koefisien fugasitas - Teknik Kimia UNDIP

Download Report

Transcript koefisien fugasitas - Teknik Kimia UNDIP

BAB 3
Hubungan antara G dengan T dan P untuk sistem tertutup:
d(nG) = (nV) dP – (nS) dT
(2.14)
Untuk fluida fasa tunggal dalam sistem tertutup tanpa reaksi
kimia:
  nG

nV
 P 
T ,n
  nG    nS
 T  P ,n
Untuk sistem terbuka fasa tunggal:
nG = g(P, T, n1, n2, . . . , ni, . . . )
Diferensial total:
 nG
 nG
 nG
d nG  
dP  
dT   
dni



i  ni  T , P, n
 P  T , n
 T  P, n
j i
Potensial kimia didefinisikan sebagai:
 nG
i  


n

i  T , P, nj  i
(3.1)
Sehingga pers. di atas menjadi
d nG  nV  dP  nS dT    i dni
i
(3.2)
Untuk sistem yang terdiri dari 1 mol, n = 1 dan ni = xi
dG  V dP  S dT    i dxi
i
(3.3)
Pers. (3.3) ini menyatakan hubungan antara energi Gibbs
molar dengan variabel canonical-nya, yaitu T, P, dan {xi}:
G = G(T, P, x1, x2, . . . , xi, . . . )
Dari pers. (3.3):
 G 
S   
 T P, x
 G 
V  
 P T , x

gas

cair



d nG
Ditinjau satu sistem tertutup yang
terdiri dari dua fasa yang berada
dalam keadaan keseimbangan.
Setiap fasa berlaku sebagai satu
sistem terbuka.



 nV  dP  nS dT   i dni

i
d nG  nV  dP  nS dT   i dni



i
d(nG) = (nV) dP – (nS) dT
Perubahan total energi Gibbs untuk sistem merupakan
jumlah perubahan dari masing-masing fasa
d nG  nV  dP  nS dT   i dni   i dni
i
i
Secara keseluruhan, sistem merupakan sistem tertutup,
sehingga persamaan (2.14) juga berlaku:
 i dni   i dni  0
i
dni dan dni
i
ada akibat transfer massa antar fasa.
Menurut hukum kekekalan massa:
dni   dni
 dn  dn

i





dn


dn
 i i  i i 0
i

i
 i  i  dni  0
i
i
 i dni   i dni  0
i
i
 i dni  i dni   0
i
Karena dni independen dan sembarang, maka satu-satunya
cara agar ruas kiri pers. di atas = 0 nol adalah bahwa setiap
term di dalam tanda kurung = 0:
 i  i  0
i  i
(i = 1, 2, . . . , N)
Jadi pada keadaan keseimbangan, potensial kimia setiap
spesies adalah sama di setiap fasa.
Penurunan dengan cara yang sama menunjukkan bahwa
pada keadaan keseimbangan, T dan P kedua fasa adalah
sama.
Untuk sistem yang terdiri dari lebih dari 2 fasa:
i  i  . . .  i
(i = 1, 2, . . . , N)
(3.6)
Definisi dari partial molar property:
 nM 
Mi  


n

i  T , P, nj
M i mewakili
(3.7)
U i , H i , Si , Gi , dll.
Partial molar property merupakan suatu response function,
yang menyatakan perubahan total property nM akibat
penambahan sejumlah diferensial spesies i ke dalam
sejumlah tertentu larutan pada T dan P konstan.
Pembandingan antara pers. (3.1) dan (3.7):
i  Gi
(3.8)
When one mole of water is added to a large volume of
water at 25 ºC, the volume increases by 18 cm3.
The molar volume of pure water would thus be reported
as 18 cm3 mol-1.
However, addition of one mole of water to a large volume
of pure ethanol results in an increase in volume of only
14 cm3. The reason that the increase is different is that
the volume occupied by a given number of water
molecules depends upon the identity of the surrounding
molecules.
The value 14 cm3 is said to be the partial molar volume of
water in ethanol.
HUBUNGAN ANTARA MOLAR PROPERTY DAN PARTIAL
MOLAR PROPERTY
nM = M(T, P, n1, n2, . . . , ni, . . . )
Diferensial total:
 nM 
nM 
nM 


dnM   
dP  
dT   
dni



 P  T , n
 T  P, n
i  ni  T , P, n
j
Derivatif parsial pada suku pertama dan kedua ruas kanan
dievaluasi pada n konstan, sehingga:
 nM 
M 
M 


dnM   n 
dni
 dP  n 
 dT   

 P T , x
 T P, x
i  ni  T , P, n
j
Derivatif parsial pada suku ketiga ruas kanan didefinisikan
oleh pers. (3.7), sehingga:
M 
M 


dnM   n 
 dP  n 
 dT   M i dni
 P T , x
 T P, x
i
(3.9)
Karena ni = xi n, maka
dni = xi dn + n dxi
Sedangkan d(nM) dapat diganti dengan:
d(nM) = n dM + M dn
Sehingga pers. (3.9) menjadi:
M 
M 


n dM  M dn  n 
 dP  n 
 dT
 P T , x
 T P, x
  M i  xi dn  n dxi 
i
Suku-suku yang mengandung n dikumpulkan, demikian juga
suku-suku yang mengandung dn:


M 
M 


dM   P  dP   T  dT   M i dxi  n 

T , x

 P, x
i


 M   xi M i  dn  0


i
n dan dn masing-masing independen dan sembarang,
sehingga satu-satunya cara untuk membuat ruas kanan
sama dengan nol adalah dengan membuat term yang berada
dalam kurung sama dengan nol.
M 
M 


dM  
 dP  
 dT   M i dxi  0
 P T , x
 T P, x
i
M 
M 


dM  
 dP  
 dT   M i dxi
 P T , x
 T P, x
i
Pers. (3.10) ini sama dengan (3.9), jika n = 1.
(3.10)
M   xi M i  0
i
M   xi M i
(3.11)
i
Jika pers. (3.11) dikalikan dengan n, maka
nM   ni M i
(3.12)
i
Diferensiasi terhadap pers. (3.11) menghasilkan:
dM   xi dM i   M i dxi
i
i
Jika dimasukkan ke pers. (3.10) maka akan menjadi:
 xi dM i   M i dxi 
i
i
M 
M 



 dP  
 dT   M i dxi
 P T , x
 T P, x
i
Selanjutnya akan diperoleh persamaan GIBBS/DUHEM:
 M  dP   M  dT  x dM  0
 i




i

P

T

T , x

P, x
i
(3.13)
Untuk proses yang berlangsung pada T dan P konstan:
 xi dM i  0
i
(3.14)
Jika n mol gas ideal memenuhi ruangan dengan volume Vt
pada temperatur T, maka tekanannya adalah:
nRT
P t
V
(A)
Jika ni mol spesies i dalam campuran ini memenuhi
ruangan yang sama, maka tekanannya:
ni RT
pi 
Vt
(B)
Jika pers. (B) dibagi dengan pers. (A), maka
pi ni

 xi
P n
pi = y i P
(i = 1, 2, . . . , N)
Partial molar volume untuk gas ideal:
Vi ig
  nV ig 
  n RT P





n

n
 T , P, nj

 T , P, nj 
i
i
RT  n 
RT


 
P  ni nj
P
Jadi untuk gas ideal:
Vi ig  Viig
Gas ideal merupakan gas
model yang terdiri dari
molekul-molekul imajiner
yang tidak memiliki
volume dan tidak saling
berinteraksi
(3.15)
Property setiap spesies
tidak dipengaruhi oleh
keberadaan spesies
lainnya
Dasar dari Teori Gibbs
TEORI GIBBS:
Partial molar property (selain volume) dari suatu
spesies dalam campuran gas ideal sama dengan molar
property tersebut untuk spesies dalam keadaan murni
pada temperatur campuran tapi tekanannya sama
dengan tekanan partial spesies tersebut dalam
campuran.
Pernyataan matematis untuk teori Gibbs:
M iig T , P  M iig T , pi 
untuk M iig  Vi ig
(3.16)
Karena enthalpy tidak tergantung pada P, maka
H iig T , pi   H iig T , P
Sehingga:
Hiig T , P  Hiig T , P
Hiig  Hiig
(3.17)
Dengan memasukkan pers. (3.11):
H ig   yi H iig
i
(3.18)
Persamaan yang sejenis juga berlaku untuk Uig dan
property lain yang tidak tergantung pada tekanan.
Pers. (3.18) dapat ditulis ulang dalam bentuk:
H ig   yi H iig  0
i
Untuk gas ideal, perubahan enthalpy pencampuran = 0
Untuk gas ideal:
PV  RT
ig
RT
V 
P
 V ig 
R

 
 T P P
ig
Jika dimasukkan ke pers. (2.25):
ig


 

V
ig
ig
ig
  dP
dH  CP dT  V  T 
 T P 

(2.25)
R 
 ig

dH  C dT  V  T    dP
 P P 

ig
ig
P
dHig  CPig dT
(3.19)
Jika dimasukkan ke pers. (2.26):
ig


dT

V
ig
ig
 dP
dS  CP
 
T  T P
dT
dP
dS  C
R
T
P
ig
ig
P
(2.26)
(3.20)
Untuk proses pada T konstan:
dSig  R d ln P
P
(T konstan)
P
 dS  R  d ln P
ig
pi
(T konstan)
pi
P
P
S T , P  S T , pi    R ln   R ln
 R ln yi
pi
yi P
ig
i
ig
i
Siig T , pi   Siig T , P  R ln yi
Menurut per. (3.16):
Siig T , P  Siig T , pi 
Sehingga:
Siig T , P  Siig T , P  R ln yi
Siig  Siig  R ln yi
(3.21)
Menurut summability relation, pers. (3.12):
Sig   yi Siig   yi Siig  Rln yi 
i
i
Sehingga pers. (3.21) dapat ditulis sebagai:
Sig   yi Siig  R  yi ln yi
i
i
(3.22)
Perubahan entropy yang menyertai pencampuran gas ideal
dapat diperoleh dengan menyusun ulang pers. (3.22)
menjadi:
Sig   yi Siig   R  yi ln yi
i
i
Atau:
1
S   yi S  R  yi ln
yi
i
i
ig
ig
i
Karena 1/yi >1, maka ruas sebelah kanan selalu positif,
sesuai dengan hukum kedua Termodinamika.
Jadi proses pencampuran adalah proses ireversibel.
Energi bebas Gibbs untuk campuran gas ideal:
Gig = Hig – T Sig
Untuk partial property:
Giig  H iig  T Siig
Substitusi pers. (3.17) dan (3.21) ke persamaan di atas:
Giig  Hiig  T Siig  RT ln yi
Atau:
iig  Giig  Giig  RT ln yi
(3.23)
Cara lain untuk menyatakan potensial kimia adalah dengan
menggunakan pers. (2.14)
dGiig   Siig dT  Viig dP
(2.14)
Pada temperatur konstan:
RT
dP
dG  V dP 
dP  RT
P
P
ig
i
ig
i
(T konstan)
Hasil integrasi:
Giig  i T   RT ln P
(3.24)
Jika digabung dengan pers. (3.23):
iig  i T   RT ln yi P
(3.25)
Energi Gibbs untuk campuran gas ideal:
Gig   yi i T   RT  yi ln yi P
i
i
Karena Giig   yi Giig   yi  iig
i
i
  yi i T   RT ln yi P
i
(3.26)
Persamaan yang
analog untuk
fluida nyata:
Pers. (3.24) hanya berlaku
untuk zat murni i dalam
keadaan gas ideal.
Gi  i T   RT lnfi
(3.27)
Dengan fi adalah fugasitas zat murni i.
Pengurangan pers. (3.24) dengan (3.27) menghasilkan:
fi
Gi  G  RT ln
P
ig
i
Menurut pers. (2.39):
fi
Gi  G  RT ln
P
ig
i
Gi  Giig  GR
Sedangkan rasio fi/P merupakan property baru yang disebut
KOEFISIEN FUGASITAS dengan simbol i.
G  RT lni
R
i
dengan
fi
i 
P
GRi
ln i 
RT
(3.28)
(3.29)
Definisi dari fugasitas dilengkapi dengan pernyataan
bahwa fugasitas zat i murni dalam keadaan gas ideal
adalah sama dengan tekanannya:
fiig  P
(3.30)
Sehingga untuk gas ideal GR = 0 dan i = 1.
Menurut pers. (2.46):
GiR P
dP
  Z i  1
RT 0
P
(T konstan)
Persamaan (3.28) dan (2.46) dapat disusun ulang menjadi:
P
dP
lni   Z i  1
P
0
(T konstan)
(3.31)
Persamaan (3.31) dapat langsung digunakan untuk
meng-hitung koefisien fugasitas zat murni i dengan
menggunakan persamaan keadaan dalam bentuk
volume explicit.
Contoh persamaan keadaan dalam bentuk volume explicit
adalah pers. Virial 2 suku:
Bi P
Zi  1 
RT
Bi P
Z i 1 
RT
P
dP P Bi
lni   Z i  1

dP
P 0 RT
0
(T konstan)
Karena Bi hanya tergantung pada temperatur, maka
Bi P
lni 
dP

RT 0
Bi P
lni 
RT
(T konstan)
(3.32)
Bagaimana untuk persamaan keadaan kubik yang
merupakan persamaan yang berbentuk P eksplisit?
Gunakan pers. (2.55)
GRi
 dVi 
 Z i  1  ln Z i   Z i  1 

RT

 Vi 
Vi
 dVi 
lni  Z i  1  ln Z i    Z i  1 


 Vi 
(2.55)
Vi
(3.33)
Atau:
1 Vi 
RT 
lni  Z i  1  ln Z i 
P 
 dVi

RT  
Vi 
(3.34)
KOEFISIEN FUGASITAS SENYAWA MURNI
DARI BEBERAPA PERSAMAAN KEADAAN:
1. Van der Waals
RT
a
P
 2
Vb V
a
b 
 
ln   Z  1 
 lnZ 1   
RTV
V 
 
(3.34)
2. Virial
B C
Z  1  2
V V
P  C  B  P  D  3BC  2B  P 

ln   B  
  
   ... (3.35)
2  RT 
3
 RT 
 RT 
2
2
2
3
3. Redlich-Kwong
RT
a
P

V  b V V  b 
b   a 
b
 
ln   Z  1  lnZ 1    
ln 1  
V   bRT 
V
 
(3.36)
4. Soave-Redlich-Kwong
RT
a
P

V  b V V  b 
b   a 
b
 
ln   Z  1  lnZ 1    
ln 1  
V   bRT 
V
 
(3.37)
5. Peng-Robinson
RT
a
P
 2
V  b V  2bV  b2
b 
a
 V  2,414b 
 
ln   Z  1  lnZ 1    
ln

  V   2 2 bRT  V  0,414b 
(3.38)
KESEIMBANGAN FASA UAP-CAIR
UNTUK ZAT MURNI
Pers. (3.27) untuk zat murni i dalam keadaan uap jenuh
GiV  i T   RT lnfiV
(3.27a)
Untuk cair jenuh:
GiL  i T   RT lnfiL
Jika keduanya dikurangkan:
V
f
GiV  GiL  RT ln i L
fi
(3.27b)
Proses perubahan fasa dari uap menjadi cair atau
sebaliknya terjadi pada T dan P konstan (Pisat).
Pada kondisi ini:
GiV  GLi  0
Sehingga:
fiV  fiL  fisat
(3.38)
Untuk zat murni, fasa cair dan uap ada bersama-sama
jika keduanya memiliki temperatur, tekanan dan
fugasitas yang sama
Cara lain:
Sehingga:
sat
f
isat  i sat
Pi
(3.39)
iV  Li  isat
(3.40)
Untuk zat murni, fasa cair dan uap ada bersama-sama
jika keduanya memiliki temperatur, tekanan dan
koefisien fugasitas yang sama
Persamaan (3.40) lebih banyak digunakan sebagai kriteria
keseimbangan, karena koefisien fugasitas dapat dihitung/
diturunkan dari persamaan keadaan (persamaan 3.34 – 3.38)
Dalam perhitungan keseimbangan fasa uap dan cair untuk zat
murni, sebenarnya kita harus menyelesaikan serangkaian
persamaan:
V V  fT ,P 
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .(a)
VL  f T ,P 
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .(b)
 V  f T , P, V V 
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .(c)
L  f T , P, V L 
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .(d)
 V  L
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .(e)
Dalam hal ini kita memiliki 5 persamaan dengan 6 buah variabel
(T, P, VV, VL, V, dan L).
Agar persamaan tersebut dapat diselesaikan maka jumlah
persamaan harus sama dengan jumlah variabel, atau derajat
kebebasan harus sama dengan nol.
derajat kebebasan = jml variabel bebas – jml persamaan
Dalam hal ini:
derajat kebebasan = 6 – 5 = 1
Hal ini berarti bahwa kelima persamaan tersebut dapat
diselesaikan hanya bila salah satu variable bebas ditentukan
nilainya.
Dalam hal keseimbangan fasa-uap cair zat murni, variabel bebas
yang dipilih adalah T atau P.
Jika yang ditentukan adalah T, maka serangkaian persamaan
tersebut dapat digunakan untuk menghitung tekanan jenuh atau
tekanan uap jenuh.
Sistem persamaan tersebut pada dasarnya dapat direduksi
menjadi satu persamaan:
 V  L
atau
V
f P   L  1  0 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .(f)

