
Konsepsi hukum atas makna “pelanggaran” yang legisme, yang terfokus pada
makna keadilan yang legisme pula tersebut, berbeda dengan prespektif dari
keadilan yang memulihkan (Restorative Justice).
VS
Mediasi : Keadilan adalah kepentingan para pihak terpenuhi, keadaan
masing-masing pihak terpulihkan, kepentingan yang lebih besar tidak
terganggu, hubungan menjadi lebih terbuka, tanpa pembuktian formal,
tanpa benar salah, keputusan dibuat dan disepakati para pihak

Yurisprudensi atau Sekedar Preseden ?







Perkara 378 jo 372 KUHP- LP/43/IX/2007/DIR RESKRIM POLDA DIY – Pelapor Cabut
Penyidik & Penuntut tetap Lanjut  Sidang PN Yogyakarta
PUT PN Yogyakarta: No. 317/PID.B/2008 Pencabutan Pengaduan Dikabulkan &
Penuntutan Tidak dapat Diterima
PUT PT Yogyakarta:No. 01/PID/PLW/2009/PT.YK : Persidangan PN Yogyakarta
Batal Demi Hukum
PUT Kasasi MA RI: No. 1600 K/PID/2009 : Pencabutan Pengaduan Dikabulkan &
Penuntutan Tidak dapat Diterima

Mediasi  Damai  Cabut Laporan  Tdk Cukup Bukti ?
Mediasi  Damai  Bukan Peraka Pidana ?
Mediasi  Damai  Demi Hukum  Diskresi  Restorative Justice ? (vide Pasal 18
UU No. 2 Tahun 2002 jo Pasal 30 ayat 4 UUD 1945)  Ultimum Remedium

Konsepsi Humanis Restorative Justice
Prespektif Restorative Justice :
1.

Bahwa Pelanggaran adalah suatu perbuatan yang mungkin keliru
dilakukan oleh pihak
tertentu sehingga membuat hubungan
(relationship) diantara pihak tertentu tersebut dengan para pihak lainya
yang terkait menjadi rusak.

2.

Bahwa hubungan yang menjadi rusak tersebut, harus diperbaiki,
dipulihkan, disembuhkan dengan sebisa mungkin menempatkan hal
yang benar (to put things right as possible)

3.

Bahwa perlu dilakukan upaya yang mendorong seluruh pihak terkait
untuk mengerti/memahami akibat/konsekuensi dari suatu pelanggaran.
Selanjutnya berupaya memastikan bahwa seluruh pihak terkait berniat
dan merealisasikan tindakan sebanyak mungkin menempatkan hal yang
benar, dalam rangka merajut kembali atau memperbaiki hubungan yang
telah rusak.
23

Prespektif Legisme.
•Pelanggaran UU
•Siapa yang Salah atau Benar
•Pembuktian menjadi utama
•Menyalahkan perilaku di masa lalu
•Nememis “pembalasan” /hukuman
•Keadilan sesuai undang undang
•Ketidakpuasan






Prespektif Restorative Justice
Pelanggaran / Perusakan (Harms) Relationship
Merubah perilaku di masa yang akan datang
Mengobati, memulihkan, memperbaiki relationship
Semua pihak terkait bertanggungjawab
Kebersamaan mengidentifikasi dan memetakan kerugiankerugian, kebutuhan dan tindakan yang perlu dilakukan untuk
memulihkan relationship
24

Anggapan Keliru !
Restorative Justice seringkali dianggap semata sebagai suatu
bentuk pemaafan atau pengampunan!
Bahwa benar dengan pemaafan (ataupun pengampunan) maka
suatu hubungan yang rusak akan menjadi pulih, namun dalam
Restorative Justice tidak selalu harus ada unsur pemaafan.
Restorative Justice tidak hanya terfokus pada korban, akan
tetapi concern pula terhadap pihak pelanggar dan pihak lain
yang terdampak. Menjadi lebih utama adalah sebisa mungkin
menempatkan hal yang benar, agar kondisi/keadaan/suatu
relationship pada masa yang akan datang menjadi lebih baik.

Anggapan Keliru !
Restorative Justice dianggap berbeda arah dengan Criminal
Justice System dan Civil Justice System bahkan ada anggapan
keberadaannya menjadi tumpang tindih dengan Justice System
yang telah ada.
Bahwa Restorative Justice adalah konsepsi atas makna keadilan.
Dengan Restorative Justice kita berupaya mereorientasi kembali
bagaimana kita perlu memahami makna keadilan yang lebih
dalam.

Apakah suatu kondisi dimana seseorang yang terbukti melakukan perbuatan
melawan hukum (pelaku) dan telah dijatuhi sanksi dapat diartikan bahwa
keadilan telah ditegakkan? Dalam konsepsi CJS, kondisi demikian dapat
dikatakan telah memenuhi rasa keadilan. Hukuman yang setimpal adalah
suatu keadilan
Bagaimana dengan keberlangsungan kehidupan istrinya dan anak dari
pelaku?
Bagaimana dengan keluarga korban yang sering kali tidak dapat menerima
putusan dari Majelis Hakim yang dianggap tidak cukup memuaskan ?
Bagaimana dengan keberlangsungan kehidupan 1000 karyawan yang
perusahaan tempatnya bekerja, dinyatakan pailit oleh putusan pengadilan
atas adanya gugatan pailit pihak kreditur? Siapa yang harus bertanggung
jawab atas keberlangsungan kehidupan karyawan tersebut? Bukankah
pemerintah juga bertanggung jawab untuk menciptakan lapangan kerja?
CJS atau penegakan hukum adalah perlu, namun menjadi lebih baik bila
bersamaan dengan itu dilakukan pula upaya “to put things right as possible”,
sebagaimana prespektif dari Restorative Justice.

To put things right as possible
(memulihkan kembali kepada kondisi yang benar/tepat)
Prespektif Restorative Justice, Pelanggaran itu menggambarkan adanya
hubungan (relationship) yang rusak.
Adanya hubungan yang rusak potensial menjadi sebab dan berdampak pada
Pelanggaran. Sebaliknya Pelanggaran juga mengakibatkan hubungan menjadi
rusak.
“The Harm of one is the harm of all”.
Perbuatan “harms” seperti membahayakan; merugikan; merusak; menyakiti;
melukai; mengganggu; mencelakakan; menjahati, dll adalah tindakan keliru
yang perlu diperbaiki dan ditempatkan kembali menjadi benar.
Menjadi kewajiban bagi semua pihak terkait yang berkepentingan yaitu
pelaku, korban, komunitas (masyarakat sekitar, pemerintah daerah, para
pengemban profesi hukum dll) untuk sebisa mungkin menempatkan hal yang
benar.

Restorative Justice
Peduli :
PELAKU, KORBAN, KOMUNITAS
HARMS, NEEDS, OBLIGATIONS

sebisa mungkin menempatkan hal yang benar dan tepat
dalam rangka memulihkan

Restorative Justice tidak dimaksudkan menggatikan CJS.
Restorative Justice dan CJS seyogyanya dipandang dan
dipahami secara lebih utuh sebagai konsepsi atas makna
keadilan dalam rangka melaksanakan Pembangunan
Perdamaian (Peacebuilding)

Peta Pembangunan Perdamaian
Meningkatkan
Kapasitas
1. Kerma Pendidikan Perdamaian
2. Kerma Penelitian dan Evaluasi
3. Kerma Pembangunan dalam
segala bidang

Mengobarkan
Anti Kekerasan
1. Membangkitkan Kesadaran dan
Kepedulian Stake Holder NKRI
2. Meningkatkan Rasa/Sikap/Perilaku
Saling Ketergantungan
(membangun kebersamaan)

Meredam Kekerasan
1. Preventing Victimization; restraining
offenders; Create a space for cooling
down; Cease-Fire Agreements;
Peacekeeping; Humanitarian Assistance
2. Early Warning dan Response Program
3. Legal & Judicial Systems
Criminal Justice System (CJS)
(to maintain order, not revenge)

Transformasi Hubungan
1.
2.
3.
4.
5.

Governance & Policymaking
Trauma Healing & Recovery Programs
Ritual & Symbolic Transformation
Restorative Justice
Conflict Transformation :
- Dialogue;
- Negotiation;
- Mediation.

Adaptasi : The Cycle of Peacebuilding, Strategic Peacebuilding, Lisa Schirch oleh Rachman, Jusril, Poeloengan (2012)

Terima Kasih
Mediasi di luar pengadilan di Indonesia, seharusnya dapat berkembang dengan pesat dengan
masih berlakunya Pancasila sebagai Dasar Negara dan Faslafah Bangsa Indonesia.
Musyawarah untuk mufakat, Kekeluargaan dan Gotong Royong adalah diantara nilai-nilai Pancasila
yang universal akan bermetamorfosis hingga terwujud, tercermin dan selaras dengan semangat
dalam Mediasi itu sendiri.
Berkembangnya Restorative Justice yang dapat mereorientasikan kembali makna Keadilan, yang
ternyata sejalan dengan nilai-nilai universal dari Pancasila, seharusnya dapat menjadi stimulan
dalam mempercepat perkembangan Mediasi di Indonesia.
Masa depan, diperlukan upaya bersama seluruh stake holder, khususnya pembuat kebijakan
dengan mengingat “law as a social tool engineering”, untuk segera berperan aktif, menaruh
perhatian dan turut serta melakukan perancangan UU tentang Mediasi.
UU tentang Mediasi sekaligus guna menselaraskan dan mengharmonisasikan ketentutanketentuan Mediasi yang masih tersebar dalam peraturan perundang-undangan lainnya, sehingga
tercapai kesamaan makna, hakikat dan pengimplementasian Mediasi sebagai Revitalisasi dan
Aktualisasi Pancasila, yang pada akhirnya berperan penting dalam terciptanya Kondisi Damai dan
Sejehtera bagi Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

SEGITIGA MEDIASI,
SUMBER PUSAT MEDIASI
NASIONAL (PMN) 2012

Pusat Mediasi Nasional.
2012. Mediation Triangles
and Mediation Skills.
Pelatihan Mediasi 40 jam
Angkatan 42, 10-14
September 2012, Jakarta.
Segitiga Mediasi ini
diadaptasi dari Boule,
Laurance., & Hwee, The
Hwee. 2000. Mediation:
Principles Process
Practice (Singapore
Edition). Butterworths
Asia & Singapore
Mediation Centre. Hal 99114.

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.1/2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
Pasal 147

Penyelesaian sengketa di bidang perumahan terlebih dahulu diupayakan berdasarkan musyawarah
untuk mufakat.

Pasal 148
(1) Dalam hal penyelesaian sengketa melalui musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, pihak yang
dirugikan dapat menggugat melalui pengadilan yang berada di lingkungan pengadilan umum atau
di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa melalui alternatif
penyelesaian sengketa.
(2) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
melalui arbitrase, konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan/atau penilaian ahli sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. UU yang mana?
(3) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
menghilangkan tanggung jawab pidana.

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.32/2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Dalam penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan dapat digunakan jasa
mediator dan/atau arbiter untuk membantu menyelesaikan sengketa lingkungan hidup, (Pasal
85 ayat 3) Mediasi tidak wajib dan tidak ada penjelasan lebih detil ttg mediasi.



UU No.14/2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik
Komisi Informasi adalah lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan Undang-Undang ini dan
peraturan pelaksanaannya, menetapkan petunjuk teknis standar layanan informasi publik dan
menyelesaikan sengketa informasi publik melalui mediasi dan/atau ajudikasi nonlitigasi
(Pasal 1 ayat 4) Mediator dan Pemutus sengketa
Pasal 40 (1) Penyelesaian sengketa melalui Mediasi merupakan pilihan para pihak dan bersifat
sukarela. Namun, Pasal 42, Penyelesaian Sengketa Informasi Publik melalui Ajudikasi
nonlitigasi oleh Komisi Informasi hanya dapat ditempuh apabila upaya Mediasi dinyatakan
tidak berhasil secara tertulis oleh salah satu atau para pihak yang bersengketa, atau salah satu
atau para pihak yang bersengketa menarik diri dari perundingan. Wajibkah atau pilihankah

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.39/1999 Tentang Hak Asasi Manusia
Komisi Nasional Hak Asasi yang selanjutnya disebut Komnas HAM adalah lembaga mandiri yang
berkedudukan setingkat dalam negara lainya yang berfungsi melaksanakan pengkajian,
penelitian, penyaluran, pemantauan, dan mediasi hak asasi manusia, Pasal 1 ayat 7 jo. Pasal
76. Definisi mediasi tidak dijelaskan
Pasal 89 ayat 4, Untuk melaksanakan fungsi Komnas HAM dalam mediasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 76, Komnas HAM bertugas dan berwenang melakukan: a. perdamaian
kedua belah pihak; b. penyelesaian perkara melaui cara konsultasi, negosiasi, mediasi,
konsiliasi, dan penilaian ahli; c. pemberian saran kepada para pihak untuk menyelesaikan
sengketa melalui pengadilan; d. penyampaian rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak
asasi manusia kepada Pemerintah untuk ditindaklanjuti penyelesaiannya; dan e. penyampaian
rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak asasi manusia kepada Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia untuk ditindaklanjuti. Fungsi Mediasi, namun di dalamnya termasuk
konsultasi, negosiasi, dll. Menyarankan para pihak untuk menyelesaikan sengketa melalui
pengadilan adalah TABU bagi mediator.

UU No. 30 Tahun 1999 Tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
 Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar
peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat
secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. (Pasal 1 ayat 1 UU
30/1999)
 Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa
atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni
penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi,
mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. (Pasal 1 ayat 10 UU 30/1999)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009
TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN

Upaya penyelesaian sengketa perdata dapat dilakukan di luar pengadilan
negara melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa. (Pasal 58
UU No.48/2009)


Arbitrase merupakan cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar
pengadilan yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara
tertulis oleh para pihak yang bersengketa. (Pasal 59 ayat 1 UU No.48/2009)



Alternatif Penyelesaian Sengketa merupakan lembaga penyelesaian
sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak,
yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi,
mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. (Pasal 60 ayat 1 UU No.48/2009)
©PMN 2013

37

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen jo
KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN
REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 350/MPP/Kep/12/2001 TENTANG
PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG BADAN PENYELESAIAN
SENGKETA KONSUMEN
Persidangan Dengan Cara Mediasi

Pasal 30
Majelis dalam menyelesaikan sengketa konsumen dengan cara Mediasi, mempunyai tugas :
a. memanggil konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
b. memanggil saksi dan saksi ahli bila diperlukan;
c. menyediakan forum bagi konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
d. secara aktif mendamaikan konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
e. secara aktif memberikan saran atau anjuran penyelesaian sengketa konsumen sesuai dengan
peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan konsumen.
Pasal 31
Tata cara penyelesaian sengketa konsumen dengan cara Mediasi adalah :
a. Majelis menyerahkan sepenuhnya proses penyelesaian sengketa kepada konsumen dan pelaku usaha
yang bersangkutan, baik mengenai bentuk maupun jumlah ganti rugi;
b. Majelis bertindak aktif sebagai Mediator dengan memberikan nasehat, petunjuk, saran dan upayaupaya lain dalam menyelesaikan sengketa;
c. Majelis menerima hasil musyawarah konsumen dan pelaku usaha dan mengeluarkan ketentuan.


Slide 13

PERKEMBANGAN MEDIASI
DI LUAR PENGADILAN
DI INDONESIA
Andrea Hynan Poeloengan, SH (Unibraw), M.Hum (Unpar), MTCP (Uni of Wollongong)
Workshop Internasional
Perkembangan Mediasi di Indonesia, Jepang dan Australia
Masa Kini Menuju Masa Depan
Rabu, 21 Agustus 2013
Pengadilan Negeri Kelas 1B Cibinong
Kabupaten Bogor

Perma No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan
Pasal 2
Ruang lingkup dan Kekuatan Berlaku Perma
1. Peraturan Mahkamah Agung ini hanya berlaku untuk mediasi yang terkait dengan
proses berperkara di Pengadilan.
2. Setiap hakim, mediator dan para pihak wajib mengikuti prosedur penyelesaian
sengketa melalui mediasi yang diatur dalam Peraturan ini.
3. Tidak menempuh prosedur mediasi berdasarkan Peraturan ini merupakan
pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 130 HIR dan atau Pasal 154 Rbg yang
mengakibatkan putusan batal demi hukum.
4. Hakim dalam pertimbangan putusan perkara wajib menyebutkan bahwa perkara
yang bersangkutan telah diupayakan perdamaian melalui mediasi dengan
menyebutkan nama mediator untuk perkara yang bersangkutan.
Pasal 23
Mediator yang telah tersertifikasi dimungkinkan untuk melakukan Mediasi di luar
pengadilan dengan hasil kesepakatannya dapat diajukan ke pengadilan untuk
memperoleh akta perdamaian dengan cara mengajukan gugatan

KEUTAMAAN PANCASILA
Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011
Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
telah menegaskan bahwa :
PANCASILA adalah
SUMBER DARI SEGALA SUMBER HUKUM
TAP MPR NO.: II/MPR/1978 yang digantikan dengan
TAP MPR NO.: XVIII/MPR/1998
telah menegaskan bahwa
PANCASILA adalah DASAR NEGARA
PANCASILA MENGANDUNG NILAI NILAI LESTARI DAN
UNIVERSAL YANG WAJIB DIUTAMAKAN/DIDAHULUKAN
DALAM RANGKA MEMBANGUN SELURUH SENDI
KEHIDUPAN BERMASYARAKAT, BERBANGSA &
BERNEGARA.

KEUTAMAAN BERMUSYAWARAH

PANCASILA adalah
SUMBER DARI SEGALA SUMBER HUKUM
PANCASILA MENGANDUNG NILAI NILAI LESTARI DAN
UNIVERSAL YANG HARUS DIUTAMAKAN/DIDAHULUKAN
UNTUK MENYELESAIKAN DAN MENGAKHIRI KONFLIK.
NILAI NILAI TERSEBUT TERKANDUNG DALAM SILA
KEEMPAT PANCASILA YANG MENGEDEPANKAN :
KEUTAMAAN MUSYAWARAH UNTUK MUFAKAT
BERDASARKAN ASAS KEKELUARGAAN

Nilai-Nilai Universal Pancasila
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat.
Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.
Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk
kepentingan bersama.
Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat
kekeluargaan.
Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan
melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai hati nurani yang
luhur.
Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggung-jawabkan secara
moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan
martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan

Musyawarah untuk mufakat adalah memang cara penyelesaian perselisihan yang paling
sesuai dengan Pancasila.
NAMUN bagaimana bermusyawarah untuk mufakat, yang lebih berdaya guna dan
berhasil guna, sehingga peluang tercapainya kesepakatan bagi para pihak menjadi lebih
besar ?
Teknik dan metode bermusyawarah untuk mufakat, yang lebih berdaya guna dan berhasil
guna, sehingga peluang tercapainya kesepakatan bagi para pihak menjadi lebih besar,
itulah yang dikenal dengan :
“MEDIASI”

Melalui pengembangan dan pemuktahiran teknik-teknik, metode tahapannya yang sangat
sistematis, dan bantuan dari orang yang berkeahlian, terlatih, terdidik untuk menjadi
seorang Mediator, yang bertugas bukan untuk memutus, melainkan diantaranya untuk
mendorong, membantu pihak berselisih/bersengketa/berkonflik menemukan peluangpeluang yang menurut para pihak adalah terbaik bagi kepentingan bersama para pihak.
Mediasi menjadikan musyawarah mufakat lebih efektif dan efisien, juga dapat
mentransformasi hubungan antara para pihak menjadi lebih terbuka.
MEDIASI BAGI BANGSA INDONESIA, SEYOGIANYA MENJADI UPAYA UTAMA YANG
HARUS DIDAHULUKAN DALAM PENYELESAIAN
PERSELISIHAN/SENGKETA/KONFLIK SEBAGAI AKTUALISASI NILAI-NILAI
UNIVERSAL PANCASILA
Maka, Perma No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan, merupakan bagian dari
aktualisasi nilai-nilai universal Pancasila tersebut

Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 tahun 2008 (PerMa 1/2008)
mendefinisikan Mediasi sebagai cara penyelesaian sengketa melalui proses
perundingan untuk memperoleh kesepakatan dengan dibantu oleh Mediator

Mediasi adalah suatu proses negosiasi dipandu dibantu oleh orang yang terpercaya.
Mediator membantu pihak berkonflik untuk berbagi perspektif dan pengalaman
mereka, mengidentifikasi kebutuhan yang mendasar, bertukar pikiran tentang
pilihan kreatif untuk mengatasi kebutuhan, dan kemudian membuat kesepakatan
akhir. (Lisa Schirch : 2004)
Mediasi sebagai intervensi terhadap suatu sengketa atau negosiasi yang dilakukan
oleh pihak ketiga yang dapat diterima, tidak berpihak/netral, yang tidak mempunyai
kewenangan untuk mengambil keputusan dalam membantu para pihak berselisih
dalam upaya mencari kesepakatan sukarela dalam menyelesaikan permasalahan
yang disengketakan (Christopher Moore: 2003)
Mediasi adalah sarana agar membiasakan Bangsa Indonesia berkonflik dengan cara
yang baik dan benar, untuk mencegah meluasnya, bahkan meningkatnya ekskalasi
konflik dalam rangka mewujudkan Perdamaian, Kesejahteraan, dan Menjaga
Keutuhan NKRI. (Rachman, Jusril, Poeloengan : 2012)
Mediasi merupakan sistem penyelesaian secara damai yang selaras dengan jiwa Sila
Keempat dan Nilai Luhur dari Ke-Bhinneka-Tunggal-Ika-an yang tidak berorientasi
mencari-cari perbedaan, tidak berpretensi mencari siapa yang salah atau siapa yang
benar, melainkan berorientasi pada suatu kesamaan terakomodirnya kebutuhan
atau kepentingan para pihak berkonflik. (Putut Eko Bayuseno : 2012)

Undang Undang No. 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial
telah mengamanatkan untuk mengembangkan sistem penyelesaian
perselisihan secara damai. Dalam Pasal 8 Undang-undang tersebut
dinyatakan bahwa:
1.Penyelesaian perselisihan dalam masyarakat dilakukan secara
damai.
2.Penyelesaian secara damai sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengutamakan musyawarah untuk mufakat.
3.Hasil musyawarah mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
mengikat para pihak.
Penyelesaian perselisihan yang secara damai perlu dimaknai, bahwa
para pihak yang berselisih / bersengketa / berkonflik secara sukarela
melaksanakan hasil kesepakatan perdamaian tanpa merasa
dipaksakan.
Perdamaian yang demikian itu adalah lebih lestari dibandingkan
perdamaian yang dipaksakan oleh pihak ketiga yang lebih berperan
layaknya pemutus dan pengadil, untuk memutuskan dan mengadili
apa yang menurutnya berdasarkan hukum adil bagi para pihak
berselisih / bersengketa / berkonflik tersebut.

KESADARAN HUKUM MENINGKAT = AKSES PADA PENGADILAN ≠
AKSES PADA KEADILAN
FAKTA :
Gambar 1: Grafik tentang Data Penyelesaian Konflik Melalui Jalur Pengadilan

Sumber : Cetak Biru Pembaruan Peradilan 2010-2035 Jakarta Mahkamah Agung RI, 2010 Diterbitkan oleh:
Mahkamah Agung RI, dan Laporan Tahunan Mahkamah Agung RI - Tahun 2010-2011

Kesadaran Hukum Meningkat
Namun frekuensi dan eskalasi Konflik Sosial juga tetap tinggi (Putut Eko Bayuseno : 2012)
9

KONFLIK MENINGKAT
Sistem Nasional Pemantauan Kekerasan (SNPK) : Sistem informasi yang menyediakan data dan analisis
tentang konflik dan kekerasan yang terjadi di berbagai wilayah di Indonesia. Proyek SNPK dipimpin oleh
Kemenkokesra, dengan dukungan Bank Dunia dan The Habibie Center.

http://www.snpk-indonesia.com/DataTools/Index?lang=ina&randdo=38141a91-1af9-4f1b-96da-a0cf05354e2c&userid=429853

10

Sistem Nasional Pemantauan Kekerasan (SNPK)
Periode 2010 s.d 2012

http://www.snpk-indonesia.com/DataTools/Index?lang=ina&randdo=38141a91-1af9-4f1b-96da-a0cf05354e2c&userid=429853

11

MEDIASI DI LUAR PENGADILAN

Mediasi di luar pengadilan yang menarik adalah yang dilakukan di Kabupaten Karawang terhadap
beberapa perselisihan / sengketa / konflik. Mediasi ini dilakukan dengan Mediator seorang perwira
polisi, AKP Iman Imannuddin, SIK, SH, MH, yang pada saat itu menjabat sebagai Kasat Reskrim Polres
Karawang. Ia memang telah mengikuti dan tersertifikasi sebagai seorang Mediator yang bersertifikat
dari Pusat Mediasi Nasional (PMN). Dalam melaksanakan tugasnya, tidak semua perkara diselesaikan
dengan penyidikan hingga penuntutan. Sebagai seorang Mediator yang tersertifikasi, telah merubah
pendekatan caranya bekerja sebagai seorang Reserse dengan menjadikan penegakan hukum sebagai
pilihan terakhir (Ultimum Remedium).
Dari seluruh perkara yang diselesaikan melalui cara Mediasi tersebut, telah mencegah terjadinya konflik
komunal ataupun konflik sosial di Kabupaten Karawang, bahkan dapat terselesaikan sebelum dibuatnya
Laporan Polisi karena masalah telah terselesaikan serta mencapai kesepakatan dan berdamai.

===
Mediasi di luar pengadilan atas perkara dalam Laporan Polisi tentang Tindak Pidana ITE berupa
intersepsi (penyadapan) antara PT. Agc vs Bs. Dalam perkara yang terjadi di Kota Bogor tersebut para
pihak berdamai melalui proses Mediasi yang dipimpin oleh Mediator bersertifikat dari PMN. Hasil
Mediasi tersebut dilaporkan kepada penyidik, hingga akhirnya memperoleh Penghentian Penyidikan
(SP3) dari Polres Bogor Kota, dan para pihak dapat islah kembali.
Ada juga perkara perdata sengketa jual beli saham antara Tn CT dengan Tn HB dkk. Walaupun
perkaranya tengah diperiksa oleh Majelis Hakim Mahkamah Agung RI dalam tahapan Kasasi, tetapi
sebagian besar (90 %) diantara para pihak yang bersengketa telah sepakat untuk berdamai melalui
Mediasi di luar pengadilan yang dipimpin oleh Mediator bersertifikat dari PMN, sehingga realisasi jual
beli saham dapat dilakukan sebelum putusnya perkara Kasasi di Mahkamah Agung RI.
Mediasi seharusnya “Forget the Law”, “Forget the Past”, dan “Don’t Look Back in Anger”

KEMANFAATAN MUSYAWARAH/MEDIASI
Putut Eko Bayuseno. 2012. Optimalisasi Musyawarah Sebagai Sarana Pengelolaan Konflik Dapat Meningkatkan Keamanan Di
Daerah Dalam Rangka Memperkuat Ketahanan Nasional. Esai Lemhanas PPSA XVIII. Lemhanas. Jakarta.

Data penyelesaian perkara/konflik khusus perkara yang berhubungan dengan Direktorat Reskrim Umum
pada Wilayah Hukum Polda Jawa Barat (21 Polres, 1 Polrestabes, 1 Dit Reskrim Um) per Semester I tahun
2012 (Januari s/d Juni 2012), Jumlah total perkara/konflik 15.595 kasus.
Data di olah dari sumber Dit Reskrim Um Polda Jawa Barat.
Siap dilakukan penuntutan (P.21) = 4516
perkara (28,96%)

4.93%

8,83%

5.76%
2.87%

28,96%

Belum selesai proses penyidikannya =
7588 perkara/konflik (48,66%)

Penghentian penyidikan (SP 3) = 447
Konflik (2,87%)

48,66%

musyawarah untuk mufakat ataupun
mediasi di kantor polisi setelah ada
Laporan polisi = 898 konflik (Peran
Penyelidik & Penyidik) (5,76%)
musyawarah untuk mufakat ataupun
mediasi di kantor Polisi, sebelum
timbulnya Laporan Polisi = 769 Konflik
(Peran Bhabinkamtibmas & Personil
lainnya) (4,93%)

KEMANFAATAN MUSYAWARAH/MEDIASI
Putut Eko Bayuseno. 2012. Optimalisasi Musyawarah Sebagai Sarana Pengelolaan Konflik Dapat Meningkatkan Keamanan Di
Daerah Dalam Rangka Memperkuat Ketahanan Nasional. Esai Lemhanas PPSA XVIII. Lemhanas. Jakarta.

Perbandingan Biaya Penyelesaian Konflik
Antara Melalui Musyawarah/Mediasi dan Tidak Melalui Musyawarah/Mediasi
Data di olah dari sumber Dit Reskrim Um Polda Jawa Barat.
Rp70,000,000,000

Rp60,000,000,000

Rp62.515.389.000
Rp50,000,000,000

Rp40,000,000,000

Rp30,000,000,000
Series1
Rp20,000,000,000

Rp10,000,000,000

Rp9.132.000.000
Rp0
3044 perkara/konflik diselesaikan melalui mediasi
dikalikan biaya rata rata penyelesaian sebesar Rp.
3.000.000,-

Bila 3044 perkara/konflik tidak diselesaikan melalui
mediasi maka dikalikan Rata Rata biaya Berdasarkan
Skep Kapolri No. Kep/606/XI/2011 tgl 17 Nop 2011
indeks anggaran lidik sidik perkara, sebesar Rp.
20.537.250,-

SOP tentang Pelaksanaan Tugas
Bhabinkamtibmas Oktober 2011
Fungsi Bhabinkamtibmas
• 2 f memediasi dan memfasilitasi upaya
pemecahan masalah yang terjadi di masyarakat;
Peran Bhabinkamtibmas
• 3 c mediator dan fasilitator dalam penyelesaian
permasalahan-permasalahan sosial yang terjadi
di masyarakat Desa/ Kelurahan

HEMAT ? (ilustrasi)
INSTANSI, IF…

IF…, JUMLAH INSTANSI X BIAYA
PENANGANAN PERKARA

TOTAL

POLSEK
1 perkara / 1 bulan

4000 x @ Rp. 500.000
anggaran per perkara

Rp.

2.000.000.000

POLRES
1 perkara / 1 bulan

400 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

400.000.000

POLDA
1 perkara / 1 bulan

25 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

25.000.000

KEJAKSAAN
1 perkara / 1 bulan

300 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

300.000.000

PENGADILAN
1 perkara / 1 bulan

300 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

300.000.000

Penghematan Anggaran
Negara Perbulan

Rp. 3.025.000.000 +
Potential Lost (Social Cost)

Biaya Penyelesaian Sengketa
Indicator
WAKTU (days)
BIAYA (% of
KERUGIAN)

Indonesia
570
122.7

East Asia & Pacific
519
47.8

OECD
518
19.7

Doing Business 2012: Data for Indonesia (WB)
Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD - Organisation for Economic Co-operation and Development)

Hambatan Mediasi
Mediasi vs Paradigma Keadilan yang Legisme
•Pelanggaran adalah Wanprestasi, Onrechmatmatige Daad,
Wederrechttelick.
•Ada aturan yang dilanggar. Cara penyelesaian sesuai dengan aturan
hukum dan hukum acara.
•Keadilan: Adil jika perbuatan sesuai dengan hukum. Adil jika salah
telah dihukum sesuai dengan aturan yang berlaku
Mediasi : Keadilan adalah kepentingan para pihak terpenuhi,
keadaan masing-masing pihak terpulihkan, kepentingan yang lebih
besar tidak terganggu, hubungan menjadi lebih terbuka, tanpa
pembuktian formal, tanpa benar salah, keputusan dibuat dan
disepakati para pihak.
Mediasi : memulihkan hubungan yang rusak = Restorative Justice

Tidak ada yang salah dengan
Konsepsi Hukum yang Legisme tersebut.
Hanya saja masyarakat pada umumnya dan para pengemban profesi hukum
menjadi terorientasikan pada makna keadilan yang legisme pula.
Konsepsi hukum atas makna “pelanggaran” yang legisme, yang terfokus pada
makna keadilan yang legisme pula tersebut, berbeda dengan prespektif dari
keadilan yang memulihkan (Restorative Justice).
VS
Mediasi : Keadilan adalah kepentingan para pihak terpenuhi, keadaan
masing-masing pihak terpulihkan, kepentingan yang lebih besar tidak
terganggu, hubungan menjadi lebih terbuka, tanpa pembuktian formal,
tanpa benar salah, keputusan dibuat dan disepakati para pihak

Yurisprudensi atau Sekedar Preseden ?







Perkara 378 jo 372 KUHP- LP/43/IX/2007/DIR RESKRIM POLDA DIY – Pelapor Cabut
Penyidik & Penuntut tetap Lanjut  Sidang PN Yogyakarta
PUT PN Yogyakarta: No. 317/PID.B/2008 Pencabutan Pengaduan Dikabulkan &
Penuntutan Tidak dapat Diterima
PUT PT Yogyakarta:No. 01/PID/PLW/2009/PT.YK : Persidangan PN Yogyakarta
Batal Demi Hukum
PUT Kasasi MA RI: No. 1600 K/PID/2009 : Pencabutan Pengaduan Dikabulkan &
Penuntutan Tidak dapat Diterima

Mediasi  Damai  Cabut Laporan  Tdk Cukup Bukti ?
Mediasi  Damai  Bukan Peraka Pidana ?
Mediasi  Damai  Demi Hukum  Diskresi  Restorative Justice ? (vide Pasal 18
UU No. 2 Tahun 2002 jo Pasal 30 ayat 4 UUD 1945)  Ultimum Remedium

Konsepsi Humanis Restorative Justice
Prespektif Restorative Justice :
1.

Bahwa Pelanggaran adalah suatu perbuatan yang mungkin keliru
dilakukan oleh pihak
tertentu sehingga membuat hubungan
(relationship) diantara pihak tertentu tersebut dengan para pihak lainya
yang terkait menjadi rusak.

2.

Bahwa hubungan yang menjadi rusak tersebut, harus diperbaiki,
dipulihkan, disembuhkan dengan sebisa mungkin menempatkan hal
yang benar (to put things right as possible)

3.

Bahwa perlu dilakukan upaya yang mendorong seluruh pihak terkait
untuk mengerti/memahami akibat/konsekuensi dari suatu pelanggaran.
Selanjutnya berupaya memastikan bahwa seluruh pihak terkait berniat
dan merealisasikan tindakan sebanyak mungkin menempatkan hal yang
benar, dalam rangka merajut kembali atau memperbaiki hubungan yang
telah rusak.
23

Prespektif Legisme.
•Pelanggaran UU
•Siapa yang Salah atau Benar
•Pembuktian menjadi utama
•Menyalahkan perilaku di masa lalu
•Nememis “pembalasan” /hukuman
•Keadilan sesuai undang undang
•Ketidakpuasan






Prespektif Restorative Justice
Pelanggaran / Perusakan (Harms) Relationship
Merubah perilaku di masa yang akan datang
Mengobati, memulihkan, memperbaiki relationship
Semua pihak terkait bertanggungjawab
Kebersamaan mengidentifikasi dan memetakan kerugiankerugian, kebutuhan dan tindakan yang perlu dilakukan untuk
memulihkan relationship
24

Anggapan Keliru !
Restorative Justice seringkali dianggap semata sebagai suatu
bentuk pemaafan atau pengampunan!
Bahwa benar dengan pemaafan (ataupun pengampunan) maka
suatu hubungan yang rusak akan menjadi pulih, namun dalam
Restorative Justice tidak selalu harus ada unsur pemaafan.
Restorative Justice tidak hanya terfokus pada korban, akan
tetapi concern pula terhadap pihak pelanggar dan pihak lain
yang terdampak. Menjadi lebih utama adalah sebisa mungkin
menempatkan hal yang benar, agar kondisi/keadaan/suatu
relationship pada masa yang akan datang menjadi lebih baik.

Anggapan Keliru !
Restorative Justice dianggap berbeda arah dengan Criminal
Justice System dan Civil Justice System bahkan ada anggapan
keberadaannya menjadi tumpang tindih dengan Justice System
yang telah ada.
Bahwa Restorative Justice adalah konsepsi atas makna keadilan.
Dengan Restorative Justice kita berupaya mereorientasi kembali
bagaimana kita perlu memahami makna keadilan yang lebih
dalam.

Apakah suatu kondisi dimana seseorang yang terbukti melakukan perbuatan
melawan hukum (pelaku) dan telah dijatuhi sanksi dapat diartikan bahwa
keadilan telah ditegakkan? Dalam konsepsi CJS, kondisi demikian dapat
dikatakan telah memenuhi rasa keadilan. Hukuman yang setimpal adalah
suatu keadilan
Bagaimana dengan keberlangsungan kehidupan istrinya dan anak dari
pelaku?
Bagaimana dengan keluarga korban yang sering kali tidak dapat menerima
putusan dari Majelis Hakim yang dianggap tidak cukup memuaskan ?
Bagaimana dengan keberlangsungan kehidupan 1000 karyawan yang
perusahaan tempatnya bekerja, dinyatakan pailit oleh putusan pengadilan
atas adanya gugatan pailit pihak kreditur? Siapa yang harus bertanggung
jawab atas keberlangsungan kehidupan karyawan tersebut? Bukankah
pemerintah juga bertanggung jawab untuk menciptakan lapangan kerja?
CJS atau penegakan hukum adalah perlu, namun menjadi lebih baik bila
bersamaan dengan itu dilakukan pula upaya “to put things right as possible”,
sebagaimana prespektif dari Restorative Justice.

To put things right as possible
(memulihkan kembali kepada kondisi yang benar/tepat)
Prespektif Restorative Justice, Pelanggaran itu menggambarkan adanya
hubungan (relationship) yang rusak.
Adanya hubungan yang rusak potensial menjadi sebab dan berdampak pada
Pelanggaran. Sebaliknya Pelanggaran juga mengakibatkan hubungan menjadi
rusak.
“The Harm of one is the harm of all”.
Perbuatan “harms” seperti membahayakan; merugikan; merusak; menyakiti;
melukai; mengganggu; mencelakakan; menjahati, dll adalah tindakan keliru
yang perlu diperbaiki dan ditempatkan kembali menjadi benar.
Menjadi kewajiban bagi semua pihak terkait yang berkepentingan yaitu
pelaku, korban, komunitas (masyarakat sekitar, pemerintah daerah, para
pengemban profesi hukum dll) untuk sebisa mungkin menempatkan hal yang
benar.

Restorative Justice
Peduli :
PELAKU, KORBAN, KOMUNITAS
HARMS, NEEDS, OBLIGATIONS

sebisa mungkin menempatkan hal yang benar dan tepat
dalam rangka memulihkan

Restorative Justice tidak dimaksudkan menggatikan CJS.
Restorative Justice dan CJS seyogyanya dipandang dan
dipahami secara lebih utuh sebagai konsepsi atas makna
keadilan dalam rangka melaksanakan Pembangunan
Perdamaian (Peacebuilding)

Peta Pembangunan Perdamaian
Meningkatkan
Kapasitas
1. Kerma Pendidikan Perdamaian
2. Kerma Penelitian dan Evaluasi
3. Kerma Pembangunan dalam
segala bidang

Mengobarkan
Anti Kekerasan
1. Membangkitkan Kesadaran dan
Kepedulian Stake Holder NKRI
2. Meningkatkan Rasa/Sikap/Perilaku
Saling Ketergantungan
(membangun kebersamaan)

Meredam Kekerasan
1. Preventing Victimization; restraining
offenders; Create a space for cooling
down; Cease-Fire Agreements;
Peacekeeping; Humanitarian Assistance
2. Early Warning dan Response Program
3. Legal & Judicial Systems
Criminal Justice System (CJS)
(to maintain order, not revenge)

Transformasi Hubungan
1.
2.
3.
4.
5.

Governance & Policymaking
Trauma Healing & Recovery Programs
Ritual & Symbolic Transformation
Restorative Justice
Conflict Transformation :
- Dialogue;
- Negotiation;
- Mediation.

Adaptasi : The Cycle of Peacebuilding, Strategic Peacebuilding, Lisa Schirch oleh Rachman, Jusril, Poeloengan (2012)

Terima Kasih
Mediasi di luar pengadilan di Indonesia, seharusnya dapat berkembang dengan pesat dengan
masih berlakunya Pancasila sebagai Dasar Negara dan Faslafah Bangsa Indonesia.
Musyawarah untuk mufakat, Kekeluargaan dan Gotong Royong adalah diantara nilai-nilai Pancasila
yang universal akan bermetamorfosis hingga terwujud, tercermin dan selaras dengan semangat
dalam Mediasi itu sendiri.
Berkembangnya Restorative Justice yang dapat mereorientasikan kembali makna Keadilan, yang
ternyata sejalan dengan nilai-nilai universal dari Pancasila, seharusnya dapat menjadi stimulan
dalam mempercepat perkembangan Mediasi di Indonesia.
Masa depan, diperlukan upaya bersama seluruh stake holder, khususnya pembuat kebijakan
dengan mengingat “law as a social tool engineering”, untuk segera berperan aktif, menaruh
perhatian dan turut serta melakukan perancangan UU tentang Mediasi.
UU tentang Mediasi sekaligus guna menselaraskan dan mengharmonisasikan ketentutanketentuan Mediasi yang masih tersebar dalam peraturan perundang-undangan lainnya, sehingga
tercapai kesamaan makna, hakikat dan pengimplementasian Mediasi sebagai Revitalisasi dan
Aktualisasi Pancasila, yang pada akhirnya berperan penting dalam terciptanya Kondisi Damai dan
Sejehtera bagi Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

SEGITIGA MEDIASI,
SUMBER PUSAT MEDIASI
NASIONAL (PMN) 2012

Pusat Mediasi Nasional.
2012. Mediation Triangles
and Mediation Skills.
Pelatihan Mediasi 40 jam
Angkatan 42, 10-14
September 2012, Jakarta.
Segitiga Mediasi ini
diadaptasi dari Boule,
Laurance., & Hwee, The
Hwee. 2000. Mediation:
Principles Process
Practice (Singapore
Edition). Butterworths
Asia & Singapore
Mediation Centre. Hal 99114.

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.1/2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
Pasal 147

Penyelesaian sengketa di bidang perumahan terlebih dahulu diupayakan berdasarkan musyawarah
untuk mufakat.

Pasal 148
(1) Dalam hal penyelesaian sengketa melalui musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, pihak yang
dirugikan dapat menggugat melalui pengadilan yang berada di lingkungan pengadilan umum atau
di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa melalui alternatif
penyelesaian sengketa.
(2) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
melalui arbitrase, konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan/atau penilaian ahli sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. UU yang mana?
(3) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
menghilangkan tanggung jawab pidana.

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.32/2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Dalam penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan dapat digunakan jasa
mediator dan/atau arbiter untuk membantu menyelesaikan sengketa lingkungan hidup, (Pasal
85 ayat 3) Mediasi tidak wajib dan tidak ada penjelasan lebih detil ttg mediasi.



UU No.14/2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik
Komisi Informasi adalah lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan Undang-Undang ini dan
peraturan pelaksanaannya, menetapkan petunjuk teknis standar layanan informasi publik dan
menyelesaikan sengketa informasi publik melalui mediasi dan/atau ajudikasi nonlitigasi
(Pasal 1 ayat 4) Mediator dan Pemutus sengketa
Pasal 40 (1) Penyelesaian sengketa melalui Mediasi merupakan pilihan para pihak dan bersifat
sukarela. Namun, Pasal 42, Penyelesaian Sengketa Informasi Publik melalui Ajudikasi
nonlitigasi oleh Komisi Informasi hanya dapat ditempuh apabila upaya Mediasi dinyatakan
tidak berhasil secara tertulis oleh salah satu atau para pihak yang bersengketa, atau salah satu
atau para pihak yang bersengketa menarik diri dari perundingan. Wajibkah atau pilihankah

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.39/1999 Tentang Hak Asasi Manusia
Komisi Nasional Hak Asasi yang selanjutnya disebut Komnas HAM adalah lembaga mandiri yang
berkedudukan setingkat dalam negara lainya yang berfungsi melaksanakan pengkajian,
penelitian, penyaluran, pemantauan, dan mediasi hak asasi manusia, Pasal 1 ayat 7 jo. Pasal
76. Definisi mediasi tidak dijelaskan
Pasal 89 ayat 4, Untuk melaksanakan fungsi Komnas HAM dalam mediasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 76, Komnas HAM bertugas dan berwenang melakukan: a. perdamaian
kedua belah pihak; b. penyelesaian perkara melaui cara konsultasi, negosiasi, mediasi,
konsiliasi, dan penilaian ahli; c. pemberian saran kepada para pihak untuk menyelesaikan
sengketa melalui pengadilan; d. penyampaian rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak
asasi manusia kepada Pemerintah untuk ditindaklanjuti penyelesaiannya; dan e. penyampaian
rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak asasi manusia kepada Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia untuk ditindaklanjuti. Fungsi Mediasi, namun di dalamnya termasuk
konsultasi, negosiasi, dll. Menyarankan para pihak untuk menyelesaikan sengketa melalui
pengadilan adalah TABU bagi mediator.

UU No. 30 Tahun 1999 Tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
 Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar
peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat
secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. (Pasal 1 ayat 1 UU
30/1999)
 Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa
atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni
penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi,
mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. (Pasal 1 ayat 10 UU 30/1999)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009
TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN

Upaya penyelesaian sengketa perdata dapat dilakukan di luar pengadilan
negara melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa. (Pasal 58
UU No.48/2009)


Arbitrase merupakan cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar
pengadilan yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara
tertulis oleh para pihak yang bersengketa. (Pasal 59 ayat 1 UU No.48/2009)



Alternatif Penyelesaian Sengketa merupakan lembaga penyelesaian
sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak,
yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi,
mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. (Pasal 60 ayat 1 UU No.48/2009)
©PMN 2013

37

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen jo
KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN
REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 350/MPP/Kep/12/2001 TENTANG
PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG BADAN PENYELESAIAN
SENGKETA KONSUMEN
Persidangan Dengan Cara Mediasi

Pasal 30
Majelis dalam menyelesaikan sengketa konsumen dengan cara Mediasi, mempunyai tugas :
a. memanggil konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
b. memanggil saksi dan saksi ahli bila diperlukan;
c. menyediakan forum bagi konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
d. secara aktif mendamaikan konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
e. secara aktif memberikan saran atau anjuran penyelesaian sengketa konsumen sesuai dengan
peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan konsumen.
Pasal 31
Tata cara penyelesaian sengketa konsumen dengan cara Mediasi adalah :
a. Majelis menyerahkan sepenuhnya proses penyelesaian sengketa kepada konsumen dan pelaku usaha
yang bersangkutan, baik mengenai bentuk maupun jumlah ganti rugi;
b. Majelis bertindak aktif sebagai Mediator dengan memberikan nasehat, petunjuk, saran dan upayaupaya lain dalam menyelesaikan sengketa;
c. Majelis menerima hasil musyawarah konsumen dan pelaku usaha dan mengeluarkan ketentuan.


Slide 14

PERKEMBANGAN MEDIASI
DI LUAR PENGADILAN
DI INDONESIA
Andrea Hynan Poeloengan, SH (Unibraw), M.Hum (Unpar), MTCP (Uni of Wollongong)
Workshop Internasional
Perkembangan Mediasi di Indonesia, Jepang dan Australia
Masa Kini Menuju Masa Depan
Rabu, 21 Agustus 2013
Pengadilan Negeri Kelas 1B Cibinong
Kabupaten Bogor

Perma No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan
Pasal 2
Ruang lingkup dan Kekuatan Berlaku Perma
1. Peraturan Mahkamah Agung ini hanya berlaku untuk mediasi yang terkait dengan
proses berperkara di Pengadilan.
2. Setiap hakim, mediator dan para pihak wajib mengikuti prosedur penyelesaian
sengketa melalui mediasi yang diatur dalam Peraturan ini.
3. Tidak menempuh prosedur mediasi berdasarkan Peraturan ini merupakan
pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 130 HIR dan atau Pasal 154 Rbg yang
mengakibatkan putusan batal demi hukum.
4. Hakim dalam pertimbangan putusan perkara wajib menyebutkan bahwa perkara
yang bersangkutan telah diupayakan perdamaian melalui mediasi dengan
menyebutkan nama mediator untuk perkara yang bersangkutan.
Pasal 23
Mediator yang telah tersertifikasi dimungkinkan untuk melakukan Mediasi di luar
pengadilan dengan hasil kesepakatannya dapat diajukan ke pengadilan untuk
memperoleh akta perdamaian dengan cara mengajukan gugatan

KEUTAMAAN PANCASILA
Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011
Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
telah menegaskan bahwa :
PANCASILA adalah
SUMBER DARI SEGALA SUMBER HUKUM
TAP MPR NO.: II/MPR/1978 yang digantikan dengan
TAP MPR NO.: XVIII/MPR/1998
telah menegaskan bahwa
PANCASILA adalah DASAR NEGARA
PANCASILA MENGANDUNG NILAI NILAI LESTARI DAN
UNIVERSAL YANG WAJIB DIUTAMAKAN/DIDAHULUKAN
DALAM RANGKA MEMBANGUN SELURUH SENDI
KEHIDUPAN BERMASYARAKAT, BERBANGSA &
BERNEGARA.

KEUTAMAAN BERMUSYAWARAH

PANCASILA adalah
SUMBER DARI SEGALA SUMBER HUKUM
PANCASILA MENGANDUNG NILAI NILAI LESTARI DAN
UNIVERSAL YANG HARUS DIUTAMAKAN/DIDAHULUKAN
UNTUK MENYELESAIKAN DAN MENGAKHIRI KONFLIK.
NILAI NILAI TERSEBUT TERKANDUNG DALAM SILA
KEEMPAT PANCASILA YANG MENGEDEPANKAN :
KEUTAMAAN MUSYAWARAH UNTUK MUFAKAT
BERDASARKAN ASAS KEKELUARGAAN

Nilai-Nilai Universal Pancasila
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat.
Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.
Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk
kepentingan bersama.
Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat
kekeluargaan.
Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan
melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai hati nurani yang
luhur.
Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggung-jawabkan secara
moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan
martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan

Musyawarah untuk mufakat adalah memang cara penyelesaian perselisihan yang paling
sesuai dengan Pancasila.
NAMUN bagaimana bermusyawarah untuk mufakat, yang lebih berdaya guna dan
berhasil guna, sehingga peluang tercapainya kesepakatan bagi para pihak menjadi lebih
besar ?
Teknik dan metode bermusyawarah untuk mufakat, yang lebih berdaya guna dan berhasil
guna, sehingga peluang tercapainya kesepakatan bagi para pihak menjadi lebih besar,
itulah yang dikenal dengan :
“MEDIASI”

Melalui pengembangan dan pemuktahiran teknik-teknik, metode tahapannya yang sangat
sistematis, dan bantuan dari orang yang berkeahlian, terlatih, terdidik untuk menjadi
seorang Mediator, yang bertugas bukan untuk memutus, melainkan diantaranya untuk
mendorong, membantu pihak berselisih/bersengketa/berkonflik menemukan peluangpeluang yang menurut para pihak adalah terbaik bagi kepentingan bersama para pihak.
Mediasi menjadikan musyawarah mufakat lebih efektif dan efisien, juga dapat
mentransformasi hubungan antara para pihak menjadi lebih terbuka.
MEDIASI BAGI BANGSA INDONESIA, SEYOGIANYA MENJADI UPAYA UTAMA YANG
HARUS DIDAHULUKAN DALAM PENYELESAIAN
PERSELISIHAN/SENGKETA/KONFLIK SEBAGAI AKTUALISASI NILAI-NILAI
UNIVERSAL PANCASILA
Maka, Perma No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan, merupakan bagian dari
aktualisasi nilai-nilai universal Pancasila tersebut

Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 tahun 2008 (PerMa 1/2008)
mendefinisikan Mediasi sebagai cara penyelesaian sengketa melalui proses
perundingan untuk memperoleh kesepakatan dengan dibantu oleh Mediator

Mediasi adalah suatu proses negosiasi dipandu dibantu oleh orang yang terpercaya.
Mediator membantu pihak berkonflik untuk berbagi perspektif dan pengalaman
mereka, mengidentifikasi kebutuhan yang mendasar, bertukar pikiran tentang
pilihan kreatif untuk mengatasi kebutuhan, dan kemudian membuat kesepakatan
akhir. (Lisa Schirch : 2004)
Mediasi sebagai intervensi terhadap suatu sengketa atau negosiasi yang dilakukan
oleh pihak ketiga yang dapat diterima, tidak berpihak/netral, yang tidak mempunyai
kewenangan untuk mengambil keputusan dalam membantu para pihak berselisih
dalam upaya mencari kesepakatan sukarela dalam menyelesaikan permasalahan
yang disengketakan (Christopher Moore: 2003)
Mediasi adalah sarana agar membiasakan Bangsa Indonesia berkonflik dengan cara
yang baik dan benar, untuk mencegah meluasnya, bahkan meningkatnya ekskalasi
konflik dalam rangka mewujudkan Perdamaian, Kesejahteraan, dan Menjaga
Keutuhan NKRI. (Rachman, Jusril, Poeloengan : 2012)
Mediasi merupakan sistem penyelesaian secara damai yang selaras dengan jiwa Sila
Keempat dan Nilai Luhur dari Ke-Bhinneka-Tunggal-Ika-an yang tidak berorientasi
mencari-cari perbedaan, tidak berpretensi mencari siapa yang salah atau siapa yang
benar, melainkan berorientasi pada suatu kesamaan terakomodirnya kebutuhan
atau kepentingan para pihak berkonflik. (Putut Eko Bayuseno : 2012)

Undang Undang No. 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial
telah mengamanatkan untuk mengembangkan sistem penyelesaian
perselisihan secara damai. Dalam Pasal 8 Undang-undang tersebut
dinyatakan bahwa:
1.Penyelesaian perselisihan dalam masyarakat dilakukan secara
damai.
2.Penyelesaian secara damai sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengutamakan musyawarah untuk mufakat.
3.Hasil musyawarah mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
mengikat para pihak.
Penyelesaian perselisihan yang secara damai perlu dimaknai, bahwa
para pihak yang berselisih / bersengketa / berkonflik secara sukarela
melaksanakan hasil kesepakatan perdamaian tanpa merasa
dipaksakan.
Perdamaian yang demikian itu adalah lebih lestari dibandingkan
perdamaian yang dipaksakan oleh pihak ketiga yang lebih berperan
layaknya pemutus dan pengadil, untuk memutuskan dan mengadili
apa yang menurutnya berdasarkan hukum adil bagi para pihak
berselisih / bersengketa / berkonflik tersebut.

KESADARAN HUKUM MENINGKAT = AKSES PADA PENGADILAN ≠
AKSES PADA KEADILAN
FAKTA :
Gambar 1: Grafik tentang Data Penyelesaian Konflik Melalui Jalur Pengadilan

Sumber : Cetak Biru Pembaruan Peradilan 2010-2035 Jakarta Mahkamah Agung RI, 2010 Diterbitkan oleh:
Mahkamah Agung RI, dan Laporan Tahunan Mahkamah Agung RI - Tahun 2010-2011

Kesadaran Hukum Meningkat
Namun frekuensi dan eskalasi Konflik Sosial juga tetap tinggi (Putut Eko Bayuseno : 2012)
9

KONFLIK MENINGKAT
Sistem Nasional Pemantauan Kekerasan (SNPK) : Sistem informasi yang menyediakan data dan analisis
tentang konflik dan kekerasan yang terjadi di berbagai wilayah di Indonesia. Proyek SNPK dipimpin oleh
Kemenkokesra, dengan dukungan Bank Dunia dan The Habibie Center.

http://www.snpk-indonesia.com/DataTools/Index?lang=ina&randdo=38141a91-1af9-4f1b-96da-a0cf05354e2c&userid=429853

10

Sistem Nasional Pemantauan Kekerasan (SNPK)
Periode 2010 s.d 2012

http://www.snpk-indonesia.com/DataTools/Index?lang=ina&randdo=38141a91-1af9-4f1b-96da-a0cf05354e2c&userid=429853

11

MEDIASI DI LUAR PENGADILAN

Mediasi di luar pengadilan yang menarik adalah yang dilakukan di Kabupaten Karawang terhadap
beberapa perselisihan / sengketa / konflik. Mediasi ini dilakukan dengan Mediator seorang perwira
polisi, AKP Iman Imannuddin, SIK, SH, MH, yang pada saat itu menjabat sebagai Kasat Reskrim Polres
Karawang. Ia memang telah mengikuti dan tersertifikasi sebagai seorang Mediator yang bersertifikat
dari Pusat Mediasi Nasional (PMN). Dalam melaksanakan tugasnya, tidak semua perkara diselesaikan
dengan penyidikan hingga penuntutan. Sebagai seorang Mediator yang tersertifikasi, telah merubah
pendekatan caranya bekerja sebagai seorang Reserse dengan menjadikan penegakan hukum sebagai
pilihan terakhir (Ultimum Remedium).
Dari seluruh perkara yang diselesaikan melalui cara Mediasi tersebut, telah mencegah terjadinya konflik
komunal ataupun konflik sosial di Kabupaten Karawang, bahkan dapat terselesaikan sebelum dibuatnya
Laporan Polisi karena masalah telah terselesaikan serta mencapai kesepakatan dan berdamai.

===
Mediasi di luar pengadilan atas perkara dalam Laporan Polisi tentang Tindak Pidana ITE berupa
intersepsi (penyadapan) antara PT. Agc vs Bs. Dalam perkara yang terjadi di Kota Bogor tersebut para
pihak berdamai melalui proses Mediasi yang dipimpin oleh Mediator bersertifikat dari PMN. Hasil
Mediasi tersebut dilaporkan kepada penyidik, hingga akhirnya memperoleh Penghentian Penyidikan
(SP3) dari Polres Bogor Kota, dan para pihak dapat islah kembali.
Ada juga perkara perdata sengketa jual beli saham antara Tn CT dengan Tn HB dkk. Walaupun
perkaranya tengah diperiksa oleh Majelis Hakim Mahkamah Agung RI dalam tahapan Kasasi, tetapi
sebagian besar (90 %) diantara para pihak yang bersengketa telah sepakat untuk berdamai melalui
Mediasi di luar pengadilan yang dipimpin oleh Mediator bersertifikat dari PMN, sehingga realisasi jual
beli saham dapat dilakukan sebelum putusnya perkara Kasasi di Mahkamah Agung RI.
Mediasi seharusnya “Forget the Law”, “Forget the Past”, dan “Don’t Look Back in Anger”

KEMANFAATAN MUSYAWARAH/MEDIASI
Putut Eko Bayuseno. 2012. Optimalisasi Musyawarah Sebagai Sarana Pengelolaan Konflik Dapat Meningkatkan Keamanan Di
Daerah Dalam Rangka Memperkuat Ketahanan Nasional. Esai Lemhanas PPSA XVIII. Lemhanas. Jakarta.

Data penyelesaian perkara/konflik khusus perkara yang berhubungan dengan Direktorat Reskrim Umum
pada Wilayah Hukum Polda Jawa Barat (21 Polres, 1 Polrestabes, 1 Dit Reskrim Um) per Semester I tahun
2012 (Januari s/d Juni 2012), Jumlah total perkara/konflik 15.595 kasus.
Data di olah dari sumber Dit Reskrim Um Polda Jawa Barat.
Siap dilakukan penuntutan (P.21) = 4516
perkara (28,96%)

4.93%

8,83%

5.76%
2.87%

28,96%

Belum selesai proses penyidikannya =
7588 perkara/konflik (48,66%)

Penghentian penyidikan (SP 3) = 447
Konflik (2,87%)

48,66%

musyawarah untuk mufakat ataupun
mediasi di kantor polisi setelah ada
Laporan polisi = 898 konflik (Peran
Penyelidik & Penyidik) (5,76%)
musyawarah untuk mufakat ataupun
mediasi di kantor Polisi, sebelum
timbulnya Laporan Polisi = 769 Konflik
(Peran Bhabinkamtibmas & Personil
lainnya) (4,93%)

KEMANFAATAN MUSYAWARAH/MEDIASI
Putut Eko Bayuseno. 2012. Optimalisasi Musyawarah Sebagai Sarana Pengelolaan Konflik Dapat Meningkatkan Keamanan Di
Daerah Dalam Rangka Memperkuat Ketahanan Nasional. Esai Lemhanas PPSA XVIII. Lemhanas. Jakarta.

Perbandingan Biaya Penyelesaian Konflik
Antara Melalui Musyawarah/Mediasi dan Tidak Melalui Musyawarah/Mediasi
Data di olah dari sumber Dit Reskrim Um Polda Jawa Barat.
Rp70,000,000,000

Rp60,000,000,000

Rp62.515.389.000
Rp50,000,000,000

Rp40,000,000,000

Rp30,000,000,000
Series1
Rp20,000,000,000

Rp10,000,000,000

Rp9.132.000.000
Rp0
3044 perkara/konflik diselesaikan melalui mediasi
dikalikan biaya rata rata penyelesaian sebesar Rp.
3.000.000,-

Bila 3044 perkara/konflik tidak diselesaikan melalui
mediasi maka dikalikan Rata Rata biaya Berdasarkan
Skep Kapolri No. Kep/606/XI/2011 tgl 17 Nop 2011
indeks anggaran lidik sidik perkara, sebesar Rp.
20.537.250,-

SOP tentang Pelaksanaan Tugas
Bhabinkamtibmas Oktober 2011
Fungsi Bhabinkamtibmas
• 2 f memediasi dan memfasilitasi upaya
pemecahan masalah yang terjadi di masyarakat;
Peran Bhabinkamtibmas
• 3 c mediator dan fasilitator dalam penyelesaian
permasalahan-permasalahan sosial yang terjadi
di masyarakat Desa/ Kelurahan

HEMAT ? (ilustrasi)
INSTANSI, IF…

IF…, JUMLAH INSTANSI X BIAYA
PENANGANAN PERKARA

TOTAL

POLSEK
1 perkara / 1 bulan

4000 x @ Rp. 500.000
anggaran per perkara

Rp.

2.000.000.000

POLRES
1 perkara / 1 bulan

400 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

400.000.000

POLDA
1 perkara / 1 bulan

25 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

25.000.000

KEJAKSAAN
1 perkara / 1 bulan

300 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

300.000.000

PENGADILAN
1 perkara / 1 bulan

300 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

300.000.000

Penghematan Anggaran
Negara Perbulan

Rp. 3.025.000.000 +
Potential Lost (Social Cost)

Biaya Penyelesaian Sengketa
Indicator
WAKTU (days)
BIAYA (% of
KERUGIAN)

Indonesia
570
122.7

East Asia & Pacific
519
47.8

OECD
518
19.7

Doing Business 2012: Data for Indonesia (WB)
Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD - Organisation for Economic Co-operation and Development)

Hambatan Mediasi
Mediasi vs Paradigma Keadilan yang Legisme
•Pelanggaran adalah Wanprestasi, Onrechmatmatige Daad,
Wederrechttelick.
•Ada aturan yang dilanggar. Cara penyelesaian sesuai dengan aturan
hukum dan hukum acara.
•Keadilan: Adil jika perbuatan sesuai dengan hukum. Adil jika salah
telah dihukum sesuai dengan aturan yang berlaku
Mediasi : Keadilan adalah kepentingan para pihak terpenuhi,
keadaan masing-masing pihak terpulihkan, kepentingan yang lebih
besar tidak terganggu, hubungan menjadi lebih terbuka, tanpa
pembuktian formal, tanpa benar salah, keputusan dibuat dan
disepakati para pihak.
Mediasi : memulihkan hubungan yang rusak = Restorative Justice

Tidak ada yang salah dengan
Konsepsi Hukum yang Legisme tersebut.
Hanya saja masyarakat pada umumnya dan para pengemban profesi hukum
menjadi terorientasikan pada makna keadilan yang legisme pula.
Konsepsi hukum atas makna “pelanggaran” yang legisme, yang terfokus pada
makna keadilan yang legisme pula tersebut, berbeda dengan prespektif dari
keadilan yang memulihkan (Restorative Justice).
VS
Mediasi : Keadilan adalah kepentingan para pihak terpenuhi, keadaan
masing-masing pihak terpulihkan, kepentingan yang lebih besar tidak
terganggu, hubungan menjadi lebih terbuka, tanpa pembuktian formal,
tanpa benar salah, keputusan dibuat dan disepakati para pihak

Yurisprudensi atau Sekedar Preseden ?







Perkara 378 jo 372 KUHP- LP/43/IX/2007/DIR RESKRIM POLDA DIY – Pelapor Cabut
Penyidik & Penuntut tetap Lanjut  Sidang PN Yogyakarta
PUT PN Yogyakarta: No. 317/PID.B/2008 Pencabutan Pengaduan Dikabulkan &
Penuntutan Tidak dapat Diterima
PUT PT Yogyakarta:No. 01/PID/PLW/2009/PT.YK : Persidangan PN Yogyakarta
Batal Demi Hukum
PUT Kasasi MA RI: No. 1600 K/PID/2009 : Pencabutan Pengaduan Dikabulkan &
Penuntutan Tidak dapat Diterima

Mediasi  Damai  Cabut Laporan  Tdk Cukup Bukti ?
Mediasi  Damai  Bukan Peraka Pidana ?
Mediasi  Damai  Demi Hukum  Diskresi  Restorative Justice ? (vide Pasal 18
UU No. 2 Tahun 2002 jo Pasal 30 ayat 4 UUD 1945)  Ultimum Remedium

Konsepsi Humanis Restorative Justice
Prespektif Restorative Justice :
1.

Bahwa Pelanggaran adalah suatu perbuatan yang mungkin keliru
dilakukan oleh pihak
tertentu sehingga membuat hubungan
(relationship) diantara pihak tertentu tersebut dengan para pihak lainya
yang terkait menjadi rusak.

2.

Bahwa hubungan yang menjadi rusak tersebut, harus diperbaiki,
dipulihkan, disembuhkan dengan sebisa mungkin menempatkan hal
yang benar (to put things right as possible)

3.

Bahwa perlu dilakukan upaya yang mendorong seluruh pihak terkait
untuk mengerti/memahami akibat/konsekuensi dari suatu pelanggaran.
Selanjutnya berupaya memastikan bahwa seluruh pihak terkait berniat
dan merealisasikan tindakan sebanyak mungkin menempatkan hal yang
benar, dalam rangka merajut kembali atau memperbaiki hubungan yang
telah rusak.
23

Prespektif Legisme.
•Pelanggaran UU
•Siapa yang Salah atau Benar
•Pembuktian menjadi utama
•Menyalahkan perilaku di masa lalu
•Nememis “pembalasan” /hukuman
•Keadilan sesuai undang undang
•Ketidakpuasan






Prespektif Restorative Justice
Pelanggaran / Perusakan (Harms) Relationship
Merubah perilaku di masa yang akan datang
Mengobati, memulihkan, memperbaiki relationship
Semua pihak terkait bertanggungjawab
Kebersamaan mengidentifikasi dan memetakan kerugiankerugian, kebutuhan dan tindakan yang perlu dilakukan untuk
memulihkan relationship
24

Anggapan Keliru !
Restorative Justice seringkali dianggap semata sebagai suatu
bentuk pemaafan atau pengampunan!
Bahwa benar dengan pemaafan (ataupun pengampunan) maka
suatu hubungan yang rusak akan menjadi pulih, namun dalam
Restorative Justice tidak selalu harus ada unsur pemaafan.
Restorative Justice tidak hanya terfokus pada korban, akan
tetapi concern pula terhadap pihak pelanggar dan pihak lain
yang terdampak. Menjadi lebih utama adalah sebisa mungkin
menempatkan hal yang benar, agar kondisi/keadaan/suatu
relationship pada masa yang akan datang menjadi lebih baik.

Anggapan Keliru !
Restorative Justice dianggap berbeda arah dengan Criminal
Justice System dan Civil Justice System bahkan ada anggapan
keberadaannya menjadi tumpang tindih dengan Justice System
yang telah ada.
Bahwa Restorative Justice adalah konsepsi atas makna keadilan.
Dengan Restorative Justice kita berupaya mereorientasi kembali
bagaimana kita perlu memahami makna keadilan yang lebih
dalam.

Apakah suatu kondisi dimana seseorang yang terbukti melakukan perbuatan
melawan hukum (pelaku) dan telah dijatuhi sanksi dapat diartikan bahwa
keadilan telah ditegakkan? Dalam konsepsi CJS, kondisi demikian dapat
dikatakan telah memenuhi rasa keadilan. Hukuman yang setimpal adalah
suatu keadilan
Bagaimana dengan keberlangsungan kehidupan istrinya dan anak dari
pelaku?
Bagaimana dengan keluarga korban yang sering kali tidak dapat menerima
putusan dari Majelis Hakim yang dianggap tidak cukup memuaskan ?
Bagaimana dengan keberlangsungan kehidupan 1000 karyawan yang
perusahaan tempatnya bekerja, dinyatakan pailit oleh putusan pengadilan
atas adanya gugatan pailit pihak kreditur? Siapa yang harus bertanggung
jawab atas keberlangsungan kehidupan karyawan tersebut? Bukankah
pemerintah juga bertanggung jawab untuk menciptakan lapangan kerja?
CJS atau penegakan hukum adalah perlu, namun menjadi lebih baik bila
bersamaan dengan itu dilakukan pula upaya “to put things right as possible”,
sebagaimana prespektif dari Restorative Justice.

To put things right as possible
(memulihkan kembali kepada kondisi yang benar/tepat)
Prespektif Restorative Justice, Pelanggaran itu menggambarkan adanya
hubungan (relationship) yang rusak.
Adanya hubungan yang rusak potensial menjadi sebab dan berdampak pada
Pelanggaran. Sebaliknya Pelanggaran juga mengakibatkan hubungan menjadi
rusak.
“The Harm of one is the harm of all”.
Perbuatan “harms” seperti membahayakan; merugikan; merusak; menyakiti;
melukai; mengganggu; mencelakakan; menjahati, dll adalah tindakan keliru
yang perlu diperbaiki dan ditempatkan kembali menjadi benar.
Menjadi kewajiban bagi semua pihak terkait yang berkepentingan yaitu
pelaku, korban, komunitas (masyarakat sekitar, pemerintah daerah, para
pengemban profesi hukum dll) untuk sebisa mungkin menempatkan hal yang
benar.

Restorative Justice
Peduli :
PELAKU, KORBAN, KOMUNITAS
HARMS, NEEDS, OBLIGATIONS

sebisa mungkin menempatkan hal yang benar dan tepat
dalam rangka memulihkan

Restorative Justice tidak dimaksudkan menggatikan CJS.
Restorative Justice dan CJS seyogyanya dipandang dan
dipahami secara lebih utuh sebagai konsepsi atas makna
keadilan dalam rangka melaksanakan Pembangunan
Perdamaian (Peacebuilding)

Peta Pembangunan Perdamaian
Meningkatkan
Kapasitas
1. Kerma Pendidikan Perdamaian
2. Kerma Penelitian dan Evaluasi
3. Kerma Pembangunan dalam
segala bidang

Mengobarkan
Anti Kekerasan
1. Membangkitkan Kesadaran dan
Kepedulian Stake Holder NKRI
2. Meningkatkan Rasa/Sikap/Perilaku
Saling Ketergantungan
(membangun kebersamaan)

Meredam Kekerasan
1. Preventing Victimization; restraining
offenders; Create a space for cooling
down; Cease-Fire Agreements;
Peacekeeping; Humanitarian Assistance
2. Early Warning dan Response Program
3. Legal & Judicial Systems
Criminal Justice System (CJS)
(to maintain order, not revenge)

Transformasi Hubungan
1.
2.
3.
4.
5.

Governance & Policymaking
Trauma Healing & Recovery Programs
Ritual & Symbolic Transformation
Restorative Justice
Conflict Transformation :
- Dialogue;
- Negotiation;
- Mediation.

Adaptasi : The Cycle of Peacebuilding, Strategic Peacebuilding, Lisa Schirch oleh Rachman, Jusril, Poeloengan (2012)

Terima Kasih
Mediasi di luar pengadilan di Indonesia, seharusnya dapat berkembang dengan pesat dengan
masih berlakunya Pancasila sebagai Dasar Negara dan Faslafah Bangsa Indonesia.
Musyawarah untuk mufakat, Kekeluargaan dan Gotong Royong adalah diantara nilai-nilai Pancasila
yang universal akan bermetamorfosis hingga terwujud, tercermin dan selaras dengan semangat
dalam Mediasi itu sendiri.
Berkembangnya Restorative Justice yang dapat mereorientasikan kembali makna Keadilan, yang
ternyata sejalan dengan nilai-nilai universal dari Pancasila, seharusnya dapat menjadi stimulan
dalam mempercepat perkembangan Mediasi di Indonesia.
Masa depan, diperlukan upaya bersama seluruh stake holder, khususnya pembuat kebijakan
dengan mengingat “law as a social tool engineering”, untuk segera berperan aktif, menaruh
perhatian dan turut serta melakukan perancangan UU tentang Mediasi.
UU tentang Mediasi sekaligus guna menselaraskan dan mengharmonisasikan ketentutanketentuan Mediasi yang masih tersebar dalam peraturan perundang-undangan lainnya, sehingga
tercapai kesamaan makna, hakikat dan pengimplementasian Mediasi sebagai Revitalisasi dan
Aktualisasi Pancasila, yang pada akhirnya berperan penting dalam terciptanya Kondisi Damai dan
Sejehtera bagi Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

SEGITIGA MEDIASI,
SUMBER PUSAT MEDIASI
NASIONAL (PMN) 2012

Pusat Mediasi Nasional.
2012. Mediation Triangles
and Mediation Skills.
Pelatihan Mediasi 40 jam
Angkatan 42, 10-14
September 2012, Jakarta.
Segitiga Mediasi ini
diadaptasi dari Boule,
Laurance., & Hwee, The
Hwee. 2000. Mediation:
Principles Process
Practice (Singapore
Edition). Butterworths
Asia & Singapore
Mediation Centre. Hal 99114.

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.1/2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
Pasal 147

Penyelesaian sengketa di bidang perumahan terlebih dahulu diupayakan berdasarkan musyawarah
untuk mufakat.

Pasal 148
(1) Dalam hal penyelesaian sengketa melalui musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, pihak yang
dirugikan dapat menggugat melalui pengadilan yang berada di lingkungan pengadilan umum atau
di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa melalui alternatif
penyelesaian sengketa.
(2) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
melalui arbitrase, konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan/atau penilaian ahli sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. UU yang mana?
(3) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
menghilangkan tanggung jawab pidana.

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.32/2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Dalam penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan dapat digunakan jasa
mediator dan/atau arbiter untuk membantu menyelesaikan sengketa lingkungan hidup, (Pasal
85 ayat 3) Mediasi tidak wajib dan tidak ada penjelasan lebih detil ttg mediasi.



UU No.14/2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik
Komisi Informasi adalah lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan Undang-Undang ini dan
peraturan pelaksanaannya, menetapkan petunjuk teknis standar layanan informasi publik dan
menyelesaikan sengketa informasi publik melalui mediasi dan/atau ajudikasi nonlitigasi
(Pasal 1 ayat 4) Mediator dan Pemutus sengketa
Pasal 40 (1) Penyelesaian sengketa melalui Mediasi merupakan pilihan para pihak dan bersifat
sukarela. Namun, Pasal 42, Penyelesaian Sengketa Informasi Publik melalui Ajudikasi
nonlitigasi oleh Komisi Informasi hanya dapat ditempuh apabila upaya Mediasi dinyatakan
tidak berhasil secara tertulis oleh salah satu atau para pihak yang bersengketa, atau salah satu
atau para pihak yang bersengketa menarik diri dari perundingan. Wajibkah atau pilihankah

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.39/1999 Tentang Hak Asasi Manusia
Komisi Nasional Hak Asasi yang selanjutnya disebut Komnas HAM adalah lembaga mandiri yang
berkedudukan setingkat dalam negara lainya yang berfungsi melaksanakan pengkajian,
penelitian, penyaluran, pemantauan, dan mediasi hak asasi manusia, Pasal 1 ayat 7 jo. Pasal
76. Definisi mediasi tidak dijelaskan
Pasal 89 ayat 4, Untuk melaksanakan fungsi Komnas HAM dalam mediasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 76, Komnas HAM bertugas dan berwenang melakukan: a. perdamaian
kedua belah pihak; b. penyelesaian perkara melaui cara konsultasi, negosiasi, mediasi,
konsiliasi, dan penilaian ahli; c. pemberian saran kepada para pihak untuk menyelesaikan
sengketa melalui pengadilan; d. penyampaian rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak
asasi manusia kepada Pemerintah untuk ditindaklanjuti penyelesaiannya; dan e. penyampaian
rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak asasi manusia kepada Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia untuk ditindaklanjuti. Fungsi Mediasi, namun di dalamnya termasuk
konsultasi, negosiasi, dll. Menyarankan para pihak untuk menyelesaikan sengketa melalui
pengadilan adalah TABU bagi mediator.

UU No. 30 Tahun 1999 Tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
 Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar
peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat
secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. (Pasal 1 ayat 1 UU
30/1999)
 Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa
atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni
penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi,
mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. (Pasal 1 ayat 10 UU 30/1999)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009
TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN

Upaya penyelesaian sengketa perdata dapat dilakukan di luar pengadilan
negara melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa. (Pasal 58
UU No.48/2009)


Arbitrase merupakan cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar
pengadilan yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara
tertulis oleh para pihak yang bersengketa. (Pasal 59 ayat 1 UU No.48/2009)



Alternatif Penyelesaian Sengketa merupakan lembaga penyelesaian
sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak,
yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi,
mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. (Pasal 60 ayat 1 UU No.48/2009)
©PMN 2013

37

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen jo
KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN
REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 350/MPP/Kep/12/2001 TENTANG
PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG BADAN PENYELESAIAN
SENGKETA KONSUMEN
Persidangan Dengan Cara Mediasi

Pasal 30
Majelis dalam menyelesaikan sengketa konsumen dengan cara Mediasi, mempunyai tugas :
a. memanggil konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
b. memanggil saksi dan saksi ahli bila diperlukan;
c. menyediakan forum bagi konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
d. secara aktif mendamaikan konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
e. secara aktif memberikan saran atau anjuran penyelesaian sengketa konsumen sesuai dengan
peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan konsumen.
Pasal 31
Tata cara penyelesaian sengketa konsumen dengan cara Mediasi adalah :
a. Majelis menyerahkan sepenuhnya proses penyelesaian sengketa kepada konsumen dan pelaku usaha
yang bersangkutan, baik mengenai bentuk maupun jumlah ganti rugi;
b. Majelis bertindak aktif sebagai Mediator dengan memberikan nasehat, petunjuk, saran dan upayaupaya lain dalam menyelesaikan sengketa;
c. Majelis menerima hasil musyawarah konsumen dan pelaku usaha dan mengeluarkan ketentuan.


Slide 15

PERKEMBANGAN MEDIASI
DI LUAR PENGADILAN
DI INDONESIA
Andrea Hynan Poeloengan, SH (Unibraw), M.Hum (Unpar), MTCP (Uni of Wollongong)
Workshop Internasional
Perkembangan Mediasi di Indonesia, Jepang dan Australia
Masa Kini Menuju Masa Depan
Rabu, 21 Agustus 2013
Pengadilan Negeri Kelas 1B Cibinong
Kabupaten Bogor

Perma No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan
Pasal 2
Ruang lingkup dan Kekuatan Berlaku Perma
1. Peraturan Mahkamah Agung ini hanya berlaku untuk mediasi yang terkait dengan
proses berperkara di Pengadilan.
2. Setiap hakim, mediator dan para pihak wajib mengikuti prosedur penyelesaian
sengketa melalui mediasi yang diatur dalam Peraturan ini.
3. Tidak menempuh prosedur mediasi berdasarkan Peraturan ini merupakan
pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 130 HIR dan atau Pasal 154 Rbg yang
mengakibatkan putusan batal demi hukum.
4. Hakim dalam pertimbangan putusan perkara wajib menyebutkan bahwa perkara
yang bersangkutan telah diupayakan perdamaian melalui mediasi dengan
menyebutkan nama mediator untuk perkara yang bersangkutan.
Pasal 23
Mediator yang telah tersertifikasi dimungkinkan untuk melakukan Mediasi di luar
pengadilan dengan hasil kesepakatannya dapat diajukan ke pengadilan untuk
memperoleh akta perdamaian dengan cara mengajukan gugatan

KEUTAMAAN PANCASILA
Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011
Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
telah menegaskan bahwa :
PANCASILA adalah
SUMBER DARI SEGALA SUMBER HUKUM
TAP MPR NO.: II/MPR/1978 yang digantikan dengan
TAP MPR NO.: XVIII/MPR/1998
telah menegaskan bahwa
PANCASILA adalah DASAR NEGARA
PANCASILA MENGANDUNG NILAI NILAI LESTARI DAN
UNIVERSAL YANG WAJIB DIUTAMAKAN/DIDAHULUKAN
DALAM RANGKA MEMBANGUN SELURUH SENDI
KEHIDUPAN BERMASYARAKAT, BERBANGSA &
BERNEGARA.

KEUTAMAAN BERMUSYAWARAH

PANCASILA adalah
SUMBER DARI SEGALA SUMBER HUKUM
PANCASILA MENGANDUNG NILAI NILAI LESTARI DAN
UNIVERSAL YANG HARUS DIUTAMAKAN/DIDAHULUKAN
UNTUK MENYELESAIKAN DAN MENGAKHIRI KONFLIK.
NILAI NILAI TERSEBUT TERKANDUNG DALAM SILA
KEEMPAT PANCASILA YANG MENGEDEPANKAN :
KEUTAMAAN MUSYAWARAH UNTUK MUFAKAT
BERDASARKAN ASAS KEKELUARGAAN

Nilai-Nilai Universal Pancasila
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat.
Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.
Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk
kepentingan bersama.
Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat
kekeluargaan.
Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan
melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai hati nurani yang
luhur.
Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggung-jawabkan secara
moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan
martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan

Musyawarah untuk mufakat adalah memang cara penyelesaian perselisihan yang paling
sesuai dengan Pancasila.
NAMUN bagaimana bermusyawarah untuk mufakat, yang lebih berdaya guna dan
berhasil guna, sehingga peluang tercapainya kesepakatan bagi para pihak menjadi lebih
besar ?
Teknik dan metode bermusyawarah untuk mufakat, yang lebih berdaya guna dan berhasil
guna, sehingga peluang tercapainya kesepakatan bagi para pihak menjadi lebih besar,
itulah yang dikenal dengan :
“MEDIASI”

Melalui pengembangan dan pemuktahiran teknik-teknik, metode tahapannya yang sangat
sistematis, dan bantuan dari orang yang berkeahlian, terlatih, terdidik untuk menjadi
seorang Mediator, yang bertugas bukan untuk memutus, melainkan diantaranya untuk
mendorong, membantu pihak berselisih/bersengketa/berkonflik menemukan peluangpeluang yang menurut para pihak adalah terbaik bagi kepentingan bersama para pihak.
Mediasi menjadikan musyawarah mufakat lebih efektif dan efisien, juga dapat
mentransformasi hubungan antara para pihak menjadi lebih terbuka.
MEDIASI BAGI BANGSA INDONESIA, SEYOGIANYA MENJADI UPAYA UTAMA YANG
HARUS DIDAHULUKAN DALAM PENYELESAIAN
PERSELISIHAN/SENGKETA/KONFLIK SEBAGAI AKTUALISASI NILAI-NILAI
UNIVERSAL PANCASILA
Maka, Perma No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan, merupakan bagian dari
aktualisasi nilai-nilai universal Pancasila tersebut

Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 tahun 2008 (PerMa 1/2008)
mendefinisikan Mediasi sebagai cara penyelesaian sengketa melalui proses
perundingan untuk memperoleh kesepakatan dengan dibantu oleh Mediator

Mediasi adalah suatu proses negosiasi dipandu dibantu oleh orang yang terpercaya.
Mediator membantu pihak berkonflik untuk berbagi perspektif dan pengalaman
mereka, mengidentifikasi kebutuhan yang mendasar, bertukar pikiran tentang
pilihan kreatif untuk mengatasi kebutuhan, dan kemudian membuat kesepakatan
akhir. (Lisa Schirch : 2004)
Mediasi sebagai intervensi terhadap suatu sengketa atau negosiasi yang dilakukan
oleh pihak ketiga yang dapat diterima, tidak berpihak/netral, yang tidak mempunyai
kewenangan untuk mengambil keputusan dalam membantu para pihak berselisih
dalam upaya mencari kesepakatan sukarela dalam menyelesaikan permasalahan
yang disengketakan (Christopher Moore: 2003)
Mediasi adalah sarana agar membiasakan Bangsa Indonesia berkonflik dengan cara
yang baik dan benar, untuk mencegah meluasnya, bahkan meningkatnya ekskalasi
konflik dalam rangka mewujudkan Perdamaian, Kesejahteraan, dan Menjaga
Keutuhan NKRI. (Rachman, Jusril, Poeloengan : 2012)
Mediasi merupakan sistem penyelesaian secara damai yang selaras dengan jiwa Sila
Keempat dan Nilai Luhur dari Ke-Bhinneka-Tunggal-Ika-an yang tidak berorientasi
mencari-cari perbedaan, tidak berpretensi mencari siapa yang salah atau siapa yang
benar, melainkan berorientasi pada suatu kesamaan terakomodirnya kebutuhan
atau kepentingan para pihak berkonflik. (Putut Eko Bayuseno : 2012)

Undang Undang No. 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial
telah mengamanatkan untuk mengembangkan sistem penyelesaian
perselisihan secara damai. Dalam Pasal 8 Undang-undang tersebut
dinyatakan bahwa:
1.Penyelesaian perselisihan dalam masyarakat dilakukan secara
damai.
2.Penyelesaian secara damai sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengutamakan musyawarah untuk mufakat.
3.Hasil musyawarah mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
mengikat para pihak.
Penyelesaian perselisihan yang secara damai perlu dimaknai, bahwa
para pihak yang berselisih / bersengketa / berkonflik secara sukarela
melaksanakan hasil kesepakatan perdamaian tanpa merasa
dipaksakan.
Perdamaian yang demikian itu adalah lebih lestari dibandingkan
perdamaian yang dipaksakan oleh pihak ketiga yang lebih berperan
layaknya pemutus dan pengadil, untuk memutuskan dan mengadili
apa yang menurutnya berdasarkan hukum adil bagi para pihak
berselisih / bersengketa / berkonflik tersebut.

KESADARAN HUKUM MENINGKAT = AKSES PADA PENGADILAN ≠
AKSES PADA KEADILAN
FAKTA :
Gambar 1: Grafik tentang Data Penyelesaian Konflik Melalui Jalur Pengadilan

Sumber : Cetak Biru Pembaruan Peradilan 2010-2035 Jakarta Mahkamah Agung RI, 2010 Diterbitkan oleh:
Mahkamah Agung RI, dan Laporan Tahunan Mahkamah Agung RI - Tahun 2010-2011

Kesadaran Hukum Meningkat
Namun frekuensi dan eskalasi Konflik Sosial juga tetap tinggi (Putut Eko Bayuseno : 2012)
9

KONFLIK MENINGKAT
Sistem Nasional Pemantauan Kekerasan (SNPK) : Sistem informasi yang menyediakan data dan analisis
tentang konflik dan kekerasan yang terjadi di berbagai wilayah di Indonesia. Proyek SNPK dipimpin oleh
Kemenkokesra, dengan dukungan Bank Dunia dan The Habibie Center.

http://www.snpk-indonesia.com/DataTools/Index?lang=ina&randdo=38141a91-1af9-4f1b-96da-a0cf05354e2c&userid=429853

10

Sistem Nasional Pemantauan Kekerasan (SNPK)
Periode 2010 s.d 2012

http://www.snpk-indonesia.com/DataTools/Index?lang=ina&randdo=38141a91-1af9-4f1b-96da-a0cf05354e2c&userid=429853

11

MEDIASI DI LUAR PENGADILAN

Mediasi di luar pengadilan yang menarik adalah yang dilakukan di Kabupaten Karawang terhadap
beberapa perselisihan / sengketa / konflik. Mediasi ini dilakukan dengan Mediator seorang perwira
polisi, AKP Iman Imannuddin, SIK, SH, MH, yang pada saat itu menjabat sebagai Kasat Reskrim Polres
Karawang. Ia memang telah mengikuti dan tersertifikasi sebagai seorang Mediator yang bersertifikat
dari Pusat Mediasi Nasional (PMN). Dalam melaksanakan tugasnya, tidak semua perkara diselesaikan
dengan penyidikan hingga penuntutan. Sebagai seorang Mediator yang tersertifikasi, telah merubah
pendekatan caranya bekerja sebagai seorang Reserse dengan menjadikan penegakan hukum sebagai
pilihan terakhir (Ultimum Remedium).
Dari seluruh perkara yang diselesaikan melalui cara Mediasi tersebut, telah mencegah terjadinya konflik
komunal ataupun konflik sosial di Kabupaten Karawang, bahkan dapat terselesaikan sebelum dibuatnya
Laporan Polisi karena masalah telah terselesaikan serta mencapai kesepakatan dan berdamai.

===
Mediasi di luar pengadilan atas perkara dalam Laporan Polisi tentang Tindak Pidana ITE berupa
intersepsi (penyadapan) antara PT. Agc vs Bs. Dalam perkara yang terjadi di Kota Bogor tersebut para
pihak berdamai melalui proses Mediasi yang dipimpin oleh Mediator bersertifikat dari PMN. Hasil
Mediasi tersebut dilaporkan kepada penyidik, hingga akhirnya memperoleh Penghentian Penyidikan
(SP3) dari Polres Bogor Kota, dan para pihak dapat islah kembali.
Ada juga perkara perdata sengketa jual beli saham antara Tn CT dengan Tn HB dkk. Walaupun
perkaranya tengah diperiksa oleh Majelis Hakim Mahkamah Agung RI dalam tahapan Kasasi, tetapi
sebagian besar (90 %) diantara para pihak yang bersengketa telah sepakat untuk berdamai melalui
Mediasi di luar pengadilan yang dipimpin oleh Mediator bersertifikat dari PMN, sehingga realisasi jual
beli saham dapat dilakukan sebelum putusnya perkara Kasasi di Mahkamah Agung RI.
Mediasi seharusnya “Forget the Law”, “Forget the Past”, dan “Don’t Look Back in Anger”

KEMANFAATAN MUSYAWARAH/MEDIASI
Putut Eko Bayuseno. 2012. Optimalisasi Musyawarah Sebagai Sarana Pengelolaan Konflik Dapat Meningkatkan Keamanan Di
Daerah Dalam Rangka Memperkuat Ketahanan Nasional. Esai Lemhanas PPSA XVIII. Lemhanas. Jakarta.

Data penyelesaian perkara/konflik khusus perkara yang berhubungan dengan Direktorat Reskrim Umum
pada Wilayah Hukum Polda Jawa Barat (21 Polres, 1 Polrestabes, 1 Dit Reskrim Um) per Semester I tahun
2012 (Januari s/d Juni 2012), Jumlah total perkara/konflik 15.595 kasus.
Data di olah dari sumber Dit Reskrim Um Polda Jawa Barat.
Siap dilakukan penuntutan (P.21) = 4516
perkara (28,96%)

4.93%

8,83%

5.76%
2.87%

28,96%

Belum selesai proses penyidikannya =
7588 perkara/konflik (48,66%)

Penghentian penyidikan (SP 3) = 447
Konflik (2,87%)

48,66%

musyawarah untuk mufakat ataupun
mediasi di kantor polisi setelah ada
Laporan polisi = 898 konflik (Peran
Penyelidik & Penyidik) (5,76%)
musyawarah untuk mufakat ataupun
mediasi di kantor Polisi, sebelum
timbulnya Laporan Polisi = 769 Konflik
(Peran Bhabinkamtibmas & Personil
lainnya) (4,93%)

KEMANFAATAN MUSYAWARAH/MEDIASI
Putut Eko Bayuseno. 2012. Optimalisasi Musyawarah Sebagai Sarana Pengelolaan Konflik Dapat Meningkatkan Keamanan Di
Daerah Dalam Rangka Memperkuat Ketahanan Nasional. Esai Lemhanas PPSA XVIII. Lemhanas. Jakarta.

Perbandingan Biaya Penyelesaian Konflik
Antara Melalui Musyawarah/Mediasi dan Tidak Melalui Musyawarah/Mediasi
Data di olah dari sumber Dit Reskrim Um Polda Jawa Barat.
Rp70,000,000,000

Rp60,000,000,000

Rp62.515.389.000
Rp50,000,000,000

Rp40,000,000,000

Rp30,000,000,000
Series1
Rp20,000,000,000

Rp10,000,000,000

Rp9.132.000.000
Rp0
3044 perkara/konflik diselesaikan melalui mediasi
dikalikan biaya rata rata penyelesaian sebesar Rp.
3.000.000,-

Bila 3044 perkara/konflik tidak diselesaikan melalui
mediasi maka dikalikan Rata Rata biaya Berdasarkan
Skep Kapolri No. Kep/606/XI/2011 tgl 17 Nop 2011
indeks anggaran lidik sidik perkara, sebesar Rp.
20.537.250,-

SOP tentang Pelaksanaan Tugas
Bhabinkamtibmas Oktober 2011
Fungsi Bhabinkamtibmas
• 2 f memediasi dan memfasilitasi upaya
pemecahan masalah yang terjadi di masyarakat;
Peran Bhabinkamtibmas
• 3 c mediator dan fasilitator dalam penyelesaian
permasalahan-permasalahan sosial yang terjadi
di masyarakat Desa/ Kelurahan

HEMAT ? (ilustrasi)
INSTANSI, IF…

IF…, JUMLAH INSTANSI X BIAYA
PENANGANAN PERKARA

TOTAL

POLSEK
1 perkara / 1 bulan

4000 x @ Rp. 500.000
anggaran per perkara

Rp.

2.000.000.000

POLRES
1 perkara / 1 bulan

400 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

400.000.000

POLDA
1 perkara / 1 bulan

25 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

25.000.000

KEJAKSAAN
1 perkara / 1 bulan

300 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

300.000.000

PENGADILAN
1 perkara / 1 bulan

300 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

300.000.000

Penghematan Anggaran
Negara Perbulan

Rp. 3.025.000.000 +
Potential Lost (Social Cost)

Biaya Penyelesaian Sengketa
Indicator
WAKTU (days)
BIAYA (% of
KERUGIAN)

Indonesia
570
122.7

East Asia & Pacific
519
47.8

OECD
518
19.7

Doing Business 2012: Data for Indonesia (WB)
Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD - Organisation for Economic Co-operation and Development)

Hambatan Mediasi
Mediasi vs Paradigma Keadilan yang Legisme
•Pelanggaran adalah Wanprestasi, Onrechmatmatige Daad,
Wederrechttelick.
•Ada aturan yang dilanggar. Cara penyelesaian sesuai dengan aturan
hukum dan hukum acara.
•Keadilan: Adil jika perbuatan sesuai dengan hukum. Adil jika salah
telah dihukum sesuai dengan aturan yang berlaku
Mediasi : Keadilan adalah kepentingan para pihak terpenuhi,
keadaan masing-masing pihak terpulihkan, kepentingan yang lebih
besar tidak terganggu, hubungan menjadi lebih terbuka, tanpa
pembuktian formal, tanpa benar salah, keputusan dibuat dan
disepakati para pihak.
Mediasi : memulihkan hubungan yang rusak = Restorative Justice

Tidak ada yang salah dengan
Konsepsi Hukum yang Legisme tersebut.
Hanya saja masyarakat pada umumnya dan para pengemban profesi hukum
menjadi terorientasikan pada makna keadilan yang legisme pula.
Konsepsi hukum atas makna “pelanggaran” yang legisme, yang terfokus pada
makna keadilan yang legisme pula tersebut, berbeda dengan prespektif dari
keadilan yang memulihkan (Restorative Justice).
VS
Mediasi : Keadilan adalah kepentingan para pihak terpenuhi, keadaan
masing-masing pihak terpulihkan, kepentingan yang lebih besar tidak
terganggu, hubungan menjadi lebih terbuka, tanpa pembuktian formal,
tanpa benar salah, keputusan dibuat dan disepakati para pihak

Yurisprudensi atau Sekedar Preseden ?







Perkara 378 jo 372 KUHP- LP/43/IX/2007/DIR RESKRIM POLDA DIY – Pelapor Cabut
Penyidik & Penuntut tetap Lanjut  Sidang PN Yogyakarta
PUT PN Yogyakarta: No. 317/PID.B/2008 Pencabutan Pengaduan Dikabulkan &
Penuntutan Tidak dapat Diterima
PUT PT Yogyakarta:No. 01/PID/PLW/2009/PT.YK : Persidangan PN Yogyakarta
Batal Demi Hukum
PUT Kasasi MA RI: No. 1600 K/PID/2009 : Pencabutan Pengaduan Dikabulkan &
Penuntutan Tidak dapat Diterima

Mediasi  Damai  Cabut Laporan  Tdk Cukup Bukti ?
Mediasi  Damai  Bukan Peraka Pidana ?
Mediasi  Damai  Demi Hukum  Diskresi  Restorative Justice ? (vide Pasal 18
UU No. 2 Tahun 2002 jo Pasal 30 ayat 4 UUD 1945)  Ultimum Remedium

Konsepsi Humanis Restorative Justice
Prespektif Restorative Justice :
1.

Bahwa Pelanggaran adalah suatu perbuatan yang mungkin keliru
dilakukan oleh pihak
tertentu sehingga membuat hubungan
(relationship) diantara pihak tertentu tersebut dengan para pihak lainya
yang terkait menjadi rusak.

2.

Bahwa hubungan yang menjadi rusak tersebut, harus diperbaiki,
dipulihkan, disembuhkan dengan sebisa mungkin menempatkan hal
yang benar (to put things right as possible)

3.

Bahwa perlu dilakukan upaya yang mendorong seluruh pihak terkait
untuk mengerti/memahami akibat/konsekuensi dari suatu pelanggaran.
Selanjutnya berupaya memastikan bahwa seluruh pihak terkait berniat
dan merealisasikan tindakan sebanyak mungkin menempatkan hal yang
benar, dalam rangka merajut kembali atau memperbaiki hubungan yang
telah rusak.
23

Prespektif Legisme.
•Pelanggaran UU
•Siapa yang Salah atau Benar
•Pembuktian menjadi utama
•Menyalahkan perilaku di masa lalu
•Nememis “pembalasan” /hukuman
•Keadilan sesuai undang undang
•Ketidakpuasan






Prespektif Restorative Justice
Pelanggaran / Perusakan (Harms) Relationship
Merubah perilaku di masa yang akan datang
Mengobati, memulihkan, memperbaiki relationship
Semua pihak terkait bertanggungjawab
Kebersamaan mengidentifikasi dan memetakan kerugiankerugian, kebutuhan dan tindakan yang perlu dilakukan untuk
memulihkan relationship
24

Anggapan Keliru !
Restorative Justice seringkali dianggap semata sebagai suatu
bentuk pemaafan atau pengampunan!
Bahwa benar dengan pemaafan (ataupun pengampunan) maka
suatu hubungan yang rusak akan menjadi pulih, namun dalam
Restorative Justice tidak selalu harus ada unsur pemaafan.
Restorative Justice tidak hanya terfokus pada korban, akan
tetapi concern pula terhadap pihak pelanggar dan pihak lain
yang terdampak. Menjadi lebih utama adalah sebisa mungkin
menempatkan hal yang benar, agar kondisi/keadaan/suatu
relationship pada masa yang akan datang menjadi lebih baik.

Anggapan Keliru !
Restorative Justice dianggap berbeda arah dengan Criminal
Justice System dan Civil Justice System bahkan ada anggapan
keberadaannya menjadi tumpang tindih dengan Justice System
yang telah ada.
Bahwa Restorative Justice adalah konsepsi atas makna keadilan.
Dengan Restorative Justice kita berupaya mereorientasi kembali
bagaimana kita perlu memahami makna keadilan yang lebih
dalam.

Apakah suatu kondisi dimana seseorang yang terbukti melakukan perbuatan
melawan hukum (pelaku) dan telah dijatuhi sanksi dapat diartikan bahwa
keadilan telah ditegakkan? Dalam konsepsi CJS, kondisi demikian dapat
dikatakan telah memenuhi rasa keadilan. Hukuman yang setimpal adalah
suatu keadilan
Bagaimana dengan keberlangsungan kehidupan istrinya dan anak dari
pelaku?
Bagaimana dengan keluarga korban yang sering kali tidak dapat menerima
putusan dari Majelis Hakim yang dianggap tidak cukup memuaskan ?
Bagaimana dengan keberlangsungan kehidupan 1000 karyawan yang
perusahaan tempatnya bekerja, dinyatakan pailit oleh putusan pengadilan
atas adanya gugatan pailit pihak kreditur? Siapa yang harus bertanggung
jawab atas keberlangsungan kehidupan karyawan tersebut? Bukankah
pemerintah juga bertanggung jawab untuk menciptakan lapangan kerja?
CJS atau penegakan hukum adalah perlu, namun menjadi lebih baik bila
bersamaan dengan itu dilakukan pula upaya “to put things right as possible”,
sebagaimana prespektif dari Restorative Justice.

To put things right as possible
(memulihkan kembali kepada kondisi yang benar/tepat)
Prespektif Restorative Justice, Pelanggaran itu menggambarkan adanya
hubungan (relationship) yang rusak.
Adanya hubungan yang rusak potensial menjadi sebab dan berdampak pada
Pelanggaran. Sebaliknya Pelanggaran juga mengakibatkan hubungan menjadi
rusak.
“The Harm of one is the harm of all”.
Perbuatan “harms” seperti membahayakan; merugikan; merusak; menyakiti;
melukai; mengganggu; mencelakakan; menjahati, dll adalah tindakan keliru
yang perlu diperbaiki dan ditempatkan kembali menjadi benar.
Menjadi kewajiban bagi semua pihak terkait yang berkepentingan yaitu
pelaku, korban, komunitas (masyarakat sekitar, pemerintah daerah, para
pengemban profesi hukum dll) untuk sebisa mungkin menempatkan hal yang
benar.

Restorative Justice
Peduli :
PELAKU, KORBAN, KOMUNITAS
HARMS, NEEDS, OBLIGATIONS

sebisa mungkin menempatkan hal yang benar dan tepat
dalam rangka memulihkan

Restorative Justice tidak dimaksudkan menggatikan CJS.
Restorative Justice dan CJS seyogyanya dipandang dan
dipahami secara lebih utuh sebagai konsepsi atas makna
keadilan dalam rangka melaksanakan Pembangunan
Perdamaian (Peacebuilding)

Peta Pembangunan Perdamaian
Meningkatkan
Kapasitas
1. Kerma Pendidikan Perdamaian
2. Kerma Penelitian dan Evaluasi
3. Kerma Pembangunan dalam
segala bidang

Mengobarkan
Anti Kekerasan
1. Membangkitkan Kesadaran dan
Kepedulian Stake Holder NKRI
2. Meningkatkan Rasa/Sikap/Perilaku
Saling Ketergantungan
(membangun kebersamaan)

Meredam Kekerasan
1. Preventing Victimization; restraining
offenders; Create a space for cooling
down; Cease-Fire Agreements;
Peacekeeping; Humanitarian Assistance
2. Early Warning dan Response Program
3. Legal & Judicial Systems
Criminal Justice System (CJS)
(to maintain order, not revenge)

Transformasi Hubungan
1.
2.
3.
4.
5.

Governance & Policymaking
Trauma Healing & Recovery Programs
Ritual & Symbolic Transformation
Restorative Justice
Conflict Transformation :
- Dialogue;
- Negotiation;
- Mediation.

Adaptasi : The Cycle of Peacebuilding, Strategic Peacebuilding, Lisa Schirch oleh Rachman, Jusril, Poeloengan (2012)

Terima Kasih
Mediasi di luar pengadilan di Indonesia, seharusnya dapat berkembang dengan pesat dengan
masih berlakunya Pancasila sebagai Dasar Negara dan Faslafah Bangsa Indonesia.
Musyawarah untuk mufakat, Kekeluargaan dan Gotong Royong adalah diantara nilai-nilai Pancasila
yang universal akan bermetamorfosis hingga terwujud, tercermin dan selaras dengan semangat
dalam Mediasi itu sendiri.
Berkembangnya Restorative Justice yang dapat mereorientasikan kembali makna Keadilan, yang
ternyata sejalan dengan nilai-nilai universal dari Pancasila, seharusnya dapat menjadi stimulan
dalam mempercepat perkembangan Mediasi di Indonesia.
Masa depan, diperlukan upaya bersama seluruh stake holder, khususnya pembuat kebijakan
dengan mengingat “law as a social tool engineering”, untuk segera berperan aktif, menaruh
perhatian dan turut serta melakukan perancangan UU tentang Mediasi.
UU tentang Mediasi sekaligus guna menselaraskan dan mengharmonisasikan ketentutanketentuan Mediasi yang masih tersebar dalam peraturan perundang-undangan lainnya, sehingga
tercapai kesamaan makna, hakikat dan pengimplementasian Mediasi sebagai Revitalisasi dan
Aktualisasi Pancasila, yang pada akhirnya berperan penting dalam terciptanya Kondisi Damai dan
Sejehtera bagi Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

SEGITIGA MEDIASI,
SUMBER PUSAT MEDIASI
NASIONAL (PMN) 2012

Pusat Mediasi Nasional.
2012. Mediation Triangles
and Mediation Skills.
Pelatihan Mediasi 40 jam
Angkatan 42, 10-14
September 2012, Jakarta.
Segitiga Mediasi ini
diadaptasi dari Boule,
Laurance., & Hwee, The
Hwee. 2000. Mediation:
Principles Process
Practice (Singapore
Edition). Butterworths
Asia & Singapore
Mediation Centre. Hal 99114.

