TEORI SASTRA MATERI POKOK  Pengertian Sastra Jawa Kuna Sastra JawaTengahan Sastra Jawa Islam Sastra Jawa Baru Sastra Jawa Modern  Pengertian sastra bersifat kontekstual  Sastra klasik  Sastra modern.

Download Report

Transcript TEORI SASTRA MATERI POKOK  Pengertian Sastra Jawa Kuna Sastra JawaTengahan Sastra Jawa Islam Sastra Jawa Baru Sastra Jawa Modern  Pengertian sastra bersifat kontekstual  Sastra klasik  Sastra modern.

TEORI SASTRA
MATERI POKOK
 Pengertian
Sastra Jawa Kuna
Sastra JawaTengahan
Sastra Jawa Islam
Sastra Jawa Baru
Sastra Jawa Modern
 Pengertian sastra
bersifat kontekstual
 Sastra klasik
 Sastra modern
MATERI POKOK
 Konvensi sastra Jawa Tradisionall dan Modern
 Bentuk dan jenis karya sastra Jawa
 Pperkembangan sastra Jawa
 TEORI SASTRA
 Pengertian istilah istilah dalam sastra
 Karya sastra sebagai karya seni
 Ilmu sastra
 Pengetahuan sastra
SASTRA
 Teori Sastra
 Ilmu Sastra
 Sejarah Sastra
 Kritik Sastra
TIGA BIDANG ILMU SASTRA
 Teori sastra: mempelajari teori sastra,
meliputi latar belakang sastra, istilah, konsep,
prinsip dasar umum, gatya, komposisi, genre,
pendekatan, dsb
 Sejarah
Sastra:
Mempelajari
penyusunan
perkembangan sastra dari awal hingga yang
terakhir, mencakup sejarah lahirnya karya
sastra,
jenis
jenis
sastra,
perkembanganpemikiran
manusia
yang
mengemuka dalam karya sastra, perkembangan
aliran aliran dalam sastra, dsb
 Kritis Sastra: Pembicaraan karya sastra berupa
kajian, tinjauan, analisis, penelitian maupun
apresiasi sastra yang membutuhkan teori sastra
agar kritik yang dihasilkannya bersifat ilmiah
KARYA SASTAR SEBAGAI
DUNIA REKAAN
 Karya sastra sebagai struktur dunia rekaan
 Realitas dalam karya sastra adalah realitas rekaan
yang tidak sama dengan dengan realitias dunia
nyata, karena sudah ada campur tangan pengarang
sehingga kebenaran yang dimaksud adalah
kebenaran menurut idealnya pengarang
 Sebagai pencerminan kehidupan tidak berarti karya
sastra merupakan gambaran tentang kehidupan
tetapi merupakan pendapat pengarang tentang
keseluruhan kehidupan
 Karya sastra meskipun bersifat rekaan tetapi tetap
mengacu pada realitas dalam dunia nyata
FUNGSI KARYA SASTRA
 Dulce : menyenangkan
 Utile: berguna
KEINDAHAN DALAM KARYA SASTRA
 Keutuhan
 Keselatasan
 kejelasan
GENRE SASTRA
 Aristoteles
 Epik
 Lirik
 Drama
PERKEMBANGAN GENRE SASTRA
 Prosa, karangan bebas
 Puisi , ada emosi, pemikiran(ide) dan struktur
bentuk
 Drama, berasal dari bahasa Yunani draomai
yang berarti berbuat. Pertunjukan cerita atau
lakon kehidupan manusia yang dipentaskan.
