5-aspek keuangan daerah

Download Report

Transcript 5-aspek keuangan daerah

Aspek Keuangan
dalam Otonomi Daerah
Irfan
(Departemen Ilmu Administrasi
Universitas Indonesia)
Asas-asas Pemerintahan
• Asas sentralisasi: keputusan politik dan
administrasi ditangan Pemerintah Pusat
• Dekonsentrasi: penghalusan dari sentralisasi,
keputusan politik di tangan pemerintah pusat
dan keputusan administrasinya (masih) di
tangan pejabat pemerintah pusat yang ada di
daerah
• Medebewind (tugas pembantuan), hampir sama
dengan dekonsentrasi. Keputusan politik dan
administrasi di tangan pemerintah pusat hanya
saja daerah membantu ikut melaksanakannya.
• Desentralisasi, keputusan politik dan
administrasi di tangan daerah otonom
Asas-asas
Pemerintahan
Policy making
Policy executing
financing
1
2
3
1
2
3
APBN
APBD
Sentarlisasi
V
-
-
V
-
-
V
-
Dekonsentrasi
V
-
-
-
V
-
V
-
Medebewind
V
-
-
V
V
Desentralisasi
V
Keterangan:
•Pemerintah pusat sendiri
•aparat (pejabat) pemerintah pusat di daerah
•daerah otonom/ pemerintah daerah
v
V
V
Dasar pembenaran
Keuangan daerah
• Rafuse, Robert W., (1990)
“General objective of local finance
are accountability, equity, and
efficiency….and constraints of local
finance are: (1) state law; (2)
distribution of power/ authority; (3)
local governments competition and
coordination.”
Lanjutan
• Para pakar seperti Kaho,
Rondinelli dan Cheema,
Smith, dan Hoessein
seringkali mengatakan
bahwa faktor keuangan
menjadi penentu
keberhasilan kebijakan
desentralisasi.
(Lanjutan)
• Diciptakannya daerah-daerah otonom yang
ada dalam struktur pemerintahan Negara
RI, secara normatif didasarkan pada UUD
perubahan I dan II yang membagi wilayah
negara atas Propinsi dan dibagi lagi atas
Kabupaten/ Kota
• Struktur yang demikian menjadikan
keuangan negara adalah heterogen (adanya
desentralisasi fiskal) tidak tunggal.
• Dikenal kemudian dalam bahasa Belanda
‘financiele verhouding’
Konsep financiele
verhouding
• Pemahaman I yang mengartikan sebagai
perimbangan keuangan pemerintah pusat
dan daerah. Didasari oleh upaya mencari
perimbangan akibat fungsi dan kewenangan
yang diemban daerah dengan sumber
keuangan yang dimiliki dan diraihnya.
• Pemahaman II yang mengartikan sebagai
hubungan keuangan pemerintah pusat dan
daerah. Di dasari oleh kenyataan multilevel
pemerintahan sehingga mau-tidak mau ada
pola hubungan yang tercipta yang harus
diatur.
Jalan pemikiran I
• Memandang daerah otonom sebagai saluran
aspirasi dan ungkapan identitas penduduk
setempat.
• Menurut jalan pikiran ini: (1) pemerintah
daerah diberi kewenangan untuk menghimpun
sendiri pajak yang dapat menghasilkan
pemasukan dan memiliki kewenangan
menentukan tarifnya sendiri; (2) bagi hasil
penerimaan pajak nasional antara pemeirntah
pemerintah pusat dan daerah menjadi
andalan; (3) bantuan umum (Block grants)
dari Pemerintah pusat harus dilakukan tanpa
pengendalian yang ketat ataspenggunaannya.
Jalan Pikiran II
• Wewenang untuk mengenakan pajak dan
atau pungutan diberikan kepada daerah
tetapi tanpa hak menentukan tarif pajak
atau pungutan tersebut
• Bantuan untuk layanan atau program
tertentu (specific garnts) menjadi andalan
• Bantuan untuk mengimbangi kekurangan
anggaran daerah (matching grants)
dilakukan atas perkiraan pemerintah pusat
bukan daerah, dalam rangka pengendalian.
