Hukum Kepailitan Pertemuan 12

Download Report

Transcript Hukum Kepailitan Pertemuan 12

KEPAILITAN DAN
PERSEROAN TERBATAS
PERSEROAN TERBATAS SEBAGAI SUBJEK HUKUM
SUBJEK HUKUM
 Subjek hukum adalah setiap pihak yang menjadi
kewajiban dalam melakukan hubungan hukum.
pendukung hak dan
 Dalam ilmu hukum dikenal 2 macam subjek hukum, yaitu :
1. Manusia sebagai naturlijk persoon, yaitu subjek hukum alamiah dan bukan
hasil kreasi manusia tetapi ada karena kodrat.
2. Badan Hukum sebagai rechtspersoon, yaitu subjek hukum yang merupakan
hasil kreasi hukum.
 Perseroan Terbatas adalah merupakan subek hukum karena dalam hal ini
perseroan terbatas adalah suatu badan hukum yang oleh hukum diakui secara
tegas sebagai suatu badan hukum, yaitu merupakan subjek hukum yang cakap
melakukan perbuatan hukum atau mengadakan hubungan hukum dengan
berbagai pihak, layaknya manusia. Oleh karenanya Perseroan Terbatas
merupakan suatu badan hukum yang mandiri yang merupakan salah satu
bentuk organisasi usaha yang dikenal dalam sistem Hukum Dagang Indonesia.
PENGERTIAN PERSEROAN TERBATAS
 Perseroan Terbatas menurut ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang Undang No.
40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas adalah :
“Perseroan Terbatas yang selanjutnya
disebut perseroan,
adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal,
didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha
dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam
saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam
Undang Undang ini serta peraturan pelaksananya.”
UNSUR-UNSUR PERSEROAN TERBATAS
1. Adanya kekayaan yang dipisahkan dari kekayaan pribadi masing-masing
pendiri Perseroan Terbatas (pemegang saham dengan tujuan untuk
membentuk sejumlah modal sebagai jaminan bagi semua perikatan
Perseroan Terbatas);
2. Adanya pemegang saham (Pesero) yang tanggung jawabnya terbatas
pada jumlah nilai nominal saham yang dimiliknya. Para Pesero ini
tergabung dalam RUPS sebagai organ Perseroan Terbatas yang
memegang kekuasaan tertinggi dalam Perseroan Terbatas yang
berwenang
mengangkat,
memberhentikan
sementara
atau
memberhentikan Direksi dan Komisaris, menetapkan kebijakan umum
Perseroan Terbatas yang akan dijalankan oleh Direksi, dan menetapkan
kewenangan atau hal-hal lainnya yang tidak diserahkan kepada Direksi
atau Komisaris.
3. Adanya pengurus, yang dinamakan Direksi
dan pengawas yang
dinamakan Komisaris yang juga merupakan organ Perseroan Terbatas,
yang tugas, kewenangannya dan kewajibannya diatur lebih lanjut dalam
Anggaran Dasar Perseroan Terbatas atau keputusan RUPS.
ORGAN PERSEROAN TERBATAS
 Demi kelangsungan keberadaannya Perseroan mutlak membutuhkan organ
perseroan.
 Menurut pasal 1 ayat (2) UU No. 40 Tahun 2007, organ perseroan adalah :
1. RUPS di mana para pemilik modal sebagai pihak yang berkepentingan
berwenang sepenuhnya untuk menentukan kepada siapa akan mereka
percayakan pengurusan Perseroan;
2. Direksi yang oleh UUPT ditugaskan mengurus dan mewakili Perseroan;
3. Dewan Komisaris yang oleh UU No. 40 tahun 2007 ditugaskan untuk
melakukan pengawasan
serta
memberi
nasihat
kepada
Direksi;
RUPS (RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM)
 Pasal 1 ayat (4) UU No. 40 Tahun 2007 menyatakan, “Rapat Umum Pemegang
Saham yang selanjutnya disebut dengan RUPS adalah organ perseroan yang
mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi dan atau Dewan
Komisaris dalam batas yang ditentukan oleh undang-undang ini dan/atau
Anggaran Dasar”
 RUPS adalah rapat yang diselenggarakan oleh Direksi perseroan setiap tahun
dan setiap waktu berdasarkan kepentingan perseroan ataupun atas permintaan
pemegang saham sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar. RUPS merupakan
organ yang sangat penting keberadaannya dalam suatu Perseroan Terbatas.
 RUPS merupakan organ Perseroan Terbatas yang kedudukannya sebagai
organ yang memegang kekuasaan tertinggi dalam Perseroan Terbatas,
sehingga sangat penting kehadiran dan kedudukannya dalam Perseroan
Terbatas.