JENIS DRAMA
 Tragedi: drama yang bercerita tentang kesedihan
 Kpmedi: drama jenaka beisi sindiran atau kritik
 Tragedi komedi: drama yang bercerita tentang





kesedihan sekaligus bersifat jenaka
Opera: drama yang cakapannya berupa nyanyian
Operet: drama sejenis opera yang lebih pendek
Tableau: drama tanpa kata kata, pelaku hanya
mengandalkan gerak patah patah
Minikata: drama dengan cakapan sinkat yang
mengandalkan gerak teatrikal
Lawakan: drama yang sepenuhnya berisi humor,
sehingga isi cerit tidak penting
PROSA REKAAN
 Merupakan kisahan atau cerita yang
diemban oleh pelaku pelaku tertentu
dengan peranan, latar atau tahapandan
rangkaian cerita tertentu yang bertolak
dari hasil imajinasi pengarang
sehingga terjalin suatu cerita
BENTUK KOMUNIKASI PROSA
REKAAN
 Prosa rekaan adalah salah satu bentuk
komunikasi. Sastrawan ingin menyampaikan
pikiran, perasaan dan keinginannya kepada
pembaca. Dalam karya sastra sastrawan
mengemukakan pikirannya dan perasaannya
kepada pembaca lewat pencerita. Pencerita
inilah yang bercerita tentang tokoh tokoh,
peristiwa, tempat dan hal lain yang ada di
dalam karya sastra kepad pembaca atau
pendengar
BENTUK PROSA REKAAN
 Prosa lama:
 Dongeng
 Mitos
 Legenda
 Parwa

 Prosa Modern
 Roman
 Novel, cerpen
UNSUR INTRINSIK PROSA REKAAN
 Tokoh: pelaku yang mengemban peristiwa
dalam cerita sehingga menjalin suatu cerita
 Penokohan: cara sastrawan menampilkan tokoh
 Perwatakan: pemberian watak pada tokoh
TOKOH DILIHAT DARI PERANAN
 Dari peranan dan keterlibatan:
 Tokoh utama
 Tokoh tambahan
 Dari perkembangan kepribadian tokoh
 Tokoh dinamis
 Tokoh statis
TOKOH DINAMISDAN STATIS
 Tokoh dinamis:Tokoh yang kepribadiannya
selalu berkembang
 Tokoh statis: tokoh yang mempunyai
kepribadian tetap
TOKOH DARI WATAKNYA
 Dibedakan tokoh protagonis dan antagonis
 Tokoh protagonis: tokoh yang wataknya disukai
pembaca
 Tokoh antagonis: tokoh yang wataknya dibenci
pembaca
Cara memahami watak tokoh
 Melalui tuturan pengarang terhadap karakteristik







pelakunya
Gambaran yang diberikan pengarang lewat
gambaran lingkungan kehidupannya tau cara
berpakaian
Menunjukkan bagaimana perilakunya
Melihat bagaimana tokoh itu berbicara tentang
dirinya sendiri,
Melihat bagaimana bagaimana tokoh lain berbicara
tentangnya
Melihat tokoh lain berbincang dengannya
Melihat bagaimana tokoh tokoh yang lain memberi
reaksi terhadapnya
Melihat bagaimana tokoh itu dalam mereaksi tokoh
lain
Unsur Intrinsik
Tema
 Hakekat Tema
-Tema merupakan dasar cerita, gagasan dasar
umum sebuah karya.
- Tema adalah makna sebuah cerita yang secara
sederhana (Stanton dalam Nurgiyantoro, 1998: 70).
 Tema Mengangkat Masalah Kehidupan
- Hal-hal dalam kehidupan yang sering diangkat
sebagai tema misalnya, hal yang berkaitan dengan
cinta, rindu, cemas, takut, maut, religius, nafsu, dll.
 Tema dan Unsur Cerita yang Lain
- Tema akan menjadi makna cerita jika ada dalam
keterkaitannya dengan unsur-unsur lain, yaitu
tokoh dan penokohan, plot dan pemplotan, latar
dan pelataran, serta cerita.
 Penggolongan Tema
1. Tema Tradisional dan Nontradisional
Merupakan tema yang menunjuk pada tema yang
hanya “itu-itu” saja, dalam arti ia telah lama
digunakan dan dapat ditemukan di dalam berbagai
cerita, termasuk cerita lama.
Misal:
kebenaran dan keadilan mengalahkan
kejahatan, tindak kejahatan akan terlihat walaupun
ditutup-tutupi, becik ketitik ala ketara, cinta sejati
menuntut pengorbanan, kawan sejati adalah kawan
di saat duka, dll.
2. Tingkatan Tema Menurut Shipley
a. Tema tingkat fisik, yaitu manusia sebagai (atau:
dalam tingkat kejiwaan molekul, man as
molecul.
b. Tema tingkat organik, yaitu manusia sebagai
(atau: dalam tingkat kejiwaan) plotoplasma,
man as protoplasm.
c. Tema tingkat sosial, yaitu manusia sebagai
makluk sosial, man as sicious.
d. Tema tingkat egoik, yaitu manusia sebagai
individu, mas as individualism.
e. Tema tingkat divine, yaitu manusia sebagai
makluk tingkat tinggi yang belum tentu setiap
orang mengalami dan atau mencapainya.
