Uang dan Pembiayaan

Download Report

Transcript Uang dan Pembiayaan

Uang dan Pembiayaan
Pendahuluan
• Perbedaan yang jelas antara Orla dan Orba
adalah masalah perkembangan moneter dan
keuangan.
• Orla: Meningkatnya Defisit Anggaran Belanja 
inflasi tinggi (hiperinflasi). Tidak ada political will
untuk menyelesaikan masalah ini.
• Inflasi pernah mencapai 1500 % pertengahan
tahun 1966.
• Orba: Komitmen pengendalian inflasi. Tahun
1969, inflasi turun drastis menjadi 15%.
Inflasi di Indonesia
• Sayangnya, inflasi rendah hanya bertahan hingga
tahun 1972. Jumlah uang beredar tumbuh70% 140% (1967 – 1972).
• Penyebab inflasi: kenaikkan harga beras dua kali
lipat pada Agustus – Desember 1972.
• Penyebab lain: Inflasi internasional akibat naiknya
harga minyak dunia 4 kali lipat dan kurs tetap
(Dollar AS melemah dan tidak ada revaluasi).
• Meningkatnya harga minyak  bertambahnya
jumlah uang beredar  permintaan agregat
meningkat  inflasi mencapai 41% tahun 1974
Inflasi di Indonesia
• Tahun 1974: Kebijakan Anti Inflasi. Suku bunga
naik , reserve requirement naik hingga 30%,
ekspansi kredit dibatasi.
• Sayangnya, kebijakan tersebut masih belum
efektif. Kesalahan kebijakan Pertamina membayar
utang-utangnya secara besar-besaran
menyebabkan jumlah uang beredar masih tinggi.
• Tahun 1970-an inflasi rata-rata sekitar 10 – 20%.
Inflasi di Indonesia
• Tingginya inflasi menyebabkan suku bunga riil
(suku bunga deposito – inflasi) negatif, sejak
tahun 1973.
• Ini menjadi alasan pemerintah melakukan
subsidi. Pemerintah juga mensubsidi bunga bank
milik pemerintah sehingga suku bunga bank milik
pemerintah jauh lebih rendah dibandingkan suku
bunga bank swasta.
• Hal ini menyebabkan munculnya korupsi dan
praktek arbitrase (pembelian dana kredit untuk
dijual kembali dengan bunga yang lebih tinggi).
Inflasi di Indonesia
• Inflasi tinggi terjadi pada tahun 1979. Akibat adanya
devaluasi Rp terhadap US$ sebesar 50% (dari Rp415
menjadi Rp625 /US$) dan harga minyak dunia yang
melonjak.
• Pendapatan pemerintah meningkat dua kali lipat tahun
1980-1981  pertumbuhan jumlah uang beredar.
• Untuk mengurangi dampak inflasi, opsi tindakan yang
dilakukan oleh pemerintah menanamkan modal di luar
negeri (memberi pinjaman), membayar utang LN,
mengimpor sektor yang padat barang impor. Opsi satu dan
tiga dilaksanakan. Namun opsi dua tidak, mengingat
tawaran bunga yang rendah dan menjaga hubunga dengan
negara donor.
Reformasi Kebijakan Dekade 1980-an
• Tahun 1982, harga minyak stabil dan inflasi
menurun.
• Kebijakan yang diambil:
1. Menjaga pertumbuhan JUB (M1) yang
mendekati nol %.
2. Kebijakan moneter diambil secara tidak
langsung.
3. Depresiasi mata uang dilakukan secara crawling
peg (mengambang terkendali) setelah terjadinya
devaluasi pada tahun 1983 dan 1986.
Reformasi Kebijakan Dekade 1980-an
• Reformasi kebijakan moneter bulan Juni 1983,
Bank milik pemerintah diizikan untuk
menentukan sendiri berapa suku bunga nya,
batas maksimum pemberian kredit dihapus, dan
pengurangan kredit bersubsidi.