Dalam hal ini RUPS merupakan organ yang mempunyai wewenang yang tidak
diberikan kepada Direksi dan Komisaris sebagaimana difinsi RUPS yang
diberikan oleh Pasal 1 ayat (4) UU No. 40 Tahun 2007 dan dipertegas dalam
Pasal 75 ayat (1) yang menyatakan, RUPS mempunyai wewenang yang tidak
diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris, dalam batas yang ditentukan
dalam Undang Undang ini dan/atau Anggaran Dasar
DIREKSI
 Direksi menurut Pasal 1 angka 5 UU No. 40 tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas adalah : ” organ perseroan yang berwenang dan
bertanggung jawab penuh
atas
pengurusan perseroan untuk
kepentingan perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan
serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan
sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.”
 Berdasarkan Pasal 92 ayat (1) Undang Undang No. 40 tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas, pengurusan Perseroan dipercayakan
kepada Direksi.
 Konsep pengurusan disini diartikan sebagai Direksi ditugaskan dan
oleh karena itu berwenang :
a) mengatur dan menyelenggarakan kegiatan-kegiatan usaha
Perseroan;
b) mengelola kekayaan Perseroan;
c) mewakili Perseroan di dalam dan di luar Pengadilan.
KEDUDUKAN HUKUM DIREKSI
 Kedudukan Direksi dalam perseroan adalah merupakan
gabungan dua macam persetujuan atau perjanjian, yaitu
1. perjanjian pemberian kuasa; dan
2. perjanjian kerja.
 Direksi diperlakukan sebagai penerima kuasa dari
perseroan untuk menjalankan perseroan sesuai dengan
kepentingannya
untuk mencapai tujuan perseroan
sebagaimana ketentuan Anggaran Dasar.
 Direksi diperlakukan sebagai karyawan perseroan adalah
dalam hubungan atasan dan bawahan dalam suatu
perjanjian perburuhan. Berarti direksi
tidak dapat
menjalankan melakukan sesuatu yang tidak atau bukan
menjadi tugasnya.
TUGAS DAN KEWAJIBAN DIREKSI
 Menurut Pasal 92 ayat (1), pasal 97 ayat (1) dan 98 ayat (1) UU No. 40 tahun 2007,
Tugas Direksi, antara lain :
Pasal 92 ayat (1) : ”Direksi menjalankan pengurusan untuk kepentingan
perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan
perseroan.”
Pasal 97 ayat (1) : ”Direksi bertanggung jawab atas pengurusan perseroan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 ayat (1).”
Pasal 98 ayat (1) : ”Direksi mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar
pengadilan.”
 Dari ketiga tugas tersebut, tugas utama Direksi adalah melaksanakan pengurusan
perseroan sebaik-baiknya untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili
perseroan di dalam maupun di luar pengadilan, sehingga maksud dan tujuan perseroan
akan tercapai.
 Mengenai kewajiban Direksi, dapat dilihat dalam pasal 44 ayat (2), Pasal 50 ayat (1) dan
(2), Pasal 56 ayat (3), Pasal 63, Pasal 66 ayat (1), Pasal 68 ayat (1) dan (3), Pasal 79
ayat (1), pasal 78 ayat (3), Pasal 81 ayat (1), pasal 100 ayat (1), pasal 101 ayat (1), dan
Pasal 102 ayat (1) UU No. 40 tahun 2007.
WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI
 Berdasarkan tugas direksi sebagaimana Pasal 98 ayat (1), terdapat 2 kewenangan
direksi, yaitu pengurusan dan perwakilan.
 Pengurusan adalah dalam kaitannya dengan hubungan internal antara pengurus dan
orang yang hartanya berada dalam pengurusan pengurus. Dengan demikian merupakan
hubungan antara direksi dengan pemegang saham
 Perwakilan adalah dalam kaitannya dengan hubungan eksternal antara pengurus
dengan harta kekayaan yang diurus oleh pengurus dengan pihak ketiga dengan siapa
hubungan hukum etrsebut dilakukan oleh pengurus dalam kapasitasnya sebagai
pengurus harta kekayaan orang lain. Dengan demikian merupakan hubungan antara
direksi dengan pihak ketiga dalam melakukan perbuatan hukum untukdan atas nama
perseroan.
 Berdasarkan wewenang pengurusan dan perwakilan tersebut, tanggung Jawab direksi
dapat dibedakan menjadi :
1. tanggung jawab internal Direksi yang meliputi tanggung jawab direksi terhadap
perseroan dan pemegang saham perseroan.
2. tanggung jawab eksternal direksi, yang meliputi tanggung jawab direksi kepada pihak
ketiga yang melakukan hubungan hukum, baik langsung maupun tidak langsung
dengan perseroan.
 Lebih lanjut mengenai tanggung jawab direksi dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 97
ayat (1), (2) dan (3) UU No. 40 tahun 2007.
DEWAN KOMISARIS
 Menurut Pasal 1 angka 5 UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas, ” Dewan Komisaris adalah
organ perseroan yang
bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus
sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada
direksi.”
 Tugas utama Dewan Komisaris adalah melakukan pengawasan
atas kebijakan pengurusan yang dilakukan Direksi demi
kepentingan Perseroan.
