9. Beracara di PPHI

Download Report

Transcript 9. Beracara di PPHI

Pembuatan Gugatan
dalam
Beracara Di Pengadilan
Hubungan Industrial
Drs. Engkos Kosim
Tim Advokasi DPP APINDO Jawa Barat
Disampaikan pada :
“Bimtek Negosiator dan PPHI”
Di Hotel Bumi Asih – Bandung
6 Juni 2007
1
A.1. Pengertian
Surat Gugatan adalah surat yang
berisikan tuntutan Penggugat yang
dimintakan untuk diputus oleh hakim
Pengadilan.
Tuntutan dilakukan karena Tergugat
telah melakukan tindakan melawan
hukum yang menimbulkan kerugian
terhadap Penggugat.
2
A.2. Bentuk Gugatan
Di Pengadilan Hubungan Industrial




Gugatan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
Gugatan Perselisihan Hak
Gugatan Kepentingan
Gugatan Perselisihan Antar SP / SB
3
B.1. Syarat dan Bentuk Gugatan




Pada prinsipnya gugatan diajukan secara
tertulis, apabila Penggugat tidak bisa baca
tulis dapat mengajukan gugatan secara lisan
kepada KPN/KPHI atau Hakim yang ditunjuk
yang akan mencatat atau menyuruh mencatat
gugatan lisan tersebut (Pasal 120 HIR / Pasal
144 (1) RBG).
Ditandatangani oleh Penggugat atau kuasanya
yang syah dengan Surat Kuasa Khusus.
Dibubuhi materai Rp 6.000,Ditujukan kepada KPN / KPHI yang daerah
hukumnya meliputi tempat Pekerja / Buruh
4
bekerja (Pasal 81 UU No. 2 Tahun 2004).
B.2. Surat Kuasa Khusus
1. Pasal 132 Ayat (2) – HIR
2. Pasal 147 Ayat (2) – RBG
Bahwa Surat Kuasa yang diberikan untuk
menghadap dimuka Hakim adalah Surat Kuasa
Khusus
3. SE MA tanggal 23 Januari 1971
Surat Kuasa Khusus adalah sebagai berikut :
 Dibuat secara tertulis
 Dibuat dan ditandatangani oleh Pemberi dan
Penerima Kuasa diatas meterai
 Menyebutkan identitas para pihak yang
berperkara
 Menegaskan obyek kasus yang diperkarakan
 Dapat dibuat dibawah tangan atau Autentik
5
C. Isi Surat Gugatan



Identitas Penggugat secara lengkap (Legitima
persona stand ini judicio).
Identitas Tergugat secara lengkap (termasuk
turut Tergugat).
Posita
gugatan
:
gambaran
tentang
kejadian materil atau peristiwa yang terjadi
baik yang berdasarkan kenyataan atau yang
berdasarkan hukum (fundamentum petendi)
yang menjadi dasar gugatan Penggugat dan
dilengkapi dengan waktu dan tempat kejadian
serta hal-hal lain yang meliputinya.
6

Petitum
gugatan
(hal-hal
yang
dimohonkan) : segala sesuatu yang
dimohonkan Penggugat yang harus
didasarkan
pada
posita
gugatan
(petitum) harus didukung oleh posita dan
tidak boleh bertentangan.
Boleh dimohonkan petitum primer dan
subsider (mohon keadilan yang seadiladilnya / ex aquo et bone).
7
D. Gugatan Rekonpensi



Gugatan rekonpensi adalah gugatan balik
yang diajukan oleh Tergugat (pasal 132 a HIR
/ Pasal 157 RBG).
Gugatan rekonpensi diperiksa oleh Hakim
bersamaan dengan gugatan semula (gugatan
konpensi)
dan
bermanfaat
karena
:
menghemat ongkos perkara, mempermudah
prosedur dan menghindarkan putusan saling
bertentangan.
Pada prinsipnya HIR / RBG memperbolehkan
gugatan rekonpensi dalam segala hal.
8


