Teori Belajar Sosial

Download Report

Transcript Teori Belajar Sosial

Teori Belajar Sosial
Abstraksi
Kuliah pada sessi ini akan mempelajari tentang bagaimana suatu perilaku penyimpang atau
kejahatan dilalui melalui proses belajar. Proses belajar dalam perilaku menyimpang atau
kejahatan pada dasarnya sama dengan proses belajar pada perilaku normal. Salah satu teori
yang diketengahkan adalah Teori Differential Association dari Sutherland, pada pokoknya,
mengetengahkan suatu penjelasan sistematik mengenai penerimaan pola-pola kejahatan.
Kejahatan dimengerti sebagai suatu perbuatan yang dapat dipelajari melalui interaksi pelaku
dengan orang-orang lain dalam kelompok-kelompok pribadi yang intim. Proses belajar itu
menyangkut teknik-teknik untuk melakukan kejahatan, motif-motif, dorongan-dorongan, sikapsikap dan pembenaran-pembenaran argumentasi yang mendukung dilakukannya kejahatan.
Belajar merupakan tindakan dan perilaku seseorang yang kompleks, sebagai tindakan belajar yang
dialami oleh orang tersebut. Pada proses belajar, individu merupakan subyek sekalgus obyek dari
proses pembelajaran. Terdapat beberapa pendekatan yang dapat menjelaskan proses belajar, antara
lain:
1. Teori Behaviorisme, yang menekankan pada "hasil" dari proses belajar. (Tokoh yang berperan
yaitu : E.L. Thorndike, Ivan Petrovich Pavlov, John B.Watson, Edwin R. Guthrie, Clark Hull, B.F.
Skinner, Robert Gagne, Albert Bandura).
2. Teori Kognitivisme, menekankan pada "proses" belajar.(Tokoh yang berperan yaitu: Piaget,
Ausubel, Brunner dan Gagne).
3. Teori Humanistik, menekankan pada "isi' atau "apa yang dipelajari".(Tokoh yang berperan, Kolb,
Honey dan Mumford, Habermas dan Lev Vigotsky).
4. Teori Sibernitik, menekankan pada "sistem informasi" dari yang dipelajari.(
Tokoh yang berperan : Landa, Pask dan Scott).
Menurut teori Behaviorisme, manusia merupakan produk lingkungan. Segala perilaku manusia sebagian besar
akibat pengaruh lingkungan sekitarnya. Lingkunganlah yang membentuk kepribadian manusia. Behaviorisme
tidak bermaksud mempermasalahkan norma-norma pada manusia. Apakah seorang manusia tergolong baik,
tidak baik, emosional, rasional, ataupun irasional. Disini hanya dibicarakan bahwa perilaku manusia itu sebagai
akibat berinteraksi dengan lingungan, dan pola interaksi tersebut harus bisa diamati dari luar.
Belajar dalam teori behaviorisme ini selanjutnya dikatakan sebagai hubungan langsung antara
stimulus yang datang dari luar dengan respons yang ditampilkan oleh individu. Response
tertentu akan muncul dari individu, jika diberi stimulus dari luar. S singkatan dari Stimulus, dan R
singkatan dari Respons.Pada umumnya teori belajar yang termasuk kedalam keluarga besar
behaviorisme memandang manusia sebagai organisme yang netra-pasif-reaktif terhadap stimuli
disekitar lingkungannya. Orang akan bereaksi jika diberi rangsangan oleh lingkungan luarnya.
Demikian juga jika stimulus dilakukan secara terus menerus dan dalam waktu yang cukup lama,
akan berakibat berubahnya perilaku individu. Misalnya dalam hal kepercayaan sebagian
masyarakat tentang obat-obatan yang diiklankan oleh televisi. Mereka sudah tahu dan terbiasa
menggunakan obat-obat tertentu yang secara gencar ditayangkan media televisi. Jika orang
sakit maag, maka obatnya dalah promag, waisan, mylanta, ataupun obat-obat lain yang sering
diiklankan televisi. Jenis obat lain tidak pernah digunakan untuk penyakit maag tadi, padahal
mungkin saja secara higienis obat yang tidak tertampilkan, lebih manjur, misalnya. Syarat
terjadinya prose belajar dalam pola hubungan S-R ini adalah adanya unsur: dorongan (drive),
rangsangan (stimulus), respons, dan penguatan (reinforcement). Unsur yang pertama,
dorongan, adalah suatu keinginan dalam diri seseorang untuk memenuhi kebutuhan yang
sedang dirasakannya. Unsur dorongan ini ada pada setiap orang, meskipun kadarnya tidak
sama, ada yang kuat menggebu, ada yang lemah tidak terlalu perduli akan terpenuhi atau
tidaknya. Unsur kedua, adalah rangsangan atau stimulus. Unsur ini datang dari luar diri
individu, dan tentu saja berbeda dengan dorongan tadi yang datangnya dari dalam.
Albert Bandura, seorang psikolog pada UniversitasStanford Amerika Serikat. Teori Bandura
berdasarkan tiga asumsi , yaitu:
bahwa individu melakukan pembelajaran dengan meniru apa yang ada dilingkungannya, terutama
perilaku-perilaku orang lain. Perilaku orang lain yangditiru disebut sebagai perilaku model atau
perilaku contoh. Apabila peniruan itumemperoleh penguatan, maka perilaku yang ditiru itu akan
menjadi perilakudirinya. Proses pembelajaran menurut proses kognitif individu dan kcakapandalam
membuat keputusan.
