Hukum Kepailitan Pertemuan 13

Download Report

Transcript Hukum Kepailitan Pertemuan 13

PENGANTAR PKPU
PENGERTIAN PKPU

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) merupakan pemberian kesempatan kepada
Debitor untuk melakukan restrukturisasi utang-utangnya yang dapat meliputi pembayaran
seluruhnya atau sebagian utang kepada Kreditor Konkuren (Kreditor yang tidak memegang
agunan dan yang tidak mempunyai hak istimewa serta yang tagihannya tidak diakui atau diakui
secara bersyarat).

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dapat dikatakan sebagai memberi
kesempatan atau peluang agar jangan sampai perusahaan dinyatakan pailit, sehingga dengan
didampingi Pengurus yang ditunjuk oleh Pengadilan, Debitor masih dapat menjalankan
usahanya. Karena itu selama masa tenggang waktu tersebut dapat diadakan dan diusahakan
segala upaya pendekatan dan penyelesaian sengketa bisnis antara pihak Debitor dengan para
Kreditornya misalnya dengan restrukturisasi utang dan apabila berhasil dituangkan sebagai
substansi perdamaian (Accord) yang merupakan sarana/upaya yang menjadi jaminan bagi
Kreditor untuk mempailitkan Debitor apabila perdamaian itu tidak dilaksanakan atau gagal
dipenuhi Debitor.

Melalui Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), hak dan kewenangan Debitor atas
harta kekayaannya tidak hilang, sehingga ia dapat tetap menjalankan usahanya dengan
didampingi oleh Pengurus. Hal ini tentunya berbeda dengan kepailitan sebagaimana telah
diterangkan di muka, segala hak dan kewenangan Debitor yang terkait dengan harta pailit
diambil oleh Kurator.

Dengan adanya Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), maka dapat terjadi beberapa
kemungkinan, yaitu :
1. Piutang-piutang para Kreditor akan dibayar/dapat dibayar seluruhnya oleh Debitor;
2. Pembayaran piutang Kreditor itu dilunasi sebagian melalui pemberesan tahap demi
tahap;
3. Suatu perdamaian dibawah tangan;
4. Pengesahan perdamaian apabila terjadi perdamaian yang lazim disebut gerchtelijke
accord atau dwang accord;
5. Pernyataan pailit, apabila tujuan yang hendak dicapai dengan pengunduran
pembayaran
itu tidak tercapai;
PERBEDAAN KEPAILITAN DAN PKPU

