materi ajar- 12. sistem hukum

Download Report

Transcript materi ajar- 12. sistem hukum

Sistim Hukum Indonesia
SISTEM HUKUM
Pertama
Pengertian Sistem Hukum

Istilah “Sistem” berasal dari perkataan “systema” dalam bahasa Latin –
Yunani, yang artinya “keseluruhan yang terdiri dari bermacam-macam
bagian”.

Sistem merupakan satu kesatuan yang utuh yang terdiri atas berbagai
bagian atau sub sistem. Subsistem ini saling berkaitan yang tidak dapat
bertentangan dan apabila terjadi pertentangan, maka selau ada jalan untuk
menyelesaikannya.

Sistem hukum haruslah tersusun dari sejumlah bagian yang disebut dengan
subsistem hukum yang secara bersama-sama mewujudkan kesatuan yang
utuh. Sistem hukum bukan saja sekedar kumpulan peraturan, tetapi setiap
peraturan itu saling berkaitan satu dengan yang lainnya, serta tidak boleh
terjadi konflik atau kontradiksi di antara subsitsem yang di dalamnya.
Pendapat Para Sarjana

Prof. Dr. Sunaryati Hartono, SH :
Sesuatu yang terdiri dari dari sejumlah unsur atau komponen yang
selalu pengaruh mempengaruhi dan terkait satu sama lain oleh satu
atau beberapa asas. Agar supaya berbagai unsur itu merupakan
kesatuan terpadu maka dibutuhkan organisasi.

Prof. Dr. Lili Rasyidi, SH, LL.M. :
Suatu kesatuan sistem yang tersusun atas integritas komponen
sistem hukum, yang masing-masing memiliki fungsi tersendiri dan
terikat dalam satu kesatuan hubngan yang saling terkait, bergantung,
mempengaruhi, bergerak dalam kesatuan proses, yakni proses
sistem hukum untuk mewujudkan tujuan hukum.
Pendapat Para Sarjana

Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, SH :
Sistem hukum itu merupakan itu merupakan tatanan, suatu kesatuan yang
utuh yang terdiri atas bagian-bagian atau unsur-unsur yang saling berkaitan
erat satu sama lain.

Prof. Subekti, SH :
Sistem hukum itu merupakan suatu susunan atau taatan yang teratur, suatu
keseluruhan yang terdiri dari atas bagian-bagian yang berkaitan satu sama
lain, tersusun menurut suatu rencana atau pola, hasil dari suatu penulisan
untuk mencapai suatu tujuan.

Dr. Marwan Mas, SH, MH :
Sistem hukum adalah susunan sebagai satu kesatuan yang tersusun dari
sejumlah bagian yang dinamakan subsistem, yang secara bersama-sama
mewujudkan kesatuan yang utuh.
SISTEM HUKUM DUNIA
Sistem hukum Anglo Saxon
 Sistem hukum Eropa continental
 Sistem hukum Adat
 Sistem hukum Islam
SISTEM HUKUM:
SUBSTANSI, STRUKTUR, BUDAYA HUKUM

Sistem Hukum Anglo Saxon

Sistem hukum Anglo Saxon (“Anglo America”) mulai berkembang di United
Kingdom (UK) pada abad XI.

Sistem hukum Anglo Saxon berlaku di kawasan Amerika Serikat, Kanada
dan beberapa negara yang termasuk negara persemakmuran Inggris dan
Australia, termasuk Malaysia, Singapura dan India.

Sumber hukum dalam sistem hukum Anglo Saxon adalah “putusan-putusan
hakim/pengadilan”(judicial decisions). Melalui putusan-putusan hakim yang
kemudian mewujudkan kepastian hukum, prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah
hukum dibentuk dan menjadi kaidah yang mengikat umum.
Sistem Hukum Anglo Saxon

Disamping putusan hakim, kebiasaan-kebiasaan dan peraturan tertulis
lainnya juga di negara-negara Anglo Saxon juga “diakui” meskipun dalam
pembentukannya kebiasan dan peraturan tertulis tetap berakar dari putusanputusan pengadilan.

