Pengertian gratifikasi Pada Penjelasan Pasal 12B Ayat (1) UU No

Download Report

Transcript Pengertian gratifikasi Pada Penjelasan Pasal 12B Ayat (1) UU No

JHON KORASSA SONBAI, SH., MH
Pengertian Gratifikasi
Pada Penjelasan Pasal 12B Ayat (1) UU No.31 Tahun 1999 juncto UU
No.20 Tahun 2001,
bahwa : "Yang dimaksud dengan "gratifikasi" dalam ayat ini adalah
pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat
(discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas
penginapan, perjawalan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas
lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diteria di dalam negeri maupun di
luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik
atau tanpa sarana elektronik.”
PENGECUALIAN
Undang – undang No.20 Tahun 2001 Pasal 12 C ayat (1):
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12B ayat (1) tidak berlaku,
jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Penjelasan aturan Hukum
Pasal 12 UU No. 20/2001
Didenda dengan pidana penjara seumur hidup atau penjara
paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda
paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar:
• pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah
atau janji, padahal diketahui atau patut diduga hadiah atau janji
tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak
melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan
kewajibannya.
• pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud
menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan
hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa
seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima bayaran
dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya
sendiri;
CONTOH YANG TERGOLONG SEBAGAI TINDAK
PIDANA KORUPSI (GRATIFIKASI) :
• Pembiayaan kunjungan kerja lembaga legislatif, karena hal ini dapat memengaruhi legislasi
dan implementasinya oleh eksekutif.
• Cinderamata bagi guru (PNS) setelah pembagian rapor/kelulusan.
• Pungutan liar di jalan raya dan tidak disertai tanda bukti dengan tujuan sumbangan tidak
jelas, oknum yang terlibat bisa jadi dari petugas kepolisian (polisi lalu lintas), retribusi
(dinas pendapatan daerah), LLAJR dan masyarakat (preman). Apabila kasus ini terjadi
KPK menyarankan agar laporan dipublikasikan oleh media massa dan dilakukan
penindakan tegas terhadap pelaku.
• Penyediaan biaya tambahan (''fee'') 10-20 persen dari nilai proyek.
• Uang retribusi untuk masuk pelabuhan tanpa tiket yang dilakukan oleh Instansi
Pelabuhan, Dinas Perhubungan, dan Dinas Pendapatan Daerah.
• Parsel ponsel canggih keluaran terbaru dari pengusaha ke pejabat.
• Perjalanan wisata bagi bupati menjelang akhir jabatan.
• Pembangunan tempat ibadah di kantor pemerintah (karena biasanya sudah tersedia
anggaran untuk pembangunan tempat ibadah dimana anggaran tersebut harus
dipergunakan sesuai dengan pos anggaran dan keperluan tambahan dana dapat
menggunakan kotak amal).
• Hadiah pernikahan untuk keluarga PNS yang melewati batas kewajaran (baik nilai ataupun
harganya).
• Pengurusan KTP/SIM/Paspor yang "dipercepat" dengan uang tambahan.
• Mensponsori konferensi internasional tanpa menyebutkan biaya perjalanan yang
transparan dan kegunaannya, adanya penerimaan ganda, dengan jumlah tidak masuk akal.
• Pengurusan izin yang sangat dipersulit.
Bagan Tindak Pidana Korupsi
(Gratifikasi)
Gratifikas
i
Hubungan afiliasi:
1. Kekerabatan
2. Kedinasan
3. dan lain- lain
Kepentinga
n Pribadi
Korupsi yang
Terkait
Gratifikasi
Konflik
Kepentingan
Declaration of Interest :
(untuk memutus
kepentingan pribadi)
Penyalahgunaa
n Wewenang
Untuk Penerimaan Gratifikasi Penyelenggara
Negara dan Pegawai Negeri Wajib Melaporkan
Gratifikasi yang diterimanya ke KPK
Jika Menerima Gratifikasi Apa yang Harus Dilakukan?
