Document 7468938

Download Report

Transcript Document 7468938

” TERWUJUDNYA MASYARAKAT
JAWA TENGAH YANG
SEMAKIN SEJAHTERA”
Pemerintah yang
bersih
Ekonomi Kerakyatan
dan profesional serta
sikap
Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah dan Industri
responsif aparatur
Padat Karya;
Pengembangan Sumber
Daya
Peningkatan
perwujudan
Manusia berbasis
kompetensi
pembangunan fisik
secara berkelanjutan
berbasis pertanian,
dan infrastruktur
Memantapkan kondisi
sosial budaya yang
berbasiskan
kearifan lokal
Mondisi aman dan
rasa aman dalam
kehidupan masyarakat
Mengurangi, menanggulangi kemiskinan
dan pengangguran dalam rangka
meningkatkan daya saing daerah untuk
mewujudkan investasi di daerah dan
meningkatkan kapasitas dan produktivitas
petani agar mencapai tingkat
kesejahteraan petani yang optimal serta
mantapnya ketahanan pangan.
 Meningkatkan kualitas SDM melalui
penyediaan pelayanan dasar dan
peningkatan mutu serta relevansi
pendidikan.

 Peningkatan
kualitas dan akses
pelayanan kesehatan, jaminan
pemeliharaan kesehatan bagi
maskin, peningkatan status gizi,
pelayanan kesehatan sesuai SPM;
peningkatan kualitas hidup bersih
dan sehat serta pembentukan
lingkungan sehat; kefarmasian yang
terjangkau dan kebijakan dan
manajemen pembangunan, Jawa
tengah Sehat.
Pemerataan penyediaan perumahan dan
perbaikan prasarana dasar permukiman,
pemenuhan hak-hak perempuan dan
anak.
 Mewujudkan pengelolaan sumber daya
alam dan lingkungan hidup yang optimal
dengan tetap menjaga kelestarian
fungsinya dalam menopang kehidupan.
 Mewujudkan tata kelola pemerintahan
yang baik melalui pelayanan publik yang
berkualitas, pemberantasan KKN serta
penegakkan hukum yang proporsional
dan tidak diskriminatif.



Meningkatnya pembangunan perdesaan
dalam rangka penanggulangan kemiskinan,
pengangguran, ketenagakerjaan dan
ketahanan pangan untuk meningkatkan daya
saing daerah serta penguasaan penguasaan
ilmu pengetahuan dan teknologi melalui
penelitian di berbagai bidang.
Meningkatnya kualitas sumber daya manusia,
derajat kesehatan dan pelayanan sosial dasar
serta pelayanan KB, kapasitas serta
produktifitas kerja, perumahan, prasarana dasar
permukiman, pemenuhan hak-hak perempuan
dan anak termasuk hak atas perlindungan.
 Meningkatnya
pemanfaatan
ruang, peningkatan daya dukung
dan daya tampung lingkungan
serta pengurangan potensi
ancaman bencana.
 Meningkatnya pelayanan publik,
penyelenggaraan good
governance, kapasitas dan
kapabilitas aparatur pemerintahan
serta penegakkan hukum dan HAM.
Urusan
Anggaran
%
Urusan Pendidikan
268.898.714.000
4,7%
Kesehatan
747.980.669.000
13,1%
Pekerjaan umum
538.982.342.000
9,4%
Koperasi & UKM
34.458.290.000
0,6%
Ketahanan pangan
21.686.350.000
0,4%
Pemberdayaan Masy desa
16.404.523.000
0,3%
224.901.996.000
3,9%
Kelautan dan Perikanan
49.093.874.000
0,9%
Perindustrian
96.552.276.000
1,7%
Pertanian
Uraian
PENDAPATAN DAERAH
Jumlah
%
5.559.978.613.000
100 %
Pendapatan Asli Daerah
3.903.926.523.000
3.173.750.000.000
81 %
Pajak Daerah
49.068.971.000,00
Retribusi Daerah
Hasil pengel. Kekada yg Dipisahkan
182.765.967.000,00
498.341.585.000,00
Lain - lain PAD yang Sah
Dana Perimbangan
Dana Bagi Hasil Pajak /Bukan Pajak
1.656.052.090.000
487.264.333.000,00
1.168.787.757.000,00
1%
5%
13 %
 Penyumbang
PAD tertinggi adalah
Sektor Pajak, namun harus dilihat lebih
jeli karena antara lain masih banyak
disumbang oleh Pajak Kendaraan
bermotor. Hal ini dapat dilihat dari
KUA Bab 2.
 Kontribusi Pendapatan lain yang sah
dalam seluruh Pendapatan Daerah
hanya sebesar 9%, menunjukkan
bahwa pengelolaan kekayaan
daerah/ BUMD belum maksimal
 Kontribusi
Lain-lain pendapatan
yang sah dalam PAD hanya
sebesar 13 % , Ironisnya
didalamnya masih terdapat
pendapatan dari BLUD.
Uraian
BELANJA DAERAH
Jumlah
5.729.883.464.000
Belanja Tidak Langsung
3.525.426.086.000
Belanja Pegawai
1.184.183.909.000
Belanja Hibah
Belanja Bantuan Sosial
54.280.163.000
211.173.760.000
Belanja bagi Hasil kepada Kab/kota
1.132.290.459.000
Belanja bantuan keu. Kpd kab/kota
918.497.795.000
Belanja tidak terduga
Belanja Langsung
Belanja Pegawai
Belanja Barang dan Jasa
Belanja Modal
25.000.000.000
2.204.457.378.000
211.855.433.000,00
1.565.901.164.000,00
426.700.781.000,00
Rasio BTL dalam Belanja daerah sebesar 62
%, dan sisanya 38 % untuk belanja
Langsung. Sehingga pembangunan belum
maksimal jika dibandingkan dengan jumlah
penduduk jawa tengah dan penduduk
miskin (6,19 juta tahun 2008)
 Dari total Belanja langsung (38 %) masih
harus digunakan untuk membiayai belanja
pegawai/ honorarium sebesar 10 %, Belanja
Barang dan Jasa 71 %, sisanya 19 % untuk
belanja modal.
 Belanja Pemerintah belum berpihak pada
publik.