Jadi intinya adalah kita akan menyelesaikan satu persamaan
(pers. f) dengan satu variabel, yaitu P.
Yang menjadi masalah adalah bahwa persamaan tersebut bukan
merupakan persamaan linier.
Cara yang paling mudah untuk menyelesaikan persamaan
tersebut adalah dengan cara NUMERIK.
Algoritma:
1. Tebak nilai P
2. Hitung ZV dan ZL dengan metoda analitis
3. Hitung VV
4. Hitung VL
5. Hitung V dengan pers. (C)
6. Hitung L dengan pers. (D)
7. Hitung Rasio = V/L
8. Jika Rasio  1, tebak nilai P yang baru  HOW???
9. Ulangi langkah 2-8
Ada banyak metoda numerik yang dapat digunakan, tetapi dalam
persoalan perhitungan keseimbangan fasa ini cara yang paling
mudah adalah BISECTION METHOD.
fL
fM
xL
xR
xM
fR
ALGORITMA:
1. Tebak nilai xL dan xR (= xL + x)
2. Hitung fL = f(xL) dan fR = f(xR)
3. Hitung fL  fR
4. i = 0
5. Jika (fL  fR) > 0 maka :
a. Jika fL  <  fR  maka:
 xR = x L
 xL = xR – x
 Kembali ke langkah 2
b. Jika fL  >  fR  maka:
 xL = x R
 xR = xL + x
 Kembali ke langkah 2
6. Jika (fL  fR) < 0 maka :
7. i = i + 1
xL  xR
8. Hitung xM: x M 
2
9. Hitung fM = f(xM)
10. Jika fM  1  10-6 maka x = xM, selesai
11. Hitung fL  fM
12. Jika (fL  fM) > 0 maka :
a. xL = xM
b. xR = xR
c. Hitung fL dan fR
b. Kembali ke langkah 7
9. Jika (fL  fM) < 0 maka :
a. xL = xL
b. xR = xM
c. Hitung fL dan fR
b. Kembali ke langkah 7
CONTOH SOAL
Data eksperimental untuk tekanan uap n-heksana pada 100C
adalah 5,86 atm. Prediksikan tekanan uap tersebut dengan
menggunakan persamaan RK dan SRK
PENYELESAIAN:
RT
a
P

V  b V V  b
Tc = 469,7 K
Pc = 33,25 atm
R = 0,082057 L3 atm K-1 mol-1
R2 Tc2
a  0 ,42748
 19,098
Pc
R Tc
b  0 ,08662
 0 ,1004
Pc
T
1 2
r
 0,7944
1 2
 1,1219
Pada tekanan uap jenuh, fugasitas fasa cair = fasa uap
 