Jika memiliki posisi sebagai penyelenggara negara atau pegawai negeri
menerima gratifikasi maka langkah terbaik yang bisa Anda lakukan (jika dapat
mengidentifikasi motif pemberian adalah gratifikasi ilegal) adalah menolak
gratifikasi tersebut secara baik, sehingga sedapat mungkin tidak menyinggung
perasaan pemberi. Jika keadaan memaksa menerima gratifikasi tersebut,
misalnya pemberian terlanjur dilakukan melalui orang terdekat Anda (suami,
istri, anak dan lain-lain) atau ada perasaan tidak enak karena dapat
menyinggung pemberi, maka sebaiknya gratifikasi yang diterima segera
dilaporkan ke KPK. Jika instansi kebetulan adalah salah satu instansi yang
telah bekerjasama dengan KPK dalam Program Pengendalian Gratifikasi
(PPG), maka dapat melaporkan langsung di instansi tersebut.
Pembuktian Gratifikasi
1. Oleh penerima gratifikasi, apabila nilainya Rp.10,000,000,00
(sepuluh juta rupiah) atau lebih.
2. Oleh penuntut umum, apabila nilainya kurang dari Rp.10,000,000,00
(sepuluh juta rupiah)
Rumus Tindak Pidana Korupsi (Gratifikasi) :
Suap = Gratifikasi + Jabatan
Budaya kita memberikan andil adanya gratifikasi
• Sebagai tanda terima kasih yang salah kaprah
• Pada strata kebanyakan hampir seluruh komunitas
mempraktekkannya
(uang rokok, uang besin, uang administrasi KTP dsb)
• Harus adanya perubahan mental attitude
Berupa hukuman minimum dan maksimum
• Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau
penyelenggara negara dengan maksud pegawai negeri atau
penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat
sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan
kewajibannya, atau
• Memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara
negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang
bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan
dalam jabatannya.
PENANGANAN GRATIFIKASI
A. MEKANISME PELAPORAN
1. Apabila terdapat penerimaan
Hadiah/Cinderamata dan atau Hiburan di luar batasan yang sudah diatur
Perusahaan, maka wajib melaporkan hal tersebut melalui:
a. Atasan Langsung Pelaporan melalui Atasan langsung dilakukan oleh
yang menerima Hadiah/Cinderamata selambat – lambat nya 7 (tujuh)
hari kerja sejak tanggal penerimaan, dengan menyampaikan form
penerimaan Hadiah/Cinderamata dengan contoh Format sebagaimana
diatur dalam Lampiran II dan III.
b. Sistem Pelaporan Pelanggaran / Whistle Blowing System Pelaporan
melalui Sistem Pelaporan Pelanggaran / Whistleblowing System
dilakukan apabila pelapor adalah (Pelanggan, Mitra Kerja dan
Masyarakat) yang tidak memiliki keterlibatan secara langsung, namun
mengetahui Gratifikasi di Perusahaan yang memiliki potensi untuk
terjadinya penyalahgunaan wewenang/jabatan. Pelaporan melalui
Sistem Pelaporan Pelanggaran / Whistleblowing System dilaksanakan
sesuai dengan mekanisme tersendiri yang mengatur mengenai Sistem
Pelaporan Pelanggaran / Whistleblowing System di Perusahaan.
2.
3.
4.
Untuk penerimaan yang merupakan barang yang cepat kadaluwarsa
(misal: makanan dan minuman), maka dapat diserahkan kepada
Lembaga Sosial dengan menyampaikan bukti tanda penyerahan
kepada Sekretaris Perusahaan selambat - lambatnya 14 (empat belas)
hari setelah tanggal penerimaan sebagaimana dimaksud, dengan
contoh Format sebagaimana diatur dalam Pedoman ini.
