ketentuan pidana di bidang ketenagalistrikan – ppns

Download Report

Transcript ketentuan pidana di bidang ketenagalistrikan – ppns

KETENTUAN PIDANA DI BIDANG
KETENAGALISTRIKAN
OLEH
IR. PAMUDJI
PPNS KETENAGALISTRIKAN
DIREKTORAT JENDERAL
KETENAGALISTRIKAN
KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA
MINERAL
JOGYAKARTA, 15 MARET 2012
PERTIMBANGAN DALAM PENYUSUNAN
UNDANG KETENAGALISTRIKAN
● Bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil
dan makmur yang merata materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
● Bahwa tenaga listrik mempunyai peran yang sangat penting dan strategis
dalam mewujudkan tujuan pembangunan nasional maka usaha penyediaan
tenaga listrik dikuasai oleh negara dan penyediaannya perlu terus ditingkatkan
sejalan dengan perkembangan pembangunan agar tersedia tenaga listrik
dalam jumlah yang cukup, merata, dan bermutu;
● Bahwa penyediaan tenaga listrik bersifat padat modal dan teknologi dan
sejalan dengan prinsip otonomi daerah dan demokratisasi dalam tatanan
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara maka peran pemerintah
daerah dan masyarakat dalam penyediaan tenaga listrik perlu ditingkatkan;
● Bahwa di samping bermanfaat, tenaga listrik juga dapat membahayakan
sehingga penyediaan dan pemanfaatannya harus memperhatikan ketentuan
keselamatan ketenagalistrikan;
TUJUAN PENYUSUNAN UNDANG UNDANG
KETENAGALISTRIKAN
Undang undang Ketenagalistrikan disusun untuk
menjadi :
- Satu satunya rujukan dalam
penyelenggaraan penyediaan tenaga listrik.
- Satu satunya rujukan Pemerintah (Pusat dan
Daerah) dalam penetapan kebijakan,
pengaturan , pengawasan, dan pelaksanaan
penyediaan tenaga listrik
TUJUAN PENETAPAN KETENTUAN PIDANA
UNTUK MENJAMIN TERWUJUDNYA AZAS DAN TUJUAN PEMBUATAN
UNDANG KETENAGALISTRIKAN, YAITU :
●
Asas Manfaat,
hasil pembangunan ketenagalistrikan harus dapat dimanfaatkan sebesar besarnya
bagi kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.
●
Asas efisiensi berkeadilan,
pembangunan ketenagalistrikan harus dapat dilaksanakan dengan biaya seminimal
mungkin, tetapi dengan hasil yang dapat dinikmati secara merata oleh seluruh
rakyat.
●
Asas berkelanjutan,
usaha penyediaan tenaga listrik harus dikelola dengan baik agar dapat terus
berlangsung secara berkelanjutan.
●
Asas optimalisasi ekonomi dalam pemanfaatan sumber daya energi,
Bahwa penggunaan sumber energi untuk pembangkitan tenaga listrik harus
dilakukan dengan memperhatikan ketersediaan sumber energi.
lanjutan
●
Asas mengandalkan pada kemampuan sendiri,
Bahwa pembangunan ketenagalistrikan dilakukan dengan mengutamakan
kemampuan dalam negeri.
●
Asas kaidah usaha yang sehat,
Bahwa usaha ketenagalistrikan dilaksanakan dengan menerapkan prinsipprinsip transparansi, akuntabilitas, pertanggungjawaban, dan kewajaran.
●
Asas keamanan dan keselamatan,
Bahwa penyediaan dan pemanfaatan tenaga listrik harus memperhatikan
keamanan instalasi, keselamatan manusia, dan lingkungan hidup di
sekitar instalasi.
●
Asas kelestarian fungsi lingkungan,
Bahwa penyelenggaraan penyediaan tenaga listrik harus memperhatikan
kelestarian fungsi lingkungan hidup dan lingkungan sekitar.
YANG DIANCAM SEBAGAI PERBUATAN PIDANA DALAM
UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2009
TENTANG KETENAGALISTRIKAN
1.
Melakukan usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum tanpa izin
2.
