MK-Pertemuan 07 - Praktek Hukum Acara Mahkamah Konstitusi

Download Report

Transcript MK-Pertemuan 07 - Praktek Hukum Acara Mahkamah Konstitusi

PRAKTEK HUKUM ACARA
MAHKAMAH KONSTITUSI
PRAKTEK HUKUM ACARA
PENGUJIAN UNDANG-UNDANG
PERTEMUAN Ke-7
MATA KULIAH PRAKTEK HUKUM ACARA MK
FAKULTAS HUKUM-UNIV. INDONUSA ESA UNGGUL
SEMESTER GANJIL-TA. 2014-2015
1
PEMERIKSAAN PERBAIKAN
DAN KELENGKAPAN PERMOHONAN
RAPAT PLENO
TERTUTUP
LAPORAN DAN PEMBAHASAN
TINDAK LANJUT
PEMERIKSAAN PERSIDANGAN
PLENO TERBUKA UMUM
•KEWENANGAN MK
•KEDUDUKAN HUKUM
•POKOK PERMOHONAN
•PEMBUKTIAN
Ps. 13 ayat (1)
PMK No. 06/PMK/2005
Ps. 45 ayat (5)
RAPAT PLENO
TERTUTUP
Ps. 49
PENGAMBILAN PUTUSAN
SIDANG TERBUKA UMUM
PENGUCAPAN
PUTUSAN
Ps. 28 ayat (5), Ps. 47
PENYAMPAIAN
SALINAN PUTUSAN
KEPADA PIHAK
2
PRAKTEK MOOT COURT
•
•
•
•
•
•
Bentuk Kelompok
Tunjuk Tim Hakim (9 orang)
Pemohon
Termohon
DPR dan Pemerintah
Panitea Pengganti
3
CONTOH PERMOHONAN
Dengan hormat,
Kami yang bertanda-tangan di bawah ini:
Dr. A. Muhammad Asrun, S.H., M.H., Yanuar Prawira Wasesa, S.H.,M.H., Sugeng Teguh Santoso, S.H.,
Vivi Ayunita Kusumandari, S.H., Ai Latifah Fardhiyah, S.H., Edison Panjaitan, S.H., Tanda Perdamaian
Nasution, S.H.,
kesemuanya adalah advokat dan konsultan hukum, yang memilih domisili pada“Dr. Muhammad Asrun
and Partners (MAP) Law Firm,” beralamat di Menteng Square Tower A Nomor Ar-03, Jl. Matraman No.
30 Jakarta Pusat, berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 14 Juli 2014 bertindak untuk dan atas
nama: Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang diwakili oleh:
1). N a m a : Megawati Soekarnoputri
Jabatan : Ketua Umum PDIPerjuangan
Alamat
: Jl. Lenteng Agung No. 99, Jakarta Selatan 12610
2). N a m a : Tjahjo Kumolo
Jabatan : Sekretaris Jenderal PDIPerjuangan
Alamat
: Jl. Lenteng Agung No. 99, Jakarta Selatan 12610 (selanjutnya disebutPEMOHON I)
N a m a : DwiRia Latifa, S.H.,M.Sc
Pekerjaan : Advokat
4
Alamat
: Jl. Ki. S. Mangunsarkoro No. 4, Menteng, Jakarta Pusat (selanjutnya disebutPEMOHON II)
CONTOH PERMOHONAN
N a m a : Dr. Junimart Girsang, S.H.,M.B.A.,MH
Pekerjaan : Advokat
Alamat
: Jl.Yanatera II No. 2, Komp. Bulog, RT 001/RW001, Kel. Jati Melati, Kec. Pondok
Melati, Kota Bekasi (selanjutnya disebutPEMOHON III
N a m a : Rahmani Yahya
Pekerjaan : Swasta
Alamat
: Jl.Olah Raga I RT 012/RW005, Kel. Cililitan, Kec. Kramat Jati, Jakarta Timur
(selanjutnya disebut PEMOHON IV)
N a m a : Sigit Widiarto
Pekerjaan : Swasta
Alamat
: Jl.Dr. SaharjoGg Sawo IV No. 36 RT 010/RW000, Kel. Manggarai Selatan, Kec. Tebet,
Jakarta Selatan (selanjutnya disebut PEMOHON V),
selanjutnya disebut para Pemohon, dengan ini mengajukan permohonan pengujian formil dan
materil terhadapPasal 84, Pasal 97, Pasal 104, Pasal 109, Pasal 115, Pasal 121, dan Pasal 152
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
[selanjutnya disebut UU 17/2014, LN RI Tahun 2014 Nomor 182, TLN RI Nomor 5568, vide Bukti
P-1] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 [selanjutnya
disebut UUD 1945, vide Bukti P-2].
5
CONTOH PERMOHONAN
KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI
I.1. Berdasarkan Pasal 24 C ayat (1) UUD 1945, Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor
24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi [selanjutnya disebut UU 24/2003, Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 98, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4316, Bukti P-3], sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 8
Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang
Mahkamah Konstitusi [selanjutnya disebut UU 8/2011, Bukti P-4], maka salah satu
kewenangan Mahkamah Konstitusi (selanjutnya disebut Mahkamah) adalah menguji undangundang terhadap Undang-Undang Dasar.
I.2. Bahwa berdasarkan kewenangan Mahkamah sebagaimana diuraikan di atas, apabila ada
warga negara atau sejumlah warga negara atau badan hukum/badan hukum privat yang
menganggap hak konstitusionalnya dirugikan sebagai akibat pemberlakuan materi muatan
dalam ayat, pasal, dan/atau bagian undang-undang bertentangan dengan UUD 1945,
Mahkamah berwenang menyatakan materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian UndangUndang tersebut “tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat” sebagaimana diatur dalam
pasal 57 ayat (1) UU 8/2011.
I.3. Bahwa para Pemohon beranggapan hak-hak konstitusional Pemohon yang diatur dan
dilindungi dalam UUD 1945 telah dirugikan dengan ketentuan Pasal 84, Pasal 97, Pasal 104,
Pasal 109, Pasal 115, Pasal 121, dan Pasal 152 UU 17/2004.
6
CONTOH PERMOHONAN
KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI
I.1. Berdasarkan Pasal 24 C ayat (1) UUD 1945, Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor
24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi [selanjutnya disebut UU 24/2003, Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 98, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4316, Bukti P-3], sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 8
Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang
Mahkamah Konstitusi [selanjutnya disebut UU 8/2011, Bukti P-4], maka salah satu
kewenangan Mahkamah Konstitusi (selanjutnya disebut Mahkamah) adalah menguji undangundang terhadap Undang-Undang Dasar.
I.2. Bahwa berdasarkan kewenangan Mahkamah sebagaimana diuraikan di atas, apabila ada
warga negara atau sejumlah warga negara atau badan hukum/badan hukum privat yang
menganggap hak konstitusionalnya dirugikan sebagai akibat pemberlakuan materi muatan
dalam ayat, pasal, dan/atau bagian undang-undang bertentangan dengan UUD 1945,
Mahkamah berwenang menyatakan materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian UndangUndang tersebut “tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat” sebagaimana diatur dalam
pasal 57 ayat (1) UU 8/2011.
I.3. Bahwa para Pemohon beranggapan hak-hak konstitusional Pemohon yang diatur dan
dilindungi dalam UUD 1945 telah dirugikan dengan ketentuan Pasal 84, Pasal 97, Pasal 104,
Pasal 109, Pasal 115, Pasal 121, dan Pasal 152 UU 17/2004.
7
CONTOH PERMOHONAN
KEDUDUKAN HUKUM PEMOHON/LEGAL STANDING
• Para Pemohon adalah badan hukum privat (Pemohon I) dan
perorangan warga negara Indonesia (Pemohon II s.d Pemohon
V) yang merasa hak-hak konstitusionalnya dirugikan atau
berpotensi dirugikan dengan berlakunya Pasal 84 UndangUndang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
8
CONTOH PERMOHONAN
NORMA YANG DIUJI: UU 17/2014 tentang MD3
• Pasal 84,
• Pasal 97,
• Pasal 104,
• Pasal 109,
• Pasal 115,
• Pasal 121, dan
• Pasal 152
9
CONTOH PERMOHONAN
BATU UJI (UUD 1945)
• Pasal 1 ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945
• Pasal 5 ayat (1) UUD 1945
• Pasal 20 ayat (1) UUD 1945
• Pasal 22E ayat (3) UUD 1945
• Pasal 28D ayat (1), (2), (3) dan (4) UUD 1945
• Pasal 28I ayat (2) UUD 1945
10
CONTOH PERMOHONAN
ALASAN PERMOHONAN
1.
2.
3.
4.
Pasal 84 Undang-Undang Nomor 17Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah bertentangan
dengan UUD 1945 karena tidak dibentuk secara terpisah sesuai dengan Pasal 2 ayat (1), Pasal 19
ayat (2), dan Pasal 22C ayat (4) UUD 1945;
Pembentukan Pasal 84 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan
Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah tidak sesuai dengan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan terutama asas
keterbukaan, karena materi pembentukan ketentuan a quo tersebut tidak berasal dari naskah
akademik yang diajukan di awal pembahasan DPR dan disampaikan kepada Pemerintah;
Pasal 84 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah bertentangan
dengan UUD 1945, karena Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan sebagai pemenang Pemilu
Legislatif Tahun 2014 sesuai dengan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 secara langsung
menjadi pimpinan DPR;
Dengan diberlakukannya Pasal 84 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah untuk Pimpinan yang disebutkan dalam ketentuan-ketentuan a quo
tersebut tidak lagi diberikan kepada partai politik sesuai dengan perolehan kursi secara
proporsional melainkan dipilih langsung dari dan anggota DPR, dan hal ini merugikan hak-hak
konstitusional para Pemohon.
11
CONTOH PERMOHONAN
PETITUM
Dalam Penundaan
• Menyatakan menunda berlakunya Pasal 84 Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan
Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
12
CONTOH PERMOHONAN
PETITUM
Dalam Pokok Permohonan
1. Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk seluruhnya;
2. Menyatakan pembentukan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang
Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah bertentangan
dengan prosedur pembentukan peraturan sebagaimana diatur dalam Pasal 20
ayat (2) UUD 1945;
3. Menyatakan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah bertentangan dengan UUD
1945, atau setidak-tidaknya menyatakan Pasal 84 ayat (2) tidak bertentangan
dengan UUD 1945 sepanjang frasa “Pimpinan DPR terdiri atas 1 (satu) orang
wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota DPR” dimaknai sebagai
“Pimpinan DPR ialah anggota DPR yang berasal dari partai politik berdasarkan
urutan perolehan kursi terbanyak di DPR”;
13
CONTOH PERMOHONAN
PETITUM
Dalam Pokok Permohonan
4. Menyatakan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tidak memiliki kekuatan hokum
mengikat, atau setidak-tidaknya menyatakan Pasal 84 ayat (2) tidak memiliki
kekuatan hokum mengikat sepanjang frasa “Pimpinan DPR terdiri atas 1 (satu)
orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota DPR” dimaknai sebagai
“Pimpinan DPR ialah anggota DPR yang berasal dari partai politik
berdasarkan urutan perolehan kursi terbanyak di DPR”;
5. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik
Indonesia sebagaimana mestinya;
Atau apabila Majelis Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang
seadil-adilnya (ex aequo et bono).
14