Merajut Makna - PDII

Download Report

Transcript Merajut Makna - PDII

Merajut Makna
Putu Laxman Pendit
Isi Buku









Jadi, mau pakai penelitian kualitatif, nih?
Di antara buku, jus, dan jazz.
Menjadi bagian dari mereka.
Tentang alat, isi, dan manusia.
Belajar bersama.
Ke perpustakaan, gitu loh!
Mencari spirit teknologi.
Menuju titik jenuh.
Mengungkap dan menjelaskan
Jadi, mau pakai penelitian kualitatif, nih?!

Pengalaman pribadi dan memperhatikan rekan-rekan sesama peneliti kualitatif  ada
sesuatu yang khas dalam cara kerja seorang peneliti kualitatif; ada cara pandang peneliti dan
bagaimana ia memberlakukan hal-hal yang sedang ditelitinya. Ada semacam kepribadian
tertentu.





bricoleur, seseorang yang melakukan bricolage. Dalam bahasa Inggris, dikenal istilah DIY (do-it-yourself).
karakteristik pembuat quilts, banyak melakukan kegiatan “kerajinan” menggunakan perangkat
estetika; “… goes beyond the pragmatic or practical”.
sering melakukan apa yang disebut teknik montase (montage).
seorang pelukis dengan teknik pentimento –sebuah teknik menimpa gambar, atau menggambar di
atas gambar yang sudah ada, sedemikian rupa sehingga hasil akhirnya merupakan sebuah citra yang
baru.
Sisi pandang manusiawi




Etnografi (ethnography), observasi sangat intensif terhadap sekelompok orang untuk memahami
kehidupan mereka secara sosial budaya.
Interaksionisme simbolik (symbolic interactionism), meyakini bahwa perilaku manusia ditentukan
oleh bagaimana ia memaknai dunianya melalui penggunaan simbol-simbol .
Fenomenologi (phenomenology) mempelajari hakikat kesadaran manusia (consciousness) khususnya
untuk memahami bagaimana pengetahuan seseorang menjadi dasar dari tindakan dan tujuan/maksud
(intention).
Hermenetika (hermeneutics) kajian interpretasi dan makna dari tindakan-tindakan manusia, ingin
memahami konteks, proses kreatif, dan pengaruh kekuatan-kekuatan sosial-historis pada kehidupan
manusia
Jadi, mau pakai penelitian kualitatif, nih?!



Berg (1989) menyatakan, Qualitative research properly seeks answers to questions by
examining various social settings and the individuals who inhabit these settings.
Qualitative researches, then, are most interested in how humans arrange themselves and
their settings and how inhabitants of these settings make sense of their surroundings
through symbols, rituals, social structures, social roles, and so forth (hal. 6).
Deacon (2006 : 95) mengatakan bahwa bidang penelitian kualitatif mengandung
pengalaman manusia yang amat multidimensional. Seorang peneliti kualitatif
dituntut menjadi peka sekaligus kreatif. Menggunakan berbagai metode yang
mungkin terkesan aneh dalam lingkungan ilmiah, misalnya membuat patung
(sculpting), fotografi atau videografi, menggambar dan melukis, permainan peran
(role playing), penggunaan metafora, dan sebagainya.
LeCompte dan kawan-kawan (1993 : 25) : The personal life experiences, cultural
ideologies, disciplinary training, philosophical commitments, and issues and problems
identitified by significant others that so clearly affect goals and questions operate far
more subtly on choices of research design (…) we refer to these influences as informal,
personal, and tacit theory..
Jadi, mau pakai penelitian kualitatif, nih?!

Memilih untuk menjalani penelitiannya seperti ia menjalani hari-harinya,
seolah-olah tak ada yang istimewa. Semua berlangsung “seperti biasanya”,
dan inilah salah satu tantangan bagi seorang peneliti kualitatif.



