Sejarah berdirinya kerajaan banten islam dan

Download Report

Transcript Sejarah berdirinya kerajaan banten islam dan

SEJARAH BERDIRINYA KERAJAAN BANTEN ISLAM
DAN KERAJAAN GOWA TALLO MAKASAR
OLEH : ROIDATUNNISA NABILAH
KELAS: VII CORDOVA
SMPIT DARUL ABIDIN DEPOK
PENDAHULUAN
Pada era Kerajaan Sunda Pajajaran, Banten
merupakan ancaman bagi kerajaan tersebut. Dalam
hal perdagangan, Banten merupakan saingan
Sunda Kelapa. Keduanya sama-sama merupakan
kota pelabuhan yang penting. Pada abad 13, Sultan
Demak menyebarkan Islam di Jawa Barat, yaitu, di
Cirebon dan Banten. Hal ini menjadikan Banten
sebagai salah satu pusat perkembangan Islam.
PERKEMBANGAN
Pada tahun 1525, Kesultanan Banten berdiri. Pada
era pemerintahan Maulana Hasanuddin, Kesultanan
Banten mengalami kemajuan pesat dan semakin
memperjelas jati dirinya sebagai pusat penyebaran
agama Islam ke seluruh wilayah Pajajaran, bahkan
sampai ke beberapa wilayah di Sumatera.
MASA KEJAYAAN
Banten mencapai puncak kejayaannya pada era pemerintahan
Sultan Ageng Tirtayasa yang berlangsung dari tahun 1651
sampai tahun 1682.
MASA KERUNTUHAN
Belanda terus memperbesar pengaruhnya di Kesultanan
Banten. Pada akhirnya mereka berhasil menjalin hubungan
dengan putra mahkota Pangeran Gusti atau Pangeran Anom.
Hubungan putranya dengan Belanda sangat menggusarkan
Sultan Ageng.
Akhirnya Sultan Gusti diperintahkan untuk memperdalam
ilmu agama di Mekkah, sekaligus menjalankan ibadah
haji. Sekembalinya dari tanah suci, Pangeran Gusti dikenal
dengan sebutan Sultan Haji. Dia kemudian menjalankan roda
pemerintahan Banten dengan tetap didukung oleh ayahnya.
Prilaku sultan Haji ternyata tidak berubah. Dia tetap menjalin
hubungan mesra dengan Belanda. Untuk menyadarkan
anaknya tersebut, Sultan Ageng yang ketika itu telah tinggal
terpisah dari anaknya, mengirimkan pasukan ke Surosowan,
tempat kediaman Sultan Haji. Namun Sultan Haji melakukan
perlawanan terhadap pasukan yang dikirim ayahnya tersebut,
bahkan dia meminta bantuan Belanda
Belanda, yang telah lama berambisi untuk menguasai Banten,
tidak menyia-nyiakan kesempatan tersebut. Mereka langsung
mengirimkan pasukan. Akhirnya, terjadi pertempuran sengit
antara pasukan Sultan Ageng melawan Belanda. Akhirnya
Belanda dapat mendesak pasukan Sultan Ageng. Mereka
menduduki kediaman Sultan Ageng, yaitu, Keraton Tirtayasa.
Sultan Ageng dan beberapa pembesar Banten lainnya
melakukan perang gerilya.
Belanda
yang
menyadari
tidak
akan
mampu
mengalahkan Sultan Ageng secara penuh, akhirnya
memakai tipu muslihat. Mereka mempergunakan Sultan
Haji
untuk
memohon
kepada
ayahnya
agar
perlawanannya dihentikan dan kembali ke Surosowan
dan dijanjikan mendapat jaminan kemerdekaan dan
kebebasan
bergerak.
Sultan
Ageng
menuruti
permohonan putranya tersebut dan kembali ke
Surosowan. Namun Belanda mengingkari janji dan
menangkap Sultan Ageng untuk kemudian ditahan di
Batavia sampai wafat tahun 1692.
Hubungan yang dijalin Sultan Haji dengan Belanda
ini ternyata harus dibayar mahal. Sultan Haji
dipaksa untuk menandatangai perjanjian yang
isinya antara lain berakhirnya kekuasaan mutlak
Sultan
Banten
dan
Belanda
diperbolehkan
melakukan
monopoli
perdagangan.
Dengan
perjanjian itu, Banten sesungguhnya sudah bukan
daerah merdeka lagi, karena segala sesuatunya,
terutama perdagangan, ditentukan oleh Belanda.
Perkembangan selanjutnya sangat menggelisahkan
rakyat, yaitu, terjadi perebutan kekuasaan adat
istiadat dan prilaku etis telah ditanggalkan.
Akhirnya kegelisahan tersebut tidak dapat
dibendung lagi dan terjadilah pemberontakan
rakyat. Dengan dipimpin oleh dua tokoh yang
ditaati rakyat, yaitu, Ratu Bagus Buang dan Kiai
Tapa, mereka mengangkat senjata.
Pada tahun 1807, secara resmi Belanda
memproklamasikan bahwa Kepulauan Nusantara
adalah bagian dari Kerajaan Belanda. Sebagai
Gubernur Jenderal yang pertama adalah Herman
Wilhelm Daendles (1808-1811). Dalam masa