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.1/2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
Pasal 147

Penyelesaian sengketa di bidang perumahan terlebih dahulu diupayakan berdasarkan musyawarah
untuk mufakat.

Pasal 148
(1) Dalam hal penyelesaian sengketa melalui musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, pihak yang
dirugikan dapat menggugat melalui pengadilan yang berada di lingkungan pengadilan umum atau
di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa melalui alternatif
penyelesaian sengketa.
(2) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
melalui arbitrase, konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan/atau penilaian ahli sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. UU yang mana?
(3) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
menghilangkan tanggung jawab pidana.

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.32/2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Dalam penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan dapat digunakan jasa
mediator dan/atau arbiter untuk membantu menyelesaikan sengketa lingkungan hidup, (Pasal
85 ayat 3) Mediasi tidak wajib dan tidak ada penjelasan lebih detil ttg mediasi.



UU No.14/2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik
Komisi Informasi adalah lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan Undang-Undang ini dan
peraturan pelaksanaannya, menetapkan petunjuk teknis standar layanan informasi publik dan
menyelesaikan sengketa informasi publik melalui mediasi dan/atau ajudikasi nonlitigasi
(Pasal 1 ayat 4) Mediator dan Pemutus sengketa
Pasal 40 (1) Penyelesaian sengketa melalui Mediasi merupakan pilihan para pihak dan bersifat
sukarela. Namun, Pasal 42, Penyelesaian Sengketa Informasi Publik melalui Ajudikasi
nonlitigasi oleh Komisi Informasi hanya dapat ditempuh apabila upaya Mediasi dinyatakan
tidak berhasil secara tertulis oleh salah satu atau para pihak yang bersengketa, atau salah satu
atau para pihak yang bersengketa menarik diri dari perundingan. Wajibkah atau pilihankah

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.39/1999 Tentang Hak Asasi Manusia
Komisi Nasional Hak Asasi yang selanjutnya disebut Komnas HAM adalah lembaga mandiri yang
berkedudukan setingkat dalam negara lainya yang berfungsi melaksanakan pengkajian,
penelitian, penyaluran, pemantauan, dan mediasi hak asasi manusia, Pasal 1 ayat 7 jo. Pasal
76. Definisi mediasi tidak dijelaskan
Pasal 89 ayat 4, Untuk melaksanakan fungsi Komnas HAM dalam mediasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 76, Komnas HAM bertugas dan berwenang melakukan: a. perdamaian
kedua belah pihak; b. penyelesaian perkara melaui cara konsultasi, negosiasi, mediasi,
konsiliasi, dan penilaian ahli; c. pemberian saran kepada para pihak untuk menyelesaikan
sengketa melalui pengadilan; d. penyampaian rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak
asasi manusia kepada Pemerintah untuk ditindaklanjuti penyelesaiannya; dan e. penyampaian
rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak asasi manusia kepada Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia untuk ditindaklanjuti. Fungsi Mediasi, namun di dalamnya termasuk
konsultasi, negosiasi, dll. Menyarankan para pihak untuk menyelesaikan sengketa melalui
pengadilan adalah TABU bagi mediator.

UU No. 30 Tahun 1999 Tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
 Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar
peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat
secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. (Pasal 1 ayat 1 UU
30/1999)
 Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa
atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni
penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi,
mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. (Pasal 1 ayat 10 UU 30/1999)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009
TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN

Upaya penyelesaian sengketa perdata dapat dilakukan di luar pengadilan
negara melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa. (Pasal 58
UU No.48/2009)


Arbitrase merupakan cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar
pengadilan yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara
tertulis oleh para pihak yang bersengketa. (Pasal 59 ayat 1 UU No.48/2009)



Alternatif Penyelesaian Sengketa merupakan lembaga penyelesaian
sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak,
yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi,
mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. (Pasal 60 ayat 1 UU No.48/2009)
©PMN 2013

37

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen jo
KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN
REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 350/MPP/Kep/12/2001 TENTANG
PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG BADAN PENYELESAIAN
SENGKETA KONSUMEN
Persidangan Dengan Cara Mediasi

Pasal 30
Majelis dalam menyelesaikan sengketa konsumen dengan cara Mediasi, mempunyai tugas :
a. memanggil konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
b. memanggil saksi dan saksi ahli bila diperlukan;
c. menyediakan forum bagi konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
d. secara aktif mendamaikan konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
e. secara aktif memberikan saran atau anjuran penyelesaian sengketa konsumen sesuai dengan
peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan konsumen.
Pasal 31
Tata cara penyelesaian sengketa konsumen dengan cara Mediasi adalah :
a. Majelis menyerahkan sepenuhnya proses penyelesaian sengketa kepada konsumen dan pelaku usaha
yang bersangkutan, baik mengenai bentuk maupun jumlah ganti rugi;
b. Majelis bertindak aktif sebagai Mediator dengan memberikan nasehat, petunjuk, saran dan upayaupaya lain dalam menyelesaikan sengketa;
c. Majelis menerima hasil musyawarah konsumen dan pelaku usaha dan mengeluarkan ketentuan.


Slide 16

PERKEMBANGAN MEDIASI
DI LUAR PENGADILAN
DI INDONESIA
Andrea Hynan Poeloengan, SH (Unibraw), M.Hum (Unpar), MTCP (Uni of Wollongong)
Workshop Internasional
Perkembangan Mediasi di Indonesia, Jepang dan Australia
Masa Kini Menuju Masa Depan
Rabu, 21 Agustus 2013
Pengadilan Negeri Kelas 1B Cibinong
Kabupaten Bogor

Perma No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan
Pasal 2
Ruang lingkup dan Kekuatan Berlaku Perma
1. Peraturan Mahkamah Agung ini hanya berlaku untuk mediasi yang terkait dengan
proses berperkara di Pengadilan.
2. Setiap hakim, mediator dan para pihak wajib mengikuti prosedur penyelesaian
sengketa melalui mediasi yang diatur dalam Peraturan ini.
3. Tidak menempuh prosedur mediasi berdasarkan Peraturan ini merupakan
pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 130 HIR dan atau Pasal 154 Rbg yang
mengakibatkan putusan batal demi hukum.
4. Hakim dalam pertimbangan putusan perkara wajib menyebutkan bahwa perkara
yang bersangkutan telah diupayakan perdamaian melalui mediasi dengan
menyebutkan nama mediator untuk perkara yang bersangkutan.
Pasal 23
Mediator yang telah tersertifikasi dimungkinkan untuk melakukan Mediasi di luar
pengadilan dengan hasil kesepakatannya dapat diajukan ke pengadilan untuk
memperoleh akta perdamaian dengan cara mengajukan gugatan

KEUTAMAAN PANCASILA
Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011
Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
telah menegaskan bahwa :
PANCASILA adalah
SUMBER DARI SEGALA SUMBER HUKUM
TAP MPR NO.: II/MPR/1978 yang digantikan dengan
TAP MPR NO.: XVIII/MPR/1998
telah menegaskan bahwa
PANCASILA adalah DASAR NEGARA
PANCASILA MENGANDUNG NILAI NILAI LESTARI DAN
UNIVERSAL YANG WAJIB DIUTAMAKAN/DIDAHULUKAN
DALAM RANGKA MEMBANGUN SELURUH SENDI
KEHIDUPAN BERMASYARAKAT, BERBANGSA &
BERNEGARA.

KEUTAMAAN BERMUSYAWARAH

PANCASILA adalah
SUMBER DARI SEGALA SUMBER HUKUM
PANCASILA MENGANDUNG NILAI NILAI LESTARI DAN
UNIVERSAL YANG HARUS DIUTAMAKAN/DIDAHULUKAN
UNTUK MENYELESAIKAN DAN MENGAKHIRI KONFLIK.
NILAI NILAI TERSEBUT TERKANDUNG DALAM SILA
KEEMPAT PANCASILA YANG MENGEDEPANKAN :
KEUTAMAAN MUSYAWARAH UNTUK MUFAKAT
BERDASARKAN ASAS KEKELUARGAAN

Nilai-Nilai Universal Pancasila
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat.
Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.
Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk
kepentingan bersama.
Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat
kekeluargaan.
Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan
melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai hati nurani yang
luhur.
Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggung-jawabkan secara
moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan
martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan

Musyawarah untuk mufakat adalah memang cara penyelesaian perselisihan yang paling
sesuai dengan Pancasila.
NAMUN bagaimana bermusyawarah untuk mufakat, yang lebih berdaya guna dan
berhasil guna, sehingga peluang tercapainya kesepakatan bagi para pihak menjadi lebih
besar ?
Teknik dan metode bermusyawarah untuk mufakat, yang lebih berdaya guna dan berhasil
guna, sehingga peluang tercapainya kesepakatan bagi para pihak menjadi lebih besar,
itulah yang dikenal dengan :
“MEDIASI”

Melalui pengembangan dan pemuktahiran teknik-teknik, metode tahapannya yang sangat
sistematis, dan bantuan dari orang yang berkeahlian, terlatih, terdidik untuk menjadi
seorang Mediator, yang bertugas bukan untuk memutus, melainkan diantaranya untuk
mendorong, membantu pihak berselisih/bersengketa/berkonflik menemukan peluangpeluang yang menurut para pihak adalah terbaik bagi kepentingan bersama para pihak.
Mediasi menjadikan musyawarah mufakat lebih efektif dan efisien, juga dapat
mentransformasi hubungan antara para pihak menjadi lebih terbuka.
MEDIASI BAGI BANGSA INDONESIA, SEYOGIANYA MENJADI UPAYA UTAMA YANG
HARUS DIDAHULUKAN DALAM PENYELESAIAN
PERSELISIHAN/SENGKETA/KONFLIK SEBAGAI AKTUALISASI NILAI-NILAI
UNIVERSAL PANCASILA
Maka, Perma No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan, merupakan bagian dari
aktualisasi nilai-nilai universal Pancasila tersebut

Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 tahun 2008 (PerMa 1/2008)
mendefinisikan Mediasi sebagai cara penyelesaian sengketa melalui proses
perundingan untuk memperoleh kesepakatan dengan dibantu oleh Mediator

Mediasi adalah suatu proses negosiasi dipandu dibantu oleh orang yang terpercaya.
Mediator membantu pihak berkonflik untuk berbagi perspektif dan pengalaman
mereka, mengidentifikasi kebutuhan yang mendasar, bertukar pikiran tentang
pilihan kreatif untuk mengatasi kebutuhan, dan kemudian membuat kesepakatan
akhir. (Lisa Schirch : 2004)
Mediasi sebagai intervensi terhadap suatu sengketa atau negosiasi yang dilakukan
oleh pihak ketiga yang dapat diterima, tidak berpihak/netral, yang tidak mempunyai
kewenangan untuk mengambil keputusan dalam membantu para pihak berselisih
dalam upaya mencari kesepakatan sukarela dalam menyelesaikan permasalahan
yang disengketakan (Christopher Moore: 2003)
Mediasi adalah sarana agar membiasakan Bangsa Indonesia berkonflik dengan cara
yang baik dan benar, untuk mencegah meluasnya, bahkan meningkatnya ekskalasi
konflik dalam rangka mewujudkan Perdamaian, Kesejahteraan, dan Menjaga
Keutuhan NKRI. (Rachman, Jusril, Poeloengan : 2012)
Mediasi merupakan sistem penyelesaian secara damai yang selaras dengan jiwa Sila
Keempat dan Nilai Luhur dari Ke-Bhinneka-Tunggal-Ika-an yang tidak berorientasi
mencari-cari perbedaan, tidak berpretensi mencari siapa yang salah atau siapa yang
benar, melainkan berorientasi pada suatu kesamaan terakomodirnya kebutuhan
atau kepentingan para pihak berkonflik. (Putut Eko Bayuseno : 2012)

Undang Undang No. 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial
telah mengamanatkan untuk mengembangkan sistem penyelesaian
perselisihan secara damai. Dalam Pasal 8 Undang-undang tersebut
dinyatakan bahwa:
1.Penyelesaian perselisihan dalam masyarakat dilakukan secara
damai.
2.Penyelesaian secara damai sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengutamakan musyawarah untuk mufakat.
3.Hasil musyawarah mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
mengikat para pihak.
Penyelesaian perselisihan yang secara damai perlu dimaknai, bahwa
para pihak yang berselisih / bersengketa / berkonflik secara sukarela
melaksanakan hasil kesepakatan perdamaian tanpa merasa
dipaksakan.
Perdamaian yang demikian itu adalah lebih lestari dibandingkan
perdamaian yang dipaksakan oleh pihak ketiga yang lebih berperan
layaknya pemutus dan pengadil, untuk memutuskan dan mengadili
apa yang menurutnya berdasarkan hukum adil bagi para pihak
berselisih / bersengketa / berkonflik tersebut.

KESADARAN HUKUM MENINGKAT = AKSES PADA PENGADILAN ≠
AKSES PADA KEADILAN
FAKTA :
Gambar 1: Grafik tentang Data Penyelesaian Konflik Melalui Jalur Pengadilan

Sumber : Cetak Biru Pembaruan Peradilan 2010-2035 Jakarta Mahkamah Agung RI, 2010 Diterbitkan oleh:
Mahkamah Agung RI, dan Laporan Tahunan Mahkamah Agung RI - Tahun 2010-2011

Kesadaran Hukum Meningkat
Namun frekuensi dan eskalasi Konflik Sosial juga tetap tinggi (Putut Eko Bayuseno : 2012)
9

KONFLIK MENINGKAT
Sistem Nasional Pemantauan Kekerasan (SNPK) : Sistem informasi yang menyediakan data dan analisis
tentang konflik dan kekerasan yang terjadi di berbagai wilayah di Indonesia. Proyek SNPK dipimpin oleh
Kemenkokesra, dengan dukungan Bank Dunia dan The Habibie Center.

http://www.snpk-indonesia.com/DataTools/Index?lang=ina&randdo=38141a91-1af9-4f1b-96da-a0cf05354e2c&userid=429853

10

Sistem Nasional Pemantauan Kekerasan (SNPK)
Periode 2010 s.d 2012

http://www.snpk-indonesia.com/DataTools/Index?lang=ina&randdo=38141a91-1af9-4f1b-96da-a0cf05354e2c&userid=429853

11

MEDIASI DI LUAR PENGADILAN

Mediasi di luar pengadilan yang menarik adalah yang dilakukan di Kabupaten Karawang terhadap
beberapa perselisihan / sengketa / konflik. Mediasi ini dilakukan dengan Mediator seorang perwira
polisi, AKP Iman Imannuddin, SIK, SH, MH, yang pada saat itu menjabat sebagai Kasat Reskrim Polres
Karawang. Ia memang telah mengikuti dan tersertifikasi sebagai seorang Mediator yang bersertifikat
dari Pusat Mediasi Nasional (PMN). Dalam melaksanakan tugasnya, tidak semua perkara diselesaikan
dengan penyidikan hingga penuntutan. Sebagai seorang Mediator yang tersertifikasi, telah merubah
pendekatan caranya bekerja sebagai seorang Reserse dengan menjadikan penegakan hukum sebagai
pilihan terakhir (Ultimum Remedium).
Dari seluruh perkara yang diselesaikan melalui cara Mediasi tersebut, telah mencegah terjadinya konflik
komunal ataupun konflik sosial di Kabupaten Karawang, bahkan dapat terselesaikan sebelum dibuatnya
Laporan Polisi karena masalah telah terselesaikan serta mencapai kesepakatan dan berdamai.

===
Mediasi di luar pengadilan atas perkara dalam Laporan Polisi tentang Tindak Pidana ITE berupa
intersepsi (penyadapan) antara PT. Agc vs Bs. Dalam perkara yang terjadi di Kota Bogor tersebut para
pihak berdamai melalui proses Mediasi yang dipimpin oleh Mediator bersertifikat dari PMN. Hasil
Mediasi tersebut dilaporkan kepada penyidik, hingga akhirnya memperoleh Penghentian Penyidikan
(SP3) dari Polres Bogor Kota, dan para pihak dapat islah kembali.
Ada juga perkara perdata sengketa jual beli saham antara Tn CT dengan Tn HB dkk. Walaupun
perkaranya tengah diperiksa oleh Majelis Hakim Mahkamah Agung RI dalam tahapan Kasasi, tetapi
sebagian besar (90 %) diantara para pihak yang bersengketa telah sepakat untuk berdamai melalui
Mediasi di luar pengadilan yang dipimpin oleh Mediator bersertifikat dari PMN, sehingga realisasi jual
beli saham dapat dilakukan sebelum putusnya perkara Kasasi di Mahkamah Agung RI.
Mediasi seharusnya “Forget the Law”, “Forget the Past”, dan “Don’t Look Back in Anger”

KEMANFAATAN MUSYAWARAH/MEDIASI
Putut Eko Bayuseno. 2012. Optimalisasi Musyawarah Sebagai Sarana Pengelolaan Konflik Dapat Meningkatkan Keamanan Di
Daerah Dalam Rangka Memperkuat Ketahanan Nasional. Esai Lemhanas PPSA XVIII. Lemhanas. Jakarta.

Data penyelesaian perkara/konflik khusus perkara yang berhubungan dengan Direktorat Reskrim Umum
pada Wilayah Hukum Polda Jawa Barat (21 Polres, 1 Polrestabes, 1 Dit Reskrim Um) per Semester I tahun
2012 (Januari s/d Juni 2012), Jumlah total perkara/konflik 15.595 kasus.
Data di olah dari sumber Dit Reskrim Um Polda Jawa Barat.
Siap dilakukan penuntutan (P.21) = 4516
perkara (28,96%)

4.93%

8,83%

5.76%
2.87%

28,96%

Belum selesai proses penyidikannya =
7588 perkara/konflik (48,66%)

Penghentian penyidikan (SP 3) = 447
Konflik (2,87%)

48,66%

musyawarah untuk mufakat ataupun
mediasi di kantor polisi setelah ada
Laporan polisi = 898 konflik (Peran
Penyelidik & Penyidik) (5,76%)
musyawarah untuk mufakat ataupun
mediasi di kantor Polisi, sebelum
timbulnya Laporan Polisi = 769 Konflik
(Peran Bhabinkamtibmas & Personil
lainnya) (4,93%)

KEMANFAATAN MUSYAWARAH/MEDIASI
Putut Eko Bayuseno. 2012. Optimalisasi Musyawarah Sebagai Sarana Pengelolaan Konflik Dapat Meningkatkan Keamanan Di
Daerah Dalam Rangka Memperkuat Ketahanan Nasional. Esai Lemhanas PPSA XVIII. Lemhanas. Jakarta.

Perbandingan Biaya Penyelesaian Konflik
Antara Melalui Musyawarah/Mediasi dan Tidak Melalui Musyawarah/Mediasi
Data di olah dari sumber Dit Reskrim Um Polda Jawa Barat.
Rp70,000,000,000

Rp60,000,000,000

Rp62.515.389.000
Rp50,000,000,000

Rp40,000,000,000

Rp30,000,000,000
Series1
Rp20,000,000,000

Rp10,000,000,000

Rp9.132.000.000
Rp0
3044 perkara/konflik diselesaikan melalui mediasi
dikalikan biaya rata rata penyelesaian sebesar Rp.
3.000.000,-

Bila 3044 perkara/konflik tidak diselesaikan melalui
mediasi maka dikalikan Rata Rata biaya Berdasarkan
Skep Kapolri No. Kep/606/XI/2011 tgl 17 Nop 2011
indeks anggaran lidik sidik perkara, sebesar Rp.
20.537.250,-

SOP tentang Pelaksanaan Tugas
Bhabinkamtibmas Oktober 2011
Fungsi Bhabinkamtibmas
• 2 f memediasi dan memfasilitasi upaya
pemecahan masalah yang terjadi di masyarakat;
Peran Bhabinkamtibmas
• 3 c mediator dan fasilitator dalam penyelesaian
permasalahan-permasalahan sosial yang terjadi
di masyarakat Desa/ Kelurahan

HEMAT ? (ilustrasi)
INSTANSI, IF…

IF…, JUMLAH INSTANSI X BIAYA
PENANGANAN PERKARA

TOTAL

POLSEK
1 perkara / 1 bulan

4000 x @ Rp. 500.000
anggaran per perkara

Rp.

2.000.000.000

POLRES
1 perkara / 1 bulan

400 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

400.000.000

POLDA
1 perkara / 1 bulan

25 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

25.000.000

KEJAKSAAN
1 perkara / 1 bulan

300 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

300.000.000

PENGADILAN
1 perkara / 1 bulan

300 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

300.000.000

Penghematan Anggaran
Negara Perbulan

Rp. 3.025.000.000 +
Potential Lost (Social Cost)

Biaya Penyelesaian Sengketa
Indicator
WAKTU (days)
BIAYA (% of
KERUGIAN)

Indonesia
570
122.7

East Asia & Pacific
519
47.8

OECD
518
19.7

Doing Business 2012: Data for Indonesia (WB)
Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD - Organisation for Economic Co-operation and Development)

Hambatan Mediasi
Mediasi vs Paradigma Keadilan yang Legisme
•Pelanggaran adalah Wanprestasi, Onrechmatmatige Daad,
Wederrechttelick.
•Ada aturan yang dilanggar. Cara penyelesaian sesuai dengan aturan
hukum dan hukum acara.
•Keadilan: Adil jika perbuatan sesuai dengan hukum. Adil jika salah
telah dihukum sesuai dengan aturan yang berlaku
Mediasi : Keadilan adalah kepentingan para pihak terpenuhi,
keadaan masing-masing pihak terpulihkan, kepentingan yang lebih
besar tidak terganggu, hubungan menjadi lebih terbuka, tanpa
pembuktian formal, tanpa benar salah, keputusan dibuat dan
disepakati para pihak.
Mediasi : memulihkan hubungan yang rusak = Restorative Justice

Tidak ada yang salah dengan
Konsepsi Hukum yang Legisme tersebut.
Hanya saja masyarakat pada umumnya dan para pengemban profesi hukum
menjadi terorientasikan pada makna keadilan yang legisme pula.
Konsepsi hukum atas makna “pelanggaran” yang legisme, yang terfokus pada
makna keadilan yang legisme pula tersebut, berbeda dengan prespektif dari
keadilan yang memulihkan (Restorative Justice).
VS
Mediasi : Keadilan adalah kepentingan para pihak terpenuhi, keadaan
masing-masing pihak terpulihkan, kepentingan yang lebih besar tidak
terganggu, hubungan menjadi lebih terbuka, tanpa pembuktian formal,
tanpa benar salah, keputusan dibuat dan disepakati para pihak

Yurisprudensi atau Sekedar Preseden ?







Perkara 378 jo 372 KUHP- LP/43/IX/2007/DIR RESKRIM POLDA DIY – Pelapor Cabut
Penyidik & Penuntut tetap Lanjut  Sidang PN Yogyakarta
PUT PN Yogyakarta: No. 317/PID.B/2008 Pencabutan Pengaduan Dikabulkan &
Penuntutan Tidak dapat Diterima
PUT PT Yogyakarta:No. 01/PID/PLW/2009/PT.YK : Persidangan PN Yogyakarta
Batal Demi Hukum
PUT Kasasi MA RI: No. 1600 K/PID/2009 : Pencabutan Pengaduan Dikabulkan &
Penuntutan Tidak dapat Diterima

Mediasi  Damai  Cabut Laporan  Tdk Cukup Bukti ?
Mediasi  Damai  Bukan Peraka Pidana ?
Mediasi  Damai  Demi Hukum  Diskresi  Restorative Justice ? (vide Pasal 18
UU No. 2 Tahun 2002 jo Pasal 30 ayat 4 UUD 1945)  Ultimum Remedium

Konsepsi Humanis Restorative Justice
Prespektif Restorative Justice :
1.

Bahwa Pelanggaran adalah suatu perbuatan yang mungkin keliru
dilakukan oleh pihak
tertentu sehingga membuat hubungan
(relationship) diantara pihak tertentu tersebut dengan para pihak lainya
yang terkait menjadi rusak.

2.

Bahwa hubungan yang menjadi rusak tersebut, harus diperbaiki,
dipulihkan, disembuhkan dengan sebisa mungkin menempatkan hal
yang benar (to put things right as possible)

3.

Bahwa perlu dilakukan upaya yang mendorong seluruh pihak terkait
untuk mengerti/memahami akibat/konsekuensi dari suatu pelanggaran.
Selanjutnya berupaya memastikan bahwa seluruh pihak terkait berniat
dan merealisasikan tindakan sebanyak mungkin menempatkan hal yang
benar, dalam rangka merajut kembali atau memperbaiki hubungan yang
telah rusak.
23

Prespektif Legisme.
•Pelanggaran UU
•Siapa yang Salah atau Benar
•Pembuktian menjadi utama
•Menyalahkan perilaku di masa lalu
•Nememis “pembalasan” /hukuman
•Keadilan sesuai undang undang
•Ketidakpuasan






Prespektif Restorative Justice
Pelanggaran / Perusakan (Harms) Relationship
Merubah perilaku di masa yang akan datang
Mengobati, memulihkan, memperbaiki relationship
Semua pihak terkait bertanggungjawab
Kebersamaan mengidentifikasi dan memetakan kerugiankerugian, kebutuhan dan tindakan yang perlu dilakukan untuk
memulihkan relationship
24

Anggapan Keliru !
Restorative Justice seringkali dianggap semata sebagai suatu
bentuk pemaafan atau pengampunan!
Bahwa benar dengan pemaafan (ataupun pengampunan) maka
suatu hubungan yang rusak akan menjadi pulih, namun dalam
Restorative Justice tidak selalu harus ada unsur pemaafan.
Restorative Justice tidak hanya terfokus pada korban, akan
tetapi concern pula terhadap pihak pelanggar dan pihak lain
yang terdampak. Menjadi lebih utama adalah sebisa mungkin
menempatkan hal yang benar, agar kondisi/keadaan/suatu
relationship pada masa yang akan datang menjadi lebih baik.

Anggapan Keliru !
Restorative Justice dianggap berbeda arah dengan Criminal
Justice System dan Civil Justice System bahkan ada anggapan
keberadaannya menjadi tumpang tindih dengan Justice System
yang telah ada.
Bahwa Restorative Justice adalah konsepsi atas makna keadilan.
Dengan Restorative Justice kita berupaya mereorientasi kembali
bagaimana kita perlu memahami makna keadilan yang lebih
dalam.

Apakah suatu kondisi dimana seseorang yang terbukti melakukan perbuatan
melawan hukum (pelaku) dan telah dijatuhi sanksi dapat diartikan bahwa
keadilan telah ditegakkan? Dalam konsepsi CJS, kondisi demikian dapat
dikatakan telah memenuhi rasa keadilan. Hukuman yang setimpal adalah
suatu keadilan
Bagaimana dengan keberlangsungan kehidupan istrinya dan anak dari
pelaku?
Bagaimana dengan keluarga korban yang sering kali tidak dapat menerima
putusan dari Majelis Hakim yang dianggap tidak cukup memuaskan ?
Bagaimana dengan keberlangsungan kehidupan 1000 karyawan yang
perusahaan tempatnya bekerja, dinyatakan pailit oleh putusan pengadilan
atas adanya gugatan pailit pihak kreditur? Siapa yang harus bertanggung
jawab atas keberlangsungan kehidupan karyawan tersebut? Bukankah
pemerintah juga bertanggung jawab untuk menciptakan lapangan kerja?
CJS atau penegakan hukum adalah perlu, namun menjadi lebih baik bila
bersamaan dengan itu dilakukan pula upaya “to put things right as possible”,
sebagaimana prespektif dari Restorative Justice.

To put things right as possible
(memulihkan kembali kepada kondisi yang benar/tepat)
Prespektif Restorative Justice, Pelanggaran itu menggambarkan adanya
hubungan (relationship) yang rusak.
Adanya hubungan yang rusak potensial menjadi sebab dan berdampak pada
Pelanggaran. Sebaliknya Pelanggaran juga mengakibatkan hubungan menjadi
rusak.
“The Harm of one is the harm of all”.
Perbuatan “harms” seperti membahayakan; merugikan; merusak; menyakiti;
melukai; mengganggu; mencelakakan; menjahati, dll adalah tindakan keliru
yang perlu diperbaiki dan ditempatkan kembali menjadi benar.
Menjadi kewajiban bagi semua pihak terkait yang berkepentingan yaitu
pelaku, korban, komunitas (masyarakat sekitar, pemerintah daerah, para
pengemban profesi hukum dll) untuk sebisa mungkin menempatkan hal yang
benar.

Restorative Justice
Peduli :
PELAKU, KORBAN, KOMUNITAS
HARMS, NEEDS, OBLIGATIONS

sebisa mungkin menempatkan hal yang benar dan tepat
dalam rangka memulihkan

Restorative Justice tidak dimaksudkan menggatikan CJS.
Restorative Justice dan CJS seyogyanya dipandang dan
dipahami secara lebih utuh sebagai konsepsi atas makna
keadilan dalam rangka melaksanakan Pembangunan
Perdamaian (Peacebuilding)

Peta Pembangunan Perdamaian
Meningkatkan
Kapasitas
1. Kerma Pendidikan Perdamaian
2. Kerma Penelitian dan Evaluasi
3. Kerma Pembangunan dalam
segala bidang

Mengobarkan
Anti Kekerasan
1. Membangkitkan Kesadaran dan
Kepedulian Stake Holder NKRI
2. Meningkatkan Rasa/Sikap/Perilaku
Saling Ketergantungan
(membangun kebersamaan)

Meredam Kekerasan
1. Preventing Victimization; restraining
offenders; Create a space for cooling
down; Cease-Fire Agreements;
Peacekeeping; Humanitarian Assistance
2. Early Warning dan Response Program
3. Legal & Judicial Systems
Criminal Justice System (CJS)
(to maintain order, not revenge)

Transformasi Hubungan
1.
2.
3.
4.
5.

Governance & Policymaking
Trauma Healing & Recovery Programs
Ritual & Symbolic Transformation
Restorative Justice
Conflict Transformation :
- Dialogue;
- Negotiation;
- Mediation.

Adaptasi : The Cycle of Peacebuilding, Strategic Peacebuilding, Lisa Schirch oleh Rachman, Jusril, Poeloengan (2012)

Terima Kasih
Mediasi di luar pengadilan di Indonesia, seharusnya dapat berkembang dengan pesat dengan
masih berlakunya Pancasila sebagai Dasar Negara dan Faslafah Bangsa Indonesia.
Musyawarah untuk mufakat, Kekeluargaan dan Gotong Royong adalah diantara nilai-nilai Pancasila
yang universal akan bermetamorfosis hingga terwujud, tercermin dan selaras dengan semangat
dalam Mediasi itu sendiri.
Berkembangnya Restorative Justice yang dapat mereorientasikan kembali makna Keadilan, yang
ternyata sejalan dengan nilai-nilai universal dari Pancasila, seharusnya dapat menjadi stimulan
dalam mempercepat perkembangan Mediasi di Indonesia.
Masa depan, diperlukan upaya bersama seluruh stake holder, khususnya pembuat kebijakan
dengan mengingat “law as a social tool engineering”, untuk segera berperan aktif, menaruh
perhatian dan turut serta melakukan perancangan UU tentang Mediasi.
UU tentang Mediasi sekaligus guna menselaraskan dan mengharmonisasikan ketentutanketentuan Mediasi yang masih tersebar dalam peraturan perundang-undangan lainnya, sehingga
tercapai kesamaan makna, hakikat dan pengimplementasian Mediasi sebagai Revitalisasi dan
Aktualisasi Pancasila, yang pada akhirnya berperan penting dalam terciptanya Kondisi Damai dan
Sejehtera bagi Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

SEGITIGA MEDIASI,
SUMBER PUSAT MEDIASI
NASIONAL (PMN) 2012

Pusat Mediasi Nasional.
2012. Mediation Triangles
and Mediation Skills.
Pelatihan Mediasi 40 jam
Angkatan 42, 10-14
September 2012, Jakarta.
Segitiga Mediasi ini
diadaptasi dari Boule,
Laurance., & Hwee, The
Hwee. 2000. Mediation:
Principles Process
Practice (Singapore
Edition). Butterworths
Asia & Singapore
Mediation Centre. Hal 99114.

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.1/2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
Pasal 147

Penyelesaian sengketa di bidang perumahan terlebih dahulu diupayakan berdasarkan musyawarah
untuk mufakat.

Pasal 148
(1) Dalam hal penyelesaian sengketa melalui musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, pihak yang
dirugikan dapat menggugat melalui pengadilan yang berada di lingkungan pengadilan umum atau
di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa melalui alternatif
penyelesaian sengketa.
(2) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
melalui arbitrase, konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan/atau penilaian ahli sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. UU yang mana?
(3) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
menghilangkan tanggung jawab pidana.

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.32/2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Dalam penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan dapat digunakan jasa
mediator dan/atau arbiter untuk membantu menyelesaikan sengketa lingkungan hidup, (Pasal
85 ayat 3) Mediasi tidak wajib dan tidak ada penjelasan lebih detil ttg mediasi.



UU No.14/2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik
Komisi Informasi adalah lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan Undang-Undang ini dan
peraturan pelaksanaannya, menetapkan petunjuk teknis standar layanan informasi publik dan
menyelesaikan sengketa informasi publik melalui mediasi dan/atau ajudikasi nonlitigasi
(Pasal 1 ayat 4) Mediator dan Pemutus sengketa
Pasal 40 (1) Penyelesaian sengketa melalui Mediasi merupakan pilihan para pihak dan bersifat
sukarela. Namun, Pasal 42, Penyelesaian Sengketa Informasi Publik melalui Ajudikasi
nonlitigasi oleh Komisi Informasi hanya dapat ditempuh apabila upaya Mediasi dinyatakan
tidak berhasil secara tertulis oleh salah satu atau para pihak yang bersengketa, atau salah satu
atau para pihak yang bersengketa menarik diri dari perundingan. Wajibkah atau pilihankah

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.39/1999 Tentang Hak Asasi Manusia
Komisi Nasional Hak Asasi yang selanjutnya disebut Komnas HAM adalah lembaga mandiri yang
berkedudukan setingkat dalam negara lainya yang berfungsi melaksanakan pengkajian,
penelitian, penyaluran, pemantauan, dan mediasi hak asasi manusia, Pasal 1 ayat 7 jo. Pasal
76. Definisi mediasi tidak dijelaskan
Pasal 89 ayat 4, Untuk melaksanakan fungsi Komnas HAM dalam mediasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 76, Komnas HAM bertugas dan berwenang melakukan: a. perdamaian
kedua belah pihak; b. penyelesaian perkara melaui cara konsultasi, negosiasi, mediasi,
konsiliasi, dan penilaian ahli; c. pemberian saran kepada para pihak untuk menyelesaikan
sengketa melalui pengadilan; d. penyampaian rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak
asasi manusia kepada Pemerintah untuk ditindaklanjuti penyelesaiannya; dan e. penyampaian
rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak asasi manusia kepada Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia untuk ditindaklanjuti. Fungsi Mediasi, namun di dalamnya termasuk
konsultasi, negosiasi, dll. Menyarankan para pihak untuk menyelesaikan sengketa melalui
pengadilan adalah TABU bagi mediator.

UU No. 30 Tahun 1999 Tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
 Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar
peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat
secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. (Pasal 1 ayat 1 UU
30/1999)
 Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa
atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni
penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi,
mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. (Pasal 1 ayat 10 UU 30/1999)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009
TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN

Upaya penyelesaian sengketa perdata dapat dilakukan di luar pengadilan
negara melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa. (Pasal 58
UU No.48/2009)


Arbitrase merupakan cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar
pengadilan yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara
tertulis oleh para pihak yang bersengketa. (Pasal 59 ayat 1 UU No.48/2009)



Alternatif Penyelesaian Sengketa merupakan lembaga penyelesaian
sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak,
yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi,
mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. (Pasal 60 ayat 1 UU No.48/2009)
©PMN 2013

37

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen jo
KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN
REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 350/MPP/Kep/12/2001 TENTANG
PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG BADAN PENYELESAIAN
SENGKETA KONSUMEN
Persidangan Dengan Cara Mediasi

Pasal 30
Majelis dalam menyelesaikan sengketa konsumen dengan cara Mediasi, mempunyai tugas :
a. memanggil konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
b. memanggil saksi dan saksi ahli bila diperlukan;
c. menyediakan forum bagi konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
d. secara aktif mendamaikan konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
e. secara aktif memberikan saran atau anjuran penyelesaian sengketa konsumen sesuai dengan
peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan konsumen.
Pasal 31
Tata cara penyelesaian sengketa konsumen dengan cara Mediasi adalah :
a. Majelis menyerahkan sepenuhnya proses penyelesaian sengketa kepada konsumen dan pelaku usaha
yang bersangkutan, baik mengenai bentuk maupun jumlah ganti rugi;
b. Majelis bertindak aktif sebagai Mediator dengan memberikan nasehat, petunjuk, saran dan upayaupaya lain dalam menyelesaikan sengketa;
c. Majelis menerima hasil musyawarah konsumen dan pelaku usaha dan mengeluarkan ketentuan.


Slide 17

PERKEMBANGAN MEDIASI
DI LUAR PENGADILAN
DI INDONESIA
Andrea Hynan Poeloengan, SH (Unibraw), M.Hum (Unpar), MTCP (Uni of Wollongong)
Workshop Internasional
Perkembangan Mediasi di Indonesia, Jepang dan Australia
Masa Kini Menuju Masa Depan
Rabu, 21 Agustus 2013
Pengadilan Negeri Kelas 1B Cibinong
Kabupaten Bogor

Perma No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan
Pasal 2
Ruang lingkup dan Kekuatan Berlaku Perma
1. Peraturan Mahkamah Agung ini hanya berlaku untuk mediasi yang terkait dengan
proses berperkara di Pengadilan.
2. Setiap hakim, mediator dan para pihak wajib mengikuti prosedur penyelesaian
sengketa melalui mediasi yang diatur dalam Peraturan ini.
3. Tidak menempuh prosedur mediasi berdasarkan Peraturan ini merupakan
pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 130 HIR dan atau Pasal 154 Rbg yang
mengakibatkan putusan batal demi hukum.
4. Hakim dalam pertimbangan putusan perkara wajib menyebutkan bahwa perkara
yang bersangkutan telah diupayakan perdamaian melalui mediasi dengan
menyebutkan nama mediator untuk perkara yang bersangkutan.
Pasal 23
Mediator yang telah tersertifikasi dimungkinkan untuk melakukan Mediasi di luar
pengadilan dengan hasil kesepakatannya dapat diajukan ke pengadilan untuk
memperoleh akta perdamaian dengan cara mengajukan gugatan

KEUTAMAAN PANCASILA
Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011
Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
telah menegaskan bahwa :
PANCASILA adalah
SUMBER DARI SEGALA SUMBER HUKUM
TAP MPR NO.: II/MPR/1978 yang digantikan dengan
TAP MPR NO.: XVIII/MPR/1998
telah menegaskan bahwa
PANCASILA adalah DASAR NEGARA
PANCASILA MENGANDUNG NILAI NILAI LESTARI DAN
UNIVERSAL YANG WAJIB DIUTAMAKAN/DIDAHULUKAN
DALAM RANGKA MEMBANGUN SELURUH SENDI
KEHIDUPAN BERMASYARAKAT, BERBANGSA &
BERNEGARA.

KEUTAMAAN BERMUSYAWARAH

PANCASILA adalah
SUMBER DARI SEGALA SUMBER HUKUM
PANCASILA MENGANDUNG NILAI NILAI LESTARI DAN
UNIVERSAL YANG HARUS DIUTAMAKAN/DIDAHULUKAN
UNTUK MENYELESAIKAN DAN MENGAKHIRI KONFLIK.
NILAI NILAI TERSEBUT TERKANDUNG DALAM SILA
KEEMPAT PANCASILA YANG MENGEDEPANKAN :
KEUTAMAAN MUSYAWARAH UNTUK MUFAKAT
BERDASARKAN ASAS KEKELUARGAAN

Nilai-Nilai Universal Pancasila
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat.
Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.
Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk
kepentingan bersama.
Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat
kekeluargaan.
Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan
melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai hati nurani yang
luhur.
Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggung-jawabkan secara
moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan
martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan

Musyawarah untuk mufakat adalah memang cara penyelesaian perselisihan yang paling
sesuai dengan Pancasila.
NAMUN bagaimana bermusyawarah untuk mufakat, yang lebih berdaya guna dan
berhasil guna, sehingga peluang tercapainya kesepakatan bagi para pihak menjadi lebih
besar ?
Teknik dan metode bermusyawarah untuk mufakat, yang lebih berdaya guna dan berhasil
guna, sehingga peluang tercapainya kesepakatan bagi para pihak menjadi lebih besar,
itulah yang dikenal dengan :
“MEDIASI”

Melalui pengembangan dan pemuktahiran teknik-teknik, metode tahapannya yang sangat
sistematis, dan bantuan dari orang yang berkeahlian, terlatih, terdidik untuk menjadi
seorang Mediator, yang bertugas bukan untuk memutus, melainkan diantaranya untuk
mendorong, membantu pihak berselisih/bersengketa/berkonflik menemukan peluangpeluang yang menurut para pihak adalah terbaik bagi kepentingan bersama para pihak.
Mediasi menjadikan musyawarah mufakat lebih efektif dan efisien, juga dapat
mentransformasi hubungan antara para pihak menjadi lebih terbuka.
MEDIASI BAGI BANGSA INDONESIA, SEYOGIANYA MENJADI UPAYA UTAMA YANG
HARUS DIDAHULUKAN DALAM PENYELESAIAN
PERSELISIHAN/SENGKETA/KONFLIK SEBAGAI AKTUALISASI NILAI-NILAI
UNIVERSAL PANCASILA
Maka, Perma No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan, merupakan bagian dari
aktualisasi nilai-nilai universal Pancasila tersebut

Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 tahun 2008 (PerMa 1/2008)
mendefinisikan Mediasi sebagai cara penyelesaian sengketa melalui proses
perundingan untuk memperoleh kesepakatan dengan dibantu oleh Mediator

Mediasi adalah suatu proses negosiasi dipandu dibantu oleh orang yang terpercaya.
Mediator membantu pihak berkonflik untuk berbagi perspektif dan pengalaman
mereka, mengidentifikasi kebutuhan yang mendasar, bertukar pikiran tentang
pilihan kreatif untuk mengatasi kebutuhan, dan kemudian membuat kesepakatan
akhir. (Lisa Schirch : 2004)
Mediasi sebagai intervensi terhadap suatu sengketa atau negosiasi yang dilakukan
oleh pihak ketiga yang dapat diterima, tidak berpihak/netral, yang tidak mempunyai
kewenangan untuk mengambil keputusan dalam membantu para pihak berselisih
dalam upaya mencari kesepakatan sukarela dalam menyelesaikan permasalahan
yang disengketakan (Christopher Moore: 2003)
Mediasi adalah sarana agar membiasakan Bangsa Indonesia berkonflik dengan cara
yang baik dan benar, untuk mencegah meluasnya, bahkan meningkatnya ekskalasi
konflik dalam rangka mewujudkan Perdamaian, Kesejahteraan, dan Menjaga
Keutuhan NKRI. (Rachman, Jusril, Poeloengan : 2012)
Mediasi merupakan sistem penyelesaian secara damai yang selaras dengan jiwa Sila
Keempat dan Nilai Luhur dari Ke-Bhinneka-Tunggal-Ika-an yang tidak berorientasi
mencari-cari perbedaan, tidak berpretensi mencari siapa yang salah atau siapa yang
benar, melainkan berorientasi pada suatu kesamaan terakomodirnya kebutuhan
atau kepentingan para pihak berkonflik. (Putut Eko Bayuseno : 2012)

Undang Undang No. 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial
telah mengamanatkan untuk mengembangkan sistem penyelesaian
perselisihan secara damai. Dalam Pasal 8 Undang-undang tersebut
dinyatakan bahwa:
1.Penyelesaian perselisihan dalam masyarakat dilakukan secara
damai.
2.Penyelesaian secara damai sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengutamakan musyawarah untuk mufakat.
3.Hasil musyawarah mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
mengikat para pihak.
Penyelesaian perselisihan yang secara damai perlu dimaknai, bahwa
para pihak yang berselisih / bersengketa / berkonflik secara sukarela
melaksanakan hasil kesepakatan perdamaian tanpa merasa
dipaksakan.
Perdamaian yang demikian itu adalah lebih lestari dibandingkan
perdamaian yang dipaksakan oleh pihak ketiga yang lebih berperan
layaknya pemutus dan pengadil, untuk memutuskan dan mengadili
apa yang menurutnya berdasarkan hukum adil bagi para pihak
berselisih / bersengketa / berkonflik tersebut.

KESADARAN HUKUM MENINGKAT = AKSES PADA PENGADILAN ≠
AKSES PADA KEADILAN
FAKTA :
Gambar 1: Grafik tentang Data Penyelesaian Konflik Melalui Jalur Pengadilan

Sumber : Cetak Biru Pembaruan Peradilan 2010-2035 Jakarta Mahkamah Agung RI, 2010 Diterbitkan oleh:
Mahkamah Agung RI, dan Laporan Tahunan Mahkamah Agung RI - Tahun 2010-2011

Kesadaran Hukum Meningkat
Namun frekuensi dan eskalasi Konflik Sosial juga tetap tinggi (Putut Eko Bayuseno : 2012)
9

KONFLIK MENINGKAT
Sistem Nasional Pemantauan Kekerasan (SNPK) : Sistem informasi yang menyediakan data dan analisis
tentang konflik dan kekerasan yang terjadi di berbagai wilayah di Indonesia. Proyek SNPK dipimpin oleh
Kemenkokesra, dengan dukungan Bank Dunia dan The Habibie Center.

http://www.snpk-indonesia.com/DataTools/Index?lang=ina&randdo=38141a91-1af9-4f1b-96da-a0cf05354e2c&userid=429853

10

Sistem Nasional Pemantauan Kekerasan (SNPK)
Periode 2010 s.d 2012

http://www.snpk-indonesia.com/DataTools/Index?lang=ina&randdo=38141a91-1af9-4f1b-96da-a0cf05354e2c&userid=429853

11

MEDIASI DI LUAR PENGADILAN

Mediasi di luar pengadilan yang menarik adalah yang dilakukan di Kabupaten Karawang terhadap
beberapa perselisihan / sengketa / konflik. Mediasi ini dilakukan dengan Mediator seorang perwira
polisi, AKP Iman Imannuddin, SIK, SH, MH, yang pada saat itu menjabat sebagai Kasat Reskrim Polres
Karawang. Ia memang telah mengikuti dan tersertifikasi sebagai seorang Mediator yang bersertifikat
dari Pusat Mediasi Nasional (PMN). Dalam melaksanakan tugasnya, tidak semua perkara diselesaikan
dengan penyidikan hingga penuntutan. Sebagai seorang Mediator yang tersertifikasi, telah merubah
pendekatan caranya bekerja sebagai seorang Reserse dengan menjadikan penegakan hukum sebagai
pilihan terakhir (Ultimum Remedium).
Dari seluruh perkara yang diselesaikan melalui cara Mediasi tersebut, telah mencegah terjadinya konflik
komunal ataupun konflik sosial di Kabupaten Karawang, bahkan dapat terselesaikan sebelum dibuatnya
Laporan Polisi karena masalah telah terselesaikan serta mencapai kesepakatan dan berdamai.

===
Mediasi di luar pengadilan atas perkara dalam Laporan Polisi tentang Tindak Pidana ITE berupa
intersepsi (penyadapan) antara PT. Agc vs Bs. Dalam perkara yang terjadi di Kota Bogor tersebut para
pihak berdamai melalui proses Mediasi yang dipimpin oleh Mediator bersertifikat dari PMN. Hasil
Mediasi tersebut dilaporkan kepada penyidik, hingga akhirnya memperoleh Penghentian Penyidikan
(SP3) dari Polres Bogor Kota, dan para pihak dapat islah kembali.
Ada juga perkara perdata sengketa jual beli saham antara Tn CT dengan Tn HB dkk. Walaupun
perkaranya tengah diperiksa oleh Majelis Hakim Mahkamah Agung RI dalam tahapan Kasasi, tetapi
sebagian besar (90 %) diantara para pihak yang bersengketa telah sepakat untuk berdamai melalui
Mediasi di luar pengadilan yang dipimpin oleh Mediator bersertifikat dari PMN, sehingga realisasi jual
beli saham dapat dilakukan sebelum putusnya perkara Kasasi di Mahkamah Agung RI.
Mediasi seharusnya “Forget the Law”, “Forget the Past”, dan “Don’t Look Back in Anger”

KEMANFAATAN MUSYAWARAH/MEDIASI
Putut Eko Bayuseno. 2012. Optimalisasi Musyawarah Sebagai Sarana Pengelolaan Konflik Dapat Meningkatkan Keamanan Di
Daerah Dalam Rangka Memperkuat Ketahanan Nasional. Esai Lemhanas PPSA XVIII. Lemhanas. Jakarta.

Data penyelesaian perkara/konflik khusus perkara yang berhubungan dengan Direktorat Reskrim Umum
pada Wilayah Hukum Polda Jawa Barat (21 Polres, 1 Polrestabes, 1 Dit Reskrim Um) per Semester I tahun
2012 (Januari s/d Juni 2012), Jumlah total perkara/konflik 15.595 kasus.
Data di olah dari sumber Dit Reskrim Um Polda Jawa Barat.
Siap dilakukan penuntutan (P.21) = 4516
perkara (28,96%)

4.93%

8,83%

5.76%
2.87%

28,96%

Belum selesai proses penyidikannya =
7588 perkara/konflik (48,66%)

Penghentian penyidikan (SP 3) = 447
Konflik (2,87%)

48,66%

musyawarah untuk mufakat ataupun
mediasi di kantor polisi setelah ada
Laporan polisi = 898 konflik (Peran
Penyelidik & Penyidik) (5,76%)
musyawarah untuk mufakat ataupun
mediasi di kantor Polisi, sebelum
timbulnya Laporan Polisi = 769 Konflik
(Peran Bhabinkamtibmas & Personil
lainnya) (4,93%)

KEMANFAATAN MUSYAWARAH/MEDIASI
Putut Eko Bayuseno. 2012. Optimalisasi Musyawarah Sebagai Sarana Pengelolaan Konflik Dapat Meningkatkan Keamanan Di
Daerah Dalam Rangka Memperkuat Ketahanan Nasional. Esai Lemhanas PPSA XVIII. Lemhanas. Jakarta.

Perbandingan Biaya Penyelesaian Konflik
Antara Melalui Musyawarah/Mediasi dan Tidak Melalui Musyawarah/Mediasi
Data di olah dari sumber Dit Reskrim Um Polda Jawa Barat.
Rp70,000,000,000

Rp60,000,000,000

Rp62.515.389.000
Rp50,000,000,000

Rp40,000,000,000

Rp30,000,000,000
Series1
Rp20,000,000,000

Rp10,000,000,000

Rp9.132.000.000
Rp0
3044 perkara/konflik diselesaikan melalui mediasi
dikalikan biaya rata rata penyelesaian sebesar Rp.
3.000.000,-

Bila 3044 perkara/konflik tidak diselesaikan melalui
mediasi maka dikalikan Rata Rata biaya Berdasarkan
Skep Kapolri No. Kep/606/XI/2011 tgl 17 Nop 2011
indeks anggaran lidik sidik perkara, sebesar Rp.
20.537.250,-

SOP tentang Pelaksanaan Tugas
Bhabinkamtibmas Oktober 2011
Fungsi Bhabinkamtibmas
• 2 f memediasi dan memfasilitasi upaya
pemecahan masalah yang terjadi di masyarakat;
Peran Bhabinkamtibmas
• 3 c mediator dan fasilitator dalam penyelesaian
permasalahan-permasalahan sosial yang terjadi
di masyarakat Desa/ Kelurahan

HEMAT ? (ilustrasi)
INSTANSI, IF…

IF…, JUMLAH INSTANSI X BIAYA
PENANGANAN PERKARA

TOTAL

POLSEK
1 perkara / 1 bulan

4000 x @ Rp. 500.000
anggaran per perkara

Rp.

2.000.000.000

POLRES
1 perkara / 1 bulan

400 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

400.000.000

POLDA
1 perkara / 1 bulan

25 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

25.000.000

KEJAKSAAN
1 perkara / 1 bulan

300 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

300.000.000

PENGADILAN
1 perkara / 1 bulan

300 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

300.000.000

Penghematan Anggaran
Negara Perbulan

Rp. 3.025.000.000 +
Potential Lost (Social Cost)

Biaya Penyelesaian Sengketa
Indicator
WAKTU (days)
BIAYA (% of
KERUGIAN)

Indonesia
570
122.7

East Asia & Pacific
519
47.8

OECD
518
19.7

Doing Business 2012: Data for Indonesia (WB)
Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD - Organisation for Economic Co-operation and Development)

Hambatan Mediasi
Mediasi vs Paradigma Keadilan yang Legisme
•Pelanggaran adalah Wanprestasi, Onrechmatmatige Daad,
Wederrechttelick.
•Ada aturan yang dilanggar. Cara penyelesaian sesuai dengan aturan
hukum dan hukum acara.
•Keadilan: Adil jika perbuatan sesuai dengan hukum. Adil jika salah
telah dihukum sesuai dengan aturan yang berlaku
Mediasi : Keadilan adalah kepentingan para pihak terpenuhi,
keadaan masing-masing pihak terpulihkan, kepentingan yang lebih
besar tidak terganggu, hubungan menjadi lebih terbuka, tanpa
pembuktian formal, tanpa benar salah, keputusan dibuat dan
disepakati para pihak.
Mediasi : memulihkan hubungan yang rusak = Restorative Justice

Tidak ada yang salah dengan
Konsepsi Hukum yang Legisme tersebut.
Hanya saja masyarakat pada umumnya dan para pengemban profesi hukum
menjadi terorientasikan pada makna keadilan yang legisme pula.
Konsepsi hukum atas makna “pelanggaran” yang legisme, yang terfokus pada
makna keadilan yang legisme pula tersebut, berbeda dengan prespektif dari
keadilan yang memulihkan (Restorative Justice).
VS
Mediasi : Keadilan adalah kepentingan para pihak terpenuhi, keadaan
masing-masing pihak terpulihkan, kepentingan yang lebih besar tidak
terganggu, hubungan menjadi lebih terbuka, tanpa pembuktian formal,
tanpa benar salah, keputusan dibuat dan disepakati para pihak

Yurisprudensi atau Sekedar Preseden ?







Perkara 378 jo 372 KUHP- LP/43/IX/2007/DIR RESKRIM POLDA DIY – Pelapor Cabut
Penyidik & Penuntut tetap Lanjut  Sidang PN Yogyakarta
PUT PN Yogyakarta: No. 317/PID.B/2008 Pencabutan Pengaduan Dikabulkan &
Penuntutan Tidak dapat Diterima
PUT PT Yogyakarta:No. 01/PID/PLW/2009/PT.YK : Persidangan PN Yogyakarta
Batal Demi Hukum
PUT Kasasi MA RI: No. 1600 K/PID/2009 : Pencabutan Pengaduan Dikabulkan &
Penuntutan Tidak dapat Diterima

Mediasi  Damai  Cabut Laporan  Tdk Cukup Bukti ?
Mediasi  Damai  Bukan Peraka Pidana ?
Mediasi  Damai  Demi Hukum  Diskresi  Restorative Justice ? (vide Pasal 18
UU No. 2 Tahun 2002 jo Pasal 30 ayat 4 UUD 1945)  Ultimum Remedium

Konsepsi Humanis Restorative Justice
Prespektif Restorative Justice :
1.

Bahwa Pelanggaran adalah suatu perbuatan yang mungkin keliru
dilakukan oleh pihak
tertentu sehingga membuat hubungan
(relationship) diantara pihak tertentu tersebut dengan para pihak lainya
yang terkait menjadi rusak.

2.

Bahwa hubungan yang menjadi rusak tersebut, harus diperbaiki,
dipulihkan, disembuhkan dengan sebisa mungkin menempatkan hal
yang benar (to put things right as possible)

3.

Bahwa perlu dilakukan upaya yang mendorong seluruh pihak terkait
untuk mengerti/memahami akibat/konsekuensi dari suatu pelanggaran.
Selanjutnya berupaya memastikan bahwa seluruh pihak terkait berniat
dan merealisasikan tindakan sebanyak mungkin menempatkan hal yang
benar, dalam rangka merajut kembali atau memperbaiki hubungan yang
telah rusak.
23

Prespektif Legisme.
•Pelanggaran UU
•Siapa yang Salah atau Benar
•Pembuktian menjadi utama
•Menyalahkan perilaku di masa lalu
•Nememis “pembalasan” /hukuman
•Keadilan sesuai undang undang
•Ketidakpuasan






Prespektif Restorative Justice
Pelanggaran / Perusakan (Harms) Relationship
Merubah perilaku di masa yang akan datang
Mengobati, memulihkan, memperbaiki relationship
Semua pihak terkait bertanggungjawab
Kebersamaan mengidentifikasi dan memetakan kerugiankerugian, kebutuhan dan tindakan yang perlu dilakukan untuk
memulihkan relationship
24

Anggapan Keliru !
Restorative Justice seringkali dianggap semata sebagai suatu
bentuk pemaafan atau pengampunan!
Bahwa benar dengan pemaafan (ataupun pengampunan) maka
suatu hubungan yang rusak akan menjadi pulih, namun dalam
Restorative Justice tidak selalu harus ada unsur pemaafan.
Restorative Justice tidak hanya terfokus pada korban, akan
tetapi concern pula terhadap pihak pelanggar dan pihak lain
yang terdampak. Menjadi lebih utama adalah sebisa mungkin
menempatkan hal yang benar, agar kondisi/keadaan/suatu
relationship pada masa yang akan datang menjadi lebih baik.

Anggapan Keliru !
Restorative Justice dianggap berbeda arah dengan Criminal
Justice System dan Civil Justice System bahkan ada anggapan
keberadaannya menjadi tumpang tindih dengan Justice System
yang telah ada.
Bahwa Restorative Justice adalah konsepsi atas makna keadilan.
Dengan Restorative Justice kita berupaya mereorientasi kembali
bagaimana kita perlu memahami makna keadilan yang lebih
dalam.

Apakah suatu kondisi dimana seseorang yang terbukti melakukan perbuatan
melawan hukum (pelaku) dan telah dijatuhi sanksi dapat diartikan bahwa
keadilan telah ditegakkan? Dalam konsepsi CJS, kondisi demikian dapat
dikatakan telah memenuhi rasa keadilan. Hukuman yang setimpal adalah
suatu keadilan
Bagaimana dengan keberlangsungan kehidupan istrinya dan anak dari
pelaku?
Bagaimana dengan keluarga korban yang sering kali tidak dapat menerima
putusan dari Majelis Hakim yang dianggap tidak cukup memuaskan ?
Bagaimana dengan keberlangsungan kehidupan 1000 karyawan yang
perusahaan tempatnya bekerja, dinyatakan pailit oleh putusan pengadilan
atas adanya gugatan pailit pihak kreditur? Siapa yang harus bertanggung
jawab atas keberlangsungan kehidupan karyawan tersebut? Bukankah
pemerintah juga bertanggung jawab untuk menciptakan lapangan kerja?
CJS atau penegakan hukum adalah perlu, namun menjadi lebih baik bila
bersamaan dengan itu dilakukan pula upaya “to put things right as possible”,
sebagaimana prespektif dari Restorative Justice.

To put things right as possible
(memulihkan kembali kepada kondisi yang benar/tepat)
Prespektif Restorative Justice, Pelanggaran itu menggambarkan adanya
hubungan (relationship) yang rusak.
Adanya hubungan yang rusak potensial menjadi sebab dan berdampak pada
Pelanggaran. Sebaliknya Pelanggaran juga mengakibatkan hubungan menjadi
rusak.
“The Harm of one is the harm of all”.
Perbuatan “harms” seperti membahayakan; merugikan; merusak; menyakiti;
melukai; mengganggu; mencelakakan; menjahati, dll adalah tindakan keliru
yang perlu diperbaiki dan ditempatkan kembali menjadi benar.
Menjadi kewajiban bagi semua pihak terkait yang berkepentingan yaitu
pelaku, korban, komunitas (masyarakat sekitar, pemerintah daerah, para
pengemban profesi hukum dll) untuk sebisa mungkin menempatkan hal yang
benar.

Restorative Justice
Peduli :
PELAKU, KORBAN, KOMUNITAS
HARMS, NEEDS, OBLIGATIONS

sebisa mungkin menempatkan hal yang benar dan tepat
dalam rangka memulihkan

Restorative Justice tidak dimaksudkan menggatikan CJS.
Restorative Justice dan CJS seyogyanya dipandang dan
dipahami secara lebih utuh sebagai konsepsi atas makna
keadilan dalam rangka melaksanakan Pembangunan
Perdamaian (Peacebuilding)

Peta Pembangunan Perdamaian
Meningkatkan
Kapasitas
1. Kerma Pendidikan Perdamaian
2. Kerma Penelitian dan Evaluasi
3. Kerma Pembangunan dalam
segala bidang

Mengobarkan
Anti Kekerasan
1. Membangkitkan Kesadaran dan
Kepedulian Stake Holder NKRI
2. Meningkatkan Rasa/Sikap/Perilaku
Saling Ketergantungan
(membangun kebersamaan)

Meredam Kekerasan
1. Preventing Victimization; restraining
offenders; Create a space for cooling
down; Cease-Fire Agreements;
Peacekeeping; Humanitarian Assistance
2. Early Warning dan Response Program
3. Legal & Judicial Systems
Criminal Justice System (CJS)
(to maintain order, not revenge)

Transformasi Hubungan
1.
2.
3.
4.
5.

Governance & Policymaking
Trauma Healing & Recovery Programs
Ritual & Symbolic Transformation
Restorative Justice
Conflict Transformation :
- Dialogue;
- Negotiation;
- Mediation.

Adaptasi : The Cycle of Peacebuilding, Strategic Peacebuilding, Lisa Schirch oleh Rachman, Jusril, Poeloengan (2012)

Terima Kasih
Mediasi di luar pengadilan di Indonesia, seharusnya dapat berkembang dengan pesat dengan
masih berlakunya Pancasila sebagai Dasar Negara dan Faslafah Bangsa Indonesia.
Musyawarah untuk mufakat, Kekeluargaan dan Gotong Royong adalah diantara nilai-nilai Pancasila
yang universal akan bermetamorfosis hingga terwujud, tercermin dan selaras dengan semangat
dalam Mediasi itu sendiri.
Berkembangnya Restorative Justice yang dapat mereorientasikan kembali makna Keadilan, yang
ternyata sejalan dengan nilai-nilai universal dari Pancasila, seharusnya dapat menjadi stimulan
dalam mempercepat perkembangan Mediasi di Indonesia.
Masa depan, diperlukan upaya bersama seluruh stake holder, khususnya pembuat kebijakan
dengan mengingat “law as a social tool engineering”, untuk segera berperan aktif, menaruh
perhatian dan turut serta melakukan perancangan UU tentang Mediasi.
UU tentang Mediasi sekaligus guna menselaraskan dan mengharmonisasikan ketentutanketentuan Mediasi yang masih tersebar dalam peraturan perundang-undangan lainnya, sehingga
tercapai kesamaan makna, hakikat dan pengimplementasian Mediasi sebagai Revitalisasi dan
Aktualisasi Pancasila, yang pada akhirnya berperan penting dalam terciptanya Kondisi Damai dan
Sejehtera bagi Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

SEGITIGA MEDIASI,
SUMBER PUSAT MEDIASI
NASIONAL (PMN) 2012

Pusat Mediasi Nasional.
2012. Mediation Triangles
and Mediation Skills.
Pelatihan Mediasi 40 jam
Angkatan 42, 10-14
September 2012, Jakarta.
Segitiga Mediasi ini
diadaptasi dari Boule,
Laurance., & Hwee, The
Hwee. 2000. Mediation:
Principles Process
Practice (Singapore
Edition). Butterworths
Asia & Singapore
Mediation Centre. Hal 99114.

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.1/2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
Pasal 147

Penyelesaian sengketa di bidang perumahan terlebih dahulu diupayakan berdasarkan musyawarah
untuk mufakat.

Pasal 148
(1) Dalam hal penyelesaian sengketa melalui musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, pihak yang
dirugikan dapat menggugat melalui pengadilan yang berada di lingkungan pengadilan umum atau
di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa melalui alternatif
penyelesaian sengketa.
(2) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
melalui arbitrase, konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan/atau penilaian ahli sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. UU yang mana?
(3) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
menghilangkan tanggung jawab pidana.

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.32/2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Dalam penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan dapat digunakan jasa
mediator dan/atau arbiter untuk membantu menyelesaikan sengketa lingkungan hidup, (Pasal
85 ayat 3) Mediasi tidak wajib dan tidak ada penjelasan lebih detil ttg mediasi.



UU No.14/2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik
Komisi Informasi adalah lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan Undang-Undang ini dan
peraturan pelaksanaannya, menetapkan petunjuk teknis standar layanan informasi publik dan
menyelesaikan sengketa informasi publik melalui mediasi dan/atau ajudikasi nonlitigasi
(Pasal 1 ayat 4) Mediator dan Pemutus sengketa
Pasal 40 (1) Penyelesaian sengketa melalui Mediasi merupakan pilihan para pihak dan bersifat
sukarela. Namun, Pasal 42, Penyelesaian Sengketa Informasi Publik melalui Ajudikasi
nonlitigasi oleh Komisi Informasi hanya dapat ditempuh apabila upaya Mediasi dinyatakan
tidak berhasil secara tertulis oleh salah satu atau para pihak yang bersengketa, atau salah satu
atau para pihak yang bersengketa menarik diri dari perundingan. Wajibkah atau pilihankah

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.39/1999 Tentang Hak Asasi Manusia
Komisi Nasional Hak Asasi yang selanjutnya disebut Komnas HAM adalah lembaga mandiri yang
berkedudukan setingkat dalam negara lainya yang berfungsi melaksanakan pengkajian,
penelitian, penyaluran, pemantauan, dan mediasi hak asasi manusia, Pasal 1 ayat 7 jo. Pasal
76. Definisi mediasi tidak dijelaskan
Pasal 89 ayat 4, Untuk melaksanakan fungsi Komnas HAM dalam mediasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 76, Komnas HAM bertugas dan berwenang melakukan: a. perdamaian
kedua belah pihak; b. penyelesaian perkara melaui cara konsultasi, negosiasi, mediasi,
konsiliasi, dan penilaian ahli; c. pemberian saran kepada para pihak untuk menyelesaikan
sengketa melalui pengadilan; d. penyampaian rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak
asasi manusia kepada Pemerintah untuk ditindaklanjuti penyelesaiannya; dan e. penyampaian
rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak asasi manusia kepada Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia untuk ditindaklanjuti. Fungsi Mediasi, namun di dalamnya termasuk
konsultasi, negosiasi, dll. Menyarankan para pihak untuk menyelesaikan sengketa melalui
pengadilan adalah TABU bagi mediator.

UU No. 30 Tahun 1999 Tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
 Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar
peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat
secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. (Pasal 1 ayat 1 UU
30/1999)
 Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa
atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni
penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi,
mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. (Pasal 1 ayat 10 UU 30/1999)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009
TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN

Upaya penyelesaian sengketa perdata dapat dilakukan di luar pengadilan
negara melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa. (Pasal 58
UU No.48/2009)


Arbitrase merupakan cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar
pengadilan yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara
tertulis oleh para pihak yang bersengketa. (Pasal 59 ayat 1 UU No.48/2009)



Alternatif Penyelesaian Sengketa merupakan lembaga penyelesaian
sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak,
yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi,
mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. (Pasal 60 ayat 1 UU No.48/2009)
©PMN 2013

37

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen jo
KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN
REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 350/MPP/Kep/12/2001 TENTANG
PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG BADAN PENYELESAIAN
SENGKETA KONSUMEN
Persidangan Dengan Cara Mediasi

Pasal 30
Majelis dalam menyelesaikan sengketa konsumen dengan cara Mediasi, mempunyai tugas :
a. memanggil konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
b. memanggil saksi dan saksi ahli bila diperlukan;
c. menyediakan forum bagi konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
d. secara aktif mendamaikan konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
e. secara aktif memberikan saran atau anjuran penyelesaian sengketa konsumen sesuai dengan
peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan konsumen.
Pasal 31
Tata cara penyelesaian sengketa konsumen dengan cara Mediasi adalah :
a. Majelis menyerahkan sepenuhnya proses penyelesaian sengketa kepada konsumen dan pelaku usaha
yang bersangkutan, baik mengenai bentuk maupun jumlah ganti rugi;
b. Majelis bertindak aktif sebagai Mediator dengan memberikan nasehat, petunjuk, saran dan upayaupaya lain dalam menyelesaikan sengketa;
c. Majelis menerima hasil musyawarah konsumen dan pelaku usaha dan mengeluarkan ketentuan.


Slide 18

PERKEMBANGAN MEDIASI
DI LUAR PENGADILAN
DI INDONESIA
Andrea Hynan Poeloengan, SH (Unibraw), M.Hum (Unpar), MTCP (Uni of Wollongong)
Workshop Internasional
Perkembangan Mediasi di Indonesia, Jepang dan Australia
Masa Kini Menuju Masa Depan
Rabu, 21 Agustus 2013
Pengadilan Negeri Kelas 1B Cibinong
Kabupaten Bogor

Perma No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan
Pasal 2
Ruang lingkup dan Kekuatan Berlaku Perma
1. Peraturan Mahkamah Agung ini hanya berlaku untuk mediasi yang terkait dengan
proses berperkara di Pengadilan.
2. Setiap hakim, mediator dan para pihak wajib mengikuti prosedur penyelesaian
sengketa melalui mediasi yang diatur dalam Peraturan ini.
3. Tidak menempuh prosedur mediasi berdasarkan Peraturan ini merupakan
pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 130 HIR dan atau Pasal 154 Rbg yang
mengakibatkan putusan batal demi hukum.
4. Hakim dalam pertimbangan putusan perkara wajib menyebutkan bahwa perkara
yang bersangkutan telah diupayakan perdamaian melalui mediasi dengan
menyebutkan nama mediator untuk perkara yang bersangkutan.
Pasal 23
Mediator yang telah tersertifikasi dimungkinkan untuk melakukan Mediasi di luar
pengadilan dengan hasil kesepakatannya dapat diajukan ke pengadilan untuk
memperoleh akta perdamaian dengan cara mengajukan gugatan

KEUTAMAAN PANCASILA
Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011
Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
telah menegaskan bahwa :
PANCASILA adalah
SUMBER DARI SEGALA SUMBER HUKUM
TAP MPR NO.: II/MPR/1978 yang digantikan dengan
TAP MPR NO.: XVIII/MPR/1998
telah menegaskan bahwa
PANCASILA adalah DASAR NEGARA
PANCASILA MENGANDUNG NILAI NILAI LESTARI DAN
UNIVERSAL YANG WAJIB DIUTAMAKAN/DIDAHULUKAN
DALAM RANGKA MEMBANGUN SELURUH SENDI
KEHIDUPAN BERMASYARAKAT, BERBANGSA &
BERNEGARA.

KEUTAMAAN BERMUSYAWARAH

PANCASILA adalah
SUMBER DARI SEGALA SUMBER HUKUM
PANCASILA MENGANDUNG NILAI NILAI LESTARI DAN
UNIVERSAL YANG HARUS DIUTAMAKAN/DIDAHULUKAN
UNTUK MENYELESAIKAN DAN MENGAKHIRI KONFLIK.
NILAI NILAI TERSEBUT TERKANDUNG DALAM SILA
KEEMPAT PANCASILA YANG MENGEDEPANKAN :
KEUTAMAAN MUSYAWARAH UNTUK MUFAKAT
BERDASARKAN ASAS KEKELUARGAAN

Nilai-Nilai Universal Pancasila
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat.
Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.
Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk
kepentingan bersama.
Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat
kekeluargaan.
Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan
melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai hati nurani yang
luhur.
Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggung-jawabkan secara
moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan
martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan

Musyawarah untuk mufakat adalah memang cara penyelesaian perselisihan yang paling
sesuai dengan Pancasila.
NAMUN bagaimana bermusyawarah untuk mufakat, yang lebih berdaya guna dan
berhasil guna, sehingga peluang tercapainya kesepakatan bagi para pihak menjadi lebih
besar ?
Teknik dan metode bermusyawarah untuk mufakat, yang lebih berdaya guna dan berhasil
guna, sehingga peluang tercapainya kesepakatan bagi para pihak menjadi lebih besar,
itulah yang dikenal dengan :
“MEDIASI”

Melalui pengembangan dan pemuktahiran teknik-teknik, metode tahapannya yang sangat
sistematis, dan bantuan dari orang yang berkeahlian, terlatih, terdidik untuk menjadi
seorang Mediator, yang bertugas bukan untuk memutus, melainkan diantaranya untuk
mendorong, membantu pihak berselisih/bersengketa/berkonflik menemukan peluangpeluang yang menurut para pihak adalah terbaik bagi kepentingan bersama para pihak.
Mediasi menjadikan musyawarah mufakat lebih efektif dan efisien, juga dapat
mentransformasi hubungan antara para pihak menjadi lebih terbuka.
MEDIASI BAGI BANGSA INDONESIA, SEYOGIANYA MENJADI UPAYA UTAMA YANG
HARUS DIDAHULUKAN DALAM PENYELESAIAN
PERSELISIHAN/SENGKETA/KONFLIK SEBAGAI AKTUALISASI NILAI-NILAI
UNIVERSAL PANCASILA
Maka, Perma No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan, merupakan bagian dari
aktualisasi nilai-nilai universal Pancasila tersebut

Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 tahun 2008 (PerMa 1/2008)
mendefinisikan Mediasi sebagai cara penyelesaian sengketa melalui proses
perundingan untuk memperoleh kesepakatan dengan dibantu oleh Mediator

Mediasi adalah suatu proses negosiasi dipandu dibantu oleh orang yang terpercaya.
Mediator membantu pihak berkonflik untuk berbagi perspektif dan pengalaman
mereka, mengidentifikasi kebutuhan yang mendasar, bertukar pikiran tentang
pilihan kreatif untuk mengatasi kebutuhan, dan kemudian membuat kesepakatan
akhir. (Lisa Schirch : 2004)
Mediasi sebagai intervensi terhadap suatu sengketa atau negosiasi yang dilakukan
oleh pihak ketiga yang dapat diterima, tidak berpihak/netral, yang tidak mempunyai
kewenangan untuk mengambil keputusan dalam membantu para pihak berselisih
dalam upaya mencari kesepakatan sukarela dalam menyelesaikan permasalahan
yang disengketakan (Christopher Moore: 2003)
Mediasi adalah sarana agar membiasakan Bangsa Indonesia berkonflik dengan cara
yang baik dan benar, untuk mencegah meluasnya, bahkan meningkatnya ekskalasi
konflik dalam rangka mewujudkan Perdamaian, Kesejahteraan, dan Menjaga
Keutuhan NKRI. (Rachman, Jusril, Poeloengan : 2012)
Mediasi merupakan sistem penyelesaian secara damai yang selaras dengan jiwa Sila
Keempat dan Nilai Luhur dari Ke-Bhinneka-Tunggal-Ika-an yang tidak berorientasi
mencari-cari perbedaan, tidak berpretensi mencari siapa yang salah atau siapa yang
benar, melainkan berorientasi pada suatu kesamaan terakomodirnya kebutuhan
atau kepentingan para pihak berkonflik. (Putut Eko Bayuseno : 2012)

Undang Undang No. 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial
telah mengamanatkan untuk mengembangkan sistem penyelesaian
perselisihan secara damai. Dalam Pasal 8 Undang-undang tersebut
dinyatakan bahwa:
1.Penyelesaian perselisihan dalam masyarakat dilakukan secara
damai.
2.Penyelesaian secara damai sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengutamakan musyawarah untuk mufakat.
3.Hasil musyawarah mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
mengikat para pihak.
Penyelesaian perselisihan yang secara damai perlu dimaknai, bahwa
para pihak yang berselisih / bersengketa / berkonflik secara sukarela
melaksanakan hasil kesepakatan perdamaian tanpa merasa
dipaksakan.
Perdamaian yang demikian itu adalah lebih lestari dibandingkan
perdamaian yang dipaksakan oleh pihak ketiga yang lebih berperan
layaknya pemutus dan pengadil, untuk memutuskan dan mengadili
apa yang menurutnya berdasarkan hukum adil bagi para pihak
berselisih / bersengketa / berkonflik tersebut.

KESADARAN HUKUM MENINGKAT = AKSES PADA PENGADILAN ≠
AKSES PADA KEADILAN
FAKTA :
Gambar 1: Grafik tentang Data Penyelesaian Konflik Melalui Jalur Pengadilan

Sumber : Cetak Biru Pembaruan Peradilan 2010-2035 Jakarta Mahkamah Agung RI, 2010 Diterbitkan oleh:
Mahkamah Agung RI, dan Laporan Tahunan Mahkamah Agung RI - Tahun 2010-2011

Kesadaran Hukum Meningkat
Namun frekuensi dan eskalasi Konflik Sosial juga tetap tinggi (Putut Eko Bayuseno : 2012)
9

KONFLIK MENINGKAT
Sistem Nasional Pemantauan Kekerasan (SNPK) : Sistem informasi yang menyediakan data dan analisis
tentang konflik dan kekerasan yang terjadi di berbagai wilayah di Indonesia. Proyek SNPK dipimpin oleh
Kemenkokesra, dengan dukungan Bank Dunia dan The Habibie Center.

http://www.snpk-indonesia.com/DataTools/Index?lang=ina&randdo=38141a91-1af9-4f1b-96da-a0cf05354e2c&userid=429853

10

Sistem Nasional Pemantauan Kekerasan (SNPK)
Periode 2010 s.d 2012

http://www.snpk-indonesia.com/DataTools/Index?lang=ina&randdo=38141a91-1af9-4f1b-96da-a0cf05354e2c&userid=429853

11

MEDIASI DI LUAR PENGADILAN

Mediasi di luar pengadilan yang menarik adalah yang dilakukan di Kabupaten Karawang terhadap
beberapa perselisihan / sengketa / konflik. Mediasi ini dilakukan dengan Mediator seorang perwira
polisi, AKP Iman Imannuddin, SIK, SH, MH, yang pada saat itu menjabat sebagai Kasat Reskrim Polres
Karawang. Ia memang telah mengikuti dan tersertifikasi sebagai seorang Mediator yang bersertifikat
dari Pusat Mediasi Nasional (PMN). Dalam melaksanakan tugasnya, tidak semua perkara diselesaikan
dengan penyidikan hingga penuntutan. Sebagai seorang Mediator yang tersertifikasi, telah merubah
pendekatan caranya bekerja sebagai seorang Reserse dengan menjadikan penegakan hukum sebagai
pilihan terakhir (Ultimum Remedium).
Dari seluruh perkara yang diselesaikan melalui cara Mediasi tersebut, telah mencegah terjadinya konflik
komunal ataupun konflik sosial di Kabupaten Karawang, bahkan dapat terselesaikan sebelum dibuatnya
Laporan Polisi karena masalah telah terselesaikan serta mencapai kesepakatan dan berdamai.

===
Mediasi di luar pengadilan atas perkara dalam Laporan Polisi tentang Tindak Pidana ITE berupa
intersepsi (penyadapan) antara PT. Agc vs Bs. Dalam perkara yang terjadi di Kota Bogor tersebut para
pihak berdamai melalui proses Mediasi yang dipimpin oleh Mediator bersertifikat dari PMN. Hasil
Mediasi tersebut dilaporkan kepada penyidik, hingga akhirnya memperoleh Penghentian Penyidikan
(SP3) dari Polres Bogor Kota, dan para pihak dapat islah kembali.
Ada juga perkara perdata sengketa jual beli saham antara Tn CT dengan Tn HB dkk. Walaupun
perkaranya tengah diperiksa oleh Majelis Hakim Mahkamah Agung RI dalam tahapan Kasasi, tetapi
sebagian besar (90 %) diantara para pihak yang bersengketa telah sepakat untuk berdamai melalui
Mediasi di luar pengadilan yang dipimpin oleh Mediator bersertifikat dari PMN, sehingga realisasi jual
beli saham dapat dilakukan sebelum putusnya perkara Kasasi di Mahkamah Agung RI.
Mediasi seharusnya “Forget the Law”, “Forget the Past”, dan “Don’t Look Back in Anger”

KEMANFAATAN MUSYAWARAH/MEDIASI
Putut Eko Bayuseno. 2012. Optimalisasi Musyawarah Sebagai Sarana Pengelolaan Konflik Dapat Meningkatkan Keamanan Di
Daerah Dalam Rangka Memperkuat Ketahanan Nasional. Esai Lemhanas PPSA XVIII. Lemhanas. Jakarta.

Data penyelesaian perkara/konflik khusus perkara yang berhubungan dengan Direktorat Reskrim Umum
pada Wilayah Hukum Polda Jawa Barat (21 Polres, 1 Polrestabes, 1 Dit Reskrim Um) per Semester I tahun
2012 (Januari s/d Juni 2012), Jumlah total perkara/konflik 15.595 kasus.
Data di olah dari sumber Dit Reskrim Um Polda Jawa Barat.
Siap dilakukan penuntutan (P.21) = 4516
perkara (28,96%)

4.93%

8,83%

5.76%
2.87%

28,96%

Belum selesai proses penyidikannya =
7588 perkara/konflik (48,66%)

Penghentian penyidikan (SP 3) = 447
Konflik (2,87%)

48,66%

musyawarah untuk mufakat ataupun
mediasi di kantor polisi setelah ada
Laporan polisi = 898 konflik (Peran
Penyelidik & Penyidik) (5,76%)
musyawarah untuk mufakat ataupun
mediasi di kantor Polisi, sebelum
timbulnya Laporan Polisi = 769 Konflik
(Peran Bhabinkamtibmas & Personil
lainnya) (4,93%)

KEMANFAATAN MUSYAWARAH/MEDIASI
Putut Eko Bayuseno. 2012. Optimalisasi Musyawarah Sebagai Sarana Pengelolaan Konflik Dapat Meningkatkan Keamanan Di
Daerah Dalam Rangka Memperkuat Ketahanan Nasional. Esai Lemhanas PPSA XVIII. Lemhanas. Jakarta.

Perbandingan Biaya Penyelesaian Konflik
Antara Melalui Musyawarah/Mediasi dan Tidak Melalui Musyawarah/Mediasi
Data di olah dari sumber Dit Reskrim Um Polda Jawa Barat.
Rp70,000,000,000

Rp60,000,000,000

Rp62.515.389.000
Rp50,000,000,000

Rp40,000,000,000

Rp30,000,000,000
Series1
Rp20,000,000,000

Rp10,000,000,000

Rp9.132.000.000
Rp0
3044 perkara/konflik diselesaikan melalui mediasi
dikalikan biaya rata rata penyelesaian sebesar Rp.
3.000.000,-

Bila 3044 perkara/konflik tidak diselesaikan melalui
mediasi maka dikalikan Rata Rata biaya Berdasarkan
Skep Kapolri No. Kep/606/XI/2011 tgl 17 Nop 2011
indeks anggaran lidik sidik perkara, sebesar Rp.
20.537.250,-

SOP tentang Pelaksanaan Tugas
Bhabinkamtibmas Oktober 2011
Fungsi Bhabinkamtibmas
• 2 f memediasi dan memfasilitasi upaya
pemecahan masalah yang terjadi di masyarakat;
Peran Bhabinkamtibmas
• 3 c mediator dan fasilitator dalam penyelesaian
permasalahan-permasalahan sosial yang terjadi
di masyarakat Desa/ Kelurahan

HEMAT ? (ilustrasi)
INSTANSI, IF…

IF…, JUMLAH INSTANSI X BIAYA
PENANGANAN PERKARA

TOTAL

POLSEK
1 perkara / 1 bulan

4000 x @ Rp. 500.000
anggaran per perkara

Rp.

2.000.000.000

POLRES
1 perkara / 1 bulan

400 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

400.000.000

POLDA
1 perkara / 1 bulan

25 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

25.000.000

KEJAKSAAN
1 perkara / 1 bulan

300 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

300.000.000

PENGADILAN
1 perkara / 1 bulan

300 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

300.000.000

Penghematan Anggaran
Negara Perbulan

Rp. 3.025.000.000 +
Potential Lost (Social Cost)

Biaya Penyelesaian Sengketa
Indicator
WAKTU (days)
BIAYA (% of
KERUGIAN)

Indonesia
570
122.7

East Asia & Pacific
519
47.8

OECD
518
19.7

Doing Business 2012: Data for Indonesia (WB)
Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD - Organisation for Economic Co-operation and Development)

Hambatan Mediasi
Mediasi vs Paradigma Keadilan yang Legisme
•Pelanggaran adalah Wanprestasi, Onrechmatmatige Daad,
Wederrechttelick.
•Ada aturan yang dilanggar. Cara penyelesaian sesuai dengan aturan
hukum dan hukum acara.
•Keadilan: Adil jika perbuatan sesuai dengan hukum. Adil jika salah
telah dihukum sesuai dengan aturan yang berlaku
Mediasi : Keadilan adalah kepentingan para pihak terpenuhi,
keadaan masing-masing pihak terpulihkan, kepentingan yang lebih
besar tidak terganggu, hubungan menjadi lebih terbuka, tanpa
pembuktian formal, tanpa benar salah, keputusan dibuat dan
disepakati para pihak.
Mediasi : memulihkan hubungan yang rusak = Restorative Justice

Tidak ada yang salah dengan
Konsepsi Hukum yang Legisme tersebut.
Hanya saja masyarakat pada umumnya dan para pengemban profesi hukum
menjadi terorientasikan pada makna keadilan yang legisme pula.
Konsepsi hukum atas makna “pelanggaran” yang legisme, yang terfokus pada
makna keadilan yang legisme pula tersebut, berbeda dengan prespektif dari
keadilan yang memulihkan (Restorative Justice).
VS
Mediasi : Keadilan adalah kepentingan para pihak terpenuhi, keadaan
masing-masing pihak terpulihkan, kepentingan yang lebih besar tidak
terganggu, hubungan menjadi lebih terbuka, tanpa pembuktian formal,
tanpa benar salah, keputusan dibuat dan disepakati para pihak

Yurisprudensi atau Sekedar Preseden ?







Perkara 378 jo 372 KUHP- LP/43/IX/2007/DIR RESKRIM POLDA DIY – Pelapor Cabut
Penyidik & Penuntut tetap Lanjut  Sidang PN Yogyakarta
PUT PN Yogyakarta: No. 317/PID.B/2008 Pencabutan Pengaduan Dikabulkan &
Penuntutan Tidak dapat Diterima
PUT PT Yogyakarta:No. 01/PID/PLW/2009/PT.YK : Persidangan PN Yogyakarta
Batal Demi Hukum
PUT Kasasi MA RI: No. 1600 K/PID/2009 : Pencabutan Pengaduan Dikabulkan &
Penuntutan Tidak dapat Diterima

Mediasi  Damai  Cabut Laporan  Tdk Cukup Bukti ?
Mediasi  Damai  Bukan Peraka Pidana ?
Mediasi  Damai  Demi Hukum  Diskresi  Restorative Justice ? (vide Pasal 18
UU No. 2 Tahun 2002 jo Pasal 30 ayat 4 UUD 1945)  Ultimum Remedium

Konsepsi Humanis Restorative Justice
Prespektif Restorative Justice :
1.

Bahwa Pelanggaran adalah suatu perbuatan yang mungkin keliru
dilakukan oleh pihak
tertentu sehingga membuat hubungan
(relationship) diantara pihak tertentu tersebut dengan para pihak lainya
yang terkait menjadi rusak.

2.

Bahwa hubungan yang menjadi rusak tersebut, harus diperbaiki,
dipulihkan, disembuhkan dengan sebisa mungkin menempatkan hal
yang benar (to put things right as possible)

3.

Bahwa perlu dilakukan upaya yang mendorong seluruh pihak terkait
untuk mengerti/memahami akibat/konsekuensi dari suatu pelanggaran.
Selanjutnya berupaya memastikan bahwa seluruh pihak terkait berniat
dan merealisasikan tindakan sebanyak mungkin menempatkan hal yang
benar, dalam rangka merajut kembali atau memperbaiki hubungan yang
telah rusak.
23

Prespektif Legisme.
•Pelanggaran UU
•Siapa yang Salah atau Benar
•Pembuktian menjadi utama
•Menyalahkan perilaku di masa lalu
•Nememis “pembalasan” /hukuman
•Keadilan sesuai undang undang
•Ketidakpuasan






Prespektif Restorative Justice
Pelanggaran / Perusakan (Harms) Relationship
Merubah perilaku di masa yang akan datang
Mengobati, memulihkan, memperbaiki relationship
Semua pihak terkait bertanggungjawab
Kebersamaan mengidentifikasi dan memetakan kerugiankerugian, kebutuhan dan tindakan yang perlu dilakukan untuk
memulihkan relationship
24

Anggapan Keliru !
Restorative Justice seringkali dianggap semata sebagai suatu
bentuk pemaafan atau pengampunan!
Bahwa benar dengan pemaafan (ataupun pengampunan) maka
suatu hubungan yang rusak akan menjadi pulih, namun dalam
Restorative Justice tidak selalu harus ada unsur pemaafan.
Restorative Justice tidak hanya terfokus pada korban, akan
tetapi concern pula terhadap pihak pelanggar dan pihak lain
yang terdampak. Menjadi lebih utama adalah sebisa mungkin
menempatkan hal yang benar, agar kondisi/keadaan/suatu
relationship pada masa yang akan datang menjadi lebih baik.

Anggapan Keliru !
Restorative Justice dianggap berbeda arah dengan Criminal
Justice System dan Civil Justice System bahkan ada anggapan
keberadaannya menjadi tumpang tindih dengan Justice System
yang telah ada.
Bahwa Restorative Justice adalah konsepsi atas makna keadilan.
Dengan Restorative Justice kita berupaya mereorientasi kembali
bagaimana kita perlu memahami makna keadilan yang lebih
dalam.

Apakah suatu kondisi dimana seseorang yang terbukti melakukan perbuatan
melawan hukum (pelaku) dan telah dijatuhi sanksi dapat diartikan bahwa
keadilan telah ditegakkan? Dalam konsepsi CJS, kondisi demikian dapat
dikatakan telah memenuhi rasa keadilan. Hukuman yang setimpal adalah
suatu keadilan
Bagaimana dengan keberlangsungan kehidupan istrinya dan anak dari
pelaku?
Bagaimana dengan keluarga korban yang sering kali tidak dapat menerima
putusan dari Majelis Hakim yang dianggap tidak cukup memuaskan ?
Bagaimana dengan keberlangsungan kehidupan 1000 karyawan yang
perusahaan tempatnya bekerja, dinyatakan pailit oleh putusan pengadilan
atas adanya gugatan pailit pihak kreditur? Siapa yang harus bertanggung
jawab atas keberlangsungan kehidupan karyawan tersebut? Bukankah
pemerintah juga bertanggung jawab untuk menciptakan lapangan kerja?
CJS atau penegakan hukum adalah perlu, namun menjadi lebih baik bila
bersamaan dengan itu dilakukan pula upaya “to put things right as possible”,
sebagaimana prespektif dari Restorative Justice.

To put things right as possible
(memulihkan kembali kepada kondisi yang benar/tepat)
Prespektif Restorative Justice, Pelanggaran itu menggambarkan adanya
hubungan (relationship) yang rusak.
Adanya hubungan yang rusak potensial menjadi sebab dan berdampak pada
Pelanggaran. Sebaliknya Pelanggaran juga mengakibatkan hubungan menjadi
rusak.
“The Harm of one is the harm of all”.
Perbuatan “harms” seperti membahayakan; merugikan; merusak; menyakiti;
melukai; mengganggu; mencelakakan; menjahati, dll adalah tindakan keliru
yang perlu diperbaiki dan ditempatkan kembali menjadi benar.
Menjadi kewajiban bagi semua pihak terkait yang berkepentingan yaitu
pelaku, korban, komunitas (masyarakat sekitar, pemerintah daerah, para
pengemban profesi hukum dll) untuk sebisa mungkin menempatkan hal yang
benar.

Restorative Justice
Peduli :
PELAKU, KORBAN, KOMUNITAS
HARMS, NEEDS, OBLIGATIONS

sebisa mungkin menempatkan hal yang benar dan tepat
dalam rangka memulihkan

Restorative Justice tidak dimaksudkan menggatikan CJS.
Restorative Justice dan CJS seyogyanya dipandang dan
dipahami secara lebih utuh sebagai konsepsi atas makna
keadilan dalam rangka melaksanakan Pembangunan
Perdamaian (Peacebuilding)

Peta Pembangunan Perdamaian
Meningkatkan
Kapasitas
1. Kerma Pendidikan Perdamaian
2. Kerma Penelitian dan Evaluasi
3. Kerma Pembangunan dalam
segala bidang

Mengobarkan
Anti Kekerasan
1. Membangkitkan Kesadaran dan
Kepedulian Stake Holder NKRI
2. Meningkatkan Rasa/Sikap/Perilaku
Saling Ketergantungan
(membangun kebersamaan)

Meredam Kekerasan
1. Preventing Victimization; restraining
offenders; Create a space for cooling
down; Cease-Fire Agreements;
Peacekeeping; Humanitarian Assistance
2. Early Warning dan Response Program
3. Legal & Judicial Systems
Criminal Justice System (CJS)
(to maintain order, not revenge)

Transformasi Hubungan
1.
2.
3.
4.
5.

Governance & Policymaking
Trauma Healing & Recovery Programs
Ritual & Symbolic Transformation
Restorative Justice
Conflict Transformation :
- Dialogue;
- Negotiation;
- Mediation.

Adaptasi : The Cycle of Peacebuilding, Strategic Peacebuilding, Lisa Schirch oleh Rachman, Jusril, Poeloengan (2012)

Terima Kasih
Mediasi di luar pengadilan di Indonesia, seharusnya dapat berkembang dengan pesat dengan
masih berlakunya Pancasila sebagai Dasar Negara dan Faslafah Bangsa Indonesia.
Musyawarah untuk mufakat, Kekeluargaan dan Gotong Royong adalah diantara nilai-nilai Pancasila
yang universal akan bermetamorfosis hingga terwujud, tercermin dan selaras dengan semangat
dalam Mediasi itu sendiri.
Berkembangnya Restorative Justice yang dapat mereorientasikan kembali makna Keadilan, yang
ternyata sejalan dengan nilai-nilai universal dari Pancasila, seharusnya dapat menjadi stimulan
dalam mempercepat perkembangan Mediasi di Indonesia.
Masa depan, diperlukan upaya bersama seluruh stake holder, khususnya pembuat kebijakan
dengan mengingat “law as a social tool engineering”, untuk segera berperan aktif, menaruh
perhatian dan turut serta melakukan perancangan UU tentang Mediasi.
UU tentang Mediasi sekaligus guna menselaraskan dan mengharmonisasikan ketentutanketentuan Mediasi yang masih tersebar dalam peraturan perundang-undangan lainnya, sehingga
tercapai kesamaan makna, hakikat dan pengimplementasian Mediasi sebagai Revitalisasi dan
Aktualisasi Pancasila, yang pada akhirnya berperan penting dalam terciptanya Kondisi Damai dan
Sejehtera bagi Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

SEGITIGA MEDIASI,
SUMBER PUSAT MEDIASI
NASIONAL (PMN) 2012

Pusat Mediasi Nasional.
2012. Mediation Triangles
and Mediation Skills.
Pelatihan Mediasi 40 jam
Angkatan 42, 10-14
September 2012, Jakarta.
Segitiga Mediasi ini
diadaptasi dari Boule,
Laurance., & Hwee, The
Hwee. 2000. Mediation:
Principles Process
Practice (Singapore
Edition). Butterworths
Asia & Singapore
Mediation Centre. Hal 99114.

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.1/2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
Pasal 147

Penyelesaian sengketa di bidang perumahan terlebih dahulu diupayakan berdasarkan musyawarah
untuk mufakat.

Pasal 148
(1) Dalam hal penyelesaian sengketa melalui musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, pihak yang
dirugikan dapat menggugat melalui pengadilan yang berada di lingkungan pengadilan umum atau
di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa melalui alternatif
penyelesaian sengketa.
(2) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
melalui arbitrase, konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan/atau penilaian ahli sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. UU yang mana?
(3) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
menghilangkan tanggung jawab pidana.

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.32/2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Dalam penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan dapat digunakan jasa
mediator dan/atau arbiter untuk membantu menyelesaikan sengketa lingkungan hidup, (Pasal
85 ayat 3) Mediasi tidak wajib dan tidak ada penjelasan lebih detil ttg mediasi.



UU No.14/2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik
Komisi Informasi adalah lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan Undang-Undang ini dan
peraturan pelaksanaannya, menetapkan petunjuk teknis standar layanan informasi publik dan
menyelesaikan sengketa informasi publik melalui mediasi dan/atau ajudikasi nonlitigasi
(Pasal 1 ayat 4) Mediator dan Pemutus sengketa
Pasal 40 (1) Penyelesaian sengketa melalui Mediasi merupakan pilihan para pihak dan bersifat
sukarela. Namun, Pasal 42, Penyelesaian Sengketa Informasi Publik melalui Ajudikasi
nonlitigasi oleh Komisi Informasi hanya dapat ditempuh apabila upaya Mediasi dinyatakan
tidak berhasil secara tertulis oleh salah satu atau para pihak yang bersengketa, atau salah satu
atau para pihak yang bersengketa menarik diri dari perundingan. Wajibkah atau pilihankah

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.39/1999 Tentang Hak Asasi Manusia
Komisi Nasional Hak Asasi yang selanjutnya disebut Komnas HAM adalah lembaga mandiri yang
berkedudukan setingkat dalam negara lainya yang berfungsi melaksanakan pengkajian,
penelitian, penyaluran, pemantauan, dan mediasi hak asasi manusia, Pasal 1 ayat 7 jo. Pasal
76. Definisi mediasi tidak dijelaskan
Pasal 89 ayat 4, Untuk melaksanakan fungsi Komnas HAM dalam mediasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 76, Komnas HAM bertugas dan berwenang melakukan: a. perdamaian
kedua belah pihak; b. penyelesaian perkara melaui cara konsultasi, negosiasi, mediasi,
konsiliasi, dan penilaian ahli; c. pemberian saran kepada para pihak untuk menyelesaikan
sengketa melalui pengadilan; d. penyampaian rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak
asasi manusia kepada Pemerintah untuk ditindaklanjuti penyelesaiannya; dan e. penyampaian
rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak asasi manusia kepada Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia untuk ditindaklanjuti. Fungsi Mediasi, namun di dalamnya termasuk
konsultasi, negosiasi, dll. Menyarankan para pihak untuk menyelesaikan sengketa melalui
pengadilan adalah TABU bagi mediator.

UU No. 30 Tahun 1999 Tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
 Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar
peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat
secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. (Pasal 1 ayat 1 UU
30/1999)
 Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa
atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni
penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi,
mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. (Pasal 1 ayat 10 UU 30/1999)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009
TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN

Upaya penyelesaian sengketa perdata dapat dilakukan di luar pengadilan
negara melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa. (Pasal 58
UU No.48/2009)


Arbitrase merupakan cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar
pengadilan yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara
tertulis oleh para pihak yang bersengketa. (Pasal 59 ayat 1 UU No.48/2009)



Alternatif Penyelesaian Sengketa merupakan lembaga penyelesaian
sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak,
yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi,
mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. (Pasal 60 ayat 1 UU No.48/2009)
©PMN 2013

37

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen jo
KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN
REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 350/MPP/Kep/12/2001 TENTANG
PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG BADAN PENYELESAIAN
SENGKETA KONSUMEN
Persidangan Dengan Cara Mediasi

Pasal 30
Majelis dalam menyelesaikan sengketa konsumen dengan cara Mediasi, mempunyai tugas :
a. memanggil konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
b. memanggil saksi dan saksi ahli bila diperlukan;
c. menyediakan forum bagi konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
d. secara aktif mendamaikan konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
e. secara aktif memberikan saran atau anjuran penyelesaian sengketa konsumen sesuai dengan
peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan konsumen.
Pasal 31
Tata cara penyelesaian sengketa konsumen dengan cara Mediasi adalah :
a. Majelis menyerahkan sepenuhnya proses penyelesaian sengketa kepada konsumen dan pelaku usaha
yang bersangkutan, baik mengenai bentuk maupun jumlah ganti rugi;
b. Majelis bertindak aktif sebagai Mediator dengan memberikan nasehat, petunjuk, saran dan upayaupaya lain dalam menyelesaikan sengketa;
c. Majelis menerima hasil musyawarah konsumen dan pelaku usaha dan mengeluarkan ketentuan.


Slide 19

PERKEMBANGAN MEDIASI
DI LUAR PENGADILAN
DI INDONESIA
Andrea Hynan Poeloengan, SH (Unibraw), M.Hum (Unpar), MTCP (Uni of Wollongong)
Workshop Internasional
Perkembangan Mediasi di Indonesia, Jepang dan Australia
Masa Kini Menuju Masa Depan
Rabu, 21 Agustus 2013
Pengadilan Negeri Kelas 1B Cibinong
Kabupaten Bogor

Perma No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan
Pasal 2
Ruang lingkup dan Kekuatan Berlaku Perma
1. Peraturan Mahkamah Agung ini hanya berlaku untuk mediasi yang terkait dengan
proses berperkara di Pengadilan.
2. Setiap hakim, mediator dan para pihak wajib mengikuti prosedur penyelesaian
sengketa melalui mediasi yang diatur dalam Peraturan ini.
3. Tidak menempuh prosedur mediasi berdasarkan Peraturan ini merupakan
pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 130 HIR dan atau Pasal 154 Rbg yang
mengakibatkan putusan batal demi hukum.
4. Hakim dalam pertimbangan putusan perkara wajib menyebutkan bahwa perkara
yang bersangkutan telah diupayakan perdamaian melalui mediasi dengan
menyebutkan nama mediator untuk perkara yang bersangkutan.
Pasal 23
Mediator yang telah tersertifikasi dimungkinkan untuk melakukan Mediasi di luar
pengadilan dengan hasil kesepakatannya dapat diajukan ke pengadilan untuk
memperoleh akta perdamaian dengan cara mengajukan gugatan

KEUTAMAAN PANCASILA
Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011
Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
telah menegaskan bahwa :
PANCASILA adalah
SUMBER DARI SEGALA SUMBER HUKUM
TAP MPR NO.: II/MPR/1978 yang digantikan dengan
TAP MPR NO.: XVIII/MPR/1998
telah menegaskan bahwa
PANCASILA adalah DASAR NEGARA
PANCASILA MENGANDUNG NILAI NILAI LESTARI DAN
UNIVERSAL YANG WAJIB DIUTAMAKAN/DIDAHULUKAN
DALAM RANGKA MEMBANGUN SELURUH SENDI
KEHIDUPAN BERMASYARAKAT, BERBANGSA &
BERNEGARA.