Namun demikian sumber-sumber hukum itu (putusan hakim, kebiasaan dan
peraturan tertulis) tidak tersusun secara sistematis dalam hierarki tertentu
sebagaimana yang berlakupada sistem hukum Eropa Kontinental.

Dalam sistem hukum ini “peranan” yang diberikan kepada seorang hakim
“tidak hanya” sebagai pihak yang betugas menetapkan dan menafsirkan
peraturan-peraturan hukum saja, tetapi hakim juga berperan besar dalam
membentuk seluruh tata kehidupan dan menciptakan prinsip-prinsip hukum
baru (yurisprudensi).
Sistem Hukum Anglo Saxon

Hakim juga mempunyai wewenang yang luas untuk menafsirkan peraturan
hukum yang berlaku, termasuk menciptakan prinsip-prinsip hukum baru yang
akan menjadi pegangan bagi hakim-hakim lain untuk memutuskan perkara
yang sejenis.

Sistem hukum Anglo Saxon menganut doktrin “the doctrine of precedent”
atau “Stare Decisis”. Doktrin ini berpendapat bahwa dalam memutus suatu
perkara, seorang hakim “harus” mendasarkan putusannya pada prinsip
hukum yang sudah ada berdasarkan putusan hakim lain dalam perkara
sejenis sebelumnya (preseden).

Dalam hal putusan hakim sudah “out of date” maka hakim dapat menetapkan
putusan baru berdasarkan kepada nilai-nilai keadilan, kebenaran dan akal
sehat (common sense) yang dimilikinya.
Sistem Hukum Anglo Saxon

Sehingga terlihat bahwa sistem hukum Anglo Saxon mendasarkan kepada
pentingnya yurispridensi, sementara sistem hukum Eropa Kontinental lebih
mengutamakan perundang-undangan sebagai sumber hukumnya.

Untuk itu, sistem hukum di Eropa Kontinental berpandangan bahwa hakim
adalah “mulut undang-undang”, sementara itu dalam sistem Anglo Saxon
berpandangan bahwa hakim adalah “mulut precedent” yang mewajibkan
kepadanya bahwa di dalam memutuskan perkara hakim itu harus selalu
mengikuti putusan yang ada terlebih dahulu.

Untuk itu hakim di pengadilan Anglo Saxon menggunakan prinsip “pembuat
hukum sendiri” dengan melihat kasus-kasus dan fakta-fakta sebelumnya
(judge made law), sehingga hakim dalam hal ini berarti hakim itu berfungsi
sebagai legislatif atau pembuat undang-undang.
Sistem Hukum Anglo Saxon

Bertitik tolak bahwa prinsip-prinsip hukum yang timbul dan berkembang di
Anglo Saxon adalah berasal dari putusan-putusan hakim atas perkara yang
dihadapi, maka seringkali disebut dengan “Case Law”

Sistem hukum ini di dalam prakteknya mengutamakan hukum yang tidak
tertulis yang sering disebut “Common Law” atau “Unwritten Law”. Artinya
kedudukan hukum kebiasaan dalam masyarakat lebih berperan dan selalu
menyesuaikan dengan perkembangan masyarakat. Sementara itu, hukum
tertulis mengatur terbatas pada hal-hal pokok dan penting, misalnya tentang
konstitusi dan pengaturan kelembagaan.

Dalam sistem pengadilan di negara-negara Anglo Saxon menggunakan
“sistem juri”. Hal ini berbeda dengan sistem hukum Eropa Kontinental yang
menggunakan sistem peradilan berdasarkan “majelis hakim”.
Sistem Hukum Anglo Saxon

Dalam sistem juri hakim bertindak sebagai pejabat yang memeriksa dan
memutuskan hukumnya, sementara itu juri memeriksa peristiwa atau
kasusnya kemudian menentukan bersalah dan tidaknya terdakwa atau
pihak yang berperkara. Hal ini berarti bahwa hakim diikat oleh suatu “stare
decisis” atau “the binding force of precedent” yang berati bahwa putusan
hakim-hakim lain untuk mengikutinya pada perkara yang sejenis.

Hakim pada negara-negara yang menganut sistem hukum Anglo Saxon
metode berpikir yang digunakan adalah “metode induktif” yaitu berpikir
dari khusus ke umum . Artinya, di dalam menjatuhkan putusan hukuman
mendasarkan pada kasus in-konkreto (aturan khusus) yang berlaku khusus
kemudian diangkat menjadi aturan umum yang akan berlaku sebagai
preseden bagi hakim lainnya pada perkara yang sejenis.
Sistem Hukum Anglo Saxon

Dengan mendasarkan the binding of precedent, maka hakim akan mampu
lebih cepat dalam mengambil keputusan dan menerapkan suatu aturan
hukum. Asas ini merupakan kewajiban primer hakim untuk memberikan
keadilan bagi pihak-pihak yang berperkara untuk mencarikan hukum yang
relevan edent (asas preseden).

Asas preseden ini berarti bahwa hakim dalam memutuskan suatu perkara
menggunakan dasar yang sama untuk memutus perkara yang sama. Hal
ini dapat dilakukan karena telah ada putusan terlebih dahulu untuk kasus
yang sama, sehingga hakim dapat mendasarkannya.

Metode yang digunakan dalam menilai fakta kasus adalah “analogi” yang
membandingkan antara peristiwa-peristiwa yang sejenis, atau dengan cara
mempersamakan suatu peristiwa yang sejenis. Preseden ini berbentuk
suatu lembaga, yaitu terdiri atas sebagian besar hukum yang tidak tertulis
(ius non scriptum) melalui putusan-putusan hakim.
Sistem Hukum Anglo Saxon

Namun demikian dalam hal belum ada putusan hakim yang sejenis atau
putusan pengadilan yang sudah ada tetapi sudah tidak sesuai dengan
gerak perkembangan zaman, maka hakim dapat menetapkan putusan baru
dengan nilai-nilai keadilan, kebenaran dan akal sehat (“common sense”)
serta dengan pertimbangan yang rasa penuh tanggung-jawab.

Penggunaan juri di dalam sistem ini berlaku baik untuk perkara perdata dan
juga perkara pidana. Juri dipilih dari komunitas warga masyarakat (tokohtokoh masyarakat setempat) dan bukan ahli hukum atau sarjana hukum.
Sebelum melaksanakan tugasnya juri terlebih dahulu diambil sumpahnya
dan dipastikan bahwa para juri akan berlaku obyektif. Jumlah juri genap dan
pada umumnya 8 atau 12 orang dalam satu persidangan.

Sistem hukum ini juga mengenal pembagian berdasarkan hukum publik dan
hukum privat.
Sistem Hukum Eropa Kontinental

Sistem hukum ini berkembang di negara-negara Eropa daratan yang sering
juga disebut sebagai “Civil Law”.

Sejarahnya sistem hukum ini berasal dari kodifikasi hukum yang berlaku
di kekaisaran Romawi pada masa pemerintahan Kaisar Justianus abad IV
sebelum masehi.

Peraturan-peraturan hukumnya merupakan kumpulan kodifikasi (“Corpus
Juris Civilis”) dari pelbagai kaidah hukum yang ada sebelum Justinianus.

Dalam perkembangannya ketentuan Corpus Juris Civilis ini dijadikan dasar
perumusan dan kodifikasi di negara-negara, seperti Jerman, Belanda, Italia,
Perancis dan Asia termasuk Indonesia pada masa penjajahan Belanda.
Sistem Hukum Eropa Kontinental

Prinsip utama yang menjadi dasar sistem hukum ini adalah bahwa “hukum
memperoleh kekuatan mengikat, karena diwujudkan di dalam peraturanperaturan yang berbentuk undang-undang dan tersusun secara sistematik
di dalam kodifikasi atau kompilasi tertentu”

Adanya prinsip ini didasarkan pemikiran bahwa nilai dari tujuan hukum
“kepastian hukum”. Untuk itu kepastian hukum hanya dapat diwujudkan
apabila tindakan-tindakan hukum manusia dalam pergaulan hidup diatur
dengan peraturan-peraturan hukum yang tertulis.