SEJARAH INDONESIA
SEJAK KEMERDEKAAN DIGUNAKAN DASAR
HUKUM DARI JAMAN PEMEIRNTAHAN HINDIA
BELANDA---sluitpost system.
NAMUN PADA TAHUN 1956 TELAH DIKELUARKAN
UU. 32 tahun 1956, hanya saja tidak efektif
karena berbagai faktor
UU Tersebut kemudian semakin jelas tidak digunakan
pada masa Orde Baru yang memiliki paradigma
sangat berbeda
Baru pada masa reformasi UU No. 25 Tahun 1999
dengan berdampingan dengan UU No. 22 Tahun
1999 mengatur perimbangan Keuangan Pemerintah
Pusat dan daerah.
UU tersebut pun diperbaiki kembali oleh UU No. 33
Tahun 2004.
Lanjutan
• Paling Tidak dalam tataran Normative,
terdapat empat UU yang harus dipaparkan
dalam mengupas Perimbangan Keuangan
Pusat dan Daerah di Indonesia saat ini:
• UU No. 32 Tahun 2004
• UU No. 33 Tahun 2004 dan
• UU No. 17 Tahun 2003
• UU No. 34 Tahun 2000
UU No. 22 Tahun 1999
Pasal 79
Sumber pendapatan Daerah terdiri atas:
a. pendapatan asli Daerah, yaitu :
1) hasil pajak Daerah;
2) hasil retribusi Daerah;
3) hasil perusahaan milik Daerah, dan hasil
pengelolaan
kekayaan Daerah yang dipisahkan; dan
4) lain-lain pendapatan asli Daerah yang sah;
b. dana perimbangan;
c. pinjaman Daerah; dan
d. lain-lain pendapatan Daerah yang sah.
UU No. 32 Tahun 2004
Pasal 157
Sumber pendapatan daerah terdiri atas:
a. pendapatan asli daerah yang selanjutnya disebut
PAD, yaitu:
1). hasil pajak daerah;
2). hasil retribusi daerah;
3). hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan; dan
4). lain-lain PAD yang sah;
b. dana perimbangan; dan
c. lain-lain pendapatan daerah yang sah.
UU No. 33 Tahun 2004
Pasal 2:
(1) Perimbangan Keuangan antara Pemerintah dan
Pemerintahan Daerah merupakan Subsistem
keuangan negara sebagai konsekuensi pembagian
tugas antara Pemerintah dan Pemerintah
Daerah.
(2) Pemberian sumber keuangan negara kepada
Pemerintahan Daerah dalam rangka pelaksanaan
Desentralisasi didasarkan atas penyerahan
tugas oleh Pemerintah kepada Pemerintah
Daerah dengan memperhatikan stabilitas dan
keseimbangan fiskal.
(3) Perimbangan Keuangan antara Pemerintah dan
Pemerintahan Daerah merupakan suatu sistem
yang menyeluruh dalam rangka pendanaan
penyelenggaraan asas Desentralisasi,
Dekonsentrasi, dan Tugas Pembantuan.
Lanjutan
Pasal 5
(1) Penerimaan Daerah dalam pelaksanaan Desentralisasi terdiri
atas Pendapatan Daerah dan Pembiayaan.
(2) Pendapatan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
bersumber dari:
a. Pendapatan Asli Daerah;
b. Dana Perimbangan; dan
c. Lain-lain Pendapatan.
(3) Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersumber
dari:
a. sisa lebih perhitungan anggaran daerah;
b. penerimaan pinjaman daerah;
c. dana cadangan daerah; dan
d. hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan.
Lanjutan
• Mulai dari pasal 6 sampai pasal 65
adalah rincian tentang sumbersumber keuangan daerah
• Terdapat peningkatan sumbersumber sharing
• Definisi penerimaan daerah
mengalami perbaikan
Lanjutan
• UU No. 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara: Pasal 22 ayat (1):
“Pemerintah Pusat mengalokasikan
dana perimbangan kepada Pemerintah
Daerah berdasarkan undang-undang
perimbangan keuangan pusat dan
daerah”
ALOKASI PUSAT DAERAH
Davey (1989)
Dalam bahasa internasional acapkali digunakan
dua istilah: (1) Central Government Allocations;
atau; (2) Intergovernmental Transfer.