Fred B. G. Tumbuan, S.H. telah memberikan perbandingan antara Kepailitan dan
Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), sebagai berikut. :
Penundaan
1.
Pasal 222 Undang-undang Kepailitan adalah bahwa Debitur memperkirakan ia tidak akan dapat
melanjutkan membayar utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih. Ini berarti bahwa
Debitur sedang mengalami masalah likuidasi yang pada dasarnya Putusan Kepailitan diucapkan
bilamana Debitur tidak lagi (tidak mampu) membayar utangnya yang telah jatuh waktu dan dapat
ditagih sebagaimana tertulis dalam Pasal 2 Undang-undang Kepailitan. Jadi Debitur secara
finansial praktis berada dalam keadaan tanpa harapan.
2.
Kepailitan, dengan pengecualian apabila tercapai perdamaian antara Debitur dan KrediturKrediturnya bertujuan melikuidasi harta pailit Debitur dan membagikan hasilnya di antara para
Kreditur. Sebaliknya dalam hal Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) tujuannya
adalah menjaga keutuhan harta kekayaan Debitur dan kelangsungan usahanya. Ini bukan
berarti bahwa dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) tidak dapat dilakukan
penjualan sebagian aktiva demi kelangsungan usaha Debitur.
3.
Sejak tanggal putusan pailit diucapkan, Debitur Pailit kehilangan hak pengurusan dan penguasaan
atas harta kekayaannya yang termasuk dalam harta pailit. Sebaliknya dalam Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), Debitur tidak kehilangan pengurusan dan penguasaan atas
harta kekayannya, Debitur tetap berwenang melakukan tindakan kepengurusan dan mengalihkan
hak atas suatu bagian dari hartanya, asalkan tindakan tersebut ia lakukan setelah diberi
kewenangan untuk itu oleh Pengurus. Dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU),
Debitur dan
Pengurus merupakan dwitunggal yang senantiasa memerlukan persetujuan
Pengurus untuk melakukan tindakan kepengurusan atau mengalihkan hak atas bagian
hartanya. Pengecualian atas larangan tersebut diatur dalam Pasal 240 ayat (1) dan (2)
Undang-undang Kepailitan bagi tindakan Debitur yang dilakukan tanpa mendapatkan
persetujuan dari Pengurus.
KEUNTUNGAN
PERMOHONAN PENUNDAAN
KEWAJIBAN UTANG
Debitor mempunyai cukup waktu untuk
mengatasi kesulitannya.
Debitor masih mempunyai hak untuk
mengurus mengatasi kesulitannya.
Masih ada kemungkinan bagi Kreditor,
bahwa piutangnya akan dibayar penuh
oleh Kreditor
SEJARAH PKPU
 Sejarah penundaan pembayaran atau moratorium dikenal dalam berbagai bentuk yang penting, yaitu
memperkenalkan pemisahan penundaan pembayaran seluruhnya yang berdiri sendiri oleh penguasa
dan memerlukan bantuan kerjasama dari para Kreditur dan pemisahan sejumlah Debitur tertentu, untuk
siapa penundaan itu berlaku, baik yang ditunjuk beberapa Debitur maupun sekelompok besar para
Kreditur.
 Dalam HUKUM ROMAWI, dikenal dengan sebutan Mommsen tanpa bunga selama 6 (enam) tahun
untuk moratorium, bagi bangsawan yang baik dan hanya Debitur. Hal ini dianggap sebagai
pengecualian. Ditentukan bahwa harus diberi jaminan oleh Debitur, setelah ia menunda pembayaran
untuk memenuhi kewajibannya, terdapat perselisihan berkaitan dengan pertanyaan apakah dalam
hukum Romawi mengenai suatu moratorium oleh/atas perintah penguasa. Pada umumnya dianggap
bahwa moratorium oleh/atas perintah penguasa untuk Debitur tertentu tidak akan terjadi. Yang lebih
penting adalah dengan kehendak mayoritas para Kreditur dapat diberikan penundaan pembayaran 5
(lima) tahun kepada tiap-tiap Debitur.
 Dalam HUKUM KOTA ITALIA dikenal dengan salvo condotto yaitu Penguasa memberikan
kesempatan kepada Debitur dengan sanksi selama waktu tertentu untuk menyelesaikan utangutangnya menurut Undang-undang dengan Kreditur dan untuk sementara juga membawa keadaan
harta secara teratur dan baik. Sementara di Belgia, penundaan pembayaran hanya dikenal untuk
pedagang (lihat art 593-614 C de C), jarang mereka menerapkan, terutama sejak pelaksanaan akkord
paksaan di luar kepailitan, sekarang ini diatur dengan Wet 25 September 1946 berkenaan dengan
akkord Pengadilan. Menurut art. 1 Undang-undang itu,
“Debitur adalah pedagang dapat
menghindarkan diri dari pernyataan pailit, apabila ia memperoleh akkord di Pengadilan dari
Krediturnya. Akkord itu hanya untuk melengkapi, apabila mayoritas Kreditur yang mewakili jumlah
utang 2/3 yang memajukan permohonan. Tagihan mereka yang tidak ikut mengambil bagian dalam
pemungutan suara, tidak ikut diperhitungkan. Akkord itu disahkan oleh Pengadilan Niaga. Pengesahan
diperkenankan untuk keperluan beberapa Debitur yang tidak beruntung dan beritikad baik. Dari
pengajuan permohonan itu membawa akibat demi hukum penundaan sementara”
SEJARAH PKPU
 NEGARA YUNANI, dikenal moratorium (penundaan pembayaran) pada Demosthenes
dalam bentuk penundaan semua tagihan menurut hukum pertama selama perang.
 KERAJAAN PERANCIS, pada abad 14 telah menerbitkan :