KEUTAMAAN BERMUSYAWARAH

PANCASILA adalah
SUMBER DARI SEGALA SUMBER HUKUM
PANCASILA MENGANDUNG NILAI NILAI LESTARI DAN
UNIVERSAL YANG HARUS DIUTAMAKAN/DIDAHULUKAN
UNTUK MENYELESAIKAN DAN MENGAKHIRI KONFLIK.
NILAI NILAI TERSEBUT TERKANDUNG DALAM SILA
KEEMPAT PANCASILA YANG MENGEDEPANKAN :
KEUTAMAAN MUSYAWARAH UNTUK MUFAKAT
BERDASARKAN ASAS KEKELUARGAAN

Nilai-Nilai Universal Pancasila
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat.
Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.
Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk
kepentingan bersama.
Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat
kekeluargaan.
Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan
melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai hati nurani yang
luhur.
Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggung-jawabkan secara
moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan
martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan

Musyawarah untuk mufakat adalah memang cara penyelesaian perselisihan yang paling
sesuai dengan Pancasila.
NAMUN bagaimana bermusyawarah untuk mufakat, yang lebih berdaya guna dan
berhasil guna, sehingga peluang tercapainya kesepakatan bagi para pihak menjadi lebih
besar ?
Teknik dan metode bermusyawarah untuk mufakat, yang lebih berdaya guna dan berhasil
guna, sehingga peluang tercapainya kesepakatan bagi para pihak menjadi lebih besar,
itulah yang dikenal dengan :
“MEDIASI”

Melalui pengembangan dan pemuktahiran teknik-teknik, metode tahapannya yang sangat
sistematis, dan bantuan dari orang yang berkeahlian, terlatih, terdidik untuk menjadi
seorang Mediator, yang bertugas bukan untuk memutus, melainkan diantaranya untuk
mendorong, membantu pihak berselisih/bersengketa/berkonflik menemukan peluangpeluang yang menurut para pihak adalah terbaik bagi kepentingan bersama para pihak.
Mediasi menjadikan musyawarah mufakat lebih efektif dan efisien, juga dapat
mentransformasi hubungan antara para pihak menjadi lebih terbuka.
MEDIASI BAGI BANGSA INDONESIA, SEYOGIANYA MENJADI UPAYA UTAMA YANG
HARUS DIDAHULUKAN DALAM PENYELESAIAN
PERSELISIHAN/SENGKETA/KONFLIK SEBAGAI AKTUALISASI NILAI-NILAI
UNIVERSAL PANCASILA
Maka, Perma No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan, merupakan bagian dari
aktualisasi nilai-nilai universal Pancasila tersebut

Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 tahun 2008 (PerMa 1/2008)
mendefinisikan Mediasi sebagai cara penyelesaian sengketa melalui proses
perundingan untuk memperoleh kesepakatan dengan dibantu oleh Mediator

Mediasi adalah suatu proses negosiasi dipandu dibantu oleh orang yang terpercaya.
Mediator membantu pihak berkonflik untuk berbagi perspektif dan pengalaman
mereka, mengidentifikasi kebutuhan yang mendasar, bertukar pikiran tentang
pilihan kreatif untuk mengatasi kebutuhan, dan kemudian membuat kesepakatan
akhir. (Lisa Schirch : 2004)
Mediasi sebagai intervensi terhadap suatu sengketa atau negosiasi yang dilakukan
oleh pihak ketiga yang dapat diterima, tidak berpihak/netral, yang tidak mempunyai
kewenangan untuk mengambil keputusan dalam membantu para pihak berselisih
dalam upaya mencari kesepakatan sukarela dalam menyelesaikan permasalahan
yang disengketakan (Christopher Moore: 2003)
Mediasi adalah sarana agar membiasakan Bangsa Indonesia berkonflik dengan cara
yang baik dan benar, untuk mencegah meluasnya, bahkan meningkatnya ekskalasi
konflik dalam rangka mewujudkan Perdamaian, Kesejahteraan, dan Menjaga
Keutuhan NKRI. (Rachman, Jusril, Poeloengan : 2012)
Mediasi merupakan sistem penyelesaian secara damai yang selaras dengan jiwa Sila
Keempat dan Nilai Luhur dari Ke-Bhinneka-Tunggal-Ika-an yang tidak berorientasi
mencari-cari perbedaan, tidak berpretensi mencari siapa yang salah atau siapa yang
benar, melainkan berorientasi pada suatu kesamaan terakomodirnya kebutuhan
atau kepentingan para pihak berkonflik. (Putut Eko Bayuseno : 2012)

Undang Undang No. 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial
telah mengamanatkan untuk mengembangkan sistem penyelesaian
perselisihan secara damai. Dalam Pasal 8 Undang-undang tersebut
dinyatakan bahwa:
1.Penyelesaian perselisihan dalam masyarakat dilakukan secara
damai.
2.Penyelesaian secara damai sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengutamakan musyawarah untuk mufakat.
3.Hasil musyawarah mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
mengikat para pihak.
Penyelesaian perselisihan yang secara damai perlu dimaknai, bahwa
para pihak yang berselisih / bersengketa / berkonflik secara sukarela
melaksanakan hasil kesepakatan perdamaian tanpa merasa
dipaksakan.
Perdamaian yang demikian itu adalah lebih lestari dibandingkan
perdamaian yang dipaksakan oleh pihak ketiga yang lebih berperan
layaknya pemutus dan pengadil, untuk memutuskan dan mengadili
apa yang menurutnya berdasarkan hukum adil bagi para pihak
berselisih / bersengketa / berkonflik tersebut.

KESADARAN HUKUM MENINGKAT = AKSES PADA PENGADILAN ≠
AKSES PADA KEADILAN
FAKTA :
Gambar 1: Grafik tentang Data Penyelesaian Konflik Melalui Jalur Pengadilan

Sumber : Cetak Biru Pembaruan Peradilan 2010-2035 Jakarta Mahkamah Agung RI, 2010 Diterbitkan oleh:
Mahkamah Agung RI, dan Laporan Tahunan Mahkamah Agung RI - Tahun 2010-2011

Kesadaran Hukum Meningkat
Namun frekuensi dan eskalasi Konflik Sosial juga tetap tinggi (Putut Eko Bayuseno : 2012)
9

KONFLIK MENINGKAT
Sistem Nasional Pemantauan Kekerasan (SNPK) : Sistem informasi yang menyediakan data dan analisis
tentang konflik dan kekerasan yang terjadi di berbagai wilayah di Indonesia. Proyek SNPK dipimpin oleh
Kemenkokesra, dengan dukungan Bank Dunia dan The Habibie Center.

http://www.snpk-indonesia.com/DataTools/Index?lang=ina&randdo=38141a91-1af9-4f1b-96da-a0cf05354e2c&userid=429853

10

Sistem Nasional Pemantauan Kekerasan (SNPK)
Periode 2010 s.d 2012

http://www.snpk-indonesia.com/DataTools/Index?lang=ina&randdo=38141a91-1af9-4f1b-96da-a0cf05354e2c&userid=429853

11

MEDIASI DI LUAR PENGADILAN

Mediasi di luar pengadilan yang menarik adalah yang dilakukan di Kabupaten Karawang terhadap
beberapa perselisihan / sengketa / konflik. Mediasi ini dilakukan dengan Mediator seorang perwira
polisi, AKP Iman Imannuddin, SIK, SH, MH, yang pada saat itu menjabat sebagai Kasat Reskrim Polres
Karawang. Ia memang telah mengikuti dan tersertifikasi sebagai seorang Mediator yang bersertifikat
dari Pusat Mediasi Nasional (PMN). Dalam melaksanakan tugasnya, tidak semua perkara diselesaikan
dengan penyidikan hingga penuntutan. Sebagai seorang Mediator yang tersertifikasi, telah merubah
pendekatan caranya bekerja sebagai seorang Reserse dengan menjadikan penegakan hukum sebagai
pilihan terakhir (Ultimum Remedium).
Dari seluruh perkara yang diselesaikan melalui cara Mediasi tersebut, telah mencegah terjadinya konflik
komunal ataupun konflik sosial di Kabupaten Karawang, bahkan dapat terselesaikan sebelum dibuatnya
Laporan Polisi karena masalah telah terselesaikan serta mencapai kesepakatan dan berdamai.

===
Mediasi di luar pengadilan atas perkara dalam Laporan Polisi tentang Tindak Pidana ITE berupa
intersepsi (penyadapan) antara PT. Agc vs Bs. Dalam perkara yang terjadi di Kota Bogor tersebut para
pihak berdamai melalui proses Mediasi yang dipimpin oleh Mediator bersertifikat dari PMN. Hasil
Mediasi tersebut dilaporkan kepada penyidik, hingga akhirnya memperoleh Penghentian Penyidikan
(SP3) dari Polres Bogor Kota, dan para pihak dapat islah kembali.
Ada juga perkara perdata sengketa jual beli saham antara Tn CT dengan Tn HB dkk. Walaupun
perkaranya tengah diperiksa oleh Majelis Hakim Mahkamah Agung RI dalam tahapan Kasasi, tetapi
sebagian besar (90 %) diantara para pihak yang bersengketa telah sepakat untuk berdamai melalui
Mediasi di luar pengadilan yang dipimpin oleh Mediator bersertifikat dari PMN, sehingga realisasi jual
beli saham dapat dilakukan sebelum putusnya perkara Kasasi di Mahkamah Agung RI.
Mediasi seharusnya “Forget the Law”, “Forget the Past”, dan “Don’t Look Back in Anger”

KEMANFAATAN MUSYAWARAH/MEDIASI
Putut Eko Bayuseno. 2012. Optimalisasi Musyawarah Sebagai Sarana Pengelolaan Konflik Dapat Meningkatkan Keamanan Di
Daerah Dalam Rangka Memperkuat Ketahanan Nasional. Esai Lemhanas PPSA XVIII. Lemhanas. Jakarta.

Data penyelesaian perkara/konflik khusus perkara yang berhubungan dengan Direktorat Reskrim Umum
pada Wilayah Hukum Polda Jawa Barat (21 Polres, 1 Polrestabes, 1 Dit Reskrim Um) per Semester I tahun
2012 (Januari s/d Juni 2012), Jumlah total perkara/konflik 15.595 kasus.
Data di olah dari sumber Dit Reskrim Um Polda Jawa Barat.
Siap dilakukan penuntutan (P.21) = 4516
perkara (28,96%)

4.93%

8,83%

5.76%
2.87%

28,96%

Belum selesai proses penyidikannya =
7588 perkara/konflik (48,66%)

Penghentian penyidikan (SP 3) = 447
Konflik (2,87%)

48,66%

musyawarah untuk mufakat ataupun
mediasi di kantor polisi setelah ada
Laporan polisi = 898 konflik (Peran
Penyelidik & Penyidik) (5,76%)
musyawarah untuk mufakat ataupun
mediasi di kantor Polisi, sebelum
timbulnya Laporan Polisi = 769 Konflik
(Peran Bhabinkamtibmas & Personil
lainnya) (4,93%)

KEMANFAATAN MUSYAWARAH/MEDIASI
Putut Eko Bayuseno. 2012. Optimalisasi Musyawarah Sebagai Sarana Pengelolaan Konflik Dapat Meningkatkan Keamanan Di
Daerah Dalam Rangka Memperkuat Ketahanan Nasional. Esai Lemhanas PPSA XVIII. Lemhanas. Jakarta.

Perbandingan Biaya Penyelesaian Konflik
Antara Melalui Musyawarah/Mediasi dan Tidak Melalui Musyawarah/Mediasi
Data di olah dari sumber Dit Reskrim Um Polda Jawa Barat.
Rp70,000,000,000

Rp60,000,000,000

Rp62.515.389.000
Rp50,000,000,000

Rp40,000,000,000

Rp30,000,000,000
Series1
Rp20,000,000,000

Rp10,000,000,000

Rp9.132.000.000
Rp0
3044 perkara/konflik diselesaikan melalui mediasi
dikalikan biaya rata rata penyelesaian sebesar Rp.
3.000.000,-

Bila 3044 perkara/konflik tidak diselesaikan melalui
mediasi maka dikalikan Rata Rata biaya Berdasarkan
Skep Kapolri No. Kep/606/XI/2011 tgl 17 Nop 2011
indeks anggaran lidik sidik perkara, sebesar Rp.
20.537.250,-

SOP tentang Pelaksanaan Tugas
Bhabinkamtibmas Oktober 2011
Fungsi Bhabinkamtibmas
• 2 f memediasi dan memfasilitasi upaya
pemecahan masalah yang terjadi di masyarakat;
Peran Bhabinkamtibmas
• 3 c mediator dan fasilitator dalam penyelesaian
permasalahan-permasalahan sosial yang terjadi
di masyarakat Desa/ Kelurahan

HEMAT ? (ilustrasi)
INSTANSI, IF…

IF…, JUMLAH INSTANSI X BIAYA
PENANGANAN PERKARA

TOTAL

POLSEK
1 perkara / 1 bulan

4000 x @ Rp. 500.000
anggaran per perkara

Rp.

2.000.000.000

POLRES
1 perkara / 1 bulan

400 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

400.000.000

POLDA
1 perkara / 1 bulan

25 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

25.000.000

KEJAKSAAN
1 perkara / 1 bulan

300 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

300.000.000

PENGADILAN
1 perkara / 1 bulan

300 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

300.000.000

Penghematan Anggaran
Negara Perbulan

Rp. 3.025.000.000 +
Potential Lost (Social Cost)

Biaya Penyelesaian Sengketa
Indicator
WAKTU (days)
BIAYA (% of
KERUGIAN)

Indonesia
570
122.7

East Asia & Pacific
519
47.8

OECD
518
19.7

Doing Business 2012: Data for Indonesia (WB)
Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD - Organisation for Economic Co-operation and Development)

Hambatan Mediasi
Mediasi vs Paradigma Keadilan yang Legisme
•Pelanggaran adalah Wanprestasi, Onrechmatmatige Daad,
Wederrechttelick.
•Ada aturan yang dilanggar. Cara penyelesaian sesuai dengan aturan
hukum dan hukum acara.
•Keadilan: Adil jika perbuatan sesuai dengan hukum. Adil jika salah
telah dihukum sesuai dengan aturan yang berlaku
Mediasi : Keadilan adalah kepentingan para pihak terpenuhi,
keadaan masing-masing pihak terpulihkan, kepentingan yang lebih
besar tidak terganggu, hubungan menjadi lebih terbuka, tanpa
pembuktian formal, tanpa benar salah, keputusan dibuat dan
disepakati para pihak.
Mediasi : memulihkan hubungan yang rusak = Restorative Justice

Tidak ada yang salah dengan
Konsepsi Hukum yang Legisme tersebut.
Hanya saja masyarakat pada umumnya dan para pengemban profesi hukum
menjadi terorientasikan pada makna keadilan yang legisme pula.
Konsepsi hukum atas makna “pelanggaran” yang legisme, yang terfokus pada
makna keadilan yang legisme pula tersebut, berbeda dengan prespektif dari
keadilan yang memulihkan (Restorative Justice).
VS
Mediasi : Keadilan adalah kepentingan para pihak terpenuhi, keadaan
masing-masing pihak terpulihkan, kepentingan yang lebih besar tidak
terganggu, hubungan menjadi lebih terbuka, tanpa pembuktian formal,
tanpa benar salah, keputusan dibuat dan disepakati para pihak

Yurisprudensi atau Sekedar Preseden ?







Perkara 378 jo 372 KUHP- LP/43/IX/2007/DIR RESKRIM POLDA DIY – Pelapor Cabut
Penyidik & Penuntut tetap Lanjut  Sidang PN Yogyakarta
PUT PN Yogyakarta: No. 317/PID.B/2008 Pencabutan Pengaduan Dikabulkan &
Penuntutan Tidak dapat Diterima
PUT PT Yogyakarta:No. 01/PID/PLW/2009/PT.YK : Persidangan PN Yogyakarta
Batal Demi Hukum
PUT Kasasi MA RI: No. 1600 K/PID/2009 : Pencabutan Pengaduan Dikabulkan &
Penuntutan Tidak dapat Diterima

Mediasi  Damai  Cabut Laporan  Tdk Cukup Bukti ?
Mediasi  Damai  Bukan Peraka Pidana ?
Mediasi  Damai  Demi Hukum  Diskresi  Restorative Justice ? (vide Pasal 18
UU No. 2 Tahun 2002 jo Pasal 30 ayat 4 UUD 1945)  Ultimum Remedium

Konsepsi Humanis Restorative Justice
Prespektif Restorative Justice :
1.

Bahwa Pelanggaran adalah suatu perbuatan yang mungkin keliru
dilakukan oleh pihak
tertentu sehingga membuat hubungan
(relationship) diantara pihak tertentu tersebut dengan para pihak lainya
yang terkait menjadi rusak.

2.

Bahwa hubungan yang menjadi rusak tersebut, harus diperbaiki,
dipulihkan, disembuhkan dengan sebisa mungkin menempatkan hal
yang benar (to put things right as possible)

3.

Bahwa perlu dilakukan upaya yang mendorong seluruh pihak terkait
untuk mengerti/memahami akibat/konsekuensi dari suatu pelanggaran.
Selanjutnya berupaya memastikan bahwa seluruh pihak terkait berniat
dan merealisasikan tindakan sebanyak mungkin menempatkan hal yang
benar, dalam rangka merajut kembali atau memperbaiki hubungan yang
telah rusak.
23

Prespektif Legisme.
•Pelanggaran UU
•Siapa yang Salah atau Benar
•Pembuktian menjadi utama
•Menyalahkan perilaku di masa lalu
•Nememis “pembalasan” /hukuman
•Keadilan sesuai undang undang
•Ketidakpuasan






Prespektif Restorative Justice
Pelanggaran / Perusakan (Harms) Relationship
Merubah perilaku di masa yang akan datang
Mengobati, memulihkan, memperbaiki relationship
Semua pihak terkait bertanggungjawab
Kebersamaan mengidentifikasi dan memetakan kerugiankerugian, kebutuhan dan tindakan yang perlu dilakukan untuk
memulihkan relationship
24

Anggapan Keliru !
Restorative Justice seringkali dianggap semata sebagai suatu
bentuk pemaafan atau pengampunan!
Bahwa benar dengan pemaafan (ataupun pengampunan) maka
suatu hubungan yang rusak akan menjadi pulih, namun dalam
Restorative Justice tidak selalu harus ada unsur pemaafan.
Restorative Justice tidak hanya terfokus pada korban, akan
tetapi concern pula terhadap pihak pelanggar dan pihak lain
yang terdampak. Menjadi lebih utama adalah sebisa mungkin
menempatkan hal yang benar, agar kondisi/keadaan/suatu
relationship pada masa yang akan datang menjadi lebih baik.

Anggapan Keliru !
Restorative Justice dianggap berbeda arah dengan Criminal
Justice System dan Civil Justice System bahkan ada anggapan
keberadaannya menjadi tumpang tindih dengan Justice System
yang telah ada.
Bahwa Restorative Justice adalah konsepsi atas makna keadilan.
Dengan Restorative Justice kita berupaya mereorientasi kembali
bagaimana kita perlu memahami makna keadilan yang lebih
dalam.

Apakah suatu kondisi dimana seseorang yang terbukti melakukan perbuatan
melawan hukum (pelaku) dan telah dijatuhi sanksi dapat diartikan bahwa
keadilan telah ditegakkan? Dalam konsepsi CJS, kondisi demikian dapat
dikatakan telah memenuhi rasa keadilan. Hukuman yang setimpal adalah
suatu keadilan
Bagaimana dengan keberlangsungan kehidupan istrinya dan anak dari
pelaku?
Bagaimana dengan keluarga korban yang sering kali tidak dapat menerima
putusan dari Majelis Hakim yang dianggap tidak cukup memuaskan ?
Bagaimana dengan keberlangsungan kehidupan 1000 karyawan yang
perusahaan tempatnya bekerja, dinyatakan pailit oleh putusan pengadilan
atas adanya gugatan pailit pihak kreditur? Siapa yang harus bertanggung
jawab atas keberlangsungan kehidupan karyawan tersebut? Bukankah
pemerintah juga bertanggung jawab untuk menciptakan lapangan kerja?
CJS atau penegakan hukum adalah perlu, namun menjadi lebih baik bila
bersamaan dengan itu dilakukan pula upaya “to put things right as possible”,
sebagaimana prespektif dari Restorative Justice.

To put things right as possible
(memulihkan kembali kepada kondisi yang benar/tepat)
Prespektif Restorative Justice, Pelanggaran itu menggambarkan adanya
hubungan (relationship) yang rusak.
Adanya hubungan yang rusak potensial menjadi sebab dan berdampak pada
Pelanggaran. Sebaliknya Pelanggaran juga mengakibatkan hubungan menjadi
rusak.
“The Harm of one is the harm of all”.
Perbuatan “harms” seperti membahayakan; merugikan; merusak; menyakiti;
melukai; mengganggu; mencelakakan; menjahati, dll adalah tindakan keliru
yang perlu diperbaiki dan ditempatkan kembali menjadi benar.
Menjadi kewajiban bagi semua pihak terkait yang berkepentingan yaitu
pelaku, korban, komunitas (masyarakat sekitar, pemerintah daerah, para
pengemban profesi hukum dll) untuk sebisa mungkin menempatkan hal yang
benar.

Restorative Justice
Peduli :
PELAKU, KORBAN, KOMUNITAS
HARMS, NEEDS, OBLIGATIONS

sebisa mungkin menempatkan hal yang benar dan tepat
dalam rangka memulihkan

Restorative Justice tidak dimaksudkan menggatikan CJS.
Restorative Justice dan CJS seyogyanya dipandang dan
dipahami secara lebih utuh sebagai konsepsi atas makna
keadilan dalam rangka melaksanakan Pembangunan
Perdamaian (Peacebuilding)

Peta Pembangunan Perdamaian
Meningkatkan
Kapasitas
1. Kerma Pendidikan Perdamaian
2. Kerma Penelitian dan Evaluasi
3. Kerma Pembangunan dalam
segala bidang

Mengobarkan
Anti Kekerasan
1. Membangkitkan Kesadaran dan
Kepedulian Stake Holder NKRI
2. Meningkatkan Rasa/Sikap/Perilaku
Saling Ketergantungan
(membangun kebersamaan)

Meredam Kekerasan
1. Preventing Victimization; restraining
offenders; Create a space for cooling
down; Cease-Fire Agreements;
Peacekeeping; Humanitarian Assistance
2. Early Warning dan Response Program
3. Legal & Judicial Systems
Criminal Justice System (CJS)
(to maintain order, not revenge)

Transformasi Hubungan
1.
2.
3.
4.
5.

Governance & Policymaking
Trauma Healing & Recovery Programs
Ritual & Symbolic Transformation
Restorative Justice
Conflict Transformation :
- Dialogue;
- Negotiation;
- Mediation.

Adaptasi : The Cycle of Peacebuilding, Strategic Peacebuilding, Lisa Schirch oleh Rachman, Jusril, Poeloengan (2012)

Terima Kasih
Mediasi di luar pengadilan di Indonesia, seharusnya dapat berkembang dengan pesat dengan
masih berlakunya Pancasila sebagai Dasar Negara dan Faslafah Bangsa Indonesia.
Musyawarah untuk mufakat, Kekeluargaan dan Gotong Royong adalah diantara nilai-nilai Pancasila
yang universal akan bermetamorfosis hingga terwujud, tercermin dan selaras dengan semangat
dalam Mediasi itu sendiri.
Berkembangnya Restorative Justice yang dapat mereorientasikan kembali makna Keadilan, yang
ternyata sejalan dengan nilai-nilai universal dari Pancasila, seharusnya dapat menjadi stimulan
dalam mempercepat perkembangan Mediasi di Indonesia.
Masa depan, diperlukan upaya bersama seluruh stake holder, khususnya pembuat kebijakan
dengan mengingat “law as a social tool engineering”, untuk segera berperan aktif, menaruh
perhatian dan turut serta melakukan perancangan UU tentang Mediasi.
UU tentang Mediasi sekaligus guna menselaraskan dan mengharmonisasikan ketentutanketentuan Mediasi yang masih tersebar dalam peraturan perundang-undangan lainnya, sehingga
tercapai kesamaan makna, hakikat dan pengimplementasian Mediasi sebagai Revitalisasi dan
Aktualisasi Pancasila, yang pada akhirnya berperan penting dalam terciptanya Kondisi Damai dan
Sejehtera bagi Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

SEGITIGA MEDIASI,
SUMBER PUSAT MEDIASI
NASIONAL (PMN) 2012

Pusat Mediasi Nasional.
2012. Mediation Triangles
and Mediation Skills.
Pelatihan Mediasi 40 jam
Angkatan 42, 10-14
September 2012, Jakarta.
Segitiga Mediasi ini
diadaptasi dari Boule,
Laurance., & Hwee, The
Hwee. 2000. Mediation:
Principles Process
Practice (Singapore
Edition). Butterworths
Asia & Singapore
Mediation Centre. Hal 99114.

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.1/2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
Pasal 147

Penyelesaian sengketa di bidang perumahan terlebih dahulu diupayakan berdasarkan musyawarah
untuk mufakat.

Pasal 148
(1) Dalam hal penyelesaian sengketa melalui musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, pihak yang
dirugikan dapat menggugat melalui pengadilan yang berada di lingkungan pengadilan umum atau
di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa melalui alternatif
penyelesaian sengketa.
(2) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
melalui arbitrase, konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan/atau penilaian ahli sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. UU yang mana?
(3) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
menghilangkan tanggung jawab pidana.

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.32/2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Dalam penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan dapat digunakan jasa
mediator dan/atau arbiter untuk membantu menyelesaikan sengketa lingkungan hidup, (Pasal
85 ayat 3) Mediasi tidak wajib dan tidak ada penjelasan lebih detil ttg mediasi.



UU No.14/2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik
Komisi Informasi adalah lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan Undang-Undang ini dan
peraturan pelaksanaannya, menetapkan petunjuk teknis standar layanan informasi publik dan
menyelesaikan sengketa informasi publik melalui mediasi dan/atau ajudikasi nonlitigasi
(Pasal 1 ayat 4) Mediator dan Pemutus sengketa
Pasal 40 (1) Penyelesaian sengketa melalui Mediasi merupakan pilihan para pihak dan bersifat
sukarela. Namun, Pasal 42, Penyelesaian Sengketa Informasi Publik melalui Ajudikasi
nonlitigasi oleh Komisi Informasi hanya dapat ditempuh apabila upaya Mediasi dinyatakan
tidak berhasil secara tertulis oleh salah satu atau para pihak yang bersengketa, atau salah satu
atau para pihak yang bersengketa menarik diri dari perundingan. Wajibkah atau pilihankah

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.39/1999 Tentang Hak Asasi Manusia
Komisi Nasional Hak Asasi yang selanjutnya disebut Komnas HAM adalah lembaga mandiri yang
berkedudukan setingkat dalam negara lainya yang berfungsi melaksanakan pengkajian,
penelitian, penyaluran, pemantauan, dan mediasi hak asasi manusia, Pasal 1 ayat 7 jo. Pasal
76. Definisi mediasi tidak dijelaskan
Pasal 89 ayat 4, Untuk melaksanakan fungsi Komnas HAM dalam mediasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 76, Komnas HAM bertugas dan berwenang melakukan: a. perdamaian
kedua belah pihak; b. penyelesaian perkara melaui cara konsultasi, negosiasi, mediasi,
konsiliasi, dan penilaian ahli; c. pemberian saran kepada para pihak untuk menyelesaikan
sengketa melalui pengadilan; d. penyampaian rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak
asasi manusia kepada Pemerintah untuk ditindaklanjuti penyelesaiannya; dan e. penyampaian
rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak asasi manusia kepada Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia untuk ditindaklanjuti. Fungsi Mediasi, namun di dalamnya termasuk
konsultasi, negosiasi, dll. Menyarankan para pihak untuk menyelesaikan sengketa melalui
pengadilan adalah TABU bagi mediator.

UU No. 30 Tahun 1999 Tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
 Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar
peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat
secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. (Pasal 1 ayat 1 UU
30/1999)
 Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa
atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni
penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi,
mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. (Pasal 1 ayat 10 UU 30/1999)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009
TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN

Upaya penyelesaian sengketa perdata dapat dilakukan di luar pengadilan
negara melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa. (Pasal 58
UU No.48/2009)


Arbitrase merupakan cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar
pengadilan yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara
tertulis oleh para pihak yang bersengketa. (Pasal 59 ayat 1 UU No.48/2009)



Alternatif Penyelesaian Sengketa merupakan lembaga penyelesaian
sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak,
yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi,
mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. (Pasal 60 ayat 1 UU No.48/2009)
©PMN 2013

37

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen jo
KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN
REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 350/MPP/Kep/12/2001 TENTANG
PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG BADAN PENYELESAIAN
SENGKETA KONSUMEN
Persidangan Dengan Cara Mediasi

Pasal 30
Majelis dalam menyelesaikan sengketa konsumen dengan cara Mediasi, mempunyai tugas :
a. memanggil konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
b. memanggil saksi dan saksi ahli bila diperlukan;
c. menyediakan forum bagi konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
d. secara aktif mendamaikan konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
e. secara aktif memberikan saran atau anjuran penyelesaian sengketa konsumen sesuai dengan
peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan konsumen.
Pasal 31
Tata cara penyelesaian sengketa konsumen dengan cara Mediasi adalah :
a. Majelis menyerahkan sepenuhnya proses penyelesaian sengketa kepada konsumen dan pelaku usaha
yang bersangkutan, baik mengenai bentuk maupun jumlah ganti rugi;
b. Majelis bertindak aktif sebagai Mediator dengan memberikan nasehat, petunjuk, saran dan upayaupaya lain dalam menyelesaikan sengketa;
c. Majelis menerima hasil musyawarah konsumen dan pelaku usaha dan mengeluarkan ketentuan.


Slide 20

PERKEMBANGAN MEDIASI
DI LUAR PENGADILAN
DI INDONESIA
Andrea Hynan Poeloengan, SH (Unibraw), M.Hum (Unpar), MTCP (Uni of Wollongong)
Workshop Internasional
Perkembangan Mediasi di Indonesia, Jepang dan Australia
Masa Kini Menuju Masa Depan
Rabu, 21 Agustus 2013
Pengadilan Negeri Kelas 1B Cibinong
Kabupaten Bogor

Perma No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan
Pasal 2
Ruang lingkup dan Kekuatan Berlaku Perma
1. Peraturan Mahkamah Agung ini hanya berlaku untuk mediasi yang terkait dengan
proses berperkara di Pengadilan.
2. Setiap hakim, mediator dan para pihak wajib mengikuti prosedur penyelesaian
sengketa melalui mediasi yang diatur dalam Peraturan ini.
3. Tidak menempuh prosedur mediasi berdasarkan Peraturan ini merupakan
pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 130 HIR dan atau Pasal 154 Rbg yang
mengakibatkan putusan batal demi hukum.
4. Hakim dalam pertimbangan putusan perkara wajib menyebutkan bahwa perkara
yang bersangkutan telah diupayakan perdamaian melalui mediasi dengan
menyebutkan nama mediator untuk perkara yang bersangkutan.
Pasal 23
Mediator yang telah tersertifikasi dimungkinkan untuk melakukan Mediasi di luar
pengadilan dengan hasil kesepakatannya dapat diajukan ke pengadilan untuk
memperoleh akta perdamaian dengan cara mengajukan gugatan

KEUTAMAAN PANCASILA
Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011
Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
telah menegaskan bahwa :
PANCASILA adalah
SUMBER DARI SEGALA SUMBER HUKUM
TAP MPR NO.: II/MPR/1978 yang digantikan dengan
TAP MPR NO.: XVIII/MPR/1998
telah menegaskan bahwa
PANCASILA adalah DASAR NEGARA
PANCASILA MENGANDUNG NILAI NILAI LESTARI DAN
UNIVERSAL YANG WAJIB DIUTAMAKAN/DIDAHULUKAN
DALAM RANGKA MEMBANGUN SELURUH SENDI
KEHIDUPAN BERMASYARAKAT, BERBANGSA &
BERNEGARA.

KEUTAMAAN BERMUSYAWARAH

PANCASILA adalah
SUMBER DARI SEGALA SUMBER HUKUM
PANCASILA MENGANDUNG NILAI NILAI LESTARI DAN
UNIVERSAL YANG HARUS DIUTAMAKAN/DIDAHULUKAN
UNTUK MENYELESAIKAN DAN MENGAKHIRI KONFLIK.
NILAI NILAI TERSEBUT TERKANDUNG DALAM SILA
KEEMPAT PANCASILA YANG MENGEDEPANKAN :
KEUTAMAAN MUSYAWARAH UNTUK MUFAKAT
BERDASARKAN ASAS KEKELUARGAAN

Nilai-Nilai Universal Pancasila
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat.
Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.
Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk
kepentingan bersama.
Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat
kekeluargaan.
Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan
melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai hati nurani yang
luhur.
Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggung-jawabkan secara
moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan
martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan

Musyawarah untuk mufakat adalah memang cara penyelesaian perselisihan yang paling
sesuai dengan Pancasila.
NAMUN bagaimana bermusyawarah untuk mufakat, yang lebih berdaya guna dan
berhasil guna, sehingga peluang tercapainya kesepakatan bagi para pihak menjadi lebih
besar ?
Teknik dan metode bermusyawarah untuk mufakat, yang lebih berdaya guna dan berhasil
guna, sehingga peluang tercapainya kesepakatan bagi para pihak menjadi lebih besar,
itulah yang dikenal dengan :
“MEDIASI”

Melalui pengembangan dan pemuktahiran teknik-teknik, metode tahapannya yang sangat
sistematis, dan bantuan dari orang yang berkeahlian, terlatih, terdidik untuk menjadi
seorang Mediator, yang bertugas bukan untuk memutus, melainkan diantaranya untuk
mendorong, membantu pihak berselisih/bersengketa/berkonflik menemukan peluangpeluang yang menurut para pihak adalah terbaik bagi kepentingan bersama para pihak.
Mediasi menjadikan musyawarah mufakat lebih efektif dan efisien, juga dapat
mentransformasi hubungan antara para pihak menjadi lebih terbuka.
MEDIASI BAGI BANGSA INDONESIA, SEYOGIANYA MENJADI UPAYA UTAMA YANG
HARUS DIDAHULUKAN DALAM PENYELESAIAN
PERSELISIHAN/SENGKETA/KONFLIK SEBAGAI AKTUALISASI NILAI-NILAI
UNIVERSAL PANCASILA
Maka, Perma No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan, merupakan bagian dari
aktualisasi nilai-nilai universal Pancasila tersebut

Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 tahun 2008 (PerMa 1/2008)
mendefinisikan Mediasi sebagai cara penyelesaian sengketa melalui proses
perundingan untuk memperoleh kesepakatan dengan dibantu oleh Mediator

Mediasi adalah suatu proses negosiasi dipandu dibantu oleh orang yang terpercaya.
Mediator membantu pihak berkonflik untuk berbagi perspektif dan pengalaman
mereka, mengidentifikasi kebutuhan yang mendasar, bertukar pikiran tentang
pilihan kreatif untuk mengatasi kebutuhan, dan kemudian membuat kesepakatan
akhir. (Lisa Schirch : 2004)
Mediasi sebagai intervensi terhadap suatu sengketa atau negosiasi yang dilakukan
oleh pihak ketiga yang dapat diterima, tidak berpihak/netral, yang tidak mempunyai
kewenangan untuk mengambil keputusan dalam membantu para pihak berselisih
dalam upaya mencari kesepakatan sukarela dalam menyelesaikan permasalahan
yang disengketakan (Christopher Moore: 2003)
Mediasi adalah sarana agar membiasakan Bangsa Indonesia berkonflik dengan cara
yang baik dan benar, untuk mencegah meluasnya, bahkan meningkatnya ekskalasi
konflik dalam rangka mewujudkan Perdamaian, Kesejahteraan, dan Menjaga
Keutuhan NKRI. (Rachman, Jusril, Poeloengan : 2012)
Mediasi merupakan sistem penyelesaian secara damai yang selaras dengan jiwa Sila
Keempat dan Nilai Luhur dari Ke-Bhinneka-Tunggal-Ika-an yang tidak berorientasi
mencari-cari perbedaan, tidak berpretensi mencari siapa yang salah atau siapa yang
benar, melainkan berorientasi pada suatu kesamaan terakomodirnya kebutuhan
atau kepentingan para pihak berkonflik. (Putut Eko Bayuseno : 2012)

Undang Undang No. 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial
telah mengamanatkan untuk mengembangkan sistem penyelesaian
perselisihan secara damai. Dalam Pasal 8 Undang-undang tersebut
dinyatakan bahwa:
1.Penyelesaian perselisihan dalam masyarakat dilakukan secara
damai.
2.Penyelesaian secara damai sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengutamakan musyawarah untuk mufakat.
3.Hasil musyawarah mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
mengikat para pihak.
Penyelesaian perselisihan yang secara damai perlu dimaknai, bahwa
para pihak yang berselisih / bersengketa / berkonflik secara sukarela
melaksanakan hasil kesepakatan perdamaian tanpa merasa
dipaksakan.
Perdamaian yang demikian itu adalah lebih lestari dibandingkan
perdamaian yang dipaksakan oleh pihak ketiga yang lebih berperan
layaknya pemutus dan pengadil, untuk memutuskan dan mengadili
apa yang menurutnya berdasarkan hukum adil bagi para pihak
berselisih / bersengketa / berkonflik tersebut.

KESADARAN HUKUM MENINGKAT = AKSES PADA PENGADILAN ≠
AKSES PADA KEADILAN
FAKTA :
Gambar 1: Grafik tentang Data Penyelesaian Konflik Melalui Jalur Pengadilan

Sumber : Cetak Biru Pembaruan Peradilan 2010-2035 Jakarta Mahkamah Agung RI, 2010 Diterbitkan oleh:
Mahkamah Agung RI, dan Laporan Tahunan Mahkamah Agung RI - Tahun 2010-2011

Kesadaran Hukum Meningkat
Namun frekuensi dan eskalasi Konflik Sosial juga tetap tinggi (Putut Eko Bayuseno : 2012)
9

KONFLIK MENINGKAT
Sistem Nasional Pemantauan Kekerasan (SNPK) : Sistem informasi yang menyediakan data dan analisis
tentang konflik dan kekerasan yang terjadi di berbagai wilayah di Indonesia. Proyek SNPK dipimpin oleh
Kemenkokesra, dengan dukungan Bank Dunia dan The Habibie Center.

http://www.snpk-indonesia.com/DataTools/Index?lang=ina&randdo=38141a91-1af9-4f1b-96da-a0cf05354e2c&userid=429853

10

Sistem Nasional Pemantauan Kekerasan (SNPK)
Periode 2010 s.d 2012

http://www.snpk-indonesia.com/DataTools/Index?lang=ina&randdo=38141a91-1af9-4f1b-96da-a0cf05354e2c&userid=429853

11

MEDIASI DI LUAR PENGADILAN

Mediasi di luar pengadilan yang menarik adalah yang dilakukan di Kabupaten Karawang terhadap
beberapa perselisihan / sengketa / konflik. Mediasi ini dilakukan dengan Mediator seorang perwira
polisi, AKP Iman Imannuddin, SIK, SH, MH, yang pada saat itu menjabat sebagai Kasat Reskrim Polres
Karawang. Ia memang telah mengikuti dan tersertifikasi sebagai seorang Mediator yang bersertifikat
dari Pusat Mediasi Nasional (PMN). Dalam melaksanakan tugasnya, tidak semua perkara diselesaikan
dengan penyidikan hingga penuntutan. Sebagai seorang Mediator yang tersertifikasi, telah merubah
pendekatan caranya bekerja sebagai seorang Reserse dengan menjadikan penegakan hukum sebagai
pilihan terakhir (Ultimum Remedium).
Dari seluruh perkara yang diselesaikan melalui cara Mediasi tersebut, telah mencegah terjadinya konflik
komunal ataupun konflik sosial di Kabupaten Karawang, bahkan dapat terselesaikan sebelum dibuatnya
Laporan Polisi karena masalah telah terselesaikan serta mencapai kesepakatan dan berdamai.

===
Mediasi di luar pengadilan atas perkara dalam Laporan Polisi tentang Tindak Pidana ITE berupa
intersepsi (penyadapan) antara PT. Agc vs Bs. Dalam perkara yang terjadi di Kota Bogor tersebut para
pihak berdamai melalui proses Mediasi yang dipimpin oleh Mediator bersertifikat dari PMN. Hasil
Mediasi tersebut dilaporkan kepada penyidik, hingga akhirnya memperoleh Penghentian Penyidikan
(SP3) dari Polres Bogor Kota, dan para pihak dapat islah kembali.
Ada juga perkara perdata sengketa jual beli saham antara Tn CT dengan Tn HB dkk. Walaupun
perkaranya tengah diperiksa oleh Majelis Hakim Mahkamah Agung RI dalam tahapan Kasasi, tetapi
sebagian besar (90 %) diantara para pihak yang bersengketa telah sepakat untuk berdamai melalui
Mediasi di luar pengadilan yang dipimpin oleh Mediator bersertifikat dari PMN, sehingga realisasi jual
beli saham dapat dilakukan sebelum putusnya perkara Kasasi di Mahkamah Agung RI.
Mediasi seharusnya “Forget the Law”, “Forget the Past”, dan “Don’t Look Back in Anger”

KEMANFAATAN MUSYAWARAH/MEDIASI
Putut Eko Bayuseno. 2012. Optimalisasi Musyawarah Sebagai Sarana Pengelolaan Konflik Dapat Meningkatkan Keamanan Di
Daerah Dalam Rangka Memperkuat Ketahanan Nasional. Esai Lemhanas PPSA XVIII. Lemhanas. Jakarta.

Data penyelesaian perkara/konflik khusus perkara yang berhubungan dengan Direktorat Reskrim Umum
pada Wilayah Hukum Polda Jawa Barat (21 Polres, 1 Polrestabes, 1 Dit Reskrim Um) per Semester I tahun
2012 (Januari s/d Juni 2012), Jumlah total perkara/konflik 15.595 kasus.
Data di olah dari sumber Dit Reskrim Um Polda Jawa Barat.
Siap dilakukan penuntutan (P.21) = 4516
perkara (28,96%)

4.93%

8,83%

5.76%
2.87%

28,96%

Belum selesai proses penyidikannya =
7588 perkara/konflik (48,66%)

Penghentian penyidikan (SP 3) = 447
Konflik (2,87%)

48,66%

musyawarah untuk mufakat ataupun
mediasi di kantor polisi setelah ada
Laporan polisi = 898 konflik (Peran
Penyelidik & Penyidik) (5,76%)
musyawarah untuk mufakat ataupun
mediasi di kantor Polisi, sebelum
timbulnya Laporan Polisi = 769 Konflik
(Peran Bhabinkamtibmas & Personil
lainnya) (4,93%)

KEMANFAATAN MUSYAWARAH/MEDIASI
Putut Eko Bayuseno. 2012. Optimalisasi Musyawarah Sebagai Sarana Pengelolaan Konflik Dapat Meningkatkan Keamanan Di
Daerah Dalam Rangka Memperkuat Ketahanan Nasional. Esai Lemhanas PPSA XVIII. Lemhanas. Jakarta.

Perbandingan Biaya Penyelesaian Konflik
Antara Melalui Musyawarah/Mediasi dan Tidak Melalui Musyawarah/Mediasi
Data di olah dari sumber Dit Reskrim Um Polda Jawa Barat.
Rp70,000,000,000

Rp60,000,000,000

Rp62.515.389.000
Rp50,000,000,000

Rp40,000,000,000

Rp30,000,000,000
Series1
Rp20,000,000,000

Rp10,000,000,000

Rp9.132.000.000
Rp0
3044 perkara/konflik diselesaikan melalui mediasi
dikalikan biaya rata rata penyelesaian sebesar Rp.
3.000.000,-

Bila 3044 perkara/konflik tidak diselesaikan melalui
mediasi maka dikalikan Rata Rata biaya Berdasarkan
Skep Kapolri No. Kep/606/XI/2011 tgl 17 Nop 2011
indeks anggaran lidik sidik perkara, sebesar Rp.
20.537.250,-

SOP tentang Pelaksanaan Tugas
Bhabinkamtibmas Oktober 2011
Fungsi Bhabinkamtibmas
• 2 f memediasi dan memfasilitasi upaya
pemecahan masalah yang terjadi di masyarakat;
Peran Bhabinkamtibmas
• 3 c mediator dan fasilitator dalam penyelesaian
permasalahan-permasalahan sosial yang terjadi
di masyarakat Desa/ Kelurahan

HEMAT ? (ilustrasi)
INSTANSI, IF…

IF…, JUMLAH INSTANSI X BIAYA
PENANGANAN PERKARA

TOTAL

POLSEK
1 perkara / 1 bulan

4000 x @ Rp. 500.000
anggaran per perkara

Rp.

2.000.000.000

POLRES
1 perkara / 1 bulan

400 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

400.000.000

POLDA
1 perkara / 1 bulan

25 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

25.000.000

KEJAKSAAN
1 perkara / 1 bulan

300 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

300.000.000

PENGADILAN
1 perkara / 1 bulan

300 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

300.000.000

Penghematan Anggaran
Negara Perbulan

Rp. 3.025.000.000 +
Potential Lost (Social Cost)

Biaya Penyelesaian Sengketa
Indicator
WAKTU (days)
BIAYA (% of
KERUGIAN)

Indonesia
570
122.7

East Asia & Pacific
519
47.8

OECD
518
19.7

Doing Business 2012: Data for Indonesia (WB)
Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD - Organisation for Economic Co-operation and Development)

Hambatan Mediasi
Mediasi vs Paradigma Keadilan yang Legisme
•Pelanggaran adalah Wanprestasi, Onrechmatmatige Daad,
Wederrechttelick.
•Ada aturan yang dilanggar. Cara penyelesaian sesuai dengan aturan
hukum dan hukum acara.
•Keadilan: Adil jika perbuatan sesuai dengan hukum. Adil jika salah
telah dihukum sesuai dengan aturan yang berlaku
Mediasi : Keadilan adalah kepentingan para pihak terpenuhi,
keadaan masing-masing pihak terpulihkan, kepentingan yang lebih
besar tidak terganggu, hubungan menjadi lebih terbuka, tanpa
pembuktian formal, tanpa benar salah, keputusan dibuat dan
disepakati para pihak.
Mediasi : memulihkan hubungan yang rusak = Restorative Justice

Tidak ada yang salah dengan
Konsepsi Hukum yang Legisme tersebut.
Hanya saja masyarakat pada umumnya dan para pengemban profesi hukum
menjadi terorientasikan pada makna keadilan yang legisme pula.
Konsepsi hukum atas makna “pelanggaran” yang legisme, yang terfokus pada
makna keadilan yang legisme pula tersebut, berbeda dengan prespektif dari
keadilan yang memulihkan (Restorative Justice).
VS
Mediasi : Keadilan adalah kepentingan para pihak terpenuhi, keadaan
masing-masing pihak terpulihkan, kepentingan yang lebih besar tidak
terganggu, hubungan menjadi lebih terbuka, tanpa pembuktian formal,
tanpa benar salah, keputusan dibuat dan disepakati para pihak

Yurisprudensi atau Sekedar Preseden ?







Perkara 378 jo 372 KUHP- LP/43/IX/2007/DIR RESKRIM POLDA DIY – Pelapor Cabut
Penyidik & Penuntut tetap Lanjut  Sidang PN Yogyakarta
PUT PN Yogyakarta: No. 317/PID.B/2008 Pencabutan Pengaduan Dikabulkan &
Penuntutan Tidak dapat Diterima
PUT PT Yogyakarta:No. 01/PID/PLW/2009/PT.YK : Persidangan PN Yogyakarta
Batal Demi Hukum
PUT Kasasi MA RI: No. 1600 K/PID/2009 : Pencabutan Pengaduan Dikabulkan &
Penuntutan Tidak dapat Diterima

Mediasi  Damai  Cabut Laporan  Tdk Cukup Bukti ?
Mediasi  Damai  Bukan Peraka Pidana ?
Mediasi  Damai  Demi Hukum  Diskresi  Restorative Justice ? (vide Pasal 18
UU No. 2 Tahun 2002 jo Pasal 30 ayat 4 UUD 1945)  Ultimum Remedium

Konsepsi Humanis Restorative Justice
Prespektif Restorative Justice :
1.

Bahwa Pelanggaran adalah suatu perbuatan yang mungkin keliru
dilakukan oleh pihak
tertentu sehingga membuat hubungan
(relationship) diantara pihak tertentu tersebut dengan para pihak lainya
yang terkait menjadi rusak.

2.

Bahwa hubungan yang menjadi rusak tersebut, harus diperbaiki,
dipulihkan, disembuhkan dengan sebisa mungkin menempatkan hal
yang benar (to put things right as possible)

3.

Bahwa perlu dilakukan upaya yang mendorong seluruh pihak terkait
untuk mengerti/memahami akibat/konsekuensi dari suatu pelanggaran.
Selanjutnya berupaya memastikan bahwa seluruh pihak terkait berniat
dan merealisasikan tindakan sebanyak mungkin menempatkan hal yang
benar, dalam rangka merajut kembali atau memperbaiki hubungan yang
telah rusak.
23

Prespektif Legisme.
•Pelanggaran UU
•Siapa yang Salah atau Benar
•Pembuktian menjadi utama
•Menyalahkan perilaku di masa lalu
•Nememis “pembalasan” /hukuman
•Keadilan sesuai undang undang
•Ketidakpuasan






Prespektif Restorative Justice
Pelanggaran / Perusakan (Harms) Relationship
Merubah perilaku di masa yang akan datang
Mengobati, memulihkan, memperbaiki relationship
Semua pihak terkait bertanggungjawab
Kebersamaan mengidentifikasi dan memetakan kerugiankerugian, kebutuhan dan tindakan yang perlu dilakukan untuk
memulihkan relationship
24

Anggapan Keliru !
Restorative Justice seringkali dianggap semata sebagai suatu
bentuk pemaafan atau pengampunan!
Bahwa benar dengan pemaafan (ataupun pengampunan) maka
suatu hubungan yang rusak akan menjadi pulih, namun dalam
Restorative Justice tidak selalu harus ada unsur pemaafan.
Restorative Justice tidak hanya terfokus pada korban, akan
tetapi concern pula terhadap pihak pelanggar dan pihak lain
yang terdampak. Menjadi lebih utama adalah sebisa mungkin
menempatkan hal yang benar, agar kondisi/keadaan/suatu
relationship pada masa yang akan datang menjadi lebih baik.

Anggapan Keliru !
Restorative Justice dianggap berbeda arah dengan Criminal
Justice System dan Civil Justice System bahkan ada anggapan
keberadaannya menjadi tumpang tindih dengan Justice System
yang telah ada.
Bahwa Restorative Justice adalah konsepsi atas makna keadilan.
Dengan Restorative Justice kita berupaya mereorientasi kembali
bagaimana kita perlu memahami makna keadilan yang lebih
dalam.

Apakah suatu kondisi dimana seseorang yang terbukti melakukan perbuatan
melawan hukum (pelaku) dan telah dijatuhi sanksi dapat diartikan bahwa
keadilan telah ditegakkan? Dalam konsepsi CJS, kondisi demikian dapat
dikatakan telah memenuhi rasa keadilan. Hukuman yang setimpal adalah
suatu keadilan
Bagaimana dengan keberlangsungan kehidupan istrinya dan anak dari
pelaku?
Bagaimana dengan keluarga korban yang sering kali tidak dapat menerima
putusan dari Majelis Hakim yang dianggap tidak cukup memuaskan ?
Bagaimana dengan keberlangsungan kehidupan 1000 karyawan yang
perusahaan tempatnya bekerja, dinyatakan pailit oleh putusan pengadilan
atas adanya gugatan pailit pihak kreditur? Siapa yang harus bertanggung
jawab atas keberlangsungan kehidupan karyawan tersebut? Bukankah
pemerintah juga bertanggung jawab untuk menciptakan lapangan kerja?
CJS atau penegakan hukum adalah perlu, namun menjadi lebih baik bila
bersamaan dengan itu dilakukan pula upaya “to put things right as possible”,
sebagaimana prespektif dari Restorative Justice.

To put things right as possible
(memulihkan kembali kepada kondisi yang benar/tepat)
Prespektif Restorative Justice, Pelanggaran itu menggambarkan adanya
hubungan (relationship) yang rusak.
Adanya hubungan yang rusak potensial menjadi sebab dan berdampak pada
Pelanggaran. Sebaliknya Pelanggaran juga mengakibatkan hubungan menjadi
rusak.
“The Harm of one is the harm of all”.
Perbuatan “harms” seperti membahayakan; merugikan; merusak; menyakiti;
melukai; mengganggu; mencelakakan; menjahati, dll adalah tindakan keliru
yang perlu diperbaiki dan ditempatkan kembali menjadi benar.
Menjadi kewajiban bagi semua pihak terkait yang berkepentingan yaitu
pelaku, korban, komunitas (masyarakat sekitar, pemerintah daerah, para
pengemban profesi hukum dll) untuk sebisa mungkin menempatkan hal yang
benar.

Restorative Justice
Peduli :
PELAKU, KORBAN, KOMUNITAS
HARMS, NEEDS, OBLIGATIONS

sebisa mungkin menempatkan hal yang benar dan tepat
dalam rangka memulihkan

Restorative Justice tidak dimaksudkan menggatikan CJS.
Restorative Justice dan CJS seyogyanya dipandang dan
dipahami secara lebih utuh sebagai konsepsi atas makna
keadilan dalam rangka melaksanakan Pembangunan
Perdamaian (Peacebuilding)

Peta Pembangunan Perdamaian
Meningkatkan
Kapasitas
1. Kerma Pendidikan Perdamaian
2. Kerma Penelitian dan Evaluasi
3. Kerma Pembangunan dalam
segala bidang

Mengobarkan
Anti Kekerasan
1. Membangkitkan Kesadaran dan
Kepedulian Stake Holder NKRI
2. Meningkatkan Rasa/Sikap/Perilaku
Saling Ketergantungan
(membangun kebersamaan)

Meredam Kekerasan
1. Preventing Victimization; restraining
offenders; Create a space for cooling
down; Cease-Fire Agreements;
Peacekeeping; Humanitarian Assistance
2. Early Warning dan Response Program
3. Legal & Judicial Systems
Criminal Justice System (CJS)
(to maintain order, not revenge)

Transformasi Hubungan
1.
2.
3.
4.
5.

Governance & Policymaking
Trauma Healing & Recovery Programs
Ritual & Symbolic Transformation
Restorative Justice
Conflict Transformation :
- Dialogue;
- Negotiation;
- Mediation.

Adaptasi : The Cycle of Peacebuilding, Strategic Peacebuilding, Lisa Schirch oleh Rachman, Jusril, Poeloengan (2012)

Terima Kasih
Mediasi di luar pengadilan di Indonesia, seharusnya dapat berkembang dengan pesat dengan
masih berlakunya Pancasila sebagai Dasar Negara dan Faslafah Bangsa Indonesia.
Musyawarah untuk mufakat, Kekeluargaan dan Gotong Royong adalah diantara nilai-nilai Pancasila
yang universal akan bermetamorfosis hingga terwujud, tercermin dan selaras dengan semangat
dalam Mediasi itu sendiri.
Berkembangnya Restorative Justice yang dapat mereorientasikan kembali makna Keadilan, yang
ternyata sejalan dengan nilai-nilai universal dari Pancasila, seharusnya dapat menjadi stimulan
dalam mempercepat perkembangan Mediasi di Indonesia.
Masa depan, diperlukan upaya bersama seluruh stake holder, khususnya pembuat kebijakan
dengan mengingat “law as a social tool engineering”, untuk segera berperan aktif, menaruh
perhatian dan turut serta melakukan perancangan UU tentang Mediasi.
UU tentang Mediasi sekaligus guna menselaraskan dan mengharmonisasikan ketentutanketentuan Mediasi yang masih tersebar dalam peraturan perundang-undangan lainnya, sehingga
tercapai kesamaan makna, hakikat dan pengimplementasian Mediasi sebagai Revitalisasi dan
Aktualisasi Pancasila, yang pada akhirnya berperan penting dalam terciptanya Kondisi Damai dan
Sejehtera bagi Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

SEGITIGA MEDIASI,
SUMBER PUSAT MEDIASI
NASIONAL (PMN) 2012

Pusat Mediasi Nasional.
2012. Mediation Triangles
and Mediation Skills.
Pelatihan Mediasi 40 jam
Angkatan 42, 10-14
September 2012, Jakarta.
Segitiga Mediasi ini
diadaptasi dari Boule,
Laurance., & Hwee, The
Hwee. 2000. Mediation:
Principles Process
Practice (Singapore
Edition). Butterworths
Asia & Singapore
Mediation Centre. Hal 99114.

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.1/2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
Pasal 147

Penyelesaian sengketa di bidang perumahan terlebih dahulu diupayakan berdasarkan musyawarah
untuk mufakat.

Pasal 148
(1) Dalam hal penyelesaian sengketa melalui musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, pihak yang
dirugikan dapat menggugat melalui pengadilan yang berada di lingkungan pengadilan umum atau
di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa melalui alternatif
penyelesaian sengketa.
(2) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
melalui arbitrase, konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan/atau penilaian ahli sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. UU yang mana?
(3) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
menghilangkan tanggung jawab pidana.

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.32/2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Dalam penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan dapat digunakan jasa
mediator dan/atau arbiter untuk membantu menyelesaikan sengketa lingkungan hidup, (Pasal
85 ayat 3) Mediasi tidak wajib dan tidak ada penjelasan lebih detil ttg mediasi.



UU No.14/2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik
Komisi Informasi adalah lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan Undang-Undang ini dan
peraturan pelaksanaannya, menetapkan petunjuk teknis standar layanan informasi publik dan
menyelesaikan sengketa informasi publik melalui mediasi dan/atau ajudikasi nonlitigasi
(Pasal 1 ayat 4) Mediator dan Pemutus sengketa
Pasal 40 (1) Penyelesaian sengketa melalui Mediasi merupakan pilihan para pihak dan bersifat
sukarela. Namun, Pasal 42, Penyelesaian Sengketa Informasi Publik melalui Ajudikasi
nonlitigasi oleh Komisi Informasi hanya dapat ditempuh apabila upaya Mediasi dinyatakan
tidak berhasil secara tertulis oleh salah satu atau para pihak yang bersengketa, atau salah satu
atau para pihak yang bersengketa menarik diri dari perundingan. Wajibkah atau pilihankah

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.39/1999 Tentang Hak Asasi Manusia
Komisi Nasional Hak Asasi yang selanjutnya disebut Komnas HAM adalah lembaga mandiri yang
berkedudukan setingkat dalam negara lainya yang berfungsi melaksanakan pengkajian,
penelitian, penyaluran, pemantauan, dan mediasi hak asasi manusia, Pasal 1 ayat 7 jo. Pasal
76. Definisi mediasi tidak dijelaskan
Pasal 89 ayat 4, Untuk melaksanakan fungsi Komnas HAM dalam mediasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 76, Komnas HAM bertugas dan berwenang melakukan: a. perdamaian
kedua belah pihak; b. penyelesaian perkara melaui cara konsultasi, negosiasi, mediasi,
konsiliasi, dan penilaian ahli; c. pemberian saran kepada para pihak untuk menyelesaikan
sengketa melalui pengadilan; d. penyampaian rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak
asasi manusia kepada Pemerintah untuk ditindaklanjuti penyelesaiannya; dan e. penyampaian
rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak asasi manusia kepada Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia untuk ditindaklanjuti. Fungsi Mediasi, namun di dalamnya termasuk
konsultasi, negosiasi, dll. Menyarankan para pihak untuk menyelesaikan sengketa melalui
pengadilan adalah TABU bagi mediator.

UU No. 30 Tahun 1999 Tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
 Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar
peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat
secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. (Pasal 1 ayat 1 UU
30/1999)
 Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa
atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni
penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi,
mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. (Pasal 1 ayat 10 UU 30/1999)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009
TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN

Upaya penyelesaian sengketa perdata dapat dilakukan di luar pengadilan
negara melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa. (Pasal 58
UU No.48/2009)


Arbitrase merupakan cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar
pengadilan yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara
tertulis oleh para pihak yang bersengketa. (Pasal 59 ayat 1 UU No.48/2009)



Alternatif Penyelesaian Sengketa merupakan lembaga penyelesaian
sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak,
yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi,
mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. (Pasal 60 ayat 1 UU No.48/2009)
©PMN 2013

37

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen jo
KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN
REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 350/MPP/Kep/12/2001 TENTANG
PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG BADAN PENYELESAIAN
SENGKETA KONSUMEN
Persidangan Dengan Cara Mediasi

Pasal 30
Majelis dalam menyelesaikan sengketa konsumen dengan cara Mediasi, mempunyai tugas :
a. memanggil konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
b. memanggil saksi dan saksi ahli bila diperlukan;
c. menyediakan forum bagi konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
d. secara aktif mendamaikan konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
e. secara aktif memberikan saran atau anjuran penyelesaian sengketa konsumen sesuai dengan
peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan konsumen.
Pasal 31
Tata cara penyelesaian sengketa konsumen dengan cara Mediasi adalah :
a. Majelis menyerahkan sepenuhnya proses penyelesaian sengketa kepada konsumen dan pelaku usaha
yang bersangkutan, baik mengenai bentuk maupun jumlah ganti rugi;
b. Majelis bertindak aktif sebagai Mediator dengan memberikan nasehat, petunjuk, saran dan upayaupaya lain dalam menyelesaikan sengketa;
c. Majelis menerima hasil musyawarah konsumen dan pelaku usaha dan mengeluarkan ketentuan.


Slide 21

PERKEMBANGAN MEDIASI
DI LUAR PENGADILAN
DI INDONESIA
Andrea Hynan Poeloengan, SH (Unibraw), M.Hum (Unpar), MTCP (Uni of Wollongong)
Workshop Internasional
Perkembangan Mediasi di Indonesia, Jepang dan Australia
Masa Kini Menuju Masa Depan
Rabu, 21 Agustus 2013
Pengadilan Negeri Kelas 1B Cibinong
Kabupaten Bogor

Perma No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan
Pasal 2
Ruang lingkup dan Kekuatan Berlaku Perma
1. Peraturan Mahkamah Agung ini hanya berlaku untuk mediasi yang terkait dengan
proses berperkara di Pengadilan.
2. Setiap hakim, mediator dan para pihak wajib mengikuti prosedur penyelesaian
sengketa melalui mediasi yang diatur dalam Peraturan ini.
3. Tidak menempuh prosedur mediasi berdasarkan Peraturan ini merupakan
pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 130 HIR dan atau Pasal 154 Rbg yang
mengakibatkan putusan batal demi hukum.
4. Hakim dalam pertimbangan putusan perkara wajib menyebutkan bahwa perkara
yang bersangkutan telah diupayakan perdamaian melalui mediasi dengan
menyebutkan nama mediator untuk perkara yang bersangkutan.
Pasal 23
Mediator yang telah tersertifikasi dimungkinkan untuk melakukan Mediasi di luar
pengadilan dengan hasil kesepakatannya dapat diajukan ke pengadilan untuk
memperoleh akta perdamaian dengan cara mengajukan gugatan

KEUTAMAAN PANCASILA
Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011
Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
telah menegaskan bahwa :
PANCASILA adalah
SUMBER DARI SEGALA SUMBER HUKUM
TAP MPR NO.: II/MPR/1978 yang digantikan dengan
TAP MPR NO.: XVIII/MPR/1998
telah menegaskan bahwa
PANCASILA adalah DASAR NEGARA
PANCASILA MENGANDUNG NILAI NILAI LESTARI DAN
UNIVERSAL YANG WAJIB DIUTAMAKAN/DIDAHULUKAN
DALAM RANGKA MEMBANGUN SELURUH SENDI
KEHIDUPAN BERMASYARAKAT, BERBANGSA &
BERNEGARA.

KEUTAMAAN BERMUSYAWARAH

PANCASILA adalah
SUMBER DARI SEGALA SUMBER HUKUM
PANCASILA MENGANDUNG NILAI NILAI LESTARI DAN
UNIVERSAL YANG HARUS DIUTAMAKAN/DIDAHULUKAN
UNTUK MENYELESAIKAN DAN MENGAKHIRI KONFLIK.
NILAI NILAI TERSEBUT TERKANDUNG DALAM SILA
KEEMPAT PANCASILA YANG MENGEDEPANKAN :
KEUTAMAAN MUSYAWARAH UNTUK MUFAKAT
BERDASARKAN ASAS KEKELUARGAAN

Nilai-Nilai Universal Pancasila
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat.
Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.
Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk
kepentingan bersama.
Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat
kekeluargaan.
Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan
melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai hati nurani yang
luhur.
Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggung-jawabkan secara
moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan
martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan

Musyawarah untuk mufakat adalah memang cara penyelesaian perselisihan yang paling
sesuai dengan Pancasila.
NAMUN bagaimana bermusyawarah untuk mufakat, yang lebih berdaya guna dan
berhasil guna, sehingga peluang tercapainya kesepakatan bagi para pihak menjadi lebih
besar ?
Teknik dan metode bermusyawarah untuk mufakat, yang lebih berdaya guna dan berhasil
guna, sehingga peluang tercapainya kesepakatan bagi para pihak menjadi lebih besar,
itulah yang dikenal dengan :
“MEDIASI”

Melalui pengembangan dan pemuktahiran teknik-teknik, metode tahapannya yang sangat
sistematis, dan bantuan dari orang yang berkeahlian, terlatih, terdidik untuk menjadi
seorang Mediator, yang bertugas bukan untuk memutus, melainkan diantaranya untuk
mendorong, membantu pihak berselisih/bersengketa/berkonflik menemukan peluangpeluang yang menurut para pihak adalah terbaik bagi kepentingan bersama para pihak.
Mediasi menjadikan musyawarah mufakat lebih efektif dan efisien, juga dapat
mentransformasi hubungan antara para pihak menjadi lebih terbuka.
MEDIASI BAGI BANGSA INDONESIA, SEYOGIANYA MENJADI UPAYA UTAMA YANG
HARUS DIDAHULUKAN DALAM PENYELESAIAN
PERSELISIHAN/SENGKETA/KONFLIK SEBAGAI AKTUALISASI NILAI-NILAI
UNIVERSAL PANCASILA
Maka, Perma No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan, merupakan bagian dari
aktualisasi nilai-nilai universal Pancasila tersebut

Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 tahun 2008 (PerMa 1/2008)
mendefinisikan Mediasi sebagai cara penyelesaian sengketa melalui proses
perundingan untuk memperoleh kesepakatan dengan dibantu oleh Mediator

Mediasi adalah suatu proses negosiasi dipandu dibantu oleh orang yang terpercaya.
Mediator membantu pihak berkonflik untuk berbagi perspektif dan pengalaman
mereka, mengidentifikasi kebutuhan yang mendasar, bertukar pikiran tentang
pilihan kreatif untuk mengatasi kebutuhan, dan kemudian membuat kesepakatan
akhir. (Lisa Schirch : 2004)
Mediasi sebagai intervensi terhadap suatu sengketa atau negosiasi yang dilakukan
oleh pihak ketiga yang dapat diterima, tidak berpihak/netral, yang tidak mempunyai
kewenangan untuk mengambil keputusan dalam membantu para pihak berselisih
dalam upaya mencari kesepakatan sukarela dalam menyelesaikan permasalahan
yang disengketakan (Christopher Moore: 2003)
Mediasi adalah sarana agar membiasakan Bangsa Indonesia berkonflik dengan cara
yang baik dan benar, untuk mencegah meluasnya, bahkan meningkatnya ekskalasi
konflik dalam rangka mewujudkan Perdamaian, Kesejahteraan, dan Menjaga
Keutuhan NKRI. (Rachman, Jusril, Poeloengan : 2012)
Mediasi merupakan sistem penyelesaian secara damai yang selaras dengan jiwa Sila
Keempat dan Nilai Luhur dari Ke-Bhinneka-Tunggal-Ika-an yang tidak berorientasi
mencari-cari perbedaan, tidak berpretensi mencari siapa yang salah atau siapa yang
benar, melainkan berorientasi pada suatu kesamaan terakomodirnya kebutuhan
atau kepentingan para pihak berkonflik. (Putut Eko Bayuseno : 2012)

Undang Undang No. 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial
telah mengamanatkan untuk mengembangkan sistem penyelesaian
perselisihan secara damai. Dalam Pasal 8 Undang-undang tersebut
dinyatakan bahwa:
1.Penyelesaian perselisihan dalam masyarakat dilakukan secara
damai.
2.Penyelesaian secara damai sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengutamakan musyawarah untuk mufakat.
3.Hasil musyawarah mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
mengikat para pihak.
Penyelesaian perselisihan yang secara damai perlu dimaknai, bahwa
para pihak yang berselisih / bersengketa / berkonflik secara sukarela
melaksanakan hasil kesepakatan perdamaian tanpa merasa
dipaksakan.
Perdamaian yang demikian itu adalah lebih lestari dibandingkan
perdamaian yang dipaksakan oleh pihak ketiga yang lebih berperan
layaknya pemutus dan pengadil, untuk memutuskan dan mengadili
apa yang menurutnya berdasarkan hukum adil bagi para pihak
berselisih / bersengketa / berkonflik tersebut.

KESADARAN HUKUM MENINGKAT = AKSES PADA PENGADILAN ≠
AKSES PADA KEADILAN
FAKTA :
Gambar 1: Grafik tentang Data Penyelesaian Konflik Melalui Jalur Pengadilan

Sumber : Cetak Biru Pembaruan Peradilan 2010-2035 Jakarta Mahkamah Agung RI, 2010 Diterbitkan oleh:
Mahkamah Agung RI, dan Laporan Tahunan Mahkamah Agung RI - Tahun 2010-2011

Kesadaran Hukum Meningkat
Namun frekuensi dan eskalasi Konflik Sosial juga tetap tinggi (Putut Eko Bayuseno : 2012)
9

KONFLIK MENINGKAT
Sistem Nasional Pemantauan Kekerasan (SNPK) : Sistem informasi yang menyediakan data dan analisis
tentang konflik dan kekerasan yang terjadi di berbagai wilayah di Indonesia. Proyek SNPK dipimpin oleh
Kemenkokesra, dengan dukungan Bank Dunia dan The Habibie Center.

http://www.snpk-indonesia.com/DataTools/Index?lang=ina&randdo=38141a91-1af9-4f1b-96da-a0cf05354e2c&userid=429853

10

Sistem Nasional Pemantauan Kekerasan (SNPK)
Periode 2010 s.d 2012

http://www.snpk-indonesia.com/DataTools/Index?lang=ina&randdo=38141a91-1af9-4f1b-96da-a0cf05354e2c&userid=429853

11

MEDIASI DI LUAR PENGADILAN

Mediasi di luar pengadilan yang menarik adalah yang dilakukan di Kabupaten Karawang terhadap
beberapa perselisihan / sengketa / konflik. Mediasi ini dilakukan dengan Mediator seorang perwira
polisi, AKP Iman Imannuddin, SIK, SH, MH, yang pada saat itu menjabat sebagai Kasat Reskrim Polres
Karawang. Ia memang telah mengikuti dan tersertifikasi sebagai seorang Mediator yang bersertifikat
dari Pusat Mediasi Nasional (PMN). Dalam melaksanakan tugasnya, tidak semua perkara diselesaikan
dengan penyidikan hingga penuntutan. Sebagai seorang Mediator yang tersertifikasi, telah merubah
pendekatan caranya bekerja sebagai seorang Reserse dengan menjadikan penegakan hukum sebagai
pilihan terakhir (Ultimum Remedium).
Dari seluruh perkara yang diselesaikan melalui cara Mediasi tersebut, telah mencegah terjadinya konflik
komunal ataupun konflik sosial di Kabupaten Karawang, bahkan dapat terselesaikan sebelum dibuatnya
Laporan Polisi karena masalah telah terselesaikan serta mencapai kesepakatan dan berdamai.

===
Mediasi di luar pengadilan atas perkara dalam Laporan Polisi tentang Tindak Pidana ITE berupa
intersepsi (penyadapan) antara PT. Agc vs Bs. Dalam perkara yang terjadi di Kota Bogor tersebut para
pihak berdamai melalui proses Mediasi yang dipimpin oleh Mediator bersertifikat dari PMN. Hasil
Mediasi tersebut dilaporkan kepada penyidik, hingga akhirnya memperoleh Penghentian Penyidikan
(SP3) dari Polres Bogor Kota, dan para pihak dapat islah kembali.
Ada juga perkara perdata sengketa jual beli saham antara Tn CT dengan Tn HB dkk. Walaupun
perkaranya tengah diperiksa oleh Majelis Hakim Mahkamah Agung RI dalam tahapan Kasasi, tetapi
sebagian besar (90 %) diantara para pihak yang bersengketa telah sepakat untuk berdamai melalui
Mediasi di luar pengadilan yang dipimpin oleh Mediator bersertifikat dari PMN, sehingga realisasi jual
beli saham dapat dilakukan sebelum putusnya perkara Kasasi di Mahkamah Agung RI.
Mediasi seharusnya “Forget the Law”, “Forget the Past”, dan “Don’t Look Back in Anger”

KEMANFAATAN MUSYAWARAH/MEDIASI
Putut Eko Bayuseno. 2012. Optimalisasi Musyawarah Sebagai Sarana Pengelolaan Konflik Dapat Meningkatkan Keamanan Di
Daerah Dalam Rangka Memperkuat Ketahanan Nasional. Esai Lemhanas PPSA XVIII. Lemhanas. Jakarta.

Data penyelesaian perkara/konflik khusus perkara yang berhubungan dengan Direktorat Reskrim Umum
pada Wilayah Hukum Polda Jawa Barat (21 Polres, 1 Polrestabes, 1 Dit Reskrim Um) per Semester I tahun
2012 (Januari s/d Juni 2012), Jumlah total perkara/konflik 15.595 kasus.
Data di olah dari sumber Dit Reskrim Um Polda Jawa Barat.
Siap dilakukan penuntutan (P.21) = 4516
perkara (28,96%)

4.93%

8,83%

5.76%
2.87%

28,96%

Belum selesai proses penyidikannya =
7588 perkara/konflik (48,66%)

Penghentian penyidikan (SP 3) = 447
Konflik (2,87%)

48,66%

musyawarah untuk mufakat ataupun
mediasi di kantor polisi setelah ada
Laporan polisi = 898 konflik (Peran
Penyelidik & Penyidik) (5,76%)
musyawarah untuk mufakat ataupun
mediasi di kantor Polisi, sebelum
timbulnya Laporan Polisi = 769 Konflik
(Peran Bhabinkamtibmas & Personil
lainnya) (4,93%)

KEMANFAATAN MUSYAWARAH/MEDIASI
Putut Eko Bayuseno. 2012. Optimalisasi Musyawarah Sebagai Sarana Pengelolaan Konflik Dapat Meningkatkan Keamanan Di
Daerah Dalam Rangka Memperkuat Ketahanan Nasional. Esai Lemhanas PPSA XVIII. Lemhanas. Jakarta.

Perbandingan Biaya Penyelesaian Konflik
Antara Melalui Musyawarah/Mediasi dan Tidak Melalui Musyawarah/Mediasi
Data di olah dari sumber Dit Reskrim Um Polda Jawa Barat.
Rp70,000,000,000

Rp60,000,000,000

Rp62.515.389.000
Rp50,000,000,000

Rp40,000,000,000

Rp30,000,000,000
Series1
Rp20,000,000,000

Rp10,000,000,000

Rp9.132.000.000
Rp0
3044 perkara/konflik diselesaikan melalui mediasi
dikalikan biaya rata rata penyelesaian sebesar Rp.
3.000.000,-

Bila 3044 perkara/konflik tidak diselesaikan melalui
mediasi maka dikalikan Rata Rata biaya Berdasarkan
Skep Kapolri No. Kep/606/XI/2011 tgl 17 Nop 2011
indeks anggaran lidik sidik perkara, sebesar Rp.
20.537.250,-

SOP tentang Pelaksanaan Tugas
Bhabinkamtibmas Oktober 2011
Fungsi Bhabinkamtibmas
• 2 f memediasi dan memfasilitasi upaya
pemecahan masalah yang terjadi di masyarakat;
Peran Bhabinkamtibmas
• 3 c mediator dan fasilitator dalam penyelesaian
permasalahan-permasalahan sosial yang terjadi
di masyarakat Desa/ Kelurahan

HEMAT ? (ilustrasi)
INSTANSI, IF…

IF…, JUMLAH INSTANSI X BIAYA
PENANGANAN PERKARA

TOTAL

POLSEK
1 perkara / 1 bulan

4000 x @ Rp. 500.000
anggaran per perkara

Rp.

2.000.000.000

POLRES
1 perkara / 1 bulan

400 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

400.000.000

POLDA
1 perkara / 1 bulan

25 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

25.000.000

KEJAKSAAN
1 perkara / 1 bulan

300 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

300.000.000

PENGADILAN
1 perkara / 1 bulan

300 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

300.000.000

Penghematan Anggaran
Negara Perbulan

Rp. 3.025.000.000 +
Potential Lost (Social Cost)

Biaya Penyelesaian Sengketa
Indicator
WAKTU (days)
BIAYA (% of
KERUGIAN)

Indonesia
570
122.7

East Asia & Pacific
519
47.8

OECD
518
19.7

Doing Business 2012: Data for Indonesia (WB)
Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD - Organisation for Economic Co-operation and Development)

Hambatan Mediasi
Mediasi vs Paradigma Keadilan yang Legisme
•Pelanggaran adalah Wanprestasi, Onrechmatmatige Daad,
Wederrechttelick.
•Ada aturan yang dilanggar. Cara penyelesaian sesuai dengan aturan
hukum dan hukum acara.
•Keadilan: Adil jika perbuatan sesuai dengan hukum. Adil jika salah
telah dihukum sesuai dengan aturan yang berlaku
Mediasi : Keadilan adalah kepentingan para pihak terpenuhi,
keadaan masing-masing pihak terpulihkan, kepentingan yang lebih
besar tidak terganggu, hubungan menjadi lebih terbuka, tanpa
pembuktian formal, tanpa benar salah, keputusan dibuat dan
disepakati para pihak.
Mediasi : memulihkan hubungan yang rusak = Restorative Justice

Tidak ada yang salah dengan
Konsepsi Hukum yang Legisme tersebut.
Hanya saja masyarakat pada umumnya dan para pengemban profesi hukum
menjadi terorientasikan pada makna keadilan yang legisme pula.
Konsepsi hukum atas makna “pelanggaran” yang legisme, yang terfokus pada
makna keadilan yang legisme pula tersebut, berbeda dengan prespektif dari
keadilan yang memulihkan (Restorative Justice).
VS
Mediasi : Keadilan adalah kepentingan para pihak terpenuhi, keadaan
masing-masing pihak terpulihkan, kepentingan yang lebih besar tidak
terganggu, hubungan menjadi lebih terbuka, tanpa pembuktian formal,
tanpa benar salah, keputusan dibuat dan disepakati para pihak

Yurisprudensi atau Sekedar Preseden ?







Perkara 378 jo 372 KUHP- LP/43/IX/2007/DIR RESKRIM POLDA DIY – Pelapor Cabut
Penyidik & Penuntut tetap Lanjut  Sidang PN Yogyakarta
PUT PN Yogyakarta: No. 317/PID.B/2008 Pencabutan Pengaduan Dikabulkan &
Penuntutan Tidak dapat Diterima
PUT PT Yogyakarta:No. 01/PID/PLW/2009/PT.YK : Persidangan PN Yogyakarta
Batal Demi Hukum
PUT Kasasi MA RI: No. 1600 K/PID/2009 : Pencabutan Pengaduan Dikabulkan &
Penuntutan Tidak dapat Diterima

Mediasi  Damai  Cabut Laporan  Tdk Cukup Bukti ?
Mediasi  Damai  Bukan Peraka Pidana ?
Mediasi  Damai  Demi Hukum  Diskresi  Restorative Justice ? (vide Pasal 18
UU No. 2 Tahun 2002 jo Pasal 30 ayat 4 UUD 1945)  Ultimum Remedium

Konsepsi Humanis Restorative Justice
Prespektif Restorative Justice :
1.

Bahwa Pelanggaran adalah suatu perbuatan yang mungkin keliru
dilakukan oleh pihak
tertentu sehingga membuat hubungan
(relationship) diantara pihak tertentu tersebut dengan para pihak lainya
yang terkait menjadi rusak.

2.

Bahwa hubungan yang menjadi rusak tersebut, harus diperbaiki,
dipulihkan, disembuhkan dengan sebisa mungkin menempatkan hal
yang benar (to put things right as possible)

3.

Bahwa perlu dilakukan upaya yang mendorong seluruh pihak terkait
untuk mengerti/memahami akibat/konsekuensi dari suatu pelanggaran.
Selanjutnya berupaya memastikan bahwa seluruh pihak terkait berniat
dan merealisasikan tindakan sebanyak mungkin menempatkan hal yang
benar, dalam rangka merajut kembali atau memperbaiki hubungan yang
telah rusak.
23

Prespektif Legisme.
•Pelanggaran UU
•Siapa yang Salah atau Benar
•Pembuktian menjadi utama
•Menyalahkan perilaku di masa lalu
•Nememis “pembalasan” /hukuman
•Keadilan sesuai undang undang
•Ketidakpuasan






Prespektif Restorative Justice
Pelanggaran / Perusakan (Harms) Relationship
Merubah perilaku di masa yang akan datang
Mengobati, memulihkan, memperbaiki relationship
Semua pihak terkait bertanggungjawab
Kebersamaan mengidentifikasi dan memetakan kerugiankerugian, kebutuhan dan tindakan yang perlu dilakukan untuk
memulihkan relationship
24

Anggapan Keliru !
Restorative Justice seringkali dianggap semata sebagai suatu
bentuk pemaafan atau pengampunan!
Bahwa benar dengan pemaafan (ataupun pengampunan) maka
suatu hubungan yang rusak akan menjadi pulih, namun dalam
Restorative Justice tidak selalu harus ada unsur pemaafan.
Restorative Justice tidak hanya terfokus pada korban, akan
tetapi concern pula terhadap pihak pelanggar dan pihak lain
yang terdampak. Menjadi lebih utama adalah sebisa mungkin
menempatkan hal yang benar, agar kondisi/keadaan/suatu
relationship pada masa yang akan datang menjadi lebih baik.

Anggapan Keliru !
Restorative Justice dianggap berbeda arah dengan Criminal
Justice System dan Civil Justice System bahkan ada anggapan
keberadaannya menjadi tumpang tindih dengan Justice System
yang telah ada.
Bahwa Restorative Justice adalah konsepsi atas makna keadilan.
Dengan Restorative Justice kita berupaya mereorientasi kembali
bagaimana kita perlu memahami makna keadilan yang lebih
dalam.

Apakah suatu kondisi dimana seseorang yang terbukti melakukan perbuatan
melawan hukum (pelaku) dan telah dijatuhi sanksi dapat diartikan bahwa
keadilan telah ditegakkan? Dalam konsepsi CJS, kondisi demikian dapat
dikatakan telah memenuhi rasa keadilan. Hukuman yang setimpal adalah
suatu keadilan
Bagaimana dengan keberlangsungan kehidupan istrinya dan anak dari
pelaku?
Bagaimana dengan keluarga korban yang sering kali tidak dapat menerima
putusan dari Majelis Hakim yang dianggap tidak cukup memuaskan ?
Bagaimana dengan keberlangsungan kehidupan 1000 karyawan yang
perusahaan tempatnya bekerja, dinyatakan pailit oleh putusan pengadilan
atas adanya gugatan pailit pihak kreditur? Siapa yang harus bertanggung
jawab atas keberlangsungan kehidupan karyawan tersebut? Bukankah
pemerintah juga bertanggung jawab untuk menciptakan lapangan kerja?
CJS atau penegakan hukum adalah perlu, namun menjadi lebih baik bila
bersamaan dengan itu dilakukan pula upaya “to put things right as possible”,
sebagaimana prespektif dari Restorative Justice.

To put things right as possible
(memulihkan kembali kepada kondisi yang benar/tepat)
Prespektif Restorative Justice, Pelanggaran itu menggambarkan adanya
hubungan (relationship) yang rusak.
Adanya hubungan yang rusak potensial menjadi sebab dan berdampak pada
Pelanggaran. Sebaliknya Pelanggaran juga mengakibatkan hubungan menjadi
rusak.
“The Harm of one is the harm of all”.
Perbuatan “harms” seperti membahayakan; merugikan; merusak; menyakiti;
melukai; mengganggu; mencelakakan; menjahati, dll adalah tindakan keliru
yang perlu diperbaiki dan ditempatkan kembali menjadi benar.
Menjadi kewajiban bagi semua pihak terkait yang berkepentingan yaitu
pelaku, korban, komunitas (masyarakat sekitar, pemerintah daerah, para
pengemban profesi hukum dll) untuk sebisa mungkin menempatkan hal yang
benar.

Restorative Justice
Peduli :
PELAKU, KORBAN, KOMUNITAS
HARMS, NEEDS, OBLIGATIONS

sebisa mungkin menempatkan hal yang benar dan tepat
dalam rangka memulihkan

Restorative Justice tidak dimaksudkan menggatikan CJS.
Restorative Justice dan CJS seyogyanya dipandang dan
dipahami secara lebih utuh sebagai konsepsi atas makna
keadilan dalam rangka melaksanakan Pembangunan
Perdamaian (Peacebuilding)

Peta Pembangunan Perdamaian
Meningkatkan
Kapasitas
1. Kerma Pendidikan Perdamaian
2. Kerma Penelitian dan Evaluasi
3. Kerma Pembangunan dalam
segala bidang

Mengobarkan
Anti Kekerasan
1. Membangkitkan Kesadaran dan
Kepedulian Stake Holder NKRI
2. Meningkatkan Rasa/Sikap/Perilaku
Saling Ketergantungan
(membangun kebersamaan)

Meredam Kekerasan
1. Preventing Victimization; restraining
offenders; Create a space for cooling
down; Cease-Fire Agreements;
Peacekeeping; Humanitarian Assistance
2. Early Warning dan Response Program
3. Legal & Judicial Systems
Criminal Justice System (CJS)
(to maintain order, not revenge)

Transformasi Hubungan
1.
2.
3.
4.
5.

Governance & Policymaking
Trauma Healing & Recovery Programs
Ritual & Symbolic Transformation
Restorative Justice
Conflict Transformation :
- Dialogue;
- Negotiation;
- Mediation.

Adaptasi : The Cycle of Peacebuilding, Strategic Peacebuilding, Lisa Schirch oleh Rachman, Jusril, Poeloengan (2012)

Terima Kasih
Mediasi di luar pengadilan di Indonesia, seharusnya dapat berkembang dengan pesat dengan
masih berlakunya Pancasila sebagai Dasar Negara dan Faslafah Bangsa Indonesia.
Musyawarah untuk mufakat, Kekeluargaan dan Gotong Royong adalah diantara nilai-nilai Pancasila
yang universal akan bermetamorfosis hingga terwujud, tercermin dan selaras dengan semangat
dalam Mediasi itu sendiri.
Berkembangnya Restorative Justice yang dapat mereorientasikan kembali makna Keadilan, yang
ternyata sejalan dengan nilai-nilai universal dari Pancasila, seharusnya dapat menjadi stimulan
dalam mempercepat perkembangan Mediasi di Indonesia.
Masa depan, diperlukan upaya bersama seluruh stake holder, khususnya pembuat kebijakan
dengan mengingat “law as a social tool engineering”, untuk segera berperan aktif, menaruh
perhatian dan turut serta melakukan perancangan UU tentang Mediasi.
UU tentang Mediasi sekaligus guna menselaraskan dan mengharmonisasikan ketentutanketentuan Mediasi yang masih tersebar dalam peraturan perundang-undangan lainnya, sehingga
tercapai kesamaan makna, hakikat dan pengimplementasian Mediasi sebagai Revitalisasi dan
Aktualisasi Pancasila, yang pada akhirnya berperan penting dalam terciptanya Kondisi Damai dan
Sejehtera bagi Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

SEGITIGA MEDIASI,
SUMBER PUSAT MEDIASI
NASIONAL (PMN) 2012

Pusat Mediasi Nasional.
2012. Mediation Triangles
and Mediation Skills.
Pelatihan Mediasi 40 jam
Angkatan 42, 10-14
September 2012, Jakarta.
Segitiga Mediasi ini
diadaptasi dari Boule,
Laurance., & Hwee, The
Hwee. 2000. Mediation:
Principles Process
Practice (Singapore
Edition). Butterworths
Asia & Singapore
Mediation Centre. Hal 99114.

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.1/2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
Pasal 147

Penyelesaian sengketa di bidang perumahan terlebih dahulu diupayakan berdasarkan musyawarah
untuk mufakat.

Pasal 148
(1) Dalam hal penyelesaian sengketa melalui musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, pihak yang
dirugikan dapat menggugat melalui pengadilan yang berada di lingkungan pengadilan umum atau
di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa melalui alternatif
penyelesaian sengketa.
(2) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
melalui arbitrase, konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan/atau penilaian ahli sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. UU yang mana?
(3) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
menghilangkan tanggung jawab pidana.

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.32/2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Dalam penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan dapat digunakan jasa
mediator dan/atau arbiter untuk membantu menyelesaikan sengketa lingkungan hidup, (Pasal
85 ayat 3) Mediasi tidak wajib dan tidak ada penjelasan lebih detil ttg mediasi.



UU No.14/2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik
Komisi Informasi adalah lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan Undang-Undang ini dan
peraturan pelaksanaannya, menetapkan petunjuk teknis standar layanan informasi publik dan
menyelesaikan sengketa informasi publik melalui mediasi dan/atau ajudikasi nonlitigasi
(Pasal 1 ayat 4) Mediator dan Pemutus sengketa
Pasal 40 (1) Penyelesaian sengketa melalui Mediasi merupakan pilihan para pihak dan bersifat
sukarela. Namun, Pasal 42, Penyelesaian Sengketa Informasi Publik melalui Ajudikasi
nonlitigasi oleh Komisi Informasi hanya dapat ditempuh apabila upaya Mediasi dinyatakan
tidak berhasil secara tertulis oleh salah satu atau para pihak yang bersengketa, atau salah satu
atau para pihak yang bersengketa menarik diri dari perundingan. Wajibkah atau pilihankah

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.39/1999 Tentang Hak Asasi Manusia
Komisi Nasional Hak Asasi yang selanjutnya disebut Komnas HAM adalah lembaga mandiri yang
berkedudukan setingkat dalam negara lainya yang berfungsi melaksanakan pengkajian,
penelitian, penyaluran, pemantauan, dan mediasi hak asasi manusia, Pasal 1 ayat 7 jo. Pasal
76. Definisi mediasi tidak dijelaskan
Pasal 89 ayat 4, Untuk melaksanakan fungsi Komnas HAM dalam mediasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 76, Komnas HAM bertugas dan berwenang melakukan: a. perdamaian
kedua belah pihak; b. penyelesaian perkara melaui cara konsultasi, negosiasi, mediasi,
konsiliasi, dan penilaian ahli; c. pemberian saran kepada para pihak untuk menyelesaikan
sengketa melalui pengadilan; d. penyampaian rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak
asasi manusia kepada Pemerintah untuk ditindaklanjuti penyelesaiannya; dan e. penyampaian
rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak asasi manusia kepada Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia untuk ditindaklanjuti. Fungsi Mediasi, namun di dalamnya termasuk
konsultasi, negosiasi, dll. Menyarankan para pihak untuk menyelesaikan sengketa melalui
pengadilan adalah TABU bagi mediator.

UU No. 30 Tahun 1999 Tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
 Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar
peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat
secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. (Pasal 1 ayat 1 UU
30/1999)
 Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa
atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni
penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi,
mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. (Pasal 1 ayat 10 UU 30/1999)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009
TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN

Upaya penyelesaian sengketa perdata dapat dilakukan di luar pengadilan
negara melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa. (Pasal 58
UU No.48/2009)


Arbitrase merupakan cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar
pengadilan yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara
tertulis oleh para pihak yang bersengketa. (Pasal 59 ayat 1 UU No.48/2009)



Alternatif Penyelesaian Sengketa merupakan lembaga penyelesaian
sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak,
yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi,
mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. (Pasal 60 ayat 1 UU No.48/2009)
©PMN 2013

37

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen jo
KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN
REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 350/MPP/Kep/12/2001 TENTANG
PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG BADAN PENYELESAIAN
SENGKETA KONSUMEN
Persidangan Dengan Cara Mediasi

Pasal 30
Majelis dalam menyelesaikan sengketa konsumen dengan cara Mediasi, mempunyai tugas :
a. memanggil konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
b. memanggil saksi dan saksi ahli bila diperlukan;
c. menyediakan forum bagi konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
d. secara aktif mendamaikan konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
e. secara aktif memberikan saran atau anjuran penyelesaian sengketa konsumen sesuai dengan
peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan konsumen.
Pasal 31
Tata cara penyelesaian sengketa konsumen dengan cara Mediasi adalah :
a. Majelis menyerahkan sepenuhnya proses penyelesaian sengketa kepada konsumen dan pelaku usaha
yang bersangkutan, baik mengenai bentuk maupun jumlah ganti rugi;
b. Majelis bertindak aktif sebagai Mediator dengan memberikan nasehat, petunjuk, saran dan upayaupaya lain dalam menyelesaikan sengketa;
c. Majelis menerima hasil musyawarah konsumen dan pelaku usaha dan mengeluarkan ketentuan.


Slide 22

PERKEMBANGAN MEDIASI
DI LUAR PENGADILAN
DI INDONESIA
Andrea Hynan Poeloengan, SH (Unibraw), M.Hum (Unpar), MTCP (Uni of Wollongong)
Workshop Internasional
Perkembangan Mediasi di Indonesia, Jepang dan Australia
Masa Kini Menuju Masa Depan
Rabu, 21 Agustus 2013
Pengadilan Negeri Kelas 1B Cibinong
Kabupaten Bogor

Perma No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan
Pasal 2
Ruang lingkup dan Kekuatan Berlaku Perma
1. Peraturan Mahkamah Agung ini hanya berlaku untuk mediasi yang terkait dengan
proses berperkara di Pengadilan.
2. Setiap hakim, mediator dan para pihak wajib mengikuti prosedur penyelesaian
sengketa melalui mediasi yang diatur dalam Peraturan ini.
3. Tidak menempuh prosedur mediasi berdasarkan Peraturan ini merupakan
pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 130 HIR dan atau Pasal 154 Rbg yang
mengakibatkan putusan batal demi hukum.
4. Hakim dalam pertimbangan putusan perkara wajib menyebutkan bahwa perkara
yang bersangkutan telah diupayakan perdamaian melalui mediasi dengan
menyebutkan nama mediator untuk perkara yang bersangkutan.
Pasal 23
Mediator yang telah tersertifikasi dimungkinkan untuk melakukan Mediasi di luar
pengadilan dengan hasil kesepakatannya dapat diajukan ke pengadilan untuk
memperoleh akta perdamaian dengan cara mengajukan gugatan

KEUTAMAAN PANCASILA
Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011
Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
telah menegaskan bahwa :
PANCASILA adalah
SUMBER DARI SEGALA SUMBER HUKUM
TAP MPR NO.: II/MPR/1978 yang digantikan dengan
TAP MPR NO.: XVIII/MPR/1998
telah menegaskan bahwa
PANCASILA adalah DASAR NEGARA
PANCASILA MENGANDUNG NILAI NILAI LESTARI DAN
UNIVERSAL YANG WAJIB DIUTAMAKAN/DIDAHULUKAN
DALAM RANGKA MEMBANGUN SELURUH SENDI
KEHIDUPAN BERMASYARAKAT, BERBANGSA &
BERNEGARA.

KEUTAMAAN BERMUSYAWARAH

PANCASILA adalah
SUMBER DARI SEGALA SUMBER HUKUM
PANCASILA MENGANDUNG NILAI NILAI LESTARI DAN
UNIVERSAL YANG HARUS DIUTAMAKAN/DIDAHULUKAN
UNTUK MENYELESAIKAN DAN MENGAKHIRI KONFLIK.
NILAI NILAI TERSEBUT TERKANDUNG DALAM SILA
KEEMPAT PANCASILA YANG MENGEDEPANKAN :
KEUTAMAAN MUSYAWARAH UNTUK MUFAKAT
BERDASARKAN ASAS KEKELUARGAAN

Nilai-Nilai Universal Pancasila
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat.
Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.
Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk
kepentingan bersama.
Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat
kekeluargaan.
Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan
melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai hati nurani yang
luhur.
Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggung-jawabkan secara
moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan
martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan

Musyawarah untuk mufakat adalah memang cara penyelesaian perselisihan yang paling
sesuai dengan Pancasila.
NAMUN bagaimana bermusyawarah untuk mufakat, yang lebih berdaya guna dan
berhasil guna, sehingga peluang tercapainya kesepakatan bagi para pihak menjadi lebih
besar ?
Teknik dan metode bermusyawarah untuk mufakat, yang lebih berdaya guna dan berhasil
guna, sehingga peluang tercapainya kesepakatan bagi para pihak menjadi lebih besar,
itulah yang dikenal dengan :
“MEDIASI”

Melalui pengembangan dan pemuktahiran teknik-teknik, metode tahapannya yang sangat
sistematis, dan bantuan dari orang yang berkeahlian, terlatih, terdidik untuk menjadi
seorang Mediator, yang bertugas bukan untuk memutus, melainkan diantaranya untuk
mendorong, membantu pihak berselisih/bersengketa/berkonflik menemukan peluangpeluang yang menurut para pihak adalah terbaik bagi kepentingan bersama para pihak.
Mediasi menjadikan musyawarah mufakat lebih efektif dan efisien, juga dapat
mentransformasi hubungan antara para pihak menjadi lebih terbuka.
MEDIASI BAGI BANGSA INDONESIA, SEYOGIANYA MENJADI UPAYA UTAMA YANG
HARUS DIDAHULUKAN DALAM PENYELESAIAN
PERSELISIHAN/SENGKETA/KONFLIK SEBAGAI AKTUALISASI NILAI-NILAI
UNIVERSAL PANCASILA
Maka, Perma No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan, merupakan bagian dari
aktualisasi nilai-nilai universal Pancasila tersebut

Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 tahun 2008 (PerMa 1/2008)
mendefinisikan Mediasi sebagai cara penyelesaian sengketa melalui proses
perundingan untuk memperoleh kesepakatan dengan dibantu oleh Mediator

Mediasi adalah suatu proses negosiasi dipandu dibantu oleh orang yang terpercaya.
Mediator membantu pihak berkonflik untuk berbagi perspektif dan pengalaman
mereka, mengidentifikasi kebutuhan yang mendasar, bertukar pikiran tentang
pilihan kreatif untuk mengatasi kebutuhan, dan kemudian membuat kesepakatan
akhir. (Lisa Schirch : 2004)
Mediasi sebagai intervensi terhadap suatu sengketa atau negosiasi yang dilakukan
oleh pihak ketiga yang dapat diterima, tidak berpihak/netral, yang tidak mempunyai
kewenangan untuk mengambil keputusan dalam membantu para pihak berselisih
dalam upaya mencari kesepakatan sukarela dalam menyelesaikan permasalahan
yang disengketakan (Christopher Moore: 2003)
Mediasi adalah sarana agar membiasakan Bangsa Indonesia berkonflik dengan cara
yang baik dan benar, untuk mencegah meluasnya, bahkan meningkatnya ekskalasi
konflik dalam rangka mewujudkan Perdamaian, Kesejahteraan, dan Menjaga
Keutuhan NKRI. (Rachman, Jusril, Poeloengan : 2012)
Mediasi merupakan sistem penyelesaian secara damai yang selaras dengan jiwa Sila
Keempat dan Nilai Luhur dari Ke-Bhinneka-Tunggal-Ika-an yang tidak berorientasi
mencari-cari perbedaan, tidak berpretensi mencari siapa yang salah atau siapa yang
benar, melainkan berorientasi pada suatu kesamaan terakomodirnya kebutuhan
atau kepentingan para pihak berkonflik. (Putut Eko Bayuseno : 2012)

Undang Undang No. 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial
telah mengamanatkan untuk mengembangkan sistem penyelesaian
perselisihan secara damai. Dalam Pasal 8 Undang-undang tersebut
dinyatakan bahwa:
1.Penyelesaian perselisihan dalam masyarakat dilakukan secara
damai.
2.Penyelesaian secara damai sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengutamakan musyawarah untuk mufakat.
3.Hasil musyawarah mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
mengikat para pihak.
Penyelesaian perselisihan yang secara damai perlu dimaknai, bahwa
para pihak yang berselisih / bersengketa / berkonflik secara sukarela
melaksanakan hasil kesepakatan perdamaian tanpa merasa
dipaksakan.
Perdamaian yang demikian itu adalah lebih lestari dibandingkan
perdamaian yang dipaksakan oleh pihak ketiga yang lebih berperan
layaknya pemutus dan pengadil, untuk memutuskan dan mengadili
apa yang menurutnya berdasarkan hukum adil bagi para pihak
berselisih / bersengketa / berkonflik tersebut.

KESADARAN HUKUM MENINGKAT = AKSES PADA PENGADILAN ≠
AKSES PADA KEADILAN
FAKTA :
Gambar 1: Grafik tentang Data Penyelesaian Konflik Melalui Jalur Pengadilan

Sumber : Cetak Biru Pembaruan Peradilan 2010-2035 Jakarta Mahkamah Agung RI, 2010 Diterbitkan oleh:
Mahkamah Agung RI, dan Laporan Tahunan Mahkamah Agung RI - Tahun 2010-2011

Kesadaran Hukum Meningkat
Namun frekuensi dan eskalasi Konflik Sosial juga tetap tinggi (Putut Eko Bayuseno : 2012)
9

KONFLIK MENINGKAT
Sistem Nasional Pemantauan Kekerasan (SNPK) : Sistem informasi yang menyediakan data dan analisis
tentang konflik dan kekerasan yang terjadi di berbagai wilayah di Indonesia. Proyek SNPK dipimpin oleh
Kemenkokesra, dengan dukungan Bank Dunia dan The Habibie Center.

http://www.snpk-indonesia.com/DataTools/Index?lang=ina&randdo=38141a91-1af9-4f1b-96da-a0cf05354e2c&userid=429853

10

Sistem Nasional Pemantauan Kekerasan (SNPK)
Periode 2010 s.d 2012

http://www.snpk-indonesia.com/DataTools/Index?lang=ina&randdo=38141a91-1af9-4f1b-96da-a0cf05354e2c&userid=429853

11

MEDIASI DI LUAR PENGADILAN

Mediasi di luar pengadilan yang menarik adalah yang dilakukan di Kabupaten Karawang terhadap
beberapa perselisihan / sengketa / konflik. Mediasi ini dilakukan dengan Mediator seorang perwira
polisi, AKP Iman Imannuddin, SIK, SH, MH, yang pada saat itu menjabat sebagai Kasat Reskrim Polres
Karawang. Ia memang telah mengikuti dan tersertifikasi sebagai seorang Mediator yang bersertifikat
dari Pusat Mediasi Nasional (PMN). Dalam melaksanakan tugasnya, tidak semua perkara diselesaikan
dengan penyidikan hingga penuntutan. Sebagai seorang Mediator yang tersertifikasi, telah merubah
pendekatan caranya bekerja sebagai seorang Reserse dengan menjadikan penegakan hukum sebagai
pilihan terakhir (Ultimum Remedium).
Dari seluruh perkara yang diselesaikan melalui cara Mediasi tersebut, telah mencegah terjadinya konflik
komunal ataupun konflik sosial di Kabupaten Karawang, bahkan dapat terselesaikan sebelum dibuatnya
Laporan Polisi karena masalah telah terselesaikan serta mencapai kesepakatan dan berdamai.

===
Mediasi di luar pengadilan atas perkara dalam Laporan Polisi tentang Tindak Pidana ITE berupa
intersepsi (penyadapan) antara PT. Agc vs Bs. Dalam perkara yang terjadi di Kota Bogor tersebut para
pihak berdamai melalui proses Mediasi yang dipimpin oleh Mediator bersertifikat dari PMN. Hasil
Mediasi tersebut dilaporkan kepada penyidik, hingga akhirnya memperoleh Penghentian Penyidikan
(SP3) dari Polres Bogor Kota, dan para pihak dapat islah kembali.
Ada juga perkara perdata sengketa jual beli saham antara Tn CT dengan Tn HB dkk. Walaupun
perkaranya tengah diperiksa oleh Majelis Hakim Mahkamah Agung RI dalam tahapan Kasasi, tetapi
sebagian besar (90 %) diantara para pihak yang bersengketa telah sepakat untuk berdamai melalui
Mediasi di luar pengadilan yang dipimpin oleh Mediator bersertifikat dari PMN, sehingga realisasi jual
beli saham dapat dilakukan sebelum putusnya perkara Kasasi di Mahkamah Agung RI.
Mediasi seharusnya “Forget the Law”, “Forget the Past”, dan “Don’t Look Back in Anger”

KEMANFAATAN MUSYAWARAH/MEDIASI
Putut Eko Bayuseno. 2012. Optimalisasi Musyawarah Sebagai Sarana Pengelolaan Konflik Dapat Meningkatkan Keamanan Di
Daerah Dalam Rangka Memperkuat Ketahanan Nasional. Esai Lemhanas PPSA XVIII. Lemhanas. Jakarta.

Data penyelesaian perkara/konflik khusus perkara yang berhubungan dengan Direktorat Reskrim Umum
pada Wilayah Hukum Polda Jawa Barat (21 Polres, 1 Polrestabes, 1 Dit Reskrim Um) per Semester I tahun
2012 (Januari s/d Juni 2012), Jumlah total perkara/konflik 15.595 kasus.
Data di olah dari sumber Dit Reskrim Um Polda Jawa Barat.
Siap dilakukan penuntutan (P.21) = 4516
perkara (28,96%)

4.93%

8,83%

5.76%
2.87%

28,96%

Belum selesai proses penyidikannya =
7588 perkara/konflik (48,66%)

Penghentian penyidikan (SP 3) = 447
Konflik (2,87%)

48,66%

musyawarah untuk mufakat ataupun
mediasi di kantor polisi setelah ada
Laporan polisi = 898 konflik (Peran
Penyelidik & Penyidik) (5,76%)
musyawarah untuk mufakat ataupun
mediasi di kantor Polisi, sebelum
timbulnya Laporan Polisi = 769 Konflik
(Peran Bhabinkamtibmas & Personil
lainnya) (4,93%)

KEMANFAATAN MUSYAWARAH/MEDIASI
Putut Eko Bayuseno. 2012. Optimalisasi Musyawarah Sebagai Sarana Pengelolaan Konflik Dapat Meningkatkan Keamanan Di
Daerah Dalam Rangka Memperkuat Ketahanan Nasional. Esai Lemhanas PPSA XVIII. Lemhanas. Jakarta.

Perbandingan Biaya Penyelesaian Konflik
Antara Melalui Musyawarah/Mediasi dan Tidak Melalui Musyawarah/Mediasi
Data di olah dari sumber Dit Reskrim Um Polda Jawa Barat.
Rp70,000,000,000

Rp60,000,000,000

Rp62.515.389.000
Rp50,000,000,000

Rp40,000,000,000

Rp30,000,000,000
Series1
Rp20,000,000,000

Rp10,000,000,000

Rp9.132.000.000
Rp0
3044 perkara/konflik diselesaikan melalui mediasi
dikalikan biaya rata rata penyelesaian sebesar Rp.
3.000.000,-

Bila 3044 perkara/konflik tidak diselesaikan melalui
mediasi maka dikalikan Rata Rata biaya Berdasarkan
Skep Kapolri No. Kep/606/XI/2011 tgl 17 Nop 2011
indeks anggaran lidik sidik perkara, sebesar Rp.
20.537.250,-

SOP tentang Pelaksanaan Tugas
Bhabinkamtibmas Oktober 2011
Fungsi Bhabinkamtibmas
• 2 f memediasi dan memfasilitasi upaya
pemecahan masalah yang terjadi di masyarakat;
Peran Bhabinkamtibmas
• 3 c mediator dan fasilitator dalam penyelesaian
permasalahan-permasalahan sosial yang terjadi
di masyarakat Desa/ Kelurahan

HEMAT ? (ilustrasi)
INSTANSI, IF…

IF…, JUMLAH INSTANSI X BIAYA
PENANGANAN PERKARA

TOTAL

POLSEK
1 perkara / 1 bulan

4000 x @ Rp. 500.000
anggaran per perkara

Rp.

2.000.000.000

POLRES
1 perkara / 1 bulan

400 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

400.000.000

POLDA
1 perkara / 1 bulan

25 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

25.000.000

KEJAKSAAN
1 perkara / 1 bulan

300 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

300.000.000

PENGADILAN
1 perkara / 1 bulan

300 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

300.000.000

Penghematan Anggaran
Negara Perbulan

Rp. 3.025.000.000 +
Potential Lost (Social Cost)

Biaya Penyelesaian Sengketa
Indicator
WAKTU (days)
BIAYA (% of
KERUGIAN)

Indonesia
570
122.7

East Asia & Pacific
519
47.8

OECD
518
19.7

Doing Business 2012: Data for Indonesia (WB)
Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD - Organisation for Economic Co-operation and Development)

Hambatan Mediasi
Mediasi vs Paradigma Keadilan yang Legisme
•Pelanggaran adalah Wanprestasi, Onrechmatmatige Daad,
Wederrechttelick.
•Ada aturan yang dilanggar. Cara penyelesaian sesuai dengan aturan
hukum dan hukum acara.
•Keadilan: Adil jika perbuatan sesuai dengan hukum. Adil jika salah
telah dihukum sesuai dengan aturan yang berlaku
Mediasi : Keadilan adalah kepentingan para pihak terpenuhi,
keadaan masing-masing pihak terpulihkan, kepentingan yang lebih
besar tidak terganggu, hubungan menjadi lebih terbuka, tanpa
pembuktian formal, tanpa benar salah, keputusan dibuat dan
disepakati para pihak.
Mediasi : memulihkan hubungan yang rusak = Restorative Justice

Tidak ada yang salah dengan
Konsepsi Hukum yang Legisme tersebut.
Hanya saja masyarakat pada umumnya dan para pengemban profesi hukum
menjadi terorientasikan pada makna keadilan yang legisme pula.
Konsepsi hukum atas makna “pelanggaran” yang legisme, yang terfokus pada
makna keadilan yang legisme pula tersebut, berbeda dengan prespektif dari
keadilan yang memulihkan (Restorative Justice).
VS
Mediasi : Keadilan adalah kepentingan para pihak terpenuhi, keadaan
masing-masing pihak terpulihkan, kepentingan yang lebih besar tidak
terganggu, hubungan menjadi lebih terbuka, tanpa pembuktian formal,
tanpa benar salah, keputusan dibuat dan disepakati para pihak

Yurisprudensi atau Sekedar Preseden ?







Perkara 378 jo 372 KUHP- LP/43/IX/2007/DIR RESKRIM POLDA DIY – Pelapor Cabut
Penyidik & Penuntut tetap Lanjut  Sidang PN Yogyakarta
PUT PN Yogyakarta: No. 317/PID.B/2008 Pencabutan Pengaduan Dikabulkan &
Penuntutan Tidak dapat Diterima
PUT PT Yogyakarta:No. 01/PID/PLW/2009/PT.YK : Persidangan PN Yogyakarta
Batal Demi Hukum
PUT Kasasi MA RI: No. 1600 K/PID/2009 : Pencabutan Pengaduan Dikabulkan &
Penuntutan Tidak dapat Diterima

Mediasi  Damai  Cabut Laporan  Tdk Cukup Bukti ?
Mediasi  Damai  Bukan Peraka Pidana ?
Mediasi  Damai  Demi Hukum  Diskresi  Restorative Justice ? (vide Pasal 18
UU No. 2 Tahun 2002 jo Pasal 30 ayat 4 UUD 1945)  Ultimum Remedium

Konsepsi Humanis Restorative Justice
Prespektif Restorative Justice :
1.

Bahwa Pelanggaran adalah suatu perbuatan yang mungkin keliru
dilakukan oleh pihak
tertentu sehingga membuat hubungan
(relationship) diantara pihak tertentu tersebut dengan para pihak lainya
yang terkait menjadi rusak.

2.

Bahwa hubungan yang menjadi rusak tersebut, harus diperbaiki,
dipulihkan, disembuhkan dengan sebisa mungkin menempatkan hal
yang benar (to put things right as possible)

3.

Bahwa perlu dilakukan upaya yang mendorong seluruh pihak terkait
untuk mengerti/memahami akibat/konsekuensi dari suatu pelanggaran.
Selanjutnya berupaya memastikan bahwa seluruh pihak terkait berniat
dan merealisasikan tindakan sebanyak mungkin menempatkan hal yang
benar, dalam rangka merajut kembali atau memperbaiki hubungan yang
telah rusak.
23

Prespektif Legisme.
•Pelanggaran UU
•Siapa yang Salah atau Benar
•Pembuktian menjadi utama
•Menyalahkan perilaku di masa lalu
•Nememis “pembalasan” /hukuman
•Keadilan sesuai undang undang
•Ketidakpuasan






Prespektif Restorative Justice
Pelanggaran / Perusakan (Harms) Relationship
Merubah perilaku di masa yang akan datang
Mengobati, memulihkan, memperbaiki relationship
Semua pihak terkait bertanggungjawab
Kebersamaan mengidentifikasi dan memetakan kerugiankerugian, kebutuhan dan tindakan yang perlu dilakukan untuk
memulihkan relationship
24

Anggapan Keliru !
Restorative Justice seringkali dianggap semata sebagai suatu
bentuk pemaafan atau pengampunan!
Bahwa benar dengan pemaafan (ataupun pengampunan) maka
suatu hubungan yang rusak akan menjadi pulih, namun dalam
Restorative Justice tidak selalu harus ada unsur pemaafan.
Restorative Justice tidak hanya terfokus pada korban, akan
tetapi concern pula terhadap pihak pelanggar dan pihak lain
yang terdampak. Menjadi lebih utama adalah sebisa mungkin
menempatkan hal yang benar, agar kondisi/keadaan/suatu
relationship pada masa yang akan datang menjadi lebih baik.

Anggapan Keliru !
Restorative Justice dianggap berbeda arah dengan Criminal
Justice System dan Civil Justice System bahkan ada anggapan
keberadaannya menjadi tumpang tindih dengan Justice System
yang telah ada.
Bahwa Restorative Justice adalah konsepsi atas makna keadilan.
Dengan Restorative Justice kita berupaya mereorientasi kembali
bagaimana kita perlu memahami makna keadilan yang lebih
dalam.

Apakah suatu kondisi dimana seseorang yang terbukti melakukan perbuatan
melawan hukum (pelaku) dan telah dijatuhi sanksi dapat diartikan bahwa
keadilan telah ditegakkan? Dalam konsepsi CJS, kondisi demikian dapat
dikatakan telah memenuhi rasa keadilan. Hukuman yang setimpal adalah
suatu keadilan
Bagaimana dengan keberlangsungan kehidupan istrinya dan anak dari
pelaku?
Bagaimana dengan keluarga korban yang sering kali tidak dapat menerima
putusan dari Majelis Hakim yang dianggap tidak cukup memuaskan ?
Bagaimana dengan keberlangsungan kehidupan 1000 karyawan yang
perusahaan tempatnya bekerja, dinyatakan pailit oleh putusan pengadilan
atas adanya gugatan pailit pihak kreditur? Siapa yang harus bertanggung
jawab atas keberlangsungan kehidupan karyawan tersebut? Bukankah
pemerintah juga bertanggung jawab untuk menciptakan lapangan kerja?
CJS atau penegakan hukum adalah perlu, namun menjadi lebih baik bila
bersamaan dengan itu dilakukan pula upaya “to put things right as possible”,
sebagaimana prespektif dari Restorative Justice.

To put things right as possible
(memulihkan kembali kepada kondisi yang benar/tepat)
Prespektif Restorative Justice, Pelanggaran itu menggambarkan adanya
hubungan (relationship) yang rusak.
Adanya hubungan yang rusak potensial menjadi sebab dan berdampak pada
Pelanggaran. Sebaliknya Pelanggaran juga mengakibatkan hubungan menjadi
rusak.
“The Harm of one is the harm of all”.
Perbuatan “harms” seperti membahayakan; merugikan; merusak; menyakiti;
melukai; mengganggu; mencelakakan; menjahati, dll adalah tindakan keliru
yang perlu diperbaiki dan ditempatkan kembali menjadi benar.
Menjadi kewajiban bagi semua pihak terkait yang berkepentingan yaitu
pelaku, korban, komunitas (masyarakat sekitar, pemerintah daerah, para
pengemban profesi hukum dll) untuk sebisa mungkin menempatkan hal yang
benar.

Restorative Justice
Peduli :
PELAKU, KORBAN, KOMUNITAS
HARMS, NEEDS, OBLIGATIONS

sebisa mungkin menempatkan hal yang benar dan tepat
dalam rangka memulihkan

Restorative Justice tidak dimaksudkan menggatikan CJS.
Restorative Justice dan CJS seyogyanya dipandang dan
dipahami secara lebih utuh sebagai konsepsi atas makna
keadilan dalam rangka melaksanakan Pembangunan
Perdamaian (Peacebuilding)

Peta Pembangunan Perdamaian
Meningkatkan
Kapasitas
1. Kerma Pendidikan Perdamaian
2. Kerma Penelitian dan Evaluasi
3. Kerma Pembangunan dalam
segala bidang

Mengobarkan
Anti Kekerasan
1. Membangkitkan Kesadaran dan
Kepedulian Stake Holder NKRI
2. Meningkatkan Rasa/Sikap/Perilaku
Saling Ketergantungan
(membangun kebersamaan)

Meredam Kekerasan
1. Preventing Victimization; restraining
offenders; Create a space for cooling
down; Cease-Fire Agreements;
Peacekeeping; Humanitarian Assistance
2. Early Warning dan Response Program
3. Legal & Judicial Systems
Criminal Justice System (CJS)
(to maintain order, not revenge)

Transformasi Hubungan
1.
2.
3.
4.
5.

Governance & Policymaking
Trauma Healing & Recovery Programs
Ritual & Symbolic Transformation
Restorative Justice
Conflict Transformation :
- Dialogue;
- Negotiation;
- Mediation.

Adaptasi : The Cycle of Peacebuilding, Strategic Peacebuilding, Lisa Schirch oleh Rachman, Jusril, Poeloengan (2012)

Terima Kasih
Mediasi di luar pengadilan di Indonesia, seharusnya dapat berkembang dengan pesat dengan
masih berlakunya Pancasila sebagai Dasar Negara dan Faslafah Bangsa Indonesia.
Musyawarah untuk mufakat, Kekeluargaan dan Gotong Royong adalah diantara nilai-nilai Pancasila
yang universal akan bermetamorfosis hingga terwujud, tercermin dan selaras dengan semangat
dalam Mediasi itu sendiri.
Berkembangnya Restorative Justice yang dapat mereorientasikan kembali makna Keadilan, yang
ternyata sejalan dengan nilai-nilai universal dari Pancasila, seharusnya dapat menjadi stimulan
dalam mempercepat perkembangan Mediasi di Indonesia.
Masa depan, diperlukan upaya bersama seluruh stake holder, khususnya pembuat kebijakan
dengan mengingat “law as a social tool engineering”, untuk segera berperan aktif, menaruh
perhatian dan turut serta melakukan perancangan UU tentang Mediasi.
UU tentang Mediasi sekaligus guna menselaraskan dan mengharmonisasikan ketentutanketentuan Mediasi yang masih tersebar dalam peraturan perundang-undangan lainnya, sehingga
tercapai kesamaan makna, hakikat dan pengimplementasian Mediasi sebagai Revitalisasi dan
Aktualisasi Pancasila, yang pada akhirnya berperan penting dalam terciptanya Kondisi Damai dan
Sejehtera bagi Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

SEGITIGA MEDIASI,
SUMBER PUSAT MEDIASI
NASIONAL (PMN) 2012

Pusat Mediasi Nasional.
2012. Mediation Triangles
and Mediation Skills.
Pelatihan Mediasi 40 jam
Angkatan 42, 10-14
September 2012, Jakarta.
Segitiga Mediasi ini
diadaptasi dari Boule,
Laurance., & Hwee, The
Hwee. 2000. Mediation:
Principles Process
Practice (Singapore
Edition). Butterworths
Asia & Singapore
Mediation Centre. Hal 99114.

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.1/2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
Pasal 147

Penyelesaian sengketa di bidang perumahan terlebih dahulu diupayakan berdasarkan musyawarah
untuk mufakat.

Pasal 148
(1) Dalam hal penyelesaian sengketa melalui musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, pihak yang
dirugikan dapat menggugat melalui pengadilan yang berada di lingkungan pengadilan umum atau
di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa melalui alternatif
penyelesaian sengketa.
(2) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
melalui arbitrase, konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan/atau penilaian ahli sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. UU yang mana?
(3) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
menghilangkan tanggung jawab pidana.

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.32/2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Dalam penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan dapat digunakan jasa
mediator dan/atau arbiter untuk membantu menyelesaikan sengketa lingkungan hidup, (Pasal
85 ayat 3) Mediasi tidak wajib dan tidak ada penjelasan lebih detil ttg mediasi.



UU No.14/2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik
Komisi Informasi adalah lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan Undang-Undang ini dan
peraturan pelaksanaannya, menetapkan petunjuk teknis standar layanan informasi publik dan
menyelesaikan sengketa informasi publik melalui mediasi dan/atau ajudikasi nonlitigasi
(Pasal 1 ayat 4) Mediator dan Pemutus sengketa
Pasal 40 (1) Penyelesaian sengketa melalui Mediasi merupakan pilihan para pihak dan bersifat
sukarela. Namun, Pasal 42, Penyelesaian Sengketa Informasi Publik melalui Ajudikasi
nonlitigasi oleh Komisi Informasi hanya dapat ditempuh apabila upaya Mediasi dinyatakan
tidak berhasil secara tertulis oleh salah satu atau para pihak yang bersengketa, atau salah satu
atau para pihak yang bersengketa menarik diri dari perundingan. Wajibkah atau pilihankah

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.39/1999 Tentang Hak Asasi Manusia
Komisi Nasional Hak Asasi yang selanjutnya disebut Komnas HAM adalah lembaga mandiri yang
berkedudukan setingkat dalam negara lainya yang berfungsi melaksanakan pengkajian,
penelitian, penyaluran, pemantauan, dan mediasi hak asasi manusia, Pasal 1 ayat 7 jo. Pasal
76. Definisi mediasi tidak dijelaskan
Pasal 89 ayat 4, Untuk melaksanakan fungsi Komnas HAM dalam mediasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 76, Komnas HAM bertugas dan berwenang melakukan: a. perdamaian
kedua belah pihak; b. penyelesaian perkara melaui cara konsultasi, negosiasi, mediasi,
konsiliasi, dan penilaian ahli; c. pemberian saran kepada para pihak untuk menyelesaikan
sengketa melalui pengadilan; d. penyampaian rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak
asasi manusia kepada Pemerintah untuk ditindaklanjuti penyelesaiannya; dan e. penyampaian
rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak asasi manusia kepada Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia untuk ditindaklanjuti. Fungsi Mediasi, namun di dalamnya termasuk
konsultasi, negosiasi, dll. Menyarankan para pihak untuk menyelesaikan sengketa melalui
pengadilan adalah TABU bagi mediator.

UU No. 30 Tahun 1999 Tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
 Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar
peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat
secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. (Pasal 1 ayat 1 UU
30/1999)
 Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa
atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni
penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi,
mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. (Pasal 1 ayat 10 UU 30/1999)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009
TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN

Upaya penyelesaian sengketa perdata dapat dilakukan di luar pengadilan
negara melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa. (Pasal 58
UU No.48/2009)


Arbitrase merupakan cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar
pengadilan yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara
tertulis oleh para pihak yang bersengketa. (Pasal 59 ayat 1 UU No.48/2009)



Alternatif Penyelesaian Sengketa merupakan lembaga penyelesaian
sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak,
yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi,
mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. (Pasal 60 ayat 1 UU No.48/2009)
©PMN 2013

37

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen jo
KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN
REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 350/MPP/Kep/12/2001 TENTANG
PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG BADAN PENYELESAIAN
SENGKETA KONSUMEN
Persidangan Dengan Cara Mediasi

Pasal 30
Majelis dalam menyelesaikan sengketa konsumen dengan cara Mediasi, mempunyai tugas :
a. memanggil konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
b. memanggil saksi dan saksi ahli bila diperlukan;
c. menyediakan forum bagi konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
d. secara aktif mendamaikan konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
e. secara aktif memberikan saran atau anjuran penyelesaian sengketa konsumen sesuai dengan
peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan konsumen.
Pasal 31
Tata cara penyelesaian sengketa konsumen dengan cara Mediasi adalah :
a. Majelis menyerahkan sepenuhnya proses penyelesaian sengketa kepada konsumen dan pelaku usaha
yang bersangkutan, baik mengenai bentuk maupun jumlah ganti rugi;
b. Majelis bertindak aktif sebagai Mediator dengan memberikan nasehat, petunjuk, saran dan upayaupaya lain dalam menyelesaikan sengketa;
c. Majelis menerima hasil musyawarah konsumen dan pelaku usaha dan mengeluarkan ketentuan.


Slide 23

PERKEMBANGAN MEDIASI
DI LUAR PENGADILAN
DI INDONESIA
Andrea Hynan Poeloengan, SH (Unibraw), M.Hum (Unpar), MTCP (Uni of Wollongong)
Workshop Internasional
Perkembangan Mediasi di Indonesia, Jepang dan Australia
Masa Kini Menuju Masa Depan
Rabu, 21 Agustus 2013
Pengadilan Negeri Kelas 1B Cibinong
Kabupaten Bogor

Perma No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan
Pasal 2
Ruang lingkup dan Kekuatan Berlaku Perma
1. Peraturan Mahkamah Agung ini hanya berlaku untuk mediasi yang terkait dengan
proses berperkara di Pengadilan.
2. Setiap hakim, mediator dan para pihak wajib mengikuti prosedur penyelesaian
sengketa melalui mediasi yang diatur dalam Peraturan ini.
3. Tidak menempuh prosedur mediasi berdasarkan Peraturan ini merupakan
pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 130 HIR dan atau Pasal 154 Rbg yang
mengakibatkan putusan batal demi hukum.
4. Hakim dalam pertimbangan putusan perkara wajib menyebutkan bahwa perkara
yang bersangkutan telah diupayakan perdamaian melalui mediasi dengan
menyebutkan nama mediator untuk perkara yang bersangkutan.
Pasal 23
Mediator yang telah tersertifikasi dimungkinkan untuk melakukan Mediasi di luar
pengadilan dengan hasil kesepakatannya dapat diajukan ke pengadilan untuk
memperoleh akta perdamaian dengan cara mengajukan gugatan

KEUTAMAAN PANCASILA
Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011
Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
telah menegaskan bahwa :
PANCASILA adalah
SUMBER DARI SEGALA SUMBER HUKUM
TAP MPR NO.: II/MPR/1978 yang digantikan dengan
TAP MPR NO.: XVIII/MPR/1998
telah menegaskan bahwa
PANCASILA adalah DASAR NEGARA
PANCASILA MENGANDUNG NILAI NILAI LESTARI DAN
UNIVERSAL YANG WAJIB DIUTAMAKAN/DIDAHULUKAN
DALAM RANGKA MEMBANGUN SELURUH SENDI
KEHIDUPAN BERMASYARAKAT, BERBANGSA &
BERNEGARA.

KEUTAMAAN BERMUSYAWARAH

PANCASILA adalah
SUMBER DARI SEGALA SUMBER HUKUM
PANCASILA MENGANDUNG NILAI NILAI LESTARI DAN
UNIVERSAL YANG HARUS DIUTAMAKAN/DIDAHULUKAN
UNTUK MENYELESAIKAN DAN MENGAKHIRI KONFLIK.
NILAI NILAI TERSEBUT TERKANDUNG DALAM SILA
KEEMPAT PANCASILA YANG MENGEDEPANKAN :
KEUTAMAAN MUSYAWARAH UNTUK MUFAKAT
BERDASARKAN ASAS KEKELUARGAAN

Nilai-Nilai Universal Pancasila
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat.
Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.
Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk
kepentingan bersama.
Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat
kekeluargaan.
Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan
melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai hati nurani yang
luhur.
Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggung-jawabkan secara
moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan
martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan

Musyawarah untuk mufakat adalah memang cara penyelesaian perselisihan yang paling
sesuai dengan Pancasila.
NAMUN bagaimana bermusyawarah untuk mufakat, yang lebih berdaya guna dan
berhasil guna, sehingga peluang tercapainya kesepakatan bagi para pihak menjadi lebih
besar ?
Teknik dan metode bermusyawarah untuk mufakat, yang lebih berdaya guna dan berhasil
guna, sehingga peluang tercapainya kesepakatan bagi para pihak menjadi lebih besar,
itulah yang dikenal dengan :
“MEDIASI”

Melalui pengembangan dan pemuktahiran teknik-teknik, metode tahapannya yang sangat
sistematis, dan bantuan dari orang yang berkeahlian, terlatih, terdidik untuk menjadi
seorang Mediator, yang bertugas bukan untuk memutus, melainkan diantaranya untuk
mendorong, membantu pihak berselisih/bersengketa/berkonflik menemukan peluangpeluang yang menurut para pihak adalah terbaik bagi kepentingan bersama para pihak.
Mediasi menjadikan musyawarah mufakat lebih efektif dan efisien, juga dapat
mentransformasi hubungan antara para pihak menjadi lebih terbuka.
MEDIASI BAGI BANGSA INDONESIA, SEYOGIANYA MENJADI UPAYA UTAMA YANG
HARUS DIDAHULUKAN DALAM PENYELESAIAN
PERSELISIHAN/SENGKETA/KONFLIK SEBAGAI AKTUALISASI NILAI-NILAI
UNIVERSAL PANCASILA
Maka, Perma No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan, merupakan bagian dari
aktualisasi nilai-nilai universal Pancasila tersebut

Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 tahun 2008 (PerMa 1/2008)
mendefinisikan Mediasi sebagai cara penyelesaian sengketa melalui proses
perundingan untuk memperoleh kesepakatan dengan dibantu oleh Mediator

Mediasi adalah suatu proses negosiasi dipandu dibantu oleh orang yang terpercaya.
Mediator membantu pihak berkonflik untuk berbagi perspektif dan pengalaman
mereka, mengidentifikasi kebutuhan yang mendasar, bertukar pikiran tentang
pilihan kreatif untuk mengatasi kebutuhan, dan kemudian membuat kesepakatan
akhir. (Lisa Schirch : 2004)
Mediasi sebagai intervensi terhadap suatu sengketa atau negosiasi yang dilakukan
oleh pihak ketiga yang dapat diterima, tidak berpihak/netral, yang tidak mempunyai
kewenangan untuk mengambil keputusan dalam membantu para pihak berselisih
dalam upaya mencari kesepakatan sukarela dalam menyelesaikan permasalahan
yang disengketakan (Christopher Moore: 2003)
Mediasi adalah sarana agar membiasakan Bangsa Indonesia berkonflik dengan cara
yang baik dan benar, untuk mencegah meluasnya, bahkan meningkatnya ekskalasi
konflik dalam rangka mewujudkan Perdamaian, Kesejahteraan, dan Menjaga
Keutuhan NKRI. (Rachman, Jusril, Poeloengan : 2012)
Mediasi merupakan sistem penyelesaian secara damai yang selaras dengan jiwa Sila
Keempat dan Nilai Luhur dari Ke-Bhinneka-Tunggal-Ika-an yang tidak berorientasi
mencari-cari perbedaan, tidak berpretensi mencari siapa yang salah atau siapa yang
benar, melainkan berorientasi pada suatu kesamaan terakomodirnya kebutuhan
atau kepentingan para pihak berkonflik. (Putut Eko Bayuseno : 2012)

Undang Undang No. 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial
telah mengamanatkan untuk mengembangkan sistem penyelesaian
perselisihan secara damai. Dalam Pasal 8 Undang-undang tersebut
dinyatakan bahwa:
1.Penyelesaian perselisihan dalam masyarakat dilakukan secara
damai.
2.Penyelesaian secara damai sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengutamakan musyawarah untuk mufakat.
3.Hasil musyawarah mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
mengikat para pihak.
Penyelesaian perselisihan yang secara damai perlu dimaknai, bahwa
para pihak yang berselisih / bersengketa / berkonflik secara sukarela
melaksanakan hasil kesepakatan perdamaian tanpa merasa
dipaksakan.
Perdamaian yang demikian itu adalah lebih lestari dibandingkan
perdamaian yang dipaksakan oleh pihak ketiga yang lebih berperan
layaknya pemutus dan pengadil, untuk memutuskan dan mengadili
apa yang menurutnya berdasarkan hukum adil bagi para pihak
berselisih / bersengketa / berkonflik tersebut.

KESADARAN HUKUM MENINGKAT = AKSES PADA PENGADILAN ≠
AKSES PADA KEADILAN
FAKTA :
Gambar 1: Grafik tentang Data Penyelesaian Konflik Melalui Jalur Pengadilan

Sumber : Cetak Biru Pembaruan Peradilan 2010-2035 Jakarta Mahkamah Agung RI, 2010 Diterbitkan oleh:
Mahkamah Agung RI, dan Laporan Tahunan Mahkamah Agung RI - Tahun 2010-2011

Kesadaran Hukum Meningkat
Namun frekuensi dan eskalasi Konflik Sosial juga tetap tinggi (Putut Eko Bayuseno : 2012)
9

KONFLIK MENINGKAT
Sistem Nasional Pemantauan Kekerasan (SNPK) : Sistem informasi yang menyediakan data dan analisis
tentang konflik dan kekerasan yang terjadi di berbagai wilayah di Indonesia. Proyek SNPK dipimpin oleh
Kemenkokesra, dengan dukungan Bank Dunia dan The Habibie Center.

http://www.snpk-indonesia.com/DataTools/Index?lang=ina&randdo=38141a91-1af9-4f1b-96da-a0cf05354e2c&userid=429853

10

Sistem Nasional Pemantauan Kekerasan (SNPK)
Periode 2010 s.d 2012

http://www.snpk-indonesia.com/DataTools/Index?lang=ina&randdo=38141a91-1af9-4f1b-96da-a0cf05354e2c&userid=429853

11

MEDIASI DI LUAR PENGADILAN

Mediasi di luar pengadilan yang menarik adalah yang dilakukan di Kabupaten Karawang terhadap
beberapa perselisihan / sengketa / konflik. Mediasi ini dilakukan dengan Mediator seorang perwira
polisi, AKP Iman Imannuddin, SIK, SH, MH, yang pada saat itu menjabat sebagai Kasat Reskrim Polres
Karawang. Ia memang telah mengikuti dan tersertifikasi sebagai seorang Mediator yang bersertifikat
dari Pusat Mediasi Nasional (PMN). Dalam melaksanakan tugasnya, tidak semua perkara diselesaikan
dengan penyidikan hingga penuntutan. Sebagai seorang Mediator yang tersertifikasi, telah merubah
pendekatan caranya bekerja sebagai seorang Reserse dengan menjadikan penegakan hukum sebagai
pilihan terakhir (Ultimum Remedium).
Dari seluruh perkara yang diselesaikan melalui cara Mediasi tersebut, telah mencegah terjadinya konflik
komunal ataupun konflik sosial di Kabupaten Karawang, bahkan dapat terselesaikan sebelum dibuatnya
Laporan Polisi karena masalah telah terselesaikan serta mencapai kesepakatan dan berdamai.

===
Mediasi di luar pengadilan atas perkara dalam Laporan Polisi tentang Tindak Pidana ITE berupa
intersepsi (penyadapan) antara PT. Agc vs Bs. Dalam perkara yang terjadi di Kota Bogor tersebut para
pihak berdamai melalui proses Mediasi yang dipimpin oleh Mediator bersertifikat dari PMN. Hasil
Mediasi tersebut dilaporkan kepada penyidik, hingga akhirnya memperoleh Penghentian Penyidikan
(SP3) dari Polres Bogor Kota, dan para pihak dapat islah kembali.
Ada juga perkara perdata sengketa jual beli saham antara Tn CT dengan Tn HB dkk. Walaupun
perkaranya tengah diperiksa oleh Majelis Hakim Mahkamah Agung RI dalam tahapan Kasasi, tetapi
sebagian besar (90 %) diantara para pihak yang bersengketa telah sepakat untuk berdamai melalui
Mediasi di luar pengadilan yang dipimpin oleh Mediator bersertifikat dari PMN, sehingga realisasi jual
beli saham dapat dilakukan sebelum putusnya perkara Kasasi di Mahkamah Agung RI.
Mediasi seharusnya “Forget the Law”, “Forget the Past”, dan “Don’t Look Back in Anger”

KEMANFAATAN MUSYAWARAH/MEDIASI
Putut Eko Bayuseno. 2012. Optimalisasi Musyawarah Sebagai Sarana Pengelolaan Konflik Dapat Meningkatkan Keamanan Di
Daerah Dalam Rangka Memperkuat Ketahanan Nasional. Esai Lemhanas PPSA XVIII. Lemhanas. Jakarta.

Data penyelesaian perkara/konflik khusus perkara yang berhubungan dengan Direktorat Reskrim Umum
pada Wilayah Hukum Polda Jawa Barat (21 Polres, 1 Polrestabes, 1 Dit Reskrim Um) per Semester I tahun
2012 (Januari s/d Juni 2012), Jumlah total perkara/konflik 15.595 kasus.
Data di olah dari sumber Dit Reskrim Um Polda Jawa Barat.
Siap dilakukan penuntutan (P.21) = 4516
perkara (28,96%)

4.93%

8,83%

5.76%
2.87%

28,96%

Belum selesai proses penyidikannya =
7588 perkara/konflik (48,66%)

Penghentian penyidikan (SP 3) = 447
Konflik (2,87%)

48,66%

musyawarah untuk mufakat ataupun
mediasi di kantor polisi setelah ada
Laporan polisi = 898 konflik (Peran
Penyelidik & Penyidik) (5,76%)
musyawarah untuk mufakat ataupun
mediasi di kantor Polisi, sebelum
timbulnya Laporan Polisi = 769 Konflik
(Peran Bhabinkamtibmas & Personil
lainnya) (4,93%)

KEMANFAATAN MUSYAWARAH/MEDIASI
Putut Eko Bayuseno. 2012. Optimalisasi Musyawarah Sebagai Sarana Pengelolaan Konflik Dapat Meningkatkan Keamanan Di
Daerah Dalam Rangka Memperkuat Ketahanan Nasional. Esai Lemhanas PPSA XVIII. Lemhanas. Jakarta.

Perbandingan Biaya Penyelesaian Konflik
Antara Melalui Musyawarah/Mediasi dan Tidak Melalui Musyawarah/Mediasi
Data di olah dari sumber Dit Reskrim Um Polda Jawa Barat.
Rp70,000,000,000

Rp60,000,000,000

Rp62.515.389.000
Rp50,000,000,000

Rp40,000,000,000

Rp30,000,000,000
Series1
Rp20,000,000,000

Rp10,000,000,000

Rp9.132.000.000
Rp0
3044 perkara/konflik diselesaikan melalui mediasi
dikalikan biaya rata rata penyelesaian sebesar Rp.
3.000.000,-

Bila 3044 perkara/konflik tidak diselesaikan melalui
mediasi maka dikalikan Rata Rata biaya Berdasarkan
Skep Kapolri No. Kep/606/XI/2011 tgl 17 Nop 2011
indeks anggaran lidik sidik perkara, sebesar Rp.
20.537.250,-

SOP tentang Pelaksanaan Tugas
Bhabinkamtibmas Oktober 2011
Fungsi Bhabinkamtibmas
• 2 f memediasi dan memfasilitasi upaya
pemecahan masalah yang terjadi di masyarakat;
Peran Bhabinkamtibmas
• 3 c mediator dan fasilitator dalam penyelesaian
permasalahan-permasalahan sosial yang terjadi
di masyarakat Desa/ Kelurahan

HEMAT ? (ilustrasi)
INSTANSI, IF…

IF…, JUMLAH INSTANSI X BIAYA
PENANGANAN PERKARA

TOTAL

POLSEK
1 perkara / 1 bulan

4000 x @ Rp. 500.000
anggaran per perkara

Rp.

2.000.000.000

POLRES
1 perkara / 1 bulan

400 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

400.000.000

POLDA
1 perkara / 1 bulan

25 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

25.000.000

KEJAKSAAN
1 perkara / 1 bulan

300 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

300.000.000

PENGADILAN
1 perkara / 1 bulan

300 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

300.000.000

Penghematan Anggaran
Negara Perbulan

Rp. 3.025.000.000 +
Potential Lost (Social Cost)

Biaya Penyelesaian Sengketa
Indicator
WAKTU (days)
BIAYA (% of
KERUGIAN)

Indonesia
570
122.7

East Asia & Pacific
519
47.8

OECD
518
19.7

Doing Business 2012: Data for Indonesia (WB)
Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD - Organisation for Economic Co-operation and Development)

Hambatan Mediasi
Mediasi vs Paradigma Keadilan yang Legisme
•Pelanggaran adalah Wanprestasi, Onrechmatmatige Daad,
Wederrechttelick.
•Ada aturan yang dilanggar. Cara penyelesaian sesuai dengan aturan
hukum dan hukum acara.
•Keadilan: Adil jika perbuatan sesuai dengan hukum. Adil jika salah
telah dihukum sesuai dengan aturan yang berlaku
Mediasi : Keadilan adalah kepentingan para pihak terpenuhi,
keadaan masing-masing pihak terpulihkan, kepentingan yang lebih
besar tidak terganggu, hubungan menjadi lebih terbuka, tanpa
pembuktian formal, tanpa benar salah, keputusan dibuat dan
disepakati para pihak.
Mediasi : memulihkan hubungan yang rusak = Restorative Justice

Tidak ada yang salah dengan
Konsepsi Hukum yang Legisme tersebut.
Hanya saja masyarakat pada umumnya dan para pengemban profesi hukum
menjadi terorientasikan pada makna keadilan yang legisme pula.
Konsepsi hukum atas makna “pelanggaran” yang legisme, yang terfokus pada
makna keadilan yang legisme pula tersebut, berbeda dengan prespektif dari
keadilan yang memulihkan (Restorative Justice).
VS
Mediasi : Keadilan adalah kepentingan para pihak terpenuhi, keadaan
masing-masing pihak terpulihkan, kepentingan yang lebih besar tidak
terganggu, hubungan menjadi lebih terbuka, tanpa pembuktian formal,
tanpa benar salah, keputusan dibuat dan disepakati para pihak

Yurisprudensi atau Sekedar Preseden ?







Perkara 378 jo 372 KUHP- LP/43/IX/2007/DIR RESKRIM POLDA DIY – Pelapor Cabut
Penyidik & Penuntut tetap Lanjut  Sidang PN Yogyakarta
PUT PN Yogyakarta: No. 317/PID.B/2008 Pencabutan Pengaduan Dikabulkan &
Penuntutan Tidak dapat Diterima
PUT PT Yogyakarta:No. 01/PID/PLW/2009/PT.YK : Persidangan PN Yogyakarta
Batal Demi Hukum
PUT Kasasi MA RI: No. 1600 K/PID/2009 : Pencabutan Pengaduan Dikabulkan &
Penuntutan Tidak dapat Diterima

Mediasi  Damai  Cabut Laporan  Tdk Cukup Bukti ?
Mediasi  Damai  Bukan Peraka Pidana ?
Mediasi  Damai  Demi Hukum  Diskresi  Restorative Justice ? (vide Pasal 18
UU No. 2 Tahun 2002 jo Pasal 30 ayat 4 UUD 1945)  Ultimum Remedium

Konsepsi Humanis Restorative Justice
Prespektif Restorative Justice :
1.

Bahwa Pelanggaran adalah suatu perbuatan yang mungkin keliru
dilakukan oleh pihak
tertentu sehingga membuat hubungan
(relationship) diantara pihak tertentu tersebut dengan para pihak lainya
yang terkait menjadi rusak.

2.

Bahwa hubungan yang menjadi rusak tersebut, harus diperbaiki,
dipulihkan, disembuhkan dengan sebisa mungkin menempatkan hal
yang benar (to put things right as possible)

3.

Bahwa perlu dilakukan upaya yang mendorong seluruh pihak terkait
untuk mengerti/memahami akibat/konsekuensi dari suatu pelanggaran.
Selanjutnya berupaya memastikan bahwa seluruh pihak terkait berniat
dan merealisasikan tindakan sebanyak mungkin menempatkan hal yang
benar, dalam rangka merajut kembali atau memperbaiki hubungan yang
telah rusak.
23

Prespektif Legisme.
•Pelanggaran UU
•Siapa yang Salah atau Benar
•Pembuktian menjadi utama
•Menyalahkan perilaku di masa lalu
•Nememis “pembalasan” /hukuman
•Keadilan sesuai undang undang
•Ketidakpuasan






Prespektif Restorative Justice
Pelanggaran / Perusakan (Harms) Relationship
Merubah perilaku di masa yang akan datang
Mengobati, memulihkan, memperbaiki relationship
Semua pihak terkait bertanggungjawab
Kebersamaan mengidentifikasi dan memetakan kerugiankerugian, kebutuhan dan tindakan yang perlu dilakukan untuk
memulihkan relationship
24

Anggapan Keliru !
Restorative Justice seringkali dianggap semata sebagai suatu
bentuk pemaafan atau pengampunan!
Bahwa benar dengan pemaafan (ataupun pengampunan) maka
suatu hubungan yang rusak akan menjadi pulih, namun dalam
Restorative Justice tidak selalu harus ada unsur pemaafan.
Restorative Justice tidak hanya terfokus pada korban, akan
tetapi concern pula terhadap pihak pelanggar dan pihak lain
yang terdampak. Menjadi lebih utama adalah sebisa mungkin
menempatkan hal yang benar, agar kondisi/keadaan/suatu
relationship pada masa yang akan datang menjadi lebih baik.

Anggapan Keliru !
Restorative Justice dianggap berbeda arah dengan Criminal
Justice System dan Civil Justice System bahkan ada anggapan
keberadaannya menjadi tumpang tindih dengan Justice System
yang telah ada.
Bahwa Restorative Justice adalah konsepsi atas makna keadilan.
Dengan Restorative Justice kita berupaya mereorientasi kembali
bagaimana kita perlu memahami makna keadilan yang lebih
dalam.

Apakah suatu kondisi dimana seseorang yang terbukti melakukan perbuatan
melawan hukum (pelaku) dan telah dijatuhi sanksi dapat diartikan bahwa
keadilan telah ditegakkan? Dalam konsepsi CJS, kondisi demikian dapat
dikatakan telah memenuhi rasa keadilan. Hukuman yang setimpal adalah
suatu keadilan
Bagaimana dengan keberlangsungan kehidupan istrinya dan anak dari
pelaku?
Bagaimana dengan keluarga korban yang sering kali tidak dapat menerima
putusan dari Majelis Hakim yang dianggap tidak cukup memuaskan ?
Bagaimana dengan keberlangsungan kehidupan 1000 karyawan yang
perusahaan tempatnya bekerja, dinyatakan pailit oleh putusan pengadilan
atas adanya gugatan pailit pihak kreditur? Siapa yang harus bertanggung
jawab atas keberlangsungan kehidupan karyawan tersebut? Bukankah
pemerintah juga bertanggung jawab untuk menciptakan lapangan kerja?
CJS atau penegakan hukum adalah perlu, namun menjadi lebih baik bila
bersamaan dengan itu dilakukan pula upaya “to put things right as possible”,
sebagaimana prespektif dari Restorative Justice.

To put things right as possible
(memulihkan kembali kepada kondisi yang benar/tepat)
Prespektif Restorative Justice, Pelanggaran itu menggambarkan adanya
hubungan (relationship) yang rusak.
Adanya hubungan yang rusak potensial menjadi sebab dan berdampak pada
Pelanggaran. Sebaliknya Pelanggaran juga mengakibatkan hubungan menjadi
rusak.
“The Harm of one is the harm of all”.
Perbuatan “harms” seperti membahayakan; merugikan; merusak; menyakiti;
melukai; mengganggu; mencelakakan; menjahati, dll adalah tindakan keliru
yang perlu diperbaiki dan ditempatkan kembali menjadi benar.
Menjadi kewajiban bagi semua pihak terkait yang berkepentingan yaitu
pelaku, korban, komunitas (masyarakat sekitar, pemerintah daerah, para
pengemban profesi hukum dll) untuk sebisa mungkin menempatkan hal yang
benar.

Restorative Justice
Peduli :
PELAKU, KORBAN, KOMUNITAS
HARMS, NEEDS, OBLIGATIONS

sebisa mungkin menempatkan hal yang benar dan tepat
dalam rangka memulihkan

Restorative Justice tidak dimaksudkan menggatikan CJS.
Restorative Justice dan CJS seyogyanya dipandang dan
dipahami secara lebih utuh sebagai konsepsi atas makna
keadilan dalam rangka melaksanakan Pembangunan
Perdamaian (Peacebuilding)

Peta Pembangunan Perdamaian
Meningkatkan
Kapasitas
1. Kerma Pendidikan Perdamaian
2. Kerma Penelitian dan Evaluasi
3. Kerma Pembangunan dalam
segala bidang

Mengobarkan
Anti Kekerasan
1. Membangkitkan Kesadaran dan
Kepedulian Stake Holder NKRI
2. Meningkatkan Rasa/Sikap/Perilaku
Saling Ketergantungan
(membangun kebersamaan)

Meredam Kekerasan
1. Preventing Victimization; restraining
offenders; Create a space for cooling
down; Cease-Fire Agreements;
Peacekeeping; Humanitarian Assistance
2. Early Warning dan Response Program
3. Legal & Judicial Systems
Criminal Justice System (CJS)
(to maintain order, not revenge)

Transformasi Hubungan
1.
2.
3.
4.
5.

Governance & Policymaking
Trauma Healing & Recovery Programs
Ritual & Symbolic Transformation
Restorative Justice
Conflict Transformation :
- Dialogue;
- Negotiation;
- Mediation.

Adaptasi : The Cycle of Peacebuilding, Strategic Peacebuilding, Lisa Schirch oleh Rachman, Jusril, Poeloengan (2012)

Terima Kasih
Mediasi di luar pengadilan di Indonesia, seharusnya dapat berkembang dengan pesat dengan
masih berlakunya Pancasila sebagai Dasar Negara dan Faslafah Bangsa Indonesia.
Musyawarah untuk mufakat, Kekeluargaan dan Gotong Royong adalah diantara nilai-nilai Pancasila
yang universal akan bermetamorfosis hingga terwujud, tercermin dan selaras dengan semangat
dalam Mediasi itu sendiri.
Berkembangnya Restorative Justice yang dapat mereorientasikan kembali makna Keadilan, yang
ternyata sejalan dengan nilai-nilai universal dari Pancasila, seharusnya dapat menjadi stimulan
dalam mempercepat perkembangan Mediasi di Indonesia.
Masa depan, diperlukan upaya bersama seluruh stake holder, khususnya pembuat kebijakan
dengan mengingat “law as a social tool engineering”, untuk segera berperan aktif, menaruh
perhatian dan turut serta melakukan perancangan UU tentang Mediasi.
UU tentang Mediasi sekaligus guna menselaraskan dan mengharmonisasikan ketentutanketentuan Mediasi yang masih tersebar dalam peraturan perundang-undangan lainnya, sehingga
tercapai kesamaan makna, hakikat dan pengimplementasian Mediasi sebagai Revitalisasi dan
Aktualisasi Pancasila, yang pada akhirnya berperan penting dalam terciptanya Kondisi Damai dan
Sejehtera bagi Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

SEGITIGA MEDIASI,
SUMBER PUSAT MEDIASI
NASIONAL (PMN) 2012

Pusat Mediasi Nasional.
2012. Mediation Triangles
and Mediation Skills.
Pelatihan Mediasi 40 jam
Angkatan 42, 10-14
September 2012, Jakarta.
Segitiga Mediasi ini
diadaptasi dari Boule,
Laurance., & Hwee, The
Hwee. 2000. Mediation:
Principles Process
Practice (Singapore
Edition). Butterworths
Asia & Singapore
Mediation Centre. Hal 99114.

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.1/2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
Pasal 147

Penyelesaian sengketa di bidang perumahan terlebih dahulu diupayakan berdasarkan musyawarah
untuk mufakat.

Pasal 148
(1) Dalam hal penyelesaian sengketa melalui musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, pihak yang
dirugikan dapat menggugat melalui pengadilan yang berada di lingkungan pengadilan umum atau
di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa melalui alternatif
penyelesaian sengketa.
(2) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
melalui arbitrase, konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan/atau penilaian ahli sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. UU yang mana?
(3) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
menghilangkan tanggung jawab pidana.

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.32/2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Dalam penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan dapat digunakan jasa
mediator dan/atau arbiter untuk membantu menyelesaikan sengketa lingkungan hidup, (Pasal
85 ayat 3) Mediasi tidak wajib dan tidak ada penjelasan lebih detil ttg mediasi.



UU No.14/2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik
Komisi Informasi adalah lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan Undang-Undang ini dan
peraturan pelaksanaannya, menetapkan petunjuk teknis standar layanan informasi publik dan
menyelesaikan sengketa informasi publik melalui mediasi dan/atau ajudikasi nonlitigasi
(Pasal 1 ayat 4) Mediator dan Pemutus sengketa
Pasal 40 (1) Penyelesaian sengketa melalui Mediasi merupakan pilihan para pihak dan bersifat
sukarela. Namun, Pasal 42, Penyelesaian Sengketa Informasi Publik melalui Ajudikasi
nonlitigasi oleh Komisi Informasi hanya dapat ditempuh apabila upaya Mediasi dinyatakan
tidak berhasil secara tertulis oleh salah satu atau para pihak yang bersengketa, atau salah satu
atau para pihak yang bersengketa menarik diri dari perundingan. Wajibkah atau pilihankah

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.39/1999 Tentang Hak Asasi Manusia
Komisi Nasional Hak Asasi yang selanjutnya disebut Komnas HAM adalah lembaga mandiri yang
berkedudukan setingkat dalam negara lainya yang berfungsi melaksanakan pengkajian,
penelitian, penyaluran, pemantauan, dan mediasi hak asasi manusia, Pasal 1 ayat 7 jo. Pasal
76. Definisi mediasi tidak dijelaskan
Pasal 89 ayat 4, Untuk melaksanakan fungsi Komnas HAM dalam mediasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 76, Komnas HAM bertugas dan berwenang melakukan: a. perdamaian
kedua belah pihak; b. penyelesaian perkara melaui cara konsultasi, negosiasi, mediasi,
konsiliasi, dan penilaian ahli; c. pemberian saran kepada para pihak untuk menyelesaikan
sengketa melalui pengadilan; d. penyampaian rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak
asasi manusia kepada Pemerintah untuk ditindaklanjuti penyelesaiannya; dan e. penyampaian
rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak asasi manusia kepada Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia untuk ditindaklanjuti. Fungsi Mediasi, namun di dalamnya termasuk
konsultasi, negosiasi, dll. Menyarankan para pihak untuk menyelesaikan sengketa melalui
pengadilan adalah TABU bagi mediator.

UU No. 30 Tahun 1999 Tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
 Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar
peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat
secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. (Pasal 1 ayat 1 UU
30/1999)
 Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa
atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni
penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi,
mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. (Pasal 1 ayat 10 UU 30/1999)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009
TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN

Upaya penyelesaian sengketa perdata dapat dilakukan di luar pengadilan
negara melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa. (Pasal 58
UU No.48/2009)


Arbitrase merupakan cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar
pengadilan yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara
tertulis oleh para pihak yang bersengketa. (Pasal 59 ayat 1 UU No.48/2009)



Alternatif Penyelesaian Sengketa merupakan lembaga penyelesaian
sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak,
yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi,
mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. (Pasal 60 ayat 1 UU No.48/2009)
©PMN 2013

37

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen jo
KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN
REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 350/MPP/Kep/12/2001 TENTANG
PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG BADAN PENYELESAIAN
SENGKETA KONSUMEN
Persidangan Dengan Cara Mediasi

Pasal 30
Majelis dalam menyelesaikan sengketa konsumen dengan cara Mediasi, mempunyai tugas :
a. memanggil konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
b. memanggil saksi dan saksi ahli bila diperlukan;
c. menyediakan forum bagi konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
d. secara aktif mendamaikan konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
e. secara aktif memberikan saran atau anjuran penyelesaian sengketa konsumen sesuai dengan
peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan konsumen.
Pasal 31
Tata cara penyelesaian sengketa konsumen dengan cara Mediasi adalah :
a. Majelis menyerahkan sepenuhnya proses penyelesaian sengketa kepada konsumen dan pelaku usaha
yang bersangkutan, baik mengenai bentuk maupun jumlah ganti rugi;
b. Majelis bertindak aktif sebagai Mediator dengan memberikan nasehat, petunjuk, saran dan upayaupaya lain dalam menyelesaikan sengketa;
c. Majelis menerima hasil musyawarah konsumen dan pelaku usaha dan mengeluarkan ketentuan.


Slide 24

PERKEMBANGAN MEDIASI
DI LUAR PENGADILAN
DI INDONESIA
Andrea Hynan Poeloengan, SH (Unibraw), M.Hum (Unpar), MTCP (Uni of Wollongong)
Workshop Internasional
Perkembangan Mediasi di Indonesia, Jepang dan Australia
Masa Kini Menuju Masa Depan
Rabu, 21 Agustus 2013
Pengadilan Negeri Kelas 1B Cibinong
Kabupaten Bogor

Perma No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan
Pasal 2
Ruang lingkup dan Kekuatan Berlaku Perma
1. Peraturan Mahkamah Agung ini hanya berlaku untuk mediasi yang terkait dengan
proses berperkara di Pengadilan.
2. Setiap hakim, mediator dan para pihak wajib mengikuti prosedur penyelesaian
sengketa melalui mediasi yang diatur dalam Peraturan ini.
3. Tidak menempuh prosedur mediasi berdasarkan Peraturan ini merupakan
pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 130 HIR dan atau Pasal 154 Rbg yang
mengakibatkan putusan batal demi hukum.
4. Hakim dalam pertimbangan putusan perkara wajib menyebutkan bahwa perkara
yang bersangkutan telah diupayakan perdamaian melalui mediasi dengan
menyebutkan nama mediator untuk perkara yang bersangkutan.
Pasal 23
Mediator yang telah tersertifikasi dimungkinkan untuk melakukan Mediasi di luar
pengadilan dengan hasil kesepakatannya dapat diajukan ke pengadilan untuk
memperoleh akta perdamaian dengan cara mengajukan gugatan

KEUTAMAAN PANCASILA
Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011
Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
telah menegaskan bahwa :
PANCASILA adalah
SUMBER DARI SEGALA SUMBER HUKUM
TAP MPR NO.: II/MPR/1978 yang digantikan dengan
TAP MPR NO.: XVIII/MPR/1998
telah menegaskan bahwa
PANCASILA adalah DASAR NEGARA
PANCASILA MENGANDUNG NILAI NILAI LESTARI DAN
UNIVERSAL YANG WAJIB DIUTAMAKAN/DIDAHULUKAN
DALAM RANGKA MEMBANGUN SELURUH SENDI
KEHIDUPAN BERMASYARAKAT, BERBANGSA &
BERNEGARA.

KEUTAMAAN BERMUSYAWARAH

PANCASILA adalah
SUMBER DARI SEGALA SUMBER HUKUM
PANCASILA MENGANDUNG NILAI NILAI LESTARI DAN
UNIVERSAL YANG HARUS DIUTAMAKAN/DIDAHULUKAN
UNTUK MENYELESAIKAN DAN MENGAKHIRI KONFLIK.
NILAI NILAI TERSEBUT TERKANDUNG DALAM SILA
KEEMPAT PANCASILA YANG MENGEDEPANKAN :
KEUTAMAAN MUSYAWARAH UNTUK MUFAKAT
BERDASARKAN ASAS KEKELUARGAAN

Nilai-Nilai Universal Pancasila
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat.
Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.
Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk
kepentingan bersama.
Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat
kekeluargaan.
Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan
melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai hati nurani yang
luhur.
Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggung-jawabkan secara
moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan
martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan

Musyawarah untuk mufakat adalah memang cara penyelesaian perselisihan yang paling
sesuai dengan Pancasila.
NAMUN bagaimana bermusyawarah untuk mufakat, yang lebih berdaya guna dan
berhasil guna, sehingga peluang tercapainya kesepakatan bagi para pihak menjadi lebih
besar ?
Teknik dan metode bermusyawarah untuk mufakat, yang lebih berdaya guna dan berhasil
guna, sehingga peluang tercapainya kesepakatan bagi para pihak menjadi lebih besar,
itulah yang dikenal dengan :
“MEDIASI”

Melalui pengembangan dan pemuktahiran teknik-teknik, metode tahapannya yang sangat
sistematis, dan bantuan dari orang yang berkeahlian, terlatih, terdidik untuk menjadi
seorang Mediator, yang bertugas bukan untuk memutus, melainkan diantaranya untuk
mendorong, membantu pihak berselisih/bersengketa/berkonflik menemukan peluangpeluang yang menurut para pihak adalah terbaik bagi kepentingan bersama para pihak.
Mediasi menjadikan musyawarah mufakat lebih efektif dan efisien, juga dapat
mentransformasi hubungan antara para pihak menjadi lebih terbuka.
MEDIASI BAGI BANGSA INDONESIA, SEYOGIANYA MENJADI UPAYA UTAMA YANG
HARUS DIDAHULUKAN DALAM PENYELESAIAN
PERSELISIHAN/SENGKETA/KONFLIK SEBAGAI AKTUALISASI NILAI-NILAI
UNIVERSAL PANCASILA
Maka, Perma No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan, merupakan bagian dari
aktualisasi nilai-nilai universal Pancasila tersebut

Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 tahun 2008 (PerMa 1/2008)
mendefinisikan Mediasi sebagai cara penyelesaian sengketa melalui proses
perundingan untuk memperoleh kesepakatan dengan dibantu oleh Mediator

Mediasi adalah suatu proses negosiasi dipandu dibantu oleh orang yang terpercaya.
Mediator membantu pihak berkonflik untuk berbagi perspektif dan pengalaman
mereka, mengidentifikasi kebutuhan yang mendasar, bertukar pikiran tentang
pilihan kreatif untuk mengatasi kebutuhan, dan kemudian membuat kesepakatan
akhir. (Lisa Schirch : 2004)
Mediasi sebagai intervensi terhadap suatu sengketa atau negosiasi yang dilakukan
oleh pihak ketiga yang dapat diterima, tidak berpihak/netral, yang tidak mempunyai
kewenangan untuk mengambil keputusan dalam membantu para pihak berselisih
dalam upaya mencari kesepakatan sukarela dalam menyelesaikan permasalahan
yang disengketakan (Christopher Moore: 2003)
Mediasi adalah sarana agar membiasakan Bangsa Indonesia berkonflik dengan cara
yang baik dan benar, untuk mencegah meluasnya, bahkan meningkatnya ekskalasi
konflik dalam rangka mewujudkan Perdamaian, Kesejahteraan, dan Menjaga
Keutuhan NKRI. (Rachman, Jusril, Poeloengan : 2012)
Mediasi merupakan sistem penyelesaian secara damai yang selaras dengan jiwa Sila
Keempat dan Nilai Luhur dari Ke-Bhinneka-Tunggal-Ika-an yang tidak berorientasi
mencari-cari perbedaan, tidak berpretensi mencari siapa yang salah atau siapa yang
benar, melainkan berorientasi pada suatu kesamaan terakomodirnya kebutuhan
atau kepentingan para pihak berkonflik. (Putut Eko Bayuseno : 2012)

Undang Undang No. 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial
telah mengamanatkan untuk mengembangkan sistem penyelesaian
perselisihan secara damai. Dalam Pasal 8 Undang-undang tersebut
dinyatakan bahwa:
1.Penyelesaian perselisihan dalam masyarakat dilakukan secara
damai.
2.Penyelesaian secara damai sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengutamakan musyawarah untuk mufakat.
3.Hasil musyawarah mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
mengikat para pihak.
Penyelesaian perselisihan yang secara damai perlu dimaknai, bahwa
para pihak yang berselisih / bersengketa / berkonflik secara sukarela
melaksanakan hasil kesepakatan perdamaian tanpa merasa
dipaksakan.
Perdamaian yang demikian itu adalah lebih lestari dibandingkan
perdamaian yang dipaksakan oleh pihak ketiga yang lebih berperan
layaknya pemutus dan pengadil, untuk memutuskan dan mengadili
apa yang menurutnya berdasarkan hukum adil bagi para pihak
berselisih / bersengketa / berkonflik tersebut.

KESADARAN HUKUM MENINGKAT = AKSES PADA PENGADILAN ≠
AKSES PADA KEADILAN
FAKTA :
Gambar 1: Grafik tentang Data Penyelesaian Konflik Melalui Jalur Pengadilan

Sumber : Cetak Biru Pembaruan Peradilan 2010-2035 Jakarta Mahkamah Agung RI, 2010 Diterbitkan oleh:
Mahkamah Agung RI, dan Laporan Tahunan Mahkamah Agung RI - Tahun 2010-2011

Kesadaran Hukum Meningkat
Namun frekuensi dan eskalasi Konflik Sosial juga tetap tinggi (Putut Eko Bayuseno : 2012)
9

KONFLIK MENINGKAT
Sistem Nasional Pemantauan Kekerasan (SNPK) : Sistem informasi yang menyediakan data dan analisis
tentang konflik dan kekerasan yang terjadi di berbagai wilayah di Indonesia. Proyek SNPK dipimpin oleh
Kemenkokesra, dengan dukungan Bank Dunia dan The Habibie Center.

http://www.snpk-indonesia.com/DataTools/Index?lang=ina&randdo=38141a91-1af9-4f1b-96da-a0cf05354e2c&userid=429853

10

Sistem Nasional Pemantauan Kekerasan (SNPK)
Periode 2010 s.d 2012

http://www.snpk-indonesia.com/DataTools/Index?lang=ina&randdo=38141a91-1af9-4f1b-96da-a0cf05354e2c&userid=429853

11

MEDIASI DI LUAR PENGADILAN

Mediasi di luar pengadilan yang menarik adalah yang dilakukan di Kabupaten Karawang terhadap
beberapa perselisihan / sengketa / konflik. Mediasi ini dilakukan dengan Mediator seorang perwira
polisi, AKP Iman Imannuddin, SIK, SH, MH, yang pada saat itu menjabat sebagai Kasat Reskrim Polres
Karawang. Ia memang telah mengikuti dan tersertifikasi sebagai seorang Mediator yang bersertifikat
dari Pusat Mediasi Nasional (PMN). Dalam melaksanakan tugasnya, tidak semua perkara diselesaikan
dengan penyidikan hingga penuntutan. Sebagai seorang Mediator yang tersertifikasi, telah merubah
pendekatan caranya bekerja sebagai seorang Reserse dengan menjadikan penegakan hukum sebagai
pilihan terakhir (Ultimum Remedium).
Dari seluruh perkara yang diselesaikan melalui cara Mediasi tersebut, telah mencegah terjadinya konflik
komunal ataupun konflik sosial di Kabupaten Karawang, bahkan dapat terselesaikan sebelum dibuatnya
Laporan Polisi karena masalah telah terselesaikan serta mencapai kesepakatan dan berdamai.

===
Mediasi di luar pengadilan atas perkara dalam Laporan Polisi tentang Tindak Pidana ITE berupa
intersepsi (penyadapan) antara PT. Agc vs Bs. Dalam perkara yang terjadi di Kota Bogor tersebut para
pihak berdamai melalui proses Mediasi yang dipimpin oleh Mediator bersertifikat dari PMN. Hasil
Mediasi tersebut dilaporkan kepada penyidik, hingga akhirnya memperoleh Penghentian Penyidikan
(SP3) dari Polres Bogor Kota, dan para pihak dapat islah kembali.
Ada juga perkara perdata sengketa jual beli saham antara Tn CT dengan Tn HB dkk. Walaupun
perkaranya tengah diperiksa oleh Majelis Hakim Mahkamah Agung RI dalam tahapan Kasasi, tetapi
sebagian besar (90 %) diantara para pihak yang bersengketa telah sepakat untuk berdamai melalui
Mediasi di luar pengadilan yang dipimpin oleh Mediator bersertifikat dari PMN, sehingga realisasi jual
beli saham dapat dilakukan sebelum putusnya perkara Kasasi di Mahkamah Agung RI.
Mediasi seharusnya “Forget the Law”, “Forget the Past”, dan “Don’t Look Back in Anger”

KEMANFAATAN MUSYAWARAH/MEDIASI
Putut Eko Bayuseno. 2012. Optimalisasi Musyawarah Sebagai Sarana Pengelolaan Konflik Dapat Meningkatkan Keamanan Di
Daerah Dalam Rangka Memperkuat Ketahanan Nasional. Esai Lemhanas PPSA XVIII. Lemhanas. Jakarta.

Data penyelesaian perkara/konflik khusus perkara yang berhubungan dengan Direktorat Reskrim Umum
pada Wilayah Hukum Polda Jawa Barat (21 Polres, 1 Polrestabes, 1 Dit Reskrim Um) per Semester I tahun
2012 (Januari s/d Juni 2012), Jumlah total perkara/konflik 15.595 kasus.
Data di olah dari sumber Dit Reskrim Um Polda Jawa Barat.
Siap dilakukan penuntutan (P.21) = 4516
perkara (28,96%)

4.93%

8,83%

5.76%
2.87%

28,96%

Belum selesai proses penyidikannya =
7588 perkara/konflik (48,66%)

Penghentian penyidikan (SP 3) = 447
Konflik (2,87%)

48,66%

musyawarah untuk mufakat ataupun
mediasi di kantor polisi setelah ada
Laporan polisi = 898 konflik (Peran
Penyelidik & Penyidik) (5,76%)
musyawarah untuk mufakat ataupun
mediasi di kantor Polisi, sebelum
timbulnya Laporan Polisi = 769 Konflik
(Peran Bhabinkamtibmas & Personil
lainnya) (4,93%)

KEMANFAATAN MUSYAWARAH/MEDIASI
Putut Eko Bayuseno. 2012. Optimalisasi Musyawarah Sebagai Sarana Pengelolaan Konflik Dapat Meningkatkan Keamanan Di
Daerah Dalam Rangka Memperkuat Ketahanan Nasional. Esai Lemhanas PPSA XVIII. Lemhanas. Jakarta.

Perbandingan Biaya Penyelesaian Konflik
Antara Melalui Musyawarah/Mediasi dan Tidak Melalui Musyawarah/Mediasi
Data di olah dari sumber Dit Reskrim Um Polda Jawa Barat.
Rp70,000,000,000

Rp60,000,000,000

Rp62.515.389.000
Rp50,000,000,000

Rp40,000,000,000

Rp30,000,000,000
Series1
Rp20,000,000,000

Rp10,000,000,000

Rp9.132.000.000
Rp0
3044 perkara/konflik diselesaikan melalui mediasi
dikalikan biaya rata rata penyelesaian sebesar Rp.
3.000.000,-

Bila 3044 perkara/konflik tidak diselesaikan melalui
mediasi maka dikalikan Rata Rata biaya Berdasarkan
Skep Kapolri No. Kep/606/XI/2011 tgl 17 Nop 2011
indeks anggaran lidik sidik perkara, sebesar Rp.
20.537.250,-

SOP tentang Pelaksanaan Tugas
Bhabinkamtibmas Oktober 2011
Fungsi Bhabinkamtibmas
• 2 f memediasi dan memfasilitasi upaya
pemecahan masalah yang terjadi di masyarakat;
Peran Bhabinkamtibmas
• 3 c mediator dan fasilitator dalam penyelesaian
permasalahan-permasalahan sosial yang terjadi
di masyarakat Desa/ Kelurahan

HEMAT ? (ilustrasi)
INSTANSI, IF…

IF…, JUMLAH INSTANSI X BIAYA
PENANGANAN PERKARA

TOTAL

POLSEK
1 perkara / 1 bulan

4000 x @ Rp. 500.000
anggaran per perkara

Rp.

2.000.000.000

POLRES
1 perkara / 1 bulan

400 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

400.000.000

POLDA
1 perkara / 1 bulan

25 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

25.000.000

KEJAKSAAN
1 perkara / 1 bulan

300 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

300.000.000

PENGADILAN
1 perkara / 1 bulan

300 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

300.000.000

Penghematan Anggaran
Negara Perbulan

Rp. 3.025.000.000 +
Potential Lost (Social Cost)

Biaya Penyelesaian Sengketa
Indicator
WAKTU (days)
BIAYA (% of
KERUGIAN)

Indonesia
570
122.7

East Asia & Pacific
519
47.8

OECD
518
19.7

Doing Business 2012: Data for Indonesia (WB)
Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD - Organisation for Economic Co-operation and Development)

Hambatan Mediasi
Mediasi vs Paradigma Keadilan yang Legisme
•Pelanggaran adalah Wanprestasi, Onrechmatmatige Daad,
Wederrechttelick.
•Ada aturan yang dilanggar. Cara penyelesaian sesuai dengan aturan
hukum dan hukum acara.
•Keadilan: Adil jika perbuatan sesuai dengan hukum. Adil jika salah
telah dihukum sesuai dengan aturan yang berlaku
Mediasi : Keadilan adalah kepentingan para pihak terpenuhi,
keadaan masing-masing pihak terpulihkan, kepentingan yang lebih
besar tidak terganggu, hubungan menjadi lebih terbuka, tanpa
pembuktian formal, tanpa benar salah, keputusan dibuat dan
disepakati para pihak.
Mediasi : memulihkan hubungan yang rusak = Restorative Justice

Tidak ada yang salah dengan
Konsepsi Hukum yang Legisme tersebut.
Hanya saja masyarakat pada umumnya dan para pengemban profesi hukum
menjadi terorientasikan pada makna keadilan yang legisme pula.
Konsepsi hukum atas makna “pelanggaran” yang legisme, yang terfokus pada
makna keadilan yang legisme pula tersebut, berbeda dengan prespektif dari
keadilan yang memulihkan (Restorative Justice).
VS
Mediasi : Keadilan adalah kepentingan para pihak terpenuhi, keadaan
masing-masing pihak terpulihkan, kepentingan yang lebih besar tidak
terganggu, hubungan menjadi lebih terbuka, tanpa pembuktian formal,
tanpa benar salah, keputusan dibuat dan disepakati para pihak

Yurisprudensi atau Sekedar Preseden ?







Perkara 378 jo 372 KUHP- LP/43/IX/2007/DIR RESKRIM POLDA DIY – Pelapor Cabut
Penyidik & Penuntut tetap Lanjut  Sidang PN Yogyakarta
PUT PN Yogyakarta: No. 317/PID.B/2008 Pencabutan Pengaduan Dikabulkan &
Penuntutan Tidak dapat Diterima
PUT PT Yogyakarta:No. 01/PID/PLW/2009/PT.YK : Persidangan PN Yogyakarta
Batal Demi Hukum
PUT Kasasi MA RI: No. 1600 K/PID/2009 : Pencabutan Pengaduan Dikabulkan &
Penuntutan Tidak dapat Diterima

Mediasi  Damai  Cabut Laporan  Tdk Cukup Bukti ?
Mediasi  Damai  Bukan Peraka Pidana ?
Mediasi  Damai  Demi Hukum  Diskresi  Restorative Justice ? (vide Pasal 18
UU No. 2 Tahun 2002 jo Pasal 30 ayat 4 UUD 1945)  Ultimum Remedium

Konsepsi Humanis Restorative Justice
Prespektif Restorative Justice :
1.

Bahwa Pelanggaran adalah suatu perbuatan yang mungkin keliru
dilakukan oleh pihak
tertentu sehingga membuat hubungan
(relationship) diantara pihak tertentu tersebut dengan para pihak lainya
yang terkait menjadi rusak.

2.

Bahwa hubungan yang menjadi rusak tersebut, harus diperbaiki,
dipulihkan, disembuhkan dengan sebisa mungkin menempatkan hal
yang benar (to put things right as possible)

3.

Bahwa perlu dilakukan upaya yang mendorong seluruh pihak terkait
untuk mengerti/memahami akibat/konsekuensi dari suatu pelanggaran.
Selanjutnya berupaya memastikan bahwa seluruh pihak terkait berniat
dan merealisasikan tindakan sebanyak mungkin menempatkan hal yang
benar, dalam rangka merajut kembali atau memperbaiki hubungan yang
telah rusak.
23

Prespektif Legisme.
•Pelanggaran UU
•Siapa yang Salah atau Benar
•Pembuktian menjadi utama
•Menyalahkan perilaku di masa lalu
•Nememis “pembalasan” /hukuman
•Keadilan sesuai undang undang
•Ketidakpuasan






Prespektif Restorative Justice
Pelanggaran / Perusakan (Harms) Relationship
Merubah perilaku di masa yang akan datang
Mengobati, memulihkan, memperbaiki relationship
Semua pihak terkait bertanggungjawab
Kebersamaan mengidentifikasi dan memetakan kerugiankerugian, kebutuhan dan tindakan yang perlu dilakukan untuk
memulihkan relationship
24

Anggapan Keliru !
Restorative Justice seringkali dianggap semata sebagai suatu
bentuk pemaafan atau pengampunan!
Bahwa benar dengan pemaafan (ataupun pengampunan) maka
suatu hubungan yang rusak akan menjadi pulih, namun dalam
Restorative Justice tidak selalu harus ada unsur pemaafan.
Restorative Justice tidak hanya terfokus pada korban, akan
tetapi concern pula terhadap pihak pelanggar dan pihak lain
yang terdampak. Menjadi lebih utama adalah sebisa mungkin
menempatkan hal yang benar, agar kondisi/keadaan/suatu
relationship pada masa yang akan datang menjadi lebih baik.

Anggapan Keliru !
Restorative Justice dianggap berbeda arah dengan Criminal
Justice System dan Civil Justice System bahkan ada anggapan
keberadaannya menjadi tumpang tindih dengan Justice System
yang telah ada.
Bahwa Restorative Justice adalah konsepsi atas makna keadilan.
Dengan Restorative Justice kita berupaya mereorientasi kembali
bagaimana kita perlu memahami makna keadilan yang lebih
dalam.

Apakah suatu kondisi dimana seseorang yang terbukti melakukan perbuatan
melawan hukum (pelaku) dan telah dijatuhi sanksi dapat diartikan bahwa
keadilan telah ditegakkan? Dalam konsepsi CJS, kondisi demikian dapat
dikatakan telah memenuhi rasa keadilan. Hukuman yang setimpal adalah
suatu keadilan
Bagaimana dengan keberlangsungan kehidupan istrinya dan anak dari
pelaku?
Bagaimana dengan keluarga korban yang sering kali tidak dapat menerima
putusan dari Majelis Hakim yang dianggap tidak cukup memuaskan ?
Bagaimana dengan keberlangsungan kehidupan 1000 karyawan yang
perusahaan tempatnya bekerja, dinyatakan pailit oleh putusan pengadilan
atas adanya gugatan pailit pihak kreditur? Siapa yang harus bertanggung
jawab atas keberlangsungan kehidupan karyawan tersebut? Bukankah
pemerintah juga bertanggung jawab untuk menciptakan lapangan kerja?
CJS atau penegakan hukum adalah perlu, namun menjadi lebih baik bila
bersamaan dengan itu dilakukan pula upaya “to put things right as possible”,
sebagaimana prespektif dari Restorative Justice.

To put things right as possible
(memulihkan kembali kepada kondisi yang benar/tepat)
Prespektif Restorative Justice, Pelanggaran itu menggambarkan adanya
hubungan (relationship) yang rusak.
Adanya hubungan yang rusak potensial menjadi sebab dan berdampak pada
Pelanggaran. Sebaliknya Pelanggaran juga mengakibatkan hubungan menjadi
rusak.
“The Harm of one is the harm of all”.
Perbuatan “harms” seperti membahayakan; merugikan; merusak; menyakiti;
melukai; mengganggu; mencelakakan; menjahati, dll adalah tindakan keliru
yang perlu diperbaiki dan ditempatkan kembali menjadi benar.
Menjadi kewajiban bagi semua pihak terkait yang berkepentingan yaitu
pelaku, korban, komunitas (masyarakat sekitar, pemerintah daerah, para
pengemban profesi hukum dll) untuk sebisa mungkin menempatkan hal yang
benar.

Restorative Justice
Peduli :
PELAKU, KORBAN, KOMUNITAS
HARMS, NEEDS, OBLIGATIONS

sebisa mungkin menempatkan hal yang benar dan tepat
dalam rangka memulihkan

Restorative Justice tidak dimaksudkan menggatikan CJS.
Restorative Justice dan CJS seyogyanya dipandang dan
dipahami secara lebih utuh sebagai konsepsi atas makna
keadilan dalam rangka melaksanakan Pembangunan
Perdamaian (Peacebuilding)

Peta Pembangunan Perdamaian
Meningkatkan
Kapasitas
1. Kerma Pendidikan Perdamaian
2. Kerma Penelitian dan Evaluasi
3. Kerma Pembangunan dalam
segala bidang

Mengobarkan
Anti Kekerasan
1. Membangkitkan Kesadaran dan
Kepedulian Stake Holder NKRI
2. Meningkatkan Rasa/Sikap/Perilaku
Saling Ketergantungan
(membangun kebersamaan)

Meredam Kekerasan
1. Preventing Victimization; restraining
offenders; Create a space for cooling
down; Cease-Fire Agreements;
Peacekeeping; Humanitarian Assistance
2. Early Warning dan Response Program
3. Legal & Judicial Systems
Criminal Justice System (CJS)
(to maintain order, not revenge)

Transformasi Hubungan
1.
2.
3.
4.
5.

Governance & Policymaking
Trauma Healing & Recovery Programs
Ritual & Symbolic Transformation
Restorative Justice
Conflict Transformation :
- Dialogue;
- Negotiation;
- Mediation.

Adaptasi : The Cycle of Peacebuilding, Strategic Peacebuilding, Lisa Schirch oleh Rachman, Jusril, Poeloengan (2012)

Terima Kasih
Mediasi di luar pengadilan di Indonesia, seharusnya dapat berkembang dengan pesat dengan
masih berlakunya Pancasila sebagai Dasar Negara dan Faslafah Bangsa Indonesia.
Musyawarah untuk mufakat, Kekeluargaan dan Gotong Royong adalah diantara nilai-nilai Pancasila
yang universal akan bermetamorfosis hingga terwujud, tercermin dan selaras dengan semangat
dalam Mediasi itu sendiri.
Berkembangnya Restorative Justice yang dapat mereorientasikan kembali makna Keadilan, yang
ternyata sejalan dengan nilai-nilai universal dari Pancasila, seharusnya dapat menjadi stimulan
dalam mempercepat perkembangan Mediasi di Indonesia.
Masa depan, diperlukan upaya bersama seluruh stake holder, khususnya pembuat kebijakan
dengan mengingat “law as a social tool engineering”, untuk segera berperan aktif, menaruh
perhatian dan turut serta melakukan perancangan UU tentang Mediasi.
UU tentang Mediasi sekaligus guna menselaraskan dan mengharmonisasikan ketentutanketentuan Mediasi yang masih tersebar dalam peraturan perundang-undangan lainnya, sehingga
tercapai kesamaan makna, hakikat dan pengimplementasian Mediasi sebagai Revitalisasi dan
Aktualisasi Pancasila, yang pada akhirnya berperan penting dalam terciptanya Kondisi Damai dan
Sejehtera bagi Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

SEGITIGA MEDIASI,
SUMBER PUSAT MEDIASI
NASIONAL (PMN) 2012

Pusat Mediasi Nasional.
2012. Mediation Triangles
and Mediation Skills.
Pelatihan Mediasi 40 jam
Angkatan 42, 10-14
September 2012, Jakarta.
Segitiga Mediasi ini
diadaptasi dari Boule,
Laurance., & Hwee, The
Hwee. 2000. Mediation:
Principles Process
Practice (Singapore
Edition). Butterworths
Asia & Singapore
Mediation Centre. Hal 99114.

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.1/2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
Pasal 147

Penyelesaian sengketa di bidang perumahan terlebih dahulu diupayakan berdasarkan musyawarah
untuk mufakat.

Pasal 148
(1) Dalam hal penyelesaian sengketa melalui musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, pihak yang
dirugikan dapat menggugat melalui pengadilan yang berada di lingkungan pengadilan umum atau
di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa melalui alternatif
penyelesaian sengketa.
(2) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
melalui arbitrase, konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan/atau penilaian ahli sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. UU yang mana?
(3) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
menghilangkan tanggung jawab pidana.

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.32/2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Dalam penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan dapat digunakan jasa
mediator dan/atau arbiter untuk membantu menyelesaikan sengketa lingkungan hidup, (Pasal
85 ayat 3) Mediasi tidak wajib dan tidak ada penjelasan lebih detil ttg mediasi.



UU No.14/2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik
Komisi Informasi adalah lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan Undang-Undang ini dan
peraturan pelaksanaannya, menetapkan petunjuk teknis standar layanan informasi publik dan
menyelesaikan sengketa informasi publik melalui mediasi dan/atau ajudikasi nonlitigasi
(Pasal 1 ayat 4) Mediator dan Pemutus sengketa
Pasal 40 (1) Penyelesaian sengketa melalui Mediasi merupakan pilihan para pihak dan bersifat
sukarela. Namun, Pasal 42, Penyelesaian Sengketa Informasi Publik melalui Ajudikasi
nonlitigasi oleh Komisi Informasi hanya dapat ditempuh apabila upaya Mediasi dinyatakan
tidak berhasil secara tertulis oleh salah satu atau para pihak yang bersengketa, atau salah satu
atau para pihak yang bersengketa menarik diri dari perundingan. Wajibkah atau pilihankah

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.39/1999 Tentang Hak Asasi Manusia
Komisi Nasional Hak Asasi yang selanjutnya disebut Komnas HAM adalah lembaga mandiri yang
berkedudukan setingkat dalam negara lainya yang berfungsi melaksanakan pengkajian,
penelitian, penyaluran, pemantauan, dan mediasi hak asasi manusia, Pasal 1 ayat 7 jo. Pasal
76. Definisi mediasi tidak dijelaskan
Pasal 89 ayat 4, Untuk melaksanakan fungsi Komnas HAM dalam mediasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 76, Komnas HAM bertugas dan berwenang melakukan: a. perdamaian
kedua belah pihak; b. penyelesaian perkara melaui cara konsultasi, negosiasi, mediasi,
konsiliasi, dan penilaian ahli; c. pemberian saran kepada para pihak untuk menyelesaikan
sengketa melalui pengadilan; d. penyampaian rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak
asasi manusia kepada Pemerintah untuk ditindaklanjuti penyelesaiannya; dan e. penyampaian
rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak asasi manusia kepada Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia untuk ditindaklanjuti. Fungsi Mediasi, namun di dalamnya termasuk
konsultasi, negosiasi, dll. Menyarankan para pihak untuk menyelesaikan sengketa melalui
pengadilan adalah TABU bagi mediator.

UU No. 30 Tahun 1999 Tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
 Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar
peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat
secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. (Pasal 1 ayat 1 UU
30/1999)
 Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa
atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni
penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi,
mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. (Pasal 1 ayat 10 UU 30/1999)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009
TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN

Upaya penyelesaian sengketa perdata dapat dilakukan di luar pengadilan
negara melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa. (Pasal 58
UU No.48/2009)


Arbitrase merupakan cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar
pengadilan yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara
tertulis oleh para pihak yang bersengketa. (Pasal 59 ayat 1 UU No.48/2009)



Alternatif Penyelesaian Sengketa merupakan lembaga penyelesaian
sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak,
yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi,
mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. (Pasal 60 ayat 1 UU No.48/2009)
©PMN 2013

37

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen jo
KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN
REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 350/MPP/Kep/12/2001 TENTANG
PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG BADAN PENYELESAIAN
SENGKETA KONSUMEN
Persidangan Dengan Cara Mediasi

Pasal 30
Majelis dalam menyelesaikan sengketa konsumen dengan cara Mediasi, mempunyai tugas :
a. memanggil konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
b. memanggil saksi dan saksi ahli bila diperlukan;
c. menyediakan forum bagi konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
d. secara aktif mendamaikan konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
e. secara aktif memberikan saran atau anjuran penyelesaian sengketa konsumen sesuai dengan
peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan konsumen.
Pasal 31
Tata cara penyelesaian sengketa konsumen dengan cara Mediasi adalah :
a. Majelis menyerahkan sepenuhnya proses penyelesaian sengketa kepada konsumen dan pelaku usaha
yang bersangkutan, baik mengenai bentuk maupun jumlah ganti rugi;
b. Majelis bertindak aktif sebagai Mediator dengan memberikan nasehat, petunjuk, saran dan upayaupaya lain dalam menyelesaikan sengketa;
c. Majelis menerima hasil musyawarah konsumen dan pelaku usaha dan mengeluarkan ketentuan.


Slide 25

PERKEMBANGAN MEDIASI
DI LUAR PENGADILAN
DI INDONESIA
Andrea Hynan Poeloengan, SH (Unibraw), M.Hum (Unpar), MTCP (Uni of Wollongong)
Workshop Internasional
Perkembangan Mediasi di Indonesia, Jepang dan Australia
Masa Kini Menuju Masa Depan
Rabu, 21 Agustus 2013
Pengadilan Negeri Kelas 1B Cibinong
Kabupaten Bogor

Perma No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan
Pasal 2
Ruang lingkup dan Kekuatan Berlaku Perma
1. Peraturan Mahkamah Agung ini hanya berlaku untuk mediasi yang terkait dengan
proses berperkara di Pengadilan.
2. Setiap hakim, mediator dan para pihak wajib mengikuti prosedur penyelesaian
sengketa melalui mediasi yang diatur dalam Peraturan ini.
3. Tidak menempuh prosedur mediasi berdasarkan Peraturan ini merupakan
pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 130 HIR dan atau Pasal 154 Rbg yang
mengakibatkan putusan batal demi hukum.
4. Hakim dalam pertimbangan putusan perkara wajib menyebutkan bahwa perkara
yang bersangkutan telah diupayakan perdamaian melalui mediasi dengan
menyebutkan nama mediator untuk perkara yang bersangkutan.
Pasal 23
Mediator yang telah tersertifikasi dimungkinkan untuk melakukan Mediasi di luar
pengadilan dengan hasil kesepakatannya dapat diajukan ke pengadilan untuk
memperoleh akta perdamaian dengan cara mengajukan gugatan

KEUTAMAAN PANCASILA
Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011
Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
telah menegaskan bahwa :
PANCASILA adalah
SUMBER DARI SEGALA SUMBER HUKUM
TAP MPR NO.: II/MPR/1978 yang digantikan dengan
TAP MPR NO.: XVIII/MPR/1998
telah menegaskan bahwa
PANCASILA adalah DASAR NEGARA
PANCASILA MENGANDUNG NILAI NILAI LESTARI DAN
UNIVERSAL YANG WAJIB DIUTAMAKAN/DIDAHULUKAN
DALAM RANGKA MEMBANGUN SELURUH SENDI
KEHIDUPAN BERMASYARAKAT, BERBANGSA &
BERNEGARA.

KEUTAMAAN BERMUSYAWARAH

PANCASILA adalah
SUMBER DARI SEGALA SUMBER HUKUM
PANCASILA MENGANDUNG NILAI NILAI LESTARI DAN
UNIVERSAL YANG HARUS DIUTAMAKAN/DIDAHULUKAN
UNTUK MENYELESAIKAN DAN MENGAKHIRI KONFLIK.
NILAI NILAI TERSEBUT TERKANDUNG DALAM SILA
KEEMPAT PANCASILA YANG MENGEDEPANKAN :
KEUTAMAAN MUSYAWARAH UNTUK MUFAKAT
BERDASARKAN ASAS KEKELUARGAAN

Nilai-Nilai Universal Pancasila
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat.
Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.
Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk
kepentingan bersama.
Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat
kekeluargaan.
Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan
melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai hati nurani yang
luhur.
Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggung-jawabkan secara
moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan
martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan

Musyawarah untuk mufakat adalah memang cara penyelesaian perselisihan yang paling
sesuai dengan Pancasila.
NAMUN bagaimana bermusyawarah untuk mufakat, yang lebih berdaya guna dan
berhasil guna, sehingga peluang tercapainya kesepakatan bagi para pihak menjadi lebih
besar ?
Teknik dan metode bermusyawarah untuk mufakat, yang lebih berdaya guna dan berhasil
guna, sehingga peluang tercapainya kesepakatan bagi para pihak menjadi lebih besar,
itulah yang dikenal dengan :
“MEDIASI”

Melalui pengembangan dan pemuktahiran teknik-teknik, metode tahapannya yang sangat
sistematis, dan bantuan dari orang yang berkeahlian, terlatih, terdidik untuk menjadi
seorang Mediator, yang bertugas bukan untuk memutus, melainkan diantaranya untuk
mendorong, membantu pihak berselisih/bersengketa/berkonflik menemukan peluangpeluang yang menurut para pihak adalah terbaik bagi kepentingan bersama para pihak.
Mediasi menjadikan musyawarah mufakat lebih efektif dan efisien, juga dapat
mentransformasi hubungan antara para pihak menjadi lebih terbuka.
MEDIASI BAGI BANGSA INDONESIA, SEYOGIANYA MENJADI UPAYA UTAMA YANG
HARUS DIDAHULUKAN DALAM PENYELESAIAN
PERSELISIHAN/SENGKETA/KONFLIK SEBAGAI AKTUALISASI NILAI-NILAI
UNIVERSAL PANCASILA
Maka, Perma No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan, merupakan bagian dari
aktualisasi nilai-nilai universal Pancasila tersebut

Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 tahun 2008 (PerMa 1/2008)
mendefinisikan Mediasi sebagai cara penyelesaian sengketa melalui proses
perundingan untuk memperoleh kesepakatan dengan dibantu oleh Mediator

Mediasi adalah suatu proses negosiasi dipandu dibantu oleh orang yang terpercaya.
Mediator membantu pihak berkonflik untuk berbagi perspektif dan pengalaman
mereka, mengidentifikasi kebutuhan yang mendasar, bertukar pikiran tentang
pilihan kreatif untuk mengatasi kebutuhan, dan kemudian membuat kesepakatan
akhir. (Lisa Schirch : 2004)
Mediasi sebagai intervensi terhadap suatu sengketa atau negosiasi yang dilakukan
oleh pihak ketiga yang dapat diterima, tidak berpihak/netral, yang tidak mempunyai
kewenangan untuk mengambil keputusan dalam membantu para pihak berselisih
dalam upaya mencari kesepakatan sukarela dalam menyelesaikan permasalahan
yang disengketakan (Christopher Moore: 2003)
Mediasi adalah sarana agar membiasakan Bangsa Indonesia berkonflik dengan cara
yang baik dan benar, untuk mencegah meluasnya, bahkan meningkatnya ekskalasi
konflik dalam rangka mewujudkan Perdamaian, Kesejahteraan, dan Menjaga
Keutuhan NKRI. (Rachman, Jusril, Poeloengan : 2012)
Mediasi merupakan sistem penyelesaian secara damai yang selaras dengan jiwa Sila
Keempat dan Nilai Luhur dari Ke-Bhinneka-Tunggal-Ika-an yang tidak berorientasi
mencari-cari perbedaan, tidak berpretensi mencari siapa yang salah atau siapa yang
benar, melainkan berorientasi pada suatu kesamaan terakomodirnya kebutuhan
atau kepentingan para pihak berkonflik. (Putut Eko Bayuseno : 2012)

Undang Undang No. 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial
telah mengamanatkan untuk mengembangkan sistem penyelesaian
perselisihan secara damai. Dalam Pasal 8 Undang-undang tersebut
dinyatakan bahwa:
1.Penyelesaian perselisihan dalam masyarakat dilakukan secara
damai.
2.Penyelesaian secara damai sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengutamakan musyawarah untuk mufakat.
3.Hasil musyawarah mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
mengikat para pihak.
Penyelesaian perselisihan yang secara damai perlu dimaknai, bahwa
para pihak yang berselisih / bersengketa / berkonflik secara sukarela
melaksanakan hasil kesepakatan perdamaian tanpa merasa
dipaksakan.
Perdamaian yang demikian itu adalah lebih lestari dibandingkan
perdamaian yang dipaksakan oleh pihak ketiga yang lebih berperan
layaknya pemutus dan pengadil, untuk memutuskan dan mengadili
apa yang menurutnya berdasarkan hukum adil bagi para pihak
berselisih / bersengketa / berkonflik tersebut.

KESADARAN HUKUM MENINGKAT = AKSES PADA PENGADILAN ≠
AKSES PADA KEADILAN
FAKTA :
Gambar 1: Grafik tentang Data Penyelesaian Konflik Melalui Jalur Pengadilan

Sumber : Cetak Biru Pembaruan Peradilan 2010-2035 Jakarta Mahkamah Agung RI, 2010 Diterbitkan oleh:
Mahkamah Agung RI, dan Laporan Tahunan Mahkamah Agung RI - Tahun 2010-2011

Kesadaran Hukum Meningkat
Namun frekuensi dan eskalasi Konflik Sosial juga tetap tinggi (Putut Eko Bayuseno : 2012)
9

KONFLIK MENINGKAT
Sistem Nasional Pemantauan Kekerasan (SNPK) : Sistem informasi yang menyediakan data dan analisis
tentang konflik dan kekerasan yang terjadi di berbagai wilayah di Indonesia. Proyek SNPK dipimpin oleh
Kemenkokesra, dengan dukungan Bank Dunia dan The Habibie Center.

http://www.snpk-indonesia.com/DataTools/Index?lang=ina&randdo=38141a91-1af9-4f1b-96da-a0cf05354e2c&userid=429853

10

Sistem Nasional Pemantauan Kekerasan (SNPK)
Periode 2010 s.d 2012

http://www.snpk-indonesia.com/DataTools/Index?lang=ina&randdo=38141a91-1af9-4f1b-96da-a0cf05354e2c&userid=429853

11

MEDIASI DI LUAR PENGADILAN

Mediasi di luar pengadilan yang menarik adalah yang dilakukan di Kabupaten Karawang terhadap
beberapa perselisihan / sengketa / konflik. Mediasi ini dilakukan dengan Mediator seorang perwira
polisi, AKP Iman Imannuddin, SIK, SH, MH, yang pada saat itu menjabat sebagai Kasat Reskrim Polres
Karawang. Ia memang telah mengikuti dan tersertifikasi sebagai seorang Mediator yang bersertifikat
dari Pusat Mediasi Nasional (PMN). Dalam melaksanakan tugasnya, tidak semua perkara diselesaikan
dengan penyidikan hingga penuntutan. Sebagai seorang Mediator yang tersertifikasi, telah merubah
pendekatan caranya bekerja sebagai seorang Reserse dengan menjadikan penegakan hukum sebagai
pilihan terakhir (Ultimum Remedium).
Dari seluruh perkara yang diselesaikan melalui cara Mediasi tersebut, telah mencegah terjadinya konflik
komunal ataupun konflik sosial di Kabupaten Karawang, bahkan dapat terselesaikan sebelum dibuatnya
Laporan Polisi karena masalah telah terselesaikan serta mencapai kesepakatan dan berdamai.

===
Mediasi di luar pengadilan atas perkara dalam Laporan Polisi tentang Tindak Pidana ITE berupa
intersepsi (penyadapan) antara PT. Agc vs Bs. Dalam perkara yang terjadi di Kota Bogor tersebut para
pihak berdamai melalui proses Mediasi yang dipimpin oleh Mediator bersertifikat dari PMN. Hasil
Mediasi tersebut dilaporkan kepada penyidik, hingga akhirnya memperoleh Penghentian Penyidikan
(SP3) dari Polres Bogor Kota, dan para pihak dapat islah kembali.
Ada juga perkara perdata sengketa jual beli saham antara Tn CT dengan Tn HB dkk. Walaupun
perkaranya tengah diperiksa oleh Majelis Hakim Mahkamah Agung RI dalam tahapan Kasasi, tetapi
sebagian besar (90 %) diantara para pihak yang bersengketa telah sepakat untuk berdamai melalui
Mediasi di luar pengadilan yang dipimpin oleh Mediator bersertifikat dari PMN, sehingga realisasi jual
beli saham dapat dilakukan sebelum putusnya perkara Kasasi di Mahkamah Agung RI.
Mediasi seharusnya “Forget the Law”, “Forget the Past”, dan “Don’t Look Back in Anger”

KEMANFAATAN MUSYAWARAH/MEDIASI
Putut Eko Bayuseno. 2012. Optimalisasi Musyawarah Sebagai Sarana Pengelolaan Konflik Dapat Meningkatkan Keamanan Di
Daerah Dalam Rangka Memperkuat Ketahanan Nasional. Esai Lemhanas PPSA XVIII. Lemhanas. Jakarta.

Data penyelesaian perkara/konflik khusus perkara yang berhubungan dengan Direktorat Reskrim Umum
pada Wilayah Hukum Polda Jawa Barat (21 Polres, 1 Polrestabes, 1 Dit Reskrim Um) per Semester I tahun
2012 (Januari s/d Juni 2012), Jumlah total perkara/konflik 15.595 kasus.
Data di olah dari sumber Dit Reskrim Um Polda Jawa Barat.
Siap dilakukan penuntutan (P.21) = 4516
perkara (28,96%)

4.93%

8,83%

5.76%
2.87%

28,96%

Belum selesai proses penyidikannya =
7588 perkara/konflik (48,66%)

Penghentian penyidikan (SP 3) = 447
Konflik (2,87%)

48,66%

musyawarah untuk mufakat ataupun
mediasi di kantor polisi setelah ada
Laporan polisi = 898 konflik (Peran
Penyelidik & Penyidik) (5,76%)
musyawarah untuk mufakat ataupun
mediasi di kantor Polisi, sebelum
timbulnya Laporan Polisi = 769 Konflik
(Peran Bhabinkamtibmas & Personil
lainnya) (4,93%)

KEMANFAATAN MUSYAWARAH/MEDIASI
Putut Eko Bayuseno. 2012. Optimalisasi Musyawarah Sebagai Sarana Pengelolaan Konflik Dapat Meningkatkan Keamanan Di
Daerah Dalam Rangka Memperkuat Ketahanan Nasional. Esai Lemhanas PPSA XVIII. Lemhanas. Jakarta.

Perbandingan Biaya Penyelesaian Konflik
Antara Melalui Musyawarah/Mediasi dan Tidak Melalui Musyawarah/Mediasi
Data di olah dari sumber Dit Reskrim Um Polda Jawa Barat.
Rp70,000,000,000

Rp60,000,000,000

Rp62.515.389.000
Rp50,000,000,000

Rp40,000,000,000

Rp30,000,000,000
Series1
Rp20,000,000,000

Rp10,000,000,000

Rp9.132.000.000
Rp0
3044 perkara/konflik diselesaikan melalui mediasi
dikalikan biaya rata rata penyelesaian sebesar Rp.
3.000.000,-

Bila 3044 perkara/konflik tidak diselesaikan melalui
mediasi maka dikalikan Rata Rata biaya Berdasarkan
Skep Kapolri No. Kep/606/XI/2011 tgl 17 Nop 2011
indeks anggaran lidik sidik perkara, sebesar Rp.
20.537.250,-

SOP tentang Pelaksanaan Tugas
Bhabinkamtibmas Oktober 2011
Fungsi Bhabinkamtibmas
• 2 f memediasi dan memfasilitasi upaya
pemecahan masalah yang terjadi di masyarakat;
Peran Bhabinkamtibmas
• 3 c mediator dan fasilitator dalam penyelesaian
permasalahan-permasalahan sosial yang terjadi
di masyarakat Desa/ Kelurahan

HEMAT ? (ilustrasi)
INSTANSI, IF…

IF…, JUMLAH INSTANSI X BIAYA
PENANGANAN PERKARA

TOTAL

POLSEK
1 perkara / 1 bulan

4000 x @ Rp. 500.000
anggaran per perkara

Rp.

2.000.000.000

POLRES
1 perkara / 1 bulan

400 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

400.000.000

POLDA
1 perkara / 1 bulan

25 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

25.000.000

KEJAKSAAN
1 perkara / 1 bulan

300 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

300.000.000

PENGADILAN
1 perkara / 1 bulan

300 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

300.000.000

Penghematan Anggaran
Negara Perbulan

Rp. 3.025.000.000 +
Potential Lost (Social Cost)

Biaya Penyelesaian Sengketa
Indicator
WAKTU (days)
BIAYA (% of
KERUGIAN)

Indonesia
570
122.7

East Asia & Pacific
519
47.8

OECD
518
19.7

Doing Business 2012: Data for Indonesia (WB)
Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD - Organisation for Economic Co-operation and Development)

Hambatan Mediasi
Mediasi vs Paradigma Keadilan yang Legisme
•Pelanggaran adalah Wanprestasi, Onrechmatmatige Daad,
Wederrechttelick.
•Ada aturan yang dilanggar. Cara penyelesaian sesuai dengan aturan
hukum dan hukum acara.
•Keadilan: Adil jika perbuatan sesuai dengan hukum. Adil jika salah
telah dihukum sesuai dengan aturan yang berlaku
Mediasi : Keadilan adalah kepentingan para pihak terpenuhi,
keadaan masing-masing pihak terpulihkan, kepentingan yang lebih
besar tidak terganggu, hubungan menjadi lebih terbuka, tanpa
pembuktian formal, tanpa benar salah, keputusan dibuat dan
disepakati para pihak.
Mediasi : memulihkan hubungan yang rusak = Restorative Justice

Tidak ada yang salah dengan
Konsepsi Hukum yang Legisme tersebut.
Hanya saja masyarakat pada umumnya dan para pengemban profesi hukum
menjadi terorientasikan pada makna keadilan yang legisme pula.
Konsepsi hukum atas makna “pelanggaran” yang legisme, yang terfokus pada
makna keadilan yang legisme pula tersebut, berbeda dengan prespektif dari
keadilan yang memulihkan (Restorative Justice).
VS
Mediasi : Keadilan adalah kepentingan para pihak terpenuhi, keadaan
masing-masing pihak terpulihkan, kepentingan yang lebih besar tidak
terganggu, hubungan menjadi lebih terbuka, tanpa pembuktian formal,
tanpa benar salah, keputusan dibuat dan disepakati para pihak

Yurisprudensi atau Sekedar Preseden ?







Perkara 378 jo 372 KUHP- LP/43/IX/2007/DIR RESKRIM POLDA DIY – Pelapor Cabut
Penyidik & Penuntut tetap Lanjut  Sidang PN Yogyakarta
PUT PN Yogyakarta: No. 317/PID.B/2008 Pencabutan Pengaduan Dikabulkan &
Penuntutan Tidak dapat Diterima
PUT PT Yogyakarta:No. 01/PID/PLW/2009/PT.YK : Persidangan PN Yogyakarta
Batal Demi Hukum
PUT Kasasi MA RI: No. 1600 K/PID/2009 : Pencabutan Pengaduan Dikabulkan &
Penuntutan Tidak dapat Diterima

Mediasi  Damai  Cabut Laporan  Tdk Cukup Bukti ?
Mediasi  Damai  Bukan Peraka Pidana ?
Mediasi  Damai  Demi Hukum  Diskresi  Restorative Justice ? (vide Pasal 18
UU No. 2 Tahun 2002 jo Pasal 30 ayat 4 UUD 1945)  Ultimum Remedium

Konsepsi Humanis Restorative Justice
Prespektif Restorative Justice :
1.

Bahwa Pelanggaran adalah suatu perbuatan yang mungkin keliru
dilakukan oleh pihak
tertentu sehingga membuat hubungan
(relationship) diantara pihak tertentu tersebut dengan para pihak lainya
yang terkait menjadi rusak.

2.

Bahwa hubungan yang menjadi rusak tersebut, harus diperbaiki,
dipulihkan, disembuhkan dengan sebisa mungkin menempatkan hal
yang benar (to put things right as possible)

3.

Bahwa perlu dilakukan upaya yang mendorong seluruh pihak terkait
untuk mengerti/memahami akibat/konsekuensi dari suatu pelanggaran.
Selanjutnya berupaya memastikan bahwa seluruh pihak terkait berniat
dan merealisasikan tindakan sebanyak mungkin menempatkan hal yang
benar, dalam rangka merajut kembali atau memperbaiki hubungan yang
telah rusak.
23

Prespektif Legisme.
•Pelanggaran UU
•Siapa yang Salah atau Benar
•Pembuktian menjadi utama
•Menyalahkan perilaku di masa lalu
•Nememis “pembalasan” /hukuman
•Keadilan sesuai undang undang
•Ketidakpuasan






Prespektif Restorative Justice
Pelanggaran / Perusakan (Harms) Relationship
Merubah perilaku di masa yang akan datang
Mengobati, memulihkan, memperbaiki relationship
Semua pihak terkait bertanggungjawab
Kebersamaan mengidentifikasi dan memetakan kerugiankerugian, kebutuhan dan tindakan yang perlu dilakukan untuk
memulihkan relationship
24

Anggapan Keliru !
Restorative Justice seringkali dianggap semata sebagai suatu
bentuk pemaafan atau pengampunan!
Bahwa benar dengan pemaafan (ataupun pengampunan) maka
suatu hubungan yang rusak akan menjadi pulih, namun dalam
Restorative Justice tidak selalu harus ada unsur pemaafan.
Restorative Justice tidak hanya terfokus pada korban, akan
tetapi concern pula terhadap pihak pelanggar dan pihak lain
yang terdampak. Menjadi lebih utama adalah sebisa mungkin
menempatkan hal yang benar, agar kondisi/keadaan/suatu
relationship pada masa yang akan datang menjadi lebih baik.

Anggapan Keliru !
Restorative Justice dianggap berbeda arah dengan Criminal
Justice System dan Civil Justice System bahkan ada anggapan
keberadaannya menjadi tumpang tindih dengan Justice System
yang telah ada.
Bahwa Restorative Justice adalah konsepsi atas makna keadilan.
Dengan Restorative Justice kita berupaya mereorientasi kembali
bagaimana kita perlu memahami makna keadilan yang lebih
dalam.

Apakah suatu kondisi dimana seseorang yang terbukti melakukan perbuatan
melawan hukum (pelaku) dan telah dijatuhi sanksi dapat diartikan bahwa
keadilan telah ditegakkan? Dalam konsepsi CJS, kondisi demikian dapat
dikatakan telah memenuhi rasa keadilan. Hukuman yang setimpal adalah
suatu keadilan
Bagaimana dengan keberlangsungan kehidupan istrinya dan anak dari
pelaku?
Bagaimana dengan keluarga korban yang sering kali tidak dapat menerima
putusan dari Majelis Hakim yang dianggap tidak cukup memuaskan ?
Bagaimana dengan keberlangsungan kehidupan 1000 karyawan yang
perusahaan tempatnya bekerja, dinyatakan pailit oleh putusan pengadilan
atas adanya gugatan pailit pihak kreditur? Siapa yang harus bertanggung
jawab atas keberlangsungan kehidupan karyawan tersebut? Bukankah
pemerintah juga bertanggung jawab untuk menciptakan lapangan kerja?
CJS atau penegakan hukum adalah perlu, namun menjadi lebih baik bila
bersamaan dengan itu dilakukan pula upaya “to put things right as possible”,
sebagaimana prespektif dari Restorative Justice.

To put things right as possible
(memulihkan kembali kepada kondisi yang benar/tepat)
Prespektif Restorative Justice, Pelanggaran itu menggambarkan adanya
hubungan (relationship) yang rusak.
Adanya hubungan yang rusak potensial menjadi sebab dan berdampak pada
Pelanggaran. Sebaliknya Pelanggaran juga mengakibatkan hubungan menjadi
rusak.
“The Harm of one is the harm of all”.
Perbuatan “harms” seperti membahayakan; merugikan; merusak; menyakiti;
melukai; mengganggu; mencelakakan; menjahati, dll adalah tindakan keliru
yang perlu diperbaiki dan ditempatkan kembali menjadi benar.
Menjadi kewajiban bagi semua pihak terkait yang berkepentingan yaitu
pelaku, korban, komunitas (masyarakat sekitar, pemerintah daerah, para
pengemban profesi hukum dll) untuk sebisa mungkin menempatkan hal yang
benar.

Restorative Justice
Peduli :
PELAKU, KORBAN, KOMUNITAS
HARMS, NEEDS, OBLIGATIONS

sebisa mungkin menempatkan hal yang benar dan tepat
dalam rangka memulihkan

Restorative Justice tidak dimaksudkan menggatikan CJS.
Restorative Justice dan CJS seyogyanya dipandang dan
dipahami secara lebih utuh sebagai konsepsi atas makna
keadilan dalam rangka melaksanakan Pembangunan
Perdamaian (Peacebuilding)

Peta Pembangunan Perdamaian
Meningkatkan
Kapasitas
1. Kerma Pendidikan Perdamaian
2. Kerma Penelitian dan Evaluasi
3. Kerma Pembangunan dalam
segala bidang

Mengobarkan
Anti Kekerasan
1. Membangkitkan Kesadaran dan
Kepedulian Stake Holder NKRI
2. Meningkatkan Rasa/Sikap/Perilaku
Saling Ketergantungan
(membangun kebersamaan)

Meredam Kekerasan
1. Preventing Victimization; restraining
offenders; Create a space for cooling
down; Cease-Fire Agreements;
Peacekeeping; Humanitarian Assistance
2. Early Warning dan Response Program
3. Legal & Judicial Systems
Criminal Justice System (CJS)
(to maintain order, not revenge)

Transformasi Hubungan
1.
2.
3.
4.
5.

Governance & Policymaking
Trauma Healing & Recovery Programs
Ritual & Symbolic Transformation
Restorative Justice
Conflict Transformation :
- Dialogue;
- Negotiation;
- Mediation.

Adaptasi : The Cycle of Peacebuilding, Strategic Peacebuilding, Lisa Schirch oleh Rachman, Jusril, Poeloengan (2012)

Terima Kasih
Mediasi di luar pengadilan di Indonesia, seharusnya dapat berkembang dengan pesat dengan
masih berlakunya Pancasila sebagai Dasar Negara dan Faslafah Bangsa Indonesia.
Musyawarah untuk mufakat, Kekeluargaan dan Gotong Royong adalah diantara nilai-nilai Pancasila
yang universal akan bermetamorfosis hingga terwujud, tercermin dan selaras dengan semangat
dalam Mediasi itu sendiri.
Berkembangnya Restorative Justice yang dapat mereorientasikan kembali makna Keadilan, yang
ternyata sejalan dengan nilai-nilai universal dari Pancasila, seharusnya dapat menjadi stimulan
dalam mempercepat perkembangan Mediasi di Indonesia.
Masa depan, diperlukan upaya bersama seluruh stake holder, khususnya pembuat kebijakan
dengan mengingat “law as a social tool engineering”, untuk segera berperan aktif, menaruh
perhatian dan turut serta melakukan perancangan UU tentang Mediasi.
UU tentang Mediasi sekaligus guna menselaraskan dan mengharmonisasikan ketentutanketentuan Mediasi yang masih tersebar dalam peraturan perundang-undangan lainnya, sehingga
tercapai kesamaan makna, hakikat dan pengimplementasian Mediasi sebagai Revitalisasi dan
Aktualisasi Pancasila, yang pada akhirnya berperan penting dalam terciptanya Kondisi Damai dan
Sejehtera bagi Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

SEGITIGA MEDIASI,
SUMBER PUSAT MEDIASI
NASIONAL (PMN) 2012

Pusat Mediasi Nasional.
2012. Mediation Triangles
and Mediation Skills.
Pelatihan Mediasi 40 jam
Angkatan 42, 10-14
September 2012, Jakarta.
Segitiga Mediasi ini
diadaptasi dari Boule,
Laurance., & Hwee, The
Hwee. 2000. Mediation:
Principles Process
Practice (Singapore
Edition). Butterworths
Asia & Singapore
Mediation Centre. Hal 99114.

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.1/2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
Pasal 147

Penyelesaian sengketa di bidang perumahan terlebih dahulu diupayakan berdasarkan musyawarah
untuk mufakat.

Pasal 148
(1) Dalam hal penyelesaian sengketa melalui musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, pihak yang
dirugikan dapat menggugat melalui pengadilan yang berada di lingkungan pengadilan umum atau
di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa melalui alternatif
penyelesaian sengketa.
(2) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
melalui arbitrase, konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan/atau penilaian ahli sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. UU yang mana?
(3) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
menghilangkan tanggung jawab pidana.

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.32/2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Dalam penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan dapat digunakan jasa
mediator dan/atau arbiter untuk membantu menyelesaikan sengketa lingkungan hidup, (Pasal
85 ayat 3) Mediasi tidak wajib dan tidak ada penjelasan lebih detil ttg mediasi.



UU No.14/2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik
Komisi Informasi adalah lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan Undang-Undang ini dan
peraturan pelaksanaannya, menetapkan petunjuk teknis standar layanan informasi publik dan
menyelesaikan sengketa informasi publik melalui mediasi dan/atau ajudikasi nonlitigasi
(Pasal 1 ayat 4) Mediator dan Pemutus sengketa
Pasal 40 (1) Penyelesaian sengketa melalui Mediasi merupakan pilihan para pihak dan bersifat
sukarela. Namun, Pasal 42, Penyelesaian Sengketa Informasi Publik melalui Ajudikasi
nonlitigasi oleh Komisi Informasi hanya dapat ditempuh apabila upaya Mediasi dinyatakan
tidak berhasil secara tertulis oleh salah satu atau para pihak yang bersengketa, atau salah satu
atau para pihak yang bersengketa menarik diri dari perundingan. Wajibkah atau pilihankah

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.39/1999 Tentang Hak Asasi Manusia
Komisi Nasional Hak Asasi yang selanjutnya disebut Komnas HAM adalah lembaga mandiri yang
berkedudukan setingkat dalam negara lainya yang berfungsi melaksanakan pengkajian,
penelitian, penyaluran, pemantauan, dan mediasi hak asasi manusia, Pasal 1 ayat 7 jo. Pasal
76. Definisi mediasi tidak dijelaskan
Pasal 89 ayat 4, Untuk melaksanakan fungsi Komnas HAM dalam mediasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 76, Komnas HAM bertugas dan berwenang melakukan: a. perdamaian
kedua belah pihak; b. penyelesaian perkara melaui cara konsultasi, negosiasi, mediasi,
konsiliasi, dan penilaian ahli; c. pemberian saran kepada para pihak untuk menyelesaikan
sengketa melalui pengadilan; d. penyampaian rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak
asasi manusia kepada Pemerintah untuk ditindaklanjuti penyelesaiannya; dan e. penyampaian
rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak asasi manusia kepada Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia untuk ditindaklanjuti. Fungsi Mediasi, namun di dalamnya termasuk
konsultasi, negosiasi, dll. Menyarankan para pihak untuk menyelesaikan sengketa melalui
pengadilan adalah TABU bagi mediator.

UU No. 30 Tahun 1999 Tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
 Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar
peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat
secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. (Pasal 1 ayat 1 UU
30/1999)
 Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa
atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni
penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi,
mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. (Pasal 1 ayat 10 UU 30/1999)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009
TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN

Upaya penyelesaian sengketa perdata dapat dilakukan di luar pengadilan
negara melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa. (Pasal 58
UU No.48/2009)


Arbitrase merupakan cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar
pengadilan yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara
tertulis oleh para pihak yang bersengketa. (Pasal 59 ayat 1 UU No.48/2009)



Alternatif Penyelesaian Sengketa merupakan lembaga penyelesaian
sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak,
yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi,
mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. (Pasal 60 ayat 1 UU No.48/2009)
©PMN 2013

37

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen jo
KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN
REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 350/MPP/Kep/12/2001 TENTANG
PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG BADAN PENYELESAIAN
SENGKETA KONSUMEN
Persidangan Dengan Cara Mediasi

Pasal 30
Majelis dalam menyelesaikan sengketa konsumen dengan cara Mediasi, mempunyai tugas :
a. memanggil konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
b. memanggil saksi dan saksi ahli bila diperlukan;
c. menyediakan forum bagi konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
d. secara aktif mendamaikan konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
e. secara aktif memberikan saran atau anjuran penyelesaian sengketa konsumen sesuai dengan
peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan konsumen.
Pasal 31
Tata cara penyelesaian sengketa konsumen dengan cara Mediasi adalah :
a. Majelis menyerahkan sepenuhnya proses penyelesaian sengketa kepada konsumen dan pelaku usaha
yang bersangkutan, baik mengenai bentuk maupun jumlah ganti rugi;
b. Majelis bertindak aktif sebagai Mediator dengan memberikan nasehat, petunjuk, saran dan upayaupaya lain dalam menyelesaikan sengketa;
c. Majelis menerima hasil musyawarah konsumen dan pelaku usaha dan mengeluarkan ketentuan.


Slide 26

PERKEMBANGAN MEDIASI
DI LUAR PENGADILAN
DI INDONESIA
Andrea Hynan Poeloengan, SH (Unibraw), M.Hum (Unpar), MTCP (Uni of Wollongong)
Workshop Internasional
Perkembangan Mediasi di Indonesia, Jepang dan Australia
Masa Kini Menuju Masa Depan
Rabu, 21 Agustus 2013
Pengadilan Negeri Kelas 1B Cibinong
Kabupaten Bogor

Perma No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan
Pasal 2
Ruang lingkup dan Kekuatan Berlaku Perma
1. Peraturan Mahkamah Agung ini hanya berlaku untuk mediasi yang terkait dengan
proses berperkara di Pengadilan.
2. Setiap hakim, mediator dan para pihak wajib mengikuti prosedur penyelesaian
sengketa melalui mediasi yang diatur dalam Peraturan ini.
3. Tidak menempuh prosedur mediasi berdasarkan Peraturan ini merupakan
pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 130 HIR dan atau Pasal 154 Rbg yang
mengakibatkan putusan batal demi hukum.
4. Hakim dalam pertimbangan putusan perkara wajib menyebutkan bahwa perkara
yang bersangkutan telah diupayakan perdamaian melalui mediasi dengan
menyebutkan nama mediator untuk perkara yang bersangkutan.
Pasal 23
Mediator yang telah tersertifikasi dimungkinkan untuk melakukan Mediasi di luar
pengadilan dengan hasil kesepakatannya dapat diajukan ke pengadilan untuk
memperoleh akta perdamaian dengan cara mengajukan gugatan

KEUTAMAAN PANCASILA
Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011
Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
telah menegaskan bahwa :
PANCASILA adalah
SUMBER DARI SEGALA SUMBER HUKUM
TAP MPR NO.: II/MPR/1978 yang digantikan dengan
TAP MPR NO.: XVIII/MPR/1998
telah menegaskan bahwa
PANCASILA adalah DASAR NEGARA
PANCASILA MENGANDUNG NILAI NILAI LESTARI DAN
UNIVERSAL YANG WAJIB DIUTAMAKAN/DIDAHULUKAN
DALAM RANGKA MEMBANGUN SELURUH SENDI
KEHIDUPAN BERMASYARAKAT, BERBANGSA &
BERNEGARA.

KEUTAMAAN BERMUSYAWARAH

PANCASILA adalah
SUMBER DARI SEGALA SUMBER HUKUM
PANCASILA MENGANDUNG NILAI NILAI LESTARI DAN
UNIVERSAL YANG HARUS DIUTAMAKAN/DIDAHULUKAN
UNTUK MENYELESAIKAN DAN MENGAKHIRI KONFLIK.
NILAI NILAI TERSEBUT TERKANDUNG DALAM SILA
KEEMPAT PANCASILA YANG MENGEDEPANKAN :
KEUTAMAAN MUSYAWARAH UNTUK MUFAKAT
BERDASARKAN ASAS KEKELUARGAAN

Nilai-Nilai Universal Pancasila
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat.
Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.
Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk
kepentingan bersama.
Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat
kekeluargaan.
Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan
melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai hati nurani yang
luhur.
Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggung-jawabkan secara
moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan
martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan

Musyawarah untuk mufakat adalah memang cara penyelesaian perselisihan yang paling
sesuai dengan Pancasila.
NAMUN bagaimana bermusyawarah untuk mufakat, yang lebih berdaya guna dan
berhasil guna, sehingga peluang tercapainya kesepakatan bagi para pihak menjadi lebih
besar ?
Teknik dan metode bermusyawarah untuk mufakat, yang lebih berdaya guna dan berhasil
guna, sehingga peluang tercapainya kesepakatan bagi para pihak menjadi lebih besar,
itulah yang dikenal dengan :
“MEDIASI”

Melalui pengembangan dan pemuktahiran teknik-teknik, metode tahapannya yang sangat
sistematis, dan bantuan dari orang yang berkeahlian, terlatih, terdidik untuk menjadi
seorang Mediator, yang bertugas bukan untuk memutus, melainkan diantaranya untuk
mendorong, membantu pihak berselisih/bersengketa/berkonflik menemukan peluangpeluang yang menurut para pihak adalah terbaik bagi kepentingan bersama para pihak.
Mediasi menjadikan musyawarah mufakat lebih efektif dan efisien, juga dapat
mentransformasi hubungan antara para pihak menjadi lebih terbuka.
MEDIASI BAGI BANGSA INDONESIA, SEYOGIANYA MENJADI UPAYA UTAMA YANG
HARUS DIDAHULUKAN DALAM PENYELESAIAN
PERSELISIHAN/SENGKETA/KONFLIK SEBAGAI AKTUALISASI NILAI-NILAI
UNIVERSAL PANCASILA
Maka, Perma No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan, merupakan bagian dari
aktualisasi nilai-nilai universal Pancasila tersebut

Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 tahun 2008 (PerMa 1/2008)
mendefinisikan Mediasi sebagai cara penyelesaian sengketa melalui proses
perundingan untuk memperoleh kesepakatan dengan dibantu oleh Mediator

Mediasi adalah suatu proses negosiasi dipandu dibantu oleh orang yang terpercaya.
Mediator membantu pihak berkonflik untuk berbagi perspektif dan pengalaman
mereka, mengidentifikasi kebutuhan yang mendasar, bertukar pikiran tentang
pilihan kreatif untuk mengatasi kebutuhan, dan kemudian membuat kesepakatan
akhir. (Lisa Schirch : 2004)
Mediasi sebagai intervensi terhadap suatu sengketa atau negosiasi yang dilakukan
oleh pihak ketiga yang dapat diterima, tidak berpihak/netral, yang tidak mempunyai
kewenangan untuk mengambil keputusan dalam membantu para pihak berselisih
dalam upaya mencari kesepakatan sukarela dalam menyelesaikan permasalahan
yang disengketakan (Christopher Moore: 2003)
Mediasi adalah sarana agar membiasakan Bangsa Indonesia berkonflik dengan cara
yang baik dan benar, untuk mencegah meluasnya, bahkan meningkatnya ekskalasi
konflik dalam rangka mewujudkan Perdamaian, Kesejahteraan, dan Menjaga
Keutuhan NKRI. (Rachman, Jusril, Poeloengan : 2012)
Mediasi merupakan sistem penyelesaian secara damai yang selaras dengan jiwa Sila
Keempat dan Nilai Luhur dari Ke-Bhinneka-Tunggal-Ika-an yang tidak berorientasi
mencari-cari perbedaan, tidak berpretensi mencari siapa yang salah atau siapa yang
benar, melainkan berorientasi pada suatu kesamaan terakomodirnya kebutuhan
atau kepentingan para pihak berkonflik. (Putut Eko Bayuseno : 2012)

Undang Undang No. 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial
telah mengamanatkan untuk mengembangkan sistem penyelesaian
perselisihan secara damai. Dalam Pasal 8 Undang-undang tersebut
dinyatakan bahwa:
1.Penyelesaian perselisihan dalam masyarakat dilakukan secara
damai.
2.Penyelesaian secara damai sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengutamakan musyawarah untuk mufakat.
3.Hasil musyawarah mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
mengikat para pihak.
Penyelesaian perselisihan yang secara damai perlu dimaknai, bahwa
para pihak yang berselisih / bersengketa / berkonflik secara sukarela
melaksanakan hasil kesepakatan perdamaian tanpa merasa
dipaksakan.
Perdamaian yang demikian itu adalah lebih lestari dibandingkan
perdamaian yang dipaksakan oleh pihak ketiga yang lebih berperan
layaknya pemutus dan pengadil, untuk memutuskan dan mengadili
apa yang menurutnya berdasarkan hukum adil bagi para pihak
berselisih / bersengketa / berkonflik tersebut.

KESADARAN HUKUM MENINGKAT = AKSES PADA PENGADILAN ≠
AKSES PADA KEADILAN
FAKTA :
Gambar 1: Grafik tentang Data Penyelesaian Konflik Melalui Jalur Pengadilan

Sumber : Cetak Biru Pembaruan Peradilan 2010-2035 Jakarta Mahkamah Agung RI, 2010 Diterbitkan oleh:
Mahkamah Agung RI, dan Laporan Tahunan Mahkamah Agung RI - Tahun 2010-2011

Kesadaran Hukum Meningkat
Namun frekuensi dan eskalasi Konflik Sosial juga tetap tinggi (Putut Eko Bayuseno : 2012)
9

KONFLIK MENINGKAT
Sistem Nasional Pemantauan Kekerasan (SNPK) : Sistem informasi yang menyediakan data dan analisis
tentang konflik dan kekerasan yang terjadi di berbagai wilayah di Indonesia. Proyek SNPK dipimpin oleh
Kemenkokesra, dengan dukungan Bank Dunia dan The Habibie Center.

http://www.snpk-indonesia.com/DataTools/Index?lang=ina&randdo=38141a91-1af9-4f1b-96da-a0cf05354e2c&userid=429853

10

Sistem Nasional Pemantauan Kekerasan (SNPK)
Periode 2010 s.d 2012

http://www.snpk-indonesia.com/DataTools/Index?lang=ina&randdo=38141a91-1af9-4f1b-96da-a0cf05354e2c&userid=429853

11

MEDIASI DI LUAR PENGADILAN

Mediasi di luar pengadilan yang menarik adalah yang dilakukan di Kabupaten Karawang terhadap
beberapa perselisihan / sengketa / konflik. Mediasi ini dilakukan dengan Mediator seorang perwira
polisi, AKP Iman Imannuddin, SIK, SH, MH, yang pada saat itu menjabat sebagai Kasat Reskrim Polres
Karawang. Ia memang telah mengikuti dan tersertifikasi sebagai seorang Mediator yang bersertifikat
dari Pusat Mediasi Nasional (PMN). Dalam melaksanakan tugasnya, tidak semua perkara diselesaikan
dengan penyidikan hingga penuntutan. Sebagai seorang Mediator yang tersertifikasi, telah merubah
pendekatan caranya bekerja sebagai seorang Reserse dengan menjadikan penegakan hukum sebagai
pilihan terakhir (Ultimum Remedium).
Dari seluruh perkara yang diselesaikan melalui cara Mediasi tersebut, telah mencegah terjadinya konflik
komunal ataupun konflik sosial di Kabupaten Karawang, bahkan dapat terselesaikan sebelum dibuatnya
Laporan Polisi karena masalah telah terselesaikan serta mencapai kesepakatan dan berdamai.

===
Mediasi di luar pengadilan atas perkara dalam Laporan Polisi tentang Tindak Pidana ITE berupa
intersepsi (penyadapan) antara PT. Agc vs Bs. Dalam perkara yang terjadi di Kota Bogor tersebut para
pihak berdamai melalui proses Mediasi yang dipimpin oleh Mediator bersertifikat dari PMN. Hasil
Mediasi tersebut dilaporkan kepada penyidik, hingga akhirnya memperoleh Penghentian Penyidikan
(SP3) dari Polres Bogor Kota, dan para pihak dapat islah kembali.
Ada juga perkara perdata sengketa jual beli saham antara Tn CT dengan Tn HB dkk. Walaupun
perkaranya tengah diperiksa oleh Majelis Hakim Mahkamah Agung RI dalam tahapan Kasasi, tetapi
sebagian besar (90 %) diantara para pihak yang bersengketa telah sepakat untuk berdamai melalui
Mediasi di luar pengadilan yang dipimpin oleh Mediator bersertifikat dari PMN, sehingga realisasi jual
beli saham dapat dilakukan sebelum putusnya perkara Kasasi di Mahkamah Agung RI.
Mediasi seharusnya “Forget the Law”, “Forget the Past”, dan “Don’t Look Back in Anger”

KEMANFAATAN MUSYAWARAH/MEDIASI
Putut Eko Bayuseno. 2012. Optimalisasi Musyawarah Sebagai Sarana Pengelolaan Konflik Dapat Meningkatkan Keamanan Di
Daerah Dalam Rangka Memperkuat Ketahanan Nasional. Esai Lemhanas PPSA XVIII. Lemhanas. Jakarta.

Data penyelesaian perkara/konflik khusus perkara yang berhubungan dengan Direktorat Reskrim Umum
pada Wilayah Hukum Polda Jawa Barat (21 Polres, 1 Polrestabes, 1 Dit Reskrim Um) per Semester I tahun
2012 (Januari s/d Juni 2012), Jumlah total perkara/konflik 15.595 kasus.
Data di olah dari sumber Dit Reskrim Um Polda Jawa Barat.
Siap dilakukan penuntutan (P.21) = 4516
perkara (28,96%)

4.93%

8,83%

5.76%
2.87%

28,96%

Belum selesai proses penyidikannya =
7588 perkara/konflik (48,66%)

Penghentian penyidikan (SP 3) = 447
Konflik (2,87%)

48,66%

musyawarah untuk mufakat ataupun
mediasi di kantor polisi setelah ada
Laporan polisi = 898 konflik (Peran
Penyelidik & Penyidik) (5,76%)
musyawarah untuk mufakat ataupun
mediasi di kantor Polisi, sebelum
timbulnya Laporan Polisi = 769 Konflik
(Peran Bhabinkamtibmas & Personil
lainnya) (4,93%)

KEMANFAATAN MUSYAWARAH/MEDIASI
Putut Eko Bayuseno. 2012. Optimalisasi Musyawarah Sebagai Sarana Pengelolaan Konflik Dapat Meningkatkan Keamanan Di
Daerah Dalam Rangka Memperkuat Ketahanan Nasional. Esai Lemhanas PPSA XVIII. Lemhanas. Jakarta.

Perbandingan Biaya Penyelesaian Konflik
Antara Melalui Musyawarah/Mediasi dan Tidak Melalui Musyawarah/Mediasi
Data di olah dari sumber Dit Reskrim Um Polda Jawa Barat.
Rp70,000,000,000

Rp60,000,000,000

Rp62.515.389.000
Rp50,000,000,000

Rp40,000,000,000

Rp30,000,000,000
Series1
Rp20,000,000,000

Rp10,000,000,000

Rp9.132.000.000
Rp0
3044 perkara/konflik diselesaikan melalui mediasi
dikalikan biaya rata rata penyelesaian sebesar Rp.
3.000.000,-

Bila 3044 perkara/konflik tidak diselesaikan melalui
mediasi maka dikalikan Rata Rata biaya Berdasarkan
Skep Kapolri No. Kep/606/XI/2011 tgl 17 Nop 2011
indeks anggaran lidik sidik perkara, sebesar Rp.
20.537.250,-

SOP tentang Pelaksanaan Tugas
Bhabinkamtibmas Oktober 2011
Fungsi Bhabinkamtibmas
• 2 f memediasi dan memfasilitasi upaya
pemecahan masalah yang terjadi di masyarakat;
Peran Bhabinkamtibmas
• 3 c mediator dan fasilitator dalam penyelesaian
permasalahan-permasalahan sosial yang terjadi
di masyarakat Desa/ Kelurahan

HEMAT ? (ilustrasi)
INSTANSI, IF…

IF…, JUMLAH INSTANSI X BIAYA
PENANGANAN PERKARA

TOTAL

POLSEK
1 perkara / 1 bulan

4000 x @ Rp. 500.000
anggaran per perkara

Rp.

2.000.000.000

POLRES
1 perkara / 1 bulan

400 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

400.000.000

POLDA
1 perkara / 1 bulan

25 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

25.000.000

KEJAKSAAN
1 perkara / 1 bulan

300 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

300.000.000

PENGADILAN
1 perkara / 1 bulan

300 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

300.000.000

Penghematan Anggaran
Negara Perbulan

Rp. 3.025.000.000 +
Potential Lost (Social Cost)

Biaya Penyelesaian Sengketa
Indicator
WAKTU (days)
BIAYA (% of
KERUGIAN)

Indonesia
570
122.7

East Asia & Pacific
519
47.8

OECD
518
19.7

Doing Business 2012: Data for Indonesia (WB)
Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD - Organisation for Economic Co-operation and Development)

Hambatan Mediasi
Mediasi vs Paradigma Keadilan yang Legisme
•Pelanggaran adalah Wanprestasi, Onrechmatmatige Daad,
Wederrechttelick.
•Ada aturan yang dilanggar. Cara penyelesaian sesuai dengan aturan
hukum dan hukum acara.
•Keadilan: Adil jika perbuatan sesuai dengan hukum. Adil jika salah
telah dihukum sesuai dengan aturan yang berlaku
Mediasi : Keadilan adalah kepentingan para pihak terpenuhi,
keadaan masing-masing pihak terpulihkan, kepentingan yang lebih
besar tidak terganggu, hubungan menjadi lebih terbuka, tanpa
pembuktian formal, tanpa benar salah, keputusan dibuat dan
disepakati para pihak.
Mediasi : memulihkan hubungan yang rusak = Restorative Justice

Tidak ada yang salah dengan
Konsepsi Hukum yang Legisme tersebut.
Hanya saja masyarakat pada umumnya dan para pengemban profesi hukum
menjadi terorientasikan pada makna keadilan yang legisme pula.
Konsepsi hukum atas makna “pelanggaran” yang legisme, yang terfokus pada
makna keadilan yang legisme pula tersebut, berbeda dengan prespektif dari
keadilan yang memulihkan (Restorative Justice).
VS
Mediasi : Keadilan adalah kepentingan para pihak terpenuhi, keadaan
masing-masing pihak terpulihkan, kepentingan yang lebih besar tidak
terganggu, hubungan menjadi lebih terbuka, tanpa pembuktian formal,
tanpa benar salah, keputusan dibuat dan disepakati para pihak

Yurisprudensi atau Sekedar Preseden ?







Perkara 378 jo 372 KUHP- LP/43/IX/2007/DIR RESKRIM POLDA DIY – Pelapor Cabut
Penyidik & Penuntut tetap Lanjut  Sidang PN Yogyakarta
PUT PN Yogyakarta: No. 317/PID.B/2008 Pencabutan Pengaduan Dikabulkan &
Penuntutan Tidak dapat Diterima
PUT PT Yogyakarta:No. 01/PID/PLW/2009/PT.YK : Persidangan PN Yogyakarta
Batal Demi Hukum
PUT Kasasi MA RI: No. 1600 K/PID/2009 : Pencabutan Pengaduan Dikabulkan &
Penuntutan Tidak dapat Diterima

Mediasi  Damai  Cabut Laporan  Tdk Cukup Bukti ?
Mediasi  Damai  Bukan Peraka Pidana ?
Mediasi  Damai  Demi Hukum  Diskresi  Restorative Justice ? (vide Pasal 18
UU No. 2 Tahun 2002 jo Pasal 30 ayat 4 UUD 1945)  Ultimum Remedium

Konsepsi Humanis Restorative Justice
Prespektif Restorative Justice :
1.

Bahwa Pelanggaran adalah suatu perbuatan yang mungkin keliru
dilakukan oleh pihak
tertentu sehingga membuat hubungan
(relationship) diantara pihak tertentu tersebut dengan para pihak lainya
yang terkait menjadi rusak.

2.

Bahwa hubungan yang menjadi rusak tersebut, harus diperbaiki,
dipulihkan, disembuhkan dengan sebisa mungkin menempatkan hal
yang benar (to put things right as possible)

3.

Bahwa perlu dilakukan upaya yang mendorong seluruh pihak terkait
untuk mengerti/memahami akibat/konsekuensi dari suatu pelanggaran.
Selanjutnya berupaya memastikan bahwa seluruh pihak terkait berniat
dan merealisasikan tindakan sebanyak mungkin menempatkan hal yang
benar, dalam rangka merajut kembali atau memperbaiki hubungan yang
telah rusak.
23

Prespektif Legisme.
•Pelanggaran UU
•Siapa yang Salah atau Benar
•Pembuktian menjadi utama
•Menyalahkan perilaku di masa lalu
•Nememis “pembalasan” /hukuman
•Keadilan sesuai undang undang
•Ketidakpuasan






Prespektif Restorative Justice
Pelanggaran / Perusakan (Harms) Relationship
Merubah perilaku di masa yang akan datang
Mengobati, memulihkan, memperbaiki relationship
Semua pihak terkait bertanggungjawab
Kebersamaan mengidentifikasi dan memetakan kerugiankerugian, kebutuhan dan tindakan yang perlu dilakukan untuk
memulihkan relationship
24

Anggapan Keliru !
Restorative Justice seringkali dianggap semata sebagai suatu
bentuk pemaafan atau pengampunan!
Bahwa benar dengan pemaafan (ataupun pengampunan) maka
suatu hubungan yang rusak akan menjadi pulih, namun dalam
Restorative Justice tidak selalu harus ada unsur pemaafan.
Restorative Justice tidak hanya terfokus pada korban, akan
tetapi concern pula terhadap pihak pelanggar dan pihak lain
yang terdampak. Menjadi lebih utama adalah sebisa mungkin
menempatkan hal yang benar, agar kondisi/keadaan/suatu
relationship pada masa yang akan datang menjadi lebih baik.

Anggapan Keliru !
Restorative Justice dianggap berbeda arah dengan Criminal
Justice System dan Civil Justice System bahkan ada anggapan
keberadaannya menjadi tumpang tindih dengan Justice System
yang telah ada.
Bahwa Restorative Justice adalah konsepsi atas makna keadilan.
Dengan Restorative Justice kita berupaya mereorientasi kembali
bagaimana kita perlu memahami makna keadilan yang lebih
dalam.

Apakah suatu kondisi dimana seseorang yang terbukti melakukan perbuatan
melawan hukum (pelaku) dan telah dijatuhi sanksi dapat diartikan bahwa
keadilan telah ditegakkan? Dalam konsepsi CJS, kondisi demikian dapat
dikatakan telah memenuhi rasa keadilan. Hukuman yang setimpal adalah
suatu keadilan
Bagaimana dengan keberlangsungan kehidupan istrinya dan anak dari
pelaku?
Bagaimana dengan keluarga korban yang sering kali tidak dapat menerima
putusan dari Majelis Hakim yang dianggap tidak cukup memuaskan ?
Bagaimana dengan keberlangsungan kehidupan 1000 karyawan yang
perusahaan tempatnya bekerja, dinyatakan pailit oleh putusan pengadilan
atas adanya gugatan pailit pihak kreditur? Siapa yang harus bertanggung
jawab atas keberlangsungan kehidupan karyawan tersebut? Bukankah
pemerintah juga bertanggung jawab untuk menciptakan lapangan kerja?
CJS atau penegakan hukum adalah perlu, namun menjadi lebih baik bila
bersamaan dengan itu dilakukan pula upaya “to put things right as possible”,
sebagaimana prespektif dari Restorative Justice.

To put things right as possible
(memulihkan kembali kepada kondisi yang benar/tepat)
Prespektif Restorative Justice, Pelanggaran itu menggambarkan adanya
hubungan (relationship) yang rusak.
Adanya hubungan yang rusak potensial menjadi sebab dan berdampak pada
Pelanggaran. Sebaliknya Pelanggaran juga mengakibatkan hubungan menjadi
rusak.
“The Harm of one is the harm of all”.
Perbuatan “harms” seperti membahayakan; merugikan; merusak; menyakiti;
melukai; mengganggu; mencelakakan; menjahati, dll adalah tindakan keliru
yang perlu diperbaiki dan ditempatkan kembali menjadi benar.
Menjadi kewajiban bagi semua pihak terkait yang berkepentingan yaitu
pelaku, korban, komunitas (masyarakat sekitar, pemerintah daerah, para
pengemban profesi hukum dll) untuk sebisa mungkin menempatkan hal yang
benar.

Restorative Justice
Peduli :
PELAKU, KORBAN, KOMUNITAS
HARMS, NEEDS, OBLIGATIONS

sebisa mungkin menempatkan hal yang benar dan tepat
dalam rangka memulihkan

Restorative Justice tidak dimaksudkan menggatikan CJS.
Restorative Justice dan CJS seyogyanya dipandang dan
dipahami secara lebih utuh sebagai konsepsi atas makna
keadilan dalam rangka melaksanakan Pembangunan
Perdamaian (Peacebuilding)

Peta Pembangunan Perdamaian
Meningkatkan
Kapasitas
1. Kerma Pendidikan Perdamaian
2. Kerma Penelitian dan Evaluasi
3. Kerma Pembangunan dalam
segala bidang

Mengobarkan
Anti Kekerasan
1. Membangkitkan Kesadaran dan
Kepedulian Stake Holder NKRI
2. Meningkatkan Rasa/Sikap/Perilaku
Saling Ketergantungan
(membangun kebersamaan)

Meredam Kekerasan
1. Preventing Victimization; restraining
offenders; Create a space for cooling
down; Cease-Fire Agreements;
Peacekeeping; Humanitarian Assistance
2. Early Warning dan Response Program
3. Legal & Judicial Systems
Criminal Justice System (CJS)
(to maintain order, not revenge)

Transformasi Hubungan
1.
2.
3.
4.
5.

Governance & Policymaking
Trauma Healing & Recovery Programs
Ritual & Symbolic Transformation
Restorative Justice
Conflict Transformation :
- Dialogue;
- Negotiation;
- Mediation.

Adaptasi : The Cycle of Peacebuilding, Strategic Peacebuilding, Lisa Schirch oleh Rachman, Jusril, Poeloengan (2012)

Terima Kasih
Mediasi di luar pengadilan di Indonesia, seharusnya dapat berkembang dengan pesat dengan
masih berlakunya Pancasila sebagai Dasar Negara dan Faslafah Bangsa Indonesia.
Musyawarah untuk mufakat, Kekeluargaan dan Gotong Royong adalah diantara nilai-nilai Pancasila
yang universal akan bermetamorfosis hingga terwujud, tercermin dan selaras dengan semangat
dalam Mediasi itu sendiri.
Berkembangnya Restorative Justice yang dapat mereorientasikan kembali makna Keadilan, yang
ternyata sejalan dengan nilai-nilai universal dari Pancasila, seharusnya dapat menjadi stimulan
dalam mempercepat perkembangan Mediasi di Indonesia.
Masa depan, diperlukan upaya bersama seluruh stake holder, khususnya pembuat kebijakan
dengan mengingat “law as a social tool engineering”, untuk segera berperan aktif, menaruh
perhatian dan turut serta melakukan perancangan UU tentang Mediasi.
UU tentang Mediasi sekaligus guna menselaraskan dan mengharmonisasikan ketentutanketentuan Mediasi yang masih tersebar dalam peraturan perundang-undangan lainnya, sehingga
tercapai kesamaan makna, hakikat dan pengimplementasian Mediasi sebagai Revitalisasi dan
Aktualisasi Pancasila, yang pada akhirnya berperan penting dalam terciptanya Kondisi Damai dan
Sejehtera bagi Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

SEGITIGA MEDIASI,
SUMBER PUSAT MEDIASI
NASIONAL (PMN) 2012

Pusat Mediasi Nasional.
2012. Mediation Triangles
and Mediation Skills.
Pelatihan Mediasi 40 jam
Angkatan 42, 10-14
September 2012, Jakarta.
Segitiga Mediasi ini
diadaptasi dari Boule,
Laurance., & Hwee, The
Hwee. 2000. Mediation:
Principles Process
Practice (Singapore
Edition). Butterworths
Asia & Singapore
Mediation Centre. Hal 99114.

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.1/2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
Pasal 147

Penyelesaian sengketa di bidang perumahan terlebih dahulu diupayakan berdasarkan musyawarah
untuk mufakat.

Pasal 148
(1) Dalam hal penyelesaian sengketa melalui musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, pihak yang
dirugikan dapat menggugat melalui pengadilan yang berada di lingkungan pengadilan umum atau
di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa melalui alternatif
penyelesaian sengketa.
(2) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
melalui arbitrase, konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan/atau penilaian ahli sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. UU yang mana?
(3) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
menghilangkan tanggung jawab pidana.

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.32/2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Dalam penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan dapat digunakan jasa
mediator dan/atau arbiter untuk membantu menyelesaikan sengketa lingkungan hidup, (Pasal
85 ayat 3) Mediasi tidak wajib dan tidak ada penjelasan lebih detil ttg mediasi.



UU No.14/2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik
Komisi Informasi adalah lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan Undang-Undang ini dan
peraturan pelaksanaannya, menetapkan petunjuk teknis standar layanan informasi publik dan
menyelesaikan sengketa informasi publik melalui mediasi dan/atau ajudikasi nonlitigasi
(Pasal 1 ayat 4) Mediator dan Pemutus sengketa
Pasal 40 (1) Penyelesaian sengketa melalui Mediasi merupakan pilihan para pihak dan bersifat
sukarela. Namun, Pasal 42, Penyelesaian Sengketa Informasi Publik melalui Ajudikasi
nonlitigasi oleh Komisi Informasi hanya dapat ditempuh apabila upaya Mediasi dinyatakan
tidak berhasil secara tertulis oleh salah satu atau para pihak yang bersengketa, atau salah satu
atau para pihak yang bersengketa menarik diri dari perundingan. Wajibkah atau pilihankah

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.39/1999 Tentang Hak Asasi Manusia
Komisi Nasional Hak Asasi yang selanjutnya disebut Komnas HAM adalah lembaga mandiri yang
berkedudukan setingkat dalam negara lainya yang berfungsi melaksanakan pengkajian,
penelitian, penyaluran, pemantauan, dan mediasi hak asasi manusia, Pasal 1 ayat 7 jo. Pasal
76. Definisi mediasi tidak dijelaskan
Pasal 89 ayat 4, Untuk melaksanakan fungsi Komnas HAM dalam mediasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 76, Komnas HAM bertugas dan berwenang melakukan: a. perdamaian
kedua belah pihak; b. penyelesaian perkara melaui cara konsultasi, negosiasi, mediasi,
konsiliasi, dan penilaian ahli; c. pemberian saran kepada para pihak untuk menyelesaikan
sengketa melalui pengadilan; d. penyampaian rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak
asasi manusia kepada Pemerintah untuk ditindaklanjuti penyelesaiannya; dan e. penyampaian
rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak asasi manusia kepada Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia untuk ditindaklanjuti. Fungsi Mediasi, namun di dalamnya termasuk
konsultasi, negosiasi, dll. Menyarankan para pihak untuk menyelesaikan sengketa melalui
pengadilan adalah TABU bagi mediator.

UU No. 30 Tahun 1999 Tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
 Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar
peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat
secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. (Pasal 1 ayat 1 UU
30/1999)
 Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa
atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni
penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi,
mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. (Pasal 1 ayat 10 UU 30/1999)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009
TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN

Upaya penyelesaian sengketa perdata dapat dilakukan di luar pengadilan
negara melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa. (Pasal 58
UU No.48/2009)


Arbitrase merupakan cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar
pengadilan yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara
tertulis oleh para pihak yang bersengketa. (Pasal 59 ayat 1 UU No.48/2009)



Alternatif Penyelesaian Sengketa merupakan lembaga penyelesaian
sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak,
yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi,
mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. (Pasal 60 ayat 1 UU No.48/2009)
©PMN 2013

37

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen jo
KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN
REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 350/MPP/Kep/12/2001 TENTANG
PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG BADAN PENYELESAIAN
SENGKETA KONSUMEN
Persidangan Dengan Cara Mediasi

Pasal 30
Majelis dalam menyelesaikan sengketa konsumen dengan cara Mediasi, mempunyai tugas :
a. memanggil konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
b. memanggil saksi dan saksi ahli bila diperlukan;
c. menyediakan forum bagi konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
d. secara aktif mendamaikan konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
e. secara aktif memberikan saran atau anjuran penyelesaian sengketa konsumen sesuai dengan
peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan konsumen.
Pasal 31
Tata cara penyelesaian sengketa konsumen dengan cara Mediasi adalah :
a. Majelis menyerahkan sepenuhnya proses penyelesaian sengketa kepada konsumen dan pelaku usaha
yang bersangkutan, baik mengenai bentuk maupun jumlah ganti rugi;
b. Majelis bertindak aktif sebagai Mediator dengan memberikan nasehat, petunjuk, saran dan upayaupaya lain dalam menyelesaikan sengketa;
c. Majelis menerima hasil musyawarah konsumen dan pelaku usaha dan mengeluarkan ketentuan.


Slide 27

PERKEMBANGAN MEDIASI
DI LUAR PENGADILAN
DI INDONESIA
Andrea Hynan Poeloengan, SH (Unibraw), M.Hum (Unpar), MTCP (Uni of Wollongong)
Workshop Internasional
Perkembangan Mediasi di Indonesia, Jepang dan Australia
Masa Kini Menuju Masa Depan
Rabu, 21 Agustus 2013
Pengadilan Negeri Kelas 1B Cibinong
Kabupaten Bogor

Perma No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan
Pasal 2
Ruang lingkup dan Kekuatan Berlaku Perma
1. Peraturan Mahkamah Agung ini hanya berlaku untuk mediasi yang terkait dengan
proses berperkara di Pengadilan.
2. Setiap hakim, mediator dan para pihak wajib mengikuti prosedur penyelesaian
sengketa melalui mediasi yang diatur dalam Peraturan ini.
3. Tidak menempuh prosedur mediasi berdasarkan Peraturan ini merupakan
pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 130 HIR dan atau Pasal 154 Rbg yang
mengakibatkan putusan batal demi hukum.
4. Hakim dalam pertimbangan putusan perkara wajib menyebutkan bahwa perkara
yang bersangkutan telah diupayakan perdamaian melalui mediasi dengan
menyebutkan nama mediator untuk perkara yang bersangkutan.
Pasal 23
Mediator yang telah tersertifikasi dimungkinkan untuk melakukan Mediasi di luar
pengadilan dengan hasil kesepakatannya dapat diajukan ke pengadilan untuk
memperoleh akta perdamaian dengan cara mengajukan gugatan

KEUTAMAAN PANCASILA
Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011
Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
telah menegaskan bahwa :
PANCASILA adalah
SUMBER DARI SEGALA SUMBER HUKUM
TAP MPR NO.: II/MPR/1978 yang digantikan dengan
TAP MPR NO.: XVIII/MPR/1998
telah menegaskan bahwa
PANCASILA adalah DASAR NEGARA
PANCASILA MENGANDUNG NILAI NILAI LESTARI DAN
UNIVERSAL YANG WAJIB DIUTAMAKAN/DIDAHULUKAN
DALAM RANGKA MEMBANGUN SELURUH SENDI
KEHIDUPAN BERMASYARAKAT, BERBANGSA &
BERNEGARA.

KEUTAMAAN BERMUSYAWARAH

PANCASILA adalah
SUMBER DARI SEGALA SUMBER HUKUM
PANCASILA MENGANDUNG NILAI NILAI LESTARI DAN
UNIVERSAL YANG HARUS DIUTAMAKAN/DIDAHULUKAN
UNTUK MENYELESAIKAN DAN MENGAKHIRI KONFLIK.
NILAI NILAI TERSEBUT TERKANDUNG DALAM SILA
KEEMPAT PANCASILA YANG MENGEDEPANKAN :
KEUTAMAAN MUSYAWARAH UNTUK MUFAKAT
BERDASARKAN ASAS KEKELUARGAAN

Nilai-Nilai Universal Pancasila
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat.
Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.
Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk
kepentingan bersama.
Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat
kekeluargaan.
Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan
melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai hati nurani yang
luhur.
Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggung-jawabkan secara
moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan
martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan

Musyawarah untuk mufakat adalah memang cara penyelesaian perselisihan yang paling
sesuai dengan Pancasila.
NAMUN bagaimana bermusyawarah untuk mufakat, yang lebih berdaya guna dan
berhasil guna, sehingga peluang tercapainya kesepakatan bagi para pihak menjadi lebih
besar ?
Teknik dan metode bermusyawarah untuk mufakat, yang lebih berdaya guna dan berhasil
guna, sehingga peluang tercapainya kesepakatan bagi para pihak menjadi lebih besar,
itulah yang dikenal dengan :
“MEDIASI”

Melalui pengembangan dan pemuktahiran teknik-teknik, metode tahapannya yang sangat
sistematis, dan bantuan dari orang yang berkeahlian, terlatih, terdidik untuk menjadi
seorang Mediator, yang bertugas bukan untuk memutus, melainkan diantaranya untuk
mendorong, membantu pihak berselisih/bersengketa/berkonflik menemukan peluangpeluang yang menurut para pihak adalah terbaik bagi kepentingan bersama para pihak.
Mediasi menjadikan musyawarah mufakat lebih efektif dan efisien, juga dapat
mentransformasi hubungan antara para pihak menjadi lebih terbuka.
MEDIASI BAGI BANGSA INDONESIA, SEYOGIANYA MENJADI UPAYA UTAMA YANG
HARUS DIDAHULUKAN DALAM PENYELESAIAN
PERSELISIHAN/SENGKETA/KONFLIK SEBAGAI AKTUALISASI NILAI-NILAI
UNIVERSAL PANCASILA
Maka, Perma No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan, merupakan bagian dari
aktualisasi nilai-nilai universal Pancasila tersebut

Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 tahun 2008 (PerMa 1/2008)
mendefinisikan Mediasi sebagai cara penyelesaian sengketa melalui proses
perundingan untuk memperoleh kesepakatan dengan dibantu oleh Mediator

Mediasi adalah suatu proses negosiasi dipandu dibantu oleh orang yang terpercaya.
Mediator membantu pihak berkonflik untuk berbagi perspektif dan pengalaman
mereka, mengidentifikasi kebutuhan yang mendasar, bertukar pikiran tentang
pilihan kreatif untuk mengatasi kebutuhan, dan kemudian membuat kesepakatan
akhir. (Lisa Schirch : 2004)
Mediasi sebagai intervensi terhadap suatu sengketa atau negosiasi yang dilakukan
oleh pihak ketiga yang dapat diterima, tidak berpihak/netral, yang tidak mempunyai
kewenangan untuk mengambil keputusan dalam membantu para pihak berselisih
dalam upaya mencari kesepakatan sukarela dalam menyelesaikan permasalahan
yang disengketakan (Christopher Moore: 2003)
Mediasi adalah sarana agar membiasakan Bangsa Indonesia berkonflik dengan cara
yang baik dan benar, untuk mencegah meluasnya, bahkan meningkatnya ekskalasi
konflik dalam rangka mewujudkan Perdamaian, Kesejahteraan, dan Menjaga
Keutuhan NKRI. (Rachman, Jusril, Poeloengan : 2012)
Mediasi merupakan sistem penyelesaian secara damai yang selaras dengan jiwa Sila
Keempat dan Nilai Luhur dari Ke-Bhinneka-Tunggal-Ika-an yang tidak berorientasi
mencari-cari perbedaan, tidak berpretensi mencari siapa yang salah atau siapa yang
benar, melainkan berorientasi pada suatu kesamaan terakomodirnya kebutuhan
atau kepentingan para pihak berkonflik. (Putut Eko Bayuseno : 2012)

Undang Undang No. 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial
telah mengamanatkan untuk mengembangkan sistem penyelesaian
perselisihan secara damai. Dalam Pasal 8 Undang-undang tersebut
dinyatakan bahwa:
1.Penyelesaian perselisihan dalam masyarakat dilakukan secara
damai.
2.Penyelesaian secara damai sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengutamakan musyawarah untuk mufakat.
3.Hasil musyawarah mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
mengikat para pihak.
Penyelesaian perselisihan yang secara damai perlu dimaknai, bahwa
para pihak yang berselisih / bersengketa / berkonflik secara sukarela
melaksanakan hasil kesepakatan perdamaian tanpa merasa
dipaksakan.
Perdamaian yang demikian itu adalah lebih lestari dibandingkan
perdamaian yang dipaksakan oleh pihak ketiga yang lebih berperan
layaknya pemutus dan pengadil, untuk memutuskan dan mengadili
apa yang menurutnya berdasarkan hukum adil bagi para pihak
berselisih / bersengketa / berkonflik tersebut.

KESADARAN HUKUM MENINGKAT = AKSES PADA PENGADILAN ≠
AKSES PADA KEADILAN
FAKTA :
Gambar 1: Grafik tentang Data Penyelesaian Konflik Melalui Jalur Pengadilan

Sumber : Cetak Biru Pembaruan Peradilan 2010-2035 Jakarta Mahkamah Agung RI, 2010 Diterbitkan oleh:
Mahkamah Agung RI, dan Laporan Tahunan Mahkamah Agung RI - Tahun 2010-2011

Kesadaran Hukum Meningkat
Namun frekuensi dan eskalasi Konflik Sosial juga tetap tinggi (Putut Eko Bayuseno : 2012)
9

KONFLIK MENINGKAT
Sistem Nasional Pemantauan Kekerasan (SNPK) : Sistem informasi yang menyediakan data dan analisis
tentang konflik dan kekerasan yang terjadi di berbagai wilayah di Indonesia. Proyek SNPK dipimpin oleh
Kemenkokesra, dengan dukungan Bank Dunia dan The Habibie Center.

http://www.snpk-indonesia.com/DataTools/Index?lang=ina&randdo=38141a91-1af9-4f1b-96da-a0cf05354e2c&userid=429853

10

Sistem Nasional Pemantauan Kekerasan (SNPK)
Periode 2010 s.d 2012

http://www.snpk-indonesia.com/DataTools/Index?lang=ina&randdo=38141a91-1af9-4f1b-96da-a0cf05354e2c&userid=429853

11

MEDIASI DI LUAR PENGADILAN

Mediasi di luar pengadilan yang menarik adalah yang dilakukan di Kabupaten Karawang terhadap
beberapa perselisihan / sengketa / konflik. Mediasi ini dilakukan dengan Mediator seorang perwira
polisi, AKP Iman Imannuddin, SIK, SH, MH, yang pada saat itu menjabat sebagai Kasat Reskrim Polres
Karawang. Ia memang telah mengikuti dan tersertifikasi sebagai seorang Mediator yang bersertifikat
dari Pusat Mediasi Nasional (PMN). Dalam melaksanakan tugasnya, tidak semua perkara diselesaikan
dengan penyidikan hingga penuntutan. Sebagai seorang Mediator yang tersertifikasi, telah merubah
pendekatan caranya bekerja sebagai seorang Reserse dengan menjadikan penegakan hukum sebagai
pilihan terakhir (Ultimum Remedium).
Dari seluruh perkara yang diselesaikan melalui cara Mediasi tersebut, telah mencegah terjadinya konflik
komunal ataupun konflik sosial di Kabupaten Karawang, bahkan dapat terselesaikan sebelum dibuatnya
Laporan Polisi karena masalah telah terselesaikan serta mencapai kesepakatan dan berdamai.

===
Mediasi di luar pengadilan atas perkara dalam Laporan Polisi tentang Tindak Pidana ITE berupa
intersepsi (penyadapan) antara PT. Agc vs Bs. Dalam perkara yang terjadi di Kota Bogor tersebut para
pihak berdamai melalui proses Mediasi yang dipimpin oleh Mediator bersertifikat dari PMN. Hasil
Mediasi tersebut dilaporkan kepada penyidik, hingga akhirnya memperoleh Penghentian Penyidikan
(SP3) dari Polres Bogor Kota, dan para pihak dapat islah kembali.
Ada juga perkara perdata sengketa jual beli saham antara Tn CT dengan Tn HB dkk. Walaupun
perkaranya tengah diperiksa oleh Majelis Hakim Mahkamah Agung RI dalam tahapan Kasasi, tetapi
sebagian besar (90 %) diantara para pihak yang bersengketa telah sepakat untuk berdamai melalui
Mediasi di luar pengadilan yang dipimpin oleh Mediator bersertifikat dari PMN, sehingga realisasi jual
beli saham dapat dilakukan sebelum putusnya perkara Kasasi di Mahkamah Agung RI.
Mediasi seharusnya “Forget the Law”, “Forget the Past”, dan “Don’t Look Back in Anger”

KEMANFAATAN MUSYAWARAH/MEDIASI
Putut Eko Bayuseno. 2012. Optimalisasi Musyawarah Sebagai Sarana Pengelolaan Konflik Dapat Meningkatkan Keamanan Di
Daerah Dalam Rangka Memperkuat Ketahanan Nasional. Esai Lemhanas PPSA XVIII. Lemhanas. Jakarta.

Data penyelesaian perkara/konflik khusus perkara yang berhubungan dengan Direktorat Reskrim Umum
pada Wilayah Hukum Polda Jawa Barat (21 Polres, 1 Polrestabes, 1 Dit Reskrim Um) per Semester I tahun
2012 (Januari s/d Juni 2012), Jumlah total perkara/konflik 15.595 kasus.
Data di olah dari sumber Dit Reskrim Um Polda Jawa Barat.
Siap dilakukan penuntutan (P.21) = 4516
perkara (28,96%)

4.93%

8,83%

5.76%
2.87%

28,96%

Belum selesai proses penyidikannya =
7588 perkara/konflik (48,66%)

Penghentian penyidikan (SP 3) = 447
Konflik (2,87%)

48,66%

musyawarah untuk mufakat ataupun
mediasi di kantor polisi setelah ada
Laporan polisi = 898 konflik (Peran
Penyelidik & Penyidik) (5,76%)
musyawarah untuk mufakat ataupun
mediasi di kantor Polisi, sebelum
timbulnya Laporan Polisi = 769 Konflik
(Peran Bhabinkamtibmas & Personil
lainnya) (4,93%)

KEMANFAATAN MUSYAWARAH/MEDIASI
Putut Eko Bayuseno. 2012. Optimalisasi Musyawarah Sebagai Sarana Pengelolaan Konflik Dapat Meningkatkan Keamanan Di
Daerah Dalam Rangka Memperkuat Ketahanan Nasional. Esai Lemhanas PPSA XVIII. Lemhanas. Jakarta.

Perbandingan Biaya Penyelesaian Konflik
Antara Melalui Musyawarah/Mediasi dan Tidak Melalui Musyawarah/Mediasi
Data di olah dari sumber Dit Reskrim Um Polda Jawa Barat.
Rp70,000,000,000

Rp60,000,000,000

Rp62.515.389.000
Rp50,000,000,000

Rp40,000,000,000

Rp30,000,000,000
Series1
Rp20,000,000,000

Rp10,000,000,000

Rp9.132.000.000
Rp0
3044 perkara/konflik diselesaikan melalui mediasi
dikalikan biaya rata rata penyelesaian sebesar Rp.
3.000.000,-

Bila 3044 perkara/konflik tidak diselesaikan melalui
mediasi maka dikalikan Rata Rata biaya Berdasarkan
Skep Kapolri No. Kep/606/XI/2011 tgl 17 Nop 2011
indeks anggaran lidik sidik perkara, sebesar Rp.
20.537.250,-

SOP tentang Pelaksanaan Tugas
Bhabinkamtibmas Oktober 2011
Fungsi Bhabinkamtibmas
• 2 f memediasi dan memfasilitasi upaya
pemecahan masalah yang terjadi di masyarakat;
Peran Bhabinkamtibmas
• 3 c mediator dan fasilitator dalam penyelesaian
permasalahan-permasalahan sosial yang terjadi
di masyarakat Desa/ Kelurahan

HEMAT ? (ilustrasi)
INSTANSI, IF…

IF…, JUMLAH INSTANSI X BIAYA
PENANGANAN PERKARA

TOTAL

POLSEK
1 perkara / 1 bulan

4000 x @ Rp. 500.000
anggaran per perkara

Rp.

2.000.000.000

POLRES
1 perkara / 1 bulan

400 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

400.000.000

POLDA
1 perkara / 1 bulan

25 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

25.000.000

KEJAKSAAN
1 perkara / 1 bulan

300 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

300.000.000

PENGADILAN
1 perkara / 1 bulan

300 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

300.000.000

Penghematan Anggaran
Negara Perbulan

Rp. 3.025.000.000 +
Potential Lost (Social Cost)

Biaya Penyelesaian Sengketa
Indicator
WAKTU (days)
BIAYA (% of
KERUGIAN)

Indonesia
570
122.7

East Asia & Pacific
519
47.8

OECD
518
19.7

Doing Business 2012: Data for Indonesia (WB)
Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD - Organisation for Economic Co-operation and Development)

Hambatan Mediasi
Mediasi vs Paradigma Keadilan yang Legisme
•Pelanggaran adalah Wanprestasi, Onrechmatmatige Daad,
Wederrechttelick.
•Ada aturan yang dilanggar. Cara penyelesaian sesuai dengan aturan
hukum dan hukum acara.
•Keadilan: Adil jika perbuatan sesuai dengan hukum. Adil jika salah
telah dihukum sesuai dengan aturan yang berlaku
Mediasi : Keadilan adalah kepentingan para pihak terpenuhi,
keadaan masing-masing pihak terpulihkan, kepentingan yang lebih
besar tidak terganggu, hubungan menjadi lebih terbuka, tanpa
pembuktian formal, tanpa benar salah, keputusan dibuat dan
disepakati para pihak.
Mediasi : memulihkan hubungan yang rusak = Restorative Justice

Tidak ada yang salah dengan
Konsepsi Hukum yang Legisme tersebut.
Hanya saja masyarakat pada umumnya dan para pengemban profesi hukum
menjadi terorientasikan pada makna keadilan yang legisme pula.
Konsepsi hukum atas makna “pelanggaran” yang legisme, yang terfokus pada
makna keadilan yang legisme pula tersebut, berbeda dengan prespektif dari
keadilan yang memulihkan (Restorative Justice).
VS
Mediasi : Keadilan adalah kepentingan para pihak terpenuhi, keadaan
masing-masing pihak terpulihkan, kepentingan yang lebih besar tidak
terganggu, hubungan menjadi lebih terbuka, tanpa pembuktian formal,
tanpa benar salah, keputusan dibuat dan disepakati para pihak

Yurisprudensi atau Sekedar Preseden ?







Perkara 378 jo 372 KUHP- LP/43/IX/2007/DIR RESKRIM POLDA DIY – Pelapor Cabut
Penyidik & Penuntut tetap Lanjut  Sidang PN Yogyakarta
PUT PN Yogyakarta: No. 317/PID.B/2008 Pencabutan Pengaduan Dikabulkan &
Penuntutan Tidak dapat Diterima
PUT PT Yogyakarta:No. 01/PID/PLW/2009/PT.YK : Persidangan PN Yogyakarta
Batal Demi Hukum
PUT Kasasi MA RI: No. 1600 K/PID/2009 : Pencabutan Pengaduan Dikabulkan &
Penuntutan Tidak dapat Diterima

Mediasi  Damai  Cabut Laporan  Tdk Cukup Bukti ?
Mediasi  Damai  Bukan Peraka Pidana ?
Mediasi  Damai  Demi Hukum  Diskresi  Restorative Justice ? (vide Pasal 18
UU No. 2 Tahun 2002 jo Pasal 30 ayat 4 UUD 1945)  Ultimum Remedium

Konsepsi Humanis Restorative Justice
Prespektif Restorative Justice :
1.

Bahwa Pelanggaran adalah suatu perbuatan yang mungkin keliru
dilakukan oleh pihak
tertentu sehingga membuat hubungan
(relationship) diantara pihak tertentu tersebut dengan para pihak lainya
yang terkait menjadi rusak.

2.

Bahwa hubungan yang menjadi rusak tersebut, harus diperbaiki,
dipulihkan, disembuhkan dengan sebisa mungkin menempatkan hal
yang benar (to put things right as possible)

3.

Bahwa perlu dilakukan upaya yang mendorong seluruh pihak terkait
untuk mengerti/memahami akibat/konsekuensi dari suatu pelanggaran.
Selanjutnya berupaya memastikan bahwa seluruh pihak terkait berniat
dan merealisasikan tindakan sebanyak mungkin menempatkan hal yang
benar, dalam rangka merajut kembali atau memperbaiki hubungan yang
telah rusak.
23

Prespektif Legisme.
•Pelanggaran UU
•Siapa yang Salah atau Benar
•Pembuktian menjadi utama
•Menyalahkan perilaku di masa lalu
•Nememis “pembalasan” /hukuman
•Keadilan sesuai undang undang
•Ketidakpuasan






Prespektif Restorative Justice
Pelanggaran / Perusakan (Harms) Relationship
Merubah perilaku di masa yang akan datang
Mengobati, memulihkan, memperbaiki relationship
Semua pihak terkait bertanggungjawab
Kebersamaan mengidentifikasi dan memetakan kerugiankerugian, kebutuhan dan tindakan yang perlu dilakukan untuk
memulihkan relationship
24

Anggapan Keliru !
Restorative Justice seringkali dianggap semata sebagai suatu
bentuk pemaafan atau pengampunan!
Bahwa benar dengan pemaafan (ataupun pengampunan) maka
suatu hubungan yang rusak akan menjadi pulih, namun dalam
Restorative Justice tidak selalu harus ada unsur pemaafan.
Restorative Justice tidak hanya terfokus pada korban, akan
tetapi concern pula terhadap pihak pelanggar dan pihak lain
yang terdampak. Menjadi lebih utama adalah sebisa mungkin
menempatkan hal yang benar, agar kondisi/keadaan/suatu
relationship pada masa yang akan datang menjadi lebih baik.

Anggapan Keliru !
Restorative Justice dianggap berbeda arah dengan Criminal
Justice System dan Civil Justice System bahkan ada anggapan
keberadaannya menjadi tumpang tindih dengan Justice System
yang telah ada.
Bahwa Restorative Justice adalah konsepsi atas makna keadilan.
Dengan Restorative Justice kita berupaya mereorientasi kembali
bagaimana kita perlu memahami makna keadilan yang lebih
dalam.

Apakah suatu kondisi dimana seseorang yang terbukti melakukan perbuatan
melawan hukum (pelaku) dan telah dijatuhi sanksi dapat diartikan bahwa
keadilan telah ditegakkan? Dalam konsepsi CJS, kondisi demikian dapat
dikatakan telah memenuhi rasa keadilan. Hukuman yang setimpal adalah
suatu keadilan
Bagaimana dengan keberlangsungan kehidupan istrinya dan anak dari
pelaku?
Bagaimana dengan keluarga korban yang sering kali tidak dapat menerima
putusan dari Majelis Hakim yang dianggap tidak cukup memuaskan ?
Bagaimana dengan keberlangsungan kehidupan 1000 karyawan yang
perusahaan tempatnya bekerja, dinyatakan pailit oleh putusan pengadilan
atas adanya gugatan pailit pihak kreditur? Siapa yang harus bertanggung
jawab atas keberlangsungan kehidupan karyawan tersebut? Bukankah
pemerintah juga bertanggung jawab untuk menciptakan lapangan kerja?
CJS atau penegakan hukum adalah perlu, namun menjadi lebih baik bila
bersamaan dengan itu dilakukan pula upaya “to put things right as possible”,
sebagaimana prespektif dari Restorative Justice.

To put things right as possible
(memulihkan kembali kepada kondisi yang benar/tepat)
Prespektif Restorative Justice, Pelanggaran itu menggambarkan adanya
hubungan (relationship) yang rusak.
Adanya hubungan yang rusak potensial menjadi sebab dan berdampak pada
Pelanggaran. Sebaliknya Pelanggaran juga mengakibatkan hubungan menjadi
rusak.
“The Harm of one is the harm of all”.
Perbuatan “harms” seperti membahayakan; merugikan; merusak; menyakiti;
melukai; mengganggu; mencelakakan; menjahati, dll adalah tindakan keliru
yang perlu diperbaiki dan ditempatkan kembali menjadi benar.
Menjadi kewajiban bagi semua pihak terkait yang berkepentingan yaitu
pelaku, korban, komunitas (masyarakat sekitar, pemerintah daerah, para
pengemban profesi hukum dll) untuk sebisa mungkin menempatkan hal yang
benar.

Restorative Justice
Peduli :
PELAKU, KORBAN, KOMUNITAS
HARMS, NEEDS, OBLIGATIONS

sebisa mungkin menempatkan hal yang benar dan tepat
dalam rangka memulihkan

Restorative Justice tidak dimaksudkan menggatikan CJS.
Restorative Justice dan CJS seyogyanya dipandang dan
dipahami secara lebih utuh sebagai konsepsi atas makna
keadilan dalam rangka melaksanakan Pembangunan
Perdamaian (Peacebuilding)

Peta Pembangunan Perdamaian
Meningkatkan
Kapasitas
1. Kerma Pendidikan Perdamaian
2. Kerma Penelitian dan Evaluasi
3. Kerma Pembangunan dalam
segala bidang

Mengobarkan
Anti Kekerasan
1. Membangkitkan Kesadaran dan
Kepedulian Stake Holder NKRI
2. Meningkatkan Rasa/Sikap/Perilaku
Saling Ketergantungan
(membangun kebersamaan)

Meredam Kekerasan
1. Preventing Victimization; restraining
offenders; Create a space for cooling
down; Cease-Fire Agreements;
Peacekeeping; Humanitarian Assistance
2. Early Warning dan Response Program
3. Legal & Judicial Systems
Criminal Justice System (CJS)
(to maintain order, not revenge)

Transformasi Hubungan
1.
2.
3.
4.
5.

Governance & Policymaking
Trauma Healing & Recovery Programs
Ritual & Symbolic Transformation
Restorative Justice
Conflict Transformation :
- Dialogue;
- Negotiation;
- Mediation.

Adaptasi : The Cycle of Peacebuilding, Strategic Peacebuilding, Lisa Schirch oleh Rachman, Jusril, Poeloengan (2012)

Terima Kasih
Mediasi di luar pengadilan di Indonesia, seharusnya dapat berkembang dengan pesat dengan
masih berlakunya Pancasila sebagai Dasar Negara dan Faslafah Bangsa Indonesia.
Musyawarah untuk mufakat, Kekeluargaan dan Gotong Royong adalah diantara nilai-nilai Pancasila
yang universal akan bermetamorfosis hingga terwujud, tercermin dan selaras dengan semangat
dalam Mediasi itu sendiri.
Berkembangnya Restorative Justice yang dapat mereorientasikan kembali makna Keadilan, yang
ternyata sejalan dengan nilai-nilai universal dari Pancasila, seharusnya dapat menjadi stimulan
dalam mempercepat perkembangan Mediasi di Indonesia.
Masa depan, diperlukan upaya bersama seluruh stake holder, khususnya pembuat kebijakan
dengan mengingat “law as a social tool engineering”, untuk segera berperan aktif, menaruh
perhatian dan turut serta melakukan perancangan UU tentang Mediasi.
UU tentang Mediasi sekaligus guna menselaraskan dan mengharmonisasikan ketentutanketentuan Mediasi yang masih tersebar dalam peraturan perundang-undangan lainnya, sehingga
tercapai kesamaan makna, hakikat dan pengimplementasian Mediasi sebagai Revitalisasi dan
Aktualisasi Pancasila, yang pada akhirnya berperan penting dalam terciptanya Kondisi Damai dan
Sejehtera bagi Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

SEGITIGA MEDIASI,
SUMBER PUSAT MEDIASI
NASIONAL (PMN) 2012

Pusat Mediasi Nasional.
2012. Mediation Triangles
and Mediation Skills.
Pelatihan Mediasi 40 jam
Angkatan 42, 10-14
September 2012, Jakarta.
Segitiga Mediasi ini
diadaptasi dari Boule,
Laurance., & Hwee, The
Hwee. 2000. Mediation:
Principles Process
Practice (Singapore
Edition). Butterworths
Asia & Singapore
Mediation Centre. Hal 99114.

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.1/2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
Pasal 147

Penyelesaian sengketa di bidang perumahan terlebih dahulu diupayakan berdasarkan musyawarah
untuk mufakat.

Pasal 148
(1) Dalam hal penyelesaian sengketa melalui musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, pihak yang
dirugikan dapat menggugat melalui pengadilan yang berada di lingkungan pengadilan umum atau
di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa melalui alternatif
penyelesaian sengketa.
(2) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
melalui arbitrase, konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan/atau penilaian ahli sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. UU yang mana?
(3) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
menghilangkan tanggung jawab pidana.

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.32/2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Dalam penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan dapat digunakan jasa
mediator dan/atau arbiter untuk membantu menyelesaikan sengketa lingkungan hidup, (Pasal
85 ayat 3) Mediasi tidak wajib dan tidak ada penjelasan lebih detil ttg mediasi.



UU No.14/2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik
Komisi Informasi adalah lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan Undang-Undang ini dan
peraturan pelaksanaannya, menetapkan petunjuk teknis standar layanan informasi publik dan
menyelesaikan sengketa informasi publik melalui mediasi dan/atau ajudikasi nonlitigasi
(Pasal 1 ayat 4) Mediator dan Pemutus sengketa
Pasal 40 (1) Penyelesaian sengketa melalui Mediasi merupakan pilihan para pihak dan bersifat
sukarela. Namun, Pasal 42, Penyelesaian Sengketa Informasi Publik melalui Ajudikasi
nonlitigasi oleh Komisi Informasi hanya dapat ditempuh apabila upaya Mediasi dinyatakan
tidak berhasil secara tertulis oleh salah satu atau para pihak yang bersengketa, atau salah satu
atau para pihak yang bersengketa menarik diri dari perundingan. Wajibkah atau pilihankah

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.39/1999 Tentang Hak Asasi Manusia
Komisi Nasional Hak Asasi yang selanjutnya disebut Komnas HAM adalah lembaga mandiri yang
berkedudukan setingkat dalam negara lainya yang berfungsi melaksanakan pengkajian,
penelitian, penyaluran, pemantauan, dan mediasi hak asasi manusia, Pasal 1 ayat 7 jo. Pasal
76. Definisi mediasi tidak dijelaskan
Pasal 89 ayat 4, Untuk melaksanakan fungsi Komnas HAM dalam mediasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 76, Komnas HAM bertugas dan berwenang melakukan: a. perdamaian
kedua belah pihak; b. penyelesaian perkara melaui cara konsultasi, negosiasi, mediasi,
konsiliasi, dan penilaian ahli; c. pemberian saran kepada para pihak untuk menyelesaikan
sengketa melalui pengadilan; d. penyampaian rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak
asasi manusia kepada Pemerintah untuk ditindaklanjuti penyelesaiannya; dan e. penyampaian
rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak asasi manusia kepada Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia untuk ditindaklanjuti. Fungsi Mediasi, namun di dalamnya termasuk
konsultasi, negosiasi, dll. Menyarankan para pihak untuk menyelesaikan sengketa melalui
pengadilan adalah TABU bagi mediator.

UU No. 30 Tahun 1999 Tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
 Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar
peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat
secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. (Pasal 1 ayat 1 UU
30/1999)
 Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa
atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni
penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi,
mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. (Pasal 1 ayat 10 UU 30/1999)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009
TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN

Upaya penyelesaian sengketa perdata dapat dilakukan di luar pengadilan
negara melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa. (Pasal 58
UU No.48/2009)


Arbitrase merupakan cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar
pengadilan yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara
tertulis oleh para pihak yang bersengketa. (Pasal 59 ayat 1 UU No.48/2009)



Alternatif Penyelesaian Sengketa merupakan lembaga penyelesaian
sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak,
yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi,
mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. (Pasal 60 ayat 1 UU No.48/2009)
©PMN 2013

37

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen jo
KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN
REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 350/MPP/Kep/12/2001 TENTANG
PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG BADAN PENYELESAIAN
SENGKETA KONSUMEN
Persidangan Dengan Cara Mediasi

Pasal 30
Majelis dalam menyelesaikan sengketa konsumen dengan cara Mediasi, mempunyai tugas :
a. memanggil konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
b. memanggil saksi dan saksi ahli bila diperlukan;
c. menyediakan forum bagi konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
d. secara aktif mendamaikan konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
e. secara aktif memberikan saran atau anjuran penyelesaian sengketa konsumen sesuai dengan
peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan konsumen.
Pasal 31
Tata cara penyelesaian sengketa konsumen dengan cara Mediasi adalah :
a. Majelis menyerahkan sepenuhnya proses penyelesaian sengketa kepada konsumen dan pelaku usaha
yang bersangkutan, baik mengenai bentuk maupun jumlah ganti rugi;
b. Majelis bertindak aktif sebagai Mediator dengan memberikan nasehat, petunjuk, saran dan upayaupaya lain dalam menyelesaikan sengketa;
c. Majelis menerima hasil musyawarah konsumen dan pelaku usaha dan mengeluarkan ketentuan.


Slide 28

PERKEMBANGAN MEDIASI
DI LUAR PENGADILAN
DI INDONESIA
Andrea Hynan Poeloengan, SH (Unibraw), M.Hum (Unpar), MTCP (Uni of Wollongong)
Workshop Internasional
Perkembangan Mediasi di Indonesia, Jepang dan Australia
Masa Kini Menuju Masa Depan
Rabu, 21 Agustus 2013
Pengadilan Negeri Kelas 1B Cibinong
Kabupaten Bogor

Perma No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan
Pasal 2
Ruang lingkup dan Kekuatan Berlaku Perma
1. Peraturan Mahkamah Agung ini hanya berlaku untuk mediasi yang terkait dengan
proses berperkara di Pengadilan.
2. Setiap hakim, mediator dan para pihak wajib mengikuti prosedur penyelesaian
sengketa melalui mediasi yang diatur dalam Peraturan ini.
3. Tidak menempuh prosedur mediasi berdasarkan Peraturan ini merupakan
pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 130 HIR dan atau Pasal 154 Rbg yang
mengakibatkan putusan batal demi hukum.
4. Hakim dalam pertimbangan putusan perkara wajib menyebutkan bahwa perkara
yang bersangkutan telah diupayakan perdamaian melalui mediasi dengan
menyebutkan nama mediator untuk perkara yang bersangkutan.
Pasal 23
Mediator yang telah tersertifikasi dimungkinkan untuk melakukan Mediasi di luar
pengadilan dengan hasil kesepakatannya dapat diajukan ke pengadilan untuk
memperoleh akta perdamaian dengan cara mengajukan gugatan

KEUTAMAAN PANCASILA
Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011
Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
telah menegaskan bahwa :
PANCASILA adalah
SUMBER DARI SEGALA SUMBER HUKUM
TAP MPR NO.: II/MPR/1978 yang digantikan dengan
TAP MPR NO.: XVIII/MPR/1998
telah menegaskan bahwa
PANCASILA adalah DASAR NEGARA
PANCASILA MENGANDUNG NILAI NILAI LESTARI DAN
UNIVERSAL YANG WAJIB DIUTAMAKAN/DIDAHULUKAN
DALAM RANGKA MEMBANGUN SELURUH SENDI
KEHIDUPAN BERMASYARAKAT, BERBANGSA &
BERNEGARA.

KEUTAMAAN BERMUSYAWARAH

PANCASILA adalah
SUMBER DARI SEGALA SUMBER HUKUM
PANCASILA MENGANDUNG NILAI NILAI LESTARI DAN
UNIVERSAL YANG HARUS DIUTAMAKAN/DIDAHULUKAN
UNTUK MENYELESAIKAN DAN MENGAKHIRI KONFLIK.
NILAI NILAI TERSEBUT TERKANDUNG DALAM SILA
KEEMPAT PANCASILA YANG MENGEDEPANKAN :
KEUTAMAAN MUSYAWARAH UNTUK MUFAKAT
BERDASARKAN ASAS KEKELUARGAAN

Nilai-Nilai Universal Pancasila
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat.
Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.
Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk
kepentingan bersama.
Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat
kekeluargaan.
Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan
melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai hati nurani yang
luhur.
Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggung-jawabkan secara
moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan
martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan

Musyawarah untuk mufakat adalah memang cara penyelesaian perselisihan yang paling
sesuai dengan Pancasila.
NAMUN bagaimana bermusyawarah untuk mufakat, yang lebih berdaya guna dan
berhasil guna, sehingga peluang tercapainya kesepakatan bagi para pihak menjadi lebih
besar ?
Teknik dan metode bermusyawarah untuk mufakat, yang lebih berdaya guna dan berhasil
guna, sehingga peluang tercapainya kesepakatan bagi para pihak menjadi lebih besar,
itulah yang dikenal dengan :
“MEDIASI”

Melalui pengembangan dan pemuktahiran teknik-teknik, metode tahapannya yang sangat
sistematis, dan bantuan dari orang yang berkeahlian, terlatih, terdidik untuk menjadi
seorang Mediator, yang bertugas bukan untuk memutus, melainkan diantaranya untuk
mendorong, membantu pihak berselisih/bersengketa/berkonflik menemukan peluangpeluang yang menurut para pihak adalah terbaik bagi kepentingan bersama para pihak.
Mediasi menjadikan musyawarah mufakat lebih efektif dan efisien, juga dapat
mentransformasi hubungan antara para pihak menjadi lebih terbuka.
MEDIASI BAGI BANGSA INDONESIA, SEYOGIANYA MENJADI UPAYA UTAMA YANG
HARUS DIDAHULUKAN DALAM PENYELESAIAN
PERSELISIHAN/SENGKETA/KONFLIK SEBAGAI AKTUALISASI NILAI-NILAI
UNIVERSAL PANCASILA
Maka, Perma No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan, merupakan bagian dari
aktualisasi nilai-nilai universal Pancasila tersebut

Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 tahun 2008 (PerMa 1/2008)
mendefinisikan Mediasi sebagai cara penyelesaian sengketa melalui proses
perundingan untuk memperoleh kesepakatan dengan dibantu oleh Mediator

Mediasi adalah suatu proses negosiasi dipandu dibantu oleh orang yang terpercaya.
Mediator membantu pihak berkonflik untuk berbagi perspektif dan pengalaman
mereka, mengidentifikasi kebutuhan yang mendasar, bertukar pikiran tentang
pilihan kreatif untuk mengatasi kebutuhan, dan kemudian membuat kesepakatan
akhir. (Lisa Schirch : 2004)
Mediasi sebagai intervensi terhadap suatu sengketa atau negosiasi yang dilakukan
oleh pihak ketiga yang dapat diterima, tidak berpihak/netral, yang tidak mempunyai
kewenangan untuk mengambil keputusan dalam membantu para pihak berselisih
dalam upaya mencari kesepakatan sukarela dalam menyelesaikan permasalahan
yang disengketakan (Christopher Moore: 2003)
Mediasi adalah sarana agar membiasakan Bangsa Indonesia berkonflik dengan cara
yang baik dan benar, untuk mencegah meluasnya, bahkan meningkatnya ekskalasi
konflik dalam rangka mewujudkan Perdamaian, Kesejahteraan, dan Menjaga
Keutuhan NKRI. (Rachman, Jusril, Poeloengan : 2012)
Mediasi merupakan sistem penyelesaian secara damai yang selaras dengan jiwa Sila
Keempat dan Nilai Luhur dari Ke-Bhinneka-Tunggal-Ika-an yang tidak berorientasi
mencari-cari perbedaan, tidak berpretensi mencari siapa yang salah atau siapa yang
benar, melainkan berorientasi pada suatu kesamaan terakomodirnya kebutuhan
atau kepentingan para pihak berkonflik. (Putut Eko Bayuseno : 2012)

Undang Undang No. 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial
telah mengamanatkan untuk mengembangkan sistem penyelesaian
perselisihan secara damai. Dalam Pasal 8 Undang-undang tersebut
dinyatakan bahwa:
1.Penyelesaian perselisihan dalam masyarakat dilakukan secara
damai.
2.Penyelesaian secara damai sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengutamakan musyawarah untuk mufakat.
3.Hasil musyawarah mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
mengikat para pihak.
Penyelesaian perselisihan yang secara damai perlu dimaknai, bahwa
para pihak yang berselisih / bersengketa / berkonflik secara sukarela
melaksanakan hasil kesepakatan perdamaian tanpa merasa
dipaksakan.
Perdamaian yang demikian itu adalah lebih lestari dibandingkan
perdamaian yang dipaksakan oleh pihak ketiga yang lebih berperan
layaknya pemutus dan pengadil, untuk memutuskan dan mengadili
apa yang menurutnya berdasarkan hukum adil bagi para pihak
berselisih / bersengketa / berkonflik tersebut.

KESADARAN HUKUM MENINGKAT = AKSES PADA PENGADILAN ≠
AKSES PADA KEADILAN
FAKTA :
Gambar 1: Grafik tentang Data Penyelesaian Konflik Melalui Jalur Pengadilan

Sumber : Cetak Biru Pembaruan Peradilan 2010-2035 Jakarta Mahkamah Agung RI, 2010 Diterbitkan oleh:
Mahkamah Agung RI, dan Laporan Tahunan Mahkamah Agung RI - Tahun 2010-2011

Kesadaran Hukum Meningkat
Namun frekuensi dan eskalasi Konflik Sosial juga tetap tinggi (Putut Eko Bayuseno : 2012)
9

KONFLIK MENINGKAT
Sistem Nasional Pemantauan Kekerasan (SNPK) : Sistem informasi yang menyediakan data dan analisis
tentang konflik dan kekerasan yang terjadi di berbagai wilayah di Indonesia. Proyek SNPK dipimpin oleh
Kemenkokesra, dengan dukungan Bank Dunia dan The Habibie Center.

http://www.snpk-indonesia.com/DataTools/Index?lang=ina&randdo=38141a91-1af9-4f1b-96da-a0cf05354e2c&userid=429853

10

Sistem Nasional Pemantauan Kekerasan (SNPK)
Periode 2010 s.d 2012

http://www.snpk-indonesia.com/DataTools/Index?lang=ina&randdo=38141a91-1af9-4f1b-96da-a0cf05354e2c&userid=429853

11

MEDIASI DI LUAR PENGADILAN

Mediasi di luar pengadilan yang menarik adalah yang dilakukan di Kabupaten Karawang terhadap
beberapa perselisihan / sengketa / konflik. Mediasi ini dilakukan dengan Mediator seorang perwira
polisi, AKP Iman Imannuddin, SIK, SH, MH, yang pada saat itu menjabat sebagai Kasat Reskrim Polres
Karawang. Ia memang telah mengikuti dan tersertifikasi sebagai seorang Mediator yang bersertifikat
dari Pusat Mediasi Nasional (PMN). Dalam melaksanakan tugasnya, tidak semua perkara diselesaikan
dengan penyidikan hingga penuntutan. Sebagai seorang Mediator yang tersertifikasi, telah merubah
pendekatan caranya bekerja sebagai seorang Reserse dengan menjadikan penegakan hukum sebagai
pilihan terakhir (Ultimum Remedium).
Dari seluruh perkara yang diselesaikan melalui cara Mediasi tersebut, telah mencegah terjadinya konflik
komunal ataupun konflik sosial di Kabupaten Karawang, bahkan dapat terselesaikan sebelum dibuatnya
Laporan Polisi karena masalah telah terselesaikan serta mencapai kesepakatan dan berdamai.

===
Mediasi di luar pengadilan atas perkara dalam Laporan Polisi tentang Tindak Pidana ITE berupa
intersepsi (penyadapan) antara PT. Agc vs Bs. Dalam perkara yang terjadi di Kota Bogor tersebut para
pihak berdamai melalui proses Mediasi yang dipimpin oleh Mediator bersertifikat dari PMN. Hasil
Mediasi tersebut dilaporkan kepada penyidik, hingga akhirnya memperoleh Penghentian Penyidikan
(SP3) dari Polres Bogor Kota, dan para pihak dapat islah kembali.
Ada juga perkara perdata sengketa jual beli saham antara Tn CT dengan Tn HB dkk. Walaupun
perkaranya tengah diperiksa oleh Majelis Hakim Mahkamah Agung RI dalam tahapan Kasasi, tetapi
sebagian besar (90 %) diantara para pihak yang bersengketa telah sepakat untuk berdamai melalui
Mediasi di luar pengadilan yang dipimpin oleh Mediator bersertifikat dari PMN, sehingga realisasi jual
beli saham dapat dilakukan sebelum putusnya perkara Kasasi di Mahkamah Agung RI.
Mediasi seharusnya “Forget the Law”, “Forget the Past”, dan “Don’t Look Back in Anger”

KEMANFAATAN MUSYAWARAH/MEDIASI
Putut Eko Bayuseno. 2012. Optimalisasi Musyawarah Sebagai Sarana Pengelolaan Konflik Dapat Meningkatkan Keamanan Di
Daerah Dalam Rangka Memperkuat Ketahanan Nasional. Esai Lemhanas PPSA XVIII. Lemhanas. Jakarta.

Data penyelesaian perkara/konflik khusus perkara yang berhubungan dengan Direktorat Reskrim Umum
pada Wilayah Hukum Polda Jawa Barat (21 Polres, 1 Polrestabes, 1 Dit Reskrim Um) per Semester I tahun
2012 (Januari s/d Juni 2012), Jumlah total perkara/konflik 15.595 kasus.
Data di olah dari sumber Dit Reskrim Um Polda Jawa Barat.
Siap dilakukan penuntutan (P.21) = 4516
perkara (28,96%)

4.93%

8,83%

5.76%
2.87%

28,96%

Belum selesai proses penyidikannya =
7588 perkara/konflik (48,66%)

Penghentian penyidikan (SP 3) = 447
Konflik (2,87%)

48,66%

musyawarah untuk mufakat ataupun
mediasi di kantor polisi setelah ada
Laporan polisi = 898 konflik (Peran
Penyelidik & Penyidik) (5,76%)
musyawarah untuk mufakat ataupun
mediasi di kantor Polisi, sebelum
timbulnya Laporan Polisi = 769 Konflik
(Peran Bhabinkamtibmas & Personil
lainnya) (4,93%)

KEMANFAATAN MUSYAWARAH/MEDIASI
Putut Eko Bayuseno. 2012. Optimalisasi Musyawarah Sebagai Sarana Pengelolaan Konflik Dapat Meningkatkan Keamanan Di
Daerah Dalam Rangka Memperkuat Ketahanan Nasional. Esai Lemhanas PPSA XVIII. Lemhanas. Jakarta.

Perbandingan Biaya Penyelesaian Konflik
Antara Melalui Musyawarah/Mediasi dan Tidak Melalui Musyawarah/Mediasi
Data di olah dari sumber Dit Reskrim Um Polda Jawa Barat.
Rp70,000,000,000

Rp60,000,000,000

Rp62.515.389.000
Rp50,000,000,000

Rp40,000,000,000

Rp30,000,000,000
Series1
Rp20,000,000,000

Rp10,000,000,000

Rp9.132.000.000
Rp0
3044 perkara/konflik diselesaikan melalui mediasi
dikalikan biaya rata rata penyelesaian sebesar Rp.
3.000.000,-

Bila 3044 perkara/konflik tidak diselesaikan melalui
mediasi maka dikalikan Rata Rata biaya Berdasarkan
Skep Kapolri No. Kep/606/XI/2011 tgl 17 Nop 2011
indeks anggaran lidik sidik perkara, sebesar Rp.
20.537.250,-

SOP tentang Pelaksanaan Tugas
Bhabinkamtibmas Oktober 2011
Fungsi Bhabinkamtibmas
• 2 f memediasi dan memfasilitasi upaya
pemecahan masalah yang terjadi di masyarakat;
Peran Bhabinkamtibmas
• 3 c mediator dan fasilitator dalam penyelesaian
permasalahan-permasalahan sosial yang terjadi
di masyarakat Desa/ Kelurahan

HEMAT ? (ilustrasi)
INSTANSI, IF…

IF…, JUMLAH INSTANSI X BIAYA
PENANGANAN PERKARA

TOTAL

POLSEK
1 perkara / 1 bulan

4000 x @ Rp. 500.000
anggaran per perkara

Rp.

2.000.000.000

POLRES
1 perkara / 1 bulan

400 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

400.000.000

POLDA
1 perkara / 1 bulan

25 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

25.000.000

KEJAKSAAN
1 perkara / 1 bulan

300 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

300.000.000

PENGADILAN
1 perkara / 1 bulan

300 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

300.000.000

Penghematan Anggaran
Negara Perbulan

Rp. 3.025.000.000 +
Potential Lost (Social Cost)

Biaya Penyelesaian Sengketa
Indicator
WAKTU (days)
BIAYA (% of
KERUGIAN)

Indonesia
570
122.7

East Asia & Pacific
519
47.8

OECD
518
19.7

Doing Business 2012: Data for Indonesia (WB)
Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD - Organisation for Economic Co-operation and Development)

Hambatan Mediasi
Mediasi vs Paradigma Keadilan yang Legisme
•Pelanggaran adalah Wanprestasi, Onrechmatmatige Daad,
Wederrechttelick.
•Ada aturan yang dilanggar. Cara penyelesaian sesuai dengan aturan
hukum dan hukum acara.
•Keadilan: Adil jika perbuatan sesuai dengan hukum. Adil jika salah
telah dihukum sesuai dengan aturan yang berlaku
Mediasi : Keadilan adalah kepentingan para pihak terpenuhi,
keadaan masing-masing pihak terpulihkan, kepentingan yang lebih
besar tidak terganggu, hubungan menjadi lebih terbuka, tanpa
pembuktian formal, tanpa benar salah, keputusan dibuat dan
disepakati para pihak.
Mediasi : memulihkan hubungan yang rusak = Restorative Justice

Tidak ada yang salah dengan
Konsepsi Hukum yang Legisme tersebut.
Hanya saja masyarakat pada umumnya dan para pengemban profesi hukum
menjadi terorientasikan pada makna keadilan yang legisme pula.
Konsepsi hukum atas makna “pelanggaran” yang legisme, yang terfokus pada
makna keadilan yang legisme pula tersebut, berbeda dengan prespektif dari
keadilan yang memulihkan (Restorative Justice).
VS
Mediasi : Keadilan adalah kepentingan para pihak terpenuhi, keadaan
masing-masing pihak terpulihkan, kepentingan yang lebih besar tidak
terganggu, hubungan menjadi lebih terbuka, tanpa pembuktian formal,
tanpa benar salah, keputusan dibuat dan disepakati para pihak

Yurisprudensi atau Sekedar Preseden ?







Perkara 378 jo 372 KUHP- LP/43/IX/2007/DIR RESKRIM POLDA DIY – Pelapor Cabut
Penyidik & Penuntut tetap Lanjut  Sidang PN Yogyakarta
PUT PN Yogyakarta: No. 317/PID.B/2008 Pencabutan Pengaduan Dikabulkan &
Penuntutan Tidak dapat Diterima
PUT PT Yogyakarta:No. 01/PID/PLW/2009/PT.YK : Persidangan PN Yogyakarta
Batal Demi Hukum
PUT Kasasi MA RI: No. 1600 K/PID/2009 : Pencabutan Pengaduan Dikabulkan &
Penuntutan Tidak dapat Diterima

Mediasi  Damai  Cabut Laporan  Tdk Cukup Bukti ?
Mediasi  Damai  Bukan Peraka Pidana ?
Mediasi  Damai  Demi Hukum  Diskresi  Restorative Justice ? (vide Pasal 18
UU No. 2 Tahun 2002 jo Pasal 30 ayat 4 UUD 1945)  Ultimum Remedium

Konsepsi Humanis Restorative Justice
Prespektif Restorative Justice :
1.

Bahwa Pelanggaran adalah suatu perbuatan yang mungkin keliru
dilakukan oleh pihak
tertentu sehingga membuat hubungan
(relationship) diantara pihak tertentu tersebut dengan para pihak lainya
yang terkait menjadi rusak.

2.

Bahwa hubungan yang menjadi rusak tersebut, harus diperbaiki,
dipulihkan, disembuhkan dengan sebisa mungkin menempatkan hal
yang benar (to put things right as possible)

3.

Bahwa perlu dilakukan upaya yang mendorong seluruh pihak terkait
untuk mengerti/memahami akibat/konsekuensi dari suatu pelanggaran.
Selanjutnya berupaya memastikan bahwa seluruh pihak terkait berniat
dan merealisasikan tindakan sebanyak mungkin menempatkan hal yang
benar, dalam rangka merajut kembali atau memperbaiki hubungan yang
telah rusak.
23

Prespektif Legisme.
•Pelanggaran UU
•Siapa yang Salah atau Benar
•Pembuktian menjadi utama
•Menyalahkan perilaku di masa lalu
•Nememis “pembalasan” /hukuman
•Keadilan sesuai undang undang
•Ketidakpuasan






Prespektif Restorative Justice
Pelanggaran / Perusakan (Harms) Relationship
Merubah perilaku di masa yang akan datang
Mengobati, memulihkan, memperbaiki relationship
Semua pihak terkait bertanggungjawab
Kebersamaan mengidentifikasi dan memetakan kerugiankerugian, kebutuhan dan tindakan yang perlu dilakukan untuk
memulihkan relationship
24

Anggapan Keliru !
Restorative Justice seringkali dianggap semata sebagai suatu
bentuk pemaafan atau pengampunan!
Bahwa benar dengan pemaafan (ataupun pengampunan) maka
suatu hubungan yang rusak akan menjadi pulih, namun dalam
Restorative Justice tidak selalu harus ada unsur pemaafan.
Restorative Justice tidak hanya terfokus pada korban, akan
tetapi concern pula terhadap pihak pelanggar dan pihak lain
yang terdampak. Menjadi lebih utama adalah sebisa mungkin
menempatkan hal yang benar, agar kondisi/keadaan/suatu
relationship pada masa yang akan datang menjadi lebih baik.

Anggapan Keliru !
Restorative Justice dianggap berbeda arah dengan Criminal
Justice System dan Civil Justice System bahkan ada anggapan
keberadaannya menjadi tumpang tindih dengan Justice System
yang telah ada.
Bahwa Restorative Justice adalah konsepsi atas makna keadilan.
Dengan Restorative Justice kita berupaya mereorientasi kembali
bagaimana kita perlu memahami makna keadilan yang lebih
dalam.

Apakah suatu kondisi dimana seseorang yang terbukti melakukan perbuatan
melawan hukum (pelaku) dan telah dijatuhi sanksi dapat diartikan bahwa
keadilan telah ditegakkan? Dalam konsepsi CJS, kondisi demikian dapat
dikatakan telah memenuhi rasa keadilan. Hukuman yang setimpal adalah
suatu keadilan
Bagaimana dengan keberlangsungan kehidupan istrinya dan anak dari
pelaku?
Bagaimana dengan keluarga korban yang sering kali tidak dapat menerima
putusan dari Majelis Hakim yang dianggap tidak cukup memuaskan ?
Bagaimana dengan keberlangsungan kehidupan 1000 karyawan yang
perusahaan tempatnya bekerja, dinyatakan pailit oleh putusan pengadilan
atas adanya gugatan pailit pihak kreditur? Siapa yang harus bertanggung
jawab atas keberlangsungan kehidupan karyawan tersebut? Bukankah
pemerintah juga bertanggung jawab untuk menciptakan lapangan kerja?
CJS atau penegakan hukum adalah perlu, namun menjadi lebih baik bila
bersamaan dengan itu dilakukan pula upaya “to put things right as possible”,
sebagaimana prespektif dari Restorative Justice.

To put things right as possible
(memulihkan kembali kepada kondisi yang benar/tepat)
Prespektif Restorative Justice, Pelanggaran itu menggambarkan adanya
hubungan (relationship) yang rusak.
Adanya hubungan yang rusak potensial menjadi sebab dan berdampak pada
Pelanggaran. Sebaliknya Pelanggaran juga mengakibatkan hubungan menjadi
rusak.
“The Harm of one is the harm of all”.
Perbuatan “harms” seperti membahayakan; merugikan; merusak; menyakiti;
melukai; mengganggu; mencelakakan; menjahati, dll adalah tindakan keliru
yang perlu diperbaiki dan ditempatkan kembali menjadi benar.
Menjadi kewajiban bagi semua pihak terkait yang berkepentingan yaitu
pelaku, korban, komunitas (masyarakat sekitar, pemerintah daerah, para
pengemban profesi hukum dll) untuk sebisa mungkin menempatkan hal yang
benar.

Restorative Justice
Peduli :
PELAKU, KORBAN, KOMUNITAS
HARMS, NEEDS, OBLIGATIONS

sebisa mungkin menempatkan hal yang benar dan tepat
dalam rangka memulihkan

Restorative Justice tidak dimaksudkan menggatikan CJS.
Restorative Justice dan CJS seyogyanya dipandang dan
dipahami secara lebih utuh sebagai konsepsi atas makna
keadilan dalam rangka melaksanakan Pembangunan
Perdamaian (Peacebuilding)

Peta Pembangunan Perdamaian
Meningkatkan
Kapasitas
1. Kerma Pendidikan Perdamaian
2. Kerma Penelitian dan Evaluasi
3. Kerma Pembangunan dalam
segala bidang

Mengobarkan
Anti Kekerasan
1. Membangkitkan Kesadaran dan
Kepedulian Stake Holder NKRI
2. Meningkatkan Rasa/Sikap/Perilaku
Saling Ketergantungan
(membangun kebersamaan)

Meredam Kekerasan
1. Preventing Victimization; restraining
offenders; Create a space for cooling
down; Cease-Fire Agreements;
Peacekeeping; Humanitarian Assistance
2. Early Warning dan Response Program
3. Legal & Judicial Systems
Criminal Justice System (CJS)
(to maintain order, not revenge)

Transformasi Hubungan
1.
2.
3.
4.
5.

Governance & Policymaking
Trauma Healing & Recovery Programs
Ritual & Symbolic Transformation
Restorative Justice
Conflict Transformation :
- Dialogue;
- Negotiation;
- Mediation.

Adaptasi : The Cycle of Peacebuilding, Strategic Peacebuilding, Lisa Schirch oleh Rachman, Jusril, Poeloengan (2012)

Terima Kasih
Mediasi di luar pengadilan di Indonesia, seharusnya dapat berkembang dengan pesat dengan
masih berlakunya Pancasila sebagai Dasar Negara dan Faslafah Bangsa Indonesia.
Musyawarah untuk mufakat, Kekeluargaan dan Gotong Royong adalah diantara nilai-nilai Pancasila
yang universal akan bermetamorfosis hingga terwujud, tercermin dan selaras dengan semangat
dalam Mediasi itu sendiri.
Berkembangnya Restorative Justice yang dapat mereorientasikan kembali makna Keadilan, yang
ternyata sejalan dengan nilai-nilai universal dari Pancasila, seharusnya dapat menjadi stimulan
dalam mempercepat perkembangan Mediasi di Indonesia.
Masa depan, diperlukan upaya bersama seluruh stake holder, khususnya pembuat kebijakan
dengan mengingat “law as a social tool engineering”, untuk segera berperan aktif, menaruh
perhatian dan turut serta melakukan perancangan UU tentang Mediasi.
UU tentang Mediasi sekaligus guna menselaraskan dan mengharmonisasikan ketentutanketentuan Mediasi yang masih tersebar dalam peraturan perundang-undangan lainnya, sehingga
tercapai kesamaan makna, hakikat dan pengimplementasian Mediasi sebagai Revitalisasi dan
Aktualisasi Pancasila, yang pada akhirnya berperan penting dalam terciptanya Kondisi Damai dan
Sejehtera bagi Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

SEGITIGA MEDIASI,
SUMBER PUSAT MEDIASI
NASIONAL (PMN) 2012

Pusat Mediasi Nasional.
2012. Mediation Triangles
and Mediation Skills.
Pelatihan Mediasi 40 jam
Angkatan 42, 10-14
September 2012, Jakarta.
Segitiga Mediasi ini
diadaptasi dari Boule,
Laurance., & Hwee, The
Hwee. 2000. Mediation:
Principles Process
Practice (Singapore
Edition). Butterworths
Asia & Singapore
Mediation Centre. Hal 99114.

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.1/2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
Pasal 147

Penyelesaian sengketa di bidang perumahan terlebih dahulu diupayakan berdasarkan musyawarah
untuk mufakat.

Pasal 148
(1) Dalam hal penyelesaian sengketa melalui musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, pihak yang
dirugikan dapat menggugat melalui pengadilan yang berada di lingkungan pengadilan umum atau
di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa melalui alternatif
penyelesaian sengketa.
(2) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
melalui arbitrase, konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan/atau penilaian ahli sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. UU yang mana?
(3) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
menghilangkan tanggung jawab pidana.

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.32/2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Dalam penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan dapat digunakan jasa
mediator dan/atau arbiter untuk membantu menyelesaikan sengketa lingkungan hidup, (Pasal
85 ayat 3) Mediasi tidak wajib dan tidak ada penjelasan lebih detil ttg mediasi.



UU No.14/2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik
Komisi Informasi adalah lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan Undang-Undang ini dan
peraturan pelaksanaannya, menetapkan petunjuk teknis standar layanan informasi publik dan
menyelesaikan sengketa informasi publik melalui mediasi dan/atau ajudikasi nonlitigasi
(Pasal 1 ayat 4) Mediator dan Pemutus sengketa
Pasal 40 (1) Penyelesaian sengketa melalui Mediasi merupakan pilihan para pihak dan bersifat
sukarela. Namun, Pasal 42, Penyelesaian Sengketa Informasi Publik melalui Ajudikasi
nonlitigasi oleh Komisi Informasi hanya dapat ditempuh apabila upaya Mediasi dinyatakan
tidak berhasil secara tertulis oleh salah satu atau para pihak yang bersengketa, atau salah satu
atau para pihak yang bersengketa menarik diri dari perundingan. Wajibkah atau pilihankah

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.39/1999 Tentang Hak Asasi Manusia
Komisi Nasional Hak Asasi yang selanjutnya disebut Komnas HAM adalah lembaga mandiri yang
berkedudukan setingkat dalam negara lainya yang berfungsi melaksanakan pengkajian,
penelitian, penyaluran, pemantauan, dan mediasi hak asasi manusia, Pasal 1 ayat 7 jo. Pasal
76. Definisi mediasi tidak dijelaskan
Pasal 89 ayat 4, Untuk melaksanakan fungsi Komnas HAM dalam mediasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 76, Komnas HAM bertugas dan berwenang melakukan: a. perdamaian
kedua belah pihak; b. penyelesaian perkara melaui cara konsultasi, negosiasi, mediasi,
konsiliasi, dan penilaian ahli; c. pemberian saran kepada para pihak untuk menyelesaikan
sengketa melalui pengadilan; d. penyampaian rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak
asasi manusia kepada Pemerintah untuk ditindaklanjuti penyelesaiannya; dan e. penyampaian
rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak asasi manusia kepada Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia untuk ditindaklanjuti. Fungsi Mediasi, namun di dalamnya termasuk
konsultasi, negosiasi, dll. Menyarankan para pihak untuk menyelesaikan sengketa melalui
pengadilan adalah TABU bagi mediator.

UU No. 30 Tahun 1999 Tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
 Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar
peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat
secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. (Pasal 1 ayat 1 UU
30/1999)
 Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa
atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni
penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi,
mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. (Pasal 1 ayat 10 UU 30/1999)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009
TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN

Upaya penyelesaian sengketa perdata dapat dilakukan di luar pengadilan
negara melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa. (Pasal 58
UU No.48/2009)


Arbitrase merupakan cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar
pengadilan yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara
tertulis oleh para pihak yang bersengketa. (Pasal 59 ayat 1 UU No.48/2009)



Alternatif Penyelesaian Sengketa merupakan lembaga penyelesaian
sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak,
yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi,
mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. (Pasal 60 ayat 1 UU No.48/2009)
©PMN 2013

37

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen jo
KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN
REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 350/MPP/Kep/12/2001 TENTANG
PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG BADAN PENYELESAIAN
SENGKETA KONSUMEN
Persidangan Dengan Cara Mediasi

Pasal 30
Majelis dalam menyelesaikan sengketa konsumen dengan cara Mediasi, mempunyai tugas :
a. memanggil konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
b. memanggil saksi dan saksi ahli bila diperlukan;
c. menyediakan forum bagi konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
d. secara aktif mendamaikan konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
e. secara aktif memberikan saran atau anjuran penyelesaian sengketa konsumen sesuai dengan
peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan konsumen.
Pasal 31
Tata cara penyelesaian sengketa konsumen dengan cara Mediasi adalah :
a. Majelis menyerahkan sepenuhnya proses penyelesaian sengketa kepada konsumen dan pelaku usaha
yang bersangkutan, baik mengenai bentuk maupun jumlah ganti rugi;
b. Majelis bertindak aktif sebagai Mediator dengan memberikan nasehat, petunjuk, saran dan upayaupaya lain dalam menyelesaikan sengketa;
c. Majelis menerima hasil musyawarah konsumen dan pelaku usaha dan mengeluarkan ketentuan.


Slide 29

PERKEMBANGAN MEDIASI
DI LUAR PENGADILAN
DI INDONESIA
Andrea Hynan Poeloengan, SH (Unibraw), M.Hum (Unpar), MTCP (Uni of Wollongong)
Workshop Internasional
Perkembangan Mediasi di Indonesia, Jepang dan Australia
Masa Kini Menuju Masa Depan
Rabu, 21 Agustus 2013
Pengadilan Negeri Kelas 1B Cibinong
Kabupaten Bogor

Perma No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan
Pasal 2
Ruang lingkup dan Kekuatan Berlaku Perma
1. Peraturan Mahkamah Agung ini hanya berlaku untuk mediasi yang terkait dengan
proses berperkara di Pengadilan.
2. Setiap hakim, mediator dan para pihak wajib mengikuti prosedur penyelesaian
sengketa melalui mediasi yang diatur dalam Peraturan ini.
3. Tidak menempuh prosedur mediasi berdasarkan Peraturan ini merupakan
pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 130 HIR dan atau Pasal 154 Rbg yang
mengakibatkan putusan batal demi hukum.
4. Hakim dalam pertimbangan putusan perkara wajib menyebutkan bahwa perkara
yang bersangkutan telah diupayakan perdamaian melalui mediasi dengan
menyebutkan nama mediator untuk perkara yang bersangkutan.
Pasal 23
Mediator yang telah tersertifikasi dimungkinkan untuk melakukan Mediasi di luar
pengadilan dengan hasil kesepakatannya dapat diajukan ke pengadilan untuk
memperoleh akta perdamaian dengan cara mengajukan gugatan

KEUTAMAAN PANCASILA
Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011
Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
telah menegaskan bahwa :
PANCASILA adalah
SUMBER DARI SEGALA SUMBER HUKUM
TAP MPR NO.: II/MPR/1978 yang digantikan dengan
TAP MPR NO.: XVIII/MPR/1998
telah menegaskan bahwa
PANCASILA adalah DASAR NEGARA
PANCASILA MENGANDUNG NILAI NILAI LESTARI DAN
UNIVERSAL YANG WAJIB DIUTAMAKAN/DIDAHULUKAN
DALAM RANGKA MEMBANGUN SELURUH SENDI
KEHIDUPAN BERMASYARAKAT, BERBANGSA &
BERNEGARA.