Antara gugatan Penggugat dengan gugatan
rekonpensi
tidak
diharuskan
adanya
hubungan.
Larangan dalam gugatan rekonpensi :
a. Bila Penggugat menggugat dalam suatu
kwalitas tertentu, sedangkan gugatan
rekonpensi diajukan kepada pribadi
Penggugat.
b. Jika PN yang memeriksa gugatan konpensi
tidak berkuasa untuk memeriksa gugatan
rekonpensi (kompetensi absolut).
c. Dalam perselisihan / sengketa tentang
eksekusi.
9



Gugatan
rekonpensi
wajib
diajukan
bersama-sama dengan jawaban baik
tertulis maupun lisan (Pasal 132 b (1) HIR
/ 158 (1) RBG.
Catatan : Yurisprudensi dan praktek
peradilan
membolehkan
gugatan
rekonpensi diajukan pada jawaban kedua
(duplik).
Jika dalam pemeriksaan tingkat pertama
tidak diajukan gugatan rekonpensi, maka
ditingkat banding tidak boleh diajukan
lagi (ayat 20).
10
E. Gugatan Provisi


Gugatan Provisi yaitu gugatan atau tuntutan
yang dimohonkan agar diputus sebelum
putusan akhir (selama pemeriksaan masih
berjalan) tetapi dalam praktek peradilan
gugatan provisi atau putusan provisi dikenal
dan diperlukan.
Pasal 96 UU No. 2 tahun 2004 mewajibkan
Hakim menjatuhkan putusan sela (putusan
provisi) jika terbukti pada sidang pertama
Pengusaha tidak melaksanakan kewajibannya
seperti dimaksud dalam No. 13 tahun 2003.
Putusan tersebut atas permohonan Penggugat
11
dalam surat gugatannya (gugatan Provisi).
F. Perubahan Gugatan


Perubahan gugatan atau tambahan
tuntutan tidak boleh melewati dan
merubah batas kejadian materil yang
menjadi sebab adanya perkara/sengketa
antara kedua belah pihak seperti yang
telah
dikemukakan
dalam
surat
gugatannya.
Perubahan
gugatan
tidak
boleh
merugikan kepentingan pembelaan diri
Tergugat.
12
G. Gugatan perwakilan kelompok
(Class Action)


Dasar hukum : PERMA No. 1 tahun 2002.
Gugatan Perwakilan Kelompok adalah
suatu tata cara pengajuan gugatan dalam
mana satu orang atau lebih yang
mewakili kelompok mengajukan gugatan
untuk diri atau sendiri-sendiri dan
sekaligus mewakili sekelompok orang
yang jumlahnya banyak yang memiliki
kesamaan fakta atau dasar hukum antara
wakil kelompok dan anggota kelompok
dimaksud.
13

Syarat – syarat gugatan perwakilan :
a.
b.
Jumlah anggota kelompok sedemikian
banyak, sehingga tidaklah efektif dan
efisien apabila gugatan dilakukan secara
sendiri-sendiri atau secara bersama-sama
dalam suatu gugatan.
Terdapat kesamaan fakta atau peristiwa
dan
kesamaan
dasar
hukum
yang
digunakan yang bersifat substansial, serta
terdapat kesamaan jenis tuntutan diantara
wakil
kelompok
dengan
anggota
kelompoknya.
14
c.
d.
Wakil kelompok memiliki kejujuran dan
kesungguhan
untuk
melindungi
kepentingan anggota kelompok yang
diwakilinya.
Hakim dapat menganjurkan kepada
wakil kelompok untuk melakukan
penggantian pengacara, jika pengacara
melakukan tindakan-tindakan yang
bertentangan
dengan
kewajiban
membela dan melindungi kepentingan
anggota kelompoknya.
15
H. Kumulasi Gugatan