• Devaluasi pada 30 Maret 1983 (Rp625 menjadi
Rp970 / US$) menjadi trauma. September 1984
(isu devaluasi) menyebabkan pelarian modal
besar-besaran (cadangan devisa terkuras)  suku
bunga naik (overnight mencapai 90%).
Reformasi Kebijakan Dekade 1980-an
• Devaluasi kembali dilakukan tahun 12 Sept 1986, akibat
berkurangnya cadangan devisa pemerintah akibat
menurunnya harga minyak dunia, dari Rp1.134 ke Rp1.644
/ US$.
• Tahun 1987, pemerintah memerintahkan bank umum
pemerintah membeli SBI sebanyak Rp900 miliar. Akibatnya
suku bunga naik, capital outflow (trauma devaluasi).
• Paket Oktober 1988, inisiatif kebijakan finansial untuk
mendorong tumbuhnya sektor keuangan. Bank umum
diberikan kebebasan untuk membuka cabang, kemudahan
izin mendirikan bank umum swasta, dan bank asing
diberikan izin membuka cabang di luar Jakarta dan reserve
requirement diturunkan dari 15% ke 2%, serta deposito
dikenakan pajak 15% agar pasar modal berkembang.
Pakto 88
•
-
Dampak Positip Pakto 88:
Pasar Modal tumbuh dengan baik
Persaingan bank yang sehat
M1/GDP tidak tumbuh tapi M2/GDP tumbuh
sekitar 70%.
- Jumlah bank dan kantor cabang meningkat cukup
pesat. Jumlah bank yang sebelum Pakto '88 tidak
sampai 70 buah dengan 1.863 kantor cabang,
Setelah Pakto 88 sampai 1997 saat krisis finansial
menghajar, jumlah bank menjadi melonjak
mencapai 238 buah dengan 7.775 kantor cabang.
Pakto 88
• Dampak Negatif:
- Meningkatnya jumlah bank dan kantor cabang,
pengawasan BI menjadi semakin lemah.
- Skandal keuangan menyebabkan reputasi bank menjadi
buruk. September 1990, Bank Duta (bank swasta
dengan koneksi politik ang besar) mengalami kerugian
mencapai $420 juta. Penyuntikan dana untuk
menyelamatkan bank tersebut.
- Desember 1992, Bank Summa dilikuidasi Bank
Indonesia karena ada kredit macet Rp1,5 triliun. Tahun
1994, kredit macet di Bapindo mencapat US$650 juta
(1,3 triliun).
Aliran Modal ke Sektor Swasta
• Investasi langsung (PMA)
• Investasi Portfolio
• Pinjaman dari bank komersial (commercial
bank lending)
• Kredit ekspor
FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TIMBULNYA UTANG
• NEGARA PENGUTANG
• MOTIVASI NEGARA
DONOR:
– kepentingan ekonomi
dan strategis
– tanggung jawab moral
– SAVING INVESTMENT
GAP
– FOREIGN EXCHANGE
GAP
– TRADE GAP
PERAN DAN LINGKUP KEGIATAN PERBANKAN
Definisi Bank :
Lembaga keuangan yang usaha pokoknya menghimpun dana dan menyalurkan kembali dana tersebut ke
masyarakat dalam bentuk kredit serta memberikan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran
uang
Fungsi Bank :
1.Sebagai penghimpun dana dari masyarakat berupa simpanan
Giro (current account)
Deposito (deposits)
Tabungan
Deposito berjangka
Sertifikat deposito
2.Sebagai penyalur dana pada masyarakat berupa kredit
kredit modal kerja
Kredit investasi
Kredit konsumtif
3. Melancarkan transaksi perdagangan dan peredaran uang
•Pembayaran dengan menerbitkan cek/BG
•Pembayaran dengan setoran tunai
•Pembayaran dengan atau tanpa L/C
@ Mudrajad Kuncoro/UGM/2002
18
KREDIT BERMASALAH