KEUTAMAAN BERMUSYAWARAH

PANCASILA adalah
SUMBER DARI SEGALA SUMBER HUKUM
PANCASILA MENGANDUNG NILAI NILAI LESTARI DAN
UNIVERSAL YANG HARUS DIUTAMAKAN/DIDAHULUKAN
UNTUK MENYELESAIKAN DAN MENGAKHIRI KONFLIK.
NILAI NILAI TERSEBUT TERKANDUNG DALAM SILA
KEEMPAT PANCASILA YANG MENGEDEPANKAN :
KEUTAMAAN MUSYAWARAH UNTUK MUFAKAT
BERDASARKAN ASAS KEKELUARGAAN

Nilai-Nilai Universal Pancasila
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat.
Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.
Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk
kepentingan bersama.
Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat
kekeluargaan.
Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan
melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai hati nurani yang
luhur.
Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggung-jawabkan secara
moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan
martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan

Musyawarah untuk mufakat adalah memang cara penyelesaian perselisihan yang paling
sesuai dengan Pancasila.
NAMUN bagaimana bermusyawarah untuk mufakat, yang lebih berdaya guna dan
berhasil guna, sehingga peluang tercapainya kesepakatan bagi para pihak menjadi lebih
besar ?
Teknik dan metode bermusyawarah untuk mufakat, yang lebih berdaya guna dan berhasil
guna, sehingga peluang tercapainya kesepakatan bagi para pihak menjadi lebih besar,
itulah yang dikenal dengan :
“MEDIASI”

Melalui pengembangan dan pemuktahiran teknik-teknik, metode tahapannya yang sangat
sistematis, dan bantuan dari orang yang berkeahlian, terlatih, terdidik untuk menjadi
seorang Mediator, yang bertugas bukan untuk memutus, melainkan diantaranya untuk
mendorong, membantu pihak berselisih/bersengketa/berkonflik menemukan peluangpeluang yang menurut para pihak adalah terbaik bagi kepentingan bersama para pihak.
Mediasi menjadikan musyawarah mufakat lebih efektif dan efisien, juga dapat
mentransformasi hubungan antara para pihak menjadi lebih terbuka.
MEDIASI BAGI BANGSA INDONESIA, SEYOGIANYA MENJADI UPAYA UTAMA YANG
HARUS DIDAHULUKAN DALAM PENYELESAIAN
PERSELISIHAN/SENGKETA/KONFLIK SEBAGAI AKTUALISASI NILAI-NILAI
UNIVERSAL PANCASILA
Maka, Perma No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan, merupakan bagian dari
aktualisasi nilai-nilai universal Pancasila tersebut

Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 tahun 2008 (PerMa 1/2008)
mendefinisikan Mediasi sebagai cara penyelesaian sengketa melalui proses
perundingan untuk memperoleh kesepakatan dengan dibantu oleh Mediator

Mediasi adalah suatu proses negosiasi dipandu dibantu oleh orang yang terpercaya.
Mediator membantu pihak berkonflik untuk berbagi perspektif dan pengalaman
mereka, mengidentifikasi kebutuhan yang mendasar, bertukar pikiran tentang
pilihan kreatif untuk mengatasi kebutuhan, dan kemudian membuat kesepakatan
akhir. (Lisa Schirch : 2004)
Mediasi sebagai intervensi terhadap suatu sengketa atau negosiasi yang dilakukan
oleh pihak ketiga yang dapat diterima, tidak berpihak/netral, yang tidak mempunyai
kewenangan untuk mengambil keputusan dalam membantu para pihak berselisih
dalam upaya mencari kesepakatan sukarela dalam menyelesaikan permasalahan
yang disengketakan (Christopher Moore: 2003)
Mediasi adalah sarana agar membiasakan Bangsa Indonesia berkonflik dengan cara
yang baik dan benar, untuk mencegah meluasnya, bahkan meningkatnya ekskalasi
konflik dalam rangka mewujudkan Perdamaian, Kesejahteraan, dan Menjaga
Keutuhan NKRI. (Rachman, Jusril, Poeloengan : 2012)
Mediasi merupakan sistem penyelesaian secara damai yang selaras dengan jiwa Sila
Keempat dan Nilai Luhur dari Ke-Bhinneka-Tunggal-Ika-an yang tidak berorientasi
mencari-cari perbedaan, tidak berpretensi mencari siapa yang salah atau siapa yang
benar, melainkan berorientasi pada suatu kesamaan terakomodirnya kebutuhan
atau kepentingan para pihak berkonflik. (Putut Eko Bayuseno : 2012)

Undang Undang No. 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial
telah mengamanatkan untuk mengembangkan sistem penyelesaian
perselisihan secara damai. Dalam Pasal 8 Undang-undang tersebut
dinyatakan bahwa:
1.Penyelesaian perselisihan dalam masyarakat dilakukan secara
damai.
2.Penyelesaian secara damai sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengutamakan musyawarah untuk mufakat.
3.Hasil musyawarah mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
mengikat para pihak.
Penyelesaian perselisihan yang secara damai perlu dimaknai, bahwa
para pihak yang berselisih / bersengketa / berkonflik secara sukarela
melaksanakan hasil kesepakatan perdamaian tanpa merasa
dipaksakan.
Perdamaian yang demikian itu adalah lebih lestari dibandingkan
perdamaian yang dipaksakan oleh pihak ketiga yang lebih berperan
layaknya pemutus dan pengadil, untuk memutuskan dan mengadili
apa yang menurutnya berdasarkan hukum adil bagi para pihak
berselisih / bersengketa / berkonflik tersebut.

KESADARAN HUKUM MENINGKAT = AKSES PADA PENGADILAN ≠
AKSES PADA KEADILAN
FAKTA :
Gambar 1: Grafik tentang Data Penyelesaian Konflik Melalui Jalur Pengadilan

Sumber : Cetak Biru Pembaruan Peradilan 2010-2035 Jakarta Mahkamah Agung RI, 2010 Diterbitkan oleh:
Mahkamah Agung RI, dan Laporan Tahunan Mahkamah Agung RI - Tahun 2010-2011

Kesadaran Hukum Meningkat
Namun frekuensi dan eskalasi Konflik Sosial juga tetap tinggi (Putut Eko Bayuseno : 2012)
9

KONFLIK MENINGKAT
Sistem Nasional Pemantauan Kekerasan (SNPK) : Sistem informasi yang menyediakan data dan analisis
tentang konflik dan kekerasan yang terjadi di berbagai wilayah di Indonesia. Proyek SNPK dipimpin oleh
Kemenkokesra, dengan dukungan Bank Dunia dan The Habibie Center.

http://www.snpk-indonesia.com/DataTools/Index?lang=ina&randdo=38141a91-1af9-4f1b-96da-a0cf05354e2c&userid=429853

10

Sistem Nasional Pemantauan Kekerasan (SNPK)
Periode 2010 s.d 2012

http://www.snpk-indonesia.com/DataTools/Index?lang=ina&randdo=38141a91-1af9-4f1b-96da-a0cf05354e2c&userid=429853

11

MEDIASI DI LUAR PENGADILAN

Mediasi di luar pengadilan yang menarik adalah yang dilakukan di Kabupaten Karawang terhadap
beberapa perselisihan / sengketa / konflik. Mediasi ini dilakukan dengan Mediator seorang perwira
polisi, AKP Iman Imannuddin, SIK, SH, MH, yang pada saat itu menjabat sebagai Kasat Reskrim Polres
Karawang. Ia memang telah mengikuti dan tersertifikasi sebagai seorang Mediator yang bersertifikat
dari Pusat Mediasi Nasional (PMN). Dalam melaksanakan tugasnya, tidak semua perkara diselesaikan
dengan penyidikan hingga penuntutan. Sebagai seorang Mediator yang tersertifikasi, telah merubah
pendekatan caranya bekerja sebagai seorang Reserse dengan menjadikan penegakan hukum sebagai
pilihan terakhir (Ultimum Remedium).
Dari seluruh perkara yang diselesaikan melalui cara Mediasi tersebut, telah mencegah terjadinya konflik
komunal ataupun konflik sosial di Kabupaten Karawang, bahkan dapat terselesaikan sebelum dibuatnya
Laporan Polisi karena masalah telah terselesaikan serta mencapai kesepakatan dan berdamai.

===
Mediasi di luar pengadilan atas perkara dalam Laporan Polisi tentang Tindak Pidana ITE berupa
intersepsi (penyadapan) antara PT. Agc vs Bs. Dalam perkara yang terjadi di Kota Bogor tersebut para
pihak berdamai melalui proses Mediasi yang dipimpin oleh Mediator bersertifikat dari PMN. Hasil
Mediasi tersebut dilaporkan kepada penyidik, hingga akhirnya memperoleh Penghentian Penyidikan
(SP3) dari Polres Bogor Kota, dan para pihak dapat islah kembali.
Ada juga perkara perdata sengketa jual beli saham antara Tn CT dengan Tn HB dkk. Walaupun
perkaranya tengah diperiksa oleh Majelis Hakim Mahkamah Agung RI dalam tahapan Kasasi, tetapi
sebagian besar (90 %) diantara para pihak yang bersengketa telah sepakat untuk berdamai melalui
Mediasi di luar pengadilan yang dipimpin oleh Mediator bersertifikat dari PMN, sehingga realisasi jual
beli saham dapat dilakukan sebelum putusnya perkara Kasasi di Mahkamah Agung RI.
Mediasi seharusnya “Forget the Law”, “Forget the Past”, dan “Don’t Look Back in Anger”

KEMANFAATAN MUSYAWARAH/MEDIASI
Putut Eko Bayuseno. 2012. Optimalisasi Musyawarah Sebagai Sarana Pengelolaan Konflik Dapat Meningkatkan Keamanan Di
Daerah Dalam Rangka Memperkuat Ketahanan Nasional. Esai Lemhanas PPSA XVIII. Lemhanas. Jakarta.

Data penyelesaian perkara/konflik khusus perkara yang berhubungan dengan Direktorat Reskrim Umum
pada Wilayah Hukum Polda Jawa Barat (21 Polres, 1 Polrestabes, 1 Dit Reskrim Um) per Semester I tahun
2012 (Januari s/d Juni 2012), Jumlah total perkara/konflik 15.595 kasus.
Data di olah dari sumber Dit Reskrim Um Polda Jawa Barat.
Siap dilakukan penuntutan (P.21) = 4516
perkara (28,96%)

4.93%

8,83%

5.76%
2.87%

28,96%

Belum selesai proses penyidikannya =
7588 perkara/konflik (48,66%)

Penghentian penyidikan (SP 3) = 447
Konflik (2,87%)

48,66%

musyawarah untuk mufakat ataupun
mediasi di kantor polisi setelah ada
Laporan polisi = 898 konflik (Peran
Penyelidik & Penyidik) (5,76%)
musyawarah untuk mufakat ataupun
mediasi di kantor Polisi, sebelum
timbulnya Laporan Polisi = 769 Konflik
(Peran Bhabinkamtibmas & Personil
lainnya) (4,93%)

KEMANFAATAN MUSYAWARAH/MEDIASI
Putut Eko Bayuseno. 2012. Optimalisasi Musyawarah Sebagai Sarana Pengelolaan Konflik Dapat Meningkatkan Keamanan Di
Daerah Dalam Rangka Memperkuat Ketahanan Nasional. Esai Lemhanas PPSA XVIII. Lemhanas. Jakarta.

Perbandingan Biaya Penyelesaian Konflik
Antara Melalui Musyawarah/Mediasi dan Tidak Melalui Musyawarah/Mediasi
Data di olah dari sumber Dit Reskrim Um Polda Jawa Barat.
Rp70,000,000,000

Rp60,000,000,000

Rp62.515.389.000
Rp50,000,000,000

Rp40,000,000,000

Rp30,000,000,000
Series1
Rp20,000,000,000

Rp10,000,000,000

Rp9.132.000.000
Rp0
3044 perkara/konflik diselesaikan melalui mediasi
dikalikan biaya rata rata penyelesaian sebesar Rp.
3.000.000,-

Bila 3044 perkara/konflik tidak diselesaikan melalui
mediasi maka dikalikan Rata Rata biaya Berdasarkan
Skep Kapolri No. Kep/606/XI/2011 tgl 17 Nop 2011
indeks anggaran lidik sidik perkara, sebesar Rp.
20.537.250,-

SOP tentang Pelaksanaan Tugas
Bhabinkamtibmas Oktober 2011
Fungsi Bhabinkamtibmas
• 2 f memediasi dan memfasilitasi upaya
pemecahan masalah yang terjadi di masyarakat;
Peran Bhabinkamtibmas
• 3 c mediator dan fasilitator dalam penyelesaian
permasalahan-permasalahan sosial yang terjadi
di masyarakat Desa/ Kelurahan

HEMAT ? (ilustrasi)
INSTANSI, IF…

IF…, JUMLAH INSTANSI X BIAYA
PENANGANAN PERKARA

TOTAL

POLSEK
1 perkara / 1 bulan

4000 x @ Rp. 500.000
anggaran per perkara

Rp.

2.000.000.000

POLRES
1 perkara / 1 bulan

400 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

400.000.000

POLDA
1 perkara / 1 bulan

25 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

25.000.000

KEJAKSAAN
1 perkara / 1 bulan

300 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

300.000.000

PENGADILAN
1 perkara / 1 bulan

300 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

300.000.000

Penghematan Anggaran
Negara Perbulan

Rp. 3.025.000.000 +
Potential Lost (Social Cost)

Biaya Penyelesaian Sengketa
Indicator
WAKTU (days)
BIAYA (% of
KERUGIAN)

Indonesia
570
122.7

East Asia & Pacific
519
47.8

OECD
518
19.7

Doing Business 2012: Data for Indonesia (WB)
Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD - Organisation for Economic Co-operation and Development)

Hambatan Mediasi
Mediasi vs Paradigma Keadilan yang Legisme
•Pelanggaran adalah Wanprestasi, Onrechmatmatige Daad,
Wederrechttelick.
•Ada aturan yang dilanggar. Cara penyelesaian sesuai dengan aturan
hukum dan hukum acara.
•Keadilan: Adil jika perbuatan sesuai dengan hukum. Adil jika salah
telah dihukum sesuai dengan aturan yang berlaku
Mediasi : Keadilan adalah kepentingan para pihak terpenuhi,
keadaan masing-masing pihak terpulihkan, kepentingan yang lebih
besar tidak terganggu, hubungan menjadi lebih terbuka, tanpa
pembuktian formal, tanpa benar salah, keputusan dibuat dan
disepakati para pihak.
Mediasi : memulihkan hubungan yang rusak = Restorative Justice

Tidak ada yang salah dengan
Konsepsi Hukum yang Legisme tersebut.
Hanya saja masyarakat pada umumnya dan para pengemban profesi hukum
menjadi terorientasikan pada makna keadilan yang legisme pula.
Konsepsi hukum atas makna “pelanggaran” yang legisme, yang terfokus pada
makna keadilan yang legisme pula tersebut, berbeda dengan prespektif dari
keadilan yang memulihkan (Restorative Justice).
VS
Mediasi : Keadilan adalah kepentingan para pihak terpenuhi, keadaan
masing-masing pihak terpulihkan, kepentingan yang lebih besar tidak
terganggu, hubungan menjadi lebih terbuka, tanpa pembuktian formal,
tanpa benar salah, keputusan dibuat dan disepakati para pihak

Yurisprudensi atau Sekedar Preseden ?







Perkara 378 jo 372 KUHP- LP/43/IX/2007/DIR RESKRIM POLDA DIY – Pelapor Cabut
Penyidik & Penuntut tetap Lanjut  Sidang PN Yogyakarta
PUT PN Yogyakarta: No. 317/PID.B/2008 Pencabutan Pengaduan Dikabulkan &
Penuntutan Tidak dapat Diterima
PUT PT Yogyakarta:No. 01/PID/PLW/2009/PT.YK : Persidangan PN Yogyakarta
Batal Demi Hukum
PUT Kasasi MA RI: No. 1600 K/PID/2009 : Pencabutan Pengaduan Dikabulkan &
Penuntutan Tidak dapat Diterima

Mediasi  Damai  Cabut Laporan  Tdk Cukup Bukti ?
Mediasi  Damai  Bukan Peraka Pidana ?
Mediasi  Damai  Demi Hukum  Diskresi  Restorative Justice ? (vide Pasal 18
UU No. 2 Tahun 2002 jo Pasal 30 ayat 4 UUD 1945)  Ultimum Remedium

Konsepsi Humanis Restorative Justice
Prespektif Restorative Justice :
1.

Bahwa Pelanggaran adalah suatu perbuatan yang mungkin keliru
dilakukan oleh pihak
tertentu sehingga membuat hubungan
(relationship) diantara pihak tertentu tersebut dengan para pihak lainya
yang terkait menjadi rusak.

2.

Bahwa hubungan yang menjadi rusak tersebut, harus diperbaiki,
dipulihkan, disembuhkan dengan sebisa mungkin menempatkan hal
yang benar (to put things right as possible)

3.

Bahwa perlu dilakukan upaya yang mendorong seluruh pihak terkait
untuk mengerti/memahami akibat/konsekuensi dari suatu pelanggaran.
Selanjutnya berupaya memastikan bahwa seluruh pihak terkait berniat
dan merealisasikan tindakan sebanyak mungkin menempatkan hal yang
benar, dalam rangka merajut kembali atau memperbaiki hubungan yang
telah rusak.
23

Prespektif Legisme.
•Pelanggaran UU
•Siapa yang Salah atau Benar
•Pembuktian menjadi utama
•Menyalahkan perilaku di masa lalu
•Nememis “pembalasan” /hukuman
•Keadilan sesuai undang undang
•Ketidakpuasan






Prespektif Restorative Justice
Pelanggaran / Perusakan (Harms) Relationship
Merubah perilaku di masa yang akan datang
Mengobati, memulihkan, memperbaiki relationship
Semua pihak terkait bertanggungjawab
Kebersamaan mengidentifikasi dan memetakan kerugiankerugian, kebutuhan dan tindakan yang perlu dilakukan untuk
memulihkan relationship
24

Anggapan Keliru !
Restorative Justice seringkali dianggap semata sebagai suatu
bentuk pemaafan atau pengampunan!
Bahwa benar dengan pemaafan (ataupun pengampunan) maka
suatu hubungan yang rusak akan menjadi pulih, namun dalam
Restorative Justice tidak selalu harus ada unsur pemaafan.
Restorative Justice tidak hanya terfokus pada korban, akan
tetapi concern pula terhadap pihak pelanggar dan pihak lain
yang terdampak. Menjadi lebih utama adalah sebisa mungkin
menempatkan hal yang benar, agar kondisi/keadaan/suatu
relationship pada masa yang akan datang menjadi lebih baik.

Anggapan Keliru !
Restorative Justice dianggap berbeda arah dengan Criminal
Justice System dan Civil Justice System bahkan ada anggapan
keberadaannya menjadi tumpang tindih dengan Justice System
yang telah ada.
Bahwa Restorative Justice adalah konsepsi atas makna keadilan.
Dengan Restorative Justice kita berupaya mereorientasi kembali
bagaimana kita perlu memahami makna keadilan yang lebih
dalam.

Apakah suatu kondisi dimana seseorang yang terbukti melakukan perbuatan
melawan hukum (pelaku) dan telah dijatuhi sanksi dapat diartikan bahwa
keadilan telah ditegakkan? Dalam konsepsi CJS, kondisi demikian dapat
dikatakan telah memenuhi rasa keadilan. Hukuman yang setimpal adalah
suatu keadilan
Bagaimana dengan keberlangsungan kehidupan istrinya dan anak dari
pelaku?
Bagaimana dengan keluarga korban yang sering kali tidak dapat menerima
putusan dari Majelis Hakim yang dianggap tidak cukup memuaskan ?
Bagaimana dengan keberlangsungan kehidupan 1000 karyawan yang
perusahaan tempatnya bekerja, dinyatakan pailit oleh putusan pengadilan
atas adanya gugatan pailit pihak kreditur? Siapa yang harus bertanggung
jawab atas keberlangsungan kehidupan karyawan tersebut? Bukankah
pemerintah juga bertanggung jawab untuk menciptakan lapangan kerja?
CJS atau penegakan hukum adalah perlu, namun menjadi lebih baik bila
bersamaan dengan itu dilakukan pula upaya “to put things right as possible”,
sebagaimana prespektif dari Restorative Justice.

To put things right as possible
(memulihkan kembali kepada kondisi yang benar/tepat)
Prespektif Restorative Justice, Pelanggaran itu menggambarkan adanya
hubungan (relationship) yang rusak.
Adanya hubungan yang rusak potensial menjadi sebab dan berdampak pada
Pelanggaran. Sebaliknya Pelanggaran juga mengakibatkan hubungan menjadi
rusak.
“The Harm of one is the harm of all”.
Perbuatan “harms” seperti membahayakan; merugikan; merusak; menyakiti;
melukai; mengganggu; mencelakakan; menjahati, dll adalah tindakan keliru
yang perlu diperbaiki dan ditempatkan kembali menjadi benar.
Menjadi kewajiban bagi semua pihak terkait yang berkepentingan yaitu
pelaku, korban, komunitas (masyarakat sekitar, pemerintah daerah, para
pengemban profesi hukum dll) untuk sebisa mungkin menempatkan hal yang
benar.

Restorative Justice
Peduli :
PELAKU, KORBAN, KOMUNITAS
HARMS, NEEDS, OBLIGATIONS

sebisa mungkin menempatkan hal yang benar dan tepat
dalam rangka memulihkan

Restorative Justice tidak dimaksudkan menggatikan CJS.
Restorative Justice dan CJS seyogyanya dipandang dan
dipahami secara lebih utuh sebagai konsepsi atas makna
keadilan dalam rangka melaksanakan Pembangunan
Perdamaian (Peacebuilding)

Peta Pembangunan Perdamaian
Meningkatkan
Kapasitas
1. Kerma Pendidikan Perdamaian
2. Kerma Penelitian dan Evaluasi
3. Kerma Pembangunan dalam
segala bidang

Mengobarkan
Anti Kekerasan
1. Membangkitkan Kesadaran dan
Kepedulian Stake Holder NKRI
2. Meningkatkan Rasa/Sikap/Perilaku
Saling Ketergantungan
(membangun kebersamaan)

Meredam Kekerasan
1. Preventing Victimization; restraining
offenders; Create a space for cooling
down; Cease-Fire Agreements;
Peacekeeping; Humanitarian Assistance
2. Early Warning dan Response Program
3. Legal & Judicial Systems
Criminal Justice System (CJS)
(to maintain order, not revenge)

Transformasi Hubungan
1.
2.
3.
4.
5.

Governance & Policymaking
Trauma Healing & Recovery Programs
Ritual & Symbolic Transformation
Restorative Justice
Conflict Transformation :
- Dialogue;
- Negotiation;
- Mediation.

Adaptasi : The Cycle of Peacebuilding, Strategic Peacebuilding, Lisa Schirch oleh Rachman, Jusril, Poeloengan (2012)

Terima Kasih
Mediasi di luar pengadilan di Indonesia, seharusnya dapat berkembang dengan pesat dengan
masih berlakunya Pancasila sebagai Dasar Negara dan Faslafah Bangsa Indonesia.
Musyawarah untuk mufakat, Kekeluargaan dan Gotong Royong adalah diantara nilai-nilai Pancasila
yang universal akan bermetamorfosis hingga terwujud, tercermin dan selaras dengan semangat
dalam Mediasi itu sendiri.
Berkembangnya Restorative Justice yang dapat mereorientasikan kembali makna Keadilan, yang
ternyata sejalan dengan nilai-nilai universal dari Pancasila, seharusnya dapat menjadi stimulan
dalam mempercepat perkembangan Mediasi di Indonesia.
Masa depan, diperlukan upaya bersama seluruh stake holder, khususnya pembuat kebijakan
dengan mengingat “law as a social tool engineering”, untuk segera berperan aktif, menaruh
perhatian dan turut serta melakukan perancangan UU tentang Mediasi.
UU tentang Mediasi sekaligus guna menselaraskan dan mengharmonisasikan ketentutanketentuan Mediasi yang masih tersebar dalam peraturan perundang-undangan lainnya, sehingga
tercapai kesamaan makna, hakikat dan pengimplementasian Mediasi sebagai Revitalisasi dan
Aktualisasi Pancasila, yang pada akhirnya berperan penting dalam terciptanya Kondisi Damai dan
Sejehtera bagi Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

SEGITIGA MEDIASI,
SUMBER PUSAT MEDIASI
NASIONAL (PMN) 2012

Pusat Mediasi Nasional.
2012. Mediation Triangles
and Mediation Skills.
Pelatihan Mediasi 40 jam
Angkatan 42, 10-14
September 2012, Jakarta.
Segitiga Mediasi ini
diadaptasi dari Boule,
Laurance., & Hwee, The
Hwee. 2000. Mediation:
Principles Process
Practice (Singapore
Edition). Butterworths
Asia & Singapore
Mediation Centre. Hal 99114.

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.1/2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
Pasal 147

Penyelesaian sengketa di bidang perumahan terlebih dahulu diupayakan berdasarkan musyawarah
untuk mufakat.

Pasal 148
(1) Dalam hal penyelesaian sengketa melalui musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, pihak yang
dirugikan dapat menggugat melalui pengadilan yang berada di lingkungan pengadilan umum atau
di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa melalui alternatif
penyelesaian sengketa.
(2) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
melalui arbitrase, konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan/atau penilaian ahli sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. UU yang mana?
(3) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
menghilangkan tanggung jawab pidana.

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.32/2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Dalam penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan dapat digunakan jasa
mediator dan/atau arbiter untuk membantu menyelesaikan sengketa lingkungan hidup, (Pasal
85 ayat 3) Mediasi tidak wajib dan tidak ada penjelasan lebih detil ttg mediasi.



UU No.14/2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik
Komisi Informasi adalah lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan Undang-Undang ini dan
peraturan pelaksanaannya, menetapkan petunjuk teknis standar layanan informasi publik dan
menyelesaikan sengketa informasi publik melalui mediasi dan/atau ajudikasi nonlitigasi
(Pasal 1 ayat 4) Mediator dan Pemutus sengketa
Pasal 40 (1) Penyelesaian sengketa melalui Mediasi merupakan pilihan para pihak dan bersifat
sukarela. Namun, Pasal 42, Penyelesaian Sengketa Informasi Publik melalui Ajudikasi
nonlitigasi oleh Komisi Informasi hanya dapat ditempuh apabila upaya Mediasi dinyatakan
tidak berhasil secara tertulis oleh salah satu atau para pihak yang bersengketa, atau salah satu
atau para pihak yang bersengketa menarik diri dari perundingan. Wajibkah atau pilihankah

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.39/1999 Tentang Hak Asasi Manusia
Komisi Nasional Hak Asasi yang selanjutnya disebut Komnas HAM adalah lembaga mandiri yang
berkedudukan setingkat dalam negara lainya yang berfungsi melaksanakan pengkajian,
penelitian, penyaluran, pemantauan, dan mediasi hak asasi manusia, Pasal 1 ayat 7 jo. Pasal
76. Definisi mediasi tidak dijelaskan
Pasal 89 ayat 4, Untuk melaksanakan fungsi Komnas HAM dalam mediasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 76, Komnas HAM bertugas dan berwenang melakukan: a. perdamaian
kedua belah pihak; b. penyelesaian perkara melaui cara konsultasi, negosiasi, mediasi,
konsiliasi, dan penilaian ahli; c. pemberian saran kepada para pihak untuk menyelesaikan
sengketa melalui pengadilan; d. penyampaian rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak
asasi manusia kepada Pemerintah untuk ditindaklanjuti penyelesaiannya; dan e. penyampaian
rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak asasi manusia kepada Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia untuk ditindaklanjuti. Fungsi Mediasi, namun di dalamnya termasuk
konsultasi, negosiasi, dll. Menyarankan para pihak untuk menyelesaikan sengketa melalui
pengadilan adalah TABU bagi mediator.

UU No. 30 Tahun 1999 Tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
 Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar
peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat
secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. (Pasal 1 ayat 1 UU
30/1999)
 Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa
atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni
penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi,
mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. (Pasal 1 ayat 10 UU 30/1999)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009
TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN

Upaya penyelesaian sengketa perdata dapat dilakukan di luar pengadilan
negara melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa. (Pasal 58
UU No.48/2009)


Arbitrase merupakan cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar
pengadilan yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara
tertulis oleh para pihak yang bersengketa. (Pasal 59 ayat 1 UU No.48/2009)



Alternatif Penyelesaian Sengketa merupakan lembaga penyelesaian
sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak,
yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi,
mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. (Pasal 60 ayat 1 UU No.48/2009)
©PMN 2013

37

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen jo
KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN
REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 350/MPP/Kep/12/2001 TENTANG
PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG BADAN PENYELESAIAN
SENGKETA KONSUMEN
Persidangan Dengan Cara Mediasi

Pasal 30
Majelis dalam menyelesaikan sengketa konsumen dengan cara Mediasi, mempunyai tugas :
a. memanggil konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
b. memanggil saksi dan saksi ahli bila diperlukan;
c. menyediakan forum bagi konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
d. secara aktif mendamaikan konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
e. secara aktif memberikan saran atau anjuran penyelesaian sengketa konsumen sesuai dengan
peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan konsumen.
Pasal 31
Tata cara penyelesaian sengketa konsumen dengan cara Mediasi adalah :
a. Majelis menyerahkan sepenuhnya proses penyelesaian sengketa kepada konsumen dan pelaku usaha
yang bersangkutan, baik mengenai bentuk maupun jumlah ganti rugi;
b. Majelis bertindak aktif sebagai Mediator dengan memberikan nasehat, petunjuk, saran dan upayaupaya lain dalam menyelesaikan sengketa;
c. Majelis menerima hasil musyawarah konsumen dan pelaku usaha dan mengeluarkan ketentuan.


Slide 30

PERKEMBANGAN MEDIASI
DI LUAR PENGADILAN
DI INDONESIA
Andrea Hynan Poeloengan, SH (Unibraw), M.Hum (Unpar), MTCP (Uni of Wollongong)
Workshop Internasional
Perkembangan Mediasi di Indonesia, Jepang dan Australia
Masa Kini Menuju Masa Depan
Rabu, 21 Agustus 2013
Pengadilan Negeri Kelas 1B Cibinong
Kabupaten Bogor

Perma No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan
Pasal 2
Ruang lingkup dan Kekuatan Berlaku Perma
1. Peraturan Mahkamah Agung ini hanya berlaku untuk mediasi yang terkait dengan
proses berperkara di Pengadilan.
2. Setiap hakim, mediator dan para pihak wajib mengikuti prosedur penyelesaian
sengketa melalui mediasi yang diatur dalam Peraturan ini.
3. Tidak menempuh prosedur mediasi berdasarkan Peraturan ini merupakan
pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 130 HIR dan atau Pasal 154 Rbg yang
mengakibatkan putusan batal demi hukum.
4. Hakim dalam pertimbangan putusan perkara wajib menyebutkan bahwa perkara
yang bersangkutan telah diupayakan perdamaian melalui mediasi dengan
menyebutkan nama mediator untuk perkara yang bersangkutan.
Pasal 23
Mediator yang telah tersertifikasi dimungkinkan untuk melakukan Mediasi di luar
pengadilan dengan hasil kesepakatannya dapat diajukan ke pengadilan untuk
memperoleh akta perdamaian dengan cara mengajukan gugatan

KEUTAMAAN PANCASILA
Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011
Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
telah menegaskan bahwa :
PANCASILA adalah
SUMBER DARI SEGALA SUMBER HUKUM
TAP MPR NO.: II/MPR/1978 yang digantikan dengan
TAP MPR NO.: XVIII/MPR/1998
telah menegaskan bahwa
PANCASILA adalah DASAR NEGARA
PANCASILA MENGANDUNG NILAI NILAI LESTARI DAN
UNIVERSAL YANG WAJIB DIUTAMAKAN/DIDAHULUKAN
DALAM RANGKA MEMBANGUN SELURUH SENDI
KEHIDUPAN BERMASYARAKAT, BERBANGSA &
BERNEGARA.

KEUTAMAAN BERMUSYAWARAH

PANCASILA adalah
SUMBER DARI SEGALA SUMBER HUKUM
PANCASILA MENGANDUNG NILAI NILAI LESTARI DAN
UNIVERSAL YANG HARUS DIUTAMAKAN/DIDAHULUKAN
UNTUK MENYELESAIKAN DAN MENGAKHIRI KONFLIK.
NILAI NILAI TERSEBUT TERKANDUNG DALAM SILA
KEEMPAT PANCASILA YANG MENGEDEPANKAN :
KEUTAMAAN MUSYAWARAH UNTUK MUFAKAT
BERDASARKAN ASAS KEKELUARGAAN

Nilai-Nilai Universal Pancasila
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat.
Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.
Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk
kepentingan bersama.
Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat
kekeluargaan.
Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan
melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai hati nurani yang
luhur.
Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggung-jawabkan secara
moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan
martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan

Musyawarah untuk mufakat adalah memang cara penyelesaian perselisihan yang paling
sesuai dengan Pancasila.
NAMUN bagaimana bermusyawarah untuk mufakat, yang lebih berdaya guna dan
berhasil guna, sehingga peluang tercapainya kesepakatan bagi para pihak menjadi lebih
besar ?
Teknik dan metode bermusyawarah untuk mufakat, yang lebih berdaya guna dan berhasil
guna, sehingga peluang tercapainya kesepakatan bagi para pihak menjadi lebih besar,
itulah yang dikenal dengan :
“MEDIASI”

Melalui pengembangan dan pemuktahiran teknik-teknik, metode tahapannya yang sangat
sistematis, dan bantuan dari orang yang berkeahlian, terlatih, terdidik untuk menjadi
seorang Mediator, yang bertugas bukan untuk memutus, melainkan diantaranya untuk
mendorong, membantu pihak berselisih/bersengketa/berkonflik menemukan peluangpeluang yang menurut para pihak adalah terbaik bagi kepentingan bersama para pihak.
Mediasi menjadikan musyawarah mufakat lebih efektif dan efisien, juga dapat
mentransformasi hubungan antara para pihak menjadi lebih terbuka.
MEDIASI BAGI BANGSA INDONESIA, SEYOGIANYA MENJADI UPAYA UTAMA YANG
HARUS DIDAHULUKAN DALAM PENYELESAIAN
PERSELISIHAN/SENGKETA/KONFLIK SEBAGAI AKTUALISASI NILAI-NILAI
UNIVERSAL PANCASILA
Maka, Perma No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan, merupakan bagian dari
aktualisasi nilai-nilai universal Pancasila tersebut

Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 tahun 2008 (PerMa 1/2008)
mendefinisikan Mediasi sebagai cara penyelesaian sengketa melalui proses
perundingan untuk memperoleh kesepakatan dengan dibantu oleh Mediator

Mediasi adalah suatu proses negosiasi dipandu dibantu oleh orang yang terpercaya.
Mediator membantu pihak berkonflik untuk berbagi perspektif dan pengalaman
mereka, mengidentifikasi kebutuhan yang mendasar, bertukar pikiran tentang
pilihan kreatif untuk mengatasi kebutuhan, dan kemudian membuat kesepakatan
akhir. (Lisa Schirch : 2004)
Mediasi sebagai intervensi terhadap suatu sengketa atau negosiasi yang dilakukan
oleh pihak ketiga yang dapat diterima, tidak berpihak/netral, yang tidak mempunyai
kewenangan untuk mengambil keputusan dalam membantu para pihak berselisih
dalam upaya mencari kesepakatan sukarela dalam menyelesaikan permasalahan
yang disengketakan (Christopher Moore: 2003)
Mediasi adalah sarana agar membiasakan Bangsa Indonesia berkonflik dengan cara
yang baik dan benar, untuk mencegah meluasnya, bahkan meningkatnya ekskalasi
konflik dalam rangka mewujudkan Perdamaian, Kesejahteraan, dan Menjaga
Keutuhan NKRI. (Rachman, Jusril, Poeloengan : 2012)
Mediasi merupakan sistem penyelesaian secara damai yang selaras dengan jiwa Sila
Keempat dan Nilai Luhur dari Ke-Bhinneka-Tunggal-Ika-an yang tidak berorientasi
mencari-cari perbedaan, tidak berpretensi mencari siapa yang salah atau siapa yang
benar, melainkan berorientasi pada suatu kesamaan terakomodirnya kebutuhan
atau kepentingan para pihak berkonflik. (Putut Eko Bayuseno : 2012)

Undang Undang No. 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial
telah mengamanatkan untuk mengembangkan sistem penyelesaian
perselisihan secara damai. Dalam Pasal 8 Undang-undang tersebut
dinyatakan bahwa:
1.Penyelesaian perselisihan dalam masyarakat dilakukan secara
damai.
2.Penyelesaian secara damai sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengutamakan musyawarah untuk mufakat.
3.Hasil musyawarah mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
mengikat para pihak.
Penyelesaian perselisihan yang secara damai perlu dimaknai, bahwa
para pihak yang berselisih / bersengketa / berkonflik secara sukarela
melaksanakan hasil kesepakatan perdamaian tanpa merasa
dipaksakan.
Perdamaian yang demikian itu adalah lebih lestari dibandingkan
perdamaian yang dipaksakan oleh pihak ketiga yang lebih berperan
layaknya pemutus dan pengadil, untuk memutuskan dan mengadili
apa yang menurutnya berdasarkan hukum adil bagi para pihak
berselisih / bersengketa / berkonflik tersebut.

KESADARAN HUKUM MENINGKAT = AKSES PADA PENGADILAN ≠
AKSES PADA KEADILAN
FAKTA :
Gambar 1: Grafik tentang Data Penyelesaian Konflik Melalui Jalur Pengadilan

Sumber : Cetak Biru Pembaruan Peradilan 2010-2035 Jakarta Mahkamah Agung RI, 2010 Diterbitkan oleh:
Mahkamah Agung RI, dan Laporan Tahunan Mahkamah Agung RI - Tahun 2010-2011

Kesadaran Hukum Meningkat
Namun frekuensi dan eskalasi Konflik Sosial juga tetap tinggi (Putut Eko Bayuseno : 2012)
9

KONFLIK MENINGKAT
Sistem Nasional Pemantauan Kekerasan (SNPK) : Sistem informasi yang menyediakan data dan analisis
tentang konflik dan kekerasan yang terjadi di berbagai wilayah di Indonesia. Proyek SNPK dipimpin oleh
Kemenkokesra, dengan dukungan Bank Dunia dan The Habibie Center.

http://www.snpk-indonesia.com/DataTools/Index?lang=ina&randdo=38141a91-1af9-4f1b-96da-a0cf05354e2c&userid=429853

10

Sistem Nasional Pemantauan Kekerasan (SNPK)
Periode 2010 s.d 2012

http://www.snpk-indonesia.com/DataTools/Index?lang=ina&randdo=38141a91-1af9-4f1b-96da-a0cf05354e2c&userid=429853

11

MEDIASI DI LUAR PENGADILAN

Mediasi di luar pengadilan yang menarik adalah yang dilakukan di Kabupaten Karawang terhadap
beberapa perselisihan / sengketa / konflik. Mediasi ini dilakukan dengan Mediator seorang perwira
polisi, AKP Iman Imannuddin, SIK, SH, MH, yang pada saat itu menjabat sebagai Kasat Reskrim Polres
Karawang. Ia memang telah mengikuti dan tersertifikasi sebagai seorang Mediator yang bersertifikat
dari Pusat Mediasi Nasional (PMN). Dalam melaksanakan tugasnya, tidak semua perkara diselesaikan
dengan penyidikan hingga penuntutan. Sebagai seorang Mediator yang tersertifikasi, telah merubah
pendekatan caranya bekerja sebagai seorang Reserse dengan menjadikan penegakan hukum sebagai
pilihan terakhir (Ultimum Remedium).
Dari seluruh perkara yang diselesaikan melalui cara Mediasi tersebut, telah mencegah terjadinya konflik
komunal ataupun konflik sosial di Kabupaten Karawang, bahkan dapat terselesaikan sebelum dibuatnya
Laporan Polisi karena masalah telah terselesaikan serta mencapai kesepakatan dan berdamai.

===
Mediasi di luar pengadilan atas perkara dalam Laporan Polisi tentang Tindak Pidana ITE berupa
intersepsi (penyadapan) antara PT. Agc vs Bs. Dalam perkara yang terjadi di Kota Bogor tersebut para
pihak berdamai melalui proses Mediasi yang dipimpin oleh Mediator bersertifikat dari PMN. Hasil
Mediasi tersebut dilaporkan kepada penyidik, hingga akhirnya memperoleh Penghentian Penyidikan
(SP3) dari Polres Bogor Kota, dan para pihak dapat islah kembali.
Ada juga perkara perdata sengketa jual beli saham antara Tn CT dengan Tn HB dkk. Walaupun
perkaranya tengah diperiksa oleh Majelis Hakim Mahkamah Agung RI dalam tahapan Kasasi, tetapi
sebagian besar (90 %) diantara para pihak yang bersengketa telah sepakat untuk berdamai melalui
Mediasi di luar pengadilan yang dipimpin oleh Mediator bersertifikat dari PMN, sehingga realisasi jual
beli saham dapat dilakukan sebelum putusnya perkara Kasasi di Mahkamah Agung RI.
Mediasi seharusnya “Forget the Law”, “Forget the Past”, dan “Don’t Look Back in Anger”

KEMANFAATAN MUSYAWARAH/MEDIASI
Putut Eko Bayuseno. 2012. Optimalisasi Musyawarah Sebagai Sarana Pengelolaan Konflik Dapat Meningkatkan Keamanan Di
Daerah Dalam Rangka Memperkuat Ketahanan Nasional. Esai Lemhanas PPSA XVIII. Lemhanas. Jakarta.

Data penyelesaian perkara/konflik khusus perkara yang berhubungan dengan Direktorat Reskrim Umum
pada Wilayah Hukum Polda Jawa Barat (21 Polres, 1 Polrestabes, 1 Dit Reskrim Um) per Semester I tahun
2012 (Januari s/d Juni 2012), Jumlah total perkara/konflik 15.595 kasus.
Data di olah dari sumber Dit Reskrim Um Polda Jawa Barat.
Siap dilakukan penuntutan (P.21) = 4516
perkara (28,96%)

4.93%

8,83%

5.76%
2.87%

28,96%

Belum selesai proses penyidikannya =
7588 perkara/konflik (48,66%)

Penghentian penyidikan (SP 3) = 447
Konflik (2,87%)

48,66%

musyawarah untuk mufakat ataupun
mediasi di kantor polisi setelah ada
Laporan polisi = 898 konflik (Peran
Penyelidik & Penyidik) (5,76%)
musyawarah untuk mufakat ataupun
mediasi di kantor Polisi, sebelum
timbulnya Laporan Polisi = 769 Konflik
(Peran Bhabinkamtibmas & Personil
lainnya) (4,93%)

KEMANFAATAN MUSYAWARAH/MEDIASI
Putut Eko Bayuseno. 2012. Optimalisasi Musyawarah Sebagai Sarana Pengelolaan Konflik Dapat Meningkatkan Keamanan Di
Daerah Dalam Rangka Memperkuat Ketahanan Nasional. Esai Lemhanas PPSA XVIII. Lemhanas. Jakarta.

Perbandingan Biaya Penyelesaian Konflik
Antara Melalui Musyawarah/Mediasi dan Tidak Melalui Musyawarah/Mediasi
Data di olah dari sumber Dit Reskrim Um Polda Jawa Barat.
Rp70,000,000,000

Rp60,000,000,000

Rp62.515.389.000
Rp50,000,000,000

Rp40,000,000,000

Rp30,000,000,000
Series1
Rp20,000,000,000

Rp10,000,000,000

Rp9.132.000.000
Rp0
3044 perkara/konflik diselesaikan melalui mediasi
dikalikan biaya rata rata penyelesaian sebesar Rp.
3.000.000,-

Bila 3044 perkara/konflik tidak diselesaikan melalui
mediasi maka dikalikan Rata Rata biaya Berdasarkan
Skep Kapolri No. Kep/606/XI/2011 tgl 17 Nop 2011
indeks anggaran lidik sidik perkara, sebesar Rp.
20.537.250,-

SOP tentang Pelaksanaan Tugas
Bhabinkamtibmas Oktober 2011
Fungsi Bhabinkamtibmas
• 2 f memediasi dan memfasilitasi upaya
pemecahan masalah yang terjadi di masyarakat;
Peran Bhabinkamtibmas
• 3 c mediator dan fasilitator dalam penyelesaian
permasalahan-permasalahan sosial yang terjadi
di masyarakat Desa/ Kelurahan

HEMAT ? (ilustrasi)
INSTANSI, IF…

IF…, JUMLAH INSTANSI X BIAYA
PENANGANAN PERKARA

TOTAL

POLSEK
1 perkara / 1 bulan

4000 x @ Rp. 500.000
anggaran per perkara

Rp.

2.000.000.000

POLRES
1 perkara / 1 bulan

400 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

400.000.000

POLDA
1 perkara / 1 bulan

25 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

25.000.000

KEJAKSAAN
1 perkara / 1 bulan

300 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

300.000.000

PENGADILAN
1 perkara / 1 bulan

300 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

300.000.000

Penghematan Anggaran
Negara Perbulan

Rp. 3.025.000.000 +
Potential Lost (Social Cost)

Biaya Penyelesaian Sengketa
Indicator
WAKTU (days)
BIAYA (% of
KERUGIAN)

Indonesia
570
122.7

East Asia & Pacific
519
47.8

OECD
518
19.7

Doing Business 2012: Data for Indonesia (WB)
Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD - Organisation for Economic Co-operation and Development)

Hambatan Mediasi
Mediasi vs Paradigma Keadilan yang Legisme
•Pelanggaran adalah Wanprestasi, Onrechmatmatige Daad,
Wederrechttelick.
•Ada aturan yang dilanggar. Cara penyelesaian sesuai dengan aturan
hukum dan hukum acara.
•Keadilan: Adil jika perbuatan sesuai dengan hukum. Adil jika salah
telah dihukum sesuai dengan aturan yang berlaku
Mediasi : Keadilan adalah kepentingan para pihak terpenuhi,
keadaan masing-masing pihak terpulihkan, kepentingan yang lebih
besar tidak terganggu, hubungan menjadi lebih terbuka, tanpa
pembuktian formal, tanpa benar salah, keputusan dibuat dan
disepakati para pihak.
Mediasi : memulihkan hubungan yang rusak = Restorative Justice

Tidak ada yang salah dengan
Konsepsi Hukum yang Legisme tersebut.
Hanya saja masyarakat pada umumnya dan para pengemban profesi hukum
menjadi terorientasikan pada makna keadilan yang legisme pula.
Konsepsi hukum atas makna “pelanggaran” yang legisme, yang terfokus pada
makna keadilan yang legisme pula tersebut, berbeda dengan prespektif dari
keadilan yang memulihkan (Restorative Justice).
VS
Mediasi : Keadilan adalah kepentingan para pihak terpenuhi, keadaan
masing-masing pihak terpulihkan, kepentingan yang lebih besar tidak
terganggu, hubungan menjadi lebih terbuka, tanpa pembuktian formal,
tanpa benar salah, keputusan dibuat dan disepakati para pihak

Yurisprudensi atau Sekedar Preseden ?







Perkara 378 jo 372 KUHP- LP/43/IX/2007/DIR RESKRIM POLDA DIY – Pelapor Cabut
Penyidik & Penuntut tetap Lanjut  Sidang PN Yogyakarta
PUT PN Yogyakarta: No. 317/PID.B/2008 Pencabutan Pengaduan Dikabulkan &
Penuntutan Tidak dapat Diterima
PUT PT Yogyakarta:No. 01/PID/PLW/2009/PT.YK : Persidangan PN Yogyakarta
Batal Demi Hukum
PUT Kasasi MA RI: No. 1600 K/PID/2009 : Pencabutan Pengaduan Dikabulkan &
Penuntutan Tidak dapat Diterima

Mediasi  Damai  Cabut Laporan  Tdk Cukup Bukti ?
Mediasi  Damai  Bukan Peraka Pidana ?
Mediasi  Damai  Demi Hukum  Diskresi  Restorative Justice ? (vide Pasal 18
UU No. 2 Tahun 2002 jo Pasal 30 ayat 4 UUD 1945)  Ultimum Remedium

Konsepsi Humanis Restorative Justice
Prespektif Restorative Justice :
1.

Bahwa Pelanggaran adalah suatu perbuatan yang mungkin keliru
dilakukan oleh pihak
tertentu sehingga membuat hubungan
(relationship) diantara pihak tertentu tersebut dengan para pihak lainya
yang terkait menjadi rusak.

2.

Bahwa hubungan yang menjadi rusak tersebut, harus diperbaiki,
dipulihkan, disembuhkan dengan sebisa mungkin menempatkan hal
yang benar (to put things right as possible)

3.

Bahwa perlu dilakukan upaya yang mendorong seluruh pihak terkait
untuk mengerti/memahami akibat/konsekuensi dari suatu pelanggaran.
Selanjutnya berupaya memastikan bahwa seluruh pihak terkait berniat
dan merealisasikan tindakan sebanyak mungkin menempatkan hal yang
benar, dalam rangka merajut kembali atau memperbaiki hubungan yang
telah rusak.
23

Prespektif Legisme.
•Pelanggaran UU
•Siapa yang Salah atau Benar
•Pembuktian menjadi utama
•Menyalahkan perilaku di masa lalu
•Nememis “pembalasan” /hukuman
•Keadilan sesuai undang undang
•Ketidakpuasan






Prespektif Restorative Justice
Pelanggaran / Perusakan (Harms) Relationship
Merubah perilaku di masa yang akan datang
Mengobati, memulihkan, memperbaiki relationship
Semua pihak terkait bertanggungjawab
Kebersamaan mengidentifikasi dan memetakan kerugiankerugian, kebutuhan dan tindakan yang perlu dilakukan untuk
memulihkan relationship
24

Anggapan Keliru !
Restorative Justice seringkali dianggap semata sebagai suatu
bentuk pemaafan atau pengampunan!
Bahwa benar dengan pemaafan (ataupun pengampunan) maka
suatu hubungan yang rusak akan menjadi pulih, namun dalam
Restorative Justice tidak selalu harus ada unsur pemaafan.
Restorative Justice tidak hanya terfokus pada korban, akan
tetapi concern pula terhadap pihak pelanggar dan pihak lain
yang terdampak. Menjadi lebih utama adalah sebisa mungkin
menempatkan hal yang benar, agar kondisi/keadaan/suatu
relationship pada masa yang akan datang menjadi lebih baik.

Anggapan Keliru !
Restorative Justice dianggap berbeda arah dengan Criminal
Justice System dan Civil Justice System bahkan ada anggapan
keberadaannya menjadi tumpang tindih dengan Justice System
yang telah ada.
Bahwa Restorative Justice adalah konsepsi atas makna keadilan.
Dengan Restorative Justice kita berupaya mereorientasi kembali
bagaimana kita perlu memahami makna keadilan yang lebih
dalam.

Apakah suatu kondisi dimana seseorang yang terbukti melakukan perbuatan
melawan hukum (pelaku) dan telah dijatuhi sanksi dapat diartikan bahwa
keadilan telah ditegakkan? Dalam konsepsi CJS, kondisi demikian dapat
dikatakan telah memenuhi rasa keadilan. Hukuman yang setimpal adalah
suatu keadilan
Bagaimana dengan keberlangsungan kehidupan istrinya dan anak dari
pelaku?
Bagaimana dengan keluarga korban yang sering kali tidak dapat menerima
putusan dari Majelis Hakim yang dianggap tidak cukup memuaskan ?
Bagaimana dengan keberlangsungan kehidupan 1000 karyawan yang
perusahaan tempatnya bekerja, dinyatakan pailit oleh putusan pengadilan
atas adanya gugatan pailit pihak kreditur? Siapa yang harus bertanggung
jawab atas keberlangsungan kehidupan karyawan tersebut? Bukankah
pemerintah juga bertanggung jawab untuk menciptakan lapangan kerja?
CJS atau penegakan hukum adalah perlu, namun menjadi lebih baik bila
bersamaan dengan itu dilakukan pula upaya “to put things right as possible”,
sebagaimana prespektif dari Restorative Justice.

To put things right as possible
(memulihkan kembali kepada kondisi yang benar/tepat)
Prespektif Restorative Justice, Pelanggaran itu menggambarkan adanya
hubungan (relationship) yang rusak.
Adanya hubungan yang rusak potensial menjadi sebab dan berdampak pada
Pelanggaran. Sebaliknya Pelanggaran juga mengakibatkan hubungan menjadi
rusak.
“The Harm of one is the harm of all”.
Perbuatan “harms” seperti membahayakan; merugikan; merusak; menyakiti;
melukai; mengganggu; mencelakakan; menjahati, dll adalah tindakan keliru
yang perlu diperbaiki dan ditempatkan kembali menjadi benar.
Menjadi kewajiban bagi semua pihak terkait yang berkepentingan yaitu
pelaku, korban, komunitas (masyarakat sekitar, pemerintah daerah, para
pengemban profesi hukum dll) untuk sebisa mungkin menempatkan hal yang
benar.

Restorative Justice
Peduli :
PELAKU, KORBAN, KOMUNITAS
HARMS, NEEDS, OBLIGATIONS

sebisa mungkin menempatkan hal yang benar dan tepat
dalam rangka memulihkan

Restorative Justice tidak dimaksudkan menggatikan CJS.
Restorative Justice dan CJS seyogyanya dipandang dan
dipahami secara lebih utuh sebagai konsepsi atas makna
keadilan dalam rangka melaksanakan Pembangunan
Perdamaian (Peacebuilding)

Peta Pembangunan Perdamaian
Meningkatkan
Kapasitas
1. Kerma Pendidikan Perdamaian
2. Kerma Penelitian dan Evaluasi
3. Kerma Pembangunan dalam
segala bidang

Mengobarkan
Anti Kekerasan
1. Membangkitkan Kesadaran dan
Kepedulian Stake Holder NKRI
2. Meningkatkan Rasa/Sikap/Perilaku
Saling Ketergantungan
(membangun kebersamaan)

Meredam Kekerasan
1. Preventing Victimization; restraining
offenders; Create a space for cooling
down; Cease-Fire Agreements;
Peacekeeping; Humanitarian Assistance
2. Early Warning dan Response Program
3. Legal & Judicial Systems
Criminal Justice System (CJS)
(to maintain order, not revenge)

Transformasi Hubungan
1.
2.
3.
4.
5.

Governance & Policymaking
Trauma Healing & Recovery Programs
Ritual & Symbolic Transformation
Restorative Justice
Conflict Transformation :
- Dialogue;
- Negotiation;
- Mediation.

Adaptasi : The Cycle of Peacebuilding, Strategic Peacebuilding, Lisa Schirch oleh Rachman, Jusril, Poeloengan (2012)

Terima Kasih
Mediasi di luar pengadilan di Indonesia, seharusnya dapat berkembang dengan pesat dengan
masih berlakunya Pancasila sebagai Dasar Negara dan Faslafah Bangsa Indonesia.
Musyawarah untuk mufakat, Kekeluargaan dan Gotong Royong adalah diantara nilai-nilai Pancasila
yang universal akan bermetamorfosis hingga terwujud, tercermin dan selaras dengan semangat
dalam Mediasi itu sendiri.
Berkembangnya Restorative Justice yang dapat mereorientasikan kembali makna Keadilan, yang
ternyata sejalan dengan nilai-nilai universal dari Pancasila, seharusnya dapat menjadi stimulan
dalam mempercepat perkembangan Mediasi di Indonesia.
Masa depan, diperlukan upaya bersama seluruh stake holder, khususnya pembuat kebijakan
dengan mengingat “law as a social tool engineering”, untuk segera berperan aktif, menaruh
perhatian dan turut serta melakukan perancangan UU tentang Mediasi.
UU tentang Mediasi sekaligus guna menselaraskan dan mengharmonisasikan ketentutanketentuan Mediasi yang masih tersebar dalam peraturan perundang-undangan lainnya, sehingga
tercapai kesamaan makna, hakikat dan pengimplementasian Mediasi sebagai Revitalisasi dan
Aktualisasi Pancasila, yang pada akhirnya berperan penting dalam terciptanya Kondisi Damai dan
Sejehtera bagi Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

SEGITIGA MEDIASI,
SUMBER PUSAT MEDIASI
NASIONAL (PMN) 2012

Pusat Mediasi Nasional.
2012. Mediation Triangles
and Mediation Skills.
Pelatihan Mediasi 40 jam
Angkatan 42, 10-14
September 2012, Jakarta.
Segitiga Mediasi ini
diadaptasi dari Boule,
Laurance., & Hwee, The
Hwee. 2000. Mediation:
Principles Process
Practice (Singapore
Edition). Butterworths
Asia & Singapore
Mediation Centre. Hal 99114.

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.1/2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
Pasal 147

Penyelesaian sengketa di bidang perumahan terlebih dahulu diupayakan berdasarkan musyawarah
untuk mufakat.

Pasal 148
(1) Dalam hal penyelesaian sengketa melalui musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, pihak yang
dirugikan dapat menggugat melalui pengadilan yang berada di lingkungan pengadilan umum atau
di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa melalui alternatif
penyelesaian sengketa.
(2) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
melalui arbitrase, konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan/atau penilaian ahli sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. UU yang mana?
(3) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
menghilangkan tanggung jawab pidana.

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.32/2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Dalam penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan dapat digunakan jasa
mediator dan/atau arbiter untuk membantu menyelesaikan sengketa lingkungan hidup, (Pasal
85 ayat 3) Mediasi tidak wajib dan tidak ada penjelasan lebih detil ttg mediasi.



UU No.14/2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik
Komisi Informasi adalah lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan Undang-Undang ini dan
peraturan pelaksanaannya, menetapkan petunjuk teknis standar layanan informasi publik dan
menyelesaikan sengketa informasi publik melalui mediasi dan/atau ajudikasi nonlitigasi
(Pasal 1 ayat 4) Mediator dan Pemutus sengketa
Pasal 40 (1) Penyelesaian sengketa melalui Mediasi merupakan pilihan para pihak dan bersifat
sukarela. Namun, Pasal 42, Penyelesaian Sengketa Informasi Publik melalui Ajudikasi
nonlitigasi oleh Komisi Informasi hanya dapat ditempuh apabila upaya Mediasi dinyatakan
tidak berhasil secara tertulis oleh salah satu atau para pihak yang bersengketa, atau salah satu
atau para pihak yang bersengketa menarik diri dari perundingan. Wajibkah atau pilihankah

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.39/1999 Tentang Hak Asasi Manusia
Komisi Nasional Hak Asasi yang selanjutnya disebut Komnas HAM adalah lembaga mandiri yang
berkedudukan setingkat dalam negara lainya yang berfungsi melaksanakan pengkajian,
penelitian, penyaluran, pemantauan, dan mediasi hak asasi manusia, Pasal 1 ayat 7 jo. Pasal
76. Definisi mediasi tidak dijelaskan
Pasal 89 ayat 4, Untuk melaksanakan fungsi Komnas HAM dalam mediasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 76, Komnas HAM bertugas dan berwenang melakukan: a. perdamaian
kedua belah pihak; b. penyelesaian perkara melaui cara konsultasi, negosiasi, mediasi,
konsiliasi, dan penilaian ahli; c. pemberian saran kepada para pihak untuk menyelesaikan
sengketa melalui pengadilan; d. penyampaian rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak
asasi manusia kepada Pemerintah untuk ditindaklanjuti penyelesaiannya; dan e. penyampaian
rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak asasi manusia kepada Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia untuk ditindaklanjuti. Fungsi Mediasi, namun di dalamnya termasuk
konsultasi, negosiasi, dll. Menyarankan para pihak untuk menyelesaikan sengketa melalui
pengadilan adalah TABU bagi mediator.

UU No. 30 Tahun 1999 Tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
 Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar
peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat
secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. (Pasal 1 ayat 1 UU
30/1999)
 Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa
atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni
penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi,
mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. (Pasal 1 ayat 10 UU 30/1999)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009
TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN

Upaya penyelesaian sengketa perdata dapat dilakukan di luar pengadilan
negara melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa. (Pasal 58
UU No.48/2009)


Arbitrase merupakan cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar
pengadilan yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara
tertulis oleh para pihak yang bersengketa. (Pasal 59 ayat 1 UU No.48/2009)



Alternatif Penyelesaian Sengketa merupakan lembaga penyelesaian
sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak,
yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi,
mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. (Pasal 60 ayat 1 UU No.48/2009)
©PMN 2013

37

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen jo
KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN
REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 350/MPP/Kep/12/2001 TENTANG
PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG BADAN PENYELESAIAN
SENGKETA KONSUMEN
Persidangan Dengan Cara Mediasi

Pasal 30
Majelis dalam menyelesaikan sengketa konsumen dengan cara Mediasi, mempunyai tugas :
a. memanggil konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
b. memanggil saksi dan saksi ahli bila diperlukan;
c. menyediakan forum bagi konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
d. secara aktif mendamaikan konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
e. secara aktif memberikan saran atau anjuran penyelesaian sengketa konsumen sesuai dengan
peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan konsumen.
Pasal 31
Tata cara penyelesaian sengketa konsumen dengan cara Mediasi adalah :
a. Majelis menyerahkan sepenuhnya proses penyelesaian sengketa kepada konsumen dan pelaku usaha
yang bersangkutan, baik mengenai bentuk maupun jumlah ganti rugi;
b. Majelis bertindak aktif sebagai Mediator dengan memberikan nasehat, petunjuk, saran dan upayaupaya lain dalam menyelesaikan sengketa;
c. Majelis menerima hasil musyawarah konsumen dan pelaku usaha dan mengeluarkan ketentuan.


Slide 31

PERKEMBANGAN MEDIASI
DI LUAR PENGADILAN
DI INDONESIA
Andrea Hynan Poeloengan, SH (Unibraw), M.Hum (Unpar), MTCP (Uni of Wollongong)
Workshop Internasional
Perkembangan Mediasi di Indonesia, Jepang dan Australia
Masa Kini Menuju Masa Depan
Rabu, 21 Agustus 2013
Pengadilan Negeri Kelas 1B Cibinong
Kabupaten Bogor

Perma No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan
Pasal 2
Ruang lingkup dan Kekuatan Berlaku Perma
1. Peraturan Mahkamah Agung ini hanya berlaku untuk mediasi yang terkait dengan
proses berperkara di Pengadilan.
2. Setiap hakim, mediator dan para pihak wajib mengikuti prosedur penyelesaian
sengketa melalui mediasi yang diatur dalam Peraturan ini.
3. Tidak menempuh prosedur mediasi berdasarkan Peraturan ini merupakan
pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 130 HIR dan atau Pasal 154 Rbg yang
mengakibatkan putusan batal demi hukum.
4. Hakim dalam pertimbangan putusan perkara wajib menyebutkan bahwa perkara
yang bersangkutan telah diupayakan perdamaian melalui mediasi dengan
menyebutkan nama mediator untuk perkara yang bersangkutan.
Pasal 23
Mediator yang telah tersertifikasi dimungkinkan untuk melakukan Mediasi di luar
pengadilan dengan hasil kesepakatannya dapat diajukan ke pengadilan untuk
memperoleh akta perdamaian dengan cara mengajukan gugatan

KEUTAMAAN PANCASILA
Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011
Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
telah menegaskan bahwa :
PANCASILA adalah
SUMBER DARI SEGALA SUMBER HUKUM
TAP MPR NO.: II/MPR/1978 yang digantikan dengan
TAP MPR NO.: XVIII/MPR/1998
telah menegaskan bahwa
PANCASILA adalah DASAR NEGARA
PANCASILA MENGANDUNG NILAI NILAI LESTARI DAN
UNIVERSAL YANG WAJIB DIUTAMAKAN/DIDAHULUKAN
DALAM RANGKA MEMBANGUN SELURUH SENDI
KEHIDUPAN BERMASYARAKAT, BERBANGSA &
BERNEGARA.

KEUTAMAAN BERMUSYAWARAH

PANCASILA adalah
SUMBER DARI SEGALA SUMBER HUKUM
PANCASILA MENGANDUNG NILAI NILAI LESTARI DAN
UNIVERSAL YANG HARUS DIUTAMAKAN/DIDAHULUKAN
UNTUK MENYELESAIKAN DAN MENGAKHIRI KONFLIK.
NILAI NILAI TERSEBUT TERKANDUNG DALAM SILA
KEEMPAT PANCASILA YANG MENGEDEPANKAN :
KEUTAMAAN MUSYAWARAH UNTUK MUFAKAT
BERDASARKAN ASAS KEKELUARGAAN

Nilai-Nilai Universal Pancasila
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat.
Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.
Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk
kepentingan bersama.
Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat
kekeluargaan.
Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan
melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai hati nurani yang
luhur.
Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggung-jawabkan secara
moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan
martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan

Musyawarah untuk mufakat adalah memang cara penyelesaian perselisihan yang paling
sesuai dengan Pancasila.
NAMUN bagaimana bermusyawarah untuk mufakat, yang lebih berdaya guna dan
berhasil guna, sehingga peluang tercapainya kesepakatan bagi para pihak menjadi lebih
besar ?
Teknik dan metode bermusyawarah untuk mufakat, yang lebih berdaya guna dan berhasil
guna, sehingga peluang tercapainya kesepakatan bagi para pihak menjadi lebih besar,
itulah yang dikenal dengan :
“MEDIASI”

Melalui pengembangan dan pemuktahiran teknik-teknik, metode tahapannya yang sangat
sistematis, dan bantuan dari orang yang berkeahlian, terlatih, terdidik untuk menjadi
seorang Mediator, yang bertugas bukan untuk memutus, melainkan diantaranya untuk
mendorong, membantu pihak berselisih/bersengketa/berkonflik menemukan peluangpeluang yang menurut para pihak adalah terbaik bagi kepentingan bersama para pihak.
Mediasi menjadikan musyawarah mufakat lebih efektif dan efisien, juga dapat
mentransformasi hubungan antara para pihak menjadi lebih terbuka.
MEDIASI BAGI BANGSA INDONESIA, SEYOGIANYA MENJADI UPAYA UTAMA YANG
HARUS DIDAHULUKAN DALAM PENYELESAIAN
PERSELISIHAN/SENGKETA/KONFLIK SEBAGAI AKTUALISASI NILAI-NILAI
UNIVERSAL PANCASILA
Maka, Perma No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan, merupakan bagian dari
aktualisasi nilai-nilai universal Pancasila tersebut

Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 tahun 2008 (PerMa 1/2008)
mendefinisikan Mediasi sebagai cara penyelesaian sengketa melalui proses
perundingan untuk memperoleh kesepakatan dengan dibantu oleh Mediator

Mediasi adalah suatu proses negosiasi dipandu dibantu oleh orang yang terpercaya.
Mediator membantu pihak berkonflik untuk berbagi perspektif dan pengalaman
mereka, mengidentifikasi kebutuhan yang mendasar, bertukar pikiran tentang
pilihan kreatif untuk mengatasi kebutuhan, dan kemudian membuat kesepakatan
akhir. (Lisa Schirch : 2004)
Mediasi sebagai intervensi terhadap suatu sengketa atau negosiasi yang dilakukan
oleh pihak ketiga yang dapat diterima, tidak berpihak/netral, yang tidak mempunyai
kewenangan untuk mengambil keputusan dalam membantu para pihak berselisih
dalam upaya mencari kesepakatan sukarela dalam menyelesaikan permasalahan
yang disengketakan (Christopher Moore: 2003)
Mediasi adalah sarana agar membiasakan Bangsa Indonesia berkonflik dengan cara
yang baik dan benar, untuk mencegah meluasnya, bahkan meningkatnya ekskalasi
konflik dalam rangka mewujudkan Perdamaian, Kesejahteraan, dan Menjaga
Keutuhan NKRI. (Rachman, Jusril, Poeloengan : 2012)
Mediasi merupakan sistem penyelesaian secara damai yang selaras dengan jiwa Sila
Keempat dan Nilai Luhur dari Ke-Bhinneka-Tunggal-Ika-an yang tidak berorientasi
mencari-cari perbedaan, tidak berpretensi mencari siapa yang salah atau siapa yang
benar, melainkan berorientasi pada suatu kesamaan terakomodirnya kebutuhan
atau kepentingan para pihak berkonflik. (Putut Eko Bayuseno : 2012)

Undang Undang No. 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial
telah mengamanatkan untuk mengembangkan sistem penyelesaian
perselisihan secara damai. Dalam Pasal 8 Undang-undang tersebut
dinyatakan bahwa:
1.Penyelesaian perselisihan dalam masyarakat dilakukan secara
damai.
2.Penyelesaian secara damai sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengutamakan musyawarah untuk mufakat.
3.Hasil musyawarah mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
mengikat para pihak.
Penyelesaian perselisihan yang secara damai perlu dimaknai, bahwa
para pihak yang berselisih / bersengketa / berkonflik secara sukarela
melaksanakan hasil kesepakatan perdamaian tanpa merasa
dipaksakan.
Perdamaian yang demikian itu adalah lebih lestari dibandingkan
perdamaian yang dipaksakan oleh pihak ketiga yang lebih berperan
layaknya pemutus dan pengadil, untuk memutuskan dan mengadili
apa yang menurutnya berdasarkan hukum adil bagi para pihak
berselisih / bersengketa / berkonflik tersebut.

KESADARAN HUKUM MENINGKAT = AKSES PADA PENGADILAN ≠
AKSES PADA KEADILAN
FAKTA :
Gambar 1: Grafik tentang Data Penyelesaian Konflik Melalui Jalur Pengadilan

Sumber : Cetak Biru Pembaruan Peradilan 2010-2035 Jakarta Mahkamah Agung RI, 2010 Diterbitkan oleh:
Mahkamah Agung RI, dan Laporan Tahunan Mahkamah Agung RI - Tahun 2010-2011

Kesadaran Hukum Meningkat
Namun frekuensi dan eskalasi Konflik Sosial juga tetap tinggi (Putut Eko Bayuseno : 2012)
9

KONFLIK MENINGKAT
Sistem Nasional Pemantauan Kekerasan (SNPK) : Sistem informasi yang menyediakan data dan analisis
tentang konflik dan kekerasan yang terjadi di berbagai wilayah di Indonesia. Proyek SNPK dipimpin oleh
Kemenkokesra, dengan dukungan Bank Dunia dan The Habibie Center.

http://www.snpk-indonesia.com/DataTools/Index?lang=ina&randdo=38141a91-1af9-4f1b-96da-a0cf05354e2c&userid=429853

10

Sistem Nasional Pemantauan Kekerasan (SNPK)
Periode 2010 s.d 2012

http://www.snpk-indonesia.com/DataTools/Index?lang=ina&randdo=38141a91-1af9-4f1b-96da-a0cf05354e2c&userid=429853

11

MEDIASI DI LUAR PENGADILAN

Mediasi di luar pengadilan yang menarik adalah yang dilakukan di Kabupaten Karawang terhadap
beberapa perselisihan / sengketa / konflik. Mediasi ini dilakukan dengan Mediator seorang perwira
polisi, AKP Iman Imannuddin, SIK, SH, MH, yang pada saat itu menjabat sebagai Kasat Reskrim Polres
Karawang. Ia memang telah mengikuti dan tersertifikasi sebagai seorang Mediator yang bersertifikat
dari Pusat Mediasi Nasional (PMN). Dalam melaksanakan tugasnya, tidak semua perkara diselesaikan
dengan penyidikan hingga penuntutan. Sebagai seorang Mediator yang tersertifikasi, telah merubah
pendekatan caranya bekerja sebagai seorang Reserse dengan menjadikan penegakan hukum sebagai
pilihan terakhir (Ultimum Remedium).
Dari seluruh perkara yang diselesaikan melalui cara Mediasi tersebut, telah mencegah terjadinya konflik
komunal ataupun konflik sosial di Kabupaten Karawang, bahkan dapat terselesaikan sebelum dibuatnya
Laporan Polisi karena masalah telah terselesaikan serta mencapai kesepakatan dan berdamai.

===
Mediasi di luar pengadilan atas perkara dalam Laporan Polisi tentang Tindak Pidana ITE berupa
intersepsi (penyadapan) antara PT. Agc vs Bs. Dalam perkara yang terjadi di Kota Bogor tersebut para
pihak berdamai melalui proses Mediasi yang dipimpin oleh Mediator bersertifikat dari PMN. Hasil
Mediasi tersebut dilaporkan kepada penyidik, hingga akhirnya memperoleh Penghentian Penyidikan
(SP3) dari Polres Bogor Kota, dan para pihak dapat islah kembali.
Ada juga perkara perdata sengketa jual beli saham antara Tn CT dengan Tn HB dkk. Walaupun
perkaranya tengah diperiksa oleh Majelis Hakim Mahkamah Agung RI dalam tahapan Kasasi, tetapi
sebagian besar (90 %) diantara para pihak yang bersengketa telah sepakat untuk berdamai melalui
Mediasi di luar pengadilan yang dipimpin oleh Mediator bersertifikat dari PMN, sehingga realisasi jual
beli saham dapat dilakukan sebelum putusnya perkara Kasasi di Mahkamah Agung RI.
Mediasi seharusnya “Forget the Law”, “Forget the Past”, dan “Don’t Look Back in Anger”

KEMANFAATAN MUSYAWARAH/MEDIASI
Putut Eko Bayuseno. 2012. Optimalisasi Musyawarah Sebagai Sarana Pengelolaan Konflik Dapat Meningkatkan Keamanan Di
Daerah Dalam Rangka Memperkuat Ketahanan Nasional. Esai Lemhanas PPSA XVIII. Lemhanas. Jakarta.

Data penyelesaian perkara/konflik khusus perkara yang berhubungan dengan Direktorat Reskrim Umum
pada Wilayah Hukum Polda Jawa Barat (21 Polres, 1 Polrestabes, 1 Dit Reskrim Um) per Semester I tahun
2012 (Januari s/d Juni 2012), Jumlah total perkara/konflik 15.595 kasus.
Data di olah dari sumber Dit Reskrim Um Polda Jawa Barat.
Siap dilakukan penuntutan (P.21) = 4516
perkara (28,96%)

4.93%

8,83%

5.76%
2.87%

28,96%

Belum selesai proses penyidikannya =
7588 perkara/konflik (48,66%)

Penghentian penyidikan (SP 3) = 447
Konflik (2,87%)

48,66%

musyawarah untuk mufakat ataupun
mediasi di kantor polisi setelah ada
Laporan polisi = 898 konflik (Peran
Penyelidik & Penyidik) (5,76%)
musyawarah untuk mufakat ataupun
mediasi di kantor Polisi, sebelum
timbulnya Laporan Polisi = 769 Konflik
(Peran Bhabinkamtibmas & Personil
lainnya) (4,93%)

KEMANFAATAN MUSYAWARAH/MEDIASI
Putut Eko Bayuseno. 2012. Optimalisasi Musyawarah Sebagai Sarana Pengelolaan Konflik Dapat Meningkatkan Keamanan Di
Daerah Dalam Rangka Memperkuat Ketahanan Nasional. Esai Lemhanas PPSA XVIII. Lemhanas. Jakarta.

Perbandingan Biaya Penyelesaian Konflik
Antara Melalui Musyawarah/Mediasi dan Tidak Melalui Musyawarah/Mediasi
Data di olah dari sumber Dit Reskrim Um Polda Jawa Barat.
Rp70,000,000,000

Rp60,000,000,000

Rp62.515.389.000
Rp50,000,000,000

Rp40,000,000,000

Rp30,000,000,000
Series1
Rp20,000,000,000

Rp10,000,000,000

Rp9.132.000.000
Rp0
3044 perkara/konflik diselesaikan melalui mediasi
dikalikan biaya rata rata penyelesaian sebesar Rp.
3.000.000,-

Bila 3044 perkara/konflik tidak diselesaikan melalui
mediasi maka dikalikan Rata Rata biaya Berdasarkan
Skep Kapolri No. Kep/606/XI/2011 tgl 17 Nop 2011
indeks anggaran lidik sidik perkara, sebesar Rp.
20.537.250,-

SOP tentang Pelaksanaan Tugas
Bhabinkamtibmas Oktober 2011
Fungsi Bhabinkamtibmas
• 2 f memediasi dan memfasilitasi upaya
pemecahan masalah yang terjadi di masyarakat;
Peran Bhabinkamtibmas
• 3 c mediator dan fasilitator dalam penyelesaian
permasalahan-permasalahan sosial yang terjadi
di masyarakat Desa/ Kelurahan

HEMAT ? (ilustrasi)
INSTANSI, IF…

IF…, JUMLAH INSTANSI X BIAYA
PENANGANAN PERKARA

TOTAL

POLSEK
1 perkara / 1 bulan

4000 x @ Rp. 500.000
anggaran per perkara

Rp.

2.000.000.000

POLRES
1 perkara / 1 bulan

400 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

400.000.000

POLDA
1 perkara / 1 bulan

25 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

25.000.000

KEJAKSAAN
1 perkara / 1 bulan

300 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

300.000.000

PENGADILAN
1 perkara / 1 bulan

300 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

300.000.000

Penghematan Anggaran
Negara Perbulan

Rp. 3.025.000.000 +
Potential Lost (Social Cost)

Biaya Penyelesaian Sengketa
Indicator
WAKTU (days)
BIAYA (% of
KERUGIAN)

Indonesia
570
122.7

East Asia & Pacific
519
47.8

OECD
518
19.7

Doing Business 2012: Data for Indonesia (WB)
Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD - Organisation for Economic Co-operation and Development)

Hambatan Mediasi
Mediasi vs Paradigma Keadilan yang Legisme
•Pelanggaran adalah Wanprestasi, Onrechmatmatige Daad,
Wederrechttelick.
•Ada aturan yang dilanggar. Cara penyelesaian sesuai dengan aturan
hukum dan hukum acara.
•Keadilan: Adil jika perbuatan sesuai dengan hukum. Adil jika salah
telah dihukum sesuai dengan aturan yang berlaku
Mediasi : Keadilan adalah kepentingan para pihak terpenuhi,
keadaan masing-masing pihak terpulihkan, kepentingan yang lebih
besar tidak terganggu, hubungan menjadi lebih terbuka, tanpa
pembuktian formal, tanpa benar salah, keputusan dibuat dan
disepakati para pihak.
Mediasi : memulihkan hubungan yang rusak = Restorative Justice

Tidak ada yang salah dengan
Konsepsi Hukum yang Legisme tersebut.
Hanya saja masyarakat pada umumnya dan para pengemban profesi hukum
menjadi terorientasikan pada makna keadilan yang legisme pula.
Konsepsi hukum atas makna “pelanggaran” yang legisme, yang terfokus pada
makna keadilan yang legisme pula tersebut, berbeda dengan prespektif dari
keadilan yang memulihkan (Restorative Justice).
VS
Mediasi : Keadilan adalah kepentingan para pihak terpenuhi, keadaan
masing-masing pihak terpulihkan, kepentingan yang lebih besar tidak
terganggu, hubungan menjadi lebih terbuka, tanpa pembuktian formal,
tanpa benar salah, keputusan dibuat dan disepakati para pihak

Yurisprudensi atau Sekedar Preseden ?







Perkara 378 jo 372 KUHP- LP/43/IX/2007/DIR RESKRIM POLDA DIY – Pelapor Cabut
Penyidik & Penuntut tetap Lanjut  Sidang PN Yogyakarta
PUT PN Yogyakarta: No. 317/PID.B/2008 Pencabutan Pengaduan Dikabulkan &
Penuntutan Tidak dapat Diterima
PUT PT Yogyakarta:No. 01/PID/PLW/2009/PT.YK : Persidangan PN Yogyakarta
Batal Demi Hukum
PUT Kasasi MA RI: No. 1600 K/PID/2009 : Pencabutan Pengaduan Dikabulkan &
Penuntutan Tidak dapat Diterima

Mediasi  Damai  Cabut Laporan  Tdk Cukup Bukti ?
Mediasi  Damai  Bukan Peraka Pidana ?
Mediasi  Damai  Demi Hukum  Diskresi  Restorative Justice ? (vide Pasal 18
UU No. 2 Tahun 2002 jo Pasal 30 ayat 4 UUD 1945)  Ultimum Remedium

Konsepsi Humanis Restorative Justice
Prespektif Restorative Justice :
1.

Bahwa Pelanggaran adalah suatu perbuatan yang mungkin keliru
dilakukan oleh pihak
tertentu sehingga membuat hubungan
(relationship) diantara pihak tertentu tersebut dengan para pihak lainya
yang terkait menjadi rusak.

2.

Bahwa hubungan yang menjadi rusak tersebut, harus diperbaiki,
dipulihkan, disembuhkan dengan sebisa mungkin menempatkan hal
yang benar (to put things right as possible)

3.

Bahwa perlu dilakukan upaya yang mendorong seluruh pihak terkait
untuk mengerti/memahami akibat/konsekuensi dari suatu pelanggaran.
Selanjutnya berupaya memastikan bahwa seluruh pihak terkait berniat
dan merealisasikan tindakan sebanyak mungkin menempatkan hal yang
benar, dalam rangka merajut kembali atau memperbaiki hubungan yang
telah rusak.
23

Prespektif Legisme.
•Pelanggaran UU
•Siapa yang Salah atau Benar
•Pembuktian menjadi utama
•Menyalahkan perilaku di masa lalu
•Nememis “pembalasan” /hukuman
•Keadilan sesuai undang undang
•Ketidakpuasan






Prespektif Restorative Justice
Pelanggaran / Perusakan (Harms) Relationship
Merubah perilaku di masa yang akan datang
Mengobati, memulihkan, memperbaiki relationship
Semua pihak terkait bertanggungjawab
Kebersamaan mengidentifikasi dan memetakan kerugiankerugian, kebutuhan dan tindakan yang perlu dilakukan untuk
memulihkan relationship
24

Anggapan Keliru !
Restorative Justice seringkali dianggap semata sebagai suatu
bentuk pemaafan atau pengampunan!
Bahwa benar dengan pemaafan (ataupun pengampunan) maka
suatu hubungan yang rusak akan menjadi pulih, namun dalam
Restorative Justice tidak selalu harus ada unsur pemaafan.
Restorative Justice tidak hanya terfokus pada korban, akan
tetapi concern pula terhadap pihak pelanggar dan pihak lain
yang terdampak. Menjadi lebih utama adalah sebisa mungkin
menempatkan hal yang benar, agar kondisi/keadaan/suatu
relationship pada masa yang akan datang menjadi lebih baik.

Anggapan Keliru !
Restorative Justice dianggap berbeda arah dengan Criminal
Justice System dan Civil Justice System bahkan ada anggapan
keberadaannya menjadi tumpang tindih dengan Justice System
yang telah ada.
Bahwa Restorative Justice adalah konsepsi atas makna keadilan.
Dengan Restorative Justice kita berupaya mereorientasi kembali
bagaimana kita perlu memahami makna keadilan yang lebih
dalam.

Apakah suatu kondisi dimana seseorang yang terbukti melakukan perbuatan
melawan hukum (pelaku) dan telah dijatuhi sanksi dapat diartikan bahwa
keadilan telah ditegakkan? Dalam konsepsi CJS, kondisi demikian dapat
dikatakan telah memenuhi rasa keadilan. Hukuman yang setimpal adalah
suatu keadilan
Bagaimana dengan keberlangsungan kehidupan istrinya dan anak dari
pelaku?
Bagaimana dengan keluarga korban yang sering kali tidak dapat menerima
putusan dari Majelis Hakim yang dianggap tidak cukup memuaskan ?
Bagaimana dengan keberlangsungan kehidupan 1000 karyawan yang
perusahaan tempatnya bekerja, dinyatakan pailit oleh putusan pengadilan
atas adanya gugatan pailit pihak kreditur? Siapa yang harus bertanggung
jawab atas keberlangsungan kehidupan karyawan tersebut? Bukankah
pemerintah juga bertanggung jawab untuk menciptakan lapangan kerja?
CJS atau penegakan hukum adalah perlu, namun menjadi lebih baik bila
bersamaan dengan itu dilakukan pula upaya “to put things right as possible”,
sebagaimana prespektif dari Restorative Justice.

To put things right as possible
(memulihkan kembali kepada kondisi yang benar/tepat)
Prespektif Restorative Justice, Pelanggaran itu menggambarkan adanya
hubungan (relationship) yang rusak.
Adanya hubungan yang rusak potensial menjadi sebab dan berdampak pada
Pelanggaran. Sebaliknya Pelanggaran juga mengakibatkan hubungan menjadi
rusak.
“The Harm of one is the harm of all”.
Perbuatan “harms” seperti membahayakan; merugikan; merusak; menyakiti;
melukai; mengganggu; mencelakakan; menjahati, dll adalah tindakan keliru
yang perlu diperbaiki dan ditempatkan kembali menjadi benar.
Menjadi kewajiban bagi semua pihak terkait yang berkepentingan yaitu
pelaku, korban, komunitas (masyarakat sekitar, pemerintah daerah, para
pengemban profesi hukum dll) untuk sebisa mungkin menempatkan hal yang
benar.

Restorative Justice
Peduli :
PELAKU, KORBAN, KOMUNITAS
HARMS, NEEDS, OBLIGATIONS

sebisa mungkin menempatkan hal yang benar dan tepat
dalam rangka memulihkan

Restorative Justice tidak dimaksudkan menggatikan CJS.
Restorative Justice dan CJS seyogyanya dipandang dan
dipahami secara lebih utuh sebagai konsepsi atas makna
keadilan dalam rangka melaksanakan Pembangunan
Perdamaian (Peacebuilding)

Peta Pembangunan Perdamaian
Meningkatkan
Kapasitas
1. Kerma Pendidikan Perdamaian
2. Kerma Penelitian dan Evaluasi
3. Kerma Pembangunan dalam
segala bidang

Mengobarkan
Anti Kekerasan
1. Membangkitkan Kesadaran dan
Kepedulian Stake Holder NKRI
2. Meningkatkan Rasa/Sikap/Perilaku
Saling Ketergantungan
(membangun kebersamaan)

Meredam Kekerasan
1. Preventing Victimization; restraining
offenders; Create a space for cooling
down; Cease-Fire Agreements;
Peacekeeping; Humanitarian Assistance
2. Early Warning dan Response Program
3. Legal & Judicial Systems
Criminal Justice System (CJS)
(to maintain order, not revenge)

Transformasi Hubungan
1.
2.
3.
4.
5.

Governance & Policymaking
Trauma Healing & Recovery Programs
Ritual & Symbolic Transformation
Restorative Justice
Conflict Transformation :
- Dialogue;
- Negotiation;
- Mediation.

Adaptasi : The Cycle of Peacebuilding, Strategic Peacebuilding, Lisa Schirch oleh Rachman, Jusril, Poeloengan (2012)

Terima Kasih
Mediasi di luar pengadilan di Indonesia, seharusnya dapat berkembang dengan pesat dengan
masih berlakunya Pancasila sebagai Dasar Negara dan Faslafah Bangsa Indonesia.
Musyawarah untuk mufakat, Kekeluargaan dan Gotong Royong adalah diantara nilai-nilai Pancasila
yang universal akan bermetamorfosis hingga terwujud, tercermin dan selaras dengan semangat
dalam Mediasi itu sendiri.
Berkembangnya Restorative Justice yang dapat mereorientasikan kembali makna Keadilan, yang
ternyata sejalan dengan nilai-nilai universal dari Pancasila, seharusnya dapat menjadi stimulan
dalam mempercepat perkembangan Mediasi di Indonesia.
Masa depan, diperlukan upaya bersama seluruh stake holder, khususnya pembuat kebijakan
dengan mengingat “law as a social tool engineering”, untuk segera berperan aktif, menaruh
perhatian dan turut serta melakukan perancangan UU tentang Mediasi.
UU tentang Mediasi sekaligus guna menselaraskan dan mengharmonisasikan ketentutanketentuan Mediasi yang masih tersebar dalam peraturan perundang-undangan lainnya, sehingga
tercapai kesamaan makna, hakikat dan pengimplementasian Mediasi sebagai Revitalisasi dan
Aktualisasi Pancasila, yang pada akhirnya berperan penting dalam terciptanya Kondisi Damai dan
Sejehtera bagi Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

SEGITIGA MEDIASI,
SUMBER PUSAT MEDIASI
NASIONAL (PMN) 2012

Pusat Mediasi Nasional.
2012. Mediation Triangles
and Mediation Skills.
Pelatihan Mediasi 40 jam
Angkatan 42, 10-14
September 2012, Jakarta.
Segitiga Mediasi ini
diadaptasi dari Boule,
Laurance., & Hwee, The
Hwee. 2000. Mediation:
Principles Process
Practice (Singapore
Edition). Butterworths
Asia & Singapore
Mediation Centre. Hal 99114.

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.1/2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
Pasal 147

Penyelesaian sengketa di bidang perumahan terlebih dahulu diupayakan berdasarkan musyawarah
untuk mufakat.

Pasal 148
(1) Dalam hal penyelesaian sengketa melalui musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, pihak yang
dirugikan dapat menggugat melalui pengadilan yang berada di lingkungan pengadilan umum atau
di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa melalui alternatif
penyelesaian sengketa.
(2) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
melalui arbitrase, konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan/atau penilaian ahli sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. UU yang mana?
(3) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
menghilangkan tanggung jawab pidana.

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.32/2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Dalam penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan dapat digunakan jasa
mediator dan/atau arbiter untuk membantu menyelesaikan sengketa lingkungan hidup, (Pasal
85 ayat 3) Mediasi tidak wajib dan tidak ada penjelasan lebih detil ttg mediasi.



UU No.14/2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik
Komisi Informasi adalah lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan Undang-Undang ini dan
peraturan pelaksanaannya, menetapkan petunjuk teknis standar layanan informasi publik dan
menyelesaikan sengketa informasi publik melalui mediasi dan/atau ajudikasi nonlitigasi
(Pasal 1 ayat 4) Mediator dan Pemutus sengketa
Pasal 40 (1) Penyelesaian sengketa melalui Mediasi merupakan pilihan para pihak dan bersifat
sukarela. Namun, Pasal 42, Penyelesaian Sengketa Informasi Publik melalui Ajudikasi
nonlitigasi oleh Komisi Informasi hanya dapat ditempuh apabila upaya Mediasi dinyatakan
tidak berhasil secara tertulis oleh salah satu atau para pihak yang bersengketa, atau salah satu
atau para pihak yang bersengketa menarik diri dari perundingan. Wajibkah atau pilihankah

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.39/1999 Tentang Hak Asasi Manusia
Komisi Nasional Hak Asasi yang selanjutnya disebut Komnas HAM adalah lembaga mandiri yang
berkedudukan setingkat dalam negara lainya yang berfungsi melaksanakan pengkajian,
penelitian, penyaluran, pemantauan, dan mediasi hak asasi manusia, Pasal 1 ayat 7 jo. Pasal
76. Definisi mediasi tidak dijelaskan
Pasal 89 ayat 4, Untuk melaksanakan fungsi Komnas HAM dalam mediasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 76, Komnas HAM bertugas dan berwenang melakukan: a. perdamaian
kedua belah pihak; b. penyelesaian perkara melaui cara konsultasi, negosiasi, mediasi,
konsiliasi, dan penilaian ahli; c. pemberian saran kepada para pihak untuk menyelesaikan
sengketa melalui pengadilan; d. penyampaian rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak
asasi manusia kepada Pemerintah untuk ditindaklanjuti penyelesaiannya; dan e. penyampaian
rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak asasi manusia kepada Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia untuk ditindaklanjuti. Fungsi Mediasi, namun di dalamnya termasuk
konsultasi, negosiasi, dll. Menyarankan para pihak untuk menyelesaikan sengketa melalui
pengadilan adalah TABU bagi mediator.

UU No. 30 Tahun 1999 Tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
 Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar
peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat
secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. (Pasal 1 ayat 1 UU
30/1999)
 Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa
atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni
penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi,
mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. (Pasal 1 ayat 10 UU 30/1999)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009
TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN

Upaya penyelesaian sengketa perdata dapat dilakukan di luar pengadilan
negara melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa. (Pasal 58
UU No.48/2009)


Arbitrase merupakan cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar
pengadilan yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara
tertulis oleh para pihak yang bersengketa. (Pasal 59 ayat 1 UU No.48/2009)



Alternatif Penyelesaian Sengketa merupakan lembaga penyelesaian
sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak,
yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi,
mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. (Pasal 60 ayat 1 UU No.48/2009)
©PMN 2013

37

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen jo
KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN
REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 350/MPP/Kep/12/2001 TENTANG
PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG BADAN PENYELESAIAN
SENGKETA KONSUMEN
Persidangan Dengan Cara Mediasi

Pasal 30
Majelis dalam menyelesaikan sengketa konsumen dengan cara Mediasi, mempunyai tugas :
a. memanggil konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
b. memanggil saksi dan saksi ahli bila diperlukan;
c. menyediakan forum bagi konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
d. secara aktif mendamaikan konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
e. secara aktif memberikan saran atau anjuran penyelesaian sengketa konsumen sesuai dengan
peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan konsumen.
Pasal 31
Tata cara penyelesaian sengketa konsumen dengan cara Mediasi adalah :
a. Majelis menyerahkan sepenuhnya proses penyelesaian sengketa kepada konsumen dan pelaku usaha
yang bersangkutan, baik mengenai bentuk maupun jumlah ganti rugi;
b. Majelis bertindak aktif sebagai Mediator dengan memberikan nasehat, petunjuk, saran dan upayaupaya lain dalam menyelesaikan sengketa;
c. Majelis menerima hasil musyawarah konsumen dan pelaku usaha dan mengeluarkan ketentuan.


Slide 32

PERKEMBANGAN MEDIASI
DI LUAR PENGADILAN
DI INDONESIA
Andrea Hynan Poeloengan, SH (Unibraw), M.Hum (Unpar), MTCP (Uni of Wollongong)
Workshop Internasional
Perkembangan Mediasi di Indonesia, Jepang dan Australia
Masa Kini Menuju Masa Depan
Rabu, 21 Agustus 2013
Pengadilan Negeri Kelas 1B Cibinong
Kabupaten Bogor

Perma No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan
Pasal 2
Ruang lingkup dan Kekuatan Berlaku Perma
1. Peraturan Mahkamah Agung ini hanya berlaku untuk mediasi yang terkait dengan
proses berperkara di Pengadilan.
2. Setiap hakim, mediator dan para pihak wajib mengikuti prosedur penyelesaian
sengketa melalui mediasi yang diatur dalam Peraturan ini.
3. Tidak menempuh prosedur mediasi berdasarkan Peraturan ini merupakan
pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 130 HIR dan atau Pasal 154 Rbg yang
mengakibatkan putusan batal demi hukum.
4. Hakim dalam pertimbangan putusan perkara wajib menyebutkan bahwa perkara
yang bersangkutan telah diupayakan perdamaian melalui mediasi dengan
menyebutkan nama mediator untuk perkara yang bersangkutan.
Pasal 23
Mediator yang telah tersertifikasi dimungkinkan untuk melakukan Mediasi di luar
pengadilan dengan hasil kesepakatannya dapat diajukan ke pengadilan untuk
memperoleh akta perdamaian dengan cara mengajukan gugatan

KEUTAMAAN PANCASILA
Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011
Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
telah menegaskan bahwa :
PANCASILA adalah
SUMBER DARI SEGALA SUMBER HUKUM
TAP MPR NO.: II/MPR/1978 yang digantikan dengan
TAP MPR NO.: XVIII/MPR/1998
telah menegaskan bahwa
PANCASILA adalah DASAR NEGARA
PANCASILA MENGANDUNG NILAI NILAI LESTARI DAN
UNIVERSAL YANG WAJIB DIUTAMAKAN/DIDAHULUKAN
DALAM RANGKA MEMBANGUN SELURUH SENDI
KEHIDUPAN BERMASYARAKAT, BERBANGSA &
BERNEGARA.

KEUTAMAAN BERMUSYAWARAH

PANCASILA adalah
SUMBER DARI SEGALA SUMBER HUKUM
PANCASILA MENGANDUNG NILAI NILAI LESTARI DAN
UNIVERSAL YANG HARUS DIUTAMAKAN/DIDAHULUKAN
UNTUK MENYELESAIKAN DAN MENGAKHIRI KONFLIK.
NILAI NILAI TERSEBUT TERKANDUNG DALAM SILA
KEEMPAT PANCASILA YANG MENGEDEPANKAN :
KEUTAMAAN MUSYAWARAH UNTUK MUFAKAT
BERDASARKAN ASAS KEKELUARGAAN

Nilai-Nilai Universal Pancasila
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat.
Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.
Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk
kepentingan bersama.
Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat
kekeluargaan.
Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan
melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai hati nurani yang
luhur.
Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggung-jawabkan secara
moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan
martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan

Musyawarah untuk mufakat adalah memang cara penyelesaian perselisihan yang paling
sesuai dengan Pancasila.
NAMUN bagaimana bermusyawarah untuk mufakat, yang lebih berdaya guna dan
berhasil guna, sehingga peluang tercapainya kesepakatan bagi para pihak menjadi lebih
besar ?
Teknik dan metode bermusyawarah untuk mufakat, yang lebih berdaya guna dan berhasil
guna, sehingga peluang tercapainya kesepakatan bagi para pihak menjadi lebih besar,
itulah yang dikenal dengan :
“MEDIASI”

Melalui pengembangan dan pemuktahiran teknik-teknik, metode tahapannya yang sangat
sistematis, dan bantuan dari orang yang berkeahlian, terlatih, terdidik untuk menjadi
seorang Mediator, yang bertugas bukan untuk memutus, melainkan diantaranya untuk
mendorong, membantu pihak berselisih/bersengketa/berkonflik menemukan peluangpeluang yang menurut para pihak adalah terbaik bagi kepentingan bersama para pihak.
Mediasi menjadikan musyawarah mufakat lebih efektif dan efisien, juga dapat
mentransformasi hubungan antara para pihak menjadi lebih terbuka.
MEDIASI BAGI BANGSA INDONESIA, SEYOGIANYA MENJADI UPAYA UTAMA YANG
HARUS DIDAHULUKAN DALAM PENYELESAIAN
PERSELISIHAN/SENGKETA/KONFLIK SEBAGAI AKTUALISASI NILAI-NILAI
UNIVERSAL PANCASILA
Maka, Perma No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan, merupakan bagian dari
aktualisasi nilai-nilai universal Pancasila tersebut

Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 tahun 2008 (PerMa 1/2008)
mendefinisikan Mediasi sebagai cara penyelesaian sengketa melalui proses
perundingan untuk memperoleh kesepakatan dengan dibantu oleh Mediator

Mediasi adalah suatu proses negosiasi dipandu dibantu oleh orang yang terpercaya.
Mediator membantu pihak berkonflik untuk berbagi perspektif dan pengalaman
mereka, mengidentifikasi kebutuhan yang mendasar, bertukar pikiran tentang
pilihan kreatif untuk mengatasi kebutuhan, dan kemudian membuat kesepakatan
akhir. (Lisa Schirch : 2004)
Mediasi sebagai intervensi terhadap suatu sengketa atau negosiasi yang dilakukan
oleh pihak ketiga yang dapat diterima, tidak berpihak/netral, yang tidak mempunyai
kewenangan untuk mengambil keputusan dalam membantu para pihak berselisih
dalam upaya mencari kesepakatan sukarela dalam menyelesaikan permasalahan
yang disengketakan (Christopher Moore: 2003)
Mediasi adalah sarana agar membiasakan Bangsa Indonesia berkonflik dengan cara
yang baik dan benar, untuk mencegah meluasnya, bahkan meningkatnya ekskalasi
konflik dalam rangka mewujudkan Perdamaian, Kesejahteraan, dan Menjaga
Keutuhan NKRI. (Rachman, Jusril, Poeloengan : 2012)
Mediasi merupakan sistem penyelesaian secara damai yang selaras dengan jiwa Sila
Keempat dan Nilai Luhur dari Ke-Bhinneka-Tunggal-Ika-an yang tidak berorientasi
mencari-cari perbedaan, tidak berpretensi mencari siapa yang salah atau siapa yang
benar, melainkan berorientasi pada suatu kesamaan terakomodirnya kebutuhan
atau kepentingan para pihak berkonflik. (Putut Eko Bayuseno : 2012)

Undang Undang No. 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial
telah mengamanatkan untuk mengembangkan sistem penyelesaian
perselisihan secara damai. Dalam Pasal 8 Undang-undang tersebut
dinyatakan bahwa:
1.Penyelesaian perselisihan dalam masyarakat dilakukan secara
damai.
2.Penyelesaian secara damai sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengutamakan musyawarah untuk mufakat.
3.Hasil musyawarah mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
mengikat para pihak.
Penyelesaian perselisihan yang secara damai perlu dimaknai, bahwa
para pihak yang berselisih / bersengketa / berkonflik secara sukarela
melaksanakan hasil kesepakatan perdamaian tanpa merasa
dipaksakan.
Perdamaian yang demikian itu adalah lebih lestari dibandingkan
perdamaian yang dipaksakan oleh pihak ketiga yang lebih berperan
layaknya pemutus dan pengadil, untuk memutuskan dan mengadili
apa yang menurutnya berdasarkan hukum adil bagi para pihak
berselisih / bersengketa / berkonflik tersebut.

KESADARAN HUKUM MENINGKAT = AKSES PADA PENGADILAN ≠
AKSES PADA KEADILAN
FAKTA :
Gambar 1: Grafik tentang Data Penyelesaian Konflik Melalui Jalur Pengadilan

Sumber : Cetak Biru Pembaruan Peradilan 2010-2035 Jakarta Mahkamah Agung RI, 2010 Diterbitkan oleh:
Mahkamah Agung RI, dan Laporan Tahunan Mahkamah Agung RI - Tahun 2010-2011

Kesadaran Hukum Meningkat
Namun frekuensi dan eskalasi Konflik Sosial juga tetap tinggi (Putut Eko Bayuseno : 2012)
9

KONFLIK MENINGKAT
Sistem Nasional Pemantauan Kekerasan (SNPK) : Sistem informasi yang menyediakan data dan analisis
tentang konflik dan kekerasan yang terjadi di berbagai wilayah di Indonesia. Proyek SNPK dipimpin oleh
Kemenkokesra, dengan dukungan Bank Dunia dan The Habibie Center.

http://www.snpk-indonesia.com/DataTools/Index?lang=ina&randdo=38141a91-1af9-4f1b-96da-a0cf05354e2c&userid=429853

10

Sistem Nasional Pemantauan Kekerasan (SNPK)
Periode 2010 s.d 2012

http://www.snpk-indonesia.com/DataTools/Index?lang=ina&randdo=38141a91-1af9-4f1b-96da-a0cf05354e2c&userid=429853

11

MEDIASI DI LUAR PENGADILAN

Mediasi di luar pengadilan yang menarik adalah yang dilakukan di Kabupaten Karawang terhadap
beberapa perselisihan / sengketa / konflik. Mediasi ini dilakukan dengan Mediator seorang perwira
polisi, AKP Iman Imannuddin, SIK, SH, MH, yang pada saat itu menjabat sebagai Kasat Reskrim Polres
Karawang. Ia memang telah mengikuti dan tersertifikasi sebagai seorang Mediator yang bersertifikat
dari Pusat Mediasi Nasional (PMN). Dalam melaksanakan tugasnya, tidak semua perkara diselesaikan
dengan penyidikan hingga penuntutan. Sebagai seorang Mediator yang tersertifikasi, telah merubah
pendekatan caranya bekerja sebagai seorang Reserse dengan menjadikan penegakan hukum sebagai
pilihan terakhir (Ultimum Remedium).
Dari seluruh perkara yang diselesaikan melalui cara Mediasi tersebut, telah mencegah terjadinya konflik
komunal ataupun konflik sosial di Kabupaten Karawang, bahkan dapat terselesaikan sebelum dibuatnya
Laporan Polisi karena masalah telah terselesaikan serta mencapai kesepakatan dan berdamai.

===
Mediasi di luar pengadilan atas perkara dalam Laporan Polisi tentang Tindak Pidana ITE berupa
intersepsi (penyadapan) antara PT. Agc vs Bs. Dalam perkara yang terjadi di Kota Bogor tersebut para
pihak berdamai melalui proses Mediasi yang dipimpin oleh Mediator bersertifikat dari PMN. Hasil
Mediasi tersebut dilaporkan kepada penyidik, hingga akhirnya memperoleh Penghentian Penyidikan
(SP3) dari Polres Bogor Kota, dan para pihak dapat islah kembali.
Ada juga perkara perdata sengketa jual beli saham antara Tn CT dengan Tn HB dkk. Walaupun
perkaranya tengah diperiksa oleh Majelis Hakim Mahkamah Agung RI dalam tahapan Kasasi, tetapi
sebagian besar (90 %) diantara para pihak yang bersengketa telah sepakat untuk berdamai melalui
Mediasi di luar pengadilan yang dipimpin oleh Mediator bersertifikat dari PMN, sehingga realisasi jual
beli saham dapat dilakukan sebelum putusnya perkara Kasasi di Mahkamah Agung RI.
Mediasi seharusnya “Forget the Law”, “Forget the Past”, dan “Don’t Look Back in Anger”

KEMANFAATAN MUSYAWARAH/MEDIASI
Putut Eko Bayuseno. 2012. Optimalisasi Musyawarah Sebagai Sarana Pengelolaan Konflik Dapat Meningkatkan Keamanan Di
Daerah Dalam Rangka Memperkuat Ketahanan Nasional. Esai Lemhanas PPSA XVIII. Lemhanas. Jakarta.