“Allocations from central government budget,
often described as ‘intergovernmental transfer’
are of considerable importance to most systems
of regional/ local government; this importance is
growing.” (p. 129)
“Allocations from central government budget are
a significant and often predominant source of
funding for regional/ local authorities. They are
frequently described as ‘transfer’ and take
several forms” (p. 17)
lanjutan
PURPOSES:
• Financing wholly or partly the cost of services
of development programs which are of national
significance,
• Encouraging effort by regional authorities to
develop programs and services in line with
national policy
• Stimulating growth in regional economics
• Securing an equal, or more, standard of services
or development
• Compensating regions with a low fiscal capacity
• Assisting regions to cope with emergencies
Lanjutan
Devas (1986):
“The main reason for allocating national
funds to local governments relates to
the mismatch between resources
available to decentralized agencies
and responsibilities assigned to them”
Strachota dan Peterson
(1985)
• Local government rely on a variety of
sources for raising revenues. They
fall into one of two categories: own
sources and intergovernmental
revenues. Major own sources revenue
include taxes, user charge and fee,
and debt proceeds.
Intergovernmental revenues
originate from state government in
the form of grants and payments
lanjutan
• Dalam pemerintahan daerah, sumbersumber keuangan daerah yang ada
harus dikaitkan dengan bagaimana
penggunaannya. Ini yang dikenal
dengan Manajemen Keuangan Daerah
sebagai implikasi penting aspek
keuangan dalam kebijakan
desentralisasi.
Manajemen Keuangan Daerah
• Manajemen Keuangan Daerah dalam keseharian
berfokus pada tiga hal: (1) revenue generating
(bagaimana menggali sumber-sumber keuangan); (2)
public expenditure (bagaimana membelanjakan): (3)
balancing (bagaimana menyeimbangkan kedua hal
tadi.
• Nurchamid (2003): “manajemen keuangan secara
konvensional diartikan dengan bagaimana mengatur
dan mencari sumber dana/uang bagi keperluan
pengelolaan operasional organisasi sehingga mencapai
tujuannya”
• Manajemen keuangan daerah ini secara umum
tercerap dalam teknik-teknik penganggaran
(budgeting)
• Komponen penggalian sumber keuangan (Revenue
Generation) menyangkut sumber-sumber yang dapat digali
yang antara lain terdiri dari:
1.
Sumber-sumber yang ada di daerah (PADS).
Besar kecilnya hasil yang dapat digali berkaitan
erat dengan dua hal yakni: prosedur
penggalian/pengumpulan (collection procedures)
dan basis pemungutan (revenue base).
2.
Sumber dari luar.
Sumber dari luar pemerintah daerah terdiri dari
dua sumber utama; dari pinjaman dan dari
sumbangan/bantuan/transfer pemerintah pusat.
• Dalam hal penggunaan sumber-sumber keuangan
(expenditure control) untuk pelayanan di daerah terdapat
beberapa faktor yang mempengaruhinya yang
runutannya adalah sebagai berikut:
(1) Tanggungjawab penyediaan pelayanan. Faktor ini
berangkat dari pemikiran bahwa pemerintah daerah
adalah aparatus terdepan dalam hal menghadapi
masyarakat sehingga sangat berkompeten dalam hal
menangani pelayanan untuk warga masyarakat
berdasarkan peraturan yang berlaku. (2) Komponen
biaya yang terdiri dari: biaya administrasi dan biaya lain
yang bersifat lokalitas yang diperlukan untuk melakukan
tugas penyediaan pelayanan. (3) Pengembalian pinjaman
yang dapat dilakukan oleh pemerintah daerah. (4)
Berbagai penyediaan pelayanan yang dilakukan oleh
pemerintah daerah. (5) Total biaya yang dapat dihitung
setelah ditambah dengan pengembalian utang.
• Akhirnya, perbandingan antara hasilhasil yang mampu digali dengan belanja
yang dilakukan dapat dikontrol dalam
perimbangan keuangan internalnya
(balancing).
Informasi kecenderungan dalam satu
periode waktu suatu pemerintah daerah
melakukan penyediaan pelayanan sangat
bermanfaat untuk melakukan perlakuan
(treatment) yang diperlukan untuk
perbaikan proses manajamen pelayanan
umum di daerah