Dengan konsep tersebut, maka konsekuensinya adalah hakim tidak dapat
leluasa menciptakan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat umum.
Hakim hanya berfungsi “menetapkan dan menafsirkan peraturan dalam
batas-batas wewenangnya”. Putusan hakim hanya mengikat para pihak
yang berperkara saja (doktrins Res Ajudicata).
Sistem Hukum Eropa Kontinental

Jelaslah sudah bahwa sistem hukum ini menekankan pentingnya hukum
yang tertulis, yaitu peraturan perundang-undangan sebagai dasar utama
sistem hukumnya, sehingga sistem hukum ini disebut juga sistem hukum
kodifikasi (codified law).

Sistem hukum ini mengenal dua bagian utama, yaitu hukum publik dan
hukum privat.

Hukum publik mengatur kekuasaan dan wewenang negara serta hubungan
antara masayarakat dan negara. Misalnya : hukum pidana, hukum tata
negara dan hukum administrasi negara.

Hukum privat mengatur tentang hubungan antara individu dalam memenuhi
kebutuhan hidup demi hidupnya. Adapun yang termasuk dalam hukum ini
adalah hukum perdata dan hukum dagang.
Sistem Hukum Eropa Kontinental

Dalam sistem peradilan Eropa Kontinental hakim “diikat” oleh undangundang. Sehingga dalam sistem ini kepastian hukumnya dijamin melalui
bentuk dan sifat tertulisnya ada di undang-undang. Artinya, hakim tidak
terikat pada putusan hakim sebelumnya, seperti yang berlaku pada sistem
Anglo Saxon dengan asas presden.

Hal tersebut diatas berarti hakim-hakim di sistem hukum ini dapat mengikuti
putusan hakim sebelumnya pada perkara yang sejenis, tetapi bukan suatu
keharusan yang sifatnya mengikat. Hal ini dapat diketahui dari pasal 1917
KUHPerdata yang menyatakan bahwa putusan pengadilan hanya mengikat
para pihak, dan tidak mengikat hakim lain.

Sistem peradilan ini tidak mengenal sistem juri. Tugas dan tanggung-jawab
hakim disini adalah memeriksa langsung materi perkara, menentukan
bersalah tidaknya terdakwa atau pihak yang berpekara, kemudian sekaligus
menerapkan hukumannya.
Sistem Hukum Eropa Kontinetal

Metode berpikir hakim dilakukan secara “deduktif” yaitu berpikir dari yang
umum kepada yang khusus. Dalam hal ini hakim berpikir dari ketentuan
yang umum untuk diterapkan pada kasus in-konreto yang sedang diadili.
Contoh ketentuan hukum dalam peraturan Indonesia adalah kata-kata
“barangsiapa” yang berarti siapa saja berlaku secara umum bagi setiap
subjek hukum.

Dalam sistem ini juga menggunakan pula metode “subsumptie” dan metode
“sillogisme”. Subsumptie adalah suatu upaya memasukan peristiwa ke
dalam peraturannya yang banyak dilakukan dalam perkara pidana. Suatu
peristiwa hukum dicarikan rumusan peraturan perundang-undangan yang
dilanggar, seperti mencocokan sepatu dengan kaki pemakainnya.

Namun metode subsumptie ini agak sulit diterapkan pada perkara perdata,
karena banyak peraturan perdata yang tidak tertulis.
Perbedaan Common Law dan Civil Law
Perbedaan Sistem Peraturannya.
1. Sistem hukum Common Law didominasi oleh hukum tidak tertulis atau
hukum kebiasaan melalui putusan hakim, sedangkan pada sistem Civil Law
didominasi oleh hukum tertulis (kodifikasi).
2. Sistem hukum Common Law tidak ada pemisahan yang tegas dan jelas
antara hukum publik dan hukum privat, sedangkan pada sistem Civil Law
pemisahan yang tegas dan jelas antara hukum publik dan hukum privat.


