Hukum Acara Peradilan Agama Pertemuan 11

Download Report

Transcript Hukum Acara Peradilan Agama Pertemuan 11

PEMBUKTIAN DALAM HUKUM
ISLAM DAN PRAKTIKNYA DI
PENGADILAN AGAMA
INDONESIA
Oleh :
Tim Pengajar Hukum Acara
Perdata Peradilan Agama FHUI
A. PENGERTIAN
PEMBUKTIAN
Pembuktian menurut istilah bahasa Arab
berasal dari kata “Al-bayinah” yang
artinya “suatu yg menjelaskan.” ibn alQayyim al-Jauziyah dalam kitabnya AtTuruq
al
Hukmiyah
mengertikan
“bayyinah” sebagai segala sesuatu atau
apa saja yang dapat mengungkapkan
dan menjelaskan kebenaran sesuatu.
Menurut Prof. Dr. Supomo pembuktian
mempunyai arti luas dan arti terbatas.
Dalam arti luas, pembuktian berarti
memperkuat
keyakinan
kesimpulan
hakim dengan syarat-syarat bukti yang
syah.
Dalam arti terbatas pembuktian itu
hanya
diperlukan
apabila
yang
dikemukakan oleh penggugat itu di
bantah oleh tergugat.
Tingkatan keyakinan hakim tersebut adalah :
1. “Yaqiin” : meyakinkan, yaitu si hakim
benar-benar yakin (terbukti 100%)
2. “Zhaan” : sangkaan yang kuat, yaitu lebih
condong untuk membenarkan adanya
pembuktian (terbukti 75-99%)
3. “Syubhaat” : ragu-ragu (terbukti 50%)
4. “Waham” : sangsi, lebih banyak tidak
adanya pembuktian dari pada adanya
(terbukti < 50%), maka pembuktiannya
lemah.
Suatu pembuktian diharapkan dapat memberikan
keyakinan hakim pada tingkat yang meyakinkan.
Nabi
Muhammad
SAW.,
lebih
cenderung
mengharamkan
atau
menganjurkan
untuk
meninggalkan perkara syubhat. Dalam salah satu
hadits sahih, Nabi SAW., menyebutkan :
“… sesungguhnya yg halal itu jelas dan yg haram
itu jelas. Diantara keduanya ada yg syubhat
(perkara yg samar) yg kebanyakan manusia tidak
mengetahuinya. Maka … dan barang siapa yg jatuh
melakukan perkara yg samar itu, maka ia telah
jatuh dalam perkara yg haram…” (riwayat AlBukhori dan Muslim).
Suatu pembuktian memerlukan adanya dalil.
Dalil dalam Hukum Islam dimaksudkan untuk
mendudukkan kebenaran pada kebenaran
materil.
Dalil Hukum
Dalil hukum pada pembuktian ini hanya
diarahkan pada kaedah-kaedah fikih antara lain :
“…
bukti-bukti
itu
dibebankan
kepada
penggugat, dan sumpah dibebankan kepada
yang menolak gugatan.”
“…. Perdamaian adalah boleh dalam
suatu perkara, kecuali dalam hal
mendamaikan yang halal dengan yang
haram…”
B. ALAT-ALAT BUKTI YANG DIAKUI DAN
DIGUNAKAN DALAM PEMBUKTIAN DI
PENGADILAN AGAMA
Landasan berpijak tentang pembuktian.
Diantaranya, terdapat dalam Q. II: 282; Q.
III: 81; Q. IV: 6; Q. V:106, Q.XII: 26, Q.LXV:
2 dan Q.XXIV: 4 dan 6.
Alat-alat bukti yang dapat digunakan di
Pengadilan Agama adalah:
1. Ikrar (pengakuan)
2. Syahadah (saksi)
3. Yamin (sumpah)
4. Riddah (murtad)
5. Maktubah (bukti tertulis)
6. Tabbayun (pemeriksaan koneksitas)
7. Alat bukti untuk bidang pidana.
C. ALAT-ALAT BUKTI YANG
DIGUNAKAN DI PENGADILAN AGAMA
Pasal 54 UU No. 7 Tahun 1989 jo UU No. 3 Th
2006 tentang Peradilan Agama menentukan
bahwa hukum acara yang berlaku pada
pengadilan di lingkungan Peradilan Agama
dalah Hukum Acara Perdata yang berlaku
pada Pengadilan dalam lingkungan Peradilan
Umum, kecuali yang telah diatur khusus dalam
undang-undang ini.
Alat-alat bukti tersebut antara lain :
1. Pembuktian dengan Surat (alat bukti
tertulis)
2. Keterangan saksi
3. Persangkaan hakim
4. Pengakuan
5. Sumpah
6. Pemeriksaan setempat (descente)
7. Keterangan ahli
Alat Bukti Sumpah
Alat bukti sumpah diatur dalam HIR (Ps.
155-158, 177), Rbg. (Ps. 182-185, 314)
dan BW (Ps. 1929-1945). Ada 3 (tiga)
macam sumpah sebagai alat bukti yaitu :
a. Sumpah pelengkap (suppletoir);
b. Sumpah pemutus yang
menentukan (decisoir); dan
c. Sumpah penaksiran
schattingseed).
bersifat
(aestimatoir,
Pembuktian yang secara khusus diatur
dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1989 terutama menyangkut tentang
sengketa perkawinan adalah :
1) Pembuktian dalam permohonan cerai
talak (Pasal 70);
2) