phi 7 – konflik hukum - M. HAMIDI MASYKUR, SH, M.Kn

Download Report

Transcript phi 7 – konflik hukum - M. HAMIDI MASYKUR, SH, M.Kn

KONFLIK HUKUM
M. HAMIDI MASYKUR
HARAPAN/IDEAL:
TIDAK ADANYA
KONFLIK HUKUM
DALAM SISTEM
HUKUM
DIATASI DENGAN
AZAS HUKUM
DALAM SISTEM HUKUM
PRAKTIK:
KONFLIK
HUKUM
MACAM-MACAM KONFLIK
Konflik diantara sesama peraturan
perundang-undangan
2. Konflik antara peraturan perundangan
dengan putusan pengadilan
3. Konflik antara peraturan perundangan
dengan hukum adat dan hukum kebiasaan
4. Konflik antara putusan pengadilan dan
hukum adat
1.
(A)
KONFLIK SESAMA
PERATURAN
PERUNDANGUNDANGAN
(1). AZAS LEX SUPERIOR
DEROGAT LEGI INFERIOR
Peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi tingkatannya mengenyampingkan
berlakunya peraturan perundang-undangan yang lebih rendah
tingkatannya, apabila kedua peraturan perundang-undangan
tersebut memuat ketentuan yang saling bertentangan
KESIMPULAN:
• Terdapat peringkat aturan
•
Apabila ada pertentangan, maka peraturan yang di atas mengenyampingkan
peraturan yang di bawahnya
• Adanya hak menguji peraturan perundangan
•
Hak menguji dilakukan untuk menentukan ada tidaknya pertentangan tersebut
PERINGKAT ATURAN
Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966, yaitu tentang Memorandum
DPRGR mengenai Sumber Tertib Hukum Republik Indonesia dan
Tata Urut Perundangan Republik Indonesia.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Undang-Undang Dasar.
Ketetapan MPR.
Undang-Undang/Perpu.
Peraturan Pemerintah.
Keputusan Presiden.
Peraturan-peraturan pelaksanaan lainnya seperti Peraturan Menteri,
Instruksi Menteri, dan lain-lain.
TIDAK
BERLAKU
UU 10 Tahun 2004
Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
1.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2.
Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang;
3.
Peraturan Pemerintah;
4.
Peraturan Presiden;
5.
Peraturan Daerah.
CONTOH PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG
BERTENTANGAN DENGAN YANG ADA DI ATASNYA
• TAP MPRS><UUD:
Tap MPRS: mengangkat presiden seumur hidup
• Pasal 7 UUD: jabatan presiden 5 tahun dan sesudahnya dipilih kembali
•
• UU><UUD 45
•
Pasal 19 UU 19 Tahun 1964 tentang Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman:
demi kepentingan revolusi, kehormatan negara dan bangsa atau kepentingan masyarakat mendesak,
Presiden dapat turun dan turut campur dalam soal-soal pengadilan
Turun tangan: penghentian perkara yang diperiksa
•
•
Pasal 24 UUD 45:
Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan lain-lain badan kehakiman menurut UU
• Susunan dan kekuasaan badan-badan kehakiman diatur dengan UU
Penjelasan: kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan yang merdeka, terlepas dari campur tangan pemerintah
•
HAK MENGUJI PERATURAN PERUNDANGUNDANGAN
(RECHTLIJKE TOETSINGRECHT)
2 MACAM HAK MENGUJI PERUNDANG-UNDANGAN
1. Menguji Formil:
Wewenang untuk menilai apakah suatu produk legislatif
tercipta melalui CARA/PROSEDUR sebagaimana ditentukan
dalam per-UU-an yang berlaku
•
•
Contoh: UU dibuat oleh presiden bersama dengan DPR
Menguji Materiel:
2.
Wewenang untuk menyelidiki dan menilai:
•
•
•
apakah suatu peraturan perundangan ISI nya sesuai atau
bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi derajadnya
apakah suatu KEKUASAAN TERTENTU BERHAK mengeluarkan
suatu peraturan tertentu
SIAPA YANG
BERHAK
MENGUJI?
LIHAT UUDS 50
Pasal 95 UUDS 50:
(1). Sekalian usul UU yang telah diterima oleh DPR
memperoleh kekuatan UU, apabila telah disahkan
pemerintah
(2). UU tidak dapat diganggu gugat
KESIMPULAN:
WALAUPUN UU ATAU PERATURAN
YANG ADA DI ATASNYA
BERTENTANGAN DENGAN UUD,
TIDAK DAPAT DIUJI DENGAN
KEKUASAAN NEGARA MANAPUN
TERMASUK MA
SEMINAR HUKUM NASIONAL II TAHUN ‘68
Beberapa pendapat tentang hak menguji:
1.
Mahkamah Agung (MA):
1.
2.
3.
4.
Seluruh peraturan per-UU-an termasuk UU dan TAP MPR
Terbatas pada UU dan peraturan di bawahnya
Per-UU-an di bawah UU
TAP MPR saja
2.
MPR
3.
Organ yang ditunjuk UUD atau setidak-tidaknya TAP MPR
4.
Hakim untuk menyimpangi UU karena bertentangan dengan UUD
melalui perkara yang dihadapinya
HAK MENGUJI:
A. UU KEKUASAAN KEHAKIMAN
B. UU MAHKAMAH AGUNG
C. UU MAHKAMAH KONSTITUSI
UU NO. 14 TAHUN 1970
TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN
UU
TIDAK
BERLAKU
• Pasal 26 ayat (1) dan (2):
MA berwenang menyatakan tidak sah per-UU-an di bawah UU karena
bertentangan dengan per-UU-an di atasnya
• Putusan diambil dari pemeriksaan tingkat kasasi dan pencabutan dilakukan oleh
instansi ybs
•
Kes. 1:
MA UJI
MATERIEL
KASASI
Kes. 2:
MA UJI
DIBAWAH UU.
UU TIDAK DAPAT
DIGANGGU
GUGAT
•
Adalah kekuasaan Mahkamah Agung untuk membatalkan putusan
dan ketetapan pengadilan-pengadilan yang lebih rendah dari semua
lingkungan pengadilan dalam tingkat terakhir
•
Pihak yang dapat mengajukan kasasi adalah,
dalam perkara perdata para pihak yang berkepentingan, dan
• dalam perkara pidana adalah terpidana, atau pihak ketiga yang dirugikan
• Demi kepentingan umum, diajukan oleh Jaksa Agung
•
•
MA membatalkan putusan dan ketetapan pengadilan karena:
Tidak berwenang atau melampaui batas wewenang
• Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku
• Lalai memenuhi syarat yang diwajibkanper-UU-an
•
• Kasasi hanya dapat dilakukan apabila upaya biasa (verzet, banding) telah
dilakukan, kecuali kasasi oleh Jaksa Agung
• Praktik:
•
tidak semua perkara sampai tingkat kasasi, sehingga MA tidak dapat menguji
secara materiel
Mis. Faktor waktu
• Contoh: UU wajib militer dan perpres pelaksanaan UU.
•
PN
PT
MA
Peraturan MA no. 1 Tahun 1993
tentang Hak Uji materiel
• Pasal 1: gugatan hak uji materiel terhadap per-
UU-an yang lebih rendah dari UU yang
ditujukan kepada badan/lembaga yang
mengeluarkan, atau menerbitkan atau
mengumumkan, setelah di ttd penggugat atau
kuasanya, dapat diajukan
langsung ke MA atau
• ke pengadilan tingkat pertama di wilayah hukum tergugat
•
Putusan pengadilan:
1. vonis/putusan:
adanya sengketa,
diajukan dengan
gugatan
2. Penetapan: tidak
ada sengketa,
diajukan dengan
permohonan
Kesimpulan:
Harus
diajukan
dalam
bentuk
GUGATAN
Contoh kasus:
-Pembatalan SIUPP Harian Prioritas
-SURYA PALOH kpd MA untuk judicial
review PERMENPEN No.
