Jenis Tes Bahasa IAIN Gorontalo 09

Download Report

Transcript Jenis Tes Bahasa IAIN Gorontalo 09

JENIS TES BAHASA
Burhan Nurgiyantoro
FBS/PPs Universitas Negeri Yogyakarta
Gorontalo, 6 Juni 2009
Jenis Tes Bahasa





Tes bahasa mengalami perkembangan dari waktu
ke waktu
Kemunculan dan perubahan penekanan dalam
tes bahasa dimaksudkan untuk memerbarui tes
sesuai dengan pandangan, pendekatan, dan
fokus pembelajaran bahasa
Pembaruan yang dilakukan sering berdasarkan
kelemahan yang ada sebelumnya
Tetapi, betapapun kelemahan yang ada tetap
saja tes-tes itu ada manfaatnya; jadi kita tak
dapat meniadakan begitu saja
Adanya unsur tumpang-tindih juga tidak dapat
dielakkan
1. Tes Diskret
Discrete point test: tes yang hanya menekankan/
menyangkut satu aspek kebahasaan pada satu waktu
Tiap butir tes hanya untuk mengukur satu aspek
kebahasaan: fonologi, morfologi, sintaksis, kosakata
Tes diskret juga dapat menyangkut tes keterampilan
berbahasa
Dasar pemikiran tes diskret (juga dalam hal pengajaran)
adalah teori strukturalisme (linguistik) dan behaviorisme
(psikologi)
Kedua teori itu beranggapan bahwa keseluruhan dapat
dipecah-pecah ke dalam bagian-bagian
Atau, keseluruhan adalah jumlah dari bagian-bagian
Tiap bagian tersebut (kebahasaan dan keterampilan) dapat
diajarkan dan diteskan secara terpisah
Pembelajaran dan pengujian kebahasaan dalam teori ini
mengabaikan konteks
Lanjutan…
Pandangan bahwa teori tes diskret dapat memecah-mecah
unsur kebahasaan dan menghadirkannya dalam keadaan
terisolasi, dianggap sebagai kelemahan tes diskret yang
paling mencolok
Orang tidak mungkin belajar bahasa dalam situasi yang
mutlak diskret dan terisolasi (tanpa konteks)
Lagi pula dalam hal belajar bahasa, keseluruhan belum tentu
sama jumlah dari bagian-bagian
Ada kompetensi yang harus dimiliki seseorang yang di luar
kebahasaan (: pendekatan komunikatif)
Kompetensi komunikatif memprasyaratakan kompetensikompetensi lain selain unsur bahasa, misalnya kompetensi
sosial (faktor sosio-kultural)
Faktor sosio-kultural memegang peran penting dalam
menunjang kompetensi omunikatif seseorang
Tes diskret gagal untuk mengukur kompetensi komunikatif
yang justru memprasyaratkan adanya keterlibatan banyak
unsur kebahasaan dan faktor yang di luar bahasa
Lanjutan…
Persoalan yang muncul: apakah tes diskret tidak perlu lagi
dipergunakan di sekolah untuk mengukur kadar keberhasilan
belajar bahasa siswa?
Teori baru dibangun atau sebagai reaksi teori sebelumnya;
yang baru tak dapat sama sekali meninggalkan yang lama
Pendekatan komunikatif dalam pembelajaran bahasa tak
dapat sama sekali meninggalkan pandangan strukturalisme
Dalam tahap awal pembelajaran bahasa bagi orang dewasa,
pengajaran unsur struktural bahasa masih amat dibutuhkan
Orang tidak akan bisa begitu saja diajak berbicara bahasa
asing sebelum memiliki pengetahuan tentang sistem bahasa
itu
Artinya: pengajaran unsur bahasa masih diperlukan
Jika pengajaran unsur struktur masih dilakukan, tes diskret
mau tidak mau masih juga diperlukan
Atau, minimal untuk tujuan remidial
2. Tes Integratif








Integrative test: tes yang mengukur lebih dari unsur
kebahasaan atau satu keterampilan berbahasa dalam satu
waktu
Dalam tes integratif, ada beberapa unsur kebahasaan atau
keterampilan berbahasa yang harus harus dilibatkan, dan
itu dipadukan
Dalam satu kali tes minimal ada dua aspek/keterampilan
yang diukur
Aspek-aspek kebahasaan tidak saling dipisahkan,
melainkan dipadukan sehingga ada keterkaitan
antarunsur/antarketerampilan
Bahasa yang alamiah bukanlah kumpulan dari unsur-unsur
bahasa semata
Dalam tes keterampilan bahasa, bahkan akan lebih baik
jika juga mempertimbangkan aspek konteks
Tes integratif memang sudah memadukan beberapa unsur
kebahasaan, tetapi belum tentu kontekstual
Tes yang kontekstual lazimnya bersifat
pragmatik/komunikatif
Lanjutan…





Tes pragmatik/komunikatif pasti integratif, tetapi
tes integratif belum tentu pragmatik
Tes integratif yang tidak kontekstual masih
terisolasi, mirip-mirip dengan tes diskret, belum
mencerminkan penggunaan bahasa yang alamiah
Berbagai tes unsur kebahasaan yang diteskan
minimal berada dalam konteks kalimat, atau
konteks yang lebih besar
Dilihat dari sudut pembelajaran bahasa dewasa
ini, tes integratif terlihat lebih menjanjikan
daripada tes diskret
Walau demikian, pemilihan tes haruslah
disesuaikan dengan pendekatan, metode, dan
teknik, bahkan juga bahan pembelajaran, yang
dipergunakan dalam pembelajaran bahasa di
kelas
3. Tes Pragmatik
• Tes pragmatik berangkat dari pandangan bahwa bahasa
adalah alat berkomunikasi, maka seseorang dinyatakan
memiliki kompetensi berbahasa adalah jika mampu
mempergunakan bahasa itu dalam konteks yang
sesungguhnya
• Tes pragmatik: pendekatan dalam tes keterampilan
berbahasa untuk mengukur seberapa baik pembelajar
mampu mempergunakan elemen bahasa sesuai dengan
konteks berbahasa yang sesungguhnya
• Tes pragmatik: prosedur/tugas yang menuntut pembelajar
menghasilkan urutan unsur bahasa sesuai dengan
pemakaian bahasa secara nyata, dan sekaligus menuntut
pembelajar menghubungkannya dengan konteks
ekstralinguistik
• Dalam tes pragmatik tak ada lagi tes struktur/kosakata
secara tersendiri, tetapi semua unsur kebahasaan terlibat
dan langsung dikaitkan dengan unsur ekstralinguistik
sekaligus
Lanjutan…
• Dalam kehidupan berbahasa ada dua hal yang terlibat:
•
•
•
•
•
konteks linguistik dan ekstralinguisik
Konteks linguistik: bahasa sebagai lambang verbal
dengan segala unsurnya
Konteks ekstralinguistik: dunia atau sesuatu yang di luar
bahasa, sesuatu yang disampaikan lewat media bahasa
Dalam kehidupan berbahasa terdapat hubungan
sistematis dan timbal-balik antara kedua konteks
tersebut
Ada berbagai hal di luar bahasa yang berpengaruh
terhadap pemilihan wujud bahasa dalam berkomunikasi,
dan itulah yang disebut sebagai faktor penentu atau
pragmatik
Faktor pragmatik/faktor penentu ada banyak jenisnya,
misalnya siapa yang berkomunikasi, apa tujuan
komunikasi, masalah yang dikomunikasikan, tingkat
formalitas ketika komunikasi terjadi, dll.
