PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA DALAM MENCEGAH PENYIMPANGAN PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA OLEH HASAN BISRI ANGGOTA PEMBINA UTAMA KEUANGAN NEGARA III BPK-RI.

Download Report

Transcript PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA DALAM MENCEGAH PENYIMPANGAN PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA OLEH HASAN BISRI ANGGOTA PEMBINA UTAMA KEUANGAN NEGARA III BPK-RI.

PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB
KEUANGAN NEGARA DALAM MENCEGAH PENYIMPANGAN
PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA
OLEH
HASAN BISRI
ANGGOTA PEMBINA UTAMA
KEUANGAN NEGARA III BPK-RI
GOVERNMENT FINANCIAL MANAGEMENT REFORM
PAKET PERUNDANG-UNDANGAN DI BIDANG
KEUANGAN NEGARA
UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2003
UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2004
UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2004
Ruang Lingkup Keuangan Negara
UU NO 31 TAHUN 1999
JO.
UU NO 20 TAHUN 2001
UU NO 17 TAHUN 2003
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan
dan mengedarkan uang, dan melakukan pinjaman;
Kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas
layanan umum pemerintahan negara dan membayar
tagihan pihak ketiga;
Penerimaan Negara;
Pengeluaran Negara;
Penerimaan Daerah;
Pengeluaran Daerah;
Kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola
sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat
berharga, piutang barang, serta hak-hak lain yang
dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang
dipisahkan pada perusahaan negara/perusahaan
daerah;
Kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah
dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan
dan/atau kepentingan umum;
Kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan
menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah.
Seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun,
yang dipisahkan atau yang tidak dipisahkan,
termasuk didalamnya segala bagian kekayaan
negara dan segala hak dan kewajiban yang timbul
karena:
1.
2.
dalam penguasaan, pengurusan, dan
pertanggungjawaban pejabat lembaga
Negara, baik di tingkat pusat maupun di
daerah;
berada dalam penguasaan, pengurusan, dan
pertanggungjawaban Badan Usaha Milik
Negara/Badan Usaha Milik Daerah, yayasan,
badan hukum, dan perusahaan yang
menyertakan modal negara, atau
perusahaan yang menyertakan modal pihak
ketiga berdasarkan perjanjian dengan
Negara.
PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA
Berdasarkan Pasal 3 Ayat (1) Undangundang Nomor 17 Tahun 2003, Keuangan
Negara harus dikelola secara tertib, taat pada
peraturan
perundang-undangan,
efisien,
ekonomis,
efektif,
transparan,
dan
bertanggung jawab dengan memperhatikan
rasa keadilan dan kepatutan. Pengelolaan
dimaksud mencakup keseluruhan kegiatan di
bidang keuangan negara yang meliputi
perencanaan,
penguasaan,
penggunaan,
pengawasan, dan pertanggungjawaban
PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA
Dalam rangka akuntabilitas pengelolaan keuangan negara, maka:
1.
Menteri/pimpinan
lembaga/gubernur/bupati/walikota
selaku
Pengguna
Anggaran/Pengguna Barang bertanggung jawab dari segi manfaat/hasil
(outcome) atas pelaksanaan kebijakan yang ditetapkan dalam Undang-undang
tentang APBN/Peraturan Daerah tentang APBD.
2.
Pimpinan unit organisasi kementrian negara/lembaga bertanggung jawab dari
segi barang dan/atau jasa yang disediakan (output) atas pelaksanaan
kegiatan yang ditetapkan dalam undang-undang tentang APBN, demikian pula
Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah bertanggung jawab atas pelaksanaan
kegiatan yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah tentang APBD.