Bagaimana ‘menemukan’ sesuatu yang istimewa dari keadaan sehari-hari; sesuatu
yang dapat diakui sebagai ‘temuan penelitian’?
Musti memiliki kemampuan mengidentifikasi hal yang istimewa di tengah
kehidupan sehari-hari (to identify what is remarkable in everyday life). Sekaligus
kemampuan mengenali keadaan yang biasa di dalam situasi yang istimewa (being
able to locate the mundane features of extraordinary situations).
Anjuran Silverman (2007), antara lain:


Hindari anggapan bahwa hidup sehari-hari membosankan atau “sudah dari
sananya”. Perlakukan semua kejadian, keadaan, atau situasi yang “wajar” sebagai
berpotensi menjadi istimewa.
Hindari anggapan bahwa pengalaman orang lain adalah sumber data utama
sehingga harus selalu ada wawancara. Kenali bahwa percakapan, dokumen, dan
artefak lain, selain interaksi antar-manusia, juga dapat memberikan masukan data.
Etnography
Ethnographic research is described most simply as “an approach to learning
about thesocial and cultural life of communities, institutions,and other settings”
(Schensul, Schensul & LeCompte1999, 1). One of the hallmarks of
ethnographic research is the end product – an ethnography – a writ-ten
account of all observations, conversations, dis-coveries, and insights gathered
during the researchprocess, compiled in a meaningful way. Fetterman(1998)
described writing the ethnography as “the artand science of describing a group
or culture”, andthe ethnographer as both “storyteller and scientist.”Fetterman
(1998, 1) goes on to say that “the ethnog-rapher writes about the routine, daily
lives of peo-ple. The more predictable patterns of human thoughtand behavior
are the focus of inquiry.” The goal isto observe and study as many components
of the en-vironment as possible – because the elements takentogether will
provide a more complete understand-ing than looking at any one person, small
group,trend, trait, or behavior, alone.
Etnography (2)
As early as 1896, librarians were beginning to recognize that in order to provide better library services, they needed to be far more sensitive andinformed about the community and surrounding environment. Mary Cutler (1896) talked specificallyabout a process that would later be referred to
ascommunity analysis – suggesting that librarians beproactive in learning about their surrounding
com-munity, in order to “catch the spirit of the civic lifeand relate the library to the whole” (1896,
448).Community analysis, an activity that involves gath-ering a wide variety of information about the
com-munity in order to evaluate current services and planfor the future, was seen as being an
“essential ele-ment of librarianship” (Sarling & Van Tassel 1999,7). A number of authors have written
about the ap-plication of the community analysis within libraries,including Bone (1976); Wheeler
(1924); and Carno-vosky and Martin (1944).Although community analysis is not classified asa type of
qualitative or interpretive research, nor de-signed to produce an ethnography, the elements
andactivities needed to assemble the analysis have much in common with the ethnographic approach.
Payingattention to everyday details in all areas of thecommunity and formulating a sense of not just
whothe members are, but also context and meaning, arecritical. Evans (1976, 454) suggests that the
com-munity analysis “is as basic to library managementas the physician’s diagnosis is to the practice
of medicine.” Greer and Hale (1982) are well knownfor developing the Community Analysis
ResearchInstitute (CARI) model, which provides an actualformat for community analysis. The model
providesa way to systematically collect, organize and analyzedata about the library, its users and the
community(Greer & Hale 1982, 358).
Phenomenology
Van Manen (2007) states that “phenomenological research is the study of lived
experience. To say the same thing differently: phenomenology is the study of
the lifeworld - the world as we immediately experience it pre-reflectively rather
than as we conceptualize, categorize, or reflect on it” (p. 9). Phenomenological
research is not, strictly speaking, a method of research so much as a
philosophical framework directed by the aim of being presuppositionless. Any
method or technique employed in phenomenology must be guided by this
pursuit. The hermeneutic aspect of hermeneutic phenomenology implies
interpretation. It is based on the premise that any rendering of meaning derived
from the descriptions is an interpretive act.
Menjadi bagian dari mereka