V
i
L
i
iV
1
L
i
VV dan VL dihitung sebagai akar terbesar dan terkecil dari
persamaan kubik.
Selesaikan persamaan kubik dengan metoda analitis.
V untuk persamaan RK:
b   a 
b 
 
ln   Z  1  ln Z  1  V   
ln 1  V 
V   bRT 
V 
 
V
V
(A)
L untuk persamaan RK:
b   a 
b
 
ln   Z  1  ln Z  1  L   
ln  1  L 
V   bRT 
V 
 
L
L
(B)
FUGASITAS CAIRAN MURNI
Fugasitas cairan murni i dihitung melalui 2 tahap:
1. Menghitung koefisien fugasitas uap jenuh dengan pers.
(3.31) atau (3.34)
ln
sat
i
ln
sat
i
Psat
dP
  Zi  1
P
0
Z
sat
i
 1  ln Z
(3.31)
sat
i
Visat

1
RT 

P 
 dVi

RT V0 
Vi 
(3.34)
Selanjutnya fugasitas uap jenuh dihitung dengan
menggunakan pers. (3.36)
fisat  isat Pisat
Fugasitas ini juga merupakan fugasitas cair jenuh
2. Menghitung perubahan fugasitas akibat perubahan
tekanan dari Pisat sampai P, yang mengubah keadaan
cairan jenuh menjadi cairan lewat jenuh.
Menurut persamaan (2.14) untuk T konstan:
dGi  Vi dP
Gi
P
Gisa t
Pisa t
 dGi   Vi dP
P
Gi  Gisat   Vi dP
(3.38)
Pisa t
Vi adalah molar volume dari cairan.
Sedangkan menurut pers. (3.27):
Gi  i T   RT lnfi
Gisat  i T   RT lnfisat

Gi  G
sat
i
 RT ln
fi
fisat
(3.39)
Pers. (3.38) = (3.39):
ln
fi
fisat
1 P

Vi dP

RT Pisa t
Molar volume cairan (Vi) hanya sedikit dipengaruhi oleh P
pada T << Tc, sehingga pada persamaan di atas Vi dapat
dianggap konstan.
ln
fi
fisat
Vi P  Pisat

RT
fi
fi
sat
Vi P  Pisat
 PF  exp 

RT


(3.40)
Poynting factor
Dengan mengingat bahwa:
fisat  isat Pisat
maka
sat


V
P

P
sat sat
i
i 
fi  i Pi exp 

RT


(3.41)
Definisi dari koefisien fugasitas suatu komponen dalam
campuran/larutan sama dengan definisi fugasitas zat murni
(pers. 3.25) iig  i T   RT ln yi P
i  i T   RT lnˆfi
(3.42)
ˆfi Adalah fugasitas spesies i dalam larutan bukan
merupakan partial molar property
Kriteria keseimbangan larutan:
ˆfi  ˆfi  . . .  ˆfi
(i = 1, 2, . . . , N)
(3.43)
Untuk keseimbangan uap-cair multikomponen:
ˆfiV  ˆfiL
(i = 1, 2, . . . , N)
(3.44)
Definisi dari residual property:
MR  M – Mig
Jika dikalikan dengan n:
nMR  nM – nMig
Diferensiasi terhadap ni pada T, P dan nj konstan:
  nM R 
  nM ig 
  nM 


 n 



n

n

 T , P, nj 

 T , P, nj
i
i  T , P, nj
i
M iR  M i  M iig
(3.45)
Untuk energi bebas Gibbs:
GiR  Gi  Giig
(3.46)
i  i T   RT lnˆfi
iig  i T   RT ln yi P
i  
ig
i
ˆfi
 RT ln
yi P
(3.42)

(3.25)
Dengan mengingat bahwa i  Gi , maka:
GiR  RT lnˆ i
(3.47)
Dengan definisi:
ˆfi
ˆ i 
yi P
(3.48)
FUNDAMENTAL RESIDUAL-PROPERTY RELATION
Besaran yang berhubungan dengan nG yang banyak
digunakan adalah (nG/RT).
Jika dideferensialkan:
1
nG
 nG 
d
dnG 
dT

2
RT
 RT  RT
(3.49)
d(nG) pada persamaan di atas diganti dengan pers. (3.2)
d nG  nV  dP  nS dT    i dni
i
(3.2)
Sehingga diperoleh:
nS
i
nG
 nG  nV
d
dP 
dT  
dni 
dT