Kumulasi gugatan dikenal dalam praktek
peradilan dan yurisprudensi.
Kumulasi subjektif, jika dalam satu surat
gugatan terdapat beberapa Penggugat atau
beberapa Tergugat.
Kumulasi objektif, jika penggugat mengajukan
beberapa gugatan melawan seorang tergugat.
Yurisprudensi menegaskan bahwa antara
gugat-gugat yang digabungkan itu harus ada
hubungan batin (innerlijke samenhang) atau
connexiteit.
16
 Pasal 86 UU No. 2 tahun 2004 mengatur
kumulasi gugatan dan kewajiban Hakim dalam
memeriksa kumulasi gugatan tersebut.
 Dalam
hal perselisihan hak dan atau
perselisihan kepentingan diikuti dengan
perselisihan pemutusan hubungan kerja, maka
Pengadilan
Hubungan
Industrial
wajib
memutus terlebih dahulu perkara perselisihan
hak dan atau perselisihan kepentingan.
17
I. Pencabutan Gugatan


Pasal 85 ayat (1) UU No. 2 tahun 2004
menentukan : Penggugat dapat sewaktuwaktu mencabut gugatannya sebelum
tergugat memberikan jawaban.
Pasal 85 ayat (2) U No. 2 tahun 2004
menentukan : apabila tergugat sudah
memberikan jawaban atas gugatan itu,
pencabutan gugatan oleh Penggugat
akan dikabulkan oleh PHI, apabila
disetujui oleh Tergugat.
18
J. Daluarsa Pengajuan Gugatan
Pasal 82 UU No. 2 tahun 2004 : “gugatan
oleh
Pekerja/Buruh
atas
pemutusan
hubungan kerja sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 159 dan Pasal 171 UU No. 13
tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,
dapat diajukan dalam tenggang waktu 1
(satu) tahun sejak diterimanya atau
diberitahukannya keputusan dari pihak
Pengusaha”.
19
K.1. Contoh Surat Kuasa Khusus
SURAT KUASA
No. …………
Pada hari ini, ……..….. tanggal …...…………………………………………………., yang
bertanda tangan dibawah ini :
Nama
: …..................................................................
Jabatan
: …..................................................................
Kewarganegaraan : …..................................................................
Alamat
: …..................................................................
dalam hal ini bertindak dalam jabatannya tersebut untuk dan atas nama PT. ….................…
Jl. ..………………………………………………... selanjutnya disebut PEMBERI KUASA,
dengan ini memberikan kuasa kepada : .....................................................
yang berkedudukan di …………………………………
Selanjutnya disebut PENERIMA KUASA, dalam hal ini bertindak secara bersama-sama
ataupun sendiri
KHUSUS
untuk mewakili PEMBERI KUASA selaku Penggugat / Tergugat dalam menyelesaikan
kasus ........................................................................................................................... dalam
Perkara Nomor ........................................ tanggal ......................................................
20
Sehubungan dengan pemberian kuasa ini, maka PENERIMA KUASA berhak
mewakili PEMBERI KUASA untuk :
1.
Mengajukan tuntutan dan atau gugatan kepada Instansi yang berwenang
dan menghadap Pejabat Instansi Pemerintah dan Pejabat lainnya untuk
bertemu dan berbicara serta membuat kesepakatan-kesepakatan dengan