Terdapat
sanksi
yang
berlaku
bagi
Menteri/Pimpinan
Lembaga/Gubernur/Bupati/Walikota, serta Pimpinan Unit Organisasi Kementrian
Negara/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah yang terbukti melakukan
penyimpangan kebijakan/kegiatan yang telah ditetapkan dalam UU
tentang APBN/Peraturan Daerah tentang APBD. Ketentuan sanksi tersebut
dimaksudkan sebagai upaya preventif dan represif, serta berfungsi sebagai
jaminan atas ditaatinya Undang-undang tentang APBN/Peraturan Daerah tentang
APBD yang bersangkutan.
KETENTUAN PIDANA, SANKSI ADMINISTRATIF, DAN GANTI RUGI
Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003
Pasal 34
Pasal 35
Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo. Undang-undang Nomor 20
Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Pasal 2
Pasal 3
Pasal 4
Pasal 12 A
Pasal 12 B
Pasal 12 C
Pasal 13
KERUGIAN NEGARA/DAERAH
Berdasarkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004,
kerugian negara/daerah adalah kekurangan uang, surat
berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya
sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik
sengaja maupun lalai.
Penyelesaian Kerugian Negara/Daerah
Diatur Dalam Pasal 59 Sampai Dengan Pasal 67
Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004
PEMERIKSAAN KEUANGAN NEGARA OLEH BADAN PEMERIKSA
KEUANGAN
Pasal 23 Ayat (5) UUD 1945
Pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan
negara dilaksanakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas
dan mandiri
Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha
Milik Negara Pasal 71 Ayat (2)
Badan Pemeriksa Keuangan berwenang melakukan pemeriksaan
terhadap BUMN sesuai dengan peraturan perundang-undangan
Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum
2005
tentang
Pasal 27 Ayat (8)
Laporan pertanggungjawaban keuangan BLU
diaudit oleh
pemeriksa ekstern sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan
Pasal 35 Ayat (2)
Pemeriksaan ekstern terhadap BLU dilaksanakan oleh pemeriksa
ekstern sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan
DEFINISI
Pemeriksaan adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi
yang dilakukan secara independen, objektif, dan profesional berdasarkan
standar pemeriksaan, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas,
dan keandalan informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab
keuangan negara
Pengelolaan Keuangan Negara adalah keseluruhan kegiatan pejabat
pengelola
keuangan
negara
sesuai
dengan
kedudukan
dan
kewenangannya,
yang
meliputi
perencanaan,
pelaksanaan,
pengawasan, dan pertanggungjawaban
Tanggung Jawab Keuangan Negara adalah kewajiban Pemerintah
untuk melaksanakan pengelolaan keuangan negara secara tertib, taat
pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, dan
transparan, dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan
RUANG LINGKUP PEMERIKSAAN
BPK diberi kewenangan untuk melakukan 3 (tiga) jenis pemeriksaan, yakni:
Pemeriksaan keuangan, adalah pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah pusat dan
pemerintah daerah. Pemeriksaan keuangan ini dilakukan oleh BPK dalam rangka memberikan
pernyataan opini tentang tingkat kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan
pemerintah.
Pemeriksaan kinerja, adalah pemeriksaan atas aspek ekonomi dan efisiensi, serta
pemeriksaan atas aspek efektivitas yang lazim dilakukan bagi kepentingan manajemen oleh
aparat pengawasan intern pemerintah. Pasal 23 E Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan BPK untuk melaksanakan pemeriksaan kinerja
pengelolaan keuangan negara. Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk mengidentifikasikan halhal yang perlu menjadi perhatian lembaga perwakilan. Adapun untuk pemerintah,
pemeriksaan kinerja dimaksudkan agar kegiatan yang dibiayai dengan keuangan
negara/daerah diselenggarakan secara ekonomis dan efisien, serta memenuhi sasarannya
secara efektif.
Pemeriksaan dengan tujuan tertentu, adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan
tujuan khusus, di luar pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan kinerja. Pemeriksaan dengan
tujuan tertentu meliputi antara lain pemeriksaan atas hal-hal lain di bidang keuangan,
pemeriksaan investigatif, dan pemeriksaan atas sistem pengendalian intern pemerintah.