1/Per.menpen/1984 yang
bertentangan dengan UU Pokok Pers
(ps. 4: tidak dikenakan sensor dan
pembredeilan; Kebebasan pers
berkaitan dengan HAM dll)
MA dengan keputusan no.
01/TN/1992 “tidak dapat menerima
”judicial review” yang diajukan
dalam bentuk permohonan. Alasan:
putusan yang inti petitumnya
(terhadap permen)mengandung
sanksi tidak dapat diputus begitu
saja tanpa ada kesempatan bagi
yang dibebani sanksi untuk
membela
Kesimp. Surat permohonan tsb.
tidak sempurna
PRAKTIK:
MA TIDAK KONSEKWEN PADA PASAL 26 UU 14/1970 JO
PASAL 31 UU 14/1985
• MA mengeluarkan SEMA 3 Tahun 1963: mencabut beberapa pasal BW
• MA melewatkan kesempatan menguji materiil PP 49 Tahun 1963 tentang
Peradilan Perumahan
Isi: mengatur wewenang sengketa perumahan oleh Kantor Urusan Perumahan
• Putusan MA yang mengkuatkan bertentangan dengan UU 14 Tahun 1970
•
•
Peraturan MA no. 1 Tahun 1999
Mengubah
PERMA no.Hak
1 TahunUji
1993 materiel
tentang
• Hak uji materiil dapat dilakukan dengan:
Gugatan
• Permohonan keberatan
•
• Gugatan maupun permohonan keberatan dapat diajukan dengan cara:
Langsung ke MA
• Melalui PN di wilayah hukum tempat kedudukan tergugat
•
• Pasal 12 PERMA 1 TAHUN 1999: AKIBAT HUKUM
• Upaya melalui Class Action
BAGAIMANA JIKA TERDAPAT PERTENTANGAN ANTARA
UU/DIATASNYA DENGAN UUD?
Penjelasan pasal 26 UU 14 Tahun 1970:
•
Dalam UUD’45 hak uji terhadap UU dan per-UU-an di bawahnya TIDAK
TERDAPAT PADA MA,
•
sehingga TIDAK DENGAN SENDIRINYA hak menguji UU terhadap UUD oleh
MA DAPAT dapat diletakkan dalam UU ini
•
Apabila hendak diberikan kepada MA harus merupakan KETENTUAN
KONSTITUSIONAL
APABILA MA DIBERI WEWENANG MENGUJI UU,
MAKA HARUS DIATUR DALAM UU
UU NO. 14 TAHUN 1985 TENTANG
MAHKAMAH AGUNG
Pasal 31:
UU
DIUBAH
(1). MA mempunyai wewenang menguji secara materiel perUU-an di bawah UU
(2). MA berwenang menyatakan tidak sah semua per-UU-an
yang lebih rendah dari UU karena bertentangan dengan
per-UU-an yang lebih tinggi
(3). Putusan pernyataan tidak sah per-UU-an tersebut dapat
diambil dalam pemeriksaan tingkat kasasi. Pencabutan
dilakukan oleh instansi ybs.
MA:
UJI MATERIEL
DI BAWAH UU
UU NO. 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN
KEHAKIMAN
• Pasal 11 (2) huruf b dan (3):
MA berhak menguji per-UU-an di bawah UU terhadap UU;
• Pernyataan tidak berlaku per_UU-an dapat diambil dari
pemeriksaan tingkat kasasi maupun permohonan langsung
kepada MA
•
MA:
UJI MATERIEL
DI BAWAH UU
• Pasal 12(1):
•
Mahkamah Konstitusi (MK) berwenang mengadili pada tingkat
pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk
menguji UU terhadap UUD Negara Republik Indonesia Tahun
1945
MK:
UJI MATERIEL
UU Thd UUD
UU NO. 5 TAHUN 2004
TENTANG PERUBAHAN UU NO. 14 TAHUN
1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG
• Pasal 31
(1) MA berwewenang menguji per-UU-an di bawah UU terhadap UU
• (2) MA menyatakan tidak sah per-UU-an di bawah UU dengan alasan bertentangan
dengan per-UU-an yang lebih tinggi atau pembentukannya tidak memenuhi ketentuan
yang berlaku.
