Peranan Agama Dalam Politik di Timur Tengah

Download Report

Transcript Peranan Agama Dalam Politik di Timur Tengah

Peranan Agama Dalam Politik di
Timur Tengah
-Syiah dan Sunni
-Wahabi
-Kebijakan Dalam dan Luar
Negeri
Basis Sosial Masyarakat Timur Tengah
Basis sosial masyarakat kawasan timur tengah
dapat di identifikasi melalui pola budayanya
yang dapat tercermin dari :
1. Tradisi kesukuan,
2. agama,
3. ke-arab-an, dan
4. nasionalisme.
Tradisi Kesukuan
Basis sosial masyarakat di Timur Tengah pada umumnya
bertumpu pada kenyataan sebagai masyarakat
kesukuan (Tribal Society) dan budayanya berpola
kepada kesukuan.  datang dan dibangun oleh sukusuku pengembara (Nomadic Tribe).
Karakteristik : mobil dan agresif, sikap alami adalah
kegelisahan, ekonomi berpusat kepada peternakan dan
bercocok tanam kecil-kecilan, keberagamaan yang
shaleh dan puritan, melahirkan corak perfeksionisme
regilius dan moral.
• Penemuan dan penambangan ladang-ladang
minyak warga pribumi merangkak sejahtera
dan mengalami transformasi modern dari
kehidupan tradisional menuju formalitas
modern lebih maju
• Masih terciptanya hubungan Patron Client
antara penguasa dengan beberapa suku
Tradisi Keagamaan
• Kawasan timur tengah merupakan kawasan
yang memeluk agama samawi
• Hampir 90 % negara-negara di Timur Tengah
memeluk agama islam, masih ada kesadaran
terhadap nilai-nilai islam yang terefleksi
kepada sistem dan konstitusi negara,
sedangkan 10% merupakan pemeluk nasrani
• Pemikiran islam yng terbagi kepada pemikiran
Sunni, Syiah, wahabi, dll
Perbedaan paham
• Perbedaan paham antara sunni, syiah dan
wahabianisme tetap mengakar kepada garis sejarah
dan perkembangan masyarakat arab, walaupun secara
gradual mereka tetap memiliki kesadaran secara
kolektif sebagai bangsa dan kesetiaan pada negara.
• Perbedaan paham ini bisa diamati pada ke-khasan cara
hidup yang di anut , pandangan hidup dan tata nilai
yang diikuti secara hirarki kekuasaan intern yang ditaati
: nampak pada sistem kepercayaan dan ritual masing –
masing paham atau mazhab tadi
• Perbedaan paham akan semakin dipertajam,
bila masing-masing kelompok menggalakkan
dan mengintensifkan perbedaanperbedaannya yang dapat melahirkan konflik
yang tajam.
• Lahirnya sekterian-sekterian internal mazhab,
perkawinan endogami dalam satu sekte yang
semua digunakan untuk melestarikan tradisi
dan subkultur aliran keagamaannya masingmasing.
• Lahirnya rezim-rezim yang berangkat dari
kekuasaan mazhab kepada wilayah-wilayah
mereka
Nasionalisme Arab
• Dalam hal ini nasionalisme arab dapat
dikatakan sebagai kategori kesatuan
masyarakat –bangsa yang dikatakan oleh Hans
Kohn (the idea of nationalism) dalam bentuk
State of mind and act of conciousness atau
adanya kesadaran kepada seluruh organ
masyarakat yang pluralistik untuk kemudian
bisa bersatu padu saling menjalin persatuan
dan kesatuan untuk mencapai tujuan
bersama.
Intrumen yang digunakan adalah negara dan kemudian
melembagakan bangsa.
Secara sederhana, nasionalisme arab merupakan reaksi dari
sekurang-kurangnya dua hal;
1. Tantangan penjajahan Barat terhadap tanah Arab,
2. tantangan Zionisme Yahudi.
Hal diatas memunculkan nasionalisme arab dimulai dari
usaha-usaha dari yang moderat, seperti menyatukan visi
dan wawasan politik, ekonomi dan kebudayaan mengatasi
batas-batas negara dan kebangsaan yang sempit sampai
pada ekstrimisits yitu berupa peleburan negara menjadi 1
negara. - pan arabisme oleh Gamal Abdul Nasser yang
ingin membentuk Republik Persatuan Arab (1956-1958)
Saham orang Arab yang beragama Kristen sangat
menonjol dalam mempopulerkan Nasionalisme
Arab kepada masyarakat banyak. Ini adalah upaya
untuk mengesampingkan Islam sebagai factor
dominan dalam perpolitikan Arab dan
menggantikannya dengan nasionalisme.
Misalnya yang dilakukan oleh Partai Baath di Irak
dan Syiria. filsafat ideologinya dibentuk oleh
Michel Aflak, seorang yang berpendidikan guru
dari kalangan Kristen Ortodok. Yang ditekankan
oleh Aflak adalah kearaban yang telah dan selalu
ada sepanjang sejarah, bukan keislaman yang
datang kemudian.
Mengilhami peristiwa – peristiwa : tumbangnya
kerajaan irak (1958), Kudeta di sudan (1959),
revolusi di Yaman utara (1962), kudeta di syria
(1963), kudeta di lybia (1969).