semua pihak dengan arahan dari PEMBERI KUASA sesuai pula dengan
ketentuan hukum yang berlaku dalam penyelesaian kasus ini.
2.
Melakukan bantahan dan sanggahan serta jawaban terhadap tuntutan /
gugatan pihak lawan dan memasukkan segala surat-surat permohonan
yang diperlukan, akte-akte dan surat-surat lain yang berhubungan dengan
kasus ini, menjalankan perbuatan-perbuatan dan memberikan keteranganketerangan yang menurut hukum harus dijalankan atau diberikan oleh
seorang kuasa dan umumnya menjalankan segala hal-hal yang perlu untuk
PEMBERI KUASA dalam menangani kasus ini.
3.
Menandatangani dan mengesahkan surat-surat tersebut, mengajukan
bukti-bukti, meminta didengar saksi atau menolaknya, mengatur dan
menyusun pembelaan, menawarkan / menerima perdamaian atau menolak
perdamaian, menerima uang dan memberi kwitansi, meminta keputusan
dan menyuruh menjalankan putusan dengan segala jalan menurut hukum.
21
4.
5.
Mengajukan bantahan, banding maupun kasasi, terhadap segala putusan
yang dianggap perlu, demi kepentingan PEMBERI KUASA.
Melakukan tindakan-tindakan lain yang dipandang perlu demi
kepentingan PEMBERI KUASA sehubungan dengan penyelesaian
kasus PHK tersebut.
Surat Kuasa ini diberikan dengan hak substitusi dan retensi.
Penerima Kuasa,
..................., .............2007
Pemberi Kuasa,
Meterai
Rp 6.000,-
( ……………………… )
( …………………….. )
22
K. Contoh Surat Gugatan
Bandung, 20 Mei 2007
Perihal : Gugatan Perselisihan Hubungan Industrial
Kepada Yth,
Ketua Pengadilan Hubungan Industrial
Pada Pengadilan Negeri Bandung
Jl. Soekarno Hatta 584
Bandung
Dengan Hormat,
Saya, ……………….. , beralamat di ………….., dalam hal ini bertindak
untuk diri sendiri sebagai buruh PT. Gersang, beralamat di
……………………, selanjutnya disebut penggugat;
Dengan ini mengajukan Gugatan Perselisihan Hubungan Industrial
terhadap :
PT. ………… beralamat di ……………………, selanjutnya disebut
23
Tergugat;
Adapun alasan pengajuan gugatan ini adalah sebagai berikut : (Disebut
dengasn posita)
1. Bahwa tergugat merupakan Perusahaan Tergugat terhitung sejak 15
Januari 1995, sebagaimana tertera dalam perjanjian kerja yang
ditandatangani pada tanggal 15 Januari 1995; (P-1) Bukti Penggugat
nomor 1)
2. Bahwa adapun jabatan terakhir Tergugat adalah sebagai supervisor audit,
dengan jumlah upah sebesar Rp. 3.000.000,- (tiga juta rupiah) setiap
bulan; (P-2)
3. Bahwa pada tanggal 13 Desember tahun 2006 tergugat telah melakukan
audit di Departemen Pengadaan dan Keuangan, dan melalui audit tersebut
telah ditemukan penyimpangan keuangan dalam jumlah yang cukup
besar;
4. Bahwa atas temuan tersebut Penggugat telah mengkonsultasikannya
dengan Pimpinan (Bapak Bani) dan kemuadian juga membuat laporan
kepada Direktur Perusahaan;
5. Bahwa setelah pengaduan atas penyimpangan dilakukan, ternyata kedua
pimpinan departemen tempat terjadinya penyimpangan tersebut telah
membuat laporan yang mendiskreditkan Penggugat, sehingga Penggugat
24
dianggap tidak bisa melakukan pekerjaannya dengan baik;
Bahwa pada tanggal 14 Januari 2007 Penggugat telah dipanggil oleh