Data penyelesaian perkara/konflik khusus perkara yang berhubungan dengan Direktorat Reskrim Umum
pada Wilayah Hukum Polda Jawa Barat (21 Polres, 1 Polrestabes, 1 Dit Reskrim Um) per Semester I tahun
2012 (Januari s/d Juni 2012), Jumlah total perkara/konflik 15.595 kasus.
Data di olah dari sumber Dit Reskrim Um Polda Jawa Barat.
Siap dilakukan penuntutan (P.21) = 4516
perkara (28,96%)

4.93%

8,83%

5.76%
2.87%

28,96%

Belum selesai proses penyidikannya =
7588 perkara/konflik (48,66%)

Penghentian penyidikan (SP 3) = 447
Konflik (2,87%)

48,66%

musyawarah untuk mufakat ataupun
mediasi di kantor polisi setelah ada
Laporan polisi = 898 konflik (Peran
Penyelidik & Penyidik) (5,76%)
musyawarah untuk mufakat ataupun
mediasi di kantor Polisi, sebelum
timbulnya Laporan Polisi = 769 Konflik
(Peran Bhabinkamtibmas & Personil
lainnya) (4,93%)

KEMANFAATAN MUSYAWARAH/MEDIASI
Putut Eko Bayuseno. 2012. Optimalisasi Musyawarah Sebagai Sarana Pengelolaan Konflik Dapat Meningkatkan Keamanan Di
Daerah Dalam Rangka Memperkuat Ketahanan Nasional. Esai Lemhanas PPSA XVIII. Lemhanas. Jakarta.

Perbandingan Biaya Penyelesaian Konflik
Antara Melalui Musyawarah/Mediasi dan Tidak Melalui Musyawarah/Mediasi
Data di olah dari sumber Dit Reskrim Um Polda Jawa Barat.
Rp70,000,000,000

Rp60,000,000,000

Rp62.515.389.000
Rp50,000,000,000

Rp40,000,000,000

Rp30,000,000,000
Series1
Rp20,000,000,000

Rp10,000,000,000

Rp9.132.000.000
Rp0
3044 perkara/konflik diselesaikan melalui mediasi
dikalikan biaya rata rata penyelesaian sebesar Rp.
3.000.000,-

Bila 3044 perkara/konflik tidak diselesaikan melalui
mediasi maka dikalikan Rata Rata biaya Berdasarkan
Skep Kapolri No. Kep/606/XI/2011 tgl 17 Nop 2011
indeks anggaran lidik sidik perkara, sebesar Rp.
20.537.250,-

SOP tentang Pelaksanaan Tugas
Bhabinkamtibmas Oktober 2011
Fungsi Bhabinkamtibmas
• 2 f memediasi dan memfasilitasi upaya
pemecahan masalah yang terjadi di masyarakat;
Peran Bhabinkamtibmas
• 3 c mediator dan fasilitator dalam penyelesaian
permasalahan-permasalahan sosial yang terjadi
di masyarakat Desa/ Kelurahan

HEMAT ? (ilustrasi)
INSTANSI, IF…

IF…, JUMLAH INSTANSI X BIAYA
PENANGANAN PERKARA

TOTAL

POLSEK
1 perkara / 1 bulan

4000 x @ Rp. 500.000
anggaran per perkara

Rp.

2.000.000.000

POLRES
1 perkara / 1 bulan

400 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

400.000.000

POLDA
1 perkara / 1 bulan

25 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

25.000.000

KEJAKSAAN
1 perkara / 1 bulan

300 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

300.000.000

PENGADILAN
1 perkara / 1 bulan

300 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

300.000.000

Penghematan Anggaran
Negara Perbulan

Rp. 3.025.000.000 +
Potential Lost (Social Cost)

Biaya Penyelesaian Sengketa
Indicator
WAKTU (days)
BIAYA (% of
KERUGIAN)

Indonesia
570
122.7

East Asia & Pacific
519
47.8

OECD
518
19.7

Doing Business 2012: Data for Indonesia (WB)
Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD - Organisation for Economic Co-operation and Development)

Hambatan Mediasi
Mediasi vs Paradigma Keadilan yang Legisme
•Pelanggaran adalah Wanprestasi, Onrechmatmatige Daad,
Wederrechttelick.
•Ada aturan yang dilanggar. Cara penyelesaian sesuai dengan aturan
hukum dan hukum acara.
•Keadilan: Adil jika perbuatan sesuai dengan hukum. Adil jika salah
telah dihukum sesuai dengan aturan yang berlaku
Mediasi : Keadilan adalah kepentingan para pihak terpenuhi,
keadaan masing-masing pihak terpulihkan, kepentingan yang lebih
besar tidak terganggu, hubungan menjadi lebih terbuka, tanpa
pembuktian formal, tanpa benar salah, keputusan dibuat dan
disepakati para pihak.
Mediasi : memulihkan hubungan yang rusak = Restorative Justice

Tidak ada yang salah dengan
Konsepsi Hukum yang Legisme tersebut.
Hanya saja masyarakat pada umumnya dan para pengemban profesi hukum
menjadi terorientasikan pada makna keadilan yang legisme pula.
Konsepsi hukum atas makna “pelanggaran” yang legisme, yang terfokus pada
makna keadilan yang legisme pula tersebut, berbeda dengan prespektif dari
keadilan yang memulihkan (Restorative Justice).
VS
Mediasi : Keadilan adalah kepentingan para pihak terpenuhi, keadaan
masing-masing pihak terpulihkan, kepentingan yang lebih besar tidak
terganggu, hubungan menjadi lebih terbuka, tanpa pembuktian formal,
tanpa benar salah, keputusan dibuat dan disepakati para pihak

Yurisprudensi atau Sekedar Preseden ?







Perkara 378 jo 372 KUHP- LP/43/IX/2007/DIR RESKRIM POLDA DIY – Pelapor Cabut
Penyidik & Penuntut tetap Lanjut  Sidang PN Yogyakarta
PUT PN Yogyakarta: No. 317/PID.B/2008 Pencabutan Pengaduan Dikabulkan &
Penuntutan Tidak dapat Diterima
PUT PT Yogyakarta:No. 01/PID/PLW/2009/PT.YK : Persidangan PN Yogyakarta
Batal Demi Hukum
PUT Kasasi MA RI: No. 1600 K/PID/2009 : Pencabutan Pengaduan Dikabulkan &
Penuntutan Tidak dapat Diterima

Mediasi  Damai  Cabut Laporan  Tdk Cukup Bukti ?
Mediasi  Damai  Bukan Peraka Pidana ?
Mediasi  Damai  Demi Hukum  Diskresi  Restorative Justice ? (vide Pasal 18
UU No. 2 Tahun 2002 jo Pasal 30 ayat 4 UUD 1945)  Ultimum Remedium

Konsepsi Humanis Restorative Justice
Prespektif Restorative Justice :
1.

Bahwa Pelanggaran adalah suatu perbuatan yang mungkin keliru
dilakukan oleh pihak
tertentu sehingga membuat hubungan
(relationship) diantara pihak tertentu tersebut dengan para pihak lainya
yang terkait menjadi rusak.

2.

Bahwa hubungan yang menjadi rusak tersebut, harus diperbaiki,
dipulihkan, disembuhkan dengan sebisa mungkin menempatkan hal
yang benar (to put things right as possible)

3.

Bahwa perlu dilakukan upaya yang mendorong seluruh pihak terkait
untuk mengerti/memahami akibat/konsekuensi dari suatu pelanggaran.
Selanjutnya berupaya memastikan bahwa seluruh pihak terkait berniat
dan merealisasikan tindakan sebanyak mungkin menempatkan hal yang
benar, dalam rangka merajut kembali atau memperbaiki hubungan yang
telah rusak.
23

Prespektif Legisme.
•Pelanggaran UU
•Siapa yang Salah atau Benar
•Pembuktian menjadi utama
•Menyalahkan perilaku di masa lalu
•Nememis “pembalasan” /hukuman
•Keadilan sesuai undang undang
•Ketidakpuasan






Prespektif Restorative Justice
Pelanggaran / Perusakan (Harms) Relationship
Merubah perilaku di masa yang akan datang
Mengobati, memulihkan, memperbaiki relationship
Semua pihak terkait bertanggungjawab
Kebersamaan mengidentifikasi dan memetakan kerugiankerugian, kebutuhan dan tindakan yang perlu dilakukan untuk
memulihkan relationship
24

Anggapan Keliru !
Restorative Justice seringkali dianggap semata sebagai suatu
bentuk pemaafan atau pengampunan!
Bahwa benar dengan pemaafan (ataupun pengampunan) maka
suatu hubungan yang rusak akan menjadi pulih, namun dalam
Restorative Justice tidak selalu harus ada unsur pemaafan.
Restorative Justice tidak hanya terfokus pada korban, akan
tetapi concern pula terhadap pihak pelanggar dan pihak lain
yang terdampak. Menjadi lebih utama adalah sebisa mungkin
menempatkan hal yang benar, agar kondisi/keadaan/suatu
relationship pada masa yang akan datang menjadi lebih baik.

Anggapan Keliru !
Restorative Justice dianggap berbeda arah dengan Criminal
Justice System dan Civil Justice System bahkan ada anggapan
keberadaannya menjadi tumpang tindih dengan Justice System
yang telah ada.
Bahwa Restorative Justice adalah konsepsi atas makna keadilan.
Dengan Restorative Justice kita berupaya mereorientasi kembali
bagaimana kita perlu memahami makna keadilan yang lebih
dalam.

Apakah suatu kondisi dimana seseorang yang terbukti melakukan perbuatan
melawan hukum (pelaku) dan telah dijatuhi sanksi dapat diartikan bahwa
keadilan telah ditegakkan? Dalam konsepsi CJS, kondisi demikian dapat
dikatakan telah memenuhi rasa keadilan. Hukuman yang setimpal adalah
suatu keadilan
Bagaimana dengan keberlangsungan kehidupan istrinya dan anak dari
pelaku?
Bagaimana dengan keluarga korban yang sering kali tidak dapat menerima
putusan dari Majelis Hakim yang dianggap tidak cukup memuaskan ?
Bagaimana dengan keberlangsungan kehidupan 1000 karyawan yang
perusahaan tempatnya bekerja, dinyatakan pailit oleh putusan pengadilan
atas adanya gugatan pailit pihak kreditur? Siapa yang harus bertanggung
jawab atas keberlangsungan kehidupan karyawan tersebut? Bukankah
pemerintah juga bertanggung jawab untuk menciptakan lapangan kerja?
CJS atau penegakan hukum adalah perlu, namun menjadi lebih baik bila
bersamaan dengan itu dilakukan pula upaya “to put things right as possible”,
sebagaimana prespektif dari Restorative Justice.

To put things right as possible
(memulihkan kembali kepada kondisi yang benar/tepat)
Prespektif Restorative Justice, Pelanggaran itu menggambarkan adanya
hubungan (relationship) yang rusak.
Adanya hubungan yang rusak potensial menjadi sebab dan berdampak pada
Pelanggaran. Sebaliknya Pelanggaran juga mengakibatkan hubungan menjadi
rusak.
“The Harm of one is the harm of all”.
Perbuatan “harms” seperti membahayakan; merugikan; merusak; menyakiti;
melukai; mengganggu; mencelakakan; menjahati, dll adalah tindakan keliru
yang perlu diperbaiki dan ditempatkan kembali menjadi benar.
Menjadi kewajiban bagi semua pihak terkait yang berkepentingan yaitu
pelaku, korban, komunitas (masyarakat sekitar, pemerintah daerah, para
pengemban profesi hukum dll) untuk sebisa mungkin menempatkan hal yang
benar.

Restorative Justice
Peduli :
PELAKU, KORBAN, KOMUNITAS
HARMS, NEEDS, OBLIGATIONS

sebisa mungkin menempatkan hal yang benar dan tepat
dalam rangka memulihkan

Restorative Justice tidak dimaksudkan menggatikan CJS.
Restorative Justice dan CJS seyogyanya dipandang dan
dipahami secara lebih utuh sebagai konsepsi atas makna
keadilan dalam rangka melaksanakan Pembangunan
Perdamaian (Peacebuilding)

Peta Pembangunan Perdamaian
Meningkatkan
Kapasitas
1. Kerma Pendidikan Perdamaian
2. Kerma Penelitian dan Evaluasi
3. Kerma Pembangunan dalam
segala bidang

Mengobarkan
Anti Kekerasan
1. Membangkitkan Kesadaran dan
Kepedulian Stake Holder NKRI
2. Meningkatkan Rasa/Sikap/Perilaku
Saling Ketergantungan
(membangun kebersamaan)

Meredam Kekerasan
1. Preventing Victimization; restraining
offenders; Create a space for cooling
down; Cease-Fire Agreements;
Peacekeeping; Humanitarian Assistance
2. Early Warning dan Response Program
3. Legal & Judicial Systems
Criminal Justice System (CJS)
(to maintain order, not revenge)

Transformasi Hubungan
1.
2.
3.
4.
5.

Governance & Policymaking
Trauma Healing & Recovery Programs
Ritual & Symbolic Transformation
Restorative Justice
Conflict Transformation :
- Dialogue;
- Negotiation;
- Mediation.

Adaptasi : The Cycle of Peacebuilding, Strategic Peacebuilding, Lisa Schirch oleh Rachman, Jusril, Poeloengan (2012)

Terima Kasih
Mediasi di luar pengadilan di Indonesia, seharusnya dapat berkembang dengan pesat dengan
masih berlakunya Pancasila sebagai Dasar Negara dan Faslafah Bangsa Indonesia.
Musyawarah untuk mufakat, Kekeluargaan dan Gotong Royong adalah diantara nilai-nilai Pancasila
yang universal akan bermetamorfosis hingga terwujud, tercermin dan selaras dengan semangat
dalam Mediasi itu sendiri.
Berkembangnya Restorative Justice yang dapat mereorientasikan kembali makna Keadilan, yang
ternyata sejalan dengan nilai-nilai universal dari Pancasila, seharusnya dapat menjadi stimulan
dalam mempercepat perkembangan Mediasi di Indonesia.
Masa depan, diperlukan upaya bersama seluruh stake holder, khususnya pembuat kebijakan
dengan mengingat “law as a social tool engineering”, untuk segera berperan aktif, menaruh
perhatian dan turut serta melakukan perancangan UU tentang Mediasi.
UU tentang Mediasi sekaligus guna menselaraskan dan mengharmonisasikan ketentutanketentuan Mediasi yang masih tersebar dalam peraturan perundang-undangan lainnya, sehingga
tercapai kesamaan makna, hakikat dan pengimplementasian Mediasi sebagai Revitalisasi dan
Aktualisasi Pancasila, yang pada akhirnya berperan penting dalam terciptanya Kondisi Damai dan
Sejehtera bagi Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

SEGITIGA MEDIASI,
SUMBER PUSAT MEDIASI
NASIONAL (PMN) 2012

Pusat Mediasi Nasional.
2012. Mediation Triangles
and Mediation Skills.
Pelatihan Mediasi 40 jam
Angkatan 42, 10-14
September 2012, Jakarta.
Segitiga Mediasi ini
diadaptasi dari Boule,
Laurance., & Hwee, The
Hwee. 2000. Mediation:
Principles Process
Practice (Singapore
Edition). Butterworths
Asia & Singapore
Mediation Centre. Hal 99114.

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.1/2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
Pasal 147

Penyelesaian sengketa di bidang perumahan terlebih dahulu diupayakan berdasarkan musyawarah
untuk mufakat.

Pasal 148
(1) Dalam hal penyelesaian sengketa melalui musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, pihak yang
dirugikan dapat menggugat melalui pengadilan yang berada di lingkungan pengadilan umum atau
di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa melalui alternatif
penyelesaian sengketa.
(2) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
melalui arbitrase, konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan/atau penilaian ahli sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. UU yang mana?
(3) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
menghilangkan tanggung jawab pidana.

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.32/2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Dalam penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan dapat digunakan jasa
mediator dan/atau arbiter untuk membantu menyelesaikan sengketa lingkungan hidup, (Pasal
85 ayat 3) Mediasi tidak wajib dan tidak ada penjelasan lebih detil ttg mediasi.



UU No.14/2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik
Komisi Informasi adalah lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan Undang-Undang ini dan
peraturan pelaksanaannya, menetapkan petunjuk teknis standar layanan informasi publik dan
menyelesaikan sengketa informasi publik melalui mediasi dan/atau ajudikasi nonlitigasi
(Pasal 1 ayat 4) Mediator dan Pemutus sengketa
Pasal 40 (1) Penyelesaian sengketa melalui Mediasi merupakan pilihan para pihak dan bersifat
sukarela. Namun, Pasal 42, Penyelesaian Sengketa Informasi Publik melalui Ajudikasi
nonlitigasi oleh Komisi Informasi hanya dapat ditempuh apabila upaya Mediasi dinyatakan
tidak berhasil secara tertulis oleh salah satu atau para pihak yang bersengketa, atau salah satu
atau para pihak yang bersengketa menarik diri dari perundingan. Wajibkah atau pilihankah

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.39/1999 Tentang Hak Asasi Manusia
Komisi Nasional Hak Asasi yang selanjutnya disebut Komnas HAM adalah lembaga mandiri yang
berkedudukan setingkat dalam negara lainya yang berfungsi melaksanakan pengkajian,
penelitian, penyaluran, pemantauan, dan mediasi hak asasi manusia, Pasal 1 ayat 7 jo. Pasal
76. Definisi mediasi tidak dijelaskan
Pasal 89 ayat 4, Untuk melaksanakan fungsi Komnas HAM dalam mediasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 76, Komnas HAM bertugas dan berwenang melakukan: a. perdamaian
kedua belah pihak; b. penyelesaian perkara melaui cara konsultasi, negosiasi, mediasi,
konsiliasi, dan penilaian ahli; c. pemberian saran kepada para pihak untuk menyelesaikan
sengketa melalui pengadilan; d. penyampaian rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak
asasi manusia kepada Pemerintah untuk ditindaklanjuti penyelesaiannya; dan e. penyampaian
rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak asasi manusia kepada Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia untuk ditindaklanjuti. Fungsi Mediasi, namun di dalamnya termasuk
konsultasi, negosiasi, dll. Menyarankan para pihak untuk menyelesaikan sengketa melalui
pengadilan adalah TABU bagi mediator.

UU No. 30 Tahun 1999 Tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
 Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar
peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat
secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. (Pasal 1 ayat 1 UU
30/1999)
 Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa
atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni
penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi,
mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. (Pasal 1 ayat 10 UU 30/1999)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009
TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN

Upaya penyelesaian sengketa perdata dapat dilakukan di luar pengadilan
negara melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa. (Pasal 58
UU No.48/2009)


Arbitrase merupakan cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar
pengadilan yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara
tertulis oleh para pihak yang bersengketa. (Pasal 59 ayat 1 UU No.48/2009)



Alternatif Penyelesaian Sengketa merupakan lembaga penyelesaian
sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak,
yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi,
mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. (Pasal 60 ayat 1 UU No.48/2009)
©PMN 2013

37

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen jo
KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN
REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 350/MPP/Kep/12/2001 TENTANG
PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG BADAN PENYELESAIAN
SENGKETA KONSUMEN
Persidangan Dengan Cara Mediasi

Pasal 30
Majelis dalam menyelesaikan sengketa konsumen dengan cara Mediasi, mempunyai tugas :
a. memanggil konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
b. memanggil saksi dan saksi ahli bila diperlukan;
c. menyediakan forum bagi konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
d. secara aktif mendamaikan konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
e. secara aktif memberikan saran atau anjuran penyelesaian sengketa konsumen sesuai dengan
peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan konsumen.
Pasal 31
Tata cara penyelesaian sengketa konsumen dengan cara Mediasi adalah :
a. Majelis menyerahkan sepenuhnya proses penyelesaian sengketa kepada konsumen dan pelaku usaha
yang bersangkutan, baik mengenai bentuk maupun jumlah ganti rugi;
b. Majelis bertindak aktif sebagai Mediator dengan memberikan nasehat, petunjuk, saran dan upayaupaya lain dalam menyelesaikan sengketa;
c. Majelis menerima hasil musyawarah konsumen dan pelaku usaha dan mengeluarkan ketentuan.


Slide 33

PERKEMBANGAN MEDIASI
DI LUAR PENGADILAN
DI INDONESIA
Andrea Hynan Poeloengan, SH (Unibraw), M.Hum (Unpar), MTCP (Uni of Wollongong)
Workshop Internasional
Perkembangan Mediasi di Indonesia, Jepang dan Australia
Masa Kini Menuju Masa Depan
Rabu, 21 Agustus 2013
Pengadilan Negeri Kelas 1B Cibinong
Kabupaten Bogor

Perma No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan
Pasal 2
Ruang lingkup dan Kekuatan Berlaku Perma
1. Peraturan Mahkamah Agung ini hanya berlaku untuk mediasi yang terkait dengan
proses berperkara di Pengadilan.
2. Setiap hakim, mediator dan para pihak wajib mengikuti prosedur penyelesaian
sengketa melalui mediasi yang diatur dalam Peraturan ini.
3. Tidak menempuh prosedur mediasi berdasarkan Peraturan ini merupakan
pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 130 HIR dan atau Pasal 154 Rbg yang
mengakibatkan putusan batal demi hukum.
4. Hakim dalam pertimbangan putusan perkara wajib menyebutkan bahwa perkara
yang bersangkutan telah diupayakan perdamaian melalui mediasi dengan
menyebutkan nama mediator untuk perkara yang bersangkutan.
Pasal 23
Mediator yang telah tersertifikasi dimungkinkan untuk melakukan Mediasi di luar
pengadilan dengan hasil kesepakatannya dapat diajukan ke pengadilan untuk
memperoleh akta perdamaian dengan cara mengajukan gugatan

KEUTAMAAN PANCASILA
Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011
Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
telah menegaskan bahwa :
PANCASILA adalah
SUMBER DARI SEGALA SUMBER HUKUM
TAP MPR NO.: II/MPR/1978 yang digantikan dengan
TAP MPR NO.: XVIII/MPR/1998
telah menegaskan bahwa
PANCASILA adalah DASAR NEGARA
PANCASILA MENGANDUNG NILAI NILAI LESTARI DAN
UNIVERSAL YANG WAJIB DIUTAMAKAN/DIDAHULUKAN
DALAM RANGKA MEMBANGUN SELURUH SENDI
KEHIDUPAN BERMASYARAKAT, BERBANGSA &
BERNEGARA.

KEUTAMAAN BERMUSYAWARAH

PANCASILA adalah
SUMBER DARI SEGALA SUMBER HUKUM
PANCASILA MENGANDUNG NILAI NILAI LESTARI DAN
UNIVERSAL YANG HARUS DIUTAMAKAN/DIDAHULUKAN
UNTUK MENYELESAIKAN DAN MENGAKHIRI KONFLIK.
NILAI NILAI TERSEBUT TERKANDUNG DALAM SILA
KEEMPAT PANCASILA YANG MENGEDEPANKAN :
KEUTAMAAN MUSYAWARAH UNTUK MUFAKAT
BERDASARKAN ASAS KEKELUARGAAN

Nilai-Nilai Universal Pancasila
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat.
Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.
Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk
kepentingan bersama.
Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat
kekeluargaan.
Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan
melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai hati nurani yang
luhur.
Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggung-jawabkan secara
moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan
martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan

Musyawarah untuk mufakat adalah memang cara penyelesaian perselisihan yang paling
sesuai dengan Pancasila.
NAMUN bagaimana bermusyawarah untuk mufakat, yang lebih berdaya guna dan
berhasil guna, sehingga peluang tercapainya kesepakatan bagi para pihak menjadi lebih
besar ?
Teknik dan metode bermusyawarah untuk mufakat, yang lebih berdaya guna dan berhasil
guna, sehingga peluang tercapainya kesepakatan bagi para pihak menjadi lebih besar,
itulah yang dikenal dengan :
“MEDIASI”

Melalui pengembangan dan pemuktahiran teknik-teknik, metode tahapannya yang sangat
sistematis, dan bantuan dari orang yang berkeahlian, terlatih, terdidik untuk menjadi
seorang Mediator, yang bertugas bukan untuk memutus, melainkan diantaranya untuk
mendorong, membantu pihak berselisih/bersengketa/berkonflik menemukan peluangpeluang yang menurut para pihak adalah terbaik bagi kepentingan bersama para pihak.
Mediasi menjadikan musyawarah mufakat lebih efektif dan efisien, juga dapat
mentransformasi hubungan antara para pihak menjadi lebih terbuka.
MEDIASI BAGI BANGSA INDONESIA, SEYOGIANYA MENJADI UPAYA UTAMA YANG
HARUS DIDAHULUKAN DALAM PENYELESAIAN
PERSELISIHAN/SENGKETA/KONFLIK SEBAGAI AKTUALISASI NILAI-NILAI
UNIVERSAL PANCASILA
Maka, Perma No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan, merupakan bagian dari
aktualisasi nilai-nilai universal Pancasila tersebut

Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 tahun 2008 (PerMa 1/2008)
mendefinisikan Mediasi sebagai cara penyelesaian sengketa melalui proses
perundingan untuk memperoleh kesepakatan dengan dibantu oleh Mediator

Mediasi adalah suatu proses negosiasi dipandu dibantu oleh orang yang terpercaya.
Mediator membantu pihak berkonflik untuk berbagi perspektif dan pengalaman
mereka, mengidentifikasi kebutuhan yang mendasar, bertukar pikiran tentang
pilihan kreatif untuk mengatasi kebutuhan, dan kemudian membuat kesepakatan
akhir. (Lisa Schirch : 2004)
Mediasi sebagai intervensi terhadap suatu sengketa atau negosiasi yang dilakukan
oleh pihak ketiga yang dapat diterima, tidak berpihak/netral, yang tidak mempunyai
kewenangan untuk mengambil keputusan dalam membantu para pihak berselisih
dalam upaya mencari kesepakatan sukarela dalam menyelesaikan permasalahan
yang disengketakan (Christopher Moore: 2003)
Mediasi adalah sarana agar membiasakan Bangsa Indonesia berkonflik dengan cara
yang baik dan benar, untuk mencegah meluasnya, bahkan meningkatnya ekskalasi
konflik dalam rangka mewujudkan Perdamaian, Kesejahteraan, dan Menjaga
Keutuhan NKRI. (Rachman, Jusril, Poeloengan : 2012)
Mediasi merupakan sistem penyelesaian secara damai yang selaras dengan jiwa Sila
Keempat dan Nilai Luhur dari Ke-Bhinneka-Tunggal-Ika-an yang tidak berorientasi
mencari-cari perbedaan, tidak berpretensi mencari siapa yang salah atau siapa yang
benar, melainkan berorientasi pada suatu kesamaan terakomodirnya kebutuhan
atau kepentingan para pihak berkonflik. (Putut Eko Bayuseno : 2012)

Undang Undang No. 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial
telah mengamanatkan untuk mengembangkan sistem penyelesaian
perselisihan secara damai. Dalam Pasal 8 Undang-undang tersebut
dinyatakan bahwa:
1.Penyelesaian perselisihan dalam masyarakat dilakukan secara
damai.
2.Penyelesaian secara damai sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengutamakan musyawarah untuk mufakat.
3.Hasil musyawarah mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
mengikat para pihak.
Penyelesaian perselisihan yang secara damai perlu dimaknai, bahwa
para pihak yang berselisih / bersengketa / berkonflik secara sukarela
melaksanakan hasil kesepakatan perdamaian tanpa merasa
dipaksakan.
Perdamaian yang demikian itu adalah lebih lestari dibandingkan
perdamaian yang dipaksakan oleh pihak ketiga yang lebih berperan
layaknya pemutus dan pengadil, untuk memutuskan dan mengadili
apa yang menurutnya berdasarkan hukum adil bagi para pihak
berselisih / bersengketa / berkonflik tersebut.

KESADARAN HUKUM MENINGKAT = AKSES PADA PENGADILAN ≠
AKSES PADA KEADILAN
FAKTA :
Gambar 1: Grafik tentang Data Penyelesaian Konflik Melalui Jalur Pengadilan

Sumber : Cetak Biru Pembaruan Peradilan 2010-2035 Jakarta Mahkamah Agung RI, 2010 Diterbitkan oleh:
Mahkamah Agung RI, dan Laporan Tahunan Mahkamah Agung RI - Tahun 2010-2011

Kesadaran Hukum Meningkat
Namun frekuensi dan eskalasi Konflik Sosial juga tetap tinggi (Putut Eko Bayuseno : 2012)
9

KONFLIK MENINGKAT
Sistem Nasional Pemantauan Kekerasan (SNPK) : Sistem informasi yang menyediakan data dan analisis
tentang konflik dan kekerasan yang terjadi di berbagai wilayah di Indonesia. Proyek SNPK dipimpin oleh
Kemenkokesra, dengan dukungan Bank Dunia dan The Habibie Center.

http://www.snpk-indonesia.com/DataTools/Index?lang=ina&randdo=38141a91-1af9-4f1b-96da-a0cf05354e2c&userid=429853

10

Sistem Nasional Pemantauan Kekerasan (SNPK)
Periode 2010 s.d 2012

http://www.snpk-indonesia.com/DataTools/Index?lang=ina&randdo=38141a91-1af9-4f1b-96da-a0cf05354e2c&userid=429853

11

MEDIASI DI LUAR PENGADILAN

Mediasi di luar pengadilan yang menarik adalah yang dilakukan di Kabupaten Karawang terhadap
beberapa perselisihan / sengketa / konflik. Mediasi ini dilakukan dengan Mediator seorang perwira
polisi, AKP Iman Imannuddin, SIK, SH, MH, yang pada saat itu menjabat sebagai Kasat Reskrim Polres
Karawang. Ia memang telah mengikuti dan tersertifikasi sebagai seorang Mediator yang bersertifikat
dari Pusat Mediasi Nasional (PMN). Dalam melaksanakan tugasnya, tidak semua perkara diselesaikan
dengan penyidikan hingga penuntutan. Sebagai seorang Mediator yang tersertifikasi, telah merubah
pendekatan caranya bekerja sebagai seorang Reserse dengan menjadikan penegakan hukum sebagai
pilihan terakhir (Ultimum Remedium).
Dari seluruh perkara yang diselesaikan melalui cara Mediasi tersebut, telah mencegah terjadinya konflik
komunal ataupun konflik sosial di Kabupaten Karawang, bahkan dapat terselesaikan sebelum dibuatnya
Laporan Polisi karena masalah telah terselesaikan serta mencapai kesepakatan dan berdamai.

===
Mediasi di luar pengadilan atas perkara dalam Laporan Polisi tentang Tindak Pidana ITE berupa
intersepsi (penyadapan) antara PT. Agc vs Bs. Dalam perkara yang terjadi di Kota Bogor tersebut para
pihak berdamai melalui proses Mediasi yang dipimpin oleh Mediator bersertifikat dari PMN. Hasil
Mediasi tersebut dilaporkan kepada penyidik, hingga akhirnya memperoleh Penghentian Penyidikan
(SP3) dari Polres Bogor Kota, dan para pihak dapat islah kembali.
Ada juga perkara perdata sengketa jual beli saham antara Tn CT dengan Tn HB dkk. Walaupun
perkaranya tengah diperiksa oleh Majelis Hakim Mahkamah Agung RI dalam tahapan Kasasi, tetapi
sebagian besar (90 %) diantara para pihak yang bersengketa telah sepakat untuk berdamai melalui
Mediasi di luar pengadilan yang dipimpin oleh Mediator bersertifikat dari PMN, sehingga realisasi jual
beli saham dapat dilakukan sebelum putusnya perkara Kasasi di Mahkamah Agung RI.
Mediasi seharusnya “Forget the Law”, “Forget the Past”, dan “Don’t Look Back in Anger”

KEMANFAATAN MUSYAWARAH/MEDIASI
Putut Eko Bayuseno. 2012. Optimalisasi Musyawarah Sebagai Sarana Pengelolaan Konflik Dapat Meningkatkan Keamanan Di
Daerah Dalam Rangka Memperkuat Ketahanan Nasional. Esai Lemhanas PPSA XVIII. Lemhanas. Jakarta.

Data penyelesaian perkara/konflik khusus perkara yang berhubungan dengan Direktorat Reskrim Umum
pada Wilayah Hukum Polda Jawa Barat (21 Polres, 1 Polrestabes, 1 Dit Reskrim Um) per Semester I tahun
2012 (Januari s/d Juni 2012), Jumlah total perkara/konflik 15.595 kasus.
Data di olah dari sumber Dit Reskrim Um Polda Jawa Barat.
Siap dilakukan penuntutan (P.21) = 4516
perkara (28,96%)

4.93%

8,83%

5.76%
2.87%

28,96%

Belum selesai proses penyidikannya =
7588 perkara/konflik (48,66%)

Penghentian penyidikan (SP 3) = 447
Konflik (2,87%)

48,66%

musyawarah untuk mufakat ataupun
mediasi di kantor polisi setelah ada
Laporan polisi = 898 konflik (Peran
Penyelidik & Penyidik) (5,76%)
musyawarah untuk mufakat ataupun
mediasi di kantor Polisi, sebelum
timbulnya Laporan Polisi = 769 Konflik
(Peran Bhabinkamtibmas & Personil
lainnya) (4,93%)

KEMANFAATAN MUSYAWARAH/MEDIASI
Putut Eko Bayuseno. 2012. Optimalisasi Musyawarah Sebagai Sarana Pengelolaan Konflik Dapat Meningkatkan Keamanan Di
Daerah Dalam Rangka Memperkuat Ketahanan Nasional. Esai Lemhanas PPSA XVIII. Lemhanas. Jakarta.

Perbandingan Biaya Penyelesaian Konflik
Antara Melalui Musyawarah/Mediasi dan Tidak Melalui Musyawarah/Mediasi
Data di olah dari sumber Dit Reskrim Um Polda Jawa Barat.
Rp70,000,000,000

Rp60,000,000,000

Rp62.515.389.000
Rp50,000,000,000

Rp40,000,000,000

Rp30,000,000,000
Series1
Rp20,000,000,000

Rp10,000,000,000

Rp9.132.000.000
Rp0
3044 perkara/konflik diselesaikan melalui mediasi
dikalikan biaya rata rata penyelesaian sebesar Rp.
3.000.000,-

Bila 3044 perkara/konflik tidak diselesaikan melalui
mediasi maka dikalikan Rata Rata biaya Berdasarkan
Skep Kapolri No. Kep/606/XI/2011 tgl 17 Nop 2011
indeks anggaran lidik sidik perkara, sebesar Rp.
20.537.250,-

SOP tentang Pelaksanaan Tugas
Bhabinkamtibmas Oktober 2011
Fungsi Bhabinkamtibmas
• 2 f memediasi dan memfasilitasi upaya
pemecahan masalah yang terjadi di masyarakat;
Peran Bhabinkamtibmas
• 3 c mediator dan fasilitator dalam penyelesaian
permasalahan-permasalahan sosial yang terjadi
di masyarakat Desa/ Kelurahan

HEMAT ? (ilustrasi)
INSTANSI, IF…

IF…, JUMLAH INSTANSI X BIAYA
PENANGANAN PERKARA

TOTAL

POLSEK
1 perkara / 1 bulan

4000 x @ Rp. 500.000
anggaran per perkara

Rp.

2.000.000.000

POLRES
1 perkara / 1 bulan

400 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

400.000.000

POLDA
1 perkara / 1 bulan

25 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

25.000.000

KEJAKSAAN
1 perkara / 1 bulan

300 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

300.000.000

PENGADILAN
1 perkara / 1 bulan

300 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

300.000.000

Penghematan Anggaran
Negara Perbulan

Rp. 3.025.000.000 +
Potential Lost (Social Cost)

Biaya Penyelesaian Sengketa
Indicator
WAKTU (days)
BIAYA (% of
KERUGIAN)

Indonesia
570
122.7

East Asia & Pacific
519
47.8

OECD
518
19.7

Doing Business 2012: Data for Indonesia (WB)
Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD - Organisation for Economic Co-operation and Development)

Hambatan Mediasi
Mediasi vs Paradigma Keadilan yang Legisme
•Pelanggaran adalah Wanprestasi, Onrechmatmatige Daad,
Wederrechttelick.
•Ada aturan yang dilanggar. Cara penyelesaian sesuai dengan aturan
hukum dan hukum acara.
•Keadilan: Adil jika perbuatan sesuai dengan hukum. Adil jika salah
telah dihukum sesuai dengan aturan yang berlaku
Mediasi : Keadilan adalah kepentingan para pihak terpenuhi,
keadaan masing-masing pihak terpulihkan, kepentingan yang lebih
besar tidak terganggu, hubungan menjadi lebih terbuka, tanpa
pembuktian formal, tanpa benar salah, keputusan dibuat dan
disepakati para pihak.
Mediasi : memulihkan hubungan yang rusak = Restorative Justice

Tidak ada yang salah dengan
Konsepsi Hukum yang Legisme tersebut.
Hanya saja masyarakat pada umumnya dan para pengemban profesi hukum
menjadi terorientasikan pada makna keadilan yang legisme pula.
Konsepsi hukum atas makna “pelanggaran” yang legisme, yang terfokus pada
makna keadilan yang legisme pula tersebut, berbeda dengan prespektif dari
keadilan yang memulihkan (Restorative Justice).
VS
Mediasi : Keadilan adalah kepentingan para pihak terpenuhi, keadaan
masing-masing pihak terpulihkan, kepentingan yang lebih besar tidak
terganggu, hubungan menjadi lebih terbuka, tanpa pembuktian formal,
tanpa benar salah, keputusan dibuat dan disepakati para pihak

Yurisprudensi atau Sekedar Preseden ?







Perkara 378 jo 372 KUHP- LP/43/IX/2007/DIR RESKRIM POLDA DIY – Pelapor Cabut
Penyidik & Penuntut tetap Lanjut  Sidang PN Yogyakarta
PUT PN Yogyakarta: No. 317/PID.B/2008 Pencabutan Pengaduan Dikabulkan &
Penuntutan Tidak dapat Diterima
PUT PT Yogyakarta:No. 01/PID/PLW/2009/PT.YK : Persidangan PN Yogyakarta
Batal Demi Hukum
PUT Kasasi MA RI: No. 1600 K/PID/2009 : Pencabutan Pengaduan Dikabulkan &
Penuntutan Tidak dapat Diterima

Mediasi  Damai  Cabut Laporan  Tdk Cukup Bukti ?
Mediasi  Damai  Bukan Peraka Pidana ?
Mediasi  Damai  Demi Hukum  Diskresi  Restorative Justice ? (vide Pasal 18
UU No. 2 Tahun 2002 jo Pasal 30 ayat 4 UUD 1945)  Ultimum Remedium

Konsepsi Humanis Restorative Justice
Prespektif Restorative Justice :
1.

Bahwa Pelanggaran adalah suatu perbuatan yang mungkin keliru
dilakukan oleh pihak
tertentu sehingga membuat hubungan
(relationship) diantara pihak tertentu tersebut dengan para pihak lainya
yang terkait menjadi rusak.

2.

Bahwa hubungan yang menjadi rusak tersebut, harus diperbaiki,
dipulihkan, disembuhkan dengan sebisa mungkin menempatkan hal
yang benar (to put things right as possible)

3.

Bahwa perlu dilakukan upaya yang mendorong seluruh pihak terkait
untuk mengerti/memahami akibat/konsekuensi dari suatu pelanggaran.
Selanjutnya berupaya memastikan bahwa seluruh pihak terkait berniat
dan merealisasikan tindakan sebanyak mungkin menempatkan hal yang
benar, dalam rangka merajut kembali atau memperbaiki hubungan yang
telah rusak.
23

Prespektif Legisme.
•Pelanggaran UU
•Siapa yang Salah atau Benar
•Pembuktian menjadi utama
•Menyalahkan perilaku di masa lalu
•Nememis “pembalasan” /hukuman
•Keadilan sesuai undang undang
•Ketidakpuasan






Prespektif Restorative Justice
Pelanggaran / Perusakan (Harms) Relationship
Merubah perilaku di masa yang akan datang
Mengobati, memulihkan, memperbaiki relationship
Semua pihak terkait bertanggungjawab
Kebersamaan mengidentifikasi dan memetakan kerugiankerugian, kebutuhan dan tindakan yang perlu dilakukan untuk
memulihkan relationship
24

Anggapan Keliru !
Restorative Justice seringkali dianggap semata sebagai suatu
bentuk pemaafan atau pengampunan!
Bahwa benar dengan pemaafan (ataupun pengampunan) maka
suatu hubungan yang rusak akan menjadi pulih, namun dalam
Restorative Justice tidak selalu harus ada unsur pemaafan.
Restorative Justice tidak hanya terfokus pada korban, akan
tetapi concern pula terhadap pihak pelanggar dan pihak lain
yang terdampak. Menjadi lebih utama adalah sebisa mungkin
menempatkan hal yang benar, agar kondisi/keadaan/suatu
relationship pada masa yang akan datang menjadi lebih baik.

Anggapan Keliru !
Restorative Justice dianggap berbeda arah dengan Criminal
Justice System dan Civil Justice System bahkan ada anggapan
keberadaannya menjadi tumpang tindih dengan Justice System
yang telah ada.
Bahwa Restorative Justice adalah konsepsi atas makna keadilan.
Dengan Restorative Justice kita berupaya mereorientasi kembali
bagaimana kita perlu memahami makna keadilan yang lebih
dalam.

Apakah suatu kondisi dimana seseorang yang terbukti melakukan perbuatan
melawan hukum (pelaku) dan telah dijatuhi sanksi dapat diartikan bahwa
keadilan telah ditegakkan? Dalam konsepsi CJS, kondisi demikian dapat
dikatakan telah memenuhi rasa keadilan. Hukuman yang setimpal adalah
suatu keadilan
Bagaimana dengan keberlangsungan kehidupan istrinya dan anak dari
pelaku?
Bagaimana dengan keluarga korban yang sering kali tidak dapat menerima
putusan dari Majelis Hakim yang dianggap tidak cukup memuaskan ?
Bagaimana dengan keberlangsungan kehidupan 1000 karyawan yang
perusahaan tempatnya bekerja, dinyatakan pailit oleh putusan pengadilan
atas adanya gugatan pailit pihak kreditur? Siapa yang harus bertanggung
jawab atas keberlangsungan kehidupan karyawan tersebut? Bukankah
pemerintah juga bertanggung jawab untuk menciptakan lapangan kerja?
CJS atau penegakan hukum adalah perlu, namun menjadi lebih baik bila
bersamaan dengan itu dilakukan pula upaya “to put things right as possible”,
sebagaimana prespektif dari Restorative Justice.

To put things right as possible
(memulihkan kembali kepada kondisi yang benar/tepat)
Prespektif Restorative Justice, Pelanggaran itu menggambarkan adanya
hubungan (relationship) yang rusak.
Adanya hubungan yang rusak potensial menjadi sebab dan berdampak pada
Pelanggaran. Sebaliknya Pelanggaran juga mengakibatkan hubungan menjadi
rusak.
“The Harm of one is the harm of all”.
Perbuatan “harms” seperti membahayakan; merugikan; merusak; menyakiti;
melukai; mengganggu; mencelakakan; menjahati, dll adalah tindakan keliru
yang perlu diperbaiki dan ditempatkan kembali menjadi benar.
Menjadi kewajiban bagi semua pihak terkait yang berkepentingan yaitu
pelaku, korban, komunitas (masyarakat sekitar, pemerintah daerah, para
pengemban profesi hukum dll) untuk sebisa mungkin menempatkan hal yang
benar.

Restorative Justice
Peduli :
PELAKU, KORBAN, KOMUNITAS
HARMS, NEEDS, OBLIGATIONS

sebisa mungkin menempatkan hal yang benar dan tepat
dalam rangka memulihkan

Restorative Justice tidak dimaksudkan menggatikan CJS.
Restorative Justice dan CJS seyogyanya dipandang dan
dipahami secara lebih utuh sebagai konsepsi atas makna
keadilan dalam rangka melaksanakan Pembangunan
Perdamaian (Peacebuilding)

Peta Pembangunan Perdamaian
Meningkatkan
Kapasitas
1. Kerma Pendidikan Perdamaian
2. Kerma Penelitian dan Evaluasi
3. Kerma Pembangunan dalam
segala bidang

Mengobarkan
Anti Kekerasan
1. Membangkitkan Kesadaran dan
Kepedulian Stake Holder NKRI
2. Meningkatkan Rasa/Sikap/Perilaku
Saling Ketergantungan
(membangun kebersamaan)

Meredam Kekerasan
1. Preventing Victimization; restraining
offenders; Create a space for cooling
down; Cease-Fire Agreements;
Peacekeeping; Humanitarian Assistance
2. Early Warning dan Response Program
3. Legal & Judicial Systems
Criminal Justice System (CJS)
(to maintain order, not revenge)

Transformasi Hubungan
1.
2.
3.
4.
5.

Governance & Policymaking
Trauma Healing & Recovery Programs
Ritual & Symbolic Transformation
Restorative Justice
Conflict Transformation :
- Dialogue;
- Negotiation;
- Mediation.

Adaptasi : The Cycle of Peacebuilding, Strategic Peacebuilding, Lisa Schirch oleh Rachman, Jusril, Poeloengan (2012)

Terima Kasih
Mediasi di luar pengadilan di Indonesia, seharusnya dapat berkembang dengan pesat dengan
masih berlakunya Pancasila sebagai Dasar Negara dan Faslafah Bangsa Indonesia.
Musyawarah untuk mufakat, Kekeluargaan dan Gotong Royong adalah diantara nilai-nilai Pancasila
yang universal akan bermetamorfosis hingga terwujud, tercermin dan selaras dengan semangat
dalam Mediasi itu sendiri.
Berkembangnya Restorative Justice yang dapat mereorientasikan kembali makna Keadilan, yang
ternyata sejalan dengan nilai-nilai universal dari Pancasila, seharusnya dapat menjadi stimulan
dalam mempercepat perkembangan Mediasi di Indonesia.
Masa depan, diperlukan upaya bersama seluruh stake holder, khususnya pembuat kebijakan
dengan mengingat “law as a social tool engineering”, untuk segera berperan aktif, menaruh
perhatian dan turut serta melakukan perancangan UU tentang Mediasi.
UU tentang Mediasi sekaligus guna menselaraskan dan mengharmonisasikan ketentutanketentuan Mediasi yang masih tersebar dalam peraturan perundang-undangan lainnya, sehingga
tercapai kesamaan makna, hakikat dan pengimplementasian Mediasi sebagai Revitalisasi dan
Aktualisasi Pancasila, yang pada akhirnya berperan penting dalam terciptanya Kondisi Damai dan
Sejehtera bagi Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

SEGITIGA MEDIASI,
SUMBER PUSAT MEDIASI
NASIONAL (PMN) 2012

Pusat Mediasi Nasional.
2012. Mediation Triangles
and Mediation Skills.
Pelatihan Mediasi 40 jam
Angkatan 42, 10-14
September 2012, Jakarta.
Segitiga Mediasi ini
diadaptasi dari Boule,
Laurance., & Hwee, The
Hwee. 2000. Mediation:
Principles Process
Practice (Singapore
Edition). Butterworths
Asia & Singapore
Mediation Centre. Hal 99114.

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.1/2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
Pasal 147

Penyelesaian sengketa di bidang perumahan terlebih dahulu diupayakan berdasarkan musyawarah
untuk mufakat.

Pasal 148
(1) Dalam hal penyelesaian sengketa melalui musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, pihak yang
dirugikan dapat menggugat melalui pengadilan yang berada di lingkungan pengadilan umum atau
di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa melalui alternatif
penyelesaian sengketa.
(2) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
melalui arbitrase, konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan/atau penilaian ahli sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. UU yang mana?
(3) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
menghilangkan tanggung jawab pidana.

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.32/2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Dalam penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan dapat digunakan jasa
mediator dan/atau arbiter untuk membantu menyelesaikan sengketa lingkungan hidup, (Pasal
85 ayat 3) Mediasi tidak wajib dan tidak ada penjelasan lebih detil ttg mediasi.



UU No.14/2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik
Komisi Informasi adalah lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan Undang-Undang ini dan
peraturan pelaksanaannya, menetapkan petunjuk teknis standar layanan informasi publik dan
menyelesaikan sengketa informasi publik melalui mediasi dan/atau ajudikasi nonlitigasi
(Pasal 1 ayat 4) Mediator dan Pemutus sengketa
Pasal 40 (1) Penyelesaian sengketa melalui Mediasi merupakan pilihan para pihak dan bersifat
sukarela. Namun, Pasal 42, Penyelesaian Sengketa Informasi Publik melalui Ajudikasi
nonlitigasi oleh Komisi Informasi hanya dapat ditempuh apabila upaya Mediasi dinyatakan
tidak berhasil secara tertulis oleh salah satu atau para pihak yang bersengketa, atau salah satu
atau para pihak yang bersengketa menarik diri dari perundingan. Wajibkah atau pilihankah

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.39/1999 Tentang Hak Asasi Manusia
Komisi Nasional Hak Asasi yang selanjutnya disebut Komnas HAM adalah lembaga mandiri yang
berkedudukan setingkat dalam negara lainya yang berfungsi melaksanakan pengkajian,
penelitian, penyaluran, pemantauan, dan mediasi hak asasi manusia, Pasal 1 ayat 7 jo. Pasal
76. Definisi mediasi tidak dijelaskan
Pasal 89 ayat 4, Untuk melaksanakan fungsi Komnas HAM dalam mediasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 76, Komnas HAM bertugas dan berwenang melakukan: a. perdamaian
kedua belah pihak; b. penyelesaian perkara melaui cara konsultasi, negosiasi, mediasi,
konsiliasi, dan penilaian ahli; c. pemberian saran kepada para pihak untuk menyelesaikan
sengketa melalui pengadilan; d. penyampaian rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak
asasi manusia kepada Pemerintah untuk ditindaklanjuti penyelesaiannya; dan e. penyampaian
rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak asasi manusia kepada Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia untuk ditindaklanjuti. Fungsi Mediasi, namun di dalamnya termasuk
konsultasi, negosiasi, dll. Menyarankan para pihak untuk menyelesaikan sengketa melalui
pengadilan adalah TABU bagi mediator.

UU No. 30 Tahun 1999 Tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
 Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar
peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat
secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. (Pasal 1 ayat 1 UU
30/1999)
 Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa
atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni
penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi,
mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. (Pasal 1 ayat 10 UU 30/1999)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009
TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN

Upaya penyelesaian sengketa perdata dapat dilakukan di luar pengadilan
negara melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa. (Pasal 58
UU No.48/2009)


Arbitrase merupakan cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar
pengadilan yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara
tertulis oleh para pihak yang bersengketa. (Pasal 59 ayat 1 UU No.48/2009)



Alternatif Penyelesaian Sengketa merupakan lembaga penyelesaian
sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak,
yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi,
mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. (Pasal 60 ayat 1 UU No.48/2009)
©PMN 2013

37

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen jo
KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN
REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 350/MPP/Kep/12/2001 TENTANG
PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG BADAN PENYELESAIAN
SENGKETA KONSUMEN
Persidangan Dengan Cara Mediasi

Pasal 30
Majelis dalam menyelesaikan sengketa konsumen dengan cara Mediasi, mempunyai tugas :
a. memanggil konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
b. memanggil saksi dan saksi ahli bila diperlukan;
c. menyediakan forum bagi konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
d. secara aktif mendamaikan konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
e. secara aktif memberikan saran atau anjuran penyelesaian sengketa konsumen sesuai dengan
peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan konsumen.
Pasal 31
Tata cara penyelesaian sengketa konsumen dengan cara Mediasi adalah :
a. Majelis menyerahkan sepenuhnya proses penyelesaian sengketa kepada konsumen dan pelaku usaha
yang bersangkutan, baik mengenai bentuk maupun jumlah ganti rugi;
b. Majelis bertindak aktif sebagai Mediator dengan memberikan nasehat, petunjuk, saran dan upayaupaya lain dalam menyelesaikan sengketa;
c. Majelis menerima hasil musyawarah konsumen dan pelaku usaha dan mengeluarkan ketentuan.


Slide 34

PERKEMBANGAN MEDIASI
DI LUAR PENGADILAN
DI INDONESIA
Andrea Hynan Poeloengan, SH (Unibraw), M.Hum (Unpar), MTCP (Uni of Wollongong)
Workshop Internasional
Perkembangan Mediasi di Indonesia, Jepang dan Australia
Masa Kini Menuju Masa Depan
Rabu, 21 Agustus 2013
Pengadilan Negeri Kelas 1B Cibinong
Kabupaten Bogor

Perma No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan
Pasal 2
Ruang lingkup dan Kekuatan Berlaku Perma
1. Peraturan Mahkamah Agung ini hanya berlaku untuk mediasi yang terkait dengan
proses berperkara di Pengadilan.
2. Setiap hakim, mediator dan para pihak wajib mengikuti prosedur penyelesaian
sengketa melalui mediasi yang diatur dalam Peraturan ini.
3. Tidak menempuh prosedur mediasi berdasarkan Peraturan ini merupakan
pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 130 HIR dan atau Pasal 154 Rbg yang
mengakibatkan putusan batal demi hukum.
4. Hakim dalam pertimbangan putusan perkara wajib menyebutkan bahwa perkara
yang bersangkutan telah diupayakan perdamaian melalui mediasi dengan
menyebutkan nama mediator untuk perkara yang bersangkutan.
Pasal 23
Mediator yang telah tersertifikasi dimungkinkan untuk melakukan Mediasi di luar
pengadilan dengan hasil kesepakatannya dapat diajukan ke pengadilan untuk
memperoleh akta perdamaian dengan cara mengajukan gugatan

KEUTAMAAN PANCASILA
Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011
Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
telah menegaskan bahwa :
PANCASILA adalah
SUMBER DARI SEGALA SUMBER HUKUM
TAP MPR NO.: II/MPR/1978 yang digantikan dengan
TAP MPR NO.: XVIII/MPR/1998
telah menegaskan bahwa
PANCASILA adalah DASAR NEGARA
PANCASILA MENGANDUNG NILAI NILAI LESTARI DAN
UNIVERSAL YANG WAJIB DIUTAMAKAN/DIDAHULUKAN
DALAM RANGKA MEMBANGUN SELURUH SENDI
KEHIDUPAN BERMASYARAKAT, BERBANGSA &
BERNEGARA.

KEUTAMAAN BERMUSYAWARAH

PANCASILA adalah
SUMBER DARI SEGALA SUMBER HUKUM
PANCASILA MENGANDUNG NILAI NILAI LESTARI DAN
UNIVERSAL YANG HARUS DIUTAMAKAN/DIDAHULUKAN
UNTUK MENYELESAIKAN DAN MENGAKHIRI KONFLIK.
NILAI NILAI TERSEBUT TERKANDUNG DALAM SILA
KEEMPAT PANCASILA YANG MENGEDEPANKAN :
KEUTAMAAN MUSYAWARAH UNTUK MUFAKAT
BERDASARKAN ASAS KEKELUARGAAN

Nilai-Nilai Universal Pancasila
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat.
Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.
Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk
kepentingan bersama.
Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat
kekeluargaan.
Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan
melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai hati nurani yang
luhur.
Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggung-jawabkan secara
moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan
martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan

Musyawarah untuk mufakat adalah memang cara penyelesaian perselisihan yang paling
sesuai dengan Pancasila.
NAMUN bagaimana bermusyawarah untuk mufakat, yang lebih berdaya guna dan
berhasil guna, sehingga peluang tercapainya kesepakatan bagi para pihak menjadi lebih
besar ?
Teknik dan metode bermusyawarah untuk mufakat, yang lebih berdaya guna dan berhasil
guna, sehingga peluang tercapainya kesepakatan bagi para pihak menjadi lebih besar,
itulah yang dikenal dengan :
“MEDIASI”

Melalui pengembangan dan pemuktahiran teknik-teknik, metode tahapannya yang sangat
sistematis, dan bantuan dari orang yang berkeahlian, terlatih, terdidik untuk menjadi
seorang Mediator, yang bertugas bukan untuk memutus, melainkan diantaranya untuk
mendorong, membantu pihak berselisih/bersengketa/berkonflik menemukan peluangpeluang yang menurut para pihak adalah terbaik bagi kepentingan bersama para pihak.
Mediasi menjadikan musyawarah mufakat lebih efektif dan efisien, juga dapat
mentransformasi hubungan antara para pihak menjadi lebih terbuka.
MEDIASI BAGI BANGSA INDONESIA, SEYOGIANYA MENJADI UPAYA UTAMA YANG
HARUS DIDAHULUKAN DALAM PENYELESAIAN
PERSELISIHAN/SENGKETA/KONFLIK SEBAGAI AKTUALISASI NILAI-NILAI
UNIVERSAL PANCASILA
Maka, Perma No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan, merupakan bagian dari
aktualisasi nilai-nilai universal Pancasila tersebut

Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 tahun 2008 (PerMa 1/2008)
mendefinisikan Mediasi sebagai cara penyelesaian sengketa melalui proses
perundingan untuk memperoleh kesepakatan dengan dibantu oleh Mediator

Mediasi adalah suatu proses negosiasi dipandu dibantu oleh orang yang terpercaya.
Mediator membantu pihak berkonflik untuk berbagi perspektif dan pengalaman
mereka, mengidentifikasi kebutuhan yang mendasar, bertukar pikiran tentang
pilihan kreatif untuk mengatasi kebutuhan, dan kemudian membuat kesepakatan
akhir. (Lisa Schirch : 2004)
Mediasi sebagai intervensi terhadap suatu sengketa atau negosiasi yang dilakukan
oleh pihak ketiga yang dapat diterima, tidak berpihak/netral, yang tidak mempunyai
kewenangan untuk mengambil keputusan dalam membantu para pihak berselisih
dalam upaya mencari kesepakatan sukarela dalam menyelesaikan permasalahan
yang disengketakan (Christopher Moore: 2003)
Mediasi adalah sarana agar membiasakan Bangsa Indonesia berkonflik dengan cara
yang baik dan benar, untuk mencegah meluasnya, bahkan meningkatnya ekskalasi
konflik dalam rangka mewujudkan Perdamaian, Kesejahteraan, dan Menjaga
Keutuhan NKRI. (Rachman, Jusril, Poeloengan : 2012)
Mediasi merupakan sistem penyelesaian secara damai yang selaras dengan jiwa Sila
Keempat dan Nilai Luhur dari Ke-Bhinneka-Tunggal-Ika-an yang tidak berorientasi
mencari-cari perbedaan, tidak berpretensi mencari siapa yang salah atau siapa yang
benar, melainkan berorientasi pada suatu kesamaan terakomodirnya kebutuhan
atau kepentingan para pihak berkonflik. (Putut Eko Bayuseno : 2012)

Undang Undang No. 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial
telah mengamanatkan untuk mengembangkan sistem penyelesaian
perselisihan secara damai. Dalam Pasal 8 Undang-undang tersebut
dinyatakan bahwa:
1.Penyelesaian perselisihan dalam masyarakat dilakukan secara
damai.
2.Penyelesaian secara damai sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengutamakan musyawarah untuk mufakat.
3.Hasil musyawarah mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
mengikat para pihak.
Penyelesaian perselisihan yang secara damai perlu dimaknai, bahwa
para pihak yang berselisih / bersengketa / berkonflik secara sukarela
melaksanakan hasil kesepakatan perdamaian tanpa merasa
dipaksakan.
Perdamaian yang demikian itu adalah lebih lestari dibandingkan
perdamaian yang dipaksakan oleh pihak ketiga yang lebih berperan
layaknya pemutus dan pengadil, untuk memutuskan dan mengadili
apa yang menurutnya berdasarkan hukum adil bagi para pihak
berselisih / bersengketa / berkonflik tersebut.

KESADARAN HUKUM MENINGKAT = AKSES PADA PENGADILAN ≠
AKSES PADA KEADILAN
FAKTA :
Gambar 1: Grafik tentang Data Penyelesaian Konflik Melalui Jalur Pengadilan

Sumber : Cetak Biru Pembaruan Peradilan 2010-2035 Jakarta Mahkamah Agung RI, 2010 Diterbitkan oleh:
Mahkamah Agung RI, dan Laporan Tahunan Mahkamah Agung RI - Tahun 2010-2011

Kesadaran Hukum Meningkat
Namun frekuensi dan eskalasi Konflik Sosial juga tetap tinggi (Putut Eko Bayuseno : 2012)
9

KONFLIK MENINGKAT
Sistem Nasional Pemantauan Kekerasan (SNPK) : Sistem informasi yang menyediakan data dan analisis
tentang konflik dan kekerasan yang terjadi di berbagai wilayah di Indonesia. Proyek SNPK dipimpin oleh
Kemenkokesra, dengan dukungan Bank Dunia dan The Habibie Center.

http://www.snpk-indonesia.com/DataTools/Index?lang=ina&randdo=38141a91-1af9-4f1b-96da-a0cf05354e2c&userid=429853

10

Sistem Nasional Pemantauan Kekerasan (SNPK)
Periode 2010 s.d 2012

http://www.snpk-indonesia.com/DataTools/Index?lang=ina&randdo=38141a91-1af9-4f1b-96da-a0cf05354e2c&userid=429853

11

MEDIASI DI LUAR PENGADILAN

Mediasi di luar pengadilan yang menarik adalah yang dilakukan di Kabupaten Karawang terhadap
beberapa perselisihan / sengketa / konflik. Mediasi ini dilakukan dengan Mediator seorang perwira
polisi, AKP Iman Imannuddin, SIK, SH, MH, yang pada saat itu menjabat sebagai Kasat Reskrim Polres
Karawang. Ia memang telah mengikuti dan tersertifikasi sebagai seorang Mediator yang bersertifikat
dari Pusat Mediasi Nasional (PMN). Dalam melaksanakan tugasnya, tidak semua perkara diselesaikan
dengan penyidikan hingga penuntutan. Sebagai seorang Mediator yang tersertifikasi, telah merubah
pendekatan caranya bekerja sebagai seorang Reserse dengan menjadikan penegakan hukum sebagai
pilihan terakhir (Ultimum Remedium).
Dari seluruh perkara yang diselesaikan melalui cara Mediasi tersebut, telah mencegah terjadinya konflik
komunal ataupun konflik sosial di Kabupaten Karawang, bahkan dapat terselesaikan sebelum dibuatnya
Laporan Polisi karena masalah telah terselesaikan serta mencapai kesepakatan dan berdamai.

===
Mediasi di luar pengadilan atas perkara dalam Laporan Polisi tentang Tindak Pidana ITE berupa
intersepsi (penyadapan) antara PT. Agc vs Bs. Dalam perkara yang terjadi di Kota Bogor tersebut para
pihak berdamai melalui proses Mediasi yang dipimpin oleh Mediator bersertifikat dari PMN. Hasil
Mediasi tersebut dilaporkan kepada penyidik, hingga akhirnya memperoleh Penghentian Penyidikan
(SP3) dari Polres Bogor Kota, dan para pihak dapat islah kembali.
Ada juga perkara perdata sengketa jual beli saham antara Tn CT dengan Tn HB dkk. Walaupun
perkaranya tengah diperiksa oleh Majelis Hakim Mahkamah Agung RI dalam tahapan Kasasi, tetapi
sebagian besar (90 %) diantara para pihak yang bersengketa telah sepakat untuk berdamai melalui
Mediasi di luar pengadilan yang dipimpin oleh Mediator bersertifikat dari PMN, sehingga realisasi jual
beli saham dapat dilakukan sebelum putusnya perkara Kasasi di Mahkamah Agung RI.
Mediasi seharusnya “Forget the Law”, “Forget the Past”, dan “Don’t Look Back in Anger”

KEMANFAATAN MUSYAWARAH/MEDIASI
Putut Eko Bayuseno. 2012. Optimalisasi Musyawarah Sebagai Sarana Pengelolaan Konflik Dapat Meningkatkan Keamanan Di
Daerah Dalam Rangka Memperkuat Ketahanan Nasional. Esai Lemhanas PPSA XVIII. Lemhanas. Jakarta.

Data penyelesaian perkara/konflik khusus perkara yang berhubungan dengan Direktorat Reskrim Umum
pada Wilayah Hukum Polda Jawa Barat (21 Polres, 1 Polrestabes, 1 Dit Reskrim Um) per Semester I tahun
2012 (Januari s/d Juni 2012), Jumlah total perkara/konflik 15.595 kasus.
Data di olah dari sumber Dit Reskrim Um Polda Jawa Barat.
Siap dilakukan penuntutan (P.21) = 4516
perkara (28,96%)

4.93%

8,83%

5.76%
2.87%

28,96%

Belum selesai proses penyidikannya =
7588 perkara/konflik (48,66%)

Penghentian penyidikan (SP 3) = 447
Konflik (2,87%)

48,66%

musyawarah untuk mufakat ataupun
mediasi di kantor polisi setelah ada
Laporan polisi = 898 konflik (Peran
Penyelidik & Penyidik) (5,76%)
musyawarah untuk mufakat ataupun
mediasi di kantor Polisi, sebelum
timbulnya Laporan Polisi = 769 Konflik
(Peran Bhabinkamtibmas & Personil
lainnya) (4,93%)

KEMANFAATAN MUSYAWARAH/MEDIASI
Putut Eko Bayuseno. 2012. Optimalisasi Musyawarah Sebagai Sarana Pengelolaan Konflik Dapat Meningkatkan Keamanan Di
Daerah Dalam Rangka Memperkuat Ketahanan Nasional. Esai Lemhanas PPSA XVIII. Lemhanas. Jakarta.

Perbandingan Biaya Penyelesaian Konflik
Antara Melalui Musyawarah/Mediasi dan Tidak Melalui Musyawarah/Mediasi
Data di olah dari sumber Dit Reskrim Um Polda Jawa Barat.
Rp70,000,000,000

Rp60,000,000,000

Rp62.515.389.000
Rp50,000,000,000

Rp40,000,000,000

Rp30,000,000,000
Series1
Rp20,000,000,000

Rp10,000,000,000

Rp9.132.000.000
Rp0
3044 perkara/konflik diselesaikan melalui mediasi
dikalikan biaya rata rata penyelesaian sebesar Rp.
3.000.000,-

Bila 3044 perkara/konflik tidak diselesaikan melalui
mediasi maka dikalikan Rata Rata biaya Berdasarkan
Skep Kapolri No. Kep/606/XI/2011 tgl 17 Nop 2011
indeks anggaran lidik sidik perkara, sebesar Rp.
20.537.250,-

SOP tentang Pelaksanaan Tugas
Bhabinkamtibmas Oktober 2011
Fungsi Bhabinkamtibmas
• 2 f memediasi dan memfasilitasi upaya
pemecahan masalah yang terjadi di masyarakat;
Peran Bhabinkamtibmas
• 3 c mediator dan fasilitator dalam penyelesaian
permasalahan-permasalahan sosial yang terjadi
di masyarakat Desa/ Kelurahan

HEMAT ? (ilustrasi)
INSTANSI, IF…

IF…, JUMLAH INSTANSI X BIAYA
PENANGANAN PERKARA

TOTAL

POLSEK
1 perkara / 1 bulan

4000 x @ Rp. 500.000
anggaran per perkara

Rp.

2.000.000.000

POLRES
1 perkara / 1 bulan

400 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

400.000.000

POLDA
1 perkara / 1 bulan

25 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

25.000.000

KEJAKSAAN
1 perkara / 1 bulan

300 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

300.000.000

PENGADILAN
1 perkara / 1 bulan

300 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

300.000.000

Penghematan Anggaran
Negara Perbulan

Rp. 3.025.000.000 +
Potential Lost (Social Cost)

Biaya Penyelesaian Sengketa
Indicator
WAKTU (days)
BIAYA (% of
KERUGIAN)

Indonesia
570
122.7

East Asia & Pacific
519
47.8

OECD
518
19.7

Doing Business 2012: Data for Indonesia (WB)
Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD - Organisation for Economic Co-operation and Development)

Hambatan Mediasi
Mediasi vs Paradigma Keadilan yang Legisme
•Pelanggaran adalah Wanprestasi, Onrechmatmatige Daad,
Wederrechttelick.
•Ada aturan yang dilanggar. Cara penyelesaian sesuai dengan aturan
hukum dan hukum acara.
•Keadilan: Adil jika perbuatan sesuai dengan hukum. Adil jika salah
telah dihukum sesuai dengan aturan yang berlaku
Mediasi : Keadilan adalah kepentingan para pihak terpenuhi,
keadaan masing-masing pihak terpulihkan, kepentingan yang lebih
besar tidak terganggu, hubungan menjadi lebih terbuka, tanpa
pembuktian formal, tanpa benar salah, keputusan dibuat dan
disepakati para pihak.
Mediasi : memulihkan hubungan yang rusak = Restorative Justice

Tidak ada yang salah dengan
Konsepsi Hukum yang Legisme tersebut.
Hanya saja masyarakat pada umumnya dan para pengemban profesi hukum
menjadi terorientasikan pada makna keadilan yang legisme pula.
Konsepsi hukum atas makna “pelanggaran” yang legisme, yang terfokus pada
makna keadilan yang legisme pula tersebut, berbeda dengan prespektif dari
keadilan yang memulihkan (Restorative Justice).
VS
Mediasi : Keadilan adalah kepentingan para pihak terpenuhi, keadaan
masing-masing pihak terpulihkan, kepentingan yang lebih besar tidak
terganggu, hubungan menjadi lebih terbuka, tanpa pembuktian formal,
tanpa benar salah, keputusan dibuat dan disepakati para pihak

Yurisprudensi atau Sekedar Preseden ?







Perkara 378 jo 372 KUHP- LP/43/IX/2007/DIR RESKRIM POLDA DIY – Pelapor Cabut
Penyidik & Penuntut tetap Lanjut  Sidang PN Yogyakarta
PUT PN Yogyakarta: No. 317/PID.B/2008 Pencabutan Pengaduan Dikabulkan &
Penuntutan Tidak dapat Diterima
PUT PT Yogyakarta:No. 01/PID/PLW/2009/PT.YK : Persidangan PN Yogyakarta
Batal Demi Hukum
PUT Kasasi MA RI: No. 1600 K/PID/2009 : Pencabutan Pengaduan Dikabulkan &
Penuntutan Tidak dapat Diterima

Mediasi  Damai  Cabut Laporan  Tdk Cukup Bukti ?
Mediasi  Damai  Bukan Peraka Pidana ?
Mediasi  Damai  Demi Hukum  Diskresi  Restorative Justice ? (vide Pasal 18
UU No. 2 Tahun 2002 jo Pasal 30 ayat 4 UUD 1945)  Ultimum Remedium

Konsepsi Humanis Restorative Justice
Prespektif Restorative Justice :
1.

Bahwa Pelanggaran adalah suatu perbuatan yang mungkin keliru
dilakukan oleh pihak
tertentu sehingga membuat hubungan
(relationship) diantara pihak tertentu tersebut dengan para pihak lainya
yang terkait menjadi rusak.

2.

Bahwa hubungan yang menjadi rusak tersebut, harus diperbaiki,
dipulihkan, disembuhkan dengan sebisa mungkin menempatkan hal
yang benar (to put things right as possible)

3.

Bahwa perlu dilakukan upaya yang mendorong seluruh pihak terkait
untuk mengerti/memahami akibat/konsekuensi dari suatu pelanggaran.
Selanjutnya berupaya memastikan bahwa seluruh pihak terkait berniat
dan merealisasikan tindakan sebanyak mungkin menempatkan hal yang
benar, dalam rangka merajut kembali atau memperbaiki hubungan yang
telah rusak.
23

Prespektif Legisme.
•Pelanggaran UU
•Siapa yang Salah atau Benar
•Pembuktian menjadi utama
•Menyalahkan perilaku di masa lalu
•Nememis “pembalasan” /hukuman
•Keadilan sesuai undang undang
•Ketidakpuasan






Prespektif Restorative Justice
Pelanggaran / Perusakan (Harms) Relationship
Merubah perilaku di masa yang akan datang
Mengobati, memulihkan, memperbaiki relationship
Semua pihak terkait bertanggungjawab
Kebersamaan mengidentifikasi dan memetakan kerugiankerugian, kebutuhan dan tindakan yang perlu dilakukan untuk
memulihkan relationship
24

Anggapan Keliru !
Restorative Justice seringkali dianggap semata sebagai suatu
bentuk pemaafan atau pengampunan!
Bahwa benar dengan pemaafan (ataupun pengampunan) maka
suatu hubungan yang rusak akan menjadi pulih, namun dalam
Restorative Justice tidak selalu harus ada unsur pemaafan.
Restorative Justice tidak hanya terfokus pada korban, akan
tetapi concern pula terhadap pihak pelanggar dan pihak lain
yang terdampak. Menjadi lebih utama adalah sebisa mungkin
menempatkan hal yang benar, agar kondisi/keadaan/suatu
relationship pada masa yang akan datang menjadi lebih baik.

Anggapan Keliru !
Restorative Justice dianggap berbeda arah dengan Criminal
Justice System dan Civil Justice System bahkan ada anggapan
keberadaannya menjadi tumpang tindih dengan Justice System
yang telah ada.
Bahwa Restorative Justice adalah konsepsi atas makna keadilan.
Dengan Restorative Justice kita berupaya mereorientasi kembali
bagaimana kita perlu memahami makna keadilan yang lebih
dalam.

Apakah suatu kondisi dimana seseorang yang terbukti melakukan perbuatan
melawan hukum (pelaku) dan telah dijatuhi sanksi dapat diartikan bahwa
keadilan telah ditegakkan? Dalam konsepsi CJS, kondisi demikian dapat
dikatakan telah memenuhi rasa keadilan. Hukuman yang setimpal adalah
suatu keadilan
Bagaimana dengan keberlangsungan kehidupan istrinya dan anak dari
pelaku?
Bagaimana dengan keluarga korban yang sering kali tidak dapat menerima
putusan dari Majelis Hakim yang dianggap tidak cukup memuaskan ?
Bagaimana dengan keberlangsungan kehidupan 1000 karyawan yang
perusahaan tempatnya bekerja, dinyatakan pailit oleh putusan pengadilan
atas adanya gugatan pailit pihak kreditur? Siapa yang harus bertanggung
jawab atas keberlangsungan kehidupan karyawan tersebut? Bukankah
pemerintah juga bertanggung jawab untuk menciptakan lapangan kerja?
CJS atau penegakan hukum adalah perlu, namun menjadi lebih baik bila
bersamaan dengan itu dilakukan pula upaya “to put things right as possible”,
sebagaimana prespektif dari Restorative Justice.

To put things right as possible
(memulihkan kembali kepada kondisi yang benar/tepat)
Prespektif Restorative Justice, Pelanggaran itu menggambarkan adanya
hubungan (relationship) yang rusak.
Adanya hubungan yang rusak potensial menjadi sebab dan berdampak pada
Pelanggaran. Sebaliknya Pelanggaran juga mengakibatkan hubungan menjadi
rusak.
“The Harm of one is the harm of all”.
Perbuatan “harms” seperti membahayakan; merugikan; merusak; menyakiti;
melukai; mengganggu; mencelakakan; menjahati, dll adalah tindakan keliru
yang perlu diperbaiki dan ditempatkan kembali menjadi benar.
Menjadi kewajiban bagi semua pihak terkait yang berkepentingan yaitu
pelaku, korban, komunitas (masyarakat sekitar, pemerintah daerah, para
pengemban profesi hukum dll) untuk sebisa mungkin menempatkan hal yang
benar.

Restorative Justice
Peduli :
PELAKU, KORBAN, KOMUNITAS
HARMS, NEEDS, OBLIGATIONS

sebisa mungkin menempatkan hal yang benar dan tepat
dalam rangka memulihkan

Restorative Justice tidak dimaksudkan menggatikan CJS.
Restorative Justice dan CJS seyogyanya dipandang dan
dipahami secara lebih utuh sebagai konsepsi atas makna
keadilan dalam rangka melaksanakan Pembangunan
Perdamaian (Peacebuilding)

Peta Pembangunan Perdamaian
Meningkatkan
Kapasitas
1. Kerma Pendidikan Perdamaian
2. Kerma Penelitian dan Evaluasi
3. Kerma Pembangunan dalam
segala bidang

Mengobarkan
Anti Kekerasan
1. Membangkitkan Kesadaran dan
Kepedulian Stake Holder NKRI
2. Meningkatkan Rasa/Sikap/Perilaku
Saling Ketergantungan
(membangun kebersamaan)

Meredam Kekerasan
1. Preventing Victimization; restraining
offenders; Create a space for cooling
down; Cease-Fire Agreements;
Peacekeeping; Humanitarian Assistance
2. Early Warning dan Response Program
3. Legal & Judicial Systems
Criminal Justice System (CJS)
(to maintain order, not revenge)

Transformasi Hubungan
1.
2.
3.
4.
5.

Governance & Policymaking
Trauma Healing & Recovery Programs
Ritual & Symbolic Transformation
Restorative Justice
Conflict Transformation :
- Dialogue;
- Negotiation;
- Mediation.

Adaptasi : The Cycle of Peacebuilding, Strategic Peacebuilding, Lisa Schirch oleh Rachman, Jusril, Poeloengan (2012)

Terima Kasih
Mediasi di luar pengadilan di Indonesia, seharusnya dapat berkembang dengan pesat dengan
masih berlakunya Pancasila sebagai Dasar Negara dan Faslafah Bangsa Indonesia.
Musyawarah untuk mufakat, Kekeluargaan dan Gotong Royong adalah diantara nilai-nilai Pancasila
yang universal akan bermetamorfosis hingga terwujud, tercermin dan selaras dengan semangat
dalam Mediasi itu sendiri.
Berkembangnya Restorative Justice yang dapat mereorientasikan kembali makna Keadilan, yang
ternyata sejalan dengan nilai-nilai universal dari Pancasila, seharusnya dapat menjadi stimulan
dalam mempercepat perkembangan Mediasi di Indonesia.
Masa depan, diperlukan upaya bersama seluruh stake holder, khususnya pembuat kebijakan
dengan mengingat “law as a social tool engineering”, untuk segera berperan aktif, menaruh
perhatian dan turut serta melakukan perancangan UU tentang Mediasi.
UU tentang Mediasi sekaligus guna menselaraskan dan mengharmonisasikan ketentutanketentuan Mediasi yang masih tersebar dalam peraturan perundang-undangan lainnya, sehingga
tercapai kesamaan makna, hakikat dan pengimplementasian Mediasi sebagai Revitalisasi dan
Aktualisasi Pancasila, yang pada akhirnya berperan penting dalam terciptanya Kondisi Damai dan
Sejehtera bagi Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

SEGITIGA MEDIASI,
SUMBER PUSAT MEDIASI
NASIONAL (PMN) 2012

Pusat Mediasi Nasional.
2012. Mediation Triangles
and Mediation Skills.
Pelatihan Mediasi 40 jam
Angkatan 42, 10-14
September 2012, Jakarta.
Segitiga Mediasi ini
diadaptasi dari Boule,
Laurance., & Hwee, The
Hwee. 2000. Mediation:
Principles Process
Practice (Singapore
Edition). Butterworths
Asia & Singapore
Mediation Centre. Hal 99114.

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.1/2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
Pasal 147

Penyelesaian sengketa di bidang perumahan terlebih dahulu diupayakan berdasarkan musyawarah
untuk mufakat.

Pasal 148
(1) Dalam hal penyelesaian sengketa melalui musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, pihak yang
dirugikan dapat menggugat melalui pengadilan yang berada di lingkungan pengadilan umum atau
di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa melalui alternatif
penyelesaian sengketa.
(2) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
melalui arbitrase, konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan/atau penilaian ahli sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. UU yang mana?
(3) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
menghilangkan tanggung jawab pidana.

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.32/2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Dalam penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan dapat digunakan jasa
mediator dan/atau arbiter untuk membantu menyelesaikan sengketa lingkungan hidup, (Pasal
85 ayat 3) Mediasi tidak wajib dan tidak ada penjelasan lebih detil ttg mediasi.



UU No.14/2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik
Komisi Informasi adalah lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan Undang-Undang ini dan
peraturan pelaksanaannya, menetapkan petunjuk teknis standar layanan informasi publik dan
menyelesaikan sengketa informasi publik melalui mediasi dan/atau ajudikasi nonlitigasi
(Pasal 1 ayat 4) Mediator dan Pemutus sengketa
Pasal 40 (1) Penyelesaian sengketa melalui Mediasi merupakan pilihan para pihak dan bersifat
sukarela. Namun, Pasal 42, Penyelesaian Sengketa Informasi Publik melalui Ajudikasi
nonlitigasi oleh Komisi Informasi hanya dapat ditempuh apabila upaya Mediasi dinyatakan
tidak berhasil secara tertulis oleh salah satu atau para pihak yang bersengketa, atau salah satu
atau para pihak yang bersengketa menarik diri dari perundingan. Wajibkah atau pilihankah

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.39/1999 Tentang Hak Asasi Manusia
Komisi Nasional Hak Asasi yang selanjutnya disebut Komnas HAM adalah lembaga mandiri yang
berkedudukan setingkat dalam negara lainya yang berfungsi melaksanakan pengkajian,
penelitian, penyaluran, pemantauan, dan mediasi hak asasi manusia, Pasal 1 ayat 7 jo. Pasal
76. Definisi mediasi tidak dijelaskan
Pasal 89 ayat 4, Untuk melaksanakan fungsi Komnas HAM dalam mediasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 76, Komnas HAM bertugas dan berwenang melakukan: a. perdamaian
kedua belah pihak; b. penyelesaian perkara melaui cara konsultasi, negosiasi, mediasi,
konsiliasi, dan penilaian ahli; c. pemberian saran kepada para pihak untuk menyelesaikan
sengketa melalui pengadilan; d. penyampaian rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak
asasi manusia kepada Pemerintah untuk ditindaklanjuti penyelesaiannya; dan e. penyampaian
rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak asasi manusia kepada Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia untuk ditindaklanjuti. Fungsi Mediasi, namun di dalamnya termasuk
konsultasi, negosiasi, dll. Menyarankan para pihak untuk menyelesaikan sengketa melalui
pengadilan adalah TABU bagi mediator.

UU No. 30 Tahun 1999 Tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
 Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar
peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat
secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. (Pasal 1 ayat 1 UU
30/1999)
 Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa
atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni
penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi,
mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. (Pasal 1 ayat 10 UU 30/1999)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009
TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN

Upaya penyelesaian sengketa perdata dapat dilakukan di luar pengadilan
negara melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa. (Pasal 58
UU No.48/2009)


Arbitrase merupakan cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar
pengadilan yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara
tertulis oleh para pihak yang bersengketa. (Pasal 59 ayat 1 UU No.48/2009)



Alternatif Penyelesaian Sengketa merupakan lembaga penyelesaian
sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak,
yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi,
mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. (Pasal 60 ayat 1 UU No.48/2009)
©PMN 2013

37

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen jo
KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN
REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 350/MPP/Kep/12/2001 TENTANG
PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG BADAN PENYELESAIAN
SENGKETA KONSUMEN
Persidangan Dengan Cara Mediasi

Pasal 30
Majelis dalam menyelesaikan sengketa konsumen dengan cara Mediasi, mempunyai tugas :
a. memanggil konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
b. memanggil saksi dan saksi ahli bila diperlukan;
c. menyediakan forum bagi konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
d. secara aktif mendamaikan konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
e. secara aktif memberikan saran atau anjuran penyelesaian sengketa konsumen sesuai dengan
peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan konsumen.
Pasal 31
Tata cara penyelesaian sengketa konsumen dengan cara Mediasi adalah :
a. Majelis menyerahkan sepenuhnya proses penyelesaian sengketa kepada konsumen dan pelaku usaha
yang bersangkutan, baik mengenai bentuk maupun jumlah ganti rugi;
b. Majelis bertindak aktif sebagai Mediator dengan memberikan nasehat, petunjuk, saran dan upayaupaya lain dalam menyelesaikan sengketa;
c. Majelis menerima hasil musyawarah konsumen dan pelaku usaha dan mengeluarkan ketentuan.


Slide 35

PERKEMBANGAN MEDIASI
DI LUAR PENGADILAN
DI INDONESIA
Andrea Hynan Poeloengan, SH (Unibraw), M.Hum (Unpar), MTCP (Uni of Wollongong)
Workshop Internasional
Perkembangan Mediasi di Indonesia, Jepang dan Australia
Masa Kini Menuju Masa Depan
Rabu, 21 Agustus 2013
Pengadilan Negeri Kelas 1B Cibinong
Kabupaten Bogor

Perma No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan
Pasal 2
Ruang lingkup dan Kekuatan Berlaku Perma
1. Peraturan Mahkamah Agung ini hanya berlaku untuk mediasi yang terkait dengan
proses berperkara di Pengadilan.
2. Setiap hakim, mediator dan para pihak wajib mengikuti prosedur penyelesaian
sengketa melalui mediasi yang diatur dalam Peraturan ini.
3. Tidak menempuh prosedur mediasi berdasarkan Peraturan ini merupakan
pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 130 HIR dan atau Pasal 154 Rbg yang
mengakibatkan putusan batal demi hukum.
4. Hakim dalam pertimbangan putusan perkara wajib menyebutkan bahwa perkara
yang bersangkutan telah diupayakan perdamaian melalui mediasi dengan
menyebutkan nama mediator untuk perkara yang bersangkutan.
Pasal 23
Mediator yang telah tersertifikasi dimungkinkan untuk melakukan Mediasi di luar
pengadilan dengan hasil kesepakatannya dapat diajukan ke pengadilan untuk
memperoleh akta perdamaian dengan cara mengajukan gugatan

KEUTAMAAN PANCASILA
Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011
Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
telah menegaskan bahwa :
PANCASILA adalah
SUMBER DARI SEGALA SUMBER HUKUM
TAP MPR NO.: II/MPR/1978 yang digantikan dengan
TAP MPR NO.: XVIII/MPR/1998
telah menegaskan bahwa
PANCASILA adalah DASAR NEGARA
PANCASILA MENGANDUNG NILAI NILAI LESTARI DAN
UNIVERSAL YANG WAJIB DIUTAMAKAN/DIDAHULUKAN
DALAM RANGKA MEMBANGUN SELURUH SENDI
KEHIDUPAN BERMASYARAKAT, BERBANGSA &
BERNEGARA.

KEUTAMAAN BERMUSYAWARAH

PANCASILA adalah
SUMBER DARI SEGALA SUMBER HUKUM
PANCASILA MENGANDUNG NILAI NILAI LESTARI DAN
UNIVERSAL YANG HARUS DIUTAMAKAN/DIDAHULUKAN
UNTUK MENYELESAIKAN DAN MENGAKHIRI KONFLIK.
NILAI NILAI TERSEBUT TERKANDUNG DALAM SILA
KEEMPAT PANCASILA YANG MENGEDEPANKAN :
KEUTAMAAN MUSYAWARAH UNTUK MUFAKAT
BERDASARKAN ASAS KEKELUARGAAN

Nilai-Nilai Universal Pancasila
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat.
Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.
Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk
kepentingan bersama.
Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat
kekeluargaan.
Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan
melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai hati nurani yang
luhur.
Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggung-jawabkan secara
moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan
martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan

Musyawarah untuk mufakat adalah memang cara penyelesaian perselisihan yang paling
sesuai dengan Pancasila.
NAMUN bagaimana bermusyawarah untuk mufakat, yang lebih berdaya guna dan
berhasil guna, sehingga peluang tercapainya kesepakatan bagi para pihak menjadi lebih
besar ?
Teknik dan metode bermusyawarah untuk mufakat, yang lebih berdaya guna dan berhasil
guna, sehingga peluang tercapainya kesepakatan bagi para pihak menjadi lebih besar,
itulah yang dikenal dengan :
“MEDIASI”

Melalui pengembangan dan pemuktahiran teknik-teknik, metode tahapannya yang sangat
sistematis, dan bantuan dari orang yang berkeahlian, terlatih, terdidik untuk menjadi
seorang Mediator, yang bertugas bukan untuk memutus, melainkan diantaranya untuk
mendorong, membantu pihak berselisih/bersengketa/berkonflik menemukan peluangpeluang yang menurut para pihak adalah terbaik bagi kepentingan bersama para pihak.
Mediasi menjadikan musyawarah mufakat lebih efektif dan efisien, juga dapat
mentransformasi hubungan antara para pihak menjadi lebih terbuka.
MEDIASI BAGI BANGSA INDONESIA, SEYOGIANYA MENJADI UPAYA UTAMA YANG
HARUS DIDAHULUKAN DALAM PENYELESAIAN
PERSELISIHAN/SENGKETA/KONFLIK SEBAGAI AKTUALISASI NILAI-NILAI
UNIVERSAL PANCASILA
Maka, Perma No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan, merupakan bagian dari
aktualisasi nilai-nilai universal Pancasila tersebut

Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 tahun 2008 (PerMa 1/2008)
mendefinisikan Mediasi sebagai cara penyelesaian sengketa melalui proses
perundingan untuk memperoleh kesepakatan dengan dibantu oleh Mediator

Mediasi adalah suatu proses negosiasi dipandu dibantu oleh orang yang terpercaya.
Mediator membantu pihak berkonflik untuk berbagi perspektif dan pengalaman
mereka, mengidentifikasi kebutuhan yang mendasar, bertukar pikiran tentang
pilihan kreatif untuk mengatasi kebutuhan, dan kemudian membuat kesepakatan
akhir. (Lisa Schirch : 2004)
Mediasi sebagai intervensi terhadap suatu sengketa atau negosiasi yang dilakukan
oleh pihak ketiga yang dapat diterima, tidak berpihak/netral, yang tidak mempunyai
kewenangan untuk mengambil keputusan dalam membantu para pihak berselisih
dalam upaya mencari kesepakatan sukarela dalam menyelesaikan permasalahan
yang disengketakan (Christopher Moore: 2003)
Mediasi adalah sarana agar membiasakan Bangsa Indonesia berkonflik dengan cara
yang baik dan benar, untuk mencegah meluasnya, bahkan meningkatnya ekskalasi
konflik dalam rangka mewujudkan Perdamaian, Kesejahteraan, dan Menjaga
Keutuhan NKRI. (Rachman, Jusril, Poeloengan : 2012)
Mediasi merupakan sistem penyelesaian secara damai yang selaras dengan jiwa Sila
Keempat dan Nilai Luhur dari Ke-Bhinneka-Tunggal-Ika-an yang tidak berorientasi
mencari-cari perbedaan, tidak berpretensi mencari siapa yang salah atau siapa yang
benar, melainkan berorientasi pada suatu kesamaan terakomodirnya kebutuhan
atau kepentingan para pihak berkonflik. (Putut Eko Bayuseno : 2012)

Undang Undang No. 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial
telah mengamanatkan untuk mengembangkan sistem penyelesaian
perselisihan secara damai. Dalam Pasal 8 Undang-undang tersebut
dinyatakan bahwa:
1.Penyelesaian perselisihan dalam masyarakat dilakukan secara
damai.
2.Penyelesaian secara damai sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengutamakan musyawarah untuk mufakat.
3.Hasil musyawarah mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
mengikat para pihak.
Penyelesaian perselisihan yang secara damai perlu dimaknai, bahwa
para pihak yang berselisih / bersengketa / berkonflik secara sukarela
melaksanakan hasil kesepakatan perdamaian tanpa merasa
dipaksakan.
Perdamaian yang demikian itu adalah lebih lestari dibandingkan
perdamaian yang dipaksakan oleh pihak ketiga yang lebih berperan
layaknya pemutus dan pengadil, untuk memutuskan dan mengadili
apa yang menurutnya berdasarkan hukum adil bagi para pihak
berselisih / bersengketa / berkonflik tersebut.

KESADARAN HUKUM MENINGKAT = AKSES PADA PENGADILAN ≠
AKSES PADA KEADILAN
FAKTA :
Gambar 1: Grafik tentang Data Penyelesaian Konflik Melalui Jalur Pengadilan

Sumber : Cetak Biru Pembaruan Peradilan 2010-2035 Jakarta Mahkamah Agung RI, 2010 Diterbitkan oleh:
Mahkamah Agung RI, dan Laporan Tahunan Mahkamah Agung RI - Tahun 2010-2011

Kesadaran Hukum Meningkat
Namun frekuensi dan eskalasi Konflik Sosial juga tetap tinggi (Putut Eko Bayuseno : 2012)
9

KONFLIK MENINGKAT
Sistem Nasional Pemantauan Kekerasan (SNPK) : Sistem informasi yang menyediakan data dan analisis
tentang konflik dan kekerasan yang terjadi di berbagai wilayah di Indonesia. Proyek SNPK dipimpin oleh
Kemenkokesra, dengan dukungan Bank Dunia dan The Habibie Center.

http://www.snpk-indonesia.com/DataTools/Index?lang=ina&randdo=38141a91-1af9-4f1b-96da-a0cf05354e2c&userid=429853

10

Sistem Nasional Pemantauan Kekerasan (SNPK)
Periode 2010 s.d 2012

http://www.snpk-indonesia.com/DataTools/Index?lang=ina&randdo=38141a91-1af9-4f1b-96da-a0cf05354e2c&userid=429853

11

MEDIASI DI LUAR PENGADILAN

Mediasi di luar pengadilan yang menarik adalah yang dilakukan di Kabupaten Karawang terhadap
beberapa perselisihan / sengketa / konflik. Mediasi ini dilakukan dengan Mediator seorang perwira
polisi, AKP Iman Imannuddin, SIK, SH, MH, yang pada saat itu menjabat sebagai Kasat Reskrim Polres
Karawang. Ia memang telah mengikuti dan tersertifikasi sebagai seorang Mediator yang bersertifikat
dari Pusat Mediasi Nasional (PMN). Dalam melaksanakan tugasnya, tidak semua perkara diselesaikan
dengan penyidikan hingga penuntutan. Sebagai seorang Mediator yang tersertifikasi, telah merubah
pendekatan caranya bekerja sebagai seorang Reserse dengan menjadikan penegakan hukum sebagai
pilihan terakhir (Ultimum Remedium).
Dari seluruh perkara yang diselesaikan melalui cara Mediasi tersebut, telah mencegah terjadinya konflik
komunal ataupun konflik sosial di Kabupaten Karawang, bahkan dapat terselesaikan sebelum dibuatnya
Laporan Polisi karena masalah telah terselesaikan serta mencapai kesepakatan dan berdamai.

===
Mediasi di luar pengadilan atas perkara dalam Laporan Polisi tentang Tindak Pidana ITE berupa
intersepsi (penyadapan) antara PT. Agc vs Bs. Dalam perkara yang terjadi di Kota Bogor tersebut para
pihak berdamai melalui proses Mediasi yang dipimpin oleh Mediator bersertifikat dari PMN. Hasil
Mediasi tersebut dilaporkan kepada penyidik, hingga akhirnya memperoleh Penghentian Penyidikan
(SP3) dari Polres Bogor Kota, dan para pihak dapat islah kembali.
Ada juga perkara perdata sengketa jual beli saham antara Tn CT dengan Tn HB dkk. Walaupun
perkaranya tengah diperiksa oleh Majelis Hakim Mahkamah Agung RI dalam tahapan Kasasi, tetapi
sebagian besar (90 %) diantara para pihak yang bersengketa telah sepakat untuk berdamai melalui
Mediasi di luar pengadilan yang dipimpin oleh Mediator bersertifikat dari PMN, sehingga realisasi jual
beli saham dapat dilakukan sebelum putusnya perkara Kasasi di Mahkamah Agung RI.
Mediasi seharusnya “Forget the Law”, “Forget the Past”, dan “Don’t Look Back in Anger”

KEMANFAATAN MUSYAWARAH/MEDIASI
Putut Eko Bayuseno. 2012. Optimalisasi Musyawarah Sebagai Sarana Pengelolaan Konflik Dapat Meningkatkan Keamanan Di
Daerah Dalam Rangka Memperkuat Ketahanan Nasional. Esai Lemhanas PPSA XVIII. Lemhanas. Jakarta.

Data penyelesaian perkara/konflik khusus perkara yang berhubungan dengan Direktorat Reskrim Umum
pada Wilayah Hukum Polda Jawa Barat (21 Polres, 1 Polrestabes, 1 Dit Reskrim Um) per Semester I tahun
2012 (Januari s/d Juni 2012), Jumlah total perkara/konflik 15.595 kasus.
Data di olah dari sumber Dit Reskrim Um Polda Jawa Barat.
Siap dilakukan penuntutan (P.21) = 4516
perkara (28,96%)

4.93%

8,83%

5.76%
2.87%

28,96%

Belum selesai proses penyidikannya =
7588 perkara/konflik (48,66%)

Penghentian penyidikan (SP 3) = 447
Konflik (2,87%)

48,66%

musyawarah untuk mufakat ataupun
mediasi di kantor polisi setelah ada
Laporan polisi = 898 konflik (Peran
Penyelidik & Penyidik) (5,76%)
musyawarah untuk mufakat ataupun
mediasi di kantor Polisi, sebelum
timbulnya Laporan Polisi = 769 Konflik
(Peran Bhabinkamtibmas & Personil
lainnya) (4,93%)

KEMANFAATAN MUSYAWARAH/MEDIASI
Putut Eko Bayuseno. 2012. Optimalisasi Musyawarah Sebagai Sarana Pengelolaan Konflik Dapat Meningkatkan Keamanan Di
Daerah Dalam Rangka Memperkuat Ketahanan Nasional. Esai Lemhanas PPSA XVIII. Lemhanas. Jakarta.

Perbandingan Biaya Penyelesaian Konflik
Antara Melalui Musyawarah/Mediasi dan Tidak Melalui Musyawarah/Mediasi
Data di olah dari sumber Dit Reskrim Um Polda Jawa Barat.
Rp70,000,000,000

Rp60,000,000,000

Rp62.515.389.000
Rp50,000,000,000

Rp40,000,000,000

Rp30,000,000,000
Series1
Rp20,000,000,000

Rp10,000,000,000

Rp9.132.000.000
Rp0
3044 perkara/konflik diselesaikan melalui mediasi
dikalikan biaya rata rata penyelesaian sebesar Rp.
3.000.000,-

Bila 3044 perkara/konflik tidak diselesaikan melalui
mediasi maka dikalikan Rata Rata biaya Berdasarkan
Skep Kapolri No. Kep/606/XI/2011 tgl 17 Nop 2011
indeks anggaran lidik sidik perkara, sebesar Rp.
20.537.250,-

SOP tentang Pelaksanaan Tugas
Bhabinkamtibmas Oktober 2011
Fungsi Bhabinkamtibmas
• 2 f memediasi dan memfasilitasi upaya
pemecahan masalah yang terjadi di masyarakat;
Peran Bhabinkamtibmas
• 3 c mediator dan fasilitator dalam penyelesaian
permasalahan-permasalahan sosial yang terjadi
di masyarakat Desa/ Kelurahan

HEMAT ? (ilustrasi)
INSTANSI, IF…

IF…, JUMLAH INSTANSI X BIAYA
PENANGANAN PERKARA

TOTAL

POLSEK
1 perkara / 1 bulan

4000 x @ Rp. 500.000
anggaran per perkara

Rp.

2.000.000.000

POLRES
1 perkara / 1 bulan

400 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

400.000.000

POLDA
1 perkara / 1 bulan

25 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

25.000.000

KEJAKSAAN
1 perkara / 1 bulan

300 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

300.000.000

PENGADILAN
1 perkara / 1 bulan

300 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

300.000.000

Penghematan Anggaran
Negara Perbulan

Rp. 3.025.000.000 +
Potential Lost (Social Cost)

Biaya Penyelesaian Sengketa
Indicator
WAKTU (days)
BIAYA (% of
KERUGIAN)

Indonesia
570
122.7

East Asia & Pacific
519
47.8

OECD
518
19.7

Doing Business 2012: Data for Indonesia (WB)
Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD - Organisation for Economic Co-operation and Development)

Hambatan Mediasi
Mediasi vs Paradigma Keadilan yang Legisme
•Pelanggaran adalah Wanprestasi, Onrechmatmatige Daad,
Wederrechttelick.
•Ada aturan yang dilanggar. Cara penyelesaian sesuai dengan aturan
hukum dan hukum acara.
•Keadilan: Adil jika perbuatan sesuai dengan hukum. Adil jika salah
telah dihukum sesuai dengan aturan yang berlaku
Mediasi : Keadilan adalah kepentingan para pihak terpenuhi,
keadaan masing-masing pihak terpulihkan, kepentingan yang lebih
besar tidak terganggu, hubungan menjadi lebih terbuka, tanpa
pembuktian formal, tanpa benar salah, keputusan dibuat dan
disepakati para pihak.
Mediasi : memulihkan hubungan yang rusak = Restorative Justice

Tidak ada yang salah dengan
Konsepsi Hukum yang Legisme tersebut.
Hanya saja masyarakat pada umumnya dan para pengemban profesi hukum
menjadi terorientasikan pada makna keadilan yang legisme pula.
Konsepsi hukum atas makna “pelanggaran” yang legisme, yang terfokus pada
makna keadilan yang legisme pula tersebut, berbeda dengan prespektif dari
keadilan yang memulihkan (Restorative Justice).
VS
Mediasi : Keadilan adalah kepentingan para pihak terpenuhi, keadaan
masing-masing pihak terpulihkan, kepentingan yang lebih besar tidak
terganggu, hubungan menjadi lebih terbuka, tanpa pembuktian formal,
tanpa benar salah, keputusan dibuat dan disepakati para pihak

Yurisprudensi atau Sekedar Preseden ?







Perkara 378 jo 372 KUHP- LP/43/IX/2007/DIR RESKRIM POLDA DIY – Pelapor Cabut
Penyidik & Penuntut tetap Lanjut  Sidang PN Yogyakarta
PUT PN Yogyakarta: No. 317/PID.B/2008 Pencabutan Pengaduan Dikabulkan &
Penuntutan Tidak dapat Diterima
PUT PT Yogyakarta:No. 01/PID/PLW/2009/PT.YK : Persidangan PN Yogyakarta
Batal Demi Hukum
PUT Kasasi MA RI: No. 1600 K/PID/2009 : Pencabutan Pengaduan Dikabulkan &
Penuntutan Tidak dapat Diterima

Mediasi  Damai  Cabut Laporan  Tdk Cukup Bukti ?
Mediasi  Damai  Bukan Peraka Pidana ?
Mediasi  Damai  Demi Hukum  Diskresi  Restorative Justice ? (vide Pasal 18
UU No. 2 Tahun 2002 jo Pasal 30 ayat 4 UUD 1945)  Ultimum Remedium

Konsepsi Humanis Restorative Justice
Prespektif Restorative Justice :
1.

Bahwa Pelanggaran adalah suatu perbuatan yang mungkin keliru
dilakukan oleh pihak
tertentu sehingga membuat hubungan
(relationship) diantara pihak tertentu tersebut dengan para pihak lainya
yang terkait menjadi rusak.

2.

Bahwa hubungan yang menjadi rusak tersebut, harus diperbaiki,
dipulihkan, disembuhkan dengan sebisa mungkin menempatkan hal
yang benar (to put things right as possible)

3.

Bahwa perlu dilakukan upaya yang mendorong seluruh pihak terkait
untuk mengerti/memahami akibat/konsekuensi dari suatu pelanggaran.
Selanjutnya berupaya memastikan bahwa seluruh pihak terkait berniat
dan merealisasikan tindakan sebanyak mungkin menempatkan hal yang
benar, dalam rangka merajut kembali atau memperbaiki hubungan yang
telah rusak.
23

Prespektif Legisme.
•Pelanggaran UU
•Siapa yang Salah atau Benar
•Pembuktian menjadi utama
•Menyalahkan perilaku di masa lalu
•Nememis “pembalasan” /hukuman
•Keadilan sesuai undang undang
•Ketidakpuasan






Prespektif Restorative Justice
Pelanggaran / Perusakan (Harms) Relationship
Merubah perilaku di masa yang akan datang
Mengobati, memulihkan, memperbaiki relationship
Semua pihak terkait bertanggungjawab
Kebersamaan mengidentifikasi dan memetakan kerugiankerugian, kebutuhan dan tindakan yang perlu dilakukan untuk
memulihkan relationship
24

Anggapan Keliru !
Restorative Justice seringkali dianggap semata sebagai suatu
bentuk pemaafan atau pengampunan!
Bahwa benar dengan pemaafan (ataupun pengampunan) maka
suatu hubungan yang rusak akan menjadi pulih, namun dalam
Restorative Justice tidak selalu harus ada unsur pemaafan.
Restorative Justice tidak hanya terfokus pada korban, akan
tetapi concern pula terhadap pihak pelanggar dan pihak lain
yang terdampak. Menjadi lebih utama adalah sebisa mungkin
menempatkan hal yang benar, agar kondisi/keadaan/suatu
relationship pada masa yang akan datang menjadi lebih baik.

Anggapan Keliru !
Restorative Justice dianggap berbeda arah dengan Criminal
Justice System dan Civil Justice System bahkan ada anggapan
keberadaannya menjadi tumpang tindih dengan Justice System
yang telah ada.
Bahwa Restorative Justice adalah konsepsi atas makna keadilan.
Dengan Restorative Justice kita berupaya mereorientasi kembali
bagaimana kita perlu memahami makna keadilan yang lebih
dalam.

Apakah suatu kondisi dimana seseorang yang terbukti melakukan perbuatan
melawan hukum (pelaku) dan telah dijatuhi sanksi dapat diartikan bahwa
keadilan telah ditegakkan? Dalam konsepsi CJS, kondisi demikian dapat
dikatakan telah memenuhi rasa keadilan. Hukuman yang setimpal adalah
suatu keadilan
Bagaimana dengan keberlangsungan kehidupan istrinya dan anak dari
pelaku?
Bagaimana dengan keluarga korban yang sering kali tidak dapat menerima
putusan dari Majelis Hakim yang dianggap tidak cukup memuaskan ?
Bagaimana dengan keberlangsungan kehidupan 1000 karyawan yang
perusahaan tempatnya bekerja, dinyatakan pailit oleh putusan pengadilan
atas adanya gugatan pailit pihak kreditur? Siapa yang harus bertanggung
jawab atas keberlangsungan kehidupan karyawan tersebut? Bukankah
pemerintah juga bertanggung jawab untuk menciptakan lapangan kerja?
CJS atau penegakan hukum adalah perlu, namun menjadi lebih baik bila
bersamaan dengan itu dilakukan pula upaya “to put things right as possible”,
sebagaimana prespektif dari Restorative Justice.