Untuk penerimaan yang merupakan barang yang tidak cepat
kadaluwarsa (misal: uang, emas, dan lainnya) wajib disimpan di
Bagian Keuangan di lingkungan kerja yang bersangkutan, sampai
dengan ditentukannya status kepemilikan atas penerimaan tersebut
oleh pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dengan
menyampaikan bukti tanda penyimpanan kepada Sekretaris
Perusahaan selambat - lambatnya 14 (empat belas) hari setelah
tanggal penerimaan sebagaimana dimaksud.
Sekretaris Perusahaan membuat rekapitulasi penerimaan
Hadiah/Cinderamata serta melaporkannya kepada Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) selambat -lambatnya 30 (tiga puluh
hari) sejak tanggal penerimaan tersebut.
MENGENALI MONEY LAUNDERING
• Pasal 1 ayat 1 UU No 8 Tahun 2010 Pencucian Uang
adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur
tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam UndangUndang ini.
• Pencucian uang atau money laundering adalah rangkaian
kegiatan yang merupakan proses yang dilakukan oleh
seseorang atau organisasi terhadap uang haram , yaitu
uang dimaksud untuk menyembunyikan atau
menyamarkan asal-usul uang tersebut dari pemerintah
atau otoritas yang berwenang melakukan penindakan
terhadap tindak pidana , dengan cara antara lain dan
terutama memasukan uang tersebut kedalam keuangan
(financial system) sehingga uang tersebut kemudian dapat
dikeluarkan dari system keuangan itu sebagai uang yang
halal
Pasal 2
(1) Hasil tindak pidana adalah Harta Kekayaan yang
diperoleh dari tindak pidana:
a. Korupsi / Penyuapan;
b. Narkotika / Psikotropika;
c. Penyelundupan migran / Perdagangan Senpi
d. Bidang perbankan / Bidang pasar modal;
e. Bidang perasuransian / Kepabeanan;
f. Cukai / Perdagangan orang;
g. Terorisme / Penculikan;
h. Pencurian / Perjudian;
i. Penggelapan / Penipuan;
j. Pemalsuan uang / Prostitusi;
Tahap-tahap proses pencucian uang :
• Placement : Tahap pertama dari pencucian uang adalah menempatkan (mendepositokan) uang
haram tersebut ke dalam system keuangan (financial system). Pada tahap placement tersebut,
bentuk dari uang hasil kejahatan harus dikonversi untuk menyembunyikan asal-usul yang
tidak sah dari uang itu. Misal, hasil dari perdagangan narkoba uangnya terdiri atas uang-uang
kecil dalam tumpukan besar dan lebih berat dari narkobanya, lalu dikonversi ke dalam
denominasi uang yang lebih besar. Lalu di depositokan kedalam rekerning bank, dan dibelikan
ke instrument-instrumen moneter seperti cheques, money orders dll
• Layering : Layering atau heavy soaping, dalam tahap ini pencuci berusaha untuk memutuskan
hubungan uang hasil kejahatan itu dari sumbernya, dengan cara memindahkan uang tersebut
dari satu bank ke bank lain, hingga beberapa kali. Dengan cara memecah-mecah jumlahnya,
dana tersebut dapat disalurkan melalui pembelian dan penjualan investment instrument
Mengirimkan dari perusahaan gadungan yang satu ke perusahaan gadungan yang lain. Para
pencuci uang juga melakukan dengan mendirikan perusahaan fiktip, bisa membeli efek-efek
atau alalt-alat transfortasi seperti pesawat, alat-alat berat dengan atas nama orang lain.
