Epilepsi – Farter 1

Download Report

Transcript Epilepsi – Farter 1

Epilepsi
Epilepsi
• suatu gangguan saraf kronik, dimana terjadikejang yang
bersifat reccurent
• Kejang : manifestasi klinik dari aktivitas neuron cortical
yang berlebihan di dalam korteks serebral dan ditandai
dengan adanya perubahan aktifitas elektrik pada saat
dilakukan pemeriksaan EEG.
• Manifestasi klinik kejang sangat bervariasi tergantung
dari daerah otak fungsional yang terlibat
Epidemiologi
• Setiap tahun terjadi sekitar 125.000 kasus epilepsi baru
di United States.
• 30%nya terjadi pada usia muda kurang dari 18 tahun
pada saat terdiagnosa.
• Agak sulit mengestimasi jumlah kasus epilepsy  pada
kondisi tanpa serangan, pasien terlihat normal dan
semua data lab juga normal, selain itu ada stigma
tertentu pada penderita epilepsy  malu/enggan
mengakui
Etiologi
• Epilepsi --- gangguan/abnormalitas dari pelepasan
neuron.
• Banyak hal yang bisa menyebabkan terjadinya
abnormalitas pelepasan neuron, seperti :
– Birth trauma
– Cedera kepala
– Tumor otak
– Penyakit cerebrovaskular
– Genetik
– Idiopatik
Patofisiologi
Kejang disebabkan karena ada
ketidakseimbangan antara pengaruh
inhibisi dan eksitatori pada otak
terjadi karena :
• Kurangnya transmisi inhibitori
– Contoh: setelah pemberian
antagonis GABA, atau selama
penghentian pemberian agonis
GABA (alkohol, benzodiazepin)
• Meningkatnya aksi eksitatori 
meningkatnya aksi glutamat atau
aspartat
Fisiologi Normal
Diagnosis
• Pasien didiagnosis epilepsi
jika mengalami serangan
kejang secara berulang
• Untuk menentukan jenis
epilepsinya, selain dari
gejala, diperlukan berbagai
alat diagnostik :
– EEG
– CT-scan
– MRI
– Lain-lain
Klasifikasi epilepsi
• Berdasarkan tanda klinik
dan data EEG, kejang
dibagi menjadi :
– kejang umum (generalized
seizure)  jika aktivasi
terjadi pd kedua hemisfere
otak secara bersamasama
– kejang parsial/focal  jika
dimulai dari daerah
tertentu dari otak
Kejang umum terbagi atas:
• Tonic-clonic convulsion = grand mal
– merupakan bentuk paling banyak
terjadi
– pasien tiba-tiba jatuh, kejang,
nafas terengah-engah, keluar air
liur
– bisa terjadi sianosis, ngompol,
atau menggigit lidah
– terjadi beberapa menit, kemudian
diikuti lemah, kebingungan, sakit
kepala atau tidur
•
Abscense attacks = petit mal
– jenis yang jarang
– umumnya hanya terjadi pada masa anak-anak atau awal remaja
– penderita tiba-tiba melotot, atau matanya berkedip-kedip, dengan
kepala terkulai
– kejadiannya cuma beberapa detik, dan bahkan sering tidak disadari
•
Myoclonic seizure
– biasanya tjd pada pagi hari, setelah bangun tidur
– pasien mengalami sentakan yang tiba-tiba
– jenis yang sama (tapi non-epileptik) bisa terjadi pada pasien normal
•
Atonic seizure
– jarang terjadi
– pasien tiba-tiba kehilangan kekuatan otot  jatuh, tapi bisa segera
recovered
Kejang parsial terbagi menjadi :
• Simple partial seizures
– pasien tidak kehilangan kesadaran
– terjadi sentakan-sentakan pada
bagian tertentu dari tubuh
• Complex partial seizures
– pasien melakukan gerakan-gerakan
tak terkendali: gerakan mengunyah,
meringis, dll tanpa kesadaran
Sasaran Terapi
• Mengontrol (mencegah dan mengurangi frekuensi)
supaya tidak terjadi kejang - beraktivitas normal lagi