Manajer Personalia dan diminta mengundurkan diri, karena Penggugat
dianggap tidak bisa bekerja sama dengan pimpinan perusahaan
7. Bahwa karena permintaan pengunduran diri tersebut bertentangan dengan
hukum ketenagakerjaan, maka penggugat menolak mengundurkan diri.
Akibat penolakan tersebut maka tergugat telah memberikan surat skorsing
kepada Penggugat menunggu keluarnya surat izin PHK dari PHI terhitung
sejak tanggal 13 Februari; (P – 3)
8. Bahwa alasan Tergugat dalam mengajukan PHK sangat sangat mengadangada, yakni bahwa Tergugat sedang melakukan efisiensi dan likuidasi
terhadap Departemen Audit;
9. Bahwa atas persoalan tersebut Penggugat dan Tergugat telah melakukan
perundingan secara Bipartit, sebagaimana yang tertuang dalam risalah
rapat tanggal tanggal 22 Februari, 29 Februari dan 2 Maret 2007, namun
perundingan tersebut telah gagal menyelesaikan perselisihan secara
damai; (P – 3)
10. Bahwa terhitung sejak bulan Maret
2007 Tergugat telah pula
menghentikan pembayaran upah Penggugat dengan alasan masa skorsing
telah melampaui 6 (enam) bulan;
6.
25
11. Bahwa
tindakan-tindakan Tergugat tersebut telah nyata-nyata
bertentangan dengan hukum yang berlaku, yaitu melakukan PHK
berdasarkan ketidaksenangan terhadap Penggugat;
12. Bahwa sampai saat ini Penggugat belum pernah melakukan kesalahan
dalam bentuk apa pun (peringatan lisan, SP 1, SP II, SP III), sehingga
tidak ada alasan yang sah dari Tergugat untuk melakukan PHK;
13. Bahwa mengingat PHK tersebut tidak mempunyai alasan yang sah secara
hukum, maka menurut Pasal 170 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003
PHK tersebut harus batal demi hukum;
14. Bahwa mengingat skorsing dan PHK tersebut batal demi hukum, maka
undang-undang mewajibkan Tergugat mempekerjakan Penggugat dan
membayar seluruh upah dan hak-hak yang seharusnya diterima oleh
Penggugat, yang sampai dengan Mei 2007 telah mencapai Rp.
23.500.000,- (dua puluh tiga juta lima ratus ribu rupiah).
26
Maka, berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas, dengan ini
Penggugat memohon kepada Majelis Hakim Yang Terhormat untuk
berkenan memutus perkara ini dengan amar sebagai berikut :
(disebut dengan petitum)
DALAM PROPISI
1. Mengabulkan seluruh Gugagatan Propisi;
2. Memerintahkan Tergugat agar membayar upah dan seluruh hakhak Penggugat sekalipun masih ada upaya hukum banding dan
kasasi
DALAM POKOK PERKARA
3. Mengabulkan seluruh Gugatan Penggugat;
4. Menyatakan
Tergugat telah melakukan perbuatan yang
bertentangan dengan Undang-undang Ketenagakerjaan
5. Memerintahkan Tergugat untuk mempekerjakan kembali dan
memulihkan seluruh hak-hak yang selama ini diperoleh
27
Penggugat;
6.
7.
Menolak permohonan PHK yang diajukan Tergugat karena
bertentangan dengan hukum Ketenagakerjaan yang sedang
berlaku;
Menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara.
Atau apabila Majelis Hakim berpendapat lain, mohon putusan yang
seadil-adilnya (ex aequo et bono).
Hormat Saya
………………..
28
TEKNIK DAN TATA
CARA PEMBUATAN &
PENGAJUAN JAWABAN
29
A. Isi Surat Jawaban


