FGD 1 Bandung Raya - Metropolitan Jabar

Download Report

Transcript FGD 1 Bandung Raya - Metropolitan Jabar

Tantangan dan Praktik
Pengembangan Wilayah Metropolitan
Bandung Raya
Delik Hudalah, ST., MT., M.Sc., Ph.D.
Dosen Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan
Institut Teknologi Bandung
[email protected]
FGD Pengembangan Wilayah Metropolitan Bandung Raya 2025, Bandung, 22 September 2014/ Bappeda Provinsi Jawa Barat
Pokok Bahasan
Otonomi daerah dan Pengelolaan kawasan
metropolitan di Indonesia
 Pendekatan dan model tata kelola
metropolitan
 Studi kasus Kartamantul
 Studi kasus Jabodetabekpunjur
 Studi kasus Bandung Raya
 Kesimpulan dan rekomendasi

OTONOMI DAERAH DAN
PENGELOLAAN KAWASAN
METROPOLITAN
Ledakan Otonomi Daerah

Tujuan desentralisasi (otonomi daerah):
◦ Administratif: membuat pelayanan publik lebih dekat, lebih peka
terhadap kebutuhan masyarakat lokal.
◦ Politis: meminimalkan risiko disintegrasi nasional pasca jatuhnya Orde
Baru


UU 22/1999 dan 25/1999, yang selanjutnya digantikan oleh 32/2004
dan 33/2004, merupakan suatu proyek desentralisasi yang ambisius,
dengan unsur paling radikal berupa pemindahan kewenangan dari
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, kebanyakan tanpa
peran antara pemerintah provinsi (terjadi “kekosongan”
kelembagaan)
Penyerahan kekuasaan kepada unit administrasi terkecil dalam
jumlah yang banyak diharapkan dapat melemahkan gerakan
separatis atau lebih mudah untuk dikendalikan (Fitrani et al., 2005).
Tumbuhnya “raja kecil”
Kekosongan kelembagaan pada skala wilayah,
mendorong tumbuhnya egoisme kedaerahan dan
perpecahan wilayah
 Pemerintah daerah berperilaku bak kerajaan
kecil dengan wilayah kekuasaanya sendiri (Firman,

2009)
Kabupaten/kota melaksanakan pembangunan
tanpa merasa perlu berkonsultasi dengan
tetangganya.
 Menjamurnya pemekaran wilayah: terbesar di
dunia setelah Nigeria di tahun 1980an! (Firman, 2013)

Pemekaran wilayah (1989-2009)
30
25
20
15
10
5
0
1989
1994
1999
Year
2004
2009
600
Number of
Districts/Municipalities
Number of Provinces
35
500
400
300
200
100
0
1989
1994
1999
Year
2004
2009
Peta “intensitas” pemekaran
Rendahnya kinerja kelembagaan
metropolitan


Kebanyakan praktik kerja sama kelembagaan antar
daerah (KSAD) tidak disertai kewenangan yang
khusus dan sumber daya yang memadai untuk
mensinergikan pembangunan yang terpecah-pecah
Kesuksesan dicapai pada tahap pembuatan
rencana, tetapi kebanyakan gagal dalam
pelaksanaan dan pengendalian pembangunan –
tidak hanya di Indonesia, tapi Asia secara umum
(Laquian, 2005b, Hudalah et al., 2007)

Kegagalan terutama terletak pada upaya
mengubah skala (rescaling) pelayanan publik dan
pembangunan dari lokal ke wilayah
Kondisi KSAD Metropolitan
(Hudalah et al, 2013)
Region
Mebidangro (Greater
Medan)
Mun./district
Medan, Binjai, Deli
Serdang, Karo
Bandung Raya (Greater Bandung, West Bandung,
Bandung)
Cimahi, Sumedang
Transportation, urban
infrastructure, extended
urbanization
Program synergy (no
specific institution)
Condition
Formally, this institution still
exists but it does not function
properly.
BKSP Jabodetabek considered
less effective in influencing the
realization of the results of
discussions.
No integration among different
regional issues
Jabodetabek-punjur
(Greater Jakarta)
Jakarta, Bogor, Depok,
Conservation of water
Tangerang, Bekasi, Cianjur recharge area, waste, flood,
transportation
Kedungsepur (Greater
Semarang)
Residential and industrial
development, conservation
area
Extended urbanization,
infrastructure
Program synergy (no
specific institution)
Lack of monitoring and control to
follow up on consensus
BKSP Gerbang
Kertosusila
The coordinating institution does
not function properly.
Mamminasata (Greater
Makassar)
Semarang, Salatiga,
Semarang, Kendal,
Demak, Grobogan
Gresik, Jombang,
Kertosono, Surabaya,
Sidoarjo, Lamongan
Makassar, Maros, Gowa,
Takalar
Palembang
Palembang
Extended urbanization
Sarbagita (Greater
Denpasar)
Kartamantul (Greater
Yogyakarta)
Denpasar, Badung,
Gianyar, Tabanan
Yogyakarta, Sleman,
Bantul
Extended urbanization
Gerbangker-tosusila
(Greater Surabaya)
Issues
Transportation, ecology
Ecosystem conservation,
economic productivity
Urban infrastructure, solid
waste management
Institution
BKSP Mebidangro
BKSP Jabodetabek
BKPRD was a coordinating
agent with unclear job
description. Then, BKSPMM was
formed and has indicated a
satisfactory level on
infrastructure management
cooperation.
Not applicable (consisting only one municipality)
BKPS Kebersihan
The population is still far below
Sarbagita
one million people
Kartamantul Joint
Cooperation on infrastructure
Secretariat
management and spatial
planning in order to promote
regional integration
BKPRD BKSP
PENDEKATAN DAN
MODEL TATA KELOLA
METROPOLITAN
Pendekatan kelembagaan
metropolitan
Pendekatan kalkulus (pilihan rasional)
 Pendekatan struktural
 Pendekatan sosiologis (kultural)

Pendekatan kalkulus
Motivasi pengelolaan metropolitan adalah untuk
menginternalisasi pelimpahan dampak dari
tindakan pemerintah daerah yang terpecah-pecah
 Tujuan utamanya adalah untuk mencapai skala
ekonomi yang paling efisien dalam alokasi sumber
daya dan pelayanan publik
 Prasyarat: sistem pemerintahan yang bebas
(liberal); perilaku pemerintah daerah yang rasional
 Proses pembentukan kelembagaan: sukarela/ dari
bawah
 Contoh: kerja sama antar daerah di AS

Pendekatan struktural
Tujuan pengelolaan metropolitan adalah
untuk menciptakan kemapanan tatanan
administrasi pemerintahan dan stabilitas
politik
 Prasyarat: pemerintah yang kuat
 Proses pembentukan: dipaksakan/ dari
atas
 Contoh: konsolidasi/ penggabungan
daerah di Cina; pembentukan kawasan
perkotaan di Eropa

Pendekatan sosiologis (budaya)
Tujuan pengelolaan metropolitan adalah
untuk meningkatkan legitimasi dan
keberterimaan masyarakat
 Prasyarat: modal sosial/ identitas yang
kuat, kebersamaan
 Proses pembentukan: campuran
 Contoh: Sekber Kartamantul

Model-model tata kelola wilayah (Feiock,
2008)
Struktur administrasi kawasan
metropolitan
Tidak terstruktur
 Struktur terpusat (unified structure)
 Struktur bertingkat (tiered structure)

Tidak terstruktur
Kewenangan pada masing-masing
pemerintah daerah di dalam kawasan
metropolitan
 Keuntungan: “dekat” dengan masyarakat
 Kerugian: pelayanan perkotaan tidak
efisien
 Contoh: AS, kawasan metropolitan di
Indonesia

Terpusat (unified structure)
Kewenangan pada pemerintah wilayah/
kawasan metropolitan
 Keuntungan: pelayanan perkotaan lebih
efisien
 Kerugian: “menjauhi” aspirasi masyarakat
 Contoh: Tokyo Metropolitan Government,
Cina

Bertingkat (Tiered structure)
Pembagian kewenangan antara pemerintah
daerah dan lembaga metropolitan
 Keuntungan: optimasi skala pelayanan vs.
aspirasi
 Kerugian: kelembagaan lebih rumit
 Contoh: Dakka (Rajuk), Manila (MMDA),
Kartamantul

STUDI KASUS
KARTAMANTUL
Sekretariat Bersama Kartamantul
Sebuah praktik KSAD yang
kolaboratif
 Melibatkan 3 Pemda: Sleman,
Yogya, Bantul
 Tema kerja sama: infrastruktur
pembangunan ekonomi,
lingkungan
 Bidang kerja sama: persampahan,
limbah, air bersih, transport,
jalan dan drainase, tata ruang
 ‘Best practice’ menurut
Kemdagri, Bank Dunia, GIZ

Proses pengambilan keputusan
Sekber Kartamantul
Topik pembahasan
Prinsip
Kegiatan
Puncak/ pembuatan
kebijakan
(kepadal daerah)
Integritas wilayah, visi
bersama
pemaknaan, kerangka
budaya
Bertukar pikiran,
penyepahaman
menengah/
pengarah
(sekda, kadis,
kepala badan)
Alokasi sumber daya,
penyusunan draft
kesepakatan
Kepentingan politis,
redistribusi kekuasaan
lobi
Lingkungan,
infrastruktur, urbanisasi
Egosentris, rasionalitas
transaktif
Tingkatan pengelolaan
Bawah/ teknis
(staf)
Argumentasi, analisis
biaya-manfaat
Sumber: Hudalah et al, 2014
“Kerja sama budaya”

Membangun rasa saling percaya (trust)
◦ Pengembangan tradisi “kumpul-kumpul”: mangan ora
mangan waton ngumpul

Memangun prinsip kesetaraan, kesetiakawanan:
◦ Rotasi kepemimpinan ‘a la “arisan”

Membangun komitmen, rasa memiliki atas wilayah
◦ Pengembangan visi secara partisipatif: permainan
peran, bercerita

Membangun hubungan yang harmonis antarorganisasi:
◦ Peran provinsi sebagai “kakak” (bukan “bos”)
Yogyakarta Special
Province
Sleman
District
Bantul
District
Yogyakarta
Municipality
Before decentralisation
Vision
The
province
Sleman
District
Bantul
District
After decentralisation
Yogyakarta
Municipality
Other
Stakeholders
Peran konstruksi budaya dalam KSAD
Kartamantul
Penciptaan budaya
(Kumpul-kumpul)
tdk
Adakah
budaya yg
berguna?
ya
Penemuan budaya
(Wayang/bercerita)
tdk
Apakah
masih
hidup?
tdk
ya
Apakah
masih
relevan?
Modifikasi/ transformasi
budaya
(Kekeluargaan/
paternalistik)
ya
Penerapan budaya
(arisan)
STUDI KASUS
JABODETABEKPUNJUR
Distribusi penduduk
14000000
12000000
10000000
Jiwa
8000000
Jakarta
Botabek
6000000
4000000
2000000
0
1955
1960
1965
1970
1975
1980
Tahun
1985
1990
1995
2000
2005
(Rustiadi 2007)
Perluasan kawasan terbangun
Peran pemerintah dan swasta
(Sumber: Winarso & Firman 2001)
Hubungan desa-kota
(Sumber: Winarso & Firman 2001)
Kawasan Industri
Cikarang-Bekasi
JABABEKA
I
MM 2100
JABABEKA
II
DELTA
SILICON
EJIP
LIPPO
CIKARANG
BIIE
DELTA
MAS
Kawasa industri di Greater Jakarta
Sumber: Hudalah et al, 2013
GREATER JAKARTA
Grafik Rata-Rata Nilai Investasi Asing - Tenaga Kerja Kawasan Inti
7,000,000
70,000
6,000,000
60,000
5,000,000
50,000
4,000,000
40,000
US$ Ribu
Jiwa
3,000,000
30,000
2,000,000
20,000
1,000,000
10,000
-
1993-1997
1998-2002
2003-2007
Tahun
Investasi
Tenaga Kerja
2008-2012
Grafik PDRB - Investasi Asing Kawasan Pinggiran
1,200,000
4,000,000
3,500,000
1,000,000
3,000,000
800,000
PDRB - Miliar Rupiah
2,500,000
600,000
2,000,000 Investasi - US$ Ribu
1,500,000
400,000
1,000,000
200,000
500,000
-
1998-2002
2003-2007
PDRB
Investasi
2008-2012
Permasalahan

Kualitas lingkungan, pembangunan berkelanjutan

Infrastruktur, daya saing wilayah

Segregasi sosial (gated communities), ketimpangan
pembangunan
PP 26/2008 RTRWN

Kawasan strategis nasional adalah
wilayah yang penataan ruangnya
diprioritaskan karena mempunyai
pengaruh sangat penting secara nasional
terhadap kedaulatan negara, pertahanan
dan keamanan negara, ekonomi, sosial,
budaya, dan/atau lingkungan, termasuk
wilayah yang ditetapkan sebagai warisan
dunia.
Perpres 54/ 2008 KSN
Jabotabekpunjur
Pasal 3: Penataan ruang Kawasan Jabodetabekpunjur memiliki
peran sebagai acuan bagi penyelenggaraan pembangunan yang
berkaitan dengan upaya konservasi air dan tanah, upaya
menjamin tersedianya air tanah dan air permukaan,
penanggulangan banjir, dan pengembangan ekonomi untuk
kesejahteraan masyarakat.
 Pasal 63: Koordinasi teknis penataan ruang Kawasan
Jabodetabekpunjur sebagai kawasan strategis nasional
dilakukan oleh Menteri (yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan dalam bidang penataan ruang).
 Pasal 64: Koordinasi kelembagaan dan kebijakan kerja sama
antardaerah di Kawasan Jabodetabekpunjur dilakukan
dan/atau difasilitasi oleh badan kerja sama antardaerah.

UU No. 32 Tahun 2004
BAB X
KAWASAN PERKOTAAN
Pasal 199
(1) Kawasan perkotaan dapat berbentuk :
a. Kota sebagai daerah otonom;
b. bagian daerah kabupaten yang memiliki ciri perkotaan;
c. bagian dari dua atau lebih daerah yang berbatasan langsung dan memiliki
ciri perkotaan.
…
(4) Kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c dalam hal penataan ruang dan penyediaan fasilitas
pelayanan umum tertentu dikelola bersama oleh daerah terkait.
…
(7) Ketentuan, sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), ayat
(4), ayat (5), dan ayat (6) ditetapkan dengan Perda dengan
berpedoman pada Peraturan Pemerintah.
PP 34/ 2009 Pedoman Pengelolaan
Kawasan Perkotaan







Pasal 1
3. Kawasan Perkotaan adalah wilayah yang mempunyai
kegiatan utama bukan pertanian, dengan susunan fungsi
Kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan
dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial,
dan kegiatan ekonomi.
Pasal 4
(2) Kawasan Perkotaan yang merupakan bagian dari dua atau
lebih daerah kabupaten yang berbatasan langsung
antarprovinsi ditetapkan berdasarkan:
a. kesepakatan bersama antarpemerintahan daerah kabupaten;
b. persetujuan gubernur; dan
c. persetujuan Menteri (yang bertanggung jawab dalam urusan
pemerintahan dalam negeri).
Jabodetabekpunjur: fragmentasi
kebijakan nasional
Definisi: kawasan strategis vs kawasan
perkotaan
 Fungsi: lingkungan (konservasi) vs sosialekonomi
 Koordinasi: Kementerian yang
membidangi penataan ruang vs
kementerian urusan pemerintahan dalam
negeri

STUDI KASUS BANDUNG RAYA
(KHUSUSNYA TRANSPORT)
Pendahuluan




5 kabupaten/kota
56 kecamatan
5,8 juta penduduk
Luas area 106.015 Ha
Terdiri atas:
• 30 kecamatan di Kota
Bandung
• 3 kecamatan di Kota
Cimahi
• 16 kecamatan di
Kabupaten Bandung
• 6 kecamatan di
Kabupaten Bandung
Barat
• 1 kecamatan di
Kabupaten Sumedang
Peri-urbanisasi Bandung Raya
CIMAHI
BANDUNG
No
1
Kriteria
Karakteristik Wilayah
Kerja Sama di Kartamantul
Kerja Sama di Bandung Raya
Terjalin antara 3 Kab/Kota.
Terjalin antara 6 Kab/Kota.
Luas wilayah : 18.819 Ha
Luas wilayah: 647.293 Ha
Jumlah Penduduk : 1.031.164 Jiwa
Jumlah Penduduk : 9.654.049 jiwa
Kepadatan Penduduk : 55 Jiwa/Ha
Kepadatan Penduduk : 15 jiwa/Ha
Dilaksanakan berdasarkan kebutuhan bersama.
Kerja sama dilaksanakan berdasarkan kebutuhan bersama.
Ada pembagian peran berdasarkan karakteristik wilayahnya.
Tidak ada pembagian peran dalam pelaksanaan kerja sama di
Kab. Sleman sebagai daerah konservasi.
Bandung Raya.
Kota Yogyakarta sebagai penggerak ekonomi
Kab. Bantul sebagai lokasi pembuangan sampah dan limbah.
2
Prinsip Kebersamaan dan
Terjalin karena adanya kesadaran dari ketiga Pemda :
Terjalin karena terjadinya longsor di TPA Leuwigajah.
Kesetaraan Dalam Pelaksanaan i) Suatu kawasan perkotaan harus dikelola secara compact.
KSAD
ii) Infrastruktur perkotaan harus dikelola secara terpadu,
harmonis dan tidak terikat pada batas administrasi.
3
Pemda dan Pemprov adalah rekan kerja.
Pemprov adalah koordinator.
Pemilihan Mekanisme dan tipe
Model KSAD di Kartamantul : joint service agreement.
Model kerja sama Bandung Raya : service contract
kerja sama yang tepat
Pembiayaan : sistem sharing antara ketiga Pemda.
Pembiayaan TPA Sarimukti : Pemerintah Provinsi
Rencana pembiayaan TPA Legoknangka dan Leuwigajah :
sistem sharing antara keenam Pemda.
Bentuk kerja sama Kartamantul : written agreements
Bentuk kerja sama Bandung Raya : written agreements
(Perjanjian Tertulis)
(Perjanjian Tertulis).
Pembentukan Sekber (Sekretariat Bersama) sebagai lembaga
Pembentukan P3JB (saat ini bernama BPSR) sebagai lembaga
kerja sama.
kerja sama.
Sekber dikelola bersama oleh ketiga Pemda dan Pemprov.
BPSR dikelola oleh Pemprov.
Organisasi di Sekber Kartamantul terdiri dari tiga tingkatan,
Tidak ada tingkatan organisasi seperti di Sekber
yaitu Tim Pembina, Tim Pengarah dan Tim Pelaksana.
Kartamantul.
Proses pengambilan keputusan dilaksanakan secara bottom-up.
Proses pengambilan keputusan adalah diskusi antara
Kab/Kota dengan BPSR.
Ketua Tim Pengarah Sekber adalah Sekda ketiga daerah yang
Tidak ada Tim Pengarah.
ditentukan secara bergiliran setiap 2 tahunnya.
Ketua dan staff Tim Pelaksana Sekber : kalangan profesional
Ketua dan staff BPSR adalah pegawai Pemerintah.
Ketua Tim Pelaksana Sekber dipilih melalui fit and proper test.
Tidakada fit and proper test.
Sumber: Tamba, 2010
Pengembangan
Kerjasama
Biaya
Transaksi
dalam
kerjasama
antar daerah
terkait
perencanaan
sistem
transportasi di
Metropolitan
Bandung Raya
Biaya
Informasi/koordinasi
Ketidakmerataan
distribusi
informasi
Biaya Negosiasi
Konflik
kepentingan
Biaya Aktor
Aktor yang
mendominasi
Biaya Penegakan dan
Pengawasan
Kurangnya
komitmen
stakeholders
Analisis alternatif model
Terdapat perbedaan
persepsi terhadap informasi
yang didapatkan
Masih banyak pihak-pihak
yang membawa kepentingan
dan ego pribadi yang
menyebabkan sulitnya
merumuskan kesepakatan
kerjasama
Terdapat aktor yang
berpengaruh dalam
perumusan kerjasama antar
daerah.
Kerjasama sudah diresmikan
namun belum berjalan dan
setiap stakeholders pun
masih belum konsisten
Analisis biaya transaksi Pemilihan model kerjasama
Model
Kerjasama
Model Kerjasama
Cakupan Kerjasama
Kerjasama yang didasarkan kepada komitmen dan kepercayaan secara politis antar
Handshake agreement
daerah yang bekerja sama
Fee for service
Penjualan suatu pelayanan publik dari suatu daerah kepada daerah lain yang bekerja
contract
sama
Mengkoordinasikan rencana dan kegiatan dalam sektor-sektor yang dikerjasamakan
Joint agreement
dan melakukan monitoring serta evaluasi terhadap kegiatan yang telah ditetapkan
dalam rencana
Pemerintah daerah yang bersangkutan membentuk badan bersama dan biasanya
Jointly-formed
terdiri dari perwakilan pemerintah daerah terkait dan memiliki kewenangan
authorities
mengeksekusi kebijakan pada bidang yang diurusnya
Pembentukan badan bersama yang bersifat netral yang menangani isu kewilayahan,
Regional Bodies
tetapi biasanya tidak memiliki wewenang dalam tataran implementasi karena
merupakan bagian dari pemerintah provinsi
Pembentukan suatu lembaga yang bertugas mengelola kepentingan bersama daerahInterkomunalitas
daerah yang bekerja sama
Pembentukan suatu wilayah administrasi baru dengan menggabungkan daerah lama
Suprakomunalitas
ke dalam sebuah struktur yang besar atau daerah lama menjadi subordinasi lembaga