 Dewan Komisaris tidak mempunyai peran dan fungsi eksekutip.
Sekalipun AD menentukan bahwa perbuatan-perbuatan Direksi
tertentu memerlukan persetujuan dimaksud bukan pemberian kuasa
dan pula bukan perbuatan perbuatan pengurusan.
TUGAS DAN KEWAJIBAN DEWAN KOMISARIS
 Tugas Komisaris terdapat dalam Pasal 1 ayat (6) jo Pasal 108 ayat (1) UU
No. 40 Tahun 2007
 Berdasarkan kedua Pasal tersebut, Tugas Utama Dewan Komisaris
adalah :
1. melakukan pengawasan
atas kebijakan pengurusan
baik
mengenai perseroan maupun usaha perseroan.
2. melakukan pengawasan
atas jalannya pengurusan
pada
umumnya baik mengenai perseroan maupun usaha perseroan; dan
3. memberikan nasihat kepada direksi.
 Sedangkan tugas komisaris yang tertcantum dan Anggaran Dasar adalah :
1. mengawasi tindakan pengurusan dan pengelolaan perseroan yang
dilakukan oleh direksi;
2. memeriksa buku, dokumen, dan kekayaan perseroan;
3. memberikan teguran, petunjuk, dan nasihat kepada direksi;
4. apabila ditemukan keteledoran direksi yang mengakibatkan perseroan
menderita kerugian, komisaris dapat memberhentikan sementara direksi
yang bersalah tersebut, untuk kemudian dilaporkan kepada RYPS untuk
mendapatkan keputusan lebih lanjut.
KEPAILITAN PERSEROAN
 Pasal 97 ayat (1) UU No. 40 Tahun 2007 mewajibkan setiap anggota
direksi dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab untuk melkaukan
pengawasan perseroan untuk kepentingan dan usaha (tujuan) perseroan.
 Kepailitan suatu perseroan tidak mengakibatkan perseroan menjadi bubar.
Hal ini karena kepailitan tidak menyentuh status hukum badan hukum,
mengingat kepailitan berkaitan dengan dan hanya mencakup harta
kekayaan badan hukum.
 Dengan kepailitan, badan hukum tetap cakap bertindak. Organ-organ
badan hukum tersebut tetap mempunyai kewenangan berdasarkan
hukum.
 Oleh karenanya direksi perseroan tetap berwenang mewakili perseroan
secara sah dalam melakukan
setiap perbuatan hukum, baik yang
berhubungan dengan hak dan kewajibannya sejauh perbuatan tersebut
bukan merupakan perbuatan pengurusan maupun perbuatan pengalihan
berkenaan dengan kekayaan perseroan yang tercakup dalam harta pailit.
STATUS HUKUM PERSEROAN YANG PAILIT
 Berkaitan dengan tanggung jawab direksi atas kepailitan perseroan dapat
dilihat Pasal 104 UU No. 40 tahun 2007.
 Dari ketentuan Pasal 104 ayat (2) dan (3), anggota direksi bertanggung
jawab secara tanggung renteng atas kepailitan perseroan, jika kepailitan
tersebut disebabkan oleh kesalahan atau kelalaian anggota direksi dan
juga bagi anggota direksi yang salah/lalai yang pernah menjabat sebagai
anggota direksi dalam jangka waktu lima tahun sebelum putusan
pernyataan pailit diucapkan.
 Direksi dapat tidak bertanggung jawab atas kepailitan perseroan , apabila
dapat membuktikan, bahwa :
1. kepailitan tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;
2. telah melakukan pengurusan dengan itikad baik, kehati-hatian dan
penuh tanggung jawab untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan
maksud dan tujuan perseroan.
3. tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak
langsung atas tindakan pengurusan yang dilakukan; dan
4. telah mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya kepailitan
TANGGUNG JAWAB DIREKSI DALAM KEPAILITAN PERSEROAN
 Dengan terjadinya kepailitan perseroan, tidak berarti status badan hukum
perseroan terbatas menjadi hilang.
 Status badan hukum suatu perseroan yang pailit tetap eksis sebelum
perseroan tersebut dibubarkan yang dilanjutkan dengan likuidasi. Lihat
pasal 143 ayat (1) dan pasal 142 ayat (2) UU No. 40 tahun 2007.
 Dari kedua ketentuan tersebut, maka
meskipun
pembubaran
mengakibatkan suatu perseroan menjadi tidak cakap untuk melakukan
perbuatan hukum, tetapi dalam hal untuk membereskan harta kekayaannya
yaitu dalam proses likuidasi, perseroan masih tetap cakap
untuk
melakukan perbuatan hukum dalam rangka likuidasi.
 Kepailitan perseroan terbatas sering diikuti dengan pembubaran perseroan
(lihat Pasal 142 ayat (1) huruf d dan e UU No. 40 tahun 2007) mengenai
pembubaran perseroan.