Bantahan / tangkisan / perlawanan atas
dalil-dalil atau hal-hal yang dituduhkan
oleh Penggugat dalam surat gugatannya.
Segala sesuatu yang dianggap tidak
benar
harus
dibantah
dengan
mengemukakan fakta-fakta serta dasar
hukum yang nyata, apabila dalil atau
tuduhan yang diajukan oleh penggugat
tidak dibantah oleh Tergugat, maka dalil
/ tuduhan tersebut secara hukum
30
dianggap benar.

Bantahan-bantahan tersebut bertujuan
untuk
meyakinkan
hakim
bahwa
Penggugat adalah Penggugat yang tidak
benar sehingga gugatannya harus
ditolak.
31
B. Beberapa aspek tangkisan /
bantahan / perlawanan dalam
Hukum Acara Perdata, antara lain :

Eksepsi
kompetensi
absolut,
yaitu
untuk

Eksepsi
kompetensi
relatif,
yaitu
badan-

kewenangan
mengadili.
Pengadilan
kewenangan mengadili dari
badan peradilan.
Error in personal, yaitu Penggugat tidak
cakap melakukan perbuatan hukum.
32




Obscuur Libel, yaitu gugatan Penggugat
kabur atau tidak jelas.
Ne bis in idem, yaitu apabila perkara
sudah pernah diajukan sebelumnya,
kemudian diajukan kembali.
Rei Judicata Deductae, yaitu perkara yang
digugat sudah pernah diajukan dan
belum putus.
Daluarsa, yaitu apabila yang digugat
sudah melewati batas yang ditentukan
oleh undang-undang.
33
C. Contoh Surat Jawaban
Jakarta 24 Mei 2007
Perihal : Jawaban atas Gugatan PHI
Kepada Yth,
Ketua Pengadilan Hubungan Industrial
Pada Pengadilan Negeri Bandung Pusat
Jl. Soekarno Hatta No. 584
Bandung
Dengan Hormat,
Kami, ……………….. , beralamat di ………….., dalam hal ini
diwakili oleh Direkturnya, Drs………………., selanjutnya disebut
tergugat, dengan ini mengajukan Jawaban atas Gugatan yang
diajukan oleh Penggugat pada tanggal 13 Mei 2007, sebagai berikut :
34
1. Bahwa Tergugat menolak dengan atas seluruh dalil yang
dikemukakan oleh Penggugat, kecuali apabila Tergugat
mengakuinya.
2. Bahwa benar Penggugat telah bekerja pada Tergugat sejak 15
Januari 1995, namun tidak benar jabatan terakhir Penggugat
sebagai supervisor audit, melainkan sebagai staf biasa,
sebagaimana supervisor audit, melainkan sebagai staf biasa,
sebagaimana yang tertera dalam perjanjian kerja; (T – 1) (Bukti
Tergugat Nomor 1).
3. Bahwa tidak benar gaji terakhir Penggugat sebesar Rp.
3.000.000,- (tiga juta rupiah), melainkan hanya sebesar Rp.
(2.100.000,- (dua juta seratus ribu rupiah); (T – 2)
4. Bahwa tergugat menolak dengan tegas seluruh keterangan
Penggugat sehubungan dengan audit yang dilakukan pada tanggal
13 Desember tahun 2006, dengan alasan sebagai berikut :
35
Tidak benar terjadi penyimpangan keuangan dalam beberapa
departemen yang diaudit Penggugat. Yang terjadi adalah, karena
kurangnya pengetahuan / kemampuan Penggugat, maka telah
terjadinya kesalahan penghitungan keuangan. Kesalahan
penghitungan Penggugat tersebut sangat nyata, karena setelah
dilakukan audit oleh akuntan publik, ternyata tidak ada
penyimpangan dana; (T-3)
b. Salah satu kesalahan fatal Penggugat dalam audit tersebut adalah
karena pembocoran hasil audit kepada pihak luar yang tidak
seharusnya tahu, sehingga hal itu diklasifikasikan sebagai
tindakan membongkar rahasia perusahaan;
a.
36
5. Bahwa sehubungan dengan dalil Penggugat tentang adanya
permintaan Tergugat kepada Penggugat untuk mengundurkan diri,
hal itu adalah tidak
benar. Yang benar adalah, tergugat
menyampaikan akan melakukan PHK terhadap Penggugat karena
dinilai tidak cakap dalam melaksanakan pekerjaannya dan telah
pula melakukan pembocoran atas rahasia perusahaan;
6. Bahwa mengenai tindakan skorsing, hal itu benar dilakukan
Tergugat terhadap Penggugat karena tergugat sangat khawatir,
apabila Penggugat tetap bekerja maka bisa saja Penggugat
merusak sistem atau membocorkan rahasia perusahaan lainnya