yang baru
Koordinasi tiap-tiap daerah yang bekerja sama terkait teknis pelaksanaan,
Wadah koordinasi
penganggaran, monitoring, dan evaluasi pelaksanaan kerjasama antar daerah
Analisis alternatif model
Analisis biaya transaksi
Pemilihan model kerjasama
Pengembangan
Kerjasama
Kesesuaian dengan dasar hukum
Model Kerjasama
Dasar Hukum
HA
FSC
UU 32/2004 Pasal 195 ayat 1-2
 Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat,
daerah dapat mengadakan kerjasama dengan
daerah lain yang didasarkan pada pertimbangan
efisiensi dan efektivitas pelayanan publik, sinergi,
dan saling menguntungkan.
JA
JFA
RB
IK
SK
V
V
V
V
V
WK
 Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat diwujudkan dalam bentuk badan kerjasama
antar daerah yang diatur dengan keputusan
bersama.
Keterangan
HA : Handshake Agreement
JFA : Jointly-Formed Authorities
SK : Suprakomunalitas
FSC : Fee for Service Contract
RB : Regional Bodies
WK : Wadah Koordinasi
Analisis alternatif model
JA
IK
: Joint Agreement
: Interkomunalitas
Analisis biaya transaksi
Pemilihan model kerjasama
Pengembangan
Kerjasama
Kesesuaian dengan dasar hukum
Dasar Hukum
HA
FSC
PP 50/2007 Pasal 2
Kerjasama daerah dilakukan dengan prinsip: efisiensi;
efektivitas; sinergi; saling menguntungkan;
kesepakatan bersama; itikad baik; menguntungkan
kepentingan nasional dan keutuhan wilayah NKRI;
persamaan kedudukan; transparansi; keadilan; dan
kepastian hukum.
Model Kerjasama
JA JFA RB IK
V
V
V
SK
WK
V
PP 50/2007 Pasal 3
Para pihak yang menjadi subjek kerjasama daerah
meliputi: Gubernur; Bupati; Walikota; dan pihak
ketiga.
Keterangan
HA : Handshake Agreement
JFA : Jointly-Formed Authorities
SK : Suprakomunalitas
FSC : Fee for Service Contract
RB : Regional Bodies
WK : Wadah Koordinasi
Analisis alternatif model
JA
IK
: Joint Agreement
: Interkomunalitas
Analisis biaya transaksi
Pemilihan model kerjasama
Pengembangan
Kerjasama
Kesesuaian dengan dasar hukum
Dasar Hukum
Permendagri 69/2007 Pasal 5 dan 6
Pola kerjasama pembangunan perkotaan meliputi:
a. Kerjasama pembangunan perkotaan bertetangga
(bersifat kewilayahan); dan
b. Kerjasama jaringan lintas perkotaan (bersifat nonkewilayahan)
WK
V
V
FSC
V
V
V
V
V
V
V
FSC : Fee for Service Contract
RB : Regional Bodies
WK : Wadah Koordinasi
Analisis alternatif model
SK
HA
Permendagri 23/2009 Pasal 4
Pembinaan dan pengawasan Menteri Dalam Negeri dan
Gubernur sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 dan pasal
3 dilakukan pada tahapan: a) penjajakan; b) negosiasi; c)
penandatanganan; dan d) pelaksanaan dan pengakhiran.
Keterangan
HA : Handshake Agreement
JFA : Jointly-Formed Authorities
SK : Suprakomunalitas
Model Kerjasama
JA
JFA RB IK
JA
IK
V
V
V
V
: Joint Agreement
: Interkomunalitas
Analisis biaya transaksi
Pemilihan model kerjasama
Pengembangan
Kerjasama
Kesesuaian dengan dasar hukum
Model Kerjasama
Dasar Hukum
HA
Permendagri 22/2009 Pasal 3
1. Tata cara kerjasama daerah meliputi: tata cara
kerjasama daerah; dan tata cara kerjasama daerah
dengan pihak ketiga.
2. Tata cara kerjasama sebagaimana dimaksud dalam
ayat 1 dilakukan melalui tahapan: a) persiapan; b)
penawaran; c) penyiapan kesepakatan; d)
penandatanganan kesepakatan; e) penyiapan
perjanjian; f) penandatanganan perjanjian; dan g)
pelaksanaan.
Keterangan
HA : Handshake Agreement
JFA : Jointly-Formed Authorities
SK : Suprakomunalitas
FSC : Fee for Service Contract
RB : Regional Bodies
WK : Wadah Koordinasi
Analisis alternatif model
FSC
JA
JFA
V
V
V
JA
IK
RB
IK
V
SK
WK
V
: Joint Agreement
: Interkomunalitas
Analisis biaya transaksi
Pemilihan model kerjasama
Pengembangan
Kerjasama
Kesesuaian dengan karakteristik
Model Kerjasama
Karakteristik
FSC
Wilayah
 Terdapat 5 Kabupaten/Kota yang termasuk dalam wilayah
Metropolitan Bandung Raya.
 Pada tahun 2010 terdapat 56 kecamatan yang termasuk dalam
delineasi wilayah Metropolitan Bandung Raya dengan jumlah
penduduk sebesar 5,8 juta jiwa
 Wilayah Metropolitan Bandung Raya memiliki potensi untuk
berkembang dari segi jumlah penduduk, aktivitas ekonomi, dan
kawasan terbangun.
 Dalam proyeksi tahun 2025 Wilayah Metropolitan Bandung Raya
mencakup 73 kecamatan dengan jumlah penduduk sebesar 12,9 juta
jiwa.
Keterangan
FSC : Fee for Service Contract
JFA : Jointly-Formed Authorities
WK : Wadah Koordinasi
JA
IK
JA
JFA
IK
WK
V
V
V
V
: Joint Agreement
: Interkomunalitas
Analisis alternatif model
Analisis biaya transaksi
Pemilihan model kerjasama
Pengembangan
Kerjasama
Kesesuaian dengan karakteristik
Model Kerjasama
Karakteristik
FSC
Kelembagaan
 Terdapat Setda, Dinas dan Lembaga Teknis yang terkait dengan
perencanaan sistem transportasi sesuasi dengan tupoksinya.
 Pemerintah Provinsi Jawa Barat menginsisiasi dan
mengkomunikasikan perencanaan di Metropolitan Bandung Raya
kepada Pemerintah Kabupaten/Kota di dalamnya.