1. Lettres de repit. Dalam Lettres de repit, Debitur dapat memajukan permohonan
selama satu tahun untuk penundaan pembayaran. Penundaan waktu yang lebih lama
(misalnya 5 (lima) tahun) harus mendapat persetujuan mayoritas Kreditur. Kadangkala
disyaratkan jaminan.
2. Lettres d’etat. Dalam Lettres d’etat diberikan kepada orang-orang yang bekerja
kepada negara, terutama tentara, penundaan pembayaran utang-utang mereka. Mereka
diberikan waktu 6 (enam) bulan dan perpanjangan hanya dalam hal-hal yang khusus
memungkinkannya;
Lettres-lettres tersebut diatur dalam ordonansi 1669 dan 1673. Dalam ordonansi Orleans
1560 perpanjangan itu dialihkan kepada Hakim, akan tetapi oleh Lodewijk XIV hak itu
ditariknya kembali pada dirinya. Lettres de repit dapat diberikan pada setiap orang akan
tetapi dalam ordonansi 1673 menghendaki syarat khusus untuk pedagang. Orang dapat
menyebutkan penundaan pembayaran merupakan moratorium khusus. Disamping itu
dikenal juga moratorium umum yang tidak berlaku untuk Debitur tertentu, akan tetapi
semua Debitur. Kadang-kadang mereka oleh atau dengan kekuatan Undang-undang
mengumumkan selama dalam masa perang atau krisis dan mempunyai maksud untuk
semua Debitur dalam negeri, misalnya pada semua wissel Debitur, memberi wewenang
penundaan kewajiban pembayaran atau sementara menolak hak eksekusi Kreditur
mereka. Demikian di Prancis mengumumkan Wisselmoratorium.
SEJARAH PKPU
 Dalam UNDANG-UNDANG HUKUM DAGANG BELANDA 1838, menganggap penundaan (surseance)
sebagai tindakan hukum yang baik untuk menunda pembayaran yang diperkenankan kepada
pedagang, baik oleh keadaan di luar dugaan mengenai saat tertentu terhadap pelunasan utang
mereka. Penundaan pembayaran hanya dibenarkan kepada pedagang. Debitur harus menunjukkan
bahwa Krediturnya akan mendapat pelunasan sepenuhnya, apabila penundaan itu diperkenankan
kepadanya. Terakhir, dalam BAB II SURSEANCE VAN BETALING itu tahun 1905 No. 217 jo S. 1906
No. 348 oleh Undang-undang No. 4 tahun 1998 telah diadakan perubahan menjadi judul Bab kedua
tentang “Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang”.
 Penundaan (surseance) itu dapat memberi petunjuk untuk : a) Pelunasan seluruh pada para Kreditur;
b) Pelunasan sebagian secara tahap demi tahap dalam pemberesan; c) Akkord di bawah tangan; d)
Pengesahan Akkord Pengadilan; dan e) Pernyataan pailit, apabila maksud dan tujuan itu tidak
tercapai. Untuk menjaga tidak salah digunakan penundaan kewajiban pembayaran dan hak-hak
Kreditur tidak dirugikan, maka dengan segera diangkat bewindvoerder, oleh Pengadilan, tanpa
persetujuannya, Debitur tidak diperkenankan melakukan tindakan-tindakan, baik tindakan pengurusan
maupun tindakan penguasaan harta kekayaannya
 Dengan demikian pada prinsipnya masalah Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) ini
sudah dikenal dan telah banyak dilakukan oleh para penguasa sejak zaman Yunani dan Romawi
terhadap para Debitur dan bangsawan yang baik dengan jangka waktu yang telah ditentukan antara 5
(lima) sampai 6 (enam) tahun yang dikenal dengan sebutan moratorium. Begitu pula di negara-negara
lain seperti Italia, Belgia, Belanda dan Franscis, bahkan di Belgia penundaan pembayaran hanya
diperuntukkan untuk para pedagang yang bertindak sebagai Debitur dalam menghindarkan diri dari
pernyataan pailit yang diajukan permohonannya oleh para Kreditur, dan dalam hal ini Debitur setelah
mendapatkan Akkord dari Pengadilan dapat melakukan penundaan pembayaran atas utang-utangnya
dengan akibat hukum penundaan sementara, dan di Prancis pada abad ke-17 telah diterbitkan letret de
repit dan letter d’etat yang pengaturannya terdapat didalam ordonansi orleans 1560 dan Lodewijk XIV
yang berlaku bagi setiap orang dan para pedagang dengan syarat khusus.
PIHAK YANG DAPAT MENGAJUKAN PERMOHONAN PKPU
PEMOHON
 Debitor
- Tidak dapat atau memperkirakan tidak akan melanjutkan
- membayar utang yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih;
- Mempunyai lebih dari 1 Kreditor
- Permohonan harus ditandatangani Pemohon/Debitor dan advokad;
- Disertai daftar utang, sifat dan bukti
- Dalam jangka waktu paling lambat 3 hari diputus
 Kreditor
- Wajib memanggil Debitor
- diputus dalam jangka waktu paling lambat 20 hari
 Dengan maksud mengajukan rencana perdamaian
 Dalam hal Debitor adalah :
- Menikah – persetujuaj suami/isteri;
- Bank (Pasal 2 ayat 3) diajukan oleh BANK INDONESIA
- perusahaan efek, bursa efek, dsb diajukan
- oleh BADAN PENGAWAS PASAR MODAL (2 ayat 4)
- Perusahaan Asuransi, Dana Pensiun, BUMN dibidang publik (2 ayat
5)
diajukan oleh MENTERI KEUANGAN
PERMOHONAN PENUNDAAN KEWAJIBAN
PEMBAYARAN UTANG
Pengajuan permohonan ada 2 cara:
1. Sebagai tangkisan dari permohonan
pernyataan pailit.
PKPU wajib diajukan pada sidang pertama
2. Permohonan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang
SYARAT PKPU