Melakukan usaha penyediaan tenaga listrik tanpa izin operasi
3.
Menjual kelebihan tenaga listrik untuk dimanfaatkan bagi kepentingan umum
tanpa persetujuan dari Pemerintah atau pemerintah daerah
4.
Tidak memenuhi
terganggu/terputus)
5.
Menggunakan tenaga listrik yang bukan haknya secara melawan hukum;
6.
Melakukan usaha penyediaan tenaga listrik yang tidak memenuhi kewajiban
7.
terhadap yang berhak atas tanah, bangunan, dan tanaman;
8.
Melakukan kegiatan usaha jasa penunjang tenaga listrik tanpa izin
9.
Mengoperasikan instalasi tenaga listrik tanpa sertifikat laik operasi
10.
Memproduksi, mengedarkan, atau memperjualbelikan peralatan dan pemanfaat
tenaga listrik yang tidak sesuai dengan standar nasional Indonesia (SNI wajib,
menyatakan sesuai standar tanpa sertifikat)
keselamatan
ketenagalistrikan
(orang
mati,
suplai
ANCAMAN PIDANA DALAM UU NO. 30
TAHUN 2009 TENTANG
KETENAGALISTRIKAN
Pasal 49 (TERKAIT USAHA PENYEDIAAN)
1. Setiap orang yang melakukan usaha penyediaan tenaga listrik untuk
kepentingan umum tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling
banyak Rp.2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
1. Setiap orang yang melakukan usaha penyediaan tenaga listrik tanpa izin
operasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak
Rp.4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
1. Setiap orang yang menjual kelebihan tenaga listrik untuk dimanfaatkan bagi
kepentingan umum tanpa persetujuan dari Pemerintah atau pemerintah
daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (3) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak
Rp.2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
Lanjutan
Pasal 50 (TERKAIT KESELAMATAN)
(1) Setiap orang yang tidak memenuhi keselamatan ketenagalistrikan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) yang mengakibatkan
matinya seseorang karena tenaga listrik dipidana dengan pidana penjara
paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(2) Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik atau pemegang izin
operasi dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun
dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(3) Selain pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pemegang izin
usaha penyediaan tenaga listrik atau pemegang izin operasi juga
diwajibkan untuk memberi ganti rugi kepada korban.
(4) Penetapan dan tata cara pembayaran ganti rugi sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Lanjutan
Pasal 51 (TERKAIT KEANDALAN DAN PENCURIAN)
(1) Setiap orang yang tidak memenuhi keselamatan ketenagalistrikan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) sehingga
mempengaruhi kelangsungan penyediaan tenaga listrik dipidana dengan
pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(2) Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan
terputusnya aliran listrik sehingga merugikan masyarakat, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling
banyak Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah).
(3) Setiap orang yang menggunakan tenaga listrik yang bukan haknya
secara melawan hukum dipidana dengan pidana penjara paling lama 7
(tujuh) tahun dan denda paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua miliar
lima ratus juta rupiah).
Lanjutan
Pasal 52 (TERKAIT PENGGUNAAN LAHAN)
(1) Setiap orang yang melakukan usaha penyediaan tenaga
listrik yang tidak memenuhi kewajiban terhadap yang berhak
atas tanah, bangunan, dan tanaman sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak
Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
(2) Selain pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dikenai sanksi tambahan berupa pencabutan izin usaha
penyediaan tenaga listrik atau izin operasi.
Lanjutan
Pasal 53 (TERKAIT USAHA PENUNJANG)
Setiap orang yang melakukan kegiatan usaha jasa penunjang tenaga listrik tanpa izin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar
rupiah).
Pasal 54 (TERKAIT KEAMANAN)
(1) Setiap orang yang mengoperasikan instalasi tenaga listrik tanpa sertifikat laik
operasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (4) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah).
(2) Setiap orang yang memproduksi, mengedarkan, atau memperjualbelikan
peralatan dan pemanfaat tenaga listrik yang tidak sesuai dengan standar
nasional Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (5) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
PENYIDIKAN
●
Pasal 47 Ayat (1)
Selain Penyidik Kepolisian Negara Republik
Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu
yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di
bidang ketenagalistrikan diberi wewenang khusus
sebagai Penyidik sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Hukum Acara Pidana untuk
melakukan penyidikan tindak pidana di bidang
ketenagalistrikan.
