Deemed PM Omzet

Download Report

Transcript Deemed PM Omzet

PERATURAN MENTERI KEUANGAN
Nomor 74/PMK.03/2010
Tentang
PEDOMAN PENGHITUNGAN PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN BAGI
PENGUSAHA KENA PAJAK YANG MEMPUNYAI PEREDARAN USAHA
TIDAK MELEBIHI JUMLAH TERTENTU
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
2010
MATERI
1.
2.
3.
4.
2
Policy Statement
Dasar Hukum
Muatan Pasal
Tanggal berlaku
Ketentuan lama:
PMK Nomor 45/PMK.03/2008
Ketentuan baru:
PMK Nomor 74/PMK.03/2010
1. Policy Statement
4
Ketentuan lama
untuk melaksanakan ketentuan Pasal
9 ayat (7) UU 18/2000
Ketentuan baru
untuk melaksanakan ketentuan Pasal
9 ayat (7b) jo. Pasal 9 ayat (7)
UU 42/2009
2. Dasar Hukum
Pasal 9 ayat (7) UU 42/2009
Besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan oleh
Pengusaha Kena Pajak yang peredaran usahanya
dalam 1 (satu) tahun tidak melebihi jumlah tertentu,
kecuali Pengusaha Kena Pajak sebagaimana
dimaksud pada ayat (7a), dapat menghitung dengan
menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan
Pajak Masukan.
5
3. Muatan Pasal
 PKP yang Berhak
Deemed Omzet
6
Menggunakan
Ketentuan lama
PKP Pedagang Eceran yang menggunakan Norma
Penghitungan Penghasilan Neto dengan jumlah
peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto selama
1
(satu)
tahun
buku
tidak
lebih
dari
Rp1.800.000.000,00 (satu milyar delapan ratus juta
rupiah).
Ketentuan baru
PKP yang mempunyai peredaran usaha dalam 1
(satu) tahun buku tidak melebihi Rp1.800.000.000,00
(satu miliar delapan ratus juta rupiah).
3. Muatan Pasal
 Persyaratan PKP
Ketentuan lama
Tidak diatur
Ketentuan baru
a. mempunyai peredaran usaha dalam 2 (dua)
tahun buku sebelumnya tidak melebihi
Rp1.800.000.000,00 (satu miliar delapan ratus
juta rupiah) untuk setiap 1 (satu) tahun buku; atau
b. Wajib Pajak yang baru dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak.
Bagi PKP Orang Pribadi yang tidak wajib menyelenggarakan pembukuan,
pengertian tahun buku adalah tahun kalender.
7
3. Muatan Pasal
 Kewajiban Beralih ke Mekanisme PK - PM
Ketentuan
lama
PKP tidak lagi memenuhi persyaratan untuk dikenakan PPh
dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto,
mulai permulaan tahun buku berikutnya PKP tidak diperbolehkan
menggunakan pedoman pengkreditan Pajak Masukan.
Ketentuan
baru
a. PKP yang menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan
PM wajib beralih menggunakan mekanisme pengkreditan PKPM mulai Masa Pajak berikutnya setelah peredaran usahanya
melebihi Rp1.800.000.000,00;
b. Dalam hal PKP tidak menggunakan mekanisme pengkreditan
PK-PM setelah peredaran usahanya melebihi
Rp1.800.000.000,00, PKP dikenai sanksi di bidang perpajakan;
atau
c. Dalam hal PKP menggunakan mekanisme pengkreditan PKPM , maka PM yang dapat dikreditkan adalah PM mulai masa
pajak saat digunakannya mekanisme pengkreditan PK-PM
tersebut.
8
3. Muatan Pasal
 Hak untuk Kembali Menggunakan
Pedoman Pengkreditan PM
9
Ketentuan lama
Tidak diatur
Ketentuan baru
PKP yang telah menggunakan mekanisme
pengkreditan PK-PM dapat kembali menggunakan
Pedoman
Penghitungan
Pengkreditan
Pajak
Masukan apabila peredaran dalam 2 tahun tidak
melebihi Rp1,8 M.
3. Muatan Pasal
 Kewajiban
Tertulis
Ketentuan lama
10
Secara
Dengan cara membubuhkan catatan pada Surat
Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai
bahwa yang bersangkutan menggunakan Pedoman
Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan.
•
Ketentuan baru
Memberitahukan
•
Bagi yg telah menjadi PKP: paling lama pada
saat batas waktu penyampaian SPT Masa PPN
Masa Pajak pertama dalam tahun buku
dimulainya penggunaan Pedoman Penghitungan
Pengkreditan Pajak Masukan.
Bagi pengusaha yang baru dikukuhkan sebagai
PKP: paling lama pada saat batas waktu
penyampaian SPT Masa PPN Masa Pajak saat
dikukuhkan sebagai PKP.
3. Muatan Pasal
 Kewajiban untuk Konsisten
Ketentuan lama
Ketentuan baru
11
Tidak diatur.
PKP yang menggunakan pedoman penghitungan
pengkreditan Pajak Masukan harus melaksanakan
secara taat asas dalam 1 (satu) tahun buku,
sepanjang peredaran usaha dalam 1(satu) tahun
buku tidak melebihi Rp1.8 M.
3. Muatan Pasal