• Meminimalisasi adverse effect of drug
Strategi Terapi
• Mencegah atau menurunkan lepasnya muatan listrik
syaraf yang berlebihan  melalui perubahan pada
kanal ion atau mengatur ketersediaan neurotransmitter
Prinsip pengobatan pada epilepsi
• Monoterapi
– Menurunkan potensi AE
– Meningkatkan kepatuhan pasien
• Hindari / minimalkan penggunaan antiepilepsi sedatif
• Jika monoterapi gagal, dapat diberikan sedatif atau
politerapi
• Pemberian terapi sesuai dengan jenis epilepsinya
• Mulai dengan dosis terkecil (dapat ditingkatkan sesuai
dengan kondisi pasien)
Prinsip pengobatan pada epilepsi
• Variasi individual -- perlu pemantauan
• Monitoring kadar obat dalam darah - penyesuaian dosis
• Lama pengobatan tergantung jenis epilepsinya, kondisi
pasien dan kepatuhan pasien
• Jangan menghentikan pengobatan secara tiba-tiba
(mendadak)
Penatalaksanaan Terapi
• Non farmakologi :
– Amati faktor pemicu
– Menghindari faktor pemicu (jika ada), misalnya : stress, OR,
konsumsi kopi atau alkohol, perubahan jadwal tidur, terlambat
makan, dll.
• Farmakologi : menggunakan obat-obat antiepilepsi
Obat-obat yang meningkatkan inaktivasi kanal Na+:
• Inaktivasi kanal Na  menurunkan kemampuan syaraf untuk
menghantarkan muatan listrik
• Contoh: fenitoin, karbamazepin, lamotrigin, okskarbazepin, valproat
Obat-obat yang meningkatkan transmisi inhibitori GABAergik:
• agonis reseptor GABA  meningkatkan transmisi inhibitori dg
mengaktifkan kerja reseptor GABA  contoh: benzodiazepin,
barbiturat
• menghambat GABA transaminase  konsentrasi GABA meningkat
 contoh: Vigabatrin
• menghambat GABA transporter  memperlama aksi GABA 
contoh: Tiagabin
• meningkatkan konsentrasi GABA pada cairan cerebrospinal pasien
 mungkin dg menstimulasi pelepasan GABA dari non-vesikular
pool  contoh: Gabapentin
glutamat
Pre-sinaptik
GAD
Berdifusi
menjauh
GABA
gabapentin
tiagabin
-
Transporter GABA
+
2
Metabolit
GABA
Re-uptake
GABA-transaminase
3
GABA
-
1
Post sinaptik
Reseptor GABA
vigabatrin
EFEK DEPRESI CNS
DRUG
Partial
Seizure
Generalized
Tonic- Clonic/
Grand Mal
Absence
Atypical
Absence
Drug of
Choice
Carbamazepine
Phenytoin
Valproate
Valproate
Carbamazepine
Phenytoin
Ethosuximide
Valproate
Valproate
Alternative
Lamotrigine
Gabapentine
Topiramate
Tiagabine
Primidone
Phenobarbital
Clonazepam
Lamotrigine
Clonazepam
Lamotrigine
Topiramate
Felbamate
Lamotrigine
Topiramate
Primidone
Phenobarbital
Farmakokinetika Obat
Epilepsi pada Kehamilan
– the possibility of increased maternal seizures,
– pregnancy complications,
– adverse fetal outcome.
• Approximately 25% to 30% of women have increased
seizures during pregnancy
• Increased seizure activity may result from either a direct
effect on seizure threshold or a reduction in AED
concentration.
• Barbiturates and phenytoin are associated with
congenital heart malformations, orofacial clefts, and
other malformations.
• Valproic acid and carbamazepine are associated with
spina bifida (neural tube defect) and hypospadias.
• Lamotrigin dan Gabapentin : tidak ditemui
efek teratogen pada hewan uji, tetapi data
pada manusia belum cukup kuat.
• Pemberian suplemen asam folat dan vitamin
K diperlukan selama wanita hamil yang
mengkonsumsi obat-obat antiepilepsi.
TERIMAKASIH