 Pemerintah Kabupaten/Kota memiliki kewenangan dan kepentingan
dalam menjalankan perencanaan di masing-masing wilayah.
 Biro Otonomi Daerah dan Kerjasama merupakan lembaga yang
berfungsi membentuk dokumen kerjasama antar daerah di
Metropolitan Bandung Raya
Keterangan
FSC : Fee for Service Contract
JFA : Jointly-Formed Authorities
WK : Wadah Koordinasi
JA
IK
JA
JFA
IK
WK
V
V
V
V
: Joint Agreement
: Interkomunalitas
Analisis alternatif model
Analisis biaya transaksi
Pemilihan model kerjasama
Pengembangan
Kerjasama
Kesesuaian dengan karakteristik
Model Kerjasama
Karakteristik
Kerjasama yang berlaku
 Terdapat kesepakatan bersama antara Pemerintah Provinsi dan
Pemerintah Kabupaten/Kota tentang Pembangunan Sistem Angkutan
Massal Teknologi Monorel di Wilayah Bandung Raya.
 Provinsi Jawa Barat telah menandatangani MoU (Memorandum of
Understanding) dengan China National Machinery Import and Export
Corporation tentang Penyusunan Rencana Induk Metropolitan Bandung
Raya Provinsi Jawa Barat.
 Terdapat perjanjian kerjasama antara China National Machinery Import
and Export Corporation dengan PT. Sarana Infrastruktur Indonesia dan
PT. Jasa Sarana untuk Greater Bandung Raya Monorel Project
Keterangan
FSC : Fee for Service Contract
JFA : Jointly-Formed Authorities
WK : Wadah Koordinasi
JA
IK
FSC
JA
JFA
IK
WK
V
V
V
V
V
: Joint Agreement
: Interkomunalitas
Analisis alternatif model
Analisis biaya transaksi
Pemilihan model kerjasama
Pengembangan
Kerjasama
Model
Kerjasama
Pengelolaan Kerjasama
Penilaian
Kelebihan
Kekurangan
Joint
Agreement
 Feasible untuk dilaksanakan, tidak
Adanya pembagian
ada perubahan struktur
kontrol dan tanggung
 Memberikan pengaruh langsung
jawab terhadap program
terhadap kebijakan daerah
serta otoritas
 Solidaritas dan keberlangsungan
pengaturan yang kuat
kerjasama lebih terjamin
Jointlyformed
authorities
 Feasible untuk dilaksanakan karena  Memberikan tugas
Pendelegasian kendali,
menggunakan sumber daya dari
tambahan kepada aktor
tiap-tiap daerah
sehingga dapat mengurangi
pengelolaan, dan
tanggung jawab kepada  Melibatkan partisipasidari tiap-tiap
fokus
daerah sehingga menjadi lebih
 Terdapat kemungkinan
lembaga yang dibentuk
dengan pengaturan
sinergis
tumpang tindih tupoksi
 Koordinasi antar daerah akan
dengan instansi lain yang
wewenang yang jelas
berjalan dengan baik
sudah ada
Analisis alternatif model
Analisis biaya transaksi
 Dokumen perjanjian yang
dihasilkan biasanya rumit,
karena melibatkan birokrasi
dari pemerintah daerah
yang bersangkutan
Pemilihan model kerjasama
Pengembangan
Kerjasama
Model Kerjasama
Pengelolaan
Kerjasama
Penilaian
Kelebihan
 Kerjasama akan menjadi lebih
Pemberian tugas dan
fokus dan memiliki tujuan
wewenang kepada
pencapaian yang jelas
lembaga terkait
 Pengawasan kerjasama menjadi
Interkomunalitas kegiatan sesuai
lebih terpusat dan lebih objektif
dengan arahan yang
 Memiliki aturan dan pembagian
diberikan pihak-pihak
wewenang yang jelas kepada
yang bekerja sama
lembaga
Wadah
Koordinasi
Kekurangan
 Mengurangi efisiensi karena
membentuk lembaga baru
yang membutuhkan sumber
daya manusia
 Terdapat kemungkinan
tumpang tindih tupoksi
dengan lembaga yang
sudah ada
 Hubungan antar anggota
 Tidak ada mekanisme atau
Kerjasama berupa
sifatnya fleksibel dan kerjasama
aturan yang kuat terhadap
yang dilakukan bersifat
sharing informasi dan
kesepakatan kerjasama
aktivitas lainnya
partisipatif
 Membutuhkan komitmen
seperti pelaksanaan  Solidaritas dan keberlangsungan
dan kesadaran yang tinggi
dan evaluasi program
koordinasi dapat terjamin
dari pihak yang terlibat
melalui forum yang dilakukan
Analisis alternatif model
Analisis biaya transaksi
Pemilihan model kerjasama
Rekomendasi
Model
Kerjasama
Stakeholders yang Terlibat
Pemerintah Provinsi Jawa
Barat
 Bappeda Provinsi Jawa Barat
 Dinas Perhubungan
 Dinas Permukiman dan
Perumahan
 Dinas Bina Marga
Jointly-Formed
Authorities
Pemerintah Kabupaten/Kota
di Metropolitan Bandung
Raya
 Bappeda Kabupaten/Kota
 Dinas Perhubungan
 Dinas Pekerjaan
Umum/Dinas Tata Ruang dan
Cipta Karya
 Dinas Bina Marga
Tugas dan Wewenang
Badan kerjasama antar daerah dipimpin oleh Sekretariat
Daerah Provinsi Jawa Barat.
Bappeda, memiliki tugas untuk merumuskan kebijakan
teknis terkait perencanaan sistem transportasi
Dinas Perhubungan, memiliki tugas untuk
merumuskan kebijakan teknis di bidang jaringan dan
fasilitas lalu lintas serta bidang angkutan
Dinas Tata Ruang/PU/Permukiman dan
Perumahan, memiliki tugas untuk merumuskan
kebijakan teknis di bidang pekerjaan umum dan penataan
ruang terkait transportasi
Dinas Bina Marga, memiliki tugas untuk merumuskan
kebijakan teknis kebinamargaan terkait transportasi
Rekomendasi
Struktur Model yang Direkomendasikan
Sumber: Talitha & hudalah, 2014
Rekomendasi
Model
Kerjasama
Mekanisme Kerjasama
Syarat dan Ketentuan

