Presentasi Prof Adrianus - MASYARAKAT VIKTIMOLOGI INDONESIA

Download Report

Transcript Presentasi Prof Adrianus - MASYARAKAT VIKTIMOLOGI INDONESIA

Adrianus Meliala
LPSK, 31 Okt 2013
1


Victims’ Rights (hak-hak korban) adalah bagian
tak terpisahkan (integral) dari human rights (hak
asasi manusia).
Doak (2008) dalam bukunya “Victims’ Rights,
Human Rights & Criminal Justice” merumuskan
hak-hak korban kejahatan terdiri dari rights ro
protection (hak atas perlindungan), rights to
participation (hak berpartisipasi dalam sistem
peradilan dan urusan yang terkait dengannya),
rights to justice (hak atas keadilan), dan rights to
reparation (hak atas pemulihan)
LPSK, 31 Okt 2013
2
mendapatkan dukungan dan pendampingan,
mendapatkan informasi tentang proses praperadilan dan peradilan, hasil peradilan dan
pembebasan yang akan diberikan kepada pelaku,
 mendapatkan perlindungan di dalam kondisi yang
layak, termasuk hal-hal dimana korban merasa takut
untuk membuat pengakuan atau mengalami
ketakutan karena mendapat intimidasi dari pelaku,
 berpartisipasi di dalam proses pra-peradilan dan
proses peradilan,
 mendapatkan kompensasi,
 mendapatkan kebebasan dari berbagai bentuk
diskriminasi dengan menggunakan hak-hak yang
telah disebutkan di atas.


LPSK, 31 Okt 2013
3


Rights to Reparation (hak korban kejahatan mendapatkan
pemulihan atau reparasi) merupakan hak asasi manusia.
Pemulihan bagi korban kejahatan didasari oleh keyakinan
bahwa setiap peristiwa kejahatan telah merusak, merugikan,
melukai, menderitakan korban. Maka, pemulihan dalam
konteks ini dimaksudkan untuk mengembalikan korban
kepada situasi dan kemampuan diri, mendekati situasi dan
kemampuan dirinya sebelum menjadi korban.
Hak atas reparasi (rights to reparation) tidak saja
menguntungkan korban, tetapi dapat memberikan
keuntungan yang penting bagi pelanggar dan masyarakat
secara luas (Zedner, 1994). Pemenuhan terhadap hak
reparasi juga berimplikasi kepada keuntungan negara.
LPSK, 31 Okt 2013
4


Tidak mengherankan bila dalam diskursus
peradilan pidana, istilah reparasi sering
dihubungkan dengan restorative justice dan
konsep “reintegrative shaming”nya John
Braithwaite.
Istilah “reparation (reparasi)” digunakan secara
bergantian dengan istilah seperti “compensation
(kompensasi)”, “damage (ganti kerugian)”,
“restitution (restitusi)”, atau “restoration
(restorasi)”, dan merupakan salah konsep ketika
istilah “reparation” disamakan dengan
kompensasi financial (Doak, 2008)
LPSK, 31 Okt 2013
5
 Istilah “reparation” pun
bukan sinonim dari
restitusi, Lucia Zedner (1994) dalam artikel,
“Reparation and Retribution: Are They
Reconcilable? “ menyebut reparative models of
justice sebagai oposisi dari model retributive
models of justice.
 Dalam
hal ini, konsep reparasi mengambil alih
prioritas penghukuman sebagai tujuan dari
sistem peradilan pidana.
LPSK, 31 Okt 2013
6

Reparasi artinya membuat perubahan, dan
dalam hukum pidana artinya adalah pelaku
kejahatan melakukan perbaikan terhadap
pelanggaran yang dilakukannya. Reparasi
bisa dalam berbagai bentuk, misalnya
permintaan maaf, perbaikan fisik,
mengganti atau memperbaiki kerusakan
property, dan sebagainya.

Reparasi bisa dilakukan terhadap korban
atau pada komunitas, atau pada keduanya.
LPSK, 31 Okt 2013
7



Victim Support berasal dari Inggris tahun 1974 dan
kemudian di negara Eropa.
Victim Support merupakan instilah yang
menggambarkan kelembagaan yang memberikan
support dan assistance pada para korban kejahatan.
Victim Support juga menggambarkan segala praktikpraktik perlakuan, dukungan dan perlindungan
kepada korban kejahatan. Di mana di dalamnya
termasuk praktik pemenuhan hak korban atas
reparasi atau pemulihan atas kerusakan, derita yang
dialami korban (langsung maupun tidak langsung)
yang disebabkan oleh kejahatan
LPSK, 31 Okt 2013
8


Di Inggris, selain agen resmi seperti Victim
Support, masih banyak agen-agen atau badan
lainnya yang menyediakan bantuan terhadap
korban kejahatan terutama korban dari
kelompok sosial yang tidak seimbang, seperti
etnis minoritas dan juga Lesbian Gay Biseksual
Transeksual (LGBT) (Wolhuter, 2009).
Victim Support memiliki beberapa dimensi
yakni penyediaan jasa atau layanan (service),
advokasi, kemitraan kerja antar-lembaga kerja
dengan instansi peradilan pidana serta dengan
organisasi masyarakat lainnya.
LPSK, 31 Okt 2013
9


Sistem hukum berkerja dengan bias dan
prasangka : bias kelas, bias gender (male centris
bahkan sexist), bias mayoritas, dan abai terhadap
situasi kerentanan dan marjinalitas yang dialami
kelompok social tertentu, mengakibatkan
praktik-praktik peradilan pidana yag sering kali
bermasalah dan sulit memberikan keadilan
kepada korban.
SPP juga bekerja dengan memilah korban “ideal
victims” dan “deviant victims”, yang
berimplikasi pada akses korban kepada
program layanan dan dukungan yang tersedia.
LPSK, 31 Okt 2013
10
 Hongkong
 China
 Korea
Selatan
 India
 Inggris
LPSK, 31 Okt 2013
11





Disharmoni substansi hukum yang relevan. Termasuk
merevisi bagian yang memberi prioritas hanya kepada
korban kejahatan HAM berat.
Kekeliruan paradigma negara : kewajiban dipahami
sebagai kebaikan negara atau charity.
Implikasinya, Victims’ Rights (termasuk rights to reparation)
belum menjadi mainstreaming dalam kebijakan publik
(khususnya kebijakan kriminal)
Dampak lanjutan dan saling mengunci adalah lemahnya
kapasitas kelembagaan (khususnya sumber daya manusia)
pihak-pihak yang diberi mandate untuk
mengimplemetasikan pemenuhan hak-hak korban
kejahatan.
Lemahnya kemauan politik legislatif – eksekutif – yudikatif
dalam membangun victims’ rights mainstreaming dalam
kebijakan publik : dalam konteks ini negara dapat dikatakan
abai dalam pemenuhan hak-hak korban kejahatan
LPSK, 31 Okt 2013
12
Terima kasih. Semoga berguna
[email protected]
LPSK, 31 Okt 2013
13