Perbedaan Sistem Peradilannya.
1. Sistem hukum Common Law menggunakan juri yang memeriksa fakta
kasusnya kemudian menetapkan kesalahan dan hakim hanya menerapkan
hukum dan menjatuhkan putusan, sedangkan pada sistem peradilan Civil
Law tidak menggunakan juri sehingga tanggung-jawab hakim adalah
memeriksa fakta kasus, menentukan kesalahan serta menerapkan
hukumannya sekaligus menjatuhkan putusan.
Perbedaan Common Law dan Civil Law
2. Dalam sistem peradilan Common Law hakim terikat pada putusan hakim
sebelumnya dalam perkara sejenis melalui asas the binding force of
precedent, sedangkan dalam sistem peradilan Civil Law hakim tidak
terikat atau tidak wajib mengikuti putusan hakim sebelumnya dalam
perkara sejenis.
3. Sistem peradilan di Common Law menganut asas “adversary system”
yaitu pandangan bahwa di dalam pemeriksaaan peradilan selalu ada
dua pihak yang saling bertentangan, baik dalam perkara perdata
maupun perkara pidana, sedangkan pada sistem peradilan Civil Law di
hanya dalam perkara perdata yang melihat adanya dua pihak yang
bertentangan (penggugat dan tergugat) dan pada perkara pidana
keberadaan terdakwa bukan sebagai pihak penentang.
Perbedaan Hukum Acara (Common Law & Civil Law)

Perbedaan dari segi inisatif penuntutan, di mana inisatif penuntutan dalam
hukum acara pidana ada pada jaksa selaku penuntut umum yang mewakili
kepentingan publik, sedangkan dalam hukum acara perdata inisatif terletak
pada pihak penggugat yang mewakili kepentingan dirinya sendiri atau
perorangan. Termasuk dalam hal pembuktian, yaitu pada perkara pidana
penuntut umumlah yang membuktikan kesalahan terdakwa, sedangkan di
dalam perkara perdata kedua belah pihak yang membuktikan kebanaran
dalilnya atau bantahannya terhadap dalil lawannya.

Perbedaan dari segi keterikatan pada alat bukti, yaitu pada hukum acara
pidana, hakim selain terikat pada alat-alat bukti yang sah, juga harus yakin
akan kesalahan terdakwa, atau dikenal dengan istilah “beyond reasonable
doubt” yang berarti “alasan yang tidak diragukan lagi”. Pada hukum acara
perdata, hakim hanya terikat pada alat-alat bukti yang sah. Hal ini biasa
disebut dengan istilah “preponderance of evidence” yang bearti “pengaruh
yang lebih besar dari alat bukti”
Perbedaan Hukum Acara (Common Law & Civil Law)

Perbedaan dari segi kebenaran yang ingin dicapai, pada hukum acara
pidana ingin mencapai “kebenaran materiil” yaitu kebenaran yang nyata
atau betul-betul kebenara dalam perbuatan pidana yang dilakukan oleh
terdakwa, atau hubungan antara pihak yang terkait dalam perbuatan pidana
tersebut. Pada hukum acara perdata, semata-mata ingin mencari di dalam
pemeriksaan sidang pengadilab dan bukti surat, kendati belum tentu secara
nyata demikian.

Perkembangan hukum dalam sistem Common Law lebih banyak dilakukan
oleh para hakim, sedangkan dalam sistem Civil Law lebih banyak dilakukan
oleh para penulis dan guru besar, sehingga mengahsilkan struktur yang
relatif sistematis dan rasional.