• (3) (4) Per-UUPutusan tidak sahnya per-UU-an dapat diambil baik berhubungan
dengan pemeriksaan pada tingkat kasasi maupun permohonan langsung pada MA.
• Per-UU-an yang dinyatakan tidak sah tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
• (5) Putusan wajib dimuat dalam Berita Negara Republik Indonesia dalam jangka waktu
paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak putusan diucapkan.
•
Lanjutan UU no. 5 Tahun 2004
•
Pasal 31A
(1) Permohonan pengujian per-UU-an di bawah UU terhadap UU diajukan langsung oleh
pemohon atau kuasanya kepada MA, secara tertulis dalam bahasa Indonesia.
(2) Permohonan sekurang-kurangnya harus memuat:
a.
b.
nama dan alamat pemohon;
uraian mengenai perihal yang menjadi dasar permohonan, dan wajib
menguraikan dengan jelas bahwa:
1) materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian per-UU-an dianggap bertentangan dengan per-UU-an yang
lebih tinggi; dan/atau
2) pembentukan peraturan perundang-undangan tidak memenuhi ketentuan yang berlaku.
c. hal-hal yang diminta untuk diputus.
Lanjutan pasal 31 A
(3) Dalam hal MA berpendapat bahwa pemohon atau permohonannya
tidak memenuhi syarat, maka permohonan tidak diterima
(4) Dalam hal MA berpendapat bahwa permohonan beralasan, amar
putusan menyatakan permohonan dikabulkan
(5) Dalam hal permohonan dikabulkan, amar putusan menyatakan
dengan tegas materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian dari per-UUan yang bertentangan dengan per-UU-an yang lebih tinggi.
(6) Dalam hal per-UU-an tidak bertentangan dengan per-UU-an yang
lebih tinggi dan/atau tidak bertentangan dalam pembentukannya,
permohonan ditolak.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengujian per-UU-an di bawah UU
diatur oleh MA
UU MA:
1. UJI MATERIEL
dan UJI FORMIL
DI BAWAH UU
3. DIATUR
PERMOHONAN
LANGSUNG
4. UJI UU OLEH
MK
UU NO. 24 TAHUN 2003 TENTANG
MAHKAMAH KONSTITUSI
• Pasal 1 angka 1 a: Permohonan adalah permintaan yang diajukan secara
tertulis kepada Mahkamah Konstitusi mengenai pengujian undangundang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945
• Pasal 10 (1 a) Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat
pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji
undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945
PENGAJUAN PERMOHONAN
•
Pasal 29:
• Tertulis
• Dalam bahasa Indonesia
•
Pasal 52 (1): Pemohon adalah
a.perorangan warga negara Indonesia;
b.kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup
dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam
undang-undang;
c.badan hukum publik atau privat; atau
d.lembaga negara.
Lanjutan……
Pasal 52 (3): Dalam permohonan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), pemohon wajib menguraikan
dengan jelas bahwa:
a.
pembentukan undang-undang tidak memenuhi ketentuan berdasarkan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; dan/atau
b.
materi muatan dalam ayat, pasal, dan/atau bagian undang-undang
dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
(2). AZAS LEX SPECIALIS
DEROGAT LEGI GENERALIS
Peraturan perundang-undangan
yang bersifat khusus (spesial) mengenyampingkan
berlakunya peraturan perundang-undangan yang bersifat umum
(general), apabila kedua peraturan perundang-undangan tersebut
memuat ketentuan yang saling bertentangan (konflik)
Keterangan:
• Hanya berlaku antar UU (sederajad); apabila tidak sederajad berlaku azas lex
superior
• Contoh:
•
KUHPerdata dengan KUHDagang
1338 KUHP: azas kebebasan berkontrak
• 22 KUHD: Tiap-tiap perseroan Firma harus didirikan dengan akta otentik….