 Prosentase Pedoman Penghitungan
a.
Ketentuan lama
b.
c.
a.
Ketentuan baru
12
b.
80% (delapan puluh persen) dikalikan dengan PK,
untuk penyerahan BKP oleh Pedagang Eceran dengan
Norma Penghitungan Penghasilan Neto.
70% (tujuh puluh persen) dikalikan dengan PK, untuk
penyerahan BKP yang dilakukan PKP selain Pedagang
Eceran.
40% (empat puluh persen) dikalikan dengan PK, untuk
penyerahan JKP oleh PKP.
60% (enam puluh persen) dari PK untuk penyerahan
Jasa Kena Pajak; dan
70% (tujuh puluh persen) dari PK untuk penyerahan
Barang Kena Pajak.
3. Muatan Pasal
 Penghitungan PK
PK = 10% x nilai peredaran bruto yang terutang PPN
Ketentuan lama dan/atau
PK = 10% x penerimaan bruto yang terutang PPN,
Ketentuan baru
13
PK = 10% x DPP
dimana
DPP = peredaran usaha.
3. Muatan Pasal
 PPN yang Wajib Disetor
Ketentuan lama
Tidak diatur.
Ketentuan baru
PPN yang wajib disetor setiap masa pajak = PK (–) PM,
sehingga:
Bagi PKP yang menyerahkan JKP = 4% x DPP (jmlh
peredaran usaha)
Bagi PKP yang menyerahkan BKP = 3% x DPP (jmlh
peredaran usaha)
14
3. Muatan Pasal
 Pembiayaan atas PM
15
Ketentuan lama
Tidak diatur.
Ketentuan baru
PKP yang menggunakan pedoman penghitungan
pengkreditan Pajak Masukan berdasarkan peraturan
ini tidak dapat membebankan PPN atas perolehan
BKP dan/atau JKP sebagai biaya untuk penghitungan
PPh.
3. Muatan Pasal
 Retur Penjualan
16
Ketentuan lama
Tidak diatur.
Ketentuan baru
Dalam hal terjadi retur penjualan, PPN atas
penyerahan BKP dan/atau JKP yang dikembalikan
oleh pembeli akan mengurangi PPN yang terutang
oleh PKP penjual dalam Masa Pajak terjadinya
pengembalian BKP dan/atau JKP, sepanjang Faktur
Pajak atas penyerahan BKP dan/atau JKP tersebut
telah dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa
PPN.
3. Muatan Pasal
 Peralihan dari Pedoman Pengkreditan
ke Mekanisme PK – PM (Pasal 12)
17
1.
Dalam hal PKP yang menggunakan pedoman penghitungan
pengkreditan PM memilih beralih menggunakan mekanisme PK - PM,
hanya diperkenankan mulai menggunakan mekanisme PK - PM pada
Masa Pajak pertama tahun buku berikutnya.
2.
PKP yang memilih beralih menggunakan mekanisme PK-PM harus
memberitahukan secara tertulis kepada Kepala KPP tempat PKP
dikukuhkan paling lama pada batas waktu penyampaian SPT Masa
PPN pertama dalam tahun buku dimulainya penggunaan mekanisme
PM-PK.
3.
Dalam hal PKP mulai menggunakan mekanisme PK-PM, maka PM
yang dapat dikreditkan adalah PM mulai Masa Pajak pertama tahun
buku dimulainya penggunaan mekanisme PK-PM.
3. Muatan Pasal
 Dampak Pembetulan SPT Masa
(Pasal 13)
1.
Dalam hal PKP yang melakukan pembetulan SPT Masa PPN Masa
Pajak tertentu dalam periode tahun buku penggunaan pedoman
penghitungan pengkreditan Pajak Masukan, dan mengakibatkan
peredaran usaha tahun buku yang bersangkutan menjadi lebih besar
dari 1,8 M, maka PKP wajib menggunakan mekanisme PK-PM.
2.
Kewajiban menggunakan mekanisme mekanisme PK-PM dalam hal
PKP melakukan pembetulan SPT Masa PPN tertentu, berlaku mulai
Masa Pajak setelah Masa Pajak yang peredaran usahanya menjadi
lebih besar dari Rp1.8 M.
3.
Penggunaan mekanisme PK-PM dilakukan dengan cara pembetulan
SPT Masa PPN Masa Pajak dimana peredaran usaha tahun buku yang
bersangkutan menjadi lebih besar dari 1,8 M.
18
3. Muatan Pasal
 PKP yang Melakukan Kegiatan Usaha
Tertentu (Pasal 14)
PKP yang melakukan kegiatan usaha tertentu yang pengkreditan
PMnya menggunakan pedoman pengkreditan PM sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (7a) UU PPN tidak diperkenankan
menggunakan Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak
Masukan yang ditetapkan berdasarkan peraturan ini.
19
3. Muatan Pasal
 Ketentuan Peralihan
1.
2.
Dengan berlakunya PMK ini, bagi PKP yang menggunakan
pedoman penghitungan pengkreditan PM berdasarkan PMK
45/PMK.03/2008 yang belum berakhir tahun buku, harus
menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan PM sesuai
PMK ini (Pasal 15).
Dengan berlakunya PMK 74/PMK.03/2010, maka PMK
45/PMK.03/2008 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku (Pasal 16).
20
4. Tanggal berlaku
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku
pada tanggal 1 April 2010
21
TERIMA KASIH
22