2
RT
RT
i RT
 RT  RT
n
Gi
 nG nV
TS  G dT   dni
d
dP 

2
RT
i RT
 RT  RT
Dengan mengingat bahwa G = H – TS, maka:
nH
Gi
 nG  nV
d
dP 
dT  
dni

2
RT
i RT
 RT  RT
(3.50)
Untuk gas ideal:
 nGig  nV ig
nHig
Giig
 
d 
dP 
dT  
dni
2
RT
RT
i RT
 RT 
Jika pers. (3.50) dikurangi dengan pers. untuk gas ideal:
 nGR  nV R
nHR
GiR
 
d 
dP 
dT  
dni
2
RT
i RT
 RT  RT
(3.51)
Jika Pers. (3.47) dimasukkan ke pers. (3.51), maka:
 nGR  nV R
nHR
 
d 
dP 
dT   lnˆ i dni
2
RT
i
 RT  RT
(3.52)
V R   nGR RT


RT 
P
 T ,x
  nGR RT
HR
 T 

RT

T

 P, x
R



nG
RT
ˆ
lni  


n

 T , P, nj
i
(3.53)
(3.54)
(3.55)
KOEFISIEN FUGASITAS DARI VOLUME-EXPLICIT
EOS
Hubungan antara Residual Gibbs free energy dengan
persamaan keadaan:
GR P
dP
  Z  1
RT 0
P
Untuk campuran dengan n mol:
nGR P
dP
  nZ  n
RT
P
0
(2.44)
Diferensiasi terhadap ni pada T, P dan nj konstan:
P
  nGR RT
  nZ  n
dP
 




n

n
 T , P, nj P

 T , P, nj 0 
i
i
P


 nZ  n


nZ

n

dP
dP
ˆ
lni   
 



n
P

n
0
0
 T , P, nj
 T , P, nj P
i
i
P
dP
ˆ
lni   Z i  1
P
0
P
dengan
 nZ
Zi  


n

i  T , P, nj
(3.56)
Untuk persamaan virial 2 suku:
BP
Z 1
RT
nBP
nZ  n 
RT
 nZ
P  nB
Zi  
1

 n 

n
RT


i  T , P, nj
i  T , nj
Jika disubstitusikan ke pers. (3.55):

 dP


P


nB

lnˆ i   1 
 1


RT  ni  T , nj
P
0



P
1 P  nB

dP



RT 0  ni  T , nj
P  nB
ˆ
lni 
RT  ni  T , nj
(3.57)
Koefisien virial kedua (B) dalam pers. di atas adalah
koefisien untuk campuran:
B    yi y j Bij
i
j
(3.57)
Untuk campuran 2 komponen:
B    yi y j Bij
i
j
B  y12 B11  2 y1 y2 B12  y22 B22
2
 n1 2

n1 n2 
n2 


nB  n   B11  2  2  B12    B22 
 n 
 n
 n 

1 2
nB  n1 B11  2 n1 n2 B12  n22 B22 
n
 nB
1 2
2



n
B

2
n
n
B

n
1 11
1 2 12
2 B22  
2
 n 
n
 1  T , n2
1
 2 n1B11  2 n2 B12 
n
 nB
2
2



y
B

2
y
y
B

y
1 11
1 2 12
2 B22  
 n 
 1  T , n2
 2 y1B11  2 y2 B12 
 nB
  B  2  y j Bij
 n 
j

i  T , nj
(3.58)
CONTOH SOAL
Hitung koefisien fugasitas N2 (1) dan CH4 (2) yang berada
dalam campuran dengan komposisi y1 = 0,4 pada 200 K dan
30 bar. Data eksperimental untuk koefisien virial kedua:
B11 = – 35,2 cm3 mol–1
B22 = – 105 cm3 mol–1
B12 = – 59,8 cm3 mol–1
PENYELESAIAN
P  nB
ˆ
lni 
RT  ni  T , nj
B    yi y j Bij
i
j
 nB
  B  2  y j Bij
 n 
j