Lanjutan…
• Tes pragmatik mengukur kemampuan berbahasa pembelajar
•
•
•
•
•
•
dalam konteks yang sesungguhnya
Namun, itu harus ada kesesuaian dengan metode
pembelajaran bahasa
Pembelajaran bahasa haruslah menekankan pada
kemampuan berbahasa, bukan sistem bahasa
Dengan begitu ada keselarasan antara model pembelajaran
dan model penilaian
Namun, pada praktiknya tidak mudah mengreaikan
pembelajaran bahasa yang benar-benar kontekstual dan
komunikatif
Artinya, pembelajaran “penggunaan bahasa”, kemampuan
berbahasa, masih saja artifisial, namun itu sudah lebih baik
daripada yang benar-benar diskret dan terisolasi
Tes pragmatik yang masih berwujud penggunaan dalam
konteks artifisial juga sudah lebih baik daripada yang benarbenar diskret yang hanya bertujuan mengukur pengetahuan
tentang sistem bahasa
Contoh Tes Pragmatik
• Ada banyak model dan contoh, dan salah satunya adalah tes tes cloze (cloze
•
•
•
•
•
•
•
•
test)
Tes jenis ini baik dipakai untuk pemahaman bacaan; tes pemahaman
wacana dengan tes objektif berkorelasi secara positif dengan hasil tes cloze
Tes cloze adalah tes yang berupa pengisian kembali kata-kata ke-n yang
sengaja dihilangkan dalam sebuah wacana
Kata-kata yang dihilangkan biasanya kata yang ke-5, ke-6, ke-7
Untuk dapat mengisi tempat-tempat kosong, pembelajar harus memahami
makna wacana
Teknik penyekoran: teknik kata eksak (jawaban siswa harus sama dengan
kata asli yang dihilangkan) dan teknik kelayakan konteks (jawaban siswa
tidak harus persis dengan kata asli sepanjang dimungkin secara konteks)
Teknik kelayakan konteks lebih menguntungkan; semua kata yang
mempunyai peluang sebagai jawaban benar diperingkat (diskala; 1-4)
Tes cloze juga baik untuk menilai tingkat kesulitan wacana bagi pembelajar
level tertentu: jika jawaban benar siswa ≥75%, wacana itu tergolong
mudah; jika ≤20% tergolong sulit
Jika yang diteskan itu sampel dari wacana yang panjang, hasil tes itu
mencerminkan tingkat kesulitan wacana secara keseluruhan
4. Tes Komunikatif
Sebenarnya ada tumpang-tindih antara tes pragmatik
dan tes komunikatif; bahkan tak jarang keduanya
disamakan
Keduanya sama-sama berpandangan bahwa
pembelajaran dan tes bahasa haruslah berangkat dari
penggunaan bahasa yang sesungguhnya, bukan tes
tentang sistem bahasa dan dalam keadaan terisolasi
Kedua jenis tes ini sama-sama menekankan pentingnya
tes kemampuan berbahasa (kinerja bahasa, performansi
bahasa), dan bukan tes terhadap unsur-unsur bahasa
(diskret)
Tampaknya, adanya perbedaan itu lebih disebabkan oleh
penamaan yang diberikan oleh orang yang berbeda
Tes komunikatif atau tes kompetensi komunikatif terlihat
lebih ketat memprasyaratkan adanya konteks pemakaian
bahasa
Lanjutan…
Tes komunikatif dilakukan sejalan dengan penggunaan
pendekatan komunikatif dalam pembelajaran bahasa
Pendekatan ini menekankan pada pembelajaran bahasa sesuai
dengan fungsi-fungsi bahasa untuk keperluan berkomunikasi
Penggunaan bahasa (atau komunikasi dengan bahasa) dapat
bersifat aktif-reseptif (menyimak, membaca) dan aktif-produktif
(berbicara, menulis)
Dalam sebuah tes komunikatif terlibatkan semua aspek bahasa
(whole language) sebagaimana halnya orang berkomunikasi
yang juga melibatkan seluruh unsur kebahasaan
Penggunaan bahasa yang otentik (authentic language)
menjadisemacam keniscayaan, dan itu juga terlihat dalam tes
bahasa
Bahasa otentik adalah bahasa yang dijumpai dalam penggunaan
bahasa yang sesungguhnya dalam berkomunikasi sehari-hari
Hal yang demikian sebenarnya juga menjadi tuntutan tes
pragmatik
Lanjutan…
Wujud tes komunikatif adalah tes pemahaman dan
penggunaan bahasa dalam konteks yang jelas; jadi ia berupa
tes kemampuan berbahasa (skills)
Konteks haruslah dikreasikan sedemikian rupa dengan
melibat berbagai faktor penentu sehingga pembelajar tahu
apa wujud bahasa yang mesti dipergunakan sesuai dengan
konteks itu
Misalnya, tes pemahaman terhadap sebuah dialog
(menyimak), maka harus dapat dikenali siapa yang berbicara,
bagaimana situasi, topik pembicaraan, dll
Tes terhadap komponen bahasa, misalnya kosakata atau
struktur, jika diperlukan, boleh dilakukan tetapi tetap harus
berdasarkan konteks; hal ini misalnya terkait dengan tujuan
remidial
Artinya, kosakata dan struktur itu diambil dari konteks tertentu
Dalam tes prakomunikatif, terutama dalam tes pembelajaran
bahasa asing, tes komponen kebahasan tentu masih diperlukan
5. Tes Otentik
Sebagaimana halnya portofolio, sejak era KBK/KTSP,
penilaian otentik (authetic assessment) kini sedang naik daun
Dalam arti disarankan dan banyak digunakan untuk mengukur
hasil pembelajaran khususnya pembelajaran bahasa
Portofolio juga merupakan salah bentuk penilaian otentik
Penilaian otentik mementingkan penilaian proses dan hasil
sekaligus
Dengan demikian, seluruh tampilan siswa dalam rangkaian
KBM dapat dinilai secara objektif, apa adanya, dan tidak
semata-mata hanya berdasarkan hasil akhir (produk) saja
Lagi pula amat banyak kinerja siswa yang ditampilkan selama
KBM sehingga penilaiannya haruslah dilakukan selama dan
sejalan dengan berlangsungnya kegiatan pembelajaran
Seajalan dengan teori Bloom, penilaian haruslah mencakup
ranah kognitif,afektif, dan psikomotorik
Tes Otentik lanjutan…
Cara penilaian juga bermacam-macam, nontes dan tes
dan kapan saja
Misalnya dengan cara: tes (ulangan), penugasan,
wawancara, pengamatan, angket, catatan
lapangan/harian, portofolio, dll
Penilaian yang dilakukan lewat berbagai
cara (model), menyangkut berbagai ranah,
serta meliputi proses dan produk inilah
yang kemudian disebut sebagai penilaian
otentik
Otentik dapat berarti dan sekaligus menjamin:
 objektif
 nyata, konkret
 benar-benar hasil tampilan siswa
 akurat dan bermakna
Tes Otentik lanjutan…
Tes otentik dapat dimaknakan bermaca-macam,
tergantung oleh siapa dan untuk lingkup apa, namun
umumnya bersifat saling melengkapi
Penilaian otentik menunjuk pada pemberian tugas kepada
pembelajar untuk menampilkan kemampuannya
mempergunakan bahasa target secara bermakna dan
kemudian dinilai
AA: a form of assessment in which students are asked to
perform real-world tasks that demonstrate meaningful
application of essential knowledge and skills (John Mueller,
2008)
AA: performance assessment call upon the examinee to
demonstrate specific skills and competencies, that is, to
aplly the skills and knowledge they have mastered (Richard
J. Stiggins, 1987)
Tes Tradisional vs Tes Otentik
Penilaian tes tradisional (TT) lebih banyak menanyakan
penguasaan pengetahuan lewat bentuk-bentuk tes
objektif
Karakteristik TT menurut Mueller (2008):
Misi sekolah adalah mengembangkan warga negara yang
produktif
Untuk menjadi warga negara produktif, seseorang harus
menguasai disiplin keilmuan dan keterampilan tertentu
Maka, sekolah mesti mengajarkan siswa disiplin keilmuan
dan keterampilan tersebut
Untuk mengukur keberhasilan pembelajaran, guru harus
mengetes siswa untuk mengetahui tingkat penguasaan
keilmuan dan keterampilan itu
The curriculum drives assessment; the body of knowledge
is determined first
Tes Tradisional vs Tes Otentik lanjutan …
Karakteristik tes otentik (T0):
Misi sekolah adalah mengembangkan warga negara
yang produktif
Untuk menjadi warga negara produktif, seseorang harus
mampu menunjukkan penguasaan melakukan sesuatu
secara bermakna dalam dunia nyata
Maka, sekolah mesti mengembangkan siswa untuk
dapat mendemonstrasikan kemampuan/keterampilan
melakukan sesuatu
Untuk mengukur keberhasilan pembelajaran, guru harus
meminta siswa melakukan aktivitas tertentu secara
bemakna yang mencerminkan aktivitas di dunia nyata
Assessment drives the curriculum; the teachers first
determine the tasks that student will perform to
demonstrate their mastery
Tradisional ………………………….. 0tentik
Selecting a Response .…….. Performing a Task
Contrived …………. ……….. Real-life
Recall/Recognition … Construction/Application
Teacher-structured ……..…. Student-structured
Indirect Evidence ……..……. Direct Evidence
Mengapa Penilaian Otentik
Dipergunakan?
John Mueller (2008) menyebutkan sedikitnya
ada empat alasan mengapa kita perlu
menggunakan penilaian otentik:
Authentic Assessments are Direct Measures
Authentic Assessments Capture Constructive Nature of
Learning
Authentic Assessments Integrate Teaching, Learning
and Assessment
Authentic Assessments Provide Multiple Paths to
Demonstration
Bagaimana Mengembangkan Penilaian
Otentik
Sekali lagi:
Authentic Assessment: Students are asked to
perform real-world tasks that demonstrate
meaningful application of essential knowledge
and skills
Langkah-langkah pertimbangan pengembangan
penilaian otentik dapat dilakukan dengan
menjawab pertanyaan-pertanyaan sebagai
berikut
Langkah Pengembangan Tes Otentik
Questions to Ask:
1) What should students know and be able to do?
This list of knowledge and skills becomes your . . .
STANDARDS
2) What indicates students have met these standards?
To determine if students have met these standards, you
will design or select relevant . . .
AUTHENTIC TASKS
3) What does good performance on this task look like?
To determine if students have performed well on the task,
you will identify and look for characteristics of good
performance called . . .
CRITERIA
4) How well did the students perform?
To discriminate among student performance
across criteria, you will create a . . .
RUBRIC
5) How well should most students perform?
The minimum level at which you would want most students to perform is your ...
6) What do students need to improve upon?
Information from the rubric will give students feedback and allow you to ...
CUT SCORE or BENCHMARK ADJUST INSTRUCTION
Tes Otentik Kebahasaan
Penilaian otentik hasil pembelajaran bahasa tentulah juga
terkait dengan fungsi bahasa yang sebagai sarana
berkomunikasi
Jadi, ia lebih terkait penilaian kompetensi komunikatif
daripada kompetensi linguistik
Dalam penilaian model ini, siswa dituntut untuk benarbenar menghasilkan bahasa sebagaimana halnya dalam
komunikasi sehari-hari dengan mempertimbangkan
berbagai faktor pragmatik
Faktor pragmatik itu bermacama-macam: situasi (tingkat
keformalan penuturan, tujuan, lawan tutur, substansi
tuturan, saluran komunikasi, dll)
Dalam situasi nyata, orang berbahasa tidak sekadar demi
bahasa itu sendiri, melainkan karena ada sesuatu yang
ingin dikomunikasikan
Tes Otentik Kebahasaan lanjutan…
Jadi, faktor gagasan (substansi penuturan) yang terkandung
dalam penuturan mesti ada dan harus dipertimbangkan dalam
penilaian
Selain itu, tingkat keformalan (formal—nonformal) juga amat
menentukan
Dari sinilah kemudian muncul istilah: berbahasa Indonesia
secara baik dan benar
Baik berarti sesuai dengan faktor pragmatik, benar sesuai
dengan kaidah
Namun, yang lebih disarankan untuk diujikan di sekolah
dalam bentuk tugas-tugas yang harus dilakukan siswa/mhs
adalah produksi bahasa yang benar
Lewat cara itu pengetahuan kebahasaan (kompetensi
linguistik) siswa/mhs sekaligus dapat diketahui
Penggunaan bahasa Indonesia secara baik umumnya sudah
teruji di luar kelas
Tes Otentik Kebahasaan lanjutan…
Dengan demikian, penilaian ketepatan penggunaan bahasa,
sekaligus juga berarti ketepatan gagasan atau kebermaknaan
Tanpa keduanya, itu hanya berati belajar berbahasa dalam
situasi terisolasi, dan itu belum tentu dengan realitas
kehidupan berbahasa di masyarakat
Atau, minimum belum teruji
Pengungkapan hasil belajar bahasa tersebut sebenarnya
dapat dilakukan dalam semua mata kuliah
Bahkan juga lewat mata-mata kuliah nonkebahasaan dan
kesastraan, misalnya lewat berbagai tugas menulis
(Sebetulnya tugas-tugas menulis untuk mata-mata kuliah
umum dapat juga dipakai sebagai salah satu sumber data
penilaian kemampuan berbahasa mhs)
Namun, yang paling praktis dan terlihat lebih konkret adalah
lewat mata-mata kuliah keterampilan berbahasa
Jadi, dapat secara lisan atau tertulis
Tes Otentik Kebahasaan lanjutan…
Bagaimana perbandingan bobot penyekoran antara unsur bahasa
dan gagasan?
Secara sederhana penilaian berbahasa secara otentik dapat
dibedakan secara dikhotomis ke dalam unsur bentuk (bahasa) dan
isi (gagasan)
Jawabannya adalah tergantung level pembelajar yang akan dinilai
dan jenis karya yang dinilai
Semakin tinggi level mereka, misalnya mahasiswa tingkat tinggi,
semakin tinggi pula skor bobot unsur gagasan
Jenis karya seperti skripsi dan laporan penelitian, bobot unsur
gagasan mestinya, lebih tinggi
Tugas mengarang yang bertujuan melatih kemampuan menulis
siswa/mhs, bobot unsur bahasa yang lebih tinggi, atau minimun
sama
Perbandingan unsur bahasa dan gagasan itu
misalnya: 75: 25; 70:30; 65:35; 60:40; 55: 45; 50:50;
45:55; 40:60; 35:65; 30:70; 25:75; 20:80
Tes Otentik Kebahasaan lanjutan…
• Unsur substansi (isi, gagasan) dan bentuk (aspek
kebahasaan dan ejaan) tersebut haruslah dirinci ke dalam
sub-subunsur
• Sub-subunsur ini merupakan kriteria dan atau indikator yang
secara nyata akan dinilai tingkat capaiannya
• Tiap kriteria diikuti skor yang menunjukkan tingkat capaian,
misalnya 1-5
• Untuk memudahkan penilaian biasanya digunakan rubrik
• Rubrik adalah sebuah skala penyekoran (scoring scale) yang
dipergunakan untuk menilai kinerja subjek didik untuk tiap
kriteria terhadap tugas-tugas tertentu
• Rubrik dapat digunakan untuk menilai berbagai tampilan
kinerja berbahasa siswa, termasuk kinerja bersastra
• Ada bermacam model rubrik, dan di bawah dicontohkan
rubrik untuk untuk menilai kemampuan berbicara
Contoh Rubrik Penilaian Kemampuan Berpidato
No.