•
(3). AZAS LEX POSTERIOR
DEROGAT LEGI PRIORI
Peraturan perundang-undangan
yang kemudian (baru) mengenyampingkan
berlakunya peraturan perundang-undangan yang terdahulu (lama),
apabila kedua peraturan perundang-undangan tersebut memuat
ketentuan yang saling bertentangan (konflik)
Keterangan:
•Hanya berlaku antar UU (sederajad); apabila tidak
sederajad berlaku azas lex superior. Misalnya konflik
antara UU dengan PP, meskipun PP merupakan
peraturan baru, tetapi tetap UU lama
mengenyampingkan PP.
•Diterapkan apabila per-UU-an yang baru tidak
secara tegas mencabut berlakunya per-UU-an yang
lama. Karena pada umumnya ada pernyataan tegas
mencabut yang lama.
Contoh:
• UUPA mencabut tegas pasal-pasal buku II KUHP sepanjang yang mengatur
bumi, air dan kekayaan alam
• UU Hak Tanggungan, mencabut pasal tentang hipotik atas tanah
• UU perkawinan mencabut KUHP tentang perkawinan, HOCI dll
• KUHAPidana mencabut HIR
(B)
KONFLIK ANTARA
PERATURAN PERUNDANGUNDANGAN DENGAN
PUTUSAN HAKIM/
PENGADILAN
AZAS
“RES YUDICATA PRO VERITATE HABITUR”
apabila terdapat putusan pengadilan/ hakim bertentangan dengan
ketentuan yang termuat dalam per-UU-an, maka putusan hakimlah
yang dianggap benar
Lanjutan.....
Lihat:
Pasal 27 UU no. 14 tahun 1970:
Pasal 28 (1) UU no. 4 tahun 2004:
Hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum
dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat
Hukum tertulis bersifat statis, tidak berubah sepanjang tidak diubah
oleh pembuatnya, berbeda dengan hukum kebiasaan yang dinamis
Contoh 1:
• Pasal 108 dan 110 KUHperdata: seorang perempuan yang
terikat dalam suatu perkawinan, menjadi tidak cakap
melakukan perbuatan hukum tanpa bantuan ijin dari
suaminya
• SEMA 3 Tahun 1963 (menyatakan perempuan menikah tetap
cakap melakukan perbuatan hukum tanpa bantuan suami)
Contoh 2:
•
Pasal 209KUHPerdata:alasan perceraian:
1.
2.
3.
4.
•
Zina
Meninggalkan tempat bersama dengan sengaja
Hukuman penjara 5 tahun atau lebih
Melukai berat atau menganiaya suami/istri sehingga membahayakan jiwa, ata
menyebabkan luka yang berbahaya
Putusan hakim:
•
Memutuskan perceraian dengan dasar putusan karena adanya keretakan atau
percekcokan antara suami istri yang tidak dapat dipulihkan kembali
Kesimpulan:
• Hakim dapat (atau bahkan wajib) menyimpangi ketentuan per-UU-an yang
sudah tidak sesuai dengan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat
• Hakim memiliki kebebasan yang luas untuk menyimpangi ketentuan per-UU-
an. Pembatasan kebebasan hakim untuk menyimpangi adalah pada per-UU-an
peninggalan pemerintah kolonial Belanda
(C)
KONFLIK ANTARA
PERATURAN PERUNDANGUNDANGAN DENGAN
HUKUM ADAT DAN HUKUM
KEBIASAAN
PEDOMAN:
Apakah per-UU-an tersebut bersifat memaksa/
imperatif/ dwingenrecht atau bersifat pelengkap/
mengatur/ anfullenrecht.