Melakukan kajian bersama terkait
perencanaan sistem transportasi dan
memfasilitasi penyelesaian isu transportasi
wilayah di Metropolitan Bandung Raya

Dilakukan sharing pendanaan untuk

penetapan sistem angkutan transportasi,
sinergisasi sistem jaringan jalan, pengelolaan
infrastruktur transportasi, dan penetapan tarif
angkutan secara terpadu

Terdapat peraturan khusus yang mengatur
perjanjian kerjasama mengenai perencanaan
sistem transportasi di Metropolitan Bandung
Raya
Jointly-Formed
Authorities


Setiap pihak memberikan
perwakilannya untuk bergabung
dalam badan kerjasama, menjunjung
prinsip partisipasi dan kesetaraan
Diperlukan transparansi dari setiap
perwakilan lembaga terkait
penyusunan kebijakan perencanaan
sistem transportasi
Diperlukan komitmen yang dapat
dipercaya dari setiap stakeholders
untuk merencanakan dan
mengawasi pelaksanaan kerjasama
KESIMPULAN DAN
REKOMENDASI
Kesimpulan
Penguatan kelembagaan metropolitan
merupakan konsekuensi tak terhindarkan
dari penerapan kebijakan otonomi daerah
 Sebagian besar kawasan metropolitan di
Indonesia belum memiliki sistem
kelembagaan yang kuat, khususnya pada
tahap pelaksanaan dan pengendalian
pembangunan

Rekomendasi





Penguatan dimensi kewilayahan dalam kebijakan sektoral provinsi
Perlu sinkronisasi peran lembaga: Kemdagri dan Kemen PU;
Bappeda dan dinas
Kepemimpinan daerah yang kuat sebagai modal penting dalam
penguatan kelembagaan wilayah di era Otonomi Daerah
Perlu upaya menumbuhkan komitmen, trust, dan hubungan
harmonis antar daerah di Bandung Raya
Perlunya mengedepankan asas-asas mendasar dalam kerja sama
◦ Asas kesetaraan: hindari dominasi salah satu daerah; dikotomi Kawasan
Inti vs. Penyangga
◦ Asas saling membutuhkan: banjir/ kerusakan lingkungan vs.
pembangunan/ infrastruktur/ daya saing wilayah
◦ Asas urgensi: persampahan vs penataan ruang
◦ Asas kekeluargaan: untung/rugi vs visi/kebersamaan