ialah terdapat hubungkait yang erat antara pelajar dengan lingkungannya.Pembelajaran terjadi
dalam keterkaitan antara tiga pihak yaitu lingkungan,perilaku dan factor-faktor pribadi.
ialah bahwa hasil pembelajaran adalah berupa kode perilaku visual dan verbalyang diwujudkan dalam
perilaku sehari-hari.
Proses pembelajaran menurut Teori Bandura, terjadi dalam tiga komponen (unsure)yaitu :
1. Perilaku Model (contoh)
Individu melakukan pembelajaran dengan proses mengenal perilakumodel (perilaku yang akan
ditiru), kemudian mempertimbangkan danmemutuskan untuk meniru sehingga menjadi perilakunya
sendiri. Perilaku model ialah berbagai perilaku yang dikenal di lingkungannya. Apabilabersesuaian
dengan keadaan dirinya (minat, pengalaman, cita-cita, tujuan,dsb), maka perilaku itu akan ditiru.
2. Pengaruh Perilaku Model
Untuk memahami pegaruh perilaku model, maka perlu diketahui fungsimodel itu sendiri, yaitu:
•Untuk memindahkan informasi ke dalam diri individu
Memperkuat atau memperlemah perilaku yang telah ada
•Memindahkan pola-pola perilaku yang baru.
3. Proses Internal Pelajar
Model-model yang ada di lingkungan senantiasa meberikan ransangankepada individu yang membuat
individu memberikan tindak balas apabilaterjadi hubungkait antara ransangan dengan dirinya. Macammacam modelboleh berasal dari ibu-bapak, orang tua, orang dewasa, guru, pemimpin, temansebaya,
anggota keluarga, anggota masyarakat, tokoh-tokoh yang berpretiseseperti penyanyi, pahlawan,
Differential Association Theory Sutherland (1883-1950)
Beberapa premis dalam teori ini :
1. Perilaku menyimpang adalah hasil dari proses belajar atau yang dipelajari.
Perilaku menyimpang dipelajari oleh seserang dalam interaksinya dengan orang lain dan
melibatkan proses komunikasi yang intens.
2. Bagian utama dari belajar perilaku menyimpang terjadi didalam kelompok-kelompok personal
yang intim dan akrap.
3. Hal-hal yang dipelajari dalam proses terbentuknya perilaku menyimpang adalah a) teknis-teknis
penyimpangan; b) petunjuk-petunjuk khusus tentang motif, dorongan, rasionalisasi dan sikapsikap berperilaku menyimpang.
4. Petunjuk-petunjuk khusus tentang motif dandorongan untuk berperilaku menyimpang itu dipelajari
dari definisi-definisi tentang norma-norma yang baik dan tidak baik.
5. Seseorang menjadi menyimpang karena ia menganggap lebih menguntungkan untuk melanggar
norma daripada tidak.
6. Apabila seseorang beranggapan bahwa lebih baik daripada tidak karena tidak ada sanksi atau
hukuman yang tegas atau orang lain membiarkan suatu tindakan yang dapat dikategorikan
menyimpang, dan bahkan bila pelanggaran itu membawa keuntungan ekonomi, maka mudahlah
orang melakukan penyimpangan.Sebaliknya seseorang tidak menyimpang karena orang itu
beranggapan bahwa akan lebih menguntungkan jika tidak melakukan pelanggaran dan kemudian
ia mendapat pujian, sanjungan dan dijanjikan mendapat pahala.
7. Terbentuknya asosiasi diferensial itu bervariasi tergantung dari frefekuensi, durasi, prioritas dan
intensitas.
8. Proses mempelajari penyimpangan perilaku melalui kelompok yang memiliki pola-pola
menyimpang atau sebaliknya, melibatkan semua mekanisme yang berlaku di dalam proses
belajar.
9. Meskipun perilaku menyimpang merupakan salah satu ekspresi dari kebutuhan dan nilai-nilai
masyarakat yng umum, tetapi penyimpangan perilaku tersebut tidak dapat dijelaskan melalui
Teori Belajar Sosial diturunkan dari hasil karya Gabriel Tarde (1912: 322) yang mengajukan beberapa
asumsi dalam teori belajar sosial yang umumnya terjadi melalui 5 (lima) tahap), yakni:
1. Adanya hubungan yang sangat dekat antara para pihak (close contact);
2. Adanya peniruan pada orang yang memiliki kelebihan;
3. Adanya pemahaman atas suatu konsep yang ingin dipelajari (understanding of concepts);
4. Adanya model perilaku yang ditiru
5. Adanya penegasan terhadap hal-hal yang dipelajari
6. Pada intinya, proses seseorang belajar tentang perilaku jahat sama dengan proses belajar tas
perilaku normal.
Menurut Akers (1985) Untuk sampai ke titik di mana perilaku kriminal diskriminatif diaktifkan oleh
isyarat-isyarat (norma), seluruh proses tujuh tahapan berikut:
1. Perilaku kriminal belajar melalui pengkondisian atau imitasi.
2. Perilaku kriminal dipelajari baik dalam situasi atau nonsocial memperkuat diskriminatif nonsocial
situasi dan melalui interaksi sosial.
3. Komponen utama pembelajaran terjadi dalam kelompok.
4. Belajar tergantung pada penguatan tersedia kemungkinan.
5. Jenis dan frekuensi belajar tergantung pada norma dengan mana reinforcers ini diterapkan.
6. Perilaku kriminal adalah fungsi dari norma-norma yang diskriminatif bagi perilaku kriminal.
7. Kekuatan perilaku kriminal tergantung pada penguatan.