STANDAR PEMERIKSAAN
Pelaksanaan pemeriksaan sebagaimana dimaksudkan di
atas didasarkan pada suatu standar pemeriksaan.
Standar dimaksud disusun oleh BPK dengan
mempertimbangkan standar di lingkungan profesi audit
secara internasional. Sebelum standar dimaksud
ditetapkan, BPK perlu mengkonsultasikannya dengan
pihak pemerintah serta dengan organisasi profesi di
bidang pemeriksaan. Saat ini standar pemeriksaan
dimaksud sedang dalam proses penyusunan (Standar
Pemeriksaan Keuangan Negara/SPKN), dan selama
SPKN tersebut belum secara resmi diberlakukan maka
dalam melakukan pemeriksaan digunakan Standar Audit
Pemerintahan (SAP) tahun 1995 sebagai standar audit
keuangan negara.
PELAKSANAAN PEMERIKSAAN
Dalam pelaksanaan tugas pemeriksaan, pemeriksa dapat:
1. meminta dokumen yang wajib disampaikan oleh pejabat atau pihak lain yang berkaitan
dengan pelaksanaan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
2. mengakses semua data yang disimpan di berbagai media, aset, lokasi, dan segala jenis
barang atau dokumen dalam penguasaan atau kendali dari entitas yang menjadi objek
pemeriksaan atau entitas lain yang dipandang perlu dalam pelaksanaan tugas
pemeriksaannya.
3. melakukan penyegelan tempat penyimpanan uang, barang, dan dokumen pengelolaan
keuangan negara. Penyegelan hanya dilakukan apabila pemeriksaan atas persediaan uang,
barang, dan/atau dokumen pengelolaan keuangan negara terpaksa ditunda karena sesuatu
hal. Penyegelan dilakukan untuk mengamankan uang, barang, dan/atau dokumen
pengelolaan keuangan negara dari kemungkinan usaha pemalsuan, perubahan,
pemusnahan, atau penggantian pada saat pemeriksaan berlangsung.
4. meminta keterangan kepada seseorang. Dalam rangka meminta keterangan, BPK dapat
melakukan pemanggilan kepada seseorang. Permintaan keterangan dilakukan oleh
pemeriksa untuk memperoleh, melengkapi, dan/atau meyakini informasi yang dibutuhkan
dalam kaitan dengan pemeriksa. Yang dimaksud dengan seseorang adalah perseorangan
atau badan hukum.
5. memotret, merekam dan/atau mengambil sampel sebagai alat bantu pemeriksaan.
Kegiatan pemotretan, perekaman, dan/atau pengambilan sampel (contoh) fisik obyek yang
dilakukan oleh pemeriksa bertujuan untuk memperkuat dan/atau melengkapi informasi
yang berkaitan dengan pemeriksaan.
6. melaksanakan pemeriksaan investigatif guna mengungkap adanya indikasi kerugian
negara/daerah dan/atau unsur pidana. Apabila dalam pemeriksaan ditemukan unsur pidana,
BPK segera melaporkan hal tersebut kepada instansi yang berwenang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
HASIL PEMERIKSAAN
Selain disampaikan kepada lembaga perwakilan, laporan hasil pemeriksaan
juga disampaikan oleh BPK kepada pemerintah. Dalam hal laporan hasil
pemeriksaan keuangan, hasil pemeriksaan BPK digunakan oleh pemerintah
untuk melakukan koreksi dan penyesuaian yang diperlukan, sehingga
laporan keuangan yang telah diperiksa (audited financial statements)
memuat koreksi dimaksud sebelum disampaikan kepada DPR/DPRD.