ETNOGRAFI - Menulis tentang manusia dan praktik penelitian lapangan. Membantu peneliti
memahami budaya suatu kelompok masyarakat dengan menemukan makna secara
mendalam melalui pemahaman partisipan yang diteliti (native’s point of view). Pada dasarnya,
etnografi merupakan hasil dialog dan upaya mencapai kesepakatan pragmatis tentang makna
di antara peneliti dan masyarakat yang diteliti.
INFORMAN - Informan kunci maupun informan bukan kunci memiliki peran yang sama
pentingnya sebagai sumber data primer. Umumnya informan kunci diartikan sebagai
seseorang yang dihormati dan dijadikan sahabat dekat oleh peneliti, yang memiliki
pengetahuan lebih banyak dibandingkan dengan informan lain. Individu tersebut diyakini
dapat memberikan informasi mengenai kebudayaan masyarakat setempat, sekaligus
memperkenalkan peneliti kepada informan-informan lainnya yang diperkirakan dapat
memberikan keterangan-keterangan yang diperlukan.
OBSERVASI TERLIBAT - , mengamati setting atau tempat penelitian, dengan menjadi
pengamat sekaligus menjadi bagian dari yang diamati. Observasi ini dilakukan agar peneliti
dapat memahami dan menyingkap permasalahan yang sebenarnya secara utuh dalam
konteks yang tepat, baik yang menyangkut perasaan, emosi, pikiran, penghayatan, pandangan
atau pemikiran dari partisipan.
PERCAKAPAN - untuk memperoleh pemahaman yang sama atau tujuan tertentu.
Pelaksanaannya dapat dilakukan secara variatif, seperti wawancara informal atau formal,
dengan atau tanpa pedoman umum, diskusi kelompok terfokus, wawancara subjek-objek,
melalui permainan, dan sebagainya.
Menjadi bagian dari mereka

DOKUMEN - Jenis data berikut ini perlu dipertimbangkan, meskipun tidak semua
data relevan dengan penelitian.







Dokumen tentang latar belakang suatu kelompok masyarakat atau organisasi, yaitu
sejarah, sumber populasi, hubungan dengan kelompok lain, peristiwa-peristiwa yang
mempengaruhi isu bahasa atau hubungan etnis; topografi, dan sebagainya.
Dokumen tentang benda-benda artefak, seperti arsitektur, tanda, telepon, radio, buku,
televisi, komputer, baju seragam, dan sebagainya.
Dokumen tentang organisasi sosial, seperti identitas pemimpin dan pemuka lainnya,
komposisi sektor bisnis dan profesional, sumber kekuasaan dan pengaruh, organisasi
formal dan informal, hubungan etnis dan kelas, stratifikasi sosial, pola tempat tinggal dan
asosiasi.
Dokumen tentang informasi hukum, seperti undang-undang dan keputusan pengadilan.
Dokumen yang memuat data artisitik tentang penggunaan bahasa, seperti perilaku dan
nilai suatu bahasa sesuai dengan kelas sosial, termasuk lirik lagu, drama, dan performa
verbal lainnya, serta kaligrafi.
Dokumen tentang pengetahuan umum dan kepercayaan seperti tabu dan konsekuensinya,
kepercayaan tentang proses berkomunikasi dengan alam, seperti kepada Tuhan, binatang,
tumbuhan, orang yang sudah meninggal.
Dokumen tentang kode bahasa, selain leksikon, fonologi, tatabahasa, termasuk juga data
paralinguistik dan nonverbal.
Menjadi bagian dari mereka

Beberapa isyu penting:






Thick description atau penggambaran yang mendalam. Teknik ini digunakan untuk membuat deskripsi
mendalam dengan cara menggambarkan partisipan-partisipan secara detil, termasuk emosi, perasaan,
harapan, serta interpretasi terhadap semua hal yang terjadi dalam kehidupan mereka.
Melakukan pekerjaan lapangan atau fieldwork membutuhkan persiapan, terutama sarana seperti alat
perekam, kamera, alat perekam video, dan sebagainya. Tetapi perhatikan : alat perekam suara, voice
recorder, membuat beberapa informan tidak nyaman.
Memahami informan sebagai subjek dan sebagai kelompok individu yang berperan aktif dalam suatu
proses negosiasi.
Memahami budaya sebagaimana adanya, sesuai dengan hasil interpretasi dari partisipan yang terlibat
(native’s point of view).
Tidak nyaman jika ketika memasuki sebuah kelompok kita merasa terasing. Lagipula, seseorang tidak
akan mudah mengungkapkan pikiran dan perasaannya kepada orang asing. Oleh sebab itu, peneliti
harus melibatkan diri dalam kegiatan di dalam organisasi tersebut.
Semakin peneliti dekat dan terlibat di dalam organisasi tersebut , peneliti semakin menjadi peka.
Kepekaan yang dimaksud tidak terbatas pada kepekaan terhadap setting penelitian, baik kepada
perilaku manusia, bahasa yang diucapkan, maupun simbol-simbol, tetapi juga kepekaan teoritis. Kedua
kemampuan tersebut sangat dibutuhkan dalam penelitian jenis apapun, tetapi justru ini yang sering
terlewatkan.
Belajar bersama