i  T , nj
B  y12 B11  2 y1 y2 B12  y22 B22
= (0,4)2(–35,2) + 2(0,4)(0,6)(–59,8)
+ (0,6)2(–105)
= – 72,136 cm3 mol–1
P  nB
ˆ
ln1 
RT  n1  T , n
2
 nB
  B  2  y1B11  y2 B12 
 n 
 1  T , n2
 72 ,14  2 0 ,4  35 , 2   0 ,6  59 ,8    27 ,78
lnˆ1 
30
 27 ,78    0 ,0501
83 ,14 200 
ˆ1  0 ,9511
P  nB
ˆ
ln2 
RT  n2  T , n
1
 nB
  B  2  y1B12  y2 B22   101 ,70
 n 
 2  T , n1
lnˆ 2 
30
101 ,70    0 ,1835
83 ,14 200 
ˆ 2  0 ,8324
KOEFISIEN FUGASITAS DARI CUBIC EOS
Definisi fugasitas parsial menurut pers. (3.42):
Gi  i  i T   RT lnˆfi
Jika dideferensialkan:
dGi  RT d lnˆfi
Sedangkan pada T konstan juga berlaku hubungan:
dGi  Vi dP
Jika kedua persamaan terakhir digabung akan dihasilkan:
  nV 
ˆ
RT d ln fi  Vi dP  
dP

 ni 
(3.59)
dP dapat dieliminasi dengan bantuan aturan berantai untuk
diferensial parsial:
  nV 
 n 

i 
 ni   P   1


 P    nV 
  nV 
 P 
 n  dP    n  dnV 

 i
i 
(3.60)
Sehingga:
 P 
ˆ
RT d ln fi   
 dnV 
 ni 
(3.61)
Jika kedua sisi pers. (3.61) ditambah dengan
RT d ln (V/RT) maka:
ˆfi V
 P 
V
RT d ln
 
 dnV   RT d ln
RT
RT
 ni 
  P  RT 
  
dnV 


  ni  nV 
Mengingat bahwa:
ˆfi V
ˆfi
lim ln
 lim ln  ln yi
V 
RT P0 P
Maka:
ˆfi V V   P  RT 
RT  d ln
   
dnV 


RT    ni  nV 
ln yi
lnˆfi
 ˆfi V
   P  RT
RT  ln
 ln yi    

 RT
 V  ni  nV



 dnV 

 P  RT 
V
ˆ
RT lnfi  ln yi   
dnV   RT ln


nV 
RT
V  ni 

 ˆfi    P  RT
RT ln    

 yi  V  ni  nV

V
 dnV   RT ln RT

Kedua sisi dikurangi dengan RT ln P
 ˆfi    P  RT
   
RT ln


 yi P  V  ni  nV

PV
 dnV   RT ln RT

 P  RT 
RT lnˆ i   
dnV   RT ln Z


nV 
V  ni 

(3.62)
 1  nbm 
V  bm 

ˆ
lni  
 ln

  ln Z
 V 
 V  bm  ni
a m 
  nbm 

bmRT  V  bm V  bm  ni
V
a m  1 1 n2 a m  1 nbm   V  bm 




 ln


   bmRT a m  n ni  bm ni   V  bm 
dengan:


1  n2 a m
 2  y j a ij
n
ni
j
 nbm 
 bi
ni
Van der Waals:
 b i 
am bi
V  bm  

ˆ
  ln
ln i  
   ln Z 
bmRTV
 V 
 V  b m 
Redlich-Kwong:
a m  bi 
 b i 
V  bm  

ˆ
  ln
ln i  
   ln Z 
 V  b 
b
RT
V

b
V



m
m 


m 
a m  2j y j a ij bi   V 


  ln

bmRT  a m
bm   V  bm 


Soave-Redlich-Kwong:
 b i 
V  bm  

ˆ
  ln
ln i  
   ln Z
 V 
 V  b m 
a m 

bi

bmRT  V  bm 
2 y j a ij

a m  j
bi   V 


  ln

bmRT  a m
bm   V  bm 


Peng-Robinson:
a m bi V
 b i 
V  bm  

ˆ
  ln
ln i  
   ln Z 
2
2


b
RT
V

2
bV

b
V

b
V


m


m 
2 y j a ij

a m  j
bi   V  2,414bm 


  ln

2,828bmRT  a m
bm   V  0 ,414bm 