3. Tema Utama dan Tema Tambahan
a. Tema pokok/tema mayor, yaitu makna pokok
cerita yang menjadi dasar atau gagasan dasar
umum karya itu.
b.Tema tambahan/tema minor, yaitu makna yang
hanya terdapat pada bagian-bagian tertentu
cerita.
 Penafsiran Tema
a. Dengan mempertimbangkan tiap detil cerita yang
menonjol.
b. Tidak bersifat bertentangan dengan tiap detil
cerita.
c. Tidak mendasarkan diri pada bukti-bukti yang
tidak dinyatakan baik secara langsung maupun
idak langsung dalam karya yang bersangkutan.
d. Mendasarkan diri pada bukti-bukti yang secara
langsung ada dan atau yang disarankan dalam
cerita,
Cerita
 Hakikat Cerita
- Sebuah narasi berbagai kejadian yan sengaja
disusun berdasarkan urutan waktu (Forster
dalam Nurgiyantoro, 1998: 91).
- Sebuah urutan kejadian yang sederhana
dalam urutan waktu (Abrams dalam
Nurgiyantoro, 1998: 91).
- Peristiwa-peristiwa yang terjadi berdasarkan
urutan waktu yang disajikan dalam sebuah
karya fiksi (Kenny Nurgiyantoro, 1998: 91).
 Cerita dan Plot
- Cerita dan plot sama-sama mendasarkan diri
dalam rangkaian peristiwa, namun tututan plot
bersifat lebih kompleks daripada cerita.
- Untuk membedakan dapat dilakukan dengan
beberapa pertanyaan.
Cerita:
1. Bagaimana seterusnya?
2. Bagaimana kelanjutannya?
Plot:
1. Mengapa demikian?
2. Mengapa peristiwa itu dapat terjadi?
3. Apa hubungan antara peristiwa ini dan itu?
 Cerita dan Pokok Permasalahan
- Isi cerita adalah sesuatu yang dikisahkan
dalam sebuah karya fiksi.
- Permasalahan merupakan sesuatu yang diacu
atau berkaitan dengan isi cerita. Pemilihan
pokok permasalahan cerita fiksi biasanya ada
kaitannya dengan pemilihan tema.
 Cerita dan Fakta
- Cerita merupakan karangan yang berisi halhal yang dikhayalkan (fiction).
- Fakta merupakan karangan yang memuat halhal yang nyata-ada-terjadi.
Pemplotan
1. Hakikat Plot dan Pemplotan
- Plot merupakan apa yang dilakukan oleh
tokoh dan peristiwa apa yang terjadi dan
dialami tokoh (Kenny dalam Nurgiyantoro,
1998: 75).
- Plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian,
namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan
sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan
atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang
lain (Stanton dalam Nurgiyantoro, 1998: 113)
-
Pemplotan adalah pengembangan plot.
Pemplotan merupakan pengolahan dan
penyiasatan plot agar dapat menarik yang
bersangkutan dengan karya fiksi secara
keseluruhan.
2. Peristiwa, Konflik, dan Klimaks
Peristiwa, konflik, dan klimaks merupakan tiga
unsur
yang
amat
esensial
dalam
pengembangan sebuah plot cerita. Eksistensi
sebuah plot sangat ditentukan oleh peristiwa,
konflik, dan klimaks.
a. Peristiwa
Peristiwa adalah peralihan dari satu keadaan ke
keadaan yang lain (Luxemburg dkk dalam
Nurgiyantoro, 1998: 117).
1. Peristiwa
Fungsional: peristiwa-peristiwa yang
menentukan
dan
atau
mempengaruhi
perkembangan plot.
2. Peristiwa Kaitan: peristiwa-peristiwa yang berfungsi
mengaitkan peristiwa-peristiwa penting dalam
pengurutan penyajian cerita (atau: secara plot).