Keterangan:
1.
Memaksa/imperatif/dwingenrecht:
•
•
•
dapat dilihat dari per-UU-an itu sendiri.
Semua per-UU-an yang bersifat publik (dibuat untuk kepentingan umum)
Pelengkap/mengatur/anfullenrecht:
•
•
Masuk dalam lingkup hukum privat (perdata)
2.
Yang dipergunakan:
Apabila konflik antara per-UU-an yang bersifat dwingenrecht dengan
hukum adat atau hukum kebiasaan:
a.
•
PER-UU-AN MENGENYAMPINGKAN HUKUM ADAT ATAU HUKUM KEBIASAAN
Apabila konflik antara per-UU-an yang bersifat anfullenrecht dengan
hukum adat atau hukum kebiasaan:
b.
•
HUKUM ADAT ATAU HUKUM KEBIASAAN MENGENYAMPINGKAN PER-UU-AN
CONTOH: KONFLIK ANTARA PER-UU-AN YANG
BERSIFAT DWINGENRECHT
DENGAN HUKUM ADAT
• Pasal 19 PP 10 Tahun 1961 tentang pendaftaran tanah:
•
Setiap perjanjian yang bermaksud memindahkan tanah, memberikan hak baru atas
tanah, menggadaikan tanah atau meminjam uang dengan HAT sebagai tanggungan
haris dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh dan dihadapan pejabat yang ditunjuk
oleh mentri agraria…. (ket. Dalam hal ini adalah PPAT)
• Hukum adat:
•
Perjanjian yang menyebabkan peralihan hak harus bersifat “terang”, artinya dilakukan
dihadapan ketua adat (kades/lurah), jika tidak maka belum sah secara hukum.
CONTOH: KONFLIK ANTARA PER-UU-AN YANG
BERSIFAT ANFULLENRECHT
DENGAN HUKUM ADAT ATAU KEBIASAAN
• Pasal 1560 KUHPerdata:
•
Penyewa punya 2 kewajiban utama:
Memakai barang yang dipergunakan sebagai bapak rumah tangga yang baik sesuai
dengan tujuan yang diberikan pada barang itu menurut persetujuan sewanya ….
2. Membayar uang sewa pada waktu yang telah ditentukan
Uang sewa harus diantar diantar oleh penyewa kepada pemilik
1.
• Hukum kebiasaan:
•
Hukum adat atau kebiasaan di suatu daerah, uang sewa tidak diantar, tetapi pihak
pemilik yang menagih uang sewa kepada penyewa
(D)
KONFLIK ANTARA HUKUM
ADAT ATAU HUKUM
KEBIASAAN DENGAN
PUTUSAN HAKIM /
PENGADILAN
AZAS
“RES YUDICATA PRO VERITATE HABITUR”
apabila hukum adat / kebiasaan
bertentangan dengan putusan hakim/
pengadilan, maka putusan hakim/
pengadilanlah yang dianggap benar
LEX SUPERIOR
DEROGAT LEGI
INFERIOR
PER-UU-AN
DENGAN
PER-UU-AN
LEX SPECIALIS
DEROGAT LEGI
GENERALIS
LEX POSTERIOR
DEROGAT LEGI
PRIORI
KONFLIK
HUKUM
PER-UU-AN
DENGAN
PUTUSAN
PENGADILAN
PER-UU-AN
DENGAN
HUKUM
ADAT/
KEBIASAAN
PUTUSAN
PENGADILAN
DENGAN
HUKUM ADAT/
KEBIASAAN
RES YUDICATA PRO
VERITATE HABITUR
DWINGENRECHT
ANFULLENRECHT
RES YUDICATA PRO
VERITATE HABITUR
PERINGKAT
ATURAN
PER-UU-AN YANG
KHUSUS
PER-UU-AN
YANG BARU
PER-UU-AN
PER-UU-AN
HUKUM ADAT/
KEBIASAAN
PER-UU-AN
HAK
UJI