Apabila pemeriksa menemukan unsur pidana, Undang-Undang 15 Tahun
2004 mewajibkan BPK melaporkannya kepada instansi yang
berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan
Dalam rangka transparansi dan peningkatan partisipasi publik, UndangUndang 15 Tahun 2004 menetapkan bahwa setiap laporan hasil
pemeriksaan yang sudah disampaikan kepada lembaga perwakilan
dinyatakan terbuka untuk umum (tidak termasuk laporan yang
memuat rahasia negara yang diatur dalam peraturan perundangundangan)
TINDAK LANJUT HASIL PEMERIKSAAN
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 mengamanatkan kepada
setiap orang yang diserahi tugas untuk mengelola keuangan
negara (pejabat) untuk menindaklanjuti rekomendasi BPK
dan wajib memberikan jawaban atau penjelasan kepada BPK
tentang tindak lanjut atas rekomendasi dalam laporan hasil
pemeriksaan selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari
setelah laporan hasil pemeriksaan diterima. Sehubungan dengan
itu, BPK perlu memantau dan menginformasikan hasil pemantauan
atas tindak lanjut tersebut kepada DPR/DPD/DPRD. Kepada
pejabat yang tidak melaksanakan kewajibannya untuk
menindaklanjuti rekomendasi dalam LHP BPK dapat dikenai
sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang kepegawaian dan juga dapat
dikenakan sanksi pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6
(enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah).
KEBEBASAN DAN KEMADIRIAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN
Dalam rangka menciptakan kebebasan dan kemandirian sebagaimana yang diamanatkan UndangUndang Dasar 1945, BPK telah mengajukan Rancangan Undang-Undang sebagai amandemen
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1973 kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah,
terutama menyangkut hal-hal berikut:
Kemandirian dan kebebasan dalam hal memilih dan memberhentikan Ketua, Wakil
Ketua, dan para Anggota BPK
Kemandirian dan kebebasan dalam menyusun struktur organisasi sesuai dengan
kebutuhan
tidak lagi dibatasi oleh aturan yang dibuat oleh Kementerian
Pendayagunaan Aparatur Negara (MenPAN)
Kemandirian dan kebebasan dalam mengatur dan mengelola sumber daya manusia
yang dimiliki, dalam hal:
1. Kode Etik
2. Menambah, mengurangi, menggunakan, mendidik dan mengorganisasikan
personel-personel yang dimiliki
3. Menentukan kualifikasi dan tingkat posisi serta rentang penggajian
4. Perlindungan hukum terhadap tenaga-tenaga pemeriksa yang dimiliki
Kemandirian dalam pemeriksaan
Kemandirian dalam anggaran
BENTUK-BENTUK KORUPSI, FAKTOR
PEMBERANTASAN DAN HAMBATANNYA
PENYEBAB,
AKIBAT,
Bentuk – Bentuk Korupsi
1. Penyalahgunaan wewenang
2. Pembayaran fiktif
3. Kolusi/persekongkolan
4. Biaya perjalanan dinas fiktif
5. Suap/uang pelicin
6. Pengutan tidak resmi
7. Penyalahgunaan fasilitas/inventaris kantor
8. Imbalan tidak resmi
9. Pemberian fasilitas secara tidak adil
10. Bekerja tidak sesuai ketentuan dan prosedur
11. Tidak disiplin waktu
12. Komisi atas transaksi jual beli yang tidak disetor ke Kas Negara
13. Menunda / memperlambat pembayaran
14. Pengumpulan dana taktis
15. Penyalahgunaan anggaran
16. Menerima hadiah, sumbangan/hibahberkaitan dengan tugas/jabatan
17. Mark up harga beli/menurunkan harga jual
18. Merubah dan memanfaatkan kelemahan sistem teknologi informasi
19. Menurunkan kualitas/spesifikasi teknis/mengurangi volume
20. Pertanggungjawaban tidak sesuai dengan realisasi.
UPAYA
Faktor Penyebab Terjadinya Korupsi
1. Tanggungjawab profesi, moral dan sosial yang rendah
2. Sanksi yang lemah penerapan hukum yang tidak konsisten dari Institusi penegak
hukum, institusi pemeriksa yang tidak bersih/independen.