kekuasaannya, Daendles berencana membangun
jalan raya antara Anyer yang terletak di ujung
barat Pulau Jawa dan termasuk wilayah Banten
sampai ke Panarukan di ujung timur Pulau Jawa.
Sultan Banten menolak untuk menyediakan
pekerja yang akan dipekerjakan secara kerja rodi.
Penolakan ini membuat Daendles marah dan
kemudian menyerang Keraton Banten tanggan 21
November 1808. Sultan Banten ditangkap dan
dibuang ke Ambon. Kesultanan Banten sendiri
dihapuskan dan dijadikan wilayah Keresidenan.
Perlawanan rakyat Banten terhadap penjajah terus
berlanjut sampai awal kemerdekaan, meskipun
tidak secara besar-besaran lagi. Ketika di awal
masa kemerdekaan Jawa Barat ditetapkan sebagai
salah satu provinsi dari delapan provinsi yang ada
di Indonesia, Banten merupakan salah satu
keresidenan di wilayah provinsi Jawa Barat
tersebut.
Pendahuluan
Kerajaan Gowa dan Tallo lebih dikenal dengan sebutan
Kerajaan Makassar. Kerajaan ini terletak di daerah
Sulawesi Selatan. Secara geografis Sulawesi Selatan
memiliki posisi yang penting, karena dekat dengan jalur
pelayaran perdagangan Nusantara. Bahkan daerah
Makassar menjadi pusat persinggahan para pedagang,
baik yang berasal dari Indonesia bagian timur maupun
para pedagang yang berasal dari daerah Indonesia
bagian barat. Dengan letak seperti ini mengakibatkan
Kerajaan Makassar berkembang menjadi kerajaan besar
dan berkuasa atas jalur perdagangan Nusantara.
Perkembangan pesat Kerajaan Makassar tidak terlepas
dari raja-raja yang pernah memertntah seperti:
Ra|aAlaudin Dalam abad ke-17 M, agama Islam
berkembang cukup pesat di Sulawesi Selatan.
Raja Makassar yang pertama memeluk agama Islam
bernama Raja Alaudin yang memerintah Makassar dari
tahun 1591-1638 M. Di bawah pemerintahannya,
Kerajaan Makassar mulai terjun dalam dunia pelayaranperdagangan (dunia maritim). Perkembangan ini
menyebabkan meningkatnya kesejahteraan rakyat
Kerajaan Makassar. Namun setelah wafatnya Raja
Alauddin, keadaan pemerintahan kerajaan tidak dapat
diketahui dengan pasti.
Sultan Hasanuddin Pada masa peme-rintahan Sultan Hasanuddin,
Kerajaan Makassar mencapai masa kejayaannya. Dalam waktu yang
cukup singkat, Kera¬jaan Makassar telah berhasil menguasai hampir
seluruh wilayah Sulawesi Selatan. Cita-cita Sultan Hasanuddin untuk
menguasai sepenuhnya jalur perdagang-an Nusantara, mendorong
perluasan ke-kuasannya ke kepulauan Nusa Tenggara, seperti Sumbawa
dan sebagian Flores. Dengan demikian, seluruh aktivitas pelayaran
perdagangan yang melalui Laut Flores harus singgah lebih dulu di
ibukota Kerajaan Makassar.
Keadaan seperti itu ditentang oleh Belanda yang memiliki daerah
kekuasaan di Maluku dengan pusatnya Ambon. Hubungan Batavia
dengan Ambon terhalang oleh kekuasaan Kerajaan Makassar.
Pertentangan antara Makassar dan Belanda sering menimbulkan
peperangan. Keberanian Sultan Hasanuddin memimpin pasukan
Kerajaan Makassar untuk memporak-porandakan pasukan Belanda di
Maluku, mengakibatkan Belanda semakin terdesak. Atas keberaniannya,
Belanda memberi julukan kepada Sultan Hasanuddin dengan sebutan
"Ayam Jantan dari Timur".
Dalam upaya menguasai Kerajaan Makassar, Belanda menjalin
hubungan dengan Kerajaan Bone, dengan rajanya Arung Palaka.
Dengan bantuan Arung Palaka, pasukan Belanda berhasil
mendesak Kerajaan Makassar dan menguasai ibukota kerajaan.
Akhimya dilanjutkan dengan Perjanjian Bongaya (1667 M).
Mapasomba Setelah Sultan Hasanuddin turun tahta, ia digantikan
oleh putranya yang bernama Mapasomba. Sultan Hasanuddin
sangat berharap agar Mapasomba dapat bekerja sama dengan
Belanda. Tujuannya agar Kerajaan Makassar tetap dapat
bertahan. Ternyata Mapasomba jauh lebih keras dari ayahnya
sehingga Belanda mengerahkan pasukan secara besar-besaran
untuk menghadapi Mapasomba. Pasukan Mapasomba berhasil
di-hancurkan dan ia tidak diketahui nasibnya. Dengan
kemenangan itu, akhirnya Belanda berkuasa atas Kerajaan
Makassar.