KOLEKTIBILITAS KREDIT:





LANCAR: TUNGGAKAN S/D 3 BULAN
KURANG LANCAR : TUNGGAKAN ANTARA 3-6 BULAN
DIRAGUKAN : MASIH DAPAT DISELAMATKAN DENGAN AGUNAN >=75% DARI
HUTANG; TIDAK DAPAT DISELAMATKAN TAPI AGUNANNYA >=100% DARI UTANG
MACET: 21 BULAN BERSTATUS DIRAGUKAN BELUM ADA PELUNASAN ATAU TELAH
DISERAHKAN PN/BUPN
DATA S/D NOV’95 (BANK INDONESIA,1996):


LANCAR 88,16%; KURANG LANCAR 3,03%; DIRAGUKAN 4,77%; MACET 4,04%
75,16% (Rp 7,9 milyar) KREDIT MACET DI BANK PEMERINTAH
19
2.3.3. Dinamika Krisis
Gambar 2.1. Dinamika Krismon di Asia
Bank
Nilai Tukar
Sektor korporat
Tingkat Suku
Bunga
Pasar Properti
Modal
Asing
Pelarian
Modal
Domestik
Pasar Modal
Sumber: Hoon, et al. (2000: 18)
24
2.3.4. Penyebab Krisis: Beberapa Catatan Studi
Tabel 2.6. Persentase Utang Jangka Pendek terhadap
Cadangan Devisa: 4 Negara Asia, akhir periode 1996
Negara
UTANG jangka pendek
(% terhadap cadangan devisa)
Korea
213%
Indonesia
181%
Malaysia
47%
Filipina
77%
Thailand
169%
Sumber : Bank of International Settlements dalam Hoon, et,al (2000: 14)
25
•Krisis Tahun 1997-1998
•Spekulasi dan Contagion
•Intervensi Pemerintah dalam Sektor
Keuangan
Tabel 2.8. Episode depresiasi (>50%) mata uang terpilih, Juli 1997-Maret 1998
Thailand
Juli 1997
2/7
18,5
Oktober 1997
22/1
0
5,1
Indonesia
3/10
Korea
7,3
November 1997
20/11
28/11
Desember 1997
9/12
12/12
24/12
Terlalu
banyakb
7,7
21,2
7,3
Februari 1998
13/2
20/2
22,4
6,3
Maret 1998
4/3
5/3
16/3
6,0
10,8
5,6
Januari 1998
5/1
5,9
Malaysia
10,0
5,5
Banyaka
5/1
6/1
8/1
12/
2
5,3
7,2
5,0
7,9
3/3
5,4
26
•
•
Masalah Utang yang Berlebihan (Overborrowing)
Tujuh Negara Asia dan Enam Dimensi Krisis
Tabel 2.10. Tujuh Negara Asia dan Dimensi Krisis, 1997-98
Negara
Krisis Mata
Uang
Krisis
Finansial
Krisis
Ekonomi
Krisis
Sosial
Krisis
Politik
Hongkong
Krisis
Kepercayaa
n
√
Terhindar
Terhindar
Terhindar
Terhindar
Terhindar
Singapura
√
√
Terhindar
Terhindar
Terhindar
Terhindar
Taiwan
√
√
Terhindar
Terhindar
Terhindar
Terhindar
Malaysia
√
√
√
Terhindar
Terhindar
Terhindar
Korea Selatan
√
√
√
√
Terhindar
Terhindar
Thailand
√
√
√
√
Terhindar
Terhindar
Indonesia
√
√
√
√
√
√
Sumber: Rao (2001: 63)
•
Perubahan Politik dan Reformasi Ekonomi
27
2.4. PEMULIHAN YANG MENYAKITKAN
2.4.1. Proses Pemulihan
Tabel 2.11. Tenggang Waktu Perubahan Nilai Tukar Riil terhadap
Pertumbuhan Ekspor
Negara
Koefisien
Lagged Effect
Indonesia
-0,4
6-12 bulan
Malaysia
-0,3
6-12 bulan
Thailand
-0,6
9-15 bulan
Filipina
-0,3
9-15 bulan
Taiwan
-0,9
9-15 bulan
Singapura
-1,2
6-12 bulan
Hong Kong
-0,8
6-12 bulan
Sumber : Hoon, et al (2000: 21)
28
Tabel 2.12. Biaya Bailout Krisis Perbankan
Negara
% GDP
% Pinjaman
Jepang (1991-sekarang)
22,0%
20,0%
Cili (1985)
19,6%
22,5%
Argentina (1982)
13,0%
42,5%
Venezuela (1994)
13,0%
57,2%
Meksiko (1994-1995)
12,0%
44,0%
Finlandia (1991-1993)
8,2%
9,7%
Amerika Serikat (1991)
5,1%
7,8%
Norwegia (1988-1992)
4,5%
5,5%
Sumber : Hoon, et al (2000: 22)
29
Tabel 2.13. Perkiraan Biaya Bailout Sistem Perbankan Berdasarkan Negara
BASE CASE
Kredit macet
tertinggi
Penghapusbukuan
Rasio Kerugian
Pinjaman
terhadap PDB
(%)
Indonesia
80,0%
75,0%
75,0%
Malaysia
30,0%
50,0%
17,1%
Filipina
15,0%
50,0%
3,2%
Thailand
45,0%
60,0%
26,2%
Negara
Sumber : Hoon, et al (2000: 23)
@ Mudrajad Kuncoro/UGM/2002
30
Tabel 2.14. Perkiraan Biaya Bailout Sistem Perbankan Menurut Negara
Penghapusbukuan Lembaga Keuangan dalam % terhadap
Negara
Kepemilikan
Sektor
Perbankan
Nominal
PDB
Total Utang
Pemerintah
Anggaran
Pemerintah
Indonesia
984%
75%
100%
513%
Malaysia
102%
17%
56%
129%
Filipina
28%
3%
7%
18%
Thailand
190%
26%
95%
173%
Sumber : Hoon, et al (2000: 23)
31