3. Peristiwa Acuan: peristiwa yang tidak secara
langsung berpengaruh dan atau berhubungan
dengan perkembangan plot, melainkan mengacu
pada unsur-unsur lain, misalnya berhubungan
dengan masalah perwatakan atau suasana yang
melingkupi batin seorang tokoh.
b. Konflik
- Konflik merupakan sesuatu yang bersifat tidak
menyenangkan yang terjadi dan atau dialami
oleh tokoh cerita, jika tokoh itu memiliki
kebebasan untuk memilih, mereka tidak akan
memilih peristiwa itu menimpa dirinya
(Fitzgerald dalam Nurgiyantoro, 1998: 122).
- Konflik adalah suatu yang dramatik, mengacu
pada pertarungan antara dua kekuatan yang
seimbang dan menyiratkan adanya aksi dan
aksi balasan (Wellek dan Warren dalam
Nurgiyantoro, 1998: 122).
 Bentuk Konflik
1. Konflik ekternal: konflik yang terjadi antara
seorang tokoh dengan sesuatu yang diluar
dirinya, mungkin dengan lingkungan manusia.
- Konflik Fisik (konflik elemental): konflik yang
disebabkan adanya perbenturan antara tokoh
dengan lingkungan alam.
Misal: konflik dan atau permasalahan yang
dialami seseorang tokoh akibat adanya banjir
besar.kemarau panjang, gunung meletus, dll.
- Konflik sosial: konflik yang disebabkan oleh
adanya kontak sosial antar manusia, atau
masalah-masalah yang muncul akibat adanya
hubungan antar manusia.
Misal:
masalah
perburuhan,
penindasan,
percekcokan, peperangan,dll
2. Konflik Internal (konflik kejiwaan): konflik
yang terjadi dalam hati, jiwa seorang tokoh
(tokoh-tokoh) cerita. Konflik ini adalah konflik
yang dialami dengan dirinya sendiri, ia lebih
merupakan permasalahan intern seorang
manusia.
Misal: terjadinya pertentangan antara dua
keinginan, keyakinan, pilihan yang berbeda,
harapan-harapan, dll.
c. Klimaks: saat konflik telah mencapai tingkat
intensitas tertinggi, dan saat (hal) itu
merupkan sesuatu yang tidak dapat dihindari
kejadiannya (Stanton dalam Nurgiyantoro,
1998: 126).
Sebuah konflik akan menjadi klimaks atau
tidak (diselesaikan atau tidak), dalam banyak
hal akan dipengaruhi oleh sikap, kemauan
(barangkali juga:kemampuan), dan tujuan
pokok pengarang dalam membangun konflik
sesuai dengan tuntutan dan koherensi cerita.
3. Kaidah Pemplotan
a. Plausibilitas (plausibility): sesuatu hal yang
dapat dipercaya sesuai dengan logika cerita.
b. Rasa
ingin tahu (suspense): adanya
perasaan semacam kurang pasti terhadap
peristiwa-peristiwa
yang
akan
terjadi,
khususnya yang menimpa tokoh yang diberi
rasa
simpati
oleh
pembaca
(Abrams
Nurgiyantoro, 1998: 134).
Sebuah cerita yang yang baik pasti memiliki
kadar suspense (membangkitkan rasa ingin
tahu) yang tinggi di hati pembaca.
Salah satu cara untuk membangkitkan
suspense sebuah cerita adalah dengan
menampilkan
apa
yang
disebut
foreshadowing.
• Foreshadowing:
penampilan
peristiwaperistiwa tertentu yang bersifat mendahului,
namun biasanya ditampilkan secara tidak
langsung terhadap peristiwa-peristiwa penting
yang akan dikemukakan kemudian.