kepada orang yang tidak berkepentingan, termasuk terhadap
saingan bisnis Tergugat;
37
7. Bahwa mengenai tidak dibayarnya upah Penggugat, hal itu
dilakukan Tergugat karena proses skorsing itu sendiri telah lebih
dari 6 bulan, sehingga sesuai dengan PP / PKB jo Pasal ……….
UU No. 13 Tahun 2003, Tergugat tidak lagi wajib membayarkan
upah kepada pekerja;
8. Bahwa benar dalam perkara ini telah dilakukan upaya bipartit
dan mediasi, namun karena Penggugat hanya berusaha
menguntungkan diri sendiri secara melawan hukum, maka upaya
penyelesaian secara damai tidak dapat tercapai;
9. Bahwa berdasarkan fakta-fakta di atas, maka sudah terbukti
Penggugat telah melakukan kesalahan berat sebagaimana yang
diatur dalam pasal …… UU No. 13 Tahun 2003 jo PP / PKB,
sehingga tergugat dapat mem-PHK Penggugat tanpa harus
memberikan pesangon.
38
Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas, maka dengan ini Tergugat
memohon kepada Yang Terhormat Majelis Hakim untuk berkenan
memeriksa dan memutus perkara ini dengan amar sebagai berikut :
(disebut dengan pititum).
DALAM PROPISI
1. Menolak seluruh Gugatan Penggugat;
DALAM POKOK PERKARA
1. Menolak seluruh Gugatan Penggugat;
Atau apabila Majelis Hakim berpendapat lain, mohon putusan yang
seadil-adilnya (ex aequo et bono).
39
Dalam berperkara di Pengadilan Negeri, apabila pihak
Tergugat ternyata merasa dirugikan atas tindakan Penggugat, maka
bersamaan dengan menyampaikan jawaban, Tergugat dapat
mengajukan gugatan balik kepada Penggugat. Inilah yang disebut
dengan Gugatan Rekonpensi.
Dengan mengajukan gugatan rekonpensi maka Tergugat
bukan saja hanya memberikan jawaban atau sangkalan terhadap
gugatan Penggugat, melainkan juga mengajukan tuntutan atau gugat
balik terhadap Penggugat awal. Dalam contoh di atas, karena tergugat
tidak mengajukan Gugatan Gugatan Rekonpensi maka Tergugat
hanya diperbolehkan menjawab setiap gugatan Penggugat. Sedangkan
untuk mengajukan permintaan sejumlah ganti rugi. Hal itu tidak
diperkenankan.
40
Agar dapat menuntut penggantian atas kerugian yang dideritanya, maka
Tergugat harus mengajukan Gugatan Rekonpensi. Dalam Gugatan
Rekonpensi, maka posisi para pihak akan berubah. Penggugat Konpensi
(Penggugat awal) akan berubah menjadi Tergugat Rekonpensi dan
Tergugat Konpensi.(Tergugat awal) akan berubah menjadi Penggugat
Rekonpensi. Mengingat
Gugatan Rekonpensi dilakukan bersamaan
dengan penyampaian jawaban, maka posisi kedua belah pihak menjadi
rangkap, yaitu Penggugat Konpensi/Tergugat Rekonpensi dan Tergugat
Konpensi/Penggugat Rekonpensi.
Untuk contoh jawaban di atas, maka petitumnya bisa berubah menjadi:
DALAM KONPENSI : (Dalam gugatan awal/semula)
DALAM PROPISI
1. Menolak seluruh Gugatan Penggugat dalam Propisi;
DALAM POKOK PERKARA
1. Menolak seluruh Gugatan Penggugat
41
DALAM REKONPENSI : (Gugat balik)
 Mengabulkan seluruh Gugatan Penggugat Rekonpensi;
 Menyatakan Tergugat Rekonpensi Telah melakukan Kesalahan
berat sebagaimana dimaksud dalam pasal 158 Undang-undang
No. 13 Tahun 2003;
 Memberikan izin kepada Penggugat Rekonpensi untuk
melakukan PHKterhadap Tergugat Rekonpensi karena telah
melakukan kesalahan berat.
 Menghukum Tergugat Rekonpensi untuk minta maaf kepada
Tergugat melalui dua media massa nasional segera setelah
putusan ini dibacakan;
 Memerintahkan kepada Tergugat Rekonpensi untuk tidak
membocorkan rahasia perusahaan terhadap pihak manapun.
42
DALAM KONPENSI DAN REKONPENSI :
 Menghukum Penggugat Konpensi/Tergugat Rekonpensi untuk
membayar biaya yang timbul dalam perkara ini.
Atau apabila Majelis Hakim berpendapat lain, mohon putusan
yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).
Hormat kami
…………….
43
Terima kasih atas perhatiannya,
dan sampai jumpa…..!
44