Syarat-syarat administratif yang harus dipenuhi dalam pengajuan permohonan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) adalah sebagai berikut: a) Dapat
diajukan oleh Debitor dan Kreditornya (Pasal 222 ayat (3) ); b) Identitas lengkap
permohonan berikut jumlah utangnya; c) Permohonan harus ditandatangani oleh
Pemohon dan oleh Advokatnya; d) Dilampirkan asli dari Surat Kuasa Khusus untuk
mengajukan permohonan tersebut (dalam hal ini penunjukkannya kepada orangnya
dan bukan pada Law Firm-nya); e) Identitas lengkap Para Kreditor konkuren disertai
jumlah tagihannya masing-masing pada Debitor; f) Dilampirkan Neraca Pembukuan
Pasiva dan Aktiva dari Debitor; g) Dilampirkan Rencana Perdamaian yang meliputi
tawaran pembayaran seluruh atau sebagian utang kepada Kreditor konkuren (hal ini
tidak mutlak).
ALASAN PENGAJUAN PKPU
1. Debitur memang ingin merestrukturisasi utangnya;
Seperti disebutkan dalam Pasal 222 Undang Undang No. 37 Tahun 2004, bahwa seorang
Debitur dapat saja memohon ke Pengadilan Niaga untuk penundaan kewajiban pembayaran
utang-utangnya apabila ia berada dalam keadaan tidak dapat melanjutkan pembayaran
utang-utangnya, dengan maksud umumnya untuk mengajukan Rencana Perdamaian yang
meliputi tawaran pembayaran seluruh atau sebagaian utang-utangnya kepada Kreditur
konkuren.
Diharapkan dengan adanya proses permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
(PKPU), utang-utang tersebut dapat di-restrukturisasi sesuai dengan keinginan pihak Debitur
dan Kreditur konkuren.
2. Sebagai perlawanan terhadap Permohonan Pailit dari Kreditur;
Sering pula terjadi bahwa permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU)
diajukan oleh Debitur sebagai perlawanan (defence) terhadap permohonan pailit yang
diajukan pihak Krediturnya. Sebab, menurut Pasal 229 ayat (4) dari Undang-undang
kepailitan, jika permohonan pernyataan pailit dan permohonan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang (PKPU) diperiksa pada saat yang bersamaan, maka permohonan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) harus diputuskan terlebih dahulu.
Di samping itu; paling tidak untuk Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) untuk
sementara (selama maksimum 45 hari); Pengadilan harus segera (tanpa banyak ruang untuk
berinterpretasi) mengabulkan Penundaan Sementara Pembayaran Utang (PKPU) tersebut,
dengan langsung menunjuk seorang Hakim Pengawas dan mengangkat satu atau lebih
Pengurus.