c. Kejutan (Surprise):
STRUKTUR PUISI
 1. Bunyi
 Fungsi: memperdalam ucapan, menimbulkan
rasa, menimbulkan bayangan angan,
menimbulkan suasana yang khusus
 Jenis bunyi
 Bnyi bunyi konsonan bersuara (b, d, g, j
 Bunyi liquida: r,l
 Bunyi sengau: m,n,ng,ny
BUNYI
 Bunyi vokal (asonansi) : a, e, I, o, u
 Kombinasi bunyi
merdu disebut Efoni, bunyi
asonansi, bunyi konsonan bersuara, bunyi
liquida dan bunyi sengau
 Kombinasi bunyi
yang tidak merdu disebut
kakofoni misalnya pada bunyi konsonan tidak
bersuara (k,p,t,s)
Struktur Puisi
 2. Irama rhytm (Ing), rhythme (Pr)
 Merupakan pergantian turun naik, panjang
pendek, keras lembut ucapan bunyi bahasa
dengan teratur
 Jenis irama: metrum dan ritme
 Metrum: irama yang tetap pergantiannya tetap
menurut pola tertentu. Hal itu disebabkan oleh
jumlah suku kata yang sudah tetap dan
tekanannya yang sudah tetap, pergantiannya
tetap menurut pola tertentu
RITME
Adalah irama yang disebabkan pertentangan dan
pergantian bunyi, tinggi rendah secara teratur,
tetapi tidak merupakan jumlah suku kata yang tetap
melainkan henya menjadi gema dendang sukma
penyair
KATA
 Satuan arti yang menentukan struktur formal
linguistik karya sastra adalah kata.
 Denotasi adalah sebuah kata yang menunjuk
benda/hal yang diberi nama denga kata itu,
disebutkan/diceritakan.
Jadi
satu
kata
menunjuk pada satu hal saja seperti pada
bahasa ilmiah.
 Konotasi adalah kata yang bermakna
luas, tidak hanya berarti makna yang
ditunjuk, tetapi terdapat arti tambahan
yang ditimbulkan dari asosiasi-asosiasi
yang keluar dari denotasinya.
 Bahasa Kiasan, yaitu digunakan untuk
mengiaskan/ menyamarkan sesuatu hal
dengan hal lain supaya gambaran
menjadi jelas, lebih menarik, dan hidup.
Macam Bahasa Kiasan
 Perbandingan
 Metafora
 Perumpamaan epos
 Personifikasi
 Metonimi
 Sinekdoki
 alegori
Perbandingan, simile
 Bahasa kiasan yang menyamakan satu hal
dengn hal lain dengan mempergunakan kata
kata penghubung dengan kata kata
pembanding seperti bagai, sebagai,bak,
seperti,semisal, seumpama, laksana,
 Metafora
 Bahasa kiasan seperti perbandingan yang tidak
memakai kata pembanding, karena melihat
sesuatu dengan perantara benda yang lain
Perumpamaan Epos
 Perbaningan yang dilanjutkan atau
diperpanjang, yaitu dibentuk dengan cara
melanjutkan sifat sifat pembandingnyalebih
lanjut dalam kalimat kalimat atau frasa yang
berturut turut.
 Alegori
 Cerita kiasan atau lukisan kiasan, kiasan ini
mengiaskan cerita lain atau kejadian lain.
Personifikasi
 Mempersamakan benda dengan manusia, benda
benda mati dibuat seperti manusia yang apat
bebuatdan berpikir.
 Metonimia
 Kiasan pengganti nama rhubungan
dengannyauntuk menggunakan obyek
tersebut.sebuah atribut sebuah obyek atau
penggunaan sesuatu yang sangat dekat b
Pencitraan
 Citra penglihatan: citraan yang timbul karena
penglihatan
 Citra pendengaran: citraan yang ditimbulkan
oleh pendengaran
Ketatabahasaan
 Pemendekan kata
 Penhilanganimbuhan
 Penyimpangan unsur sintaksis
 Penghapusan tanda baca
 Pemutusan kata
Pemendekan kata
 Kalau sampai waktuku
 ‘ku mau tak seorang–kan merayu
 Orang ngomong anjing nggonggong
Penyimpangan Struktur Sintaksis
 Dihitam matamu kembang mawar dan melati
Penghapusan tanda baca
 Rasa dari segala risau sepi dari segala nabi tanya
 Dari segala nyata sebab dari segala abad sungsang
 Dari segala sampai duri dari segala rindu luka dari
Pemutusan Kata
 Siapa dapat kembalikan sia
pada
mula
sia
pa
da
pa
sia
tinggal?