Kegiatan yang diteliti adalah program
Information Literacy (IL)
Setting : ”rangkaian kejadian sehari-hari di
suatu tempat tertentu”. Kata kuncinya adalah
pada ”apa adanya” (natural, alamiah). Apa saja
yang terjadi di dalam kegiatan mengajar di
kelas itu menjadi sebuah setting. Sebagai
serangkaian kejadian, penyampaian materi IL
ini terjadi di suatu tempat, di waktu tertentu,
dalam suasana tertentu, melibatkan adegan
atau gerakan tertentu, percakapan, tindakan
perorangan maupun bersama, dan sebagainya.







Tempat kejadian
Waktu
Area
Alat
Suasana
Adegan
Pelaku (agent) dan struktur
Menurut Anthony Giddens, kalau kita
hendak bicara tentang “agen” kita memang
harus bicara tentang "melakukan sesuatu"
(doing) dengan tujuan (intention) tertentu.
Seseorang adalah “agen” karena dia
melakukan sesuatu dengan tujuan tertentu
di dalam serangkaian peristiwa.
Belajar bersama

Strukturasi (structuration) merupakan proses menerapkan struktur dalam tindakan, atau dalam
bahasa Giddens “the structuring of social relations across time and space, in virtue of the duality of
structure” (1984 : 376).


Kegiatan OBM dan program IL memang adalah “kegiatan terstruktur”, namun seharusnya
“struktur” ini dilihat bukan sebagai sesuatu yang statis, melainkan sesuatu yang sedang berlangsung
dan sedang berubah-ubah.


Giddens menggunakan kata “strukturasi” (bukan “struktur”) untuk menegaskan bahwa struktur adalah
serangkaian tindakan manusia yang sedang berlangsung, selalu diulang-ulang (direproduksi) sepanjang waktu.
Bukan sesuatu yang sudah jadi dan statis.
Konsep strukturasi menggarisbawahi keberadaan dualitas struktur dan agen sosial karena strukturasi terjadi
ketika aktor sosial bertindak untuk menerapkan struktur yang sudah ada atau bertindak untuk menciptakan
struktur baru. Ketika terlibat dalam serangkaian tindakan, seseorang secara aktif memproduksi dan
mereproduksi struktur.
Jika program IL dalam kegiatan OBM adalah sebuah “kegiatan terstruktur”, dan jika “literasi
informasi” kita anggap sebagai sebuah “tujuan yang terstruktur”, maka melalui teori strukturasi
kita seharusnya dapat melihat semua itu sebagai sesuatu yang sedang diproduksi, dan diulangproduksi oleh pihak-pihak yang terlibat, setidaknya oleh pustakawan (instruktur) dan mahasiswa
(peserta).

Literasi informasi, dengan demikian, bukan sesuatu yang “sudah jadi”. Materi-materi IL yang diberikan di kelas
bukanlah “harga mati”. Barangkali justru terjadi negosiasi, penyesuaian-penyesuaian, dan pertukaran ide yang
mengarah ke kesimpulan baru tentang literasi informasi. Semua ini dapat terjadi di dalam keadaan yang
sesungguhnya, yaitu di dalam kelas-kelas IL, dalam bentuk interaksi antara instruktur dan peserta, antara
pustakawan dan mahasiswa.
Belajar bersama

Kalau kita menggunakan teori strukturasi Giddens, maka “struktur” bukan lah dalam pengertian
kongkrit (bukan Direktorat Pendidikan UI, bukan Perpustakaan UI), melainkan berada di dalam
(tertanam di) tindakan-tindakan manusia pada saat mereka berinteraksi. Di dalam proses interaksi
ini terjadi penggunaan sumberdaya (resources) dan aturan (rules).