• Integration : Integration adakalanya disebut spin dry dimana Uang dicuci dibawa kembali ke
dalam sirkulasi dalam bentuk pendapatan bersih bahkan merupakan objek pajak dengan
menggunakan uang yang telah menjadi halal untuk kegiatan bisnis melalui cara dengan
menginvestasikan dana tersebut kedalam real estate, barang mewah, perusahaan-perusahaan
BEBERAPA MODUS MONEY LAUNDERING :
• Loan Back, yakni dengan cara meminjam uangnya sendiri, Modus ini terinci
lagi dalam bentuk direct loan, dengan cara meminjam uang dari perusahaan
luar negeri, semacam perusahaan bayangan (immobilen investment company)
yang direksinya dan pemegang sahamnya adalah dia sendiri, Dalam bentuk
back to loan, dimana si pelaku peminjam uang dari cabang bank asing secara
stand by letter of credit atau certificate of deposit bahwa uang didapat atas
dasar uang dari kejahatan, pinjaman itu kemudian tidak dikembalikan sehingga
jaminan bank dicairkan.
• Modus operasi C-Chase, metode ini cukup rumit karena memiliki sifat liku-liku
sebagai cara untuk menghapus jejak. Contoh dalam kasus BCCI, dimana kurirkurir datang ke bank Florida untuk menyimpan dana sebesar US $ 10.000
supaya lolos dari kewajiban lapor. Kemudian beberapa kali dilakukan transfer,
yakni New York ke Luxsemburg ke cabang bank Inggris, lalu disana dikonfersi
dalam bentuk certiface of deposit untuk menjamin loan dalam jumlah yang
sama yang diambil oleh orang Florida. Loan buat negara karibia yang terkenal
dengan tax Heavennya. Disini Loan itu tidak pernah ditagih, namun hanya
dengan mencairkan sertifikat deposito itu saja. Dari Floria, uang terebut di
transfer ke Uruguay melalui rekening drug dealer dan disana uang itu
didistribusikan menurut keperluan dan bisnis yang serba gelap. Hasil investasi
ini dapat tercuci dan aman.
Lanjutan...
Lanjutan…
• Modus transaksi transaksi dagang internasional, Modus ini menggunakan
sarana dokumen L/C. Karena menjadi fokus urusan bank baik bank
koresponden maupun opening bank adalah dokumen bank itu sendiri dan tidak
mengenal keadaan barang, maka hal ini dapat menjadi sasaran money
laundrying, berupa membuat invoice yang besar terhadap barang yang kecil
atau malahan barang itu tidak ada.
• Modus penyelundupan uang tunai atau sistem bank paralel ke Negara lain.
Modus ini menyelundupkan sejumah fisik uang itu ke luar negeri. Berhubung
dengan cara ini terdapat resiko seperti dirampok, hilang atau tertangkap maka
digunakan modus berupa electronic transfer, yakni mentransfer dari satu
Negara ke negara lain tanpa perpindahan fisik uang itu.
• Modus akuisisi, yang diakui sisi adalah perusahaanya sendiri. Contoh seorang
pemilik perusahaan di indonesia yang memiliki perusahaan secara gelap pula di
Cayman Island, negara tax haven. Hasil usaha di cayman didepositokan atas
nama perusahaan yang ada di Indonesia. Kemudian perusahaan yang ada di
Cayman membeli saham-saham dari perusahaan yang ada di Indonesia (secara
akuisisi). Dengan cara ini pemilik perusahaan di Indonesia memliki dana yang
sah, karena telah tercuci melalui hasil pejualan saham-sahamnya di perusahaan
Indonesia.
HUKUM ACARA PENANGANAN TPPU
“Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan
serta pelaksanaan putusan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang ini dilakukan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan, kecuali ditentukan lain dalam
Undang-Undang ini.” (Pasal 68 UU TPPU)
“Untuk dapat dilakukan penyidikan, penuntutan, dan
pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap TPPU tidak wajib
dibuktikan terlebih dahulu tindak pidana asalnya.”
(Pasal 69 UU TPPU)
ALAT BUKTI
• Alat bukti yang sah dalam pembuktian tindak pidana pencucian uang ialah:
a. alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara Pidana; dan/atau;
b. alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau
disimpan secara elektronik dengan alat optik atau alat yang serupa optik dan
Dokumen. (Pasal 73 UU TPPU)
Dokumen adalah data, rekaman, atau informasi yang dapat dilihat, dibaca,
dan/atau didengar, yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu
sarana, baik yang tertuang di atas kertas atau benda fisik apa pun selain
kertas maupun yang terekam secara elektronik, termasuk tetapi tidak
terbatas pada:
a. tulisan, suara, atau gambar;
b. peta, rancangan, foto, atau sejenisnya;
c. huruf, tanda, angka, simbol, atau perforasi yang memiliki makna atau dapat
dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya.