KAKAWIN
Praharsini
akweh gostinira tangeha yan wiwaksan
lesyapatti rasa padhakêkês wilasa
lawan tocapaning upaya sampun arpat
ndah mangke ta sira têkerikang parana
Arjunawiwaha Z XVII.1
1) Sajak
di
atas
disebut
“kakawin”,
nama
metrumnya “Praharsini”,
2) Jumlah baris 4 sebait
3) Jumlah suku kata tiap baris 13 dan keempat
baris sama jumlah suku katanya
4) Penggubahan kakawin terikat oleh suku kata
yang diucapkan panjang dan pendek
5) Dalam
istilah
ilmu
sastra
bunyi
panjang
disebut guru (berat) dan bunyi pendek disebut
(ringan)
6) Dalam sistim tulis digunakan tanda – untuk bunyi
panjang (guru, berat) dan tanda ◡ untuk bunyi
pendek (lagu, ringan),
7) Tiap baris mempunyai aturan panjang pendek
tertentu dan ajeg, disebut “metrum”,
8) Metrum pada kakawin di atas dapat dirumuskan
sebagai berikut: ggg lll glg l/g
9) Tanda – digunakan bagi bunyi suku kata yang
bervokal o, e, au, ai, a, i, u dan bunyi suku kata
mati.
10) Tanda ◡ digunakan bagi bunyi suku kata yang
bervokal a, i, dan u.
Contoh kakawin:
1. Kakawin 7 suku kata tiap baris:
Kumaralalita
Metrum: lgl llg g/l
nda tan turidaa ngwang
apan tuhu mapunggung
kêdö manutakên kung
kumara lalitaswi
Wŗttasancaya b. 18
2. Kakawin 8 suku kata tiap baris:
Widyutmala
3. Kakawin 9 suku kata tiap baris:
Halamuki
4. Kakawin 10 suku kata tiap baris:
Twaritagati
5. Kakawin 11 suku kata tiap baris:
Bhramarawilasita
6. Kakawin 12 suku kata tiap baris:
Kusumawicitra
7. Kakawin 13 suku kata tiap baris:
Mattamayura
8. Kakawin 14 suku kata tiap baris:
Basantatilaka
9. Kakawin 15 suku kata tiap baris:
Malini
10. Kakawin 16 suku kata tiap baris:
Girisa
11. Kakawin 17 suku kata tiap baris:
Sikharini
12. Kakawin 18 suku kata tiap baris:
Mŗdukumala
13. Kakawin 19 suku kata tiap baris:
Sardulawikridita
14. Kakawin 20 suku kata tiap baris:
Suwadana
15. Kakawin 21 suku kata tiap baris:
Kusumawilasita
16. Kakawin 22 suku kata tiap[ baris:
Kilayu anêdhêng
17. Kakawin 23 suku kata tiap[ baris:
Aswalalita
KIDUNG
1. Pangkur
Mar syuh twsira sang natha,
I 8-a
sampuniranggangsal asêmu tangis,
II 11- i
adhuh kaki putuningsun,
III 8 - u
amlasakên pa sira,
IV 7 - a
utusan mangke kita patulakasru,
V 12 - u
maturanging apa tan asih,
VI 9 - i
mong kahidhêpeng kami,
VII 7 – I
Kidung Ranggalawe-P II. 20
a) Puisi di atas disebut “kidung”, namanya Pangkur.
b) Jumlah baris (gatra) 7,
c) Jumlah suku kata: baris I=8, II=11, III=8, IV=7,
V=12, VI-9, VII=7
d) Bunyi vokal pada akhir baris: I=a, II=I, III=u, IV=a,
V=u, VI=I, VII=I
2. Durma
3. Sinom
4. Pamijil
5. Wukir
TEMBANG GEDHE
Citrarini
Lir sadpadengsun tumiling angulati,
Puspita ingkang medem endah kang warni,
Mider ing taman anom sekar warsiki,
Kumenyuting tyas baya ta jatukrama.
sekar Ageng-R.Tedjohadisumarto
1) Puisi di atas disebut “tembang gedhe” namanya
“Citrarini”,
2) Jumlah baris 4,
3) Jumlah suku kata tiap baris 12, disebut lampah
12,
4) Puisi empat baris tersebut dinamai “tembang
sapada” atau puisi sebait.
5) Mengingat sebait jumlah barisnya empat, maka
bisa disebut syair empat baris sebait atau “gita
catur gatra sebait”
 Contoh tembang gedhe:
1. Tembang gedhe lampah 5
Rerantang
Dhuh babo sira,
ywa walangdriya,
sedya bawa ing,
tembang rerantang.