Di dalam sistem Common Law tidak mengenal lembaga-lembaga seperti
trust, bailment, trepass, sedangkan dalam sistem Civil Law dikenal adanya
lembaga kekuasaan orang tua, pengakuan anak di luar kawin.
Perbedaan Sistem Hukum

Sistem Hukum Eropa Kontinental (Civil Law)
a. Dari Romawi berkembang ke negara Jerman, Belanda, Perancis, Italia,
Indonesia
b. Bahwa hukum itu memperoleh kekuatan dan mengikat karena berupa
peraturan yang berbentuk undang-undang yang tersusun secara
sistematis dalam kodifikasi. Kepastian hukumlah yang menjadi tujuan
hukum, dapat terwujud apabila segala tingkah laku manusia dalam
pergaulan hidup diatur dengan peraturan tertulis.
c. Adagium: “tidak ada hukum selain undang-undang”. Dengan kata lain,
hukum selalu diidentikkan dengan undang-undang.
d. Posisi hakim dalam hal ini tidak bebas dalam menciptakanhukum baru,
karena hakim hanya menerapkan dan menafsirkan peraturan yang
ada berdasarkan wewenang yang ada padanya. Putusan hakim tidak
dapat mengikat secara umum, tetapi hanya mengikat para pihak yang
berperkara saja.
e. Hukum digolongkan menjadi dua bagian utama yaitu:
Pertama, hukum publik : Hukum Tata Negara, Hukum Administrasi
Negara, Hukum Pidana
Kedua, hukum privat : Hukum Perdata, Hukum Dagang
Perbedaan Sistem Hukum

Sistem Hukum Anglo Saxon (Common Law)
a. Dianut di negara-negara anggota persemakmuran Inggris, AS, Kanada,
Amerika Utara.
b. Bersumber kepada putusan hakim/putusan pengadilan/yurisprudensi.
Putusan-putusan hakim mewujudkan kepastian hukum, maka melalui
putusan-putusan hakim itu prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah hukum
dibentuk dan mengikat umum.
c. Hakim berperan besar dalam menciptakan kaidah-kaidah hukum yang
mengatur tata kehidupan masyarakat. Hakim mempunyai wewenang
yang luas untuk menafsirkan peraturan2 hukum dan menciptakan
prinsip2 hukum yang baru yang berguna bagi pegangan hakim2 yang
lain dalam memutuskan perkara sejenis.
d. Asas doctrine of precedent, hakim terikat pada prinsip hukum dalam
putusan pengadilan yang sudah ada dari perkara-perkara sejenis.
e. Hukum digolongkan menjadi dua bagian utama yaitu hukum publik dan
hukum privat.





EROPA KONTINENTAL
Sering dikenal juga sebagai sistem hukum CIVIL LAW.
Sebagian besar negara-negara Eropa daratan dan daerah
bekas jajahan / koloni nya; ex: Jerman, Belanda, Perancis,
Italia, negara2 Amerika Latin dan Asia.
ANGLO SAXON
Mulai berkembang di Inggris pada abad 16
Sering disebut sebagai COMMON LAW
Berkembang diluar Inggris di Kanada, USA, dan bekas koloni
Inggris (negara persemakmuran/ common wealth); spt:
Australia, Malaysia, Singapore, India, dll.
HUKUM ADAT
Seperangkat aturan tidak tertulis yang merupakan
kristalisasi nilai2 yg hidup di masyarakat yang dijadikan
pedoman masyarakat untuk menjalankan aktifitas nya,
dan ditegakkan oleh organisasi adat yang mendapatkan
mandat.

Hanya terdapat dalam kehidupan sosial di Indonesia dan
beberapa negara-negara Asia lainnya; seperti Cina, India
Jepang, dll.

Bersumber kepada peraturan-peraturan hukum tidak tertulis
yang tumbuh berkembang dan dipertahankan dengan
kesadaran hukum masyarakatnya
HUKUM ISLAM
SUATU SISTEM HUKUM YANG MENDASARKAN
KETENTUAN-KETENTUAN YANG TELAH DITETAPKAN
OLEH ALLAH (KITAB AL-QUR’AN) DAN RASUL-NYA
(KITAB HADIS) KEMUDIAN DISEBUT DENGAN
SYARI’AT ATAU HASIL PEMAHAMAN ULAMA
TERHADAP KETENTUAN DI ATAS (KITAB FIQIH)
KEMUDIAN DISEBUT DENGAN IJTIHAD YANG
MENATA HUBUNGAN MANUSIA DENGAN ALLAH,
MANUSIA DENGAN MANUSIA DAN MANUSIA DENGAN
BENDA.