(Pasal 1 Angka 16 UU TPPU)
“Penyidikan TPPU dilakukan oleh penyidik tindak pidana asal
sesuai dengan ketentuan hukum acara dan ketentuan peraturan
perundang-undangan, kecuali ditentukan lain menurut UU ini.”
(Pasal 74 UU TPPU)
Penjelasan Pasal 74 UU TPPU:
Penyidik Tindak Pidana Asal adalah pejabat dari instansi yang oleh
undang-undang diberi kewenangan untuk melakukan penyidikan,
yaitu:
-Polri
-Kejaksaan
-KPK
-BNN
-Ditjen Pajak
-Ditjen Bea dan Cukai
“Dalam hal penyidik menemukan bukti permulaan yang
cukup terjadinya TPPU dan tindak pidana asal, penyidik
menggabungkan penyidikan tindak pidana asal dengan penyidikan
TPPU dan memberitahukannya kepada PPATK”. (Pasal 75 UU TPPU)
PENUNTUTAN
“Penuntut umum wajib menyerahkan berkas perkara TPPU
kepada pengadilan negeri paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja
terhitung sejak tanggal diterimanya berkas perkara yang telah
dinyatakan lengkap.” (Pasal 76 ayat (1) UU TPPU)
“Dalam hal penuntut umum telah menyerahkan berkas perkara
kepada pengadilan negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ketua pengadilan negeri wajib membentuk majelis hakim
perkara tersebut paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak diterimanya
berkas perkara tersebut”. (Pasal 76 ayat (2) UU TPPU)
‘PEMBUKTIAN TERBALIK’
“Untuk kepentingan pemeriksaan di sidang pengadilan, terdakwa wajib
membuktikan bahwa harta kekayaannya bukan merupakan hasil tindak pidana.“
(Pasal 77 UU TPPU)
“Dalam pemeriksaan di sidang pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77,
hakim memerintahkan terdakwa agar membuktikan bahwa harta kekayaan yang
terkait dengan perkara bukan berasal atau terkait dengan tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1).“ (Pasal 78 ayat (1) UU TPPU)
Adanya pembebanan pembuktian pada terdakwa mengenai harta benda/kekayaannya
Namun pada dasarnya beban pembuktian tetap berada pada penuntut umum – JPU
tidak dapat mengajukan dakwaan tanpa disertai dengan pengajuan bukti-bukti
Hanya unsur ‘Harta Benda/Kekayaan’ yang wajib dibuktikan terdakwa
PENYITAAN TAMBAHAN
“Dalam hal diperoleh bukti yang cukup bahwa masih ada Harta
Kekayaan yang belum disita, hakim memerintahkan jaksa
penuntut umum untuk melakukan penyitaan Harta Kekayaan
tersebut.“ (Pasal 81 UU TPPU)
PELINDUNGAN BAGI PIHAK PELAPOR, PELAPOR,
DAN SAKSI
• “Pejabat dan pegawai PPATK, penyidik, penuntut umum,
atau hakim wajib merahasiakan Pihak Pelapor dan pelapor.”