2. Tembang gedhe lanpah 6
Liwung
Kari siji nanging,
nora miyatani,
Suyodana ing prang,
sirarya Nakula.
3. Tembang gedhe lanpah 7: Kumaralalita, Sundari
4. Tembang gedhe lanpah 8: Patralalita
5. Tembang gedhe lanpah 9: Maddayanti
6. Tembang gedhe lanpah 10: Saragati, Rukmarata,
Tebu sauyun
7. Tembang gedhe lanpah 11: Bramarawilasita,
Lebdajiwa
8. Tembang gedhe lanpah 12: Citrakusuma,
Citramengeng, Citrarini, Jiwaretna
9. Tembang gedhe lanpah 13: Kusumastuti,
Madubrangta, Patrajuwita, Puspanjana,
Puspanjali
10. Tembang gedhe lanpah 14: Basanta,
Langenasmara
11. Tembang gedhe lanpah 15: Kumudasmara,
Langenkusuma, Pamularsih
12. Tembang gedhe lanpah 16: Candraasmara,
Mintajiwa, Raraturida, Candrakusuma
13. Tembang gedhe lanpah 17: Bangsapatra,
Pusparukmi
14. Tembang gedhe lanpah 18: Tepikawuri
15. Tembang gedhe lanpah 22: Kilayunedheng
TEMBANG TENGAHAN
 ISTILAH “Tembang Tengahan” muncul sebagai
imbangan
istilah
“Tembang
Gedhe”
dan
“Tembang Macapat”.
 Tembang tengahan sering disebut Tembang
dhagel atau Tembang tanggung.
 Guru
wilangan
Tembang
tengahan
meniru
bentuk kidung
 Fungsi seni suara Tembang tengahan mengikuti
kakawin atau Tembang gedhe
1) Tembang tengahan terikat jumlah baris tiap
bait, yaitu guru gatra
2) Tembang tengahan terikat oleh jumlah suku
kata tiap baris, yaitu guru wilangan
3) Tembang tengahan diikat oleh bunyi vokal
pada akhir baris, aitu guru lagu/dhong dhing
 Contoh Tembang tengahan
1. Wirangrong
2. Pranasmara
3. Jurudemung
4. Kuswarini
5. Palugon
6. Pangajapsih
TEMBANG MACAPAT
 Tembang Macapat juga disebut “Tembang cilik”
atau “Sekar alit”.
 Tembang macapat sama atau hampir sama
dengan bentuk kidung.
 Tembang macapat terikat oleh:
1. Jumlah baris tiap bait dan jumlah suku kata
tiap baris mempunyai aturan tertentu.
2. Jumlah baris tiap bait disebut guru gatra,
jumlah suku kata tiap baris disebut guru
wilangan.
3. Bunyi vokal pada setap akhir baris tertentu
pula. Bunyi vokal pada akhir baris disebut
dhong dhing atau guru lagu.
 Jenis Tembang Macapat:
1. Dhandhanggula
2. Sinom
3. Asmaradana
4. Pangkur
5. Mijil
6. Kinanthi
7. Gambuh
8. Megatruh
9. Pucung
10. maskumambang
Purwakanthi (Persajakan)
a.
Purwakanthi Guru Sastra (sastra
milir): persajakan pada bunyi
konsonan, maka bisa disebut
aliterasi.
 Contoh:
rinipteng puspita rineh,
rinuruh wosing ruwiya,
b.
Purwakanthi Guru Swara (asonansi):
persamaan bunyi pada bunyi vokal.
Contoh :
setya budya pangekese dur angkara
c. Purwakanthi Lumaksita (sajak berkait):
perkaitan bunyi yang memperindah
tembang.
contoh:
yen lumintu uga dadi laku,
laku agung kang kagungan narapati
patitis tetep ing kawruh,
meruhi marang kang momong,
 Sandiasma:
Sandisama
nama yang tersamar
terahasiakan dalam tembang.
 Contoh:
Raras ruming sarkaraniraris,
denta peksa mangapus pustaka,
Atbuteng tyas tan wrin ing reh,
mamprih amardi kayun,
dinuking don nir deya ugi,
kadayan darpa limpat,
rasikaning kidung,
Sumengka ngangka pujangga,
rasaning kang ukara kang pinarsudi,
karywa wedharing kata,
atau