Kapasitas Fiskal Daerah :
Gambaran kemampuan masing-masing daerah yang
dicerminkan melalui penerimaan umum APBD (tidak termasuk
DAK, Dana Darurat, dana pinjaman lama, dan penerimaan
yang penggunaannya dibatasi untuk membiayai pengeluaran
tertentu) untuk membiayai tugas pemerintahan setelah
dikurangi belanja pegawai dan dikaitkan dengan jumlah
penduduk miskin
KF = Kapasitas Fiskal
KF = (PAD+DBH+DAU+LP)-BP
JumlahPenduduk Miskin
Katagori Indek KFD
- indeks < 2 =sangat tinggi
- 1 < 2 = tinggi
- 0,5 < 1 = sedang
- Indeks < 0,5 = rendah
PAD = PendapatanAsli Daerah
DBH = Dana Bagi Hasil
DAU = Dana Alokasi Umum
LP = Lain-lain Pendapatan Asli Daerah Yang
Sah
BP = Belanja Pegawai
PETA KAPASITAS FISKAL DAERAH DI JAWA TENGAH
1.2000
1.0000
0.8000
0.6000
Katagori Indek KFD
- Indeks < 2 =sangat tinggi
- 1 < 2 = tinggi
- 0,5 < 1 = sedang
- Indeks < 0,5 = rendah
0.4000
0.2000
-
Peta kapasitas fiskal daerah di Jawa Tengah rata-rata masuk katagori indek KF rendah, termasuk
provinsi sendiri. Hanya ada 3 kota, yakni Tegal, Pekalongan dan Semarang masuk katagori sedang
dan 2 lainnya: Kota Salatiga dan Kota Magelang katagori tinggi. Kondisi ini mencerminkan bahwa
semua daerah kabupaten kemampuan untuk membiayai urusan pemerintahan dalam
penanggulangan kemiskinan dipastikan sangat rendah.
10.47%
9.01%
7.40%
6.96%
KEBUMEN
CILACAP
JEPARA
KLATEN
Kemampuan
daerah untuk
membiayai kebutuhannya
sangat kecil.
Dibutuhkan kebijakan untuk
mengoptimalkan
kemampuan fiskal daerah
Proporsi PAD
PAD
Pajak daerah
Retribusi daerah
36,274,734,000
Hsl penglolaan
kekayaan drh yg
dipisahkan
1,937,523,000
Lain2 pendapatan
asli daerah yang
sah
18,461,299,000
KEBUMEN
67,981,056,000
11,307,500,000
CILACAP
126,058,245,000
JEPARA
71,081,298,000
42,999,890,000
37,652,500,000
4,982,080,000
40,423,775,000
15,419,796,000
9,827,992,000
2,489,305,000
43,344,205,000
KLATEN
71,371,000,000
20,900,000,000
13,990,000,000
5,081,000,000
31,400,000,000
Kecilnya PAD yang bersumber dari
Pajak, retribusi, Pendapatan Lain-lain
menunjukkan kurangnya upaya daerah
dalam memaksimalkan target
pendapatan sesuai potensi riilnya,
misalnya bagi hasil BUMD.
 Belum adanya upaya perencanaan
pendapatan yang didasari semangat
pencapaian kinerja pengumpulan dana
pembangunan daerah secara optimal
(target wajib pajak)