(Pasal 83 ayat (1) UU TPPU)
• Pasal 16 UU TPPU:
Pelanggaran ketentuan kerahasiaan tersebut dipidana dengan
pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun
PENUNDAAN TRANSAKSI OLEH
PENEGAK HUKUM
PASAL 70 UU NO. 8 TAHUN 2010
$
GAKKUM
MEMERINTAHKAN PJK UNTUK SUSPEND
TRANSACTION MAX 5 HARI
PJK
PENYIDIK TINDAK ASAL :
1. KEPOLISIAN
2. KEJAKSAAN
3. KPK
4. BNN
5. DITJEN PAJAK
6. DITJEN BEA CUKAI
PENUNTUT UMUM
HAKIM
Penundaan Transaksi
terhadap Harta Kekayaan yang diketahui
atau patut diduga merupakan hasil
tindak pidana harus dilakukan secara
tertulis dengan menyebutkan secara
jelas mengenai:
a. nama dan jabatan yang meminta
penundaan Transaksi;
b. identitas setiap orang yang
Transaksinya akan dilakukan
penundaan;
c. alasan penundaan Transaksi; dan
d. tempat Harta Kekayaan berada.
Pihak Pelapor melaksanakan
penundaan Transaksi sesaat
setelah surat
perintah/permintaan
penundaan Transaksi
diterima, dan wajib
menyerahkan berita acara
pelaksanaan penundaan
Transaksi kepada penyidik,
penuntut umum, atau hakim
yang meminta penundaan
Transaksi paling lama 1
(satu) hari kerja sejak
tanggal pelaksanaan
penundaan Transaksi.
PEMBLOKIRAN
Paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja
Perintah kepada Pihak Pelapor untuk melakukan
pemblokiran Harta Kekayaan yang diketahui atau patut
diduga merupakan hasil tindak pidana dari:
• orang yang telah dilaporkan oleh PPATK kepada
penyidik;
• tersangka; atau
• terdakwa.
Yang berwenang memerintahkan:
• Penyidik,
• Penuntut umum, atau
• Hakim.
PERMINTAAN KETERANGAN OLEH
PENEGAK HUKUM
Penyidik, penuntut umum, atau hakim berwenang
meminta Pihak Pelapor untuk memberikan keterangan
secara tertulis mengenai Harta Kekayaan dari:
•orang yang telah dilaporkan oleh PPATK kepada
penyidik;
•tersangka; atau
•terdakwa.
Tidak berlaku ketentuan peraturan
perundang-undangan yang mengatur
rahasia bank dan kerahasiaan
Transaksi Keuangan lain.
TATA CARA PERMINTAAN KETERANGAN
Permintaan keterangan harus disertai dengan:
a. laporan polisi dan surat perintah penyidikan;
b. surat penunjukan sebagai penuntut umum; atau
c. surat penetapan majelis hakim
(Pasal 72 ayat (4) UU TPPU)
Surat permintaan keterangan harus ditandatangani oleh:
a. Kapolri atau kapolda ... dst;
b. Pimpinan instansi/lembaga/komisi ... dst;
c. Jaksa Agung atau kepala kejaksaan tinggi … dst;
d. Hakim ketua majelis yang memeriksa perkara.
(Pasal 72 ayat (5) UU TPPU)
PENANGGULANGAN
Penanggulangan tindak pidana pencucian uang
tersebut dengan dibentuk suatu lembaga yaitu
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi
Keuangan (PPATK) yang menurut pasal 1 ke-11
UU No.08 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana
Pencucian Uang adalah “Lembaga independen
yang dibentuk dalam rangka mencagah dan
memberantas Tindak Pidana Pencucian Uang”.
Dengan adanya PPATK yang bertugas dalam
melakukan pendeteksian dan pengawasan
adanya persangkaan tindak pidana pencucian
uang pada penyedia Jasa Keuangan yang ada di
Indonesia. Penyedia Jasa Keuangan dalam Pasal
1 uu tindak pencucian uang yaitu:
“setiap orang yang menyediakan jasa di bidang
keuangan atau jasa lainnya yang terkait dengan
keuangan termasuk tetapi tidak terbatas pada
bank, lembaga pembiayaan, perusahaan efwk,
pengelola reksa dana, kustodian, wali amanat,
lembaga penyimpanan dan penyelesaian,
perdagangan, valuta asing, dana pensiun,
perusahaan asuransi, dan kantor pos”.