Fakta Semut • Semut memiliki jumlah yang jauh lebih banyak dari kebanyakan makhluk hidup lain di dunia ini.

Download Report

Transcript Fakta Semut • Semut memiliki jumlah yang jauh lebih banyak dari kebanyakan makhluk hidup lain di dunia ini.

Fakta Semut
• Semut memiliki jumlah yang jauh lebih
banyak dari kebanyakan makhluk hidup
lain di dunia ini. Untuk setiap 700 juta
semut yang lahir di dunia ini, hanya ada
40 bayi manusia baru. Dengan kata lain,
jumlah semut di dunia lebih banyak
dibandingkan jumlah manusia.
Filosofi Semut
1.
2.
3.
4.
Tak pernah menyerah
Melihat ke depan
Bersikap positif
Lakukan sekuat tenaga
Tidak Pernah Menyerah
• Bila ada yang menghalang-halangi dan
berusaha menghentikan langkah mereka,
mereka selalu akan mencari jalan lain.
Mereka akan memanjat ke atas,
menerobos ke bawah atau mengelilinginya.
Mereka terus mencari jalan keluar.
Melihat ke Depan
• Semut menganggap semua
musim panas sebagai musim
dingin. Mereka
mengumpulkan makanan
musim dingin mereka di
pertengahan musim panas.
Karena sangat penting bagi
mereka berpikir realistis. • Di musim panas, Anda
harus memikirkan
tentang halilintar.
Anda seharusnya
memikirkan badai
sewaktu Anda
menikmati pasir dan
sinar matahari.
Berpikir Positif
• Semut menganggap semua musim
panas sebagai musim dingin
• Selama musim dingin, semut
selalu mengingatkan dirinya,
“Musim dingin takkan
berlangsung selamanya. Segera
akan kita lalui masa sulit ini.”
• Maka ketika hari pertama musim semi tiba,
semut-semut keluar dari sarangnya. Dan
bila cuaca kembali dingin, mereka masuk
lagi ke dalam liangnya. Lalu, ketika hari
pertama musim panas tiba, mereka segera
keluar dari sarangnya. Mereka tak dapat
menunggu untuk keluar dari sarang mereka.
Sekuat Tenaga!
• Seberapa banyak
semut akan
mengumpulkan makanan
mereka di musim panas
untuk musim dingin
mereka?
• “Semampu mereka!!”
http://www.pkpu.or.id/ph.php?id=57
Kisah Sang Semut
• Suatu hari Nabi Sulaiman a.s. memerhatikan dengan
seksama aktivitas semut yang sedang sibuk mengumpulkan
biji-biji gandum. Satu sama lain terlihat akrab, sesekali
mereka saling tegur sapa, yang akhirnya menarik perhatian
Sang Nabi (Sulaiman a.s.) untuk berdialog dengan salah
seekor darinya.
• Sang Nabi bertanya: ”Wahai semut, saya lihat kalian sangat
rajin bergotong-royong untuk mencari makan.”
• Sang Semut pun menjawab, ”Begitulah Tuan, sebab hamba
yang dha’if ini tidak akan pernah sanggup bekerja sendirian,
hamba harus selalu bekerjasama untuk mengangkat sesuatu
yang lebih berat daripada tubuh kami.” Termasuk di
dalamnya biji-biji gandum yang harus kami peroleh
untuk kebutuhan bangsa kami selama setahun!
• Dari hasil wawancara mendalam Sang Nabi dengan seekor
semut yang menjadi sampelnya, ternyata didapatkan satu
keterangan yang dipandang cukup valid bahwa untuk
seekor semut – masing-masing – rata-rata membutuhkan
enam biji gandum per tahun.
• Dari keterangan Sang Semut – yang cukup meyakinkan —
pun Sang Nabi melakukan penelitian eksperimental.
Dengan persetujuan jamaah semut ketika itu, Nabi
Sulaiman a.s. pun lalu mengambil salah seekor semut – dari
kumpulan semut yang dijumpainya – untuk dijadikan
sampel dalam penelitian eksperimentalnya.
• Diambilnya salah seekor semut, dan diberi olehnya bekal
enam biji gandum, kemudian dimasukan ke dalam tempat
tinggal (semut) berupa kotak kecil dan dibiarkannya —
semut itu — tidak diusik sama sekali selama setahun.
• Setelah setahun penuh, tempat tinggal semut
yang berupa kotak kecil, yang berisi seekor
semut dan enam biji gandum tadi dibuka
olehnya, dengan disaksikan oleh beberapa orang
pengikutnya.
• Alangkah kagetnya Nabi Sulaiman a.s., sebab di
kotak tersebut ”Sang Semut” yang dijadikan
sampel dalam penelitian eksperimentalnya tetap
tegar, sehat wal afiat, dengan tidak
menghabiskan seluruh persediaan makanannya
(enam biji gandum, jatah makan setahunnya),
karena ia masih menyisakan “tiga biji gandum”.
• Dengan penuh kekaguman, Nabi Sulaiman a.s.
pun berkomentar, seraya bertanya: ”Wahai
semut, sudah setahun berlalu, Anda masih
segar-bugar dengan tanpa meninggalkan
bekas-bekas kesedihan. Dan yang lebih
membuatku bertanya-tanya, kenapa kamu
hanya memakan tiga biji gandum saja dari
persediaan enam biji gandum untuk jatahmu
setahun? Kenapa kau sisakan gandum-gandum
pemberianku itu?”
• “Kenapa anda tidak menggunakan hakmu
untuk mengonsumsi semua
biji gandum itu?”
• Semut itu pun menjawab lantang, dengan penuh keyakinan:
”Begini Tuan, di alam bebas di mana hamba bebas mencari
makan sendiri, memang hamba terbiasa menghabiskan
enam biji gandum pertahunnya. Namun, bagaimana dengan
keadaan hamba yang terbelenggu oleh penelitian
eksperimental Tuan saat ini? Lagi pula siapa yang bisa
menjamin bahwa dalam waktu satu tahun, tuan – Nabi
Sulaiman a.s. — tidak lupa untuk membuka kotak-kecil ini?
Untuk itu, hamba sengaja makan separuhnya dan
menyisakan lagi separuhnya yang lain untuk mengantisipasi
masa depan saya,” jawab Sang Semut dengan lugas.
• Atas jawaban semut itu pun Nabi Sulaiman a.s. tersenyum,
dan memuji kehebatan Sang Semut, yang ternyata mampu
menjadi “guru” yang sangat berharga bagi diri
Sang Nabi dan umatnya.
Dari kisah itu…
• Sesunguhnya kita bisa mengambil beberapa pelajaran…
• Pertama, di saat Sang Semut bisa meraih biji-biji
gandum yang sangat besar, bahkan melebihi besarnya
tubuh mereka, kita pun dengan kebersamaan kita bisa
bekerjasama untuk meraih sesuatu yang tidak mungkin
kita raih sendiri.
• Dengan mengedepankan prinsip ukhuwah yang
berkesinambungan, Sang Semut selalu bisa meraih
kesuksesan. Sikap gotong-royong
dan toleransi mereka telah
memberikan semua kontribusi
positif bagi komunitas mereka.
Dan tentu saja ini teladan
“ukhuwah” bagi kita.
Kedua…
• Kita perlu meneladani kesederhanaan Sang
Semut dalam kehidupannya. Semut tidak
serakah, hingga tak mau merampas hak semut
lainnya. Haknya sendiri pun ia ambil secara
proporsional, hingga ia bisa mengantisipasi
kebutuhannya di masa depan.
Ketiga…
• Kita perlu bersikap rendah hati, tidak
sombong terhadap sesama hamba Allah.
Sebagaimana sikap Sang Semut terhadap
semut-semut lainnya, yang dengan
kerendahan hatinya selalu bersedia untuk
mengakui keberadaan semut yang lain.
Persahabatan mereka patut menjadi
contoh untuk para manusia cerdas dan
peduli, yang hingga kini masih harus terus
belajar untuk bersikap rendah-hati,
“belajar” pada siapa pun, termasuk kepada
Sang
Semut
yang
bijak.
Sumber: http://muhsinhar.staff.umy.ar.ac.id/?p=10
Jadilah manusia-manusia
bijak, sebagaimana bangsa
semut yang berhasil menjadi
teladan bagi kita semua.