Aspek yang Dinilai
Tingkat Capaian Kinerja
1
1.
Ketepatan Lafal dan Intonasi
2.
Ketepatan Diksi
3.
Ketepatan Stuktur Gramatikal
4.
Stile Penuturan
5.
Kewajaran dan Kelancaran
6.
Ketepatan Gagasan
7.
Keakuratan Gagasan
8.
Keluasan Gagasan
9.
Keterkaitan Antargagasan
10.
Kebermaknaan Penuturan
2
3
4
5
Permasalahan Kita
Tes bahasa seperti apa atau yang bagaimana yang mesti
kita kembangkan?
Jika telah muncul teori atau cara baru, teori/cara
sebelumnya sering terlihat tidak cocok atau ketinggalan
Pada prinsipnya, semua jenis tes di atas dapat
dipergunakan tergantung pada tujuan (kompetensi!) yang
akan diukur capaiannya
Dalam kasus jenis bahasa, penamaan itu sebenarnya
mengandung unsur tumpang tindih, tergantung siapa yang
mempergunakannya mula-mula
Bukankah sebenarnya tes pragmatik, tes komunikatif, dan
tes otentik mempunyai banyak kesamaan
Permasalahan kita lanjtan …
Tes tradisional pun dapat digunakan secara berdampingan
dengan tes otentik
Di fakultas bahasa dan sastra, mhs tidak hanya dibelajarkan
mempergunakan bahasa, tetapi juga pengetahuan tentang
bahasa (mhs harus menguasai sistem bahasa target)
Sistem bahasa target (kompetensi linguistik) = disiplin
keilmuan = tepat dites dengan cara tradisional
Kemampuan mempergunakan bahasa target secara
meaningful (kompetensi komunikatif) = proficient at
performing meaningful the tasks = tepat dites dengan cara
otentik
Jadi, tergantung mata kuliah yang diampun masing-masing
dosen: MK keilmuan atau MK Keterampilan
Tetapi …
Permasalahan kita lanjutan …
Tes yang dipergunakan di sekolah atau PT mestinya tidak
lepas dari kurikulum yang sedang berlaku
Dewasa ini di dunia pendidikan Indonesia, orang baru
bersibuk-sibuk ria dengan KBK/KTSP
Kurikulum tersebut menekankan pentingnya capaian
kompetensi untuk melakukan sesuatu sesuai dengan mata
pelajaran
Jadi, tekanannya adalah proficient at doing something, dan itu
berarti (=) penggunaan tes otentik ditekankan
Jadi, mata-mata kuliah yang lebih bernuansa teori, di samping
mempergunakan tes-tes tradisional, ada baiknya juga
memberikan tugas-tugas tertentu yang bernuansa tes otentik
Mata-mata kuliah keterampilan tentu harus mempergunakan
tes otentik, tetapi untuk keperluan diagnosis & perbaikan
kesalahan, tes kompetensi linguistik (teoretis) dapat juga
dimanfaatkan
Penilaian Kemampuan Bersastra
Di PT mata-mata kuliah yang termasuk rumpn
kesastraan bermacam, ada yang tinggi kadar teorinya
dan ada yang lebih kadar praktiknya
Teori berarti kurang langsung kurang banyak menyentuh
teks-teks kesastraan, sedang praktik berarti lebih banyak
menyentuh dan berhubungan langsung dengan teks-teks
Jika mengikuti dikhotomi tes tradisional dan tes otentik di
atas, mata-mata kuliah jenis pertama lebih tepat
(banyak) menggunakan tes tradisional, sedang jenis
kedua otentik
Namun, karena kini sedang ngetren penggunaan
penilaian otentik, mata kuliah jenis teoretis pun
disarankan juga memanfaatkan penilaian otentik
Bentuknya dapat apa saja: penugasan, pembuatan