Jadi, ketika melaksanakan program IL di UI, instruktur (pustakawan) maupun peserta (mahasiswa) bersamasama menggunakan sumberdaya (fasilitas kelas, komputer, bahasa lisan dan tulisan) dan aturan (termasuk
aturan tentang apa yang dimaksud literasi informasi).
Seluruh kegiatan, setting, suasana, pelaku, dan interaksi antara instruktur (pustakawan) dan peserta
(mahasiswa) yang sungguh-sungguh terjadi di dalam program IL 2007 itulah “lapangan dan konteks
penelitian”.
Melalui pengamatan berpartisipasi, peneliti berada di dalamnya dan dapat menemukan
pemahaman baru tentang literasi informasi. Peneliti dapat memahami bahwa di dalam kegiatan
bersama yang bersifat interaktif tersebut, sebenarnya baik instruktur (pustakawan) maupun
peserta (mahasiswa) sedang bersama-sama belajar tentang literasi informasi.
Kesempatan pertemuan langsung antara pustakawan dan mahasiswa merupakan sebuah
kesempatan emas untuk membina hubungan yang akan bermuara pada kesepakatan tentang apa
yang dimaksud literasi informasi. Melalui program yang akan dilaksanakan berulang-ulang di UI,
maka terciptalah “struktur” literasi informasi yang dibangun bersama antara pustakawan dan
mahasiswa.
Menuju titik jenuh



Theoretical sampling mengandung sebuah proses yang
menekankan bahwa “representativeness of concepts, not
of persons is crucial”. Penetapan percontoh bukanlah
dengan pertimbangan jumlah, melainkan
pertimbangan relevansi ke persoalan pokok. Tujuan
grounded theory memang bukan membuat generalisasi
melainkan membangun penjelasan teoritis
Pilihan tentang percontoh di dalam penelitian
kualitatif bersifat terus menerus (ongoing) dan sangat
berkaitan dengan penggunaan teori. Setiap penetapan
langkah penelitian ini didorong atau dipengaruhi
perkembangan pemikiran atau teori dalam pikiran si
peneliti (“sensitivitas teoritis” atau theoretical
sensitivity)
Metode grounded theory mengenal “teori” sebagai
pernyataan tentang serangkaian kategori yang secara
sistematis saling berkaitan untuk menjelaskan sebuah
fenomena (Strauss dan Corbin, 1998 : 22). Juga harus
diingat bahwa dalam metode grounded theory ada dua
macam teori, yaitu substantive theory dan formal
theory.
Menuju titik jenuh



Seorang peneliti kualitatif harus rajin dan terus
menerus membanding-bandingkan setiap makna dan
interpretasi yang diperoleh di lapangan, sampai ia
merasa benar-benar paham tentang fenomena yang
sedang diteliti.  Prinsip constant comparison.
Sambil meringkas dan membandingkan data di
lapangan, seorang peneliti kualitatif juga dianjurkan
membuat hipotesis yang diartikan sebagai “… initial
hunches about relationships between concepts”. Dalam
penelitian kualitatif, khususnya yang menggunakan
metode grounded theory, hipotesis dapat muncul di
tengah-tengah penelitian sebagai hasil pergulatan ide
dan data lapangan.
Kejenuhan tercapai karena tiga hal, yaitu:



Untuk satu kategori tertentu, tidak lagi ada data baru
atau data yang relevan.
Kategori tersebut sudah dapat dijelaskan dengan cukup
rinci.
Kaitan antar kategori pun sudah terlihat lebih pasti dan
dapat divalidasi.
Menuju titik jenuh

Menurut Bryman (2001), ada empat macam kesahihan, yaitu:






Kesahihan pengukuran (measurement validity)
Kesahihan internal (internal validity)
Kesahihan eksternal (external validity)
Kesahihan ekologis atau lingkungan (ecological validity)
Dalam konteks penelitian kualitatif, yang paling relevan adalah butir keempat: kesahihan
ekologis. Persoalan utama dalam kesahihan jenis ini adalah: apakah hasil penelitian benar
mencerminkan keadaan yang sesungguhnya sehari-hari? Apakah cara-cara kita meneliti
dapat memastikan bahwa hasil penelitian kita serupa dengan kondisi yang
sesungguhnya?
Prinsip kesahihan ekologis dapat diterima oleh tradisi penelitian kualitatif, dan bahkan
sering diklaim sebagai kesahihan yang sesungguhnya oleh para peneliti kualitatif. Tetapi
ada peneliti yang menolak semua prinsip kesahihan di atas dan menerima tawaran
Lincoln dan Guba (1985) tentang ke-dapat-dipercayaan (trustworthiness), yang terdiri
dari:




Kredibilitas peneliti dan penelitiannya
Dapat dipindah-pindahkan (transferability) .
Dapat dihandalkan (dependability)
Dapat dikonfirmasikan (confirmability)