3. Rendahnya disiplin/kepatuhan terhadap peraturan
4. Kehidupan yang konsumtif, boros dan serakah (untuk memperkaya diri)
5. Lemahnya
pengawasan
berjenjang
(internal)
dalam
pelaksanaan
tugas/pekerjaan
6. Kurangnya keteladanan dari atasan/pimpinan
7. Hilangnya rasa malu ber KKN
8. Wewenang yang besar tidak diikuti evaluasi laporan kinerja
9. Kesempatan yang terbuka
10. Lemahnya pengawasan Eksternal
11. Belum efektifnya pengawasan masyarakat lembaga legislative.
12. Peraturan tidak jelas
13. Budaya memberi upeti/tips
14. Pengaruh lingkungan sosial
15. Penghasilan yang rendah dibandingkan dengan kebutuhan hidup yang layak
16. Sikap permisif/serba membolehkan dalam masyarakat, dan sungkan untuk
saling mengingatkan.
17. Rendahnya kepedulian terhadap kehidupan masyarakat
18. Lemah penghayatan dan pengamalan agama.
Akibat yang Ditimbulkan
1. Merusak mental aparat/masyarakat (budaya instan)
2. Menurunkan/menghilangkan kepercayaan, citra dan
martabat
3. Ekonomi biaya tinggi, investasi rendah, laporan
kerja/usaha rendah
4. Hasil pembangunan tidak dinikmati sebagian besar
masyarakat, sebaliknya lebih banyak untuk penguasa
yang akhirnya akan menimbulkan kesenjangan sosial
5. Kualitas prestasi kerja/kinerja aparat rendah
6. Output tidak optimal/tidak dapat dimanfaatkan tepat
waktu/tepat standar
7. Peraturan/prosedur tidak dapat ditegakan
8. Kekuasaan dan kewenangan berkuasa melalui uang
Upaya Memberantas KKN
1. Meninjau/menyempurnakan pendapat peraturan, perundang-undangan
disegala bidang
2. Penegakan hukum yang tegas dan konsisten dengan sanksi berat kepada
pelaku korupsi
3. Meningkatkan komitmen, konsisten dengan sanksi berat kepada pelaku
korupsi
4. Menata kembali organisasi, memperjelas/mempertegas visi, misi, tugas
dan fungsi yang diemban oleh setiap instansi
5. Menyempurnakan sistem Ketatalaksanaan meliputi : perumusan
kebijakan, perencanaan penganggaran, pelaksanaan, pelaporan dan
evaluasipertanggungjawaban kinerja serta kualitas pelayanan masyarakat.
6. Memperbaiki manajemen Kepegawaian (penerimaan, penempatan,
pengembangan, kesejahteraan, jaminan hari tua)
7. Mengembangkan budaya kerja/tertib/malu melakukan KKN
8. Melakukan evaluasi Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
(LAKIP)
9. Meningkatkan efektifitas pelaksanaan sistem Pengendalian Manajemen,
Pengawasan fungsional/berjenjang dan memperdayakan pengawasan
masyarakat.
10. Meningkatkan transparansi, Akuntabilitas dan Pelayanan Prima.
Hambatan Utama Pemberantasan Korupsi
Aspek Struktural
1.
2.
3.
4.
Lemahnya koordinasi
Ego Sektoral / Instansional
Lemahnya pelaksanaan SPI
Belum efektifnya pelaksanaan TLHP
Aspek Kultural
Kurangnya komitmen, konsistensi, kompetensi
dan professional SDM
Aspek Instrumental
Masih adanya peraturan perundang-undangan
dan kebijakan yang belum mendukung upaya
pemberantasan KKN
Aspek Manajemen
1. Kualitas
kepemimpinan
yang
kurang
komitmen, konsisten dan tegas
2. Kurang dukungan teknologi informasi.