laporan, ringkasan buku, pengamatan, dll sepanjang
proses KBM
Penilaian Kemampuan Bersastra lanjutan …
Sebagaimana halnya dengan tes kemampuan berbahasa
yang menekankan unjuk kerja bahasa, tes kemampuan
bersastra mestinya juga menekankan kemampuan unjuk
kerja kesastraan
Itu artinya harus secara langsung “berhubungan”,
“memperlakukan”, dan “menyikapi” teks-teks kesastraan
Hal ini memang lebih tertuju untuk mata-mata praktik
kesastraan, tetapi mata kuliah teoretis harus mendukung
Praktik memperlakukan berbagai teks kesastraan,
misalnya pada MK Kritik Sastra, Kajian Puisi, Kajian Fiksi,
Stilistika, dll harus diprasyarati pengetahuan kesastraan
(kompetensi kesastraan)
Itulah antara lain yang membedakan perlakuan teks
kesastraan di kalangan akademikus dan yang bukan
Kita sering berangkat dari teori tertentu dalam
pengkajian dan penyikapan terhadap teks-teks
kesastraan
Penilaian Kemampuan Bersastra lanjutan …
Walau bermediakan bahasa, teks kesastraan tidak semata-mata
berurusan dengan bahasa, karena ada unsur-unsur lain, misalnya
keindahan, yang mesti juga diapresiasi
Unsur-unsur lain itu hanya dapat diperoleh, dirasakan, atau
dinikmati jika kita/mhs/siswa membaca secara langsung teks
kesastraan
Maka, tugas dan penilaian yang berkaitan dengan pembacaan
langsung teks-teks itu harus menjadi prioritas utama
Tugas dan tes harus ditekankan pada hal-hal yang menuntut siswa
untuk benar-benar “memperlakukan” teks-teks kesastraan
Istilah memperlakukan dapat dioperasionalkan menjadi: membaca,
memahami, memparafrase, menganalisis, menuliskan kembali,
membuat, menulis resensi, dll tergantung indikator yang dibuat
Ada baiknya setiap mata kuliah mewajibkan mhs harus membaca
dan membuat laporan sekian puluh teks kesastraan
Selain itu, penilaian lewat karya nyata mhs, misalnya lewat
publikasi di media massa, harus sudah diketengahkan
Penilaian Kemampuan Bersastra lanjutan …
Untuk kegiatan pembelajaran & penilaian di kelas, kita dihadapkan
pada kenyataan teks-teks kesastraan lazimnya panjang shg tidak
mudah “memperlakukan”-nya di sekolah, kecuali puisi
Untuk itu, tugas-tugas yang “memperlakukan” novel, cerpen, cer1ta
klasik, drama yang relatif panjang sebaiknya dilakukan di luar jam
pelajaran sebagai tugas rumah
Tugas yang diberikan harus jelas: harus mengapakan teks
kesastraan itu dan sedapat mungkin melibatkan berbagai genre
(fiksi, puisi, cerita lama, teks drama)
Misalnya: meringkas cerita/membuat sinopsis, menganalisis unsur
karakter/moral, membuat parafrase, menulis dengan sudut pandang
lain, menulis resensi, dll termasuk menghadiri pementasan drama
atau baca puisi di tempat tertentu
Hasil kerja siswa/mhs sebagian harus dibaca dan diberi tanggapan
Tanggapan tidak menyalahkan siswa/mhs karena akan mematikan
motivasi, tetapi lebih mempertanyakan argumentasi
Penilaian kesastraan haruslah diusahakan yang berkadar apresiatif
tinggi atau paling tidak sedang walau dengan bentuk ujian objektif
(PG)
TERIMA KASIH
SELAMAT BERKARYA
SEMOGA BERMANFAAT