74 %
1,000,000,000,000
900,000,000,000
88 %
80 %
800,000,000,000
69 %
700,000,000,000
600,000,000,000
500,000,000,000
26
%
400,000,000,000
300,000,000,000
31
%
20 %
12
%
200,000,000,000
100,000,000,000
Belanja Tidak Langsung
KEBUMEN
802,697,810,717
CILACAP
912,349,946,000
JEPARA
562,112,483,000
KLATEN
907,425,827,000
Belanja Langsung
196,355,894,562
325,591,736,000
254,974,924,000
121,536,081,000
 Kebijakan
belanja daerah belum
berpihak pada publik.
 Bagaimana pemerintah mampu
membangun daerah dan
menyelesaikan problem kemiskinan,
pengangguran, kerawanan pangan,
jaminan sosial dan minimnya
infrastruktur, jika belanja tidak
langsung ‘menggerogoti’ struktur
belanja daerah ?
KEBUMEN
CILACAP
JEPARA
KLATEN
75.13%
67.03%
62.70%
57.75%
KEBUMEN
CILACAP
JEPARA
KLATEN
 Tingginya
belanja pegawai
dalam belanja daerah, makin
mengaburkan agenda
pemerintah dalam memenuhi
hak-hak dasar rakyat dan
meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.
 Apalagi ditambah dengan
penerimaan CPNS tiap tahun ?
20,99%
17,64%
14,77%
9,97%
KEBUMEN
CILACAP
KEBUMEN
JEPARA
CILACAP
JEPARA
KLATEN
KLATEN
 Proporsi
BTL yang sudah tinggi,
masih ditambah dengan
besanya honorarium/ belanja
pegawai dalam Belanja
Langsung.
 Mengindikasikan terjadinya inefisiensi dalam belanja daerah.
KEBUMEN
98,79%
KEBUMEN
CILACAP
JEPARA
KLATEN
104,79%
89,24%
CILACAP
81,99%
JEPARA
KLATEN
Data
diatas menunjukkan
bahwa Dana Alokasi Umum
dari Pusat, habis hanya
untuk membiayai belanja
pegawai.
Bahkan DAU kabupaten
Klaten masih minus untuk
membiayai belanja
pegawainya.
350,000,000,000
300,000,000,000
250,000,000,000
200,000,000,000
150,000,000,000
100,000,000,000
50,000,000,000
-
KEBUMEN
BELANJA LANGSUNG
196,355,894,562
Belanja pegawai
34,628,800,300
Belanja barang & jasa
89,273,320,959
Belanja modal
72,453,773,303
CILACAP
325,591,736,000
68,354,890,960
131,270,237,820
125,966,607,220
JEPARA
254,974,924,000
37,653,881,000
139,805,097,000
77,515,946,000
KLATEN
121,536,081,000
12,122,698,000
80,690,586,000
28,722,797,000
Tabel 2
Tabel 1
55.258.922.000
Rumus
ADD
37.169.635.000
26.091.303.000
22.273.112.000
KEBUMEN
Kabupaten/
Kota
KEBUMEN
CILACAP
JEPARA
KLATEN
PP 72
774,896,428.30
CILACAP
8,537,400,000.00
JEPARA
9,537,222,900.00
KLATEN
Minus

Perhitungan Alokasi dana desa menurut
PP 72 Tahun 2005 tentang Desa adalah =
ADD = (10 % x DAU) – Belanja Pegawai
Jika Perhitungan sesuai dengan PP 72
Thn 2005 dilakukan, maka perhitungan
ADD sangat kecil, terlihat dalam tabel 1.
 Yang menarik adalah daerah
melakukan Perhitungan ADD
berdasarkan aspek keadilan. (Tabel 2)

81.486.045.679
36.479.476.000
34.372.712.000
27.500.000.000
KEBUMEN
CILACAP
JEPARA
KLATEN
 Tingginya
Sisa Lebih Perhitungan
Anggaran Tahun sebelumnya
(SILPA) 4 kabupaten diatas
menunjukan antara lain; belum
baiknya pengelolaan keuangan
daerah,
menurunnya
kinerja
aparatur daerah, perencanaan
yang buruk dan atau sebabsebab non teknis lainnya.
60,0%
57,5%
50,0%
40,0%
30,0%
6,5%
20,0%
10,0%
0,0%
Pendidikan
Kesehatan
► Anggaran pendidikan
sebesar 57,5% dari
belanja daerah yang berarti telah melebihi
amanat konstitusi yg hanya mensyaratkan 20%
► Belanja kesehatan baru mencapai 6,5% dari
belanja daerah plus gaji. Padahal UU 36/2009
tentang Kesehatan pasal 171 ayat (2)
mengamanatkan kepada Pemerintah daerah
untuk mengalokasikan minimal 10% dari APBD
diluar gaji
► Setelah dikurangi gaji, maka secara riil anggaran
kesehatan hanya sebesar 1,9%. Artinya semakin
jauh dari amanat UU 36/2009
100%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
97%
3%
BTL
BL
► Oritentasi Anggaran pendidikan tidak
menunjukkan keberpihakan terhadap
pemenuhan kebutuhan masyarakat dan
peningkatan pembangunan pendidikan
► 97% anggaran pendidikan hanya untuk
membiayai belanja gaji. Sedangkan alokasi yg
berpotensi untuk akselerasi, percepatan dan
pembangunan ‘pendidikan untuk semua’
hanya mendapat porsi 3%
► 3% belanja langsung pendidikan tidak akan
mampu menopang 3 level kebutuhan
pembangunan pendidikan yaitu infrastruktur
dasar, akses, dan mutu secara terencana,
sistematis dan terukur.
80%
70%
71%
60%
50%
40%
30%
29%
20%
10%
0%
BTL
BL
►71% anggaran kesehatan hanya
untuk membiayai gaji dan yg
berorientasi terhadap pelayanan
publik hanya sebesar 29%.
►Artinya kebijakan ini bertentangan
dengan amanat UU 36/2009 pasal
171 ayat (3) yang mensyaratkan agar
2/3 atau 67% dari anggaran
kesehatan digunakan untuk
kepentingan publik
 Meningkatkan
efektifitas pelaksanaan
kebijakan desentralisasi fiscal dengan
berorientasi pada peningkatan
sumber pendapatan daerah yang
tidak memberatkan masyarakat.
Artinya, melihat potensi riil
pendapatan yang ada harus
diimbangi dengan semangat
menaikkan target pendapatan.
 Mendorong
pemerintah untuk
berani melakukan inovasi,
terobosan dan kreativitas dalam
membuat kebijakan anggaran
daerah yang berpihak pada
masyarakat. Artinya, ditengah
kondisi belanja yang yang defisit
jangan justru banyak
mengalokasikan belanja yang
berorientasi pada belanja
pegawai dan honorarium.
Mendorong pemerintah untuk membuat
kebijakan anggaran yang dapat
menjawab kebutuhan masyarakat serta
memperhatikan aspek keadilan dan
kepantasan.
 Artinya, harus ada political will dari
pemerintah untuk menaikkan porsi
anggaran pada sector-sektor prioritas,
seperti penanggulangan kemiskinan,
pengembangan pedesaan,
peningkatan ketahanan pangan,
pertanian, kelautan dan perikanan.