To put things right as possible
(memulihkan kembali kepada kondisi yang benar/tepat)
Prespektif Restorative Justice, Pelanggaran itu menggambarkan adanya
hubungan (relationship) yang rusak.
Adanya hubungan yang rusak potensial menjadi sebab dan berdampak pada
Pelanggaran. Sebaliknya Pelanggaran juga mengakibatkan hubungan menjadi
rusak.
“The Harm of one is the harm of all”.
Perbuatan “harms” seperti membahayakan; merugikan; merusak; menyakiti;
melukai; mengganggu; mencelakakan; menjahati, dll adalah tindakan keliru
yang perlu diperbaiki dan ditempatkan kembali menjadi benar.
Menjadi kewajiban bagi semua pihak terkait yang berkepentingan yaitu
pelaku, korban, komunitas (masyarakat sekitar, pemerintah daerah, para
pengemban profesi hukum dll) untuk sebisa mungkin menempatkan hal yang
benar.

Restorative Justice
Peduli :
PELAKU, KORBAN, KOMUNITAS
HARMS, NEEDS, OBLIGATIONS

sebisa mungkin menempatkan hal yang benar dan tepat
dalam rangka memulihkan

Restorative Justice tidak dimaksudkan menggatikan CJS.
Restorative Justice dan CJS seyogyanya dipandang dan
dipahami secara lebih utuh sebagai konsepsi atas makna
keadilan dalam rangka melaksanakan Pembangunan
Perdamaian (Peacebuilding)

Peta Pembangunan Perdamaian
Meningkatkan
Kapasitas
1. Kerma Pendidikan Perdamaian
2. Kerma Penelitian dan Evaluasi
3. Kerma Pembangunan dalam
segala bidang

Mengobarkan
Anti Kekerasan
1. Membangkitkan Kesadaran dan
Kepedulian Stake Holder NKRI
2. Meningkatkan Rasa/Sikap/Perilaku
Saling Ketergantungan
(membangun kebersamaan)

Meredam Kekerasan
1. Preventing Victimization; restraining
offenders; Create a space for cooling
down; Cease-Fire Agreements;
Peacekeeping; Humanitarian Assistance
2. Early Warning dan Response Program
3. Legal & Judicial Systems
Criminal Justice System (CJS)
(to maintain order, not revenge)

Transformasi Hubungan
1.
2.
3.
4.
5.

Governance & Policymaking
Trauma Healing & Recovery Programs
Ritual & Symbolic Transformation
Restorative Justice
Conflict Transformation :
- Dialogue;
- Negotiation;
- Mediation.

Adaptasi : The Cycle of Peacebuilding, Strategic Peacebuilding, Lisa Schirch oleh Rachman, Jusril, Poeloengan (2012)

Terima Kasih
Mediasi di luar pengadilan di Indonesia, seharusnya dapat berkembang dengan pesat dengan
masih berlakunya Pancasila sebagai Dasar Negara dan Faslafah Bangsa Indonesia.
Musyawarah untuk mufakat, Kekeluargaan dan Gotong Royong adalah diantara nilai-nilai Pancasila
yang universal akan bermetamorfosis hingga terwujud, tercermin dan selaras dengan semangat
dalam Mediasi itu sendiri.
Berkembangnya Restorative Justice yang dapat mereorientasikan kembali makna Keadilan, yang
ternyata sejalan dengan nilai-nilai universal dari Pancasila, seharusnya dapat menjadi stimulan
dalam mempercepat perkembangan Mediasi di Indonesia.
Masa depan, diperlukan upaya bersama seluruh stake holder, khususnya pembuat kebijakan
dengan mengingat “law as a social tool engineering”, untuk segera berperan aktif, menaruh
perhatian dan turut serta melakukan perancangan UU tentang Mediasi.
UU tentang Mediasi sekaligus guna menselaraskan dan mengharmonisasikan ketentutanketentuan Mediasi yang masih tersebar dalam peraturan perundang-undangan lainnya, sehingga
tercapai kesamaan makna, hakikat dan pengimplementasian Mediasi sebagai Revitalisasi dan
Aktualisasi Pancasila, yang pada akhirnya berperan penting dalam terciptanya Kondisi Damai dan
Sejehtera bagi Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

SEGITIGA MEDIASI,
SUMBER PUSAT MEDIASI
NASIONAL (PMN) 2012

Pusat Mediasi Nasional.
2012. Mediation Triangles
and Mediation Skills.
Pelatihan Mediasi 40 jam
Angkatan 42, 10-14
September 2012, Jakarta.
Segitiga Mediasi ini
diadaptasi dari Boule,
Laurance., & Hwee, The
Hwee. 2000. Mediation:
Principles Process
Practice (Singapore
Edition). Butterworths
Asia & Singapore
Mediation Centre. Hal 99114.

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.1/2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
Pasal 147

Penyelesaian sengketa di bidang perumahan terlebih dahulu diupayakan berdasarkan musyawarah
untuk mufakat.

Pasal 148
(1) Dalam hal penyelesaian sengketa melalui musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, pihak yang
dirugikan dapat menggugat melalui pengadilan yang berada di lingkungan pengadilan umum atau
di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa melalui alternatif
penyelesaian sengketa.
(2) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
melalui arbitrase, konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan/atau penilaian ahli sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. UU yang mana?
(3) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
menghilangkan tanggung jawab pidana.

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.32/2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Dalam penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan dapat digunakan jasa
mediator dan/atau arbiter untuk membantu menyelesaikan sengketa lingkungan hidup, (Pasal
85 ayat 3) Mediasi tidak wajib dan tidak ada penjelasan lebih detil ttg mediasi.



UU No.14/2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik
Komisi Informasi adalah lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan Undang-Undang ini dan
peraturan pelaksanaannya, menetapkan petunjuk teknis standar layanan informasi publik dan
menyelesaikan sengketa informasi publik melalui mediasi dan/atau ajudikasi nonlitigasi
(Pasal 1 ayat 4) Mediator dan Pemutus sengketa
Pasal 40 (1) Penyelesaian sengketa melalui Mediasi merupakan pilihan para pihak dan bersifat
sukarela. Namun, Pasal 42, Penyelesaian Sengketa Informasi Publik melalui Ajudikasi
nonlitigasi oleh Komisi Informasi hanya dapat ditempuh apabila upaya Mediasi dinyatakan
tidak berhasil secara tertulis oleh salah satu atau para pihak yang bersengketa, atau salah satu
atau para pihak yang bersengketa menarik diri dari perundingan. Wajibkah atau pilihankah

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.39/1999 Tentang Hak Asasi Manusia
Komisi Nasional Hak Asasi yang selanjutnya disebut Komnas HAM adalah lembaga mandiri yang
berkedudukan setingkat dalam negara lainya yang berfungsi melaksanakan pengkajian,
penelitian, penyaluran, pemantauan, dan mediasi hak asasi manusia, Pasal 1 ayat 7 jo. Pasal
76. Definisi mediasi tidak dijelaskan
Pasal 89 ayat 4, Untuk melaksanakan fungsi Komnas HAM dalam mediasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 76, Komnas HAM bertugas dan berwenang melakukan: a. perdamaian
kedua belah pihak; b. penyelesaian perkara melaui cara konsultasi, negosiasi, mediasi,
konsiliasi, dan penilaian ahli; c. pemberian saran kepada para pihak untuk menyelesaikan
sengketa melalui pengadilan; d. penyampaian rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak
asasi manusia kepada Pemerintah untuk ditindaklanjuti penyelesaiannya; dan e. penyampaian
rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak asasi manusia kepada Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia untuk ditindaklanjuti. Fungsi Mediasi, namun di dalamnya termasuk
konsultasi, negosiasi, dll. Menyarankan para pihak untuk menyelesaikan sengketa melalui
pengadilan adalah TABU bagi mediator.

UU No. 30 Tahun 1999 Tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
 Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar
peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat
secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. (Pasal 1 ayat 1 UU
30/1999)
 Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa
atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni
penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi,
mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. (Pasal 1 ayat 10 UU 30/1999)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009
TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN

Upaya penyelesaian sengketa perdata dapat dilakukan di luar pengadilan
negara melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa. (Pasal 58
UU No.48/2009)


Arbitrase merupakan cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar
pengadilan yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara
tertulis oleh para pihak yang bersengketa. (Pasal 59 ayat 1 UU No.48/2009)



Alternatif Penyelesaian Sengketa merupakan lembaga penyelesaian
sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak,
yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi,
mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. (Pasal 60 ayat 1 UU No.48/2009)
©PMN 2013

37

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen jo
KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN
REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 350/MPP/Kep/12/2001 TENTANG
PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG BADAN PENYELESAIAN
SENGKETA KONSUMEN
Persidangan Dengan Cara Mediasi

Pasal 30
Majelis dalam menyelesaikan sengketa konsumen dengan cara Mediasi, mempunyai tugas :
a. memanggil konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
b. memanggil saksi dan saksi ahli bila diperlukan;
c. menyediakan forum bagi konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
d. secara aktif mendamaikan konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
e. secara aktif memberikan saran atau anjuran penyelesaian sengketa konsumen sesuai dengan
peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan konsumen.
Pasal 31
Tata cara penyelesaian sengketa konsumen dengan cara Mediasi adalah :
a. Majelis menyerahkan sepenuhnya proses penyelesaian sengketa kepada konsumen dan pelaku usaha
yang bersangkutan, baik mengenai bentuk maupun jumlah ganti rugi;
b. Majelis bertindak aktif sebagai Mediator dengan memberikan nasehat, petunjuk, saran dan upayaupaya lain dalam menyelesaikan sengketa;
c. Majelis menerima hasil musyawarah konsumen dan pelaku usaha dan mengeluarkan ketentuan.


Slide 36

PERKEMBANGAN MEDIASI
DI LUAR PENGADILAN
DI INDONESIA
Andrea Hynan Poeloengan, SH (Unibraw), M.Hum (Unpar), MTCP (Uni of Wollongong)
Workshop Internasional
Perkembangan Mediasi di Indonesia, Jepang dan Australia
Masa Kini Menuju Masa Depan
Rabu, 21 Agustus 2013
Pengadilan Negeri Kelas 1B Cibinong
Kabupaten Bogor

Perma No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan
Pasal 2
Ruang lingkup dan Kekuatan Berlaku Perma
1. Peraturan Mahkamah Agung ini hanya berlaku untuk mediasi yang terkait dengan
proses berperkara di Pengadilan.
2. Setiap hakim, mediator dan para pihak wajib mengikuti prosedur penyelesaian
sengketa melalui mediasi yang diatur dalam Peraturan ini.
3. Tidak menempuh prosedur mediasi berdasarkan Peraturan ini merupakan
pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 130 HIR dan atau Pasal 154 Rbg yang
mengakibatkan putusan batal demi hukum.
4. Hakim dalam pertimbangan putusan perkara wajib menyebutkan bahwa perkara
yang bersangkutan telah diupayakan perdamaian melalui mediasi dengan
menyebutkan nama mediator untuk perkara yang bersangkutan.
Pasal 23
Mediator yang telah tersertifikasi dimungkinkan untuk melakukan Mediasi di luar
pengadilan dengan hasil kesepakatannya dapat diajukan ke pengadilan untuk
memperoleh akta perdamaian dengan cara mengajukan gugatan

KEUTAMAAN PANCASILA
Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011
Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
telah menegaskan bahwa :
PANCASILA adalah
SUMBER DARI SEGALA SUMBER HUKUM
TAP MPR NO.: II/MPR/1978 yang digantikan dengan
TAP MPR NO.: XVIII/MPR/1998
telah menegaskan bahwa
PANCASILA adalah DASAR NEGARA
PANCASILA MENGANDUNG NILAI NILAI LESTARI DAN
UNIVERSAL YANG WAJIB DIUTAMAKAN/DIDAHULUKAN
DALAM RANGKA MEMBANGUN SELURUH SENDI
KEHIDUPAN BERMASYARAKAT, BERBANGSA &
BERNEGARA.

KEUTAMAAN BERMUSYAWARAH

PANCASILA adalah
SUMBER DARI SEGALA SUMBER HUKUM
PANCASILA MENGANDUNG NILAI NILAI LESTARI DAN
UNIVERSAL YANG HARUS DIUTAMAKAN/DIDAHULUKAN
UNTUK MENYELESAIKAN DAN MENGAKHIRI KONFLIK.
NILAI NILAI TERSEBUT TERKANDUNG DALAM SILA
KEEMPAT PANCASILA YANG MENGEDEPANKAN :
KEUTAMAAN MUSYAWARAH UNTUK MUFAKAT
BERDASARKAN ASAS KEKELUARGAAN

Nilai-Nilai Universal Pancasila
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat.
Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.
Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk
kepentingan bersama.
Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat
kekeluargaan.
Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan
melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai hati nurani yang
luhur.
Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggung-jawabkan secara
moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan
martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan

Musyawarah untuk mufakat adalah memang cara penyelesaian perselisihan yang paling
sesuai dengan Pancasila.
NAMUN bagaimana bermusyawarah untuk mufakat, yang lebih berdaya guna dan
berhasil guna, sehingga peluang tercapainya kesepakatan bagi para pihak menjadi lebih
besar ?
Teknik dan metode bermusyawarah untuk mufakat, yang lebih berdaya guna dan berhasil
guna, sehingga peluang tercapainya kesepakatan bagi para pihak menjadi lebih besar,
itulah yang dikenal dengan :
“MEDIASI”

Melalui pengembangan dan pemuktahiran teknik-teknik, metode tahapannya yang sangat
sistematis, dan bantuan dari orang yang berkeahlian, terlatih, terdidik untuk menjadi
seorang Mediator, yang bertugas bukan untuk memutus, melainkan diantaranya untuk
mendorong, membantu pihak berselisih/bersengketa/berkonflik menemukan peluangpeluang yang menurut para pihak adalah terbaik bagi kepentingan bersama para pihak.
Mediasi menjadikan musyawarah mufakat lebih efektif dan efisien, juga dapat
mentransformasi hubungan antara para pihak menjadi lebih terbuka.
MEDIASI BAGI BANGSA INDONESIA, SEYOGIANYA MENJADI UPAYA UTAMA YANG
HARUS DIDAHULUKAN DALAM PENYELESAIAN
PERSELISIHAN/SENGKETA/KONFLIK SEBAGAI AKTUALISASI NILAI-NILAI
UNIVERSAL PANCASILA
Maka, Perma No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan, merupakan bagian dari
aktualisasi nilai-nilai universal Pancasila tersebut

Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 tahun 2008 (PerMa 1/2008)
mendefinisikan Mediasi sebagai cara penyelesaian sengketa melalui proses
perundingan untuk memperoleh kesepakatan dengan dibantu oleh Mediator

Mediasi adalah suatu proses negosiasi dipandu dibantu oleh orang yang terpercaya.
Mediator membantu pihak berkonflik untuk berbagi perspektif dan pengalaman
mereka, mengidentifikasi kebutuhan yang mendasar, bertukar pikiran tentang
pilihan kreatif untuk mengatasi kebutuhan, dan kemudian membuat kesepakatan
akhir. (Lisa Schirch : 2004)
Mediasi sebagai intervensi terhadap suatu sengketa atau negosiasi yang dilakukan
oleh pihak ketiga yang dapat diterima, tidak berpihak/netral, yang tidak mempunyai
kewenangan untuk mengambil keputusan dalam membantu para pihak berselisih
dalam upaya mencari kesepakatan sukarela dalam menyelesaikan permasalahan
yang disengketakan (Christopher Moore: 2003)
Mediasi adalah sarana agar membiasakan Bangsa Indonesia berkonflik dengan cara
yang baik dan benar, untuk mencegah meluasnya, bahkan meningkatnya ekskalasi
konflik dalam rangka mewujudkan Perdamaian, Kesejahteraan, dan Menjaga
Keutuhan NKRI. (Rachman, Jusril, Poeloengan : 2012)
Mediasi merupakan sistem penyelesaian secara damai yang selaras dengan jiwa Sila
Keempat dan Nilai Luhur dari Ke-Bhinneka-Tunggal-Ika-an yang tidak berorientasi
mencari-cari perbedaan, tidak berpretensi mencari siapa yang salah atau siapa yang
benar, melainkan berorientasi pada suatu kesamaan terakomodirnya kebutuhan
atau kepentingan para pihak berkonflik. (Putut Eko Bayuseno : 2012)

Undang Undang No. 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial
telah mengamanatkan untuk mengembangkan sistem penyelesaian
perselisihan secara damai. Dalam Pasal 8 Undang-undang tersebut
dinyatakan bahwa:
1.Penyelesaian perselisihan dalam masyarakat dilakukan secara
damai.
2.Penyelesaian secara damai sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengutamakan musyawarah untuk mufakat.
3.Hasil musyawarah mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
mengikat para pihak.
Penyelesaian perselisihan yang secara damai perlu dimaknai, bahwa
para pihak yang berselisih / bersengketa / berkonflik secara sukarela
melaksanakan hasil kesepakatan perdamaian tanpa merasa
dipaksakan.
Perdamaian yang demikian itu adalah lebih lestari dibandingkan
perdamaian yang dipaksakan oleh pihak ketiga yang lebih berperan
layaknya pemutus dan pengadil, untuk memutuskan dan mengadili
apa yang menurutnya berdasarkan hukum adil bagi para pihak
berselisih / bersengketa / berkonflik tersebut.

KESADARAN HUKUM MENINGKAT = AKSES PADA PENGADILAN ≠
AKSES PADA KEADILAN
FAKTA :
Gambar 1: Grafik tentang Data Penyelesaian Konflik Melalui Jalur Pengadilan

Sumber : Cetak Biru Pembaruan Peradilan 2010-2035 Jakarta Mahkamah Agung RI, 2010 Diterbitkan oleh:
Mahkamah Agung RI, dan Laporan Tahunan Mahkamah Agung RI - Tahun 2010-2011

Kesadaran Hukum Meningkat
Namun frekuensi dan eskalasi Konflik Sosial juga tetap tinggi (Putut Eko Bayuseno : 2012)
9

KONFLIK MENINGKAT
Sistem Nasional Pemantauan Kekerasan (SNPK) : Sistem informasi yang menyediakan data dan analisis
tentang konflik dan kekerasan yang terjadi di berbagai wilayah di Indonesia. Proyek SNPK dipimpin oleh
Kemenkokesra, dengan dukungan Bank Dunia dan The Habibie Center.

http://www.snpk-indonesia.com/DataTools/Index?lang=ina&randdo=38141a91-1af9-4f1b-96da-a0cf05354e2c&userid=429853

10

Sistem Nasional Pemantauan Kekerasan (SNPK)
Periode 2010 s.d 2012

http://www.snpk-indonesia.com/DataTools/Index?lang=ina&randdo=38141a91-1af9-4f1b-96da-a0cf05354e2c&userid=429853

11

MEDIASI DI LUAR PENGADILAN

Mediasi di luar pengadilan yang menarik adalah yang dilakukan di Kabupaten Karawang terhadap
beberapa perselisihan / sengketa / konflik. Mediasi ini dilakukan dengan Mediator seorang perwira
polisi, AKP Iman Imannuddin, SIK, SH, MH, yang pada saat itu menjabat sebagai Kasat Reskrim Polres
Karawang. Ia memang telah mengikuti dan tersertifikasi sebagai seorang Mediator yang bersertifikat
dari Pusat Mediasi Nasional (PMN). Dalam melaksanakan tugasnya, tidak semua perkara diselesaikan
dengan penyidikan hingga penuntutan. Sebagai seorang Mediator yang tersertifikasi, telah merubah
pendekatan caranya bekerja sebagai seorang Reserse dengan menjadikan penegakan hukum sebagai
pilihan terakhir (Ultimum Remedium).
Dari seluruh perkara yang diselesaikan melalui cara Mediasi tersebut, telah mencegah terjadinya konflik
komunal ataupun konflik sosial di Kabupaten Karawang, bahkan dapat terselesaikan sebelum dibuatnya
Laporan Polisi karena masalah telah terselesaikan serta mencapai kesepakatan dan berdamai.

===
Mediasi di luar pengadilan atas perkara dalam Laporan Polisi tentang Tindak Pidana ITE berupa
intersepsi (penyadapan) antara PT. Agc vs Bs. Dalam perkara yang terjadi di Kota Bogor tersebut para
pihak berdamai melalui proses Mediasi yang dipimpin oleh Mediator bersertifikat dari PMN. Hasil
Mediasi tersebut dilaporkan kepada penyidik, hingga akhirnya memperoleh Penghentian Penyidikan
(SP3) dari Polres Bogor Kota, dan para pihak dapat islah kembali.
Ada juga perkara perdata sengketa jual beli saham antara Tn CT dengan Tn HB dkk. Walaupun
perkaranya tengah diperiksa oleh Majelis Hakim Mahkamah Agung RI dalam tahapan Kasasi, tetapi
sebagian besar (90 %) diantara para pihak yang bersengketa telah sepakat untuk berdamai melalui
Mediasi di luar pengadilan yang dipimpin oleh Mediator bersertifikat dari PMN, sehingga realisasi jual
beli saham dapat dilakukan sebelum putusnya perkara Kasasi di Mahkamah Agung RI.
Mediasi seharusnya “Forget the Law”, “Forget the Past”, dan “Don’t Look Back in Anger”

KEMANFAATAN MUSYAWARAH/MEDIASI
Putut Eko Bayuseno. 2012. Optimalisasi Musyawarah Sebagai Sarana Pengelolaan Konflik Dapat Meningkatkan Keamanan Di
Daerah Dalam Rangka Memperkuat Ketahanan Nasional. Esai Lemhanas PPSA XVIII. Lemhanas. Jakarta.

Data penyelesaian perkara/konflik khusus perkara yang berhubungan dengan Direktorat Reskrim Umum
pada Wilayah Hukum Polda Jawa Barat (21 Polres, 1 Polrestabes, 1 Dit Reskrim Um) per Semester I tahun
2012 (Januari s/d Juni 2012), Jumlah total perkara/konflik 15.595 kasus.
Data di olah dari sumber Dit Reskrim Um Polda Jawa Barat.
Siap dilakukan penuntutan (P.21) = 4516
perkara (28,96%)

4.93%

8,83%

5.76%
2.87%

28,96%

Belum selesai proses penyidikannya =
7588 perkara/konflik (48,66%)

Penghentian penyidikan (SP 3) = 447
Konflik (2,87%)

48,66%

musyawarah untuk mufakat ataupun
mediasi di kantor polisi setelah ada
Laporan polisi = 898 konflik (Peran
Penyelidik & Penyidik) (5,76%)
musyawarah untuk mufakat ataupun
mediasi di kantor Polisi, sebelum
timbulnya Laporan Polisi = 769 Konflik
(Peran Bhabinkamtibmas & Personil
lainnya) (4,93%)

KEMANFAATAN MUSYAWARAH/MEDIASI
Putut Eko Bayuseno. 2012. Optimalisasi Musyawarah Sebagai Sarana Pengelolaan Konflik Dapat Meningkatkan Keamanan Di
Daerah Dalam Rangka Memperkuat Ketahanan Nasional. Esai Lemhanas PPSA XVIII. Lemhanas. Jakarta.

Perbandingan Biaya Penyelesaian Konflik
Antara Melalui Musyawarah/Mediasi dan Tidak Melalui Musyawarah/Mediasi
Data di olah dari sumber Dit Reskrim Um Polda Jawa Barat.
Rp70,000,000,000

Rp60,000,000,000

Rp62.515.389.000
Rp50,000,000,000

Rp40,000,000,000

Rp30,000,000,000
Series1
Rp20,000,000,000

Rp10,000,000,000

Rp9.132.000.000
Rp0
3044 perkara/konflik diselesaikan melalui mediasi
dikalikan biaya rata rata penyelesaian sebesar Rp.
3.000.000,-

Bila 3044 perkara/konflik tidak diselesaikan melalui
mediasi maka dikalikan Rata Rata biaya Berdasarkan
Skep Kapolri No. Kep/606/XI/2011 tgl 17 Nop 2011
indeks anggaran lidik sidik perkara, sebesar Rp.
20.537.250,-

SOP tentang Pelaksanaan Tugas
Bhabinkamtibmas Oktober 2011
Fungsi Bhabinkamtibmas
• 2 f memediasi dan memfasilitasi upaya
pemecahan masalah yang terjadi di masyarakat;
Peran Bhabinkamtibmas
• 3 c mediator dan fasilitator dalam penyelesaian
permasalahan-permasalahan sosial yang terjadi
di masyarakat Desa/ Kelurahan

HEMAT ? (ilustrasi)
INSTANSI, IF…

IF…, JUMLAH INSTANSI X BIAYA
PENANGANAN PERKARA

TOTAL

POLSEK
1 perkara / 1 bulan

4000 x @ Rp. 500.000
anggaran per perkara

Rp.

2.000.000.000

POLRES
1 perkara / 1 bulan

400 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

400.000.000

POLDA
1 perkara / 1 bulan

25 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

25.000.000

KEJAKSAAN
1 perkara / 1 bulan

300 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

300.000.000

PENGADILAN
1 perkara / 1 bulan

300 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

300.000.000

Penghematan Anggaran
Negara Perbulan

Rp. 3.025.000.000 +
Potential Lost (Social Cost)

Biaya Penyelesaian Sengketa
Indicator
WAKTU (days)
BIAYA (% of
KERUGIAN)

Indonesia
570
122.7

East Asia & Pacific
519
47.8

OECD
518
19.7

Doing Business 2012: Data for Indonesia (WB)
Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD - Organisation for Economic Co-operation and Development)

Hambatan Mediasi
Mediasi vs Paradigma Keadilan yang Legisme
•Pelanggaran adalah Wanprestasi, Onrechmatmatige Daad,
Wederrechttelick.
•Ada aturan yang dilanggar. Cara penyelesaian sesuai dengan aturan
hukum dan hukum acara.
•Keadilan: Adil jika perbuatan sesuai dengan hukum. Adil jika salah
telah dihukum sesuai dengan aturan yang berlaku
Mediasi : Keadilan adalah kepentingan para pihak terpenuhi,
keadaan masing-masing pihak terpulihkan, kepentingan yang lebih
besar tidak terganggu, hubungan menjadi lebih terbuka, tanpa
pembuktian formal, tanpa benar salah, keputusan dibuat dan
disepakati para pihak.
Mediasi : memulihkan hubungan yang rusak = Restorative Justice

Tidak ada yang salah dengan
Konsepsi Hukum yang Legisme tersebut.
Hanya saja masyarakat pada umumnya dan para pengemban profesi hukum
menjadi terorientasikan pada makna keadilan yang legisme pula.
Konsepsi hukum atas makna “pelanggaran” yang legisme, yang terfokus pada
makna keadilan yang legisme pula tersebut, berbeda dengan prespektif dari
keadilan yang memulihkan (Restorative Justice).
VS
Mediasi : Keadilan adalah kepentingan para pihak terpenuhi, keadaan
masing-masing pihak terpulihkan, kepentingan yang lebih besar tidak
terganggu, hubungan menjadi lebih terbuka, tanpa pembuktian formal,
tanpa benar salah, keputusan dibuat dan disepakati para pihak

Yurisprudensi atau Sekedar Preseden ?







Perkara 378 jo 372 KUHP- LP/43/IX/2007/DIR RESKRIM POLDA DIY – Pelapor Cabut
Penyidik & Penuntut tetap Lanjut  Sidang PN Yogyakarta
PUT PN Yogyakarta: No. 317/PID.B/2008 Pencabutan Pengaduan Dikabulkan &
Penuntutan Tidak dapat Diterima
PUT PT Yogyakarta:No. 01/PID/PLW/2009/PT.YK : Persidangan PN Yogyakarta
Batal Demi Hukum
PUT Kasasi MA RI: No. 1600 K/PID/2009 : Pencabutan Pengaduan Dikabulkan &
Penuntutan Tidak dapat Diterima

Mediasi  Damai  Cabut Laporan  Tdk Cukup Bukti ?
Mediasi  Damai  Bukan Peraka Pidana ?
Mediasi  Damai  Demi Hukum  Diskresi  Restorative Justice ? (vide Pasal 18
UU No. 2 Tahun 2002 jo Pasal 30 ayat 4 UUD 1945)  Ultimum Remedium

Konsepsi Humanis Restorative Justice
Prespektif Restorative Justice :
1.

Bahwa Pelanggaran adalah suatu perbuatan yang mungkin keliru
dilakukan oleh pihak
tertentu sehingga membuat hubungan
(relationship) diantara pihak tertentu tersebut dengan para pihak lainya
yang terkait menjadi rusak.

2.

Bahwa hubungan yang menjadi rusak tersebut, harus diperbaiki,
dipulihkan, disembuhkan dengan sebisa mungkin menempatkan hal
yang benar (to put things right as possible)

3.

Bahwa perlu dilakukan upaya yang mendorong seluruh pihak terkait
untuk mengerti/memahami akibat/konsekuensi dari suatu pelanggaran.
Selanjutnya berupaya memastikan bahwa seluruh pihak terkait berniat
dan merealisasikan tindakan sebanyak mungkin menempatkan hal yang
benar, dalam rangka merajut kembali atau memperbaiki hubungan yang
telah rusak.
23

Prespektif Legisme.
•Pelanggaran UU
•Siapa yang Salah atau Benar
•Pembuktian menjadi utama
•Menyalahkan perilaku di masa lalu
•Nememis “pembalasan” /hukuman
•Keadilan sesuai undang undang
•Ketidakpuasan






Prespektif Restorative Justice
Pelanggaran / Perusakan (Harms) Relationship
Merubah perilaku di masa yang akan datang
Mengobati, memulihkan, memperbaiki relationship
Semua pihak terkait bertanggungjawab
Kebersamaan mengidentifikasi dan memetakan kerugiankerugian, kebutuhan dan tindakan yang perlu dilakukan untuk
memulihkan relationship
24

Anggapan Keliru !
Restorative Justice seringkali dianggap semata sebagai suatu
bentuk pemaafan atau pengampunan!
Bahwa benar dengan pemaafan (ataupun pengampunan) maka
suatu hubungan yang rusak akan menjadi pulih, namun dalam
Restorative Justice tidak selalu harus ada unsur pemaafan.
Restorative Justice tidak hanya terfokus pada korban, akan
tetapi concern pula terhadap pihak pelanggar dan pihak lain
yang terdampak. Menjadi lebih utama adalah sebisa mungkin
menempatkan hal yang benar, agar kondisi/keadaan/suatu
relationship pada masa yang akan datang menjadi lebih baik.

Anggapan Keliru !
Restorative Justice dianggap berbeda arah dengan Criminal
Justice System dan Civil Justice System bahkan ada anggapan
keberadaannya menjadi tumpang tindih dengan Justice System
yang telah ada.
Bahwa Restorative Justice adalah konsepsi atas makna keadilan.
Dengan Restorative Justice kita berupaya mereorientasi kembali
bagaimana kita perlu memahami makna keadilan yang lebih
dalam.

Apakah suatu kondisi dimana seseorang yang terbukti melakukan perbuatan
melawan hukum (pelaku) dan telah dijatuhi sanksi dapat diartikan bahwa
keadilan telah ditegakkan? Dalam konsepsi CJS, kondisi demikian dapat
dikatakan telah memenuhi rasa keadilan. Hukuman yang setimpal adalah
suatu keadilan
Bagaimana dengan keberlangsungan kehidupan istrinya dan anak dari
pelaku?
Bagaimana dengan keluarga korban yang sering kali tidak dapat menerima
putusan dari Majelis Hakim yang dianggap tidak cukup memuaskan ?
Bagaimana dengan keberlangsungan kehidupan 1000 karyawan yang
perusahaan tempatnya bekerja, dinyatakan pailit oleh putusan pengadilan
atas adanya gugatan pailit pihak kreditur? Siapa yang harus bertanggung
jawab atas keberlangsungan kehidupan karyawan tersebut? Bukankah
pemerintah juga bertanggung jawab untuk menciptakan lapangan kerja?
CJS atau penegakan hukum adalah perlu, namun menjadi lebih baik bila
bersamaan dengan itu dilakukan pula upaya “to put things right as possible”,
sebagaimana prespektif dari Restorative Justice.

To put things right as possible
(memulihkan kembali kepada kondisi yang benar/tepat)
Prespektif Restorative Justice, Pelanggaran itu menggambarkan adanya
hubungan (relationship) yang rusak.
Adanya hubungan yang rusak potensial menjadi sebab dan berdampak pada
Pelanggaran. Sebaliknya Pelanggaran juga mengakibatkan hubungan menjadi
rusak.
“The Harm of one is the harm of all”.
Perbuatan “harms” seperti membahayakan; merugikan; merusak; menyakiti;
melukai; mengganggu; mencelakakan; menjahati, dll adalah tindakan keliru
yang perlu diperbaiki dan ditempatkan kembali menjadi benar.
Menjadi kewajiban bagi semua pihak terkait yang berkepentingan yaitu
pelaku, korban, komunitas (masyarakat sekitar, pemerintah daerah, para
pengemban profesi hukum dll) untuk sebisa mungkin menempatkan hal yang
benar.

Restorative Justice
Peduli :
PELAKU, KORBAN, KOMUNITAS
HARMS, NEEDS, OBLIGATIONS

sebisa mungkin menempatkan hal yang benar dan tepat
dalam rangka memulihkan

Restorative Justice tidak dimaksudkan menggatikan CJS.
Restorative Justice dan CJS seyogyanya dipandang dan
dipahami secara lebih utuh sebagai konsepsi atas makna
keadilan dalam rangka melaksanakan Pembangunan
Perdamaian (Peacebuilding)

Peta Pembangunan Perdamaian
Meningkatkan
Kapasitas
1. Kerma Pendidikan Perdamaian
2. Kerma Penelitian dan Evaluasi
3. Kerma Pembangunan dalam
segala bidang

Mengobarkan
Anti Kekerasan
1. Membangkitkan Kesadaran dan
Kepedulian Stake Holder NKRI
2. Meningkatkan Rasa/Sikap/Perilaku
Saling Ketergantungan
(membangun kebersamaan)

Meredam Kekerasan
1. Preventing Victimization; restraining
offenders; Create a space for cooling
down; Cease-Fire Agreements;
Peacekeeping; Humanitarian Assistance
2. Early Warning dan Response Program
3. Legal & Judicial Systems
Criminal Justice System (CJS)
(to maintain order, not revenge)

Transformasi Hubungan
1.
2.
3.
4.
5.

Governance & Policymaking
Trauma Healing & Recovery Programs
Ritual & Symbolic Transformation
Restorative Justice
Conflict Transformation :
- Dialogue;
- Negotiation;
- Mediation.

Adaptasi : The Cycle of Peacebuilding, Strategic Peacebuilding, Lisa Schirch oleh Rachman, Jusril, Poeloengan (2012)

Terima Kasih
Mediasi di luar pengadilan di Indonesia, seharusnya dapat berkembang dengan pesat dengan
masih berlakunya Pancasila sebagai Dasar Negara dan Faslafah Bangsa Indonesia.
Musyawarah untuk mufakat, Kekeluargaan dan Gotong Royong adalah diantara nilai-nilai Pancasila
yang universal akan bermetamorfosis hingga terwujud, tercermin dan selaras dengan semangat
dalam Mediasi itu sendiri.
Berkembangnya Restorative Justice yang dapat mereorientasikan kembali makna Keadilan, yang
ternyata sejalan dengan nilai-nilai universal dari Pancasila, seharusnya dapat menjadi stimulan
dalam mempercepat perkembangan Mediasi di Indonesia.
Masa depan, diperlukan upaya bersama seluruh stake holder, khususnya pembuat kebijakan
dengan mengingat “law as a social tool engineering”, untuk segera berperan aktif, menaruh
perhatian dan turut serta melakukan perancangan UU tentang Mediasi.
UU tentang Mediasi sekaligus guna menselaraskan dan mengharmonisasikan ketentutanketentuan Mediasi yang masih tersebar dalam peraturan perundang-undangan lainnya, sehingga
tercapai kesamaan makna, hakikat dan pengimplementasian Mediasi sebagai Revitalisasi dan
Aktualisasi Pancasila, yang pada akhirnya berperan penting dalam terciptanya Kondisi Damai dan
Sejehtera bagi Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

SEGITIGA MEDIASI,
SUMBER PUSAT MEDIASI
NASIONAL (PMN) 2012

Pusat Mediasi Nasional.
2012. Mediation Triangles
and Mediation Skills.
Pelatihan Mediasi 40 jam
Angkatan 42, 10-14
September 2012, Jakarta.
Segitiga Mediasi ini
diadaptasi dari Boule,
Laurance., & Hwee, The
Hwee. 2000. Mediation:
Principles Process
Practice (Singapore
Edition). Butterworths
Asia & Singapore
Mediation Centre. Hal 99114.

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.1/2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
Pasal 147

Penyelesaian sengketa di bidang perumahan terlebih dahulu diupayakan berdasarkan musyawarah
untuk mufakat.

Pasal 148
(1) Dalam hal penyelesaian sengketa melalui musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, pihak yang
dirugikan dapat menggugat melalui pengadilan yang berada di lingkungan pengadilan umum atau
di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa melalui alternatif
penyelesaian sengketa.
(2) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
melalui arbitrase, konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan/atau penilaian ahli sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. UU yang mana?
(3) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
menghilangkan tanggung jawab pidana.

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.32/2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Dalam penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan dapat digunakan jasa
mediator dan/atau arbiter untuk membantu menyelesaikan sengketa lingkungan hidup, (Pasal
85 ayat 3) Mediasi tidak wajib dan tidak ada penjelasan lebih detil ttg mediasi.



UU No.14/2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik
Komisi Informasi adalah lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan Undang-Undang ini dan
peraturan pelaksanaannya, menetapkan petunjuk teknis standar layanan informasi publik dan
menyelesaikan sengketa informasi publik melalui mediasi dan/atau ajudikasi nonlitigasi
(Pasal 1 ayat 4) Mediator dan Pemutus sengketa
Pasal 40 (1) Penyelesaian sengketa melalui Mediasi merupakan pilihan para pihak dan bersifat
sukarela. Namun, Pasal 42, Penyelesaian Sengketa Informasi Publik melalui Ajudikasi
nonlitigasi oleh Komisi Informasi hanya dapat ditempuh apabila upaya Mediasi dinyatakan
tidak berhasil secara tertulis oleh salah satu atau para pihak yang bersengketa, atau salah satu
atau para pihak yang bersengketa menarik diri dari perundingan. Wajibkah atau pilihankah

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.39/1999 Tentang Hak Asasi Manusia
Komisi Nasional Hak Asasi yang selanjutnya disebut Komnas HAM adalah lembaga mandiri yang
berkedudukan setingkat dalam negara lainya yang berfungsi melaksanakan pengkajian,
penelitian, penyaluran, pemantauan, dan mediasi hak asasi manusia, Pasal 1 ayat 7 jo. Pasal
76. Definisi mediasi tidak dijelaskan
Pasal 89 ayat 4, Untuk melaksanakan fungsi Komnas HAM dalam mediasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 76, Komnas HAM bertugas dan berwenang melakukan: a. perdamaian
kedua belah pihak; b. penyelesaian perkara melaui cara konsultasi, negosiasi, mediasi,
konsiliasi, dan penilaian ahli; c. pemberian saran kepada para pihak untuk menyelesaikan
sengketa melalui pengadilan; d. penyampaian rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak
asasi manusia kepada Pemerintah untuk ditindaklanjuti penyelesaiannya; dan e. penyampaian
rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak asasi manusia kepada Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia untuk ditindaklanjuti. Fungsi Mediasi, namun di dalamnya termasuk
konsultasi, negosiasi, dll. Menyarankan para pihak untuk menyelesaikan sengketa melalui
pengadilan adalah TABU bagi mediator.

UU No. 30 Tahun 1999 Tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
 Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar
peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat
secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. (Pasal 1 ayat 1 UU
30/1999)
 Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa
atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni
penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi,
mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. (Pasal 1 ayat 10 UU 30/1999)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009
TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN

Upaya penyelesaian sengketa perdata dapat dilakukan di luar pengadilan
negara melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa. (Pasal 58
UU No.48/2009)


Arbitrase merupakan cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar
pengadilan yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara
tertulis oleh para pihak yang bersengketa. (Pasal 59 ayat 1 UU No.48/2009)



Alternatif Penyelesaian Sengketa merupakan lembaga penyelesaian
sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak,
yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi,
mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. (Pasal 60 ayat 1 UU No.48/2009)
©PMN 2013

37

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen jo
KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN
REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 350/MPP/Kep/12/2001 TENTANG
PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG BADAN PENYELESAIAN
SENGKETA KONSUMEN
Persidangan Dengan Cara Mediasi

Pasal 30
Majelis dalam menyelesaikan sengketa konsumen dengan cara Mediasi, mempunyai tugas :
a. memanggil konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
b. memanggil saksi dan saksi ahli bila diperlukan;
c. menyediakan forum bagi konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
d. secara aktif mendamaikan konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
e. secara aktif memberikan saran atau anjuran penyelesaian sengketa konsumen sesuai dengan
peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan konsumen.
Pasal 31
Tata cara penyelesaian sengketa konsumen dengan cara Mediasi adalah :
a. Majelis menyerahkan sepenuhnya proses penyelesaian sengketa kepada konsumen dan pelaku usaha
yang bersangkutan, baik mengenai bentuk maupun jumlah ganti rugi;
b. Majelis bertindak aktif sebagai Mediator dengan memberikan nasehat, petunjuk, saran dan upayaupaya lain dalam menyelesaikan sengketa;
c. Majelis menerima hasil musyawarah konsumen dan pelaku usaha dan mengeluarkan ketentuan.


Slide 37

PERKEMBANGAN MEDIASI
DI LUAR PENGADILAN
DI INDONESIA
Andrea Hynan Poeloengan, SH (Unibraw), M.Hum (Unpar), MTCP (Uni of Wollongong)
Workshop Internasional
Perkembangan Mediasi di Indonesia, Jepang dan Australia
Masa Kini Menuju Masa Depan
Rabu, 21 Agustus 2013
Pengadilan Negeri Kelas 1B Cibinong
Kabupaten Bogor

Perma No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan
Pasal 2
Ruang lingkup dan Kekuatan Berlaku Perma
1. Peraturan Mahkamah Agung ini hanya berlaku untuk mediasi yang terkait dengan
proses berperkara di Pengadilan.
2. Setiap hakim, mediator dan para pihak wajib mengikuti prosedur penyelesaian
sengketa melalui mediasi yang diatur dalam Peraturan ini.
3. Tidak menempuh prosedur mediasi berdasarkan Peraturan ini merupakan
pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 130 HIR dan atau Pasal 154 Rbg yang
mengakibatkan putusan batal demi hukum.
4. Hakim dalam pertimbangan putusan perkara wajib menyebutkan bahwa perkara
yang bersangkutan telah diupayakan perdamaian melalui mediasi dengan
menyebutkan nama mediator untuk perkara yang bersangkutan.
Pasal 23
Mediator yang telah tersertifikasi dimungkinkan untuk melakukan Mediasi di luar
pengadilan dengan hasil kesepakatannya dapat diajukan ke pengadilan untuk
memperoleh akta perdamaian dengan cara mengajukan gugatan

KEUTAMAAN PANCASILA
Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011
Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
telah menegaskan bahwa :
PANCASILA adalah
SUMBER DARI SEGALA SUMBER HUKUM
TAP MPR NO.: II/MPR/1978 yang digantikan dengan
TAP MPR NO.: XVIII/MPR/1998
telah menegaskan bahwa
PANCASILA adalah DASAR NEGARA
PANCASILA MENGANDUNG NILAI NILAI LESTARI DAN
UNIVERSAL YANG WAJIB DIUTAMAKAN/DIDAHULUKAN
DALAM RANGKA MEMBANGUN SELURUH SENDI
KEHIDUPAN BERMASYARAKAT, BERBANGSA &
BERNEGARA.

KEUTAMAAN BERMUSYAWARAH

PANCASILA adalah
SUMBER DARI SEGALA SUMBER HUKUM
PANCASILA MENGANDUNG NILAI NILAI LESTARI DAN
UNIVERSAL YANG HARUS DIUTAMAKAN/DIDAHULUKAN
UNTUK MENYELESAIKAN DAN MENGAKHIRI KONFLIK.
NILAI NILAI TERSEBUT TERKANDUNG DALAM SILA
KEEMPAT PANCASILA YANG MENGEDEPANKAN :
KEUTAMAAN MUSYAWARAH UNTUK MUFAKAT
BERDASARKAN ASAS KEKELUARGAAN

Nilai-Nilai Universal Pancasila
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat.
Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.
Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk
kepentingan bersama.
Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat
kekeluargaan.
Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan
melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai hati nurani yang
luhur.
Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggung-jawabkan secara
moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan
martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan

Musyawarah untuk mufakat adalah memang cara penyelesaian perselisihan yang paling
sesuai dengan Pancasila.
NAMUN bagaimana bermusyawarah untuk mufakat, yang lebih berdaya guna dan
berhasil guna, sehingga peluang tercapainya kesepakatan bagi para pihak menjadi lebih
besar ?
Teknik dan metode bermusyawarah untuk mufakat, yang lebih berdaya guna dan berhasil
guna, sehingga peluang tercapainya kesepakatan bagi para pihak menjadi lebih besar,
itulah yang dikenal dengan :
“MEDIASI”

Melalui pengembangan dan pemuktahiran teknik-teknik, metode tahapannya yang sangat
sistematis, dan bantuan dari orang yang berkeahlian, terlatih, terdidik untuk menjadi
seorang Mediator, yang bertugas bukan untuk memutus, melainkan diantaranya untuk
mendorong, membantu pihak berselisih/bersengketa/berkonflik menemukan peluangpeluang yang menurut para pihak adalah terbaik bagi kepentingan bersama para pihak.
Mediasi menjadikan musyawarah mufakat lebih efektif dan efisien, juga dapat
mentransformasi hubungan antara para pihak menjadi lebih terbuka.
MEDIASI BAGI BANGSA INDONESIA, SEYOGIANYA MENJADI UPAYA UTAMA YANG
HARUS DIDAHULUKAN DALAM PENYELESAIAN
PERSELISIHAN/SENGKETA/KONFLIK SEBAGAI AKTUALISASI NILAI-NILAI
UNIVERSAL PANCASILA
Maka, Perma No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan, merupakan bagian dari
aktualisasi nilai-nilai universal Pancasila tersebut

Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 tahun 2008 (PerMa 1/2008)
mendefinisikan Mediasi sebagai cara penyelesaian sengketa melalui proses
perundingan untuk memperoleh kesepakatan dengan dibantu oleh Mediator

Mediasi adalah suatu proses negosiasi dipandu dibantu oleh orang yang terpercaya.
Mediator membantu pihak berkonflik untuk berbagi perspektif dan pengalaman
mereka, mengidentifikasi kebutuhan yang mendasar, bertukar pikiran tentang
pilihan kreatif untuk mengatasi kebutuhan, dan kemudian membuat kesepakatan
akhir. (Lisa Schirch : 2004)
Mediasi sebagai intervensi terhadap suatu sengketa atau negosiasi yang dilakukan
oleh pihak ketiga yang dapat diterima, tidak berpihak/netral, yang tidak mempunyai
kewenangan untuk mengambil keputusan dalam membantu para pihak berselisih
dalam upaya mencari kesepakatan sukarela dalam menyelesaikan permasalahan
yang disengketakan (Christopher Moore: 2003)
Mediasi adalah sarana agar membiasakan Bangsa Indonesia berkonflik dengan cara
yang baik dan benar, untuk mencegah meluasnya, bahkan meningkatnya ekskalasi
konflik dalam rangka mewujudkan Perdamaian, Kesejahteraan, dan Menjaga
Keutuhan NKRI. (Rachman, Jusril, Poeloengan : 2012)
Mediasi merupakan sistem penyelesaian secara damai yang selaras dengan jiwa Sila
Keempat dan Nilai Luhur dari Ke-Bhinneka-Tunggal-Ika-an yang tidak berorientasi
mencari-cari perbedaan, tidak berpretensi mencari siapa yang salah atau siapa yang
benar, melainkan berorientasi pada suatu kesamaan terakomodirnya kebutuhan
atau kepentingan para pihak berkonflik. (Putut Eko Bayuseno : 2012)

Undang Undang No. 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial
telah mengamanatkan untuk mengembangkan sistem penyelesaian
perselisihan secara damai. Dalam Pasal 8 Undang-undang tersebut
dinyatakan bahwa:
1.Penyelesaian perselisihan dalam masyarakat dilakukan secara
damai.
2.Penyelesaian secara damai sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengutamakan musyawarah untuk mufakat.
3.Hasil musyawarah mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
mengikat para pihak.
Penyelesaian perselisihan yang secara damai perlu dimaknai, bahwa
para pihak yang berselisih / bersengketa / berkonflik secara sukarela
melaksanakan hasil kesepakatan perdamaian tanpa merasa
dipaksakan.
Perdamaian yang demikian itu adalah lebih lestari dibandingkan
perdamaian yang dipaksakan oleh pihak ketiga yang lebih berperan
layaknya pemutus dan pengadil, untuk memutuskan dan mengadili
apa yang menurutnya berdasarkan hukum adil bagi para pihak
berselisih / bersengketa / berkonflik tersebut.

KESADARAN HUKUM MENINGKAT = AKSES PADA PENGADILAN ≠
AKSES PADA KEADILAN
FAKTA :
Gambar 1: Grafik tentang Data Penyelesaian Konflik Melalui Jalur Pengadilan

Sumber : Cetak Biru Pembaruan Peradilan 2010-2035 Jakarta Mahkamah Agung RI, 2010 Diterbitkan oleh:
Mahkamah Agung RI, dan Laporan Tahunan Mahkamah Agung RI - Tahun 2010-2011

Kesadaran Hukum Meningkat
Namun frekuensi dan eskalasi Konflik Sosial juga tetap tinggi (Putut Eko Bayuseno : 2012)
9

KONFLIK MENINGKAT
Sistem Nasional Pemantauan Kekerasan (SNPK) : Sistem informasi yang menyediakan data dan analisis
tentang konflik dan kekerasan yang terjadi di berbagai wilayah di Indonesia. Proyek SNPK dipimpin oleh
Kemenkokesra, dengan dukungan Bank Dunia dan The Habibie Center.

http://www.snpk-indonesia.com/DataTools/Index?lang=ina&randdo=38141a91-1af9-4f1b-96da-a0cf05354e2c&userid=429853

10

Sistem Nasional Pemantauan Kekerasan (SNPK)
Periode 2010 s.d 2012

http://www.snpk-indonesia.com/DataTools/Index?lang=ina&randdo=38141a91-1af9-4f1b-96da-a0cf05354e2c&userid=429853

11

MEDIASI DI LUAR PENGADILAN

Mediasi di luar pengadilan yang menarik adalah yang dilakukan di Kabupaten Karawang terhadap
beberapa perselisihan / sengketa / konflik. Mediasi ini dilakukan dengan Mediator seorang perwira
polisi, AKP Iman Imannuddin, SIK, SH, MH, yang pada saat itu menjabat sebagai Kasat Reskrim Polres
Karawang. Ia memang telah mengikuti dan tersertifikasi sebagai seorang Mediator yang bersertifikat
dari Pusat Mediasi Nasional (PMN). Dalam melaksanakan tugasnya, tidak semua perkara diselesaikan
dengan penyidikan hingga penuntutan. Sebagai seorang Mediator yang tersertifikasi, telah merubah
pendekatan caranya bekerja sebagai seorang Reserse dengan menjadikan penegakan hukum sebagai
pilihan terakhir (Ultimum Remedium).
Dari seluruh perkara yang diselesaikan melalui cara Mediasi tersebut, telah mencegah terjadinya konflik
komunal ataupun konflik sosial di Kabupaten Karawang, bahkan dapat terselesaikan sebelum dibuatnya
Laporan Polisi karena masalah telah terselesaikan serta mencapai kesepakatan dan berdamai.

===
Mediasi di luar pengadilan atas perkara dalam Laporan Polisi tentang Tindak Pidana ITE berupa
intersepsi (penyadapan) antara PT. Agc vs Bs. Dalam perkara yang terjadi di Kota Bogor tersebut para
pihak berdamai melalui proses Mediasi yang dipimpin oleh Mediator bersertifikat dari PMN. Hasil
Mediasi tersebut dilaporkan kepada penyidik, hingga akhirnya memperoleh Penghentian Penyidikan
(SP3) dari Polres Bogor Kota, dan para pihak dapat islah kembali.
Ada juga perkara perdata sengketa jual beli saham antara Tn CT dengan Tn HB dkk. Walaupun
perkaranya tengah diperiksa oleh Majelis Hakim Mahkamah Agung RI dalam tahapan Kasasi, tetapi
sebagian besar (90 %) diantara para pihak yang bersengketa telah sepakat untuk berdamai melalui
Mediasi di luar pengadilan yang dipimpin oleh Mediator bersertifikat dari PMN, sehingga realisasi jual
beli saham dapat dilakukan sebelum putusnya perkara Kasasi di Mahkamah Agung RI.
Mediasi seharusnya “Forget the Law”, “Forget the Past”, dan “Don’t Look Back in Anger”

KEMANFAATAN MUSYAWARAH/MEDIASI
Putut Eko Bayuseno. 2012. Optimalisasi Musyawarah Sebagai Sarana Pengelolaan Konflik Dapat Meningkatkan Keamanan Di
Daerah Dalam Rangka Memperkuat Ketahanan Nasional. Esai Lemhanas PPSA XVIII. Lemhanas. Jakarta.

Data penyelesaian perkara/konflik khusus perkara yang berhubungan dengan Direktorat Reskrim Umum
pada Wilayah Hukum Polda Jawa Barat (21 Polres, 1 Polrestabes, 1 Dit Reskrim Um) per Semester I tahun
2012 (Januari s/d Juni 2012), Jumlah total perkara/konflik 15.595 kasus.
Data di olah dari sumber Dit Reskrim Um Polda Jawa Barat.
Siap dilakukan penuntutan (P.21) = 4516
perkara (28,96%)

4.93%

8,83%

5.76%
2.87%

28,96%

Belum selesai proses penyidikannya =
7588 perkara/konflik (48,66%)

Penghentian penyidikan (SP 3) = 447
Konflik (2,87%)

48,66%

musyawarah untuk mufakat ataupun
mediasi di kantor polisi setelah ada
Laporan polisi = 898 konflik (Peran
Penyelidik & Penyidik) (5,76%)
musyawarah untuk mufakat ataupun
mediasi di kantor Polisi, sebelum
timbulnya Laporan Polisi = 769 Konflik
(Peran Bhabinkamtibmas & Personil
lainnya) (4,93%)

KEMANFAATAN MUSYAWARAH/MEDIASI
Putut Eko Bayuseno. 2012. Optimalisasi Musyawarah Sebagai Sarana Pengelolaan Konflik Dapat Meningkatkan Keamanan Di
Daerah Dalam Rangka Memperkuat Ketahanan Nasional. Esai Lemhanas PPSA XVIII. Lemhanas. Jakarta.

Perbandingan Biaya Penyelesaian Konflik
Antara Melalui Musyawarah/Mediasi dan Tidak Melalui Musyawarah/Mediasi
Data di olah dari sumber Dit Reskrim Um Polda Jawa Barat.
Rp70,000,000,000

Rp60,000,000,000

Rp62.515.389.000
Rp50,000,000,000

Rp40,000,000,000

Rp30,000,000,000
Series1
Rp20,000,000,000

Rp10,000,000,000

Rp9.132.000.000
Rp0
3044 perkara/konflik diselesaikan melalui mediasi
dikalikan biaya rata rata penyelesaian sebesar Rp.
3.000.000,-

Bila 3044 perkara/konflik tidak diselesaikan melalui
mediasi maka dikalikan Rata Rata biaya Berdasarkan
Skep Kapolri No. Kep/606/XI/2011 tgl 17 Nop 2011
indeks anggaran lidik sidik perkara, sebesar Rp.
20.537.250,-

SOP tentang Pelaksanaan Tugas
Bhabinkamtibmas Oktober 2011
Fungsi Bhabinkamtibmas
• 2 f memediasi dan memfasilitasi upaya
pemecahan masalah yang terjadi di masyarakat;
Peran Bhabinkamtibmas
• 3 c mediator dan fasilitator dalam penyelesaian
permasalahan-permasalahan sosial yang terjadi
di masyarakat Desa/ Kelurahan

HEMAT ? (ilustrasi)
INSTANSI, IF…

IF…, JUMLAH INSTANSI X BIAYA
PENANGANAN PERKARA

TOTAL

POLSEK
1 perkara / 1 bulan

4000 x @ Rp. 500.000
anggaran per perkara

Rp.

2.000.000.000

POLRES
1 perkara / 1 bulan

400 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

400.000.000

POLDA
1 perkara / 1 bulan

25 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

25.000.000

KEJAKSAAN
1 perkara / 1 bulan

300 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

300.000.000

PENGADILAN
1 perkara / 1 bulan

300 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

300.000.000

Penghematan Anggaran
Negara Perbulan

Rp. 3.025.000.000 +
Potential Lost (Social Cost)

Biaya Penyelesaian Sengketa
Indicator
WAKTU (days)
BIAYA (% of
KERUGIAN)

Indonesia
570
122.7

East Asia & Pacific
519
47.8

OECD
518
19.7

Doing Business 2012: Data for Indonesia (WB)
Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD - Organisation for Economic Co-operation and Development)

Hambatan Mediasi
Mediasi vs Paradigma Keadilan yang Legisme
•Pelanggaran adalah Wanprestasi, Onrechmatmatige Daad,
Wederrechttelick.
•Ada aturan yang dilanggar. Cara penyelesaian sesuai dengan aturan
hukum dan hukum acara.
•Keadilan: Adil jika perbuatan sesuai dengan hukum. Adil jika salah
telah dihukum sesuai dengan aturan yang berlaku
Mediasi : Keadilan adalah kepentingan para pihak terpenuhi,
keadaan masing-masing pihak terpulihkan, kepentingan yang lebih
besar tidak terganggu, hubungan menjadi lebih terbuka, tanpa
pembuktian formal, tanpa benar salah, keputusan dibuat dan
disepakati para pihak.
Mediasi : memulihkan hubungan yang rusak = Restorative Justice

Tidak ada yang salah dengan
Konsepsi Hukum yang Legisme tersebut.
Hanya saja masyarakat pada umumnya dan para pengemban profesi hukum
menjadi terorientasikan pada makna keadilan yang legisme pula.
Konsepsi hukum atas makna “pelanggaran” yang legisme, yang terfokus pada
makna keadilan yang legisme pula tersebut, berbeda dengan prespektif dari
keadilan yang memulihkan (Restorative Justice).
VS
Mediasi : Keadilan adalah kepentingan para pihak terpenuhi, keadaan
masing-masing pihak terpulihkan, kepentingan yang lebih besar tidak
terganggu, hubungan menjadi lebih terbuka, tanpa pembuktian formal,
tanpa benar salah, keputusan dibuat dan disepakati para pihak

Yurisprudensi atau Sekedar Preseden ?







Perkara 378 jo 372 KUHP- LP/43/IX/2007/DIR RESKRIM POLDA DIY – Pelapor Cabut
Penyidik & Penuntut tetap Lanjut  Sidang PN Yogyakarta
PUT PN Yogyakarta: No. 317/PID.B/2008 Pencabutan Pengaduan Dikabulkan &
Penuntutan Tidak dapat Diterima
PUT PT Yogyakarta:No. 01/PID/PLW/2009/PT.YK : Persidangan PN Yogyakarta
Batal Demi Hukum
PUT Kasasi MA RI: No. 1600 K/PID/2009 : Pencabutan Pengaduan Dikabulkan &
Penuntutan Tidak dapat Diterima

Mediasi  Damai  Cabut Laporan  Tdk Cukup Bukti ?
Mediasi  Damai  Bukan Peraka Pidana ?
Mediasi  Damai  Demi Hukum  Diskresi  Restorative Justice ? (vide Pasal 18
UU No. 2 Tahun 2002 jo Pasal 30 ayat 4 UUD 1945)  Ultimum Remedium

Konsepsi Humanis Restorative Justice
Prespektif Restorative Justice :
1.

Bahwa Pelanggaran adalah suatu perbuatan yang mungkin keliru
dilakukan oleh pihak
tertentu sehingga membuat hubungan
(relationship) diantara pihak tertentu tersebut dengan para pihak lainya
yang terkait menjadi rusak.

2.

Bahwa hubungan yang menjadi rusak tersebut, harus diperbaiki,
dipulihkan, disembuhkan dengan sebisa mungkin menempatkan hal
yang benar (to put things right as possible)

3.

Bahwa perlu dilakukan upaya yang mendorong seluruh pihak terkait
untuk mengerti/memahami akibat/konsekuensi dari suatu pelanggaran.
Selanjutnya berupaya memastikan bahwa seluruh pihak terkait berniat
dan merealisasikan tindakan sebanyak mungkin menempatkan hal yang
benar, dalam rangka merajut kembali atau memperbaiki hubungan yang
telah rusak.
23

Prespektif Legisme.
•Pelanggaran UU
•Siapa yang Salah atau Benar
•Pembuktian menjadi utama
•Menyalahkan perilaku di masa lalu
•Nememis “pembalasan” /hukuman
•Keadilan sesuai undang undang
•Ketidakpuasan






Prespektif Restorative Justice
Pelanggaran / Perusakan (Harms) Relationship
Merubah perilaku di masa yang akan datang
Mengobati, memulihkan, memperbaiki relationship
Semua pihak terkait bertanggungjawab
Kebersamaan mengidentifikasi dan memetakan kerugiankerugian, kebutuhan dan tindakan yang perlu dilakukan untuk
memulihkan relationship
24

Anggapan Keliru !
Restorative Justice seringkali dianggap semata sebagai suatu
bentuk pemaafan atau pengampunan!
Bahwa benar dengan pemaafan (ataupun pengampunan) maka
suatu hubungan yang rusak akan menjadi pulih, namun dalam
Restorative Justice tidak selalu harus ada unsur pemaafan.
Restorative Justice tidak hanya terfokus pada korban, akan
tetapi concern pula terhadap pihak pelanggar dan pihak lain
yang terdampak. Menjadi lebih utama adalah sebisa mungkin
menempatkan hal yang benar, agar kondisi/keadaan/suatu
relationship pada masa yang akan datang menjadi lebih baik.

Anggapan Keliru !
Restorative Justice dianggap berbeda arah dengan Criminal
Justice System dan Civil Justice System bahkan ada anggapan
keberadaannya menjadi tumpang tindih dengan Justice System
yang telah ada.
Bahwa Restorative Justice adalah konsepsi atas makna keadilan.
Dengan Restorative Justice kita berupaya mereorientasi kembali
bagaimana kita perlu memahami makna keadilan yang lebih
dalam.

Apakah suatu kondisi dimana seseorang yang terbukti melakukan perbuatan
melawan hukum (pelaku) dan telah dijatuhi sanksi dapat diartikan bahwa
keadilan telah ditegakkan? Dalam konsepsi CJS, kondisi demikian dapat
dikatakan telah memenuhi rasa keadilan. Hukuman yang setimpal adalah
suatu keadilan
Bagaimana dengan keberlangsungan kehidupan istrinya dan anak dari
pelaku?
Bagaimana dengan keluarga korban yang sering kali tidak dapat menerima
putusan dari Majelis Hakim yang dianggap tidak cukup memuaskan ?
Bagaimana dengan keberlangsungan kehidupan 1000 karyawan yang
perusahaan tempatnya bekerja, dinyatakan pailit oleh putusan pengadilan
atas adanya gugatan pailit pihak kreditur? Siapa yang harus bertanggung
jawab atas keberlangsungan kehidupan karyawan tersebut? Bukankah
pemerintah juga bertanggung jawab untuk menciptakan lapangan kerja?
CJS atau penegakan hukum adalah perlu, namun menjadi lebih baik bila
bersamaan dengan itu dilakukan pula upaya “to put things right as possible”,
sebagaimana prespektif dari Restorative Justice.

To put things right as possible
(memulihkan kembali kepada kondisi yang benar/tepat)
Prespektif Restorative Justice, Pelanggaran itu menggambarkan adanya
hubungan (relationship) yang rusak.
Adanya hubungan yang rusak potensial menjadi sebab dan berdampak pada
Pelanggaran. Sebaliknya Pelanggaran juga mengakibatkan hubungan menjadi
rusak.
“The Harm of one is the harm of all”.
Perbuatan “harms” seperti membahayakan; merugikan; merusak; menyakiti;
melukai; mengganggu; mencelakakan; menjahati, dll adalah tindakan keliru
yang perlu diperbaiki dan ditempatkan kembali menjadi benar.
Menjadi kewajiban bagi semua pihak terkait yang berkepentingan yaitu
pelaku, korban, komunitas (masyarakat sekitar, pemerintah daerah, para
pengemban profesi hukum dll) untuk sebisa mungkin menempatkan hal yang
benar.

Restorative Justice
Peduli :
PELAKU, KORBAN, KOMUNITAS
HARMS, NEEDS, OBLIGATIONS

sebisa mungkin menempatkan hal yang benar dan tepat
dalam rangka memulihkan

Restorative Justice tidak dimaksudkan menggatikan CJS.
Restorative Justice dan CJS seyogyanya dipandang dan
dipahami secara lebih utuh sebagai konsepsi atas makna
keadilan dalam rangka melaksanakan Pembangunan
Perdamaian (Peacebuilding)

Peta Pembangunan Perdamaian
Meningkatkan
Kapasitas
1. Kerma Pendidikan Perdamaian
2. Kerma Penelitian dan Evaluasi
3. Kerma Pembangunan dalam
segala bidang

Mengobarkan
Anti Kekerasan
1. Membangkitkan Kesadaran dan
Kepedulian Stake Holder NKRI
2. Meningkatkan Rasa/Sikap/Perilaku
Saling Ketergantungan
(membangun kebersamaan)

Meredam Kekerasan
1. Preventing Victimization; restraining
offenders; Create a space for cooling
down; Cease-Fire Agreements;
Peacekeeping; Humanitarian Assistance
2. Early Warning dan Response Program
3. Legal & Judicial Systems
Criminal Justice System (CJS)
(to maintain order, not revenge)

Transformasi Hubungan
1.
2.
3.
4.
5.

Governance & Policymaking
Trauma Healing & Recovery Programs
Ritual & Symbolic Transformation
Restorative Justice
Conflict Transformation :
- Dialogue;
- Negotiation;
- Mediation.

Adaptasi : The Cycle of Peacebuilding, Strategic Peacebuilding, Lisa Schirch oleh Rachman, Jusril, Poeloengan (2012)

Terima Kasih
Mediasi di luar pengadilan di Indonesia, seharusnya dapat berkembang dengan pesat dengan
masih berlakunya Pancasila sebagai Dasar Negara dan Faslafah Bangsa Indonesia.
Musyawarah untuk mufakat, Kekeluargaan dan Gotong Royong adalah diantara nilai-nilai Pancasila
yang universal akan bermetamorfosis hingga terwujud, tercermin dan selaras dengan semangat
dalam Mediasi itu sendiri.
Berkembangnya Restorative Justice yang dapat mereorientasikan kembali makna Keadilan, yang
ternyata sejalan dengan nilai-nilai universal dari Pancasila, seharusnya dapat menjadi stimulan
dalam mempercepat perkembangan Mediasi di Indonesia.
Masa depan, diperlukan upaya bersama seluruh stake holder, khususnya pembuat kebijakan
dengan mengingat “law as a social tool engineering”, untuk segera berperan aktif, menaruh
perhatian dan turut serta melakukan perancangan UU tentang Mediasi.
UU tentang Mediasi sekaligus guna menselaraskan dan mengharmonisasikan ketentutanketentuan Mediasi yang masih tersebar dalam peraturan perundang-undangan lainnya, sehingga
tercapai kesamaan makna, hakikat dan pengimplementasian Mediasi sebagai Revitalisasi dan
Aktualisasi Pancasila, yang pada akhirnya berperan penting dalam terciptanya Kondisi Damai dan
Sejehtera bagi Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

SEGITIGA MEDIASI,
SUMBER PUSAT MEDIASI
NASIONAL (PMN) 2012

Pusat Mediasi Nasional.
2012. Mediation Triangles
and Mediation Skills.
Pelatihan Mediasi 40 jam
Angkatan 42, 10-14
September 2012, Jakarta.
Segitiga Mediasi ini
diadaptasi dari Boule,
Laurance., & Hwee, The
Hwee. 2000. Mediation:
Principles Process
Practice (Singapore
Edition). Butterworths
Asia & Singapore
Mediation Centre. Hal 99114.

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.1/2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
Pasal 147

Penyelesaian sengketa di bidang perumahan terlebih dahulu diupayakan berdasarkan musyawarah
untuk mufakat.

Pasal 148
(1) Dalam hal penyelesaian sengketa melalui musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, pihak yang
dirugikan dapat menggugat melalui pengadilan yang berada di lingkungan pengadilan umum atau
di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa melalui alternatif
penyelesaian sengketa.
(2) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
melalui arbitrase, konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan/atau penilaian ahli sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. UU yang mana?
(3) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
menghilangkan tanggung jawab pidana.

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.32/2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Dalam penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan dapat digunakan jasa
mediator dan/atau arbiter untuk membantu menyelesaikan sengketa lingkungan hidup, (Pasal
85 ayat 3) Mediasi tidak wajib dan tidak ada penjelasan lebih detil ttg mediasi.



UU No.14/2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik
Komisi Informasi adalah lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan Undang-Undang ini dan
peraturan pelaksanaannya, menetapkan petunjuk teknis standar layanan informasi publik dan
menyelesaikan sengketa informasi publik melalui mediasi dan/atau ajudikasi nonlitigasi
(Pasal 1 ayat 4) Mediator dan Pemutus sengketa
Pasal 40 (1) Penyelesaian sengketa melalui Mediasi merupakan pilihan para pihak dan bersifat
sukarela. Namun, Pasal 42, Penyelesaian Sengketa Informasi Publik melalui Ajudikasi
nonlitigasi oleh Komisi Informasi hanya dapat ditempuh apabila upaya Mediasi dinyatakan
tidak berhasil secara tertulis oleh salah satu atau para pihak yang bersengketa, atau salah satu
atau para pihak yang bersengketa menarik diri dari perundingan. Wajibkah atau pilihankah

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.39/1999 Tentang Hak Asasi Manusia
Komisi Nasional Hak Asasi yang selanjutnya disebut Komnas HAM adalah lembaga mandiri yang
berkedudukan setingkat dalam negara lainya yang berfungsi melaksanakan pengkajian,
penelitian, penyaluran, pemantauan, dan mediasi hak asasi manusia, Pasal 1 ayat 7 jo. Pasal
76. Definisi mediasi tidak dijelaskan
Pasal 89 ayat 4, Untuk melaksanakan fungsi Komnas HAM dalam mediasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 76, Komnas HAM bertugas dan berwenang melakukan: a. perdamaian
kedua belah pihak; b. penyelesaian perkara melaui cara konsultasi, negosiasi, mediasi,
konsiliasi, dan penilaian ahli; c. pemberian saran kepada para pihak untuk menyelesaikan
sengketa melalui pengadilan; d. penyampaian rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak
asasi manusia kepada Pemerintah untuk ditindaklanjuti penyelesaiannya; dan e. penyampaian
rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak asasi manusia kepada Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia untuk ditindaklanjuti. Fungsi Mediasi, namun di dalamnya termasuk
konsultasi, negosiasi, dll. Menyarankan para pihak untuk menyelesaikan sengketa melalui
pengadilan adalah TABU bagi mediator.

UU No. 30 Tahun 1999 Tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
 Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar
peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat
secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. (Pasal 1 ayat 1 UU
30/1999)
 Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa
atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni
penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi,
mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. (Pasal 1 ayat 10 UU 30/1999)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009
TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN

Upaya penyelesaian sengketa perdata dapat dilakukan di luar pengadilan
negara melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa. (Pasal 58
UU No.48/2009)


Arbitrase merupakan cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar
pengadilan yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara
tertulis oleh para pihak yang bersengketa. (Pasal 59 ayat 1 UU No.48/2009)



Alternatif Penyelesaian Sengketa merupakan lembaga penyelesaian
sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak,
yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi,
mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. (Pasal 60 ayat 1 UU No.48/2009)
©PMN 2013

37

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen jo
KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN
REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 350/MPP/Kep/12/2001 TENTANG
PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG BADAN PENYELESAIAN
SENGKETA KONSUMEN
Persidangan Dengan Cara Mediasi

Pasal 30
Majelis dalam menyelesaikan sengketa konsumen dengan cara Mediasi, mempunyai tugas :
a. memanggil konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
b. memanggil saksi dan saksi ahli bila diperlukan;
c. menyediakan forum bagi konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
d. secara aktif mendamaikan konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
e. secara aktif memberikan saran atau anjuran penyelesaian sengketa konsumen sesuai dengan
peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan konsumen.
Pasal 31
Tata cara penyelesaian sengketa konsumen dengan cara Mediasi adalah :
a. Majelis menyerahkan sepenuhnya proses penyelesaian sengketa kepada konsumen dan pelaku usaha
yang bersangkutan, baik mengenai bentuk maupun jumlah ganti rugi;
b. Majelis bertindak aktif sebagai Mediator dengan memberikan nasehat, petunjuk, saran dan upayaupaya lain dalam menyelesaikan sengketa;
c. Majelis menerima hasil musyawarah konsumen dan pelaku usaha dan mengeluarkan ketentuan.


Slide 38

PERKEMBANGAN MEDIASI
DI LUAR PENGADILAN
DI INDONESIA
Andrea Hynan Poeloengan, SH (Unibraw), M.Hum (Unpar), MTCP (Uni of Wollongong)
Workshop Internasional
Perkembangan Mediasi di Indonesia, Jepang dan Australia
Masa Kini Menuju Masa Depan
Rabu, 21 Agustus 2013
Pengadilan Negeri Kelas 1B Cibinong
Kabupaten Bogor

Perma No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan
Pasal 2
Ruang lingkup dan Kekuatan Berlaku Perma
1. Peraturan Mahkamah Agung ini hanya berlaku untuk mediasi yang terkait dengan
proses berperkara di Pengadilan.
2. Setiap hakim, mediator dan para pihak wajib mengikuti prosedur penyelesaian
sengketa melalui mediasi yang diatur dalam Peraturan ini.
3. Tidak menempuh prosedur mediasi berdasarkan Peraturan ini merupakan
pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 130 HIR dan atau Pasal 154 Rbg yang
mengakibatkan putusan batal demi hukum.
4. Hakim dalam pertimbangan putusan perkara wajib menyebutkan bahwa perkara
yang bersangkutan telah diupayakan perdamaian melalui mediasi dengan
menyebutkan nama mediator untuk perkara yang bersangkutan.
Pasal 23
Mediator yang telah tersertifikasi dimungkinkan untuk melakukan Mediasi di luar
pengadilan dengan hasil kesepakatannya dapat diajukan ke pengadilan untuk
memperoleh akta perdamaian dengan cara mengajukan gugatan

KEUTAMAAN PANCASILA
Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011
Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
telah menegaskan bahwa :
PANCASILA adalah
SUMBER DARI SEGALA SUMBER HUKUM
TAP MPR NO.: II/MPR/1978 yang digantikan dengan
TAP MPR NO.: XVIII/MPR/1998
telah menegaskan bahwa
PANCASILA adalah DASAR NEGARA
PANCASILA MENGANDUNG NILAI NILAI LESTARI DAN
UNIVERSAL YANG WAJIB DIUTAMAKAN/DIDAHULUKAN
DALAM RANGKA MEMBANGUN SELURUH SENDI
KEHIDUPAN BERMASYARAKAT, BERBANGSA &
BERNEGARA.

KEUTAMAAN BERMUSYAWARAH

PANCASILA adalah
SUMBER DARI SEGALA SUMBER HUKUM
PANCASILA MENGANDUNG NILAI NILAI LESTARI DAN
UNIVERSAL YANG HARUS DIUTAMAKAN/DIDAHULUKAN
UNTUK MENYELESAIKAN DAN MENGAKHIRI KONFLIK.
NILAI NILAI TERSEBUT TERKANDUNG DALAM SILA
KEEMPAT PANCASILA YANG MENGEDEPANKAN :
KEUTAMAAN MUSYAWARAH UNTUK MUFAKAT
BERDASARKAN ASAS KEKELUARGAAN

Nilai-Nilai Universal Pancasila
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat.
Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.
Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk
kepentingan bersama.
Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat
kekeluargaan.
Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan
melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai hati nurani yang
luhur.
Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggung-jawabkan secara
moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan
martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan

Musyawarah untuk mufakat adalah memang cara penyelesaian perselisihan yang paling
sesuai dengan Pancasila.
NAMUN bagaimana bermusyawarah untuk mufakat, yang lebih berdaya guna dan
berhasil guna, sehingga peluang tercapainya kesepakatan bagi para pihak menjadi lebih
besar ?
Teknik dan metode bermusyawarah untuk mufakat, yang lebih berdaya guna dan berhasil
guna, sehingga peluang tercapainya kesepakatan bagi para pihak menjadi lebih besar,
itulah yang dikenal dengan :
“MEDIASI”

Melalui pengembangan dan pemuktahiran teknik-teknik, metode tahapannya yang sangat
sistematis, dan bantuan dari orang yang berkeahlian, terlatih, terdidik untuk menjadi
seorang Mediator, yang bertugas bukan untuk memutus, melainkan diantaranya untuk
mendorong, membantu pihak berselisih/bersengketa/berkonflik menemukan peluangpeluang yang menurut para pihak adalah terbaik bagi kepentingan bersama para pihak.
Mediasi menjadikan musyawarah mufakat lebih efektif dan efisien, juga dapat
mentransformasi hubungan antara para pihak menjadi lebih terbuka.
MEDIASI BAGI BANGSA INDONESIA, SEYOGIANYA MENJADI UPAYA UTAMA YANG
HARUS DIDAHULUKAN DALAM PENYELESAIAN
PERSELISIHAN/SENGKETA/KONFLIK SEBAGAI AKTUALISASI NILAI-NILAI
UNIVERSAL PANCASILA
Maka, Perma No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan, merupakan bagian dari
aktualisasi nilai-nilai universal Pancasila tersebut

Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 tahun 2008 (PerMa 1/2008)
mendefinisikan Mediasi sebagai cara penyelesaian sengketa melalui proses
perundingan untuk memperoleh kesepakatan dengan dibantu oleh Mediator

Mediasi adalah suatu proses negosiasi dipandu dibantu oleh orang yang terpercaya.
Mediator membantu pihak berkonflik untuk berbagi perspektif dan pengalaman
mereka, mengidentifikasi kebutuhan yang mendasar, bertukar pikiran tentang
pilihan kreatif untuk mengatasi kebutuhan, dan kemudian membuat kesepakatan
akhir. (Lisa Schirch : 2004)
Mediasi sebagai intervensi terhadap suatu sengketa atau negosiasi yang dilakukan
oleh pihak ketiga yang dapat diterima, tidak berpihak/netral, yang tidak mempunyai
kewenangan untuk mengambil keputusan dalam membantu para pihak berselisih
dalam upaya mencari kesepakatan sukarela dalam menyelesaikan permasalahan
yang disengketakan (Christopher Moore: 2003)
Mediasi adalah sarana agar membiasakan Bangsa Indonesia berkonflik dengan cara
yang baik dan benar, untuk mencegah meluasnya, bahkan meningkatnya ekskalasi
konflik dalam rangka mewujudkan Perdamaian, Kesejahteraan, dan Menjaga
Keutuhan NKRI. (Rachman, Jusril, Poeloengan : 2012)
Mediasi merupakan sistem penyelesaian secara damai yang selaras dengan jiwa Sila
Keempat dan Nilai Luhur dari Ke-Bhinneka-Tunggal-Ika-an yang tidak berorientasi
mencari-cari perbedaan, tidak berpretensi mencari siapa yang salah atau siapa yang
benar, melainkan berorientasi pada suatu kesamaan terakomodirnya kebutuhan
atau kepentingan para pihak berkonflik. (Putut Eko Bayuseno : 2012)

Undang Undang No. 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial
telah mengamanatkan untuk mengembangkan sistem penyelesaian
perselisihan secara damai. Dalam Pasal 8 Undang-undang tersebut
dinyatakan bahwa:
1.Penyelesaian perselisihan dalam masyarakat dilakukan secara
damai.
2.Penyelesaian secara damai sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengutamakan musyawarah untuk mufakat.
3.Hasil musyawarah mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
mengikat para pihak.
Penyelesaian perselisihan yang secara damai perlu dimaknai, bahwa
para pihak yang berselisih / bersengketa / berkonflik secara sukarela
melaksanakan hasil kesepakatan perdamaian tanpa merasa
dipaksakan.
Perdamaian yang demikian itu adalah lebih lestari dibandingkan
perdamaian yang dipaksakan oleh pihak ketiga yang lebih berperan
layaknya pemutus dan pengadil, untuk memutuskan dan mengadili
apa yang menurutnya berdasarkan hukum adil bagi para pihak
berselisih / bersengketa / berkonflik tersebut.

KESADARAN HUKUM MENINGKAT = AKSES PADA PENGADILAN ≠
AKSES PADA KEADILAN
FAKTA :
Gambar 1: Grafik tentang Data Penyelesaian Konflik Melalui Jalur Pengadilan

Sumber : Cetak Biru Pembaruan Peradilan 2010-2035 Jakarta Mahkamah Agung RI, 2010 Diterbitkan oleh:
Mahkamah Agung RI, dan Laporan Tahunan Mahkamah Agung RI - Tahun 2010-2011

Kesadaran Hukum Meningkat
Namun frekuensi dan eskalasi Konflik Sosial juga tetap tinggi (Putut Eko Bayuseno : 2012)
9

KONFLIK MENINGKAT
Sistem Nasional Pemantauan Kekerasan (SNPK) : Sistem informasi yang menyediakan data dan analisis
tentang konflik dan kekerasan yang terjadi di berbagai wilayah di Indonesia. Proyek SNPK dipimpin oleh
Kemenkokesra, dengan dukungan Bank Dunia dan The Habibie Center.

http://www.snpk-indonesia.com/DataTools/Index?lang=ina&randdo=38141a91-1af9-4f1b-96da-a0cf05354e2c&userid=429853

10

Sistem Nasional Pemantauan Kekerasan (SNPK)
Periode 2010 s.d 2012

http://www.snpk-indonesia.com/DataTools/Index?lang=ina&randdo=38141a91-1af9-4f1b-96da-a0cf05354e2c&userid=429853

11

MEDIASI DI LUAR PENGADILAN

Mediasi di luar pengadilan yang menarik adalah yang dilakukan di Kabupaten Karawang terhadap
beberapa perselisihan / sengketa / konflik. Mediasi ini dilakukan dengan Mediator seorang perwira
polisi, AKP Iman Imannuddin, SIK, SH, MH, yang pada saat itu menjabat sebagai Kasat Reskrim Polres
Karawang. Ia memang telah mengikuti dan tersertifikasi sebagai seorang Mediator yang bersertifikat
dari Pusat Mediasi Nasional (PMN). Dalam melaksanakan tugasnya, tidak semua perkara diselesaikan
dengan penyidikan hingga penuntutan. Sebagai seorang Mediator yang tersertifikasi, telah merubah
pendekatan caranya bekerja sebagai seorang Reserse dengan menjadikan penegakan hukum sebagai
pilihan terakhir (Ultimum Remedium).
Dari seluruh perkara yang diselesaikan melalui cara Mediasi tersebut, telah mencegah terjadinya konflik
komunal ataupun konflik sosial di Kabupaten Karawang, bahkan dapat terselesaikan sebelum dibuatnya
Laporan Polisi karena masalah telah terselesaikan serta mencapai kesepakatan dan berdamai.

===
Mediasi di luar pengadilan atas perkara dalam Laporan Polisi tentang Tindak Pidana ITE berupa
intersepsi (penyadapan) antara PT. Agc vs Bs. Dalam perkara yang terjadi di Kota Bogor tersebut para
pihak berdamai melalui proses Mediasi yang dipimpin oleh Mediator bersertifikat dari PMN. Hasil
Mediasi tersebut dilaporkan kepada penyidik, hingga akhirnya memperoleh Penghentian Penyidikan
(SP3) dari Polres Bogor Kota, dan para pihak dapat islah kembali.
Ada juga perkara perdata sengketa jual beli saham antara Tn CT dengan Tn HB dkk. Walaupun
perkaranya tengah diperiksa oleh Majelis Hakim Mahkamah Agung RI dalam tahapan Kasasi, tetapi
sebagian besar (90 %) diantara para pihak yang bersengketa telah sepakat untuk berdamai melalui
Mediasi di luar pengadilan yang dipimpin oleh Mediator bersertifikat dari PMN, sehingga realisasi jual
beli saham dapat dilakukan sebelum putusnya perkara Kasasi di Mahkamah Agung RI.
Mediasi seharusnya “Forget the Law”, “Forget the Past”, dan “Don’t Look Back in Anger”

KEMANFAATAN MUSYAWARAH/MEDIASI
Putut Eko Bayuseno. 2012. Optimalisasi Musyawarah Sebagai Sarana Pengelolaan Konflik Dapat Meningkatkan Keamanan Di
Daerah Dalam Rangka Memperkuat Ketahanan Nasional. Esai Lemhanas PPSA XVIII. Lemhanas. Jakarta.

Data penyelesaian perkara/konflik khusus perkara yang berhubungan dengan Direktorat Reskrim Umum
pada Wilayah Hukum Polda Jawa Barat (21 Polres, 1 Polrestabes, 1 Dit Reskrim Um) per Semester I tahun
2012 (Januari s/d Juni 2012), Jumlah total perkara/konflik 15.595 kasus.
Data di olah dari sumber Dit Reskrim Um Polda Jawa Barat.
Siap dilakukan penuntutan (P.21) = 4516
perkara (28,96%)

4.93%

8,83%

5.76%
2.87%

28,96%

Belum selesai proses penyidikannya =
7588 perkara/konflik (48,66%)

Penghentian penyidikan (SP 3) = 447
Konflik (2,87%)

48,66%

musyawarah untuk mufakat ataupun
mediasi di kantor polisi setelah ada
Laporan polisi = 898 konflik (Peran
Penyelidik & Penyidik) (5,76%)
musyawarah untuk mufakat ataupun
mediasi di kantor Polisi, sebelum
timbulnya Laporan Polisi = 769 Konflik
(Peran Bhabinkamtibmas & Personil
lainnya) (4,93%)

KEMANFAATAN MUSYAWARAH/MEDIASI
Putut Eko Bayuseno. 2012. Optimalisasi Musyawarah Sebagai Sarana Pengelolaan Konflik Dapat Meningkatkan Keamanan Di
Daerah Dalam Rangka Memperkuat Ketahanan Nasional. Esai Lemhanas PPSA XVIII. Lemhanas. Jakarta.

Perbandingan Biaya Penyelesaian Konflik
Antara Melalui Musyawarah/Mediasi dan Tidak Melalui Musyawarah/Mediasi
Data di olah dari sumber Dit Reskrim Um Polda Jawa Barat.
Rp70,000,000,000

Rp60,000,000,000

Rp62.515.389.000
Rp50,000,000,000

Rp40,000,000,000

Rp30,000,000,000
Series1
Rp20,000,000,000

Rp10,000,000,000

Rp9.132.000.000
Rp0
3044 perkara/konflik diselesaikan melalui mediasi
dikalikan biaya rata rata penyelesaian sebesar Rp.
3.000.000,-

Bila 3044 perkara/konflik tidak diselesaikan melalui
mediasi maka dikalikan Rata Rata biaya Berdasarkan
Skep Kapolri No. Kep/606/XI/2011 tgl 17 Nop 2011
indeks anggaran lidik sidik perkara, sebesar Rp.
20.537.250,-

SOP tentang Pelaksanaan Tugas
Bhabinkamtibmas Oktober 2011
Fungsi Bhabinkamtibmas
• 2 f memediasi dan memfasilitasi upaya
pemecahan masalah yang terjadi di masyarakat;
Peran Bhabinkamtibmas
• 3 c mediator dan fasilitator dalam penyelesaian
permasalahan-permasalahan sosial yang terjadi
di masyarakat Desa/ Kelurahan

HEMAT ? (ilustrasi)
INSTANSI, IF…

IF…, JUMLAH INSTANSI X BIAYA
PENANGANAN PERKARA

TOTAL

POLSEK
1 perkara / 1 bulan

4000 x @ Rp. 500.000
anggaran per perkara

Rp.

2.000.000.000

POLRES
1 perkara / 1 bulan

400 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

400.000.000

POLDA
1 perkara / 1 bulan

25 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

25.000.000

KEJAKSAAN
1 perkara / 1 bulan

300 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

300.000.000

PENGADILAN
1 perkara / 1 bulan

300 x @ Rp. 1.000.000
anggaran per perkara

Rp.

300.000.000

Penghematan Anggaran
Negara Perbulan

Rp. 3.025.000.000 +
Potential Lost (Social Cost)

Biaya Penyelesaian Sengketa
Indicator
WAKTU (days)
BIAYA (% of
KERUGIAN)

Indonesia
570
122.7

East Asia & Pacific
519
47.8

OECD
518
19.7

Doing Business 2012: Data for Indonesia (WB)
Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD - Organisation for Economic Co-operation and Development)

Hambatan Mediasi
Mediasi vs Paradigma Keadilan yang Legisme
•Pelanggaran adalah Wanprestasi, Onrechmatmatige Daad,
Wederrechttelick.
•Ada aturan yang dilanggar. Cara penyelesaian sesuai dengan aturan
hukum dan hukum acara.
•Keadilan: Adil jika perbuatan sesuai dengan hukum. Adil jika salah
telah dihukum sesuai dengan aturan yang berlaku
Mediasi : Keadilan adalah kepentingan para pihak terpenuhi,
keadaan masing-masing pihak terpulihkan, kepentingan yang lebih
besar tidak terganggu, hubungan menjadi lebih terbuka, tanpa
pembuktian formal, tanpa benar salah, keputusan dibuat dan
disepakati para pihak.
Mediasi : memulihkan hubungan yang rusak = Restorative Justice

Tidak ada yang salah dengan
Konsepsi Hukum yang Legisme tersebut.
Hanya saja masyarakat pada umumnya dan para pengemban profesi hukum
menjadi terorientasikan pada makna keadilan yang legisme pula.
Konsepsi hukum atas makna “pelanggaran” yang legisme, yang terfokus pada
makna keadilan yang legisme pula tersebut, berbeda dengan prespektif dari
keadilan yang memulihkan (Restorative Justice).
VS
Mediasi : Keadilan adalah kepentingan para pihak terpenuhi, keadaan
masing-masing pihak terpulihkan, kepentingan yang lebih besar tidak
terganggu, hubungan menjadi lebih terbuka, tanpa pembuktian formal,
tanpa benar salah, keputusan dibuat dan disepakati para pihak

Yurisprudensi atau Sekedar Preseden ?







Perkara 378 jo 372 KUHP- LP/43/IX/2007/DIR RESKRIM POLDA DIY – Pelapor Cabut
Penyidik & Penuntut tetap Lanjut  Sidang PN Yogyakarta
PUT PN Yogyakarta: No. 317/PID.B/2008 Pencabutan Pengaduan Dikabulkan &
Penuntutan Tidak dapat Diterima
PUT PT Yogyakarta:No. 01/PID/PLW/2009/PT.YK : Persidangan PN Yogyakarta
Batal Demi Hukum
PUT Kasasi MA RI: No. 1600 K/PID/2009 : Pencabutan Pengaduan Dikabulkan &
Penuntutan Tidak dapat Diterima

Mediasi  Damai  Cabut Laporan  Tdk Cukup Bukti ?
Mediasi  Damai  Bukan Peraka Pidana ?
Mediasi  Damai  Demi Hukum  Diskresi  Restorative Justice ? (vide Pasal 18
UU No. 2 Tahun 2002 jo Pasal 30 ayat 4 UUD 1945)  Ultimum Remedium

Konsepsi Humanis Restorative Justice
Prespektif Restorative Justice :
1.

Bahwa Pelanggaran adalah suatu perbuatan yang mungkin keliru
dilakukan oleh pihak
tertentu sehingga membuat hubungan
(relationship) diantara pihak tertentu tersebut dengan para pihak lainya
yang terkait menjadi rusak.

2.

Bahwa hubungan yang menjadi rusak tersebut, harus diperbaiki,
dipulihkan, disembuhkan dengan sebisa mungkin menempatkan hal
yang benar (to put things right as possible)

3.

Bahwa perlu dilakukan upaya yang mendorong seluruh pihak terkait
untuk mengerti/memahami akibat/konsekuensi dari suatu pelanggaran.
Selanjutnya berupaya memastikan bahwa seluruh pihak terkait berniat
dan merealisasikan tindakan sebanyak mungkin menempatkan hal yang
benar, dalam rangka merajut kembali atau memperbaiki hubungan yang
telah rusak.
23

Prespektif Legisme.
•Pelanggaran UU
•Siapa yang Salah atau Benar
•Pembuktian menjadi utama
•Menyalahkan perilaku di masa lalu
•Nememis “pembalasan” /hukuman
•Keadilan sesuai undang undang
•Ketidakpuasan






Prespektif Restorative Justice
Pelanggaran / Perusakan (Harms) Relationship
Merubah perilaku di masa yang akan datang
Mengobati, memulihkan, memperbaiki relationship
Semua pihak terkait bertanggungjawab
Kebersamaan mengidentifikasi dan memetakan kerugiankerugian, kebutuhan dan tindakan yang perlu dilakukan untuk
memulihkan relationship
24

Anggapan Keliru !
Restorative Justice seringkali dianggap semata sebagai suatu
bentuk pemaafan atau pengampunan!
Bahwa benar dengan pemaafan (ataupun pengampunan) maka
suatu hubungan yang rusak akan menjadi pulih, namun dalam
Restorative Justice tidak selalu harus ada unsur pemaafan.
Restorative Justice tidak hanya terfokus pada korban, akan
tetapi concern pula terhadap pihak pelanggar dan pihak lain
yang terdampak. Menjadi lebih utama adalah sebisa mungkin
menempatkan hal yang benar, agar kondisi/keadaan/suatu
relationship pada masa yang akan datang menjadi lebih baik.

Anggapan Keliru !
Restorative Justice dianggap berbeda arah dengan Criminal
Justice System dan Civil Justice System bahkan ada anggapan
keberadaannya menjadi tumpang tindih dengan Justice System
yang telah ada.
Bahwa Restorative Justice adalah konsepsi atas makna keadilan.
Dengan Restorative Justice kita berupaya mereorientasi kembali
bagaimana kita perlu memahami makna keadilan yang lebih
dalam.

Apakah suatu kondisi dimana seseorang yang terbukti melakukan perbuatan
melawan hukum (pelaku) dan telah dijatuhi sanksi dapat diartikan bahwa
keadilan telah ditegakkan? Dalam konsepsi CJS, kondisi demikian dapat
dikatakan telah memenuhi rasa keadilan. Hukuman yang setimpal adalah
suatu keadilan
Bagaimana dengan keberlangsungan kehidupan istrinya dan anak dari
pelaku?
Bagaimana dengan keluarga korban yang sering kali tidak dapat menerima
putusan dari Majelis Hakim yang dianggap tidak cukup memuaskan ?
Bagaimana dengan keberlangsungan kehidupan 1000 karyawan yang
perusahaan tempatnya bekerja, dinyatakan pailit oleh putusan pengadilan
atas adanya gugatan pailit pihak kreditur? Siapa yang harus bertanggung
jawab atas keberlangsungan kehidupan karyawan tersebut? Bukankah
pemerintah juga bertanggung jawab untuk menciptakan lapangan kerja?
CJS atau penegakan hukum adalah perlu, namun menjadi lebih baik bila
bersamaan dengan itu dilakukan pula upaya “to put things right as possible”,
sebagaimana prespektif dari Restorative Justice.

To put things right as possible
(memulihkan kembali kepada kondisi yang benar/tepat)
Prespektif Restorative Justice, Pelanggaran itu menggambarkan adanya
hubungan (relationship) yang rusak.
Adanya hubungan yang rusak potensial menjadi sebab dan berdampak pada
Pelanggaran. Sebaliknya Pelanggaran juga mengakibatkan hubungan menjadi
rusak.
“The Harm of one is the harm of all”.
Perbuatan “harms” seperti membahayakan; merugikan; merusak; menyakiti;
melukai; mengganggu; mencelakakan; menjahati, dll adalah tindakan keliru
yang perlu diperbaiki dan ditempatkan kembali menjadi benar.
Menjadi kewajiban bagi semua pihak terkait yang berkepentingan yaitu
pelaku, korban, komunitas (masyarakat sekitar, pemerintah daerah, para
pengemban profesi hukum dll) untuk sebisa mungkin menempatkan hal yang
benar.

Restorative Justice
Peduli :
PELAKU, KORBAN, KOMUNITAS
HARMS, NEEDS, OBLIGATIONS

sebisa mungkin menempatkan hal yang benar dan tepat
dalam rangka memulihkan

Restorative Justice tidak dimaksudkan menggatikan CJS.
Restorative Justice dan CJS seyogyanya dipandang dan
dipahami secara lebih utuh sebagai konsepsi atas makna
keadilan dalam rangka melaksanakan Pembangunan
Perdamaian (Peacebuilding)

Peta Pembangunan Perdamaian
Meningkatkan
Kapasitas
1. Kerma Pendidikan Perdamaian
2. Kerma Penelitian dan Evaluasi
3. Kerma Pembangunan dalam
segala bidang

Mengobarkan
Anti Kekerasan
1. Membangkitkan Kesadaran dan
Kepedulian Stake Holder NKRI
2. Meningkatkan Rasa/Sikap/Perilaku
Saling Ketergantungan
(membangun kebersamaan)

Meredam Kekerasan
1. Preventing Victimization; restraining
offenders; Create a space for cooling
down; Cease-Fire Agreements;
Peacekeeping; Humanitarian Assistance
2. Early Warning dan Response Program
3. Legal & Judicial Systems
Criminal Justice System (CJS)
(to maintain order, not revenge)

Transformasi Hubungan
1.
2.
3.
4.
5.

Governance & Policymaking
Trauma Healing & Recovery Programs
Ritual & Symbolic Transformation
Restorative Justice
Conflict Transformation :
- Dialogue;
- Negotiation;
- Mediation.

Adaptasi : The Cycle of Peacebuilding, Strategic Peacebuilding, Lisa Schirch oleh Rachman, Jusril, Poeloengan (2012)

Terima Kasih
Mediasi di luar pengadilan di Indonesia, seharusnya dapat berkembang dengan pesat dengan
masih berlakunya Pancasila sebagai Dasar Negara dan Faslafah Bangsa Indonesia.
Musyawarah untuk mufakat, Kekeluargaan dan Gotong Royong adalah diantara nilai-nilai Pancasila
yang universal akan bermetamorfosis hingga terwujud, tercermin dan selaras dengan semangat
dalam Mediasi itu sendiri.
Berkembangnya Restorative Justice yang dapat mereorientasikan kembali makna Keadilan, yang
ternyata sejalan dengan nilai-nilai universal dari Pancasila, seharusnya dapat menjadi stimulan
dalam mempercepat perkembangan Mediasi di Indonesia.
Masa depan, diperlukan upaya bersama seluruh stake holder, khususnya pembuat kebijakan
dengan mengingat “law as a social tool engineering”, untuk segera berperan aktif, menaruh
perhatian dan turut serta melakukan perancangan UU tentang Mediasi.
UU tentang Mediasi sekaligus guna menselaraskan dan mengharmonisasikan ketentutanketentuan Mediasi yang masih tersebar dalam peraturan perundang-undangan lainnya, sehingga
tercapai kesamaan makna, hakikat dan pengimplementasian Mediasi sebagai Revitalisasi dan
Aktualisasi Pancasila, yang pada akhirnya berperan penting dalam terciptanya Kondisi Damai dan
Sejehtera bagi Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

SEGITIGA MEDIASI,
SUMBER PUSAT MEDIASI
NASIONAL (PMN) 2012

Pusat Mediasi Nasional.
2012. Mediation Triangles
and Mediation Skills.
Pelatihan Mediasi 40 jam
Angkatan 42, 10-14
September 2012, Jakarta.
Segitiga Mediasi ini
diadaptasi dari Boule,
Laurance., & Hwee, The
Hwee. 2000. Mediation:
Principles Process
Practice (Singapore
Edition). Butterworths
Asia & Singapore
Mediation Centre. Hal 99114.

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.1/2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
Pasal 147

Penyelesaian sengketa di bidang perumahan terlebih dahulu diupayakan berdasarkan musyawarah
untuk mufakat.

Pasal 148
(1) Dalam hal penyelesaian sengketa melalui musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, pihak yang
dirugikan dapat menggugat melalui pengadilan yang berada di lingkungan pengadilan umum atau
di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa melalui alternatif
penyelesaian sengketa.
(2) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
melalui arbitrase, konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan/atau penilaian ahli sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. UU yang mana?
(3) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
menghilangkan tanggung jawab pidana.

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.32/2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Dalam penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan dapat digunakan jasa
mediator dan/atau arbiter untuk membantu menyelesaikan sengketa lingkungan hidup, (Pasal
85 ayat 3) Mediasi tidak wajib dan tidak ada penjelasan lebih detil ttg mediasi.



UU No.14/2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik
Komisi Informasi adalah lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan Undang-Undang ini dan
peraturan pelaksanaannya, menetapkan petunjuk teknis standar layanan informasi publik dan
menyelesaikan sengketa informasi publik melalui mediasi dan/atau ajudikasi nonlitigasi
(Pasal 1 ayat 4) Mediator dan Pemutus sengketa
Pasal 40 (1) Penyelesaian sengketa melalui Mediasi merupakan pilihan para pihak dan bersifat
sukarela. Namun, Pasal 42, Penyelesaian Sengketa Informasi Publik melalui Ajudikasi
nonlitigasi oleh Komisi Informasi hanya dapat ditempuh apabila upaya Mediasi dinyatakan
tidak berhasil secara tertulis oleh salah satu atau para pihak yang bersengketa, atau salah satu
atau para pihak yang bersengketa menarik diri dari perundingan. Wajibkah atau pilihankah

Disharmonisasi dan Inkonsistensi
Perundang-undangan


UU No.39/1999 Tentang Hak Asasi Manusia
Komisi Nasional Hak Asasi yang selanjutnya disebut Komnas HAM adalah lembaga mandiri yang
berkedudukan setingkat dalam negara lainya yang berfungsi melaksanakan pengkajian,
penelitian, penyaluran, pemantauan, dan mediasi hak asasi manusia, Pasal 1 ayat 7 jo. Pasal
76. Definisi mediasi tidak dijelaskan
Pasal 89 ayat 4, Untuk melaksanakan fungsi Komnas HAM dalam mediasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 76, Komnas HAM bertugas dan berwenang melakukan: a. perdamaian
kedua belah pihak; b. penyelesaian perkara melaui cara konsultasi, negosiasi, mediasi,
konsiliasi, dan penilaian ahli; c. pemberian saran kepada para pihak untuk menyelesaikan
sengketa melalui pengadilan; d. penyampaian rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak
asasi manusia kepada Pemerintah untuk ditindaklanjuti penyelesaiannya; dan e. penyampaian
rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak asasi manusia kepada Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia untuk ditindaklanjuti. Fungsi Mediasi, namun di dalamnya termasuk
konsultasi, negosiasi, dll. Menyarankan para pihak untuk menyelesaikan sengketa melalui
pengadilan adalah TABU bagi mediator.

UU No. 30 Tahun 1999 Tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
 Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar
peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat
secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. (Pasal 1 ayat 1 UU
30/1999)
 Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa
atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni
penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi,
mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. (Pasal 1 ayat 10 UU 30/1999)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009
TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN

Upaya penyelesaian sengketa perdata dapat dilakukan di luar pengadilan
negara melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa. (Pasal 58
UU No.48/2009)


Arbitrase merupakan cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar
pengadilan yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara
tertulis oleh para pihak yang bersengketa. (Pasal 59 ayat 1 UU No.48/2009)



Alternatif Penyelesaian Sengketa merupakan lembaga penyelesaian
sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak,
yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi,
mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. (Pasal 60 ayat 1 UU No.48/2009)
©PMN 2013

37

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen jo
KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN
REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 350/MPP/Kep/12/2001 TENTANG
PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG BADAN PENYELESAIAN
SENGKETA KONSUMEN
Persidangan Dengan Cara Mediasi

Pasal 30
Majelis dalam menyelesaikan sengketa konsumen dengan cara Mediasi, mempunyai tugas :
a. memanggil konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
b. memanggil saksi dan saksi ahli bila diperlukan;
c. menyediakan forum bagi konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
d. secara aktif mendamaikan konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa;
e. secara aktif memberikan saran atau anjuran penyelesaian sengketa konsumen sesuai dengan
peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan konsumen.
Pasal 31
Tata cara penyelesaian sengketa konsumen dengan cara Mediasi adalah :
a. Majelis menyerahkan sepenuhnya proses penyelesaian sengketa kepada konsumen dan pelaku usaha
yang bersangkutan, baik mengenai bentuk maupun jumlah ganti rugi;
b. Majelis bertindak aktif sebagai Mediator dengan memberikan nasehat, petunjuk, saran dan upayaupaya lain dalam menyelesaikan sengketa;
c. Majelis menerima hasil musyawarah konsumen dan pelaku usaha dan mengeluarkan ketentuan.