KEWENANGAN PPNS KETENAGALISTRIKAN
Pasal 47 Ayat (2)
a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan
tindak pidana dalam kegiatan usaha ketenagalistrikan;
b. melakukan pemeriksaan terhadap setiap orang yang diduga melakukan tindak pidana
dalam kegiatan usaha ketenagalistrikan;
c. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai saksi atau tersangka dalam
perkara tindak pidana dalam kegiatan usaha ketenagalistrikan;
d. menggeledah tempat yang diduga digunakan untuk melakukan tindak pidana dalam
kegiatan usaha ketenagalistrikan;
e. melakukan pemeriksaan sarana dan prasarana kegiatan usaha ketenagalistrikan dan
menghentikan penggunaan peralatan yang diduga digunakan untuk melakukan tindak
pidana;
f.
menyegel dan/atau menyita alat kegiatan usaha ketenagalistrikan yang digunakan untuk
melakukan tindak pidana sebagai alat bukti;
g. mendatangkan tenaga ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan
perkara tindak pidana dalam kegiatan usaha ketenagalistrikan; dan
h. menangkap dan menahan pelaku tindak pidana di bidang ketenagalistrikan berdasarkan
peraturan perundang-undangan.
KOORDINASI DAN
PENGAWASAN
Pasal 47 Ayat (3) dan (4)
(3) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) memberitahukan
dimulainya penyidikan perkara pidana kepada
Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia
sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
(4) Pelaksanaan
kewenangan
sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dilakukan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
DASAR HUKUM PPNS
KETENAGALISTRIKAN
1. UU NO. 8 TAHUN 1981 TENTANG KUHAP
2. UU NO. 30 TAHUN 2009 TENTANG
KETENAGALISTRIKAN
3. KEPMEN HUKHAM, NO.: AHU-15.AH.09.04
TAHUN 2011 TENTANG PERPINDAHAN
4. PERATURAN KAPOLRI No. 6 Tahun 2010
Tentang Manjemen Penyidikan Oleh PPNS
HUBUNGAN PPNS KETENAGALISTRIKAN
DENGAN POLRI
UU NO. 8/1981
KUHAP
PERATURAN KAPOLRI
No. 6 Tahun 2010 Tentang
Manjemen Penyidikan
Oleh PPNS
UU NO. 30/2009
KETENAGALISTRIKAN
PERMEN PE
NO. 04.P/40/M.PE/1991
PENYIDIK KTL
PPNS
KETENAGALISTRIKAN
PIDANA BIDANG KETENAGALISTRIKAN
KEWENANGAN PPNS KETENAGALISTRIKAN
KEWENANGAN PPNS KETENAGALISTRIKAN MERUJUK KEPADA UU NO. 30 TAHUN 2009
TENTANG KETENAGALISTRIKAN, YAITU :
a.
melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana dalam
kegiatan usaha ketenagalistrikan;
b.
melakukan pemeriksaan terhadap setiap orang yang diduga melakukan tindak pidana dalam kegiatan
usaha ketenagalistrikan;
c.
memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai saksi atau tersangka dalam perkara tindak pidana
dalam kegiatan usaha ketenagalistrikan;
d.
menggeledah tempat yang diduga digunakan untuk melakukan tindak pidana dalam kegiatan usaha
ketenagalistrikan;
e.
melakukan pemeriksaan sarana dan prasarana kegiatan usaha ketenagalistrikan dan menghentikan
penggunaan peralatan yang diduga digunakan untuk melakukan tindak pidana;
f.
menyegel dan/atau menyita alat kegiatan usaha ketenagalistrikan yang digunakan untuk melakukan tindak
pidana sebagai alat bukti;
g.
mendatangkan tenaga ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara tindak
pidana dalam kegiatan usaha ketenagalistrikan; dan
h.
menangkap dan menahan pelaku tindak pidana di bidang ketenagalistrikan berdasarkan peraturan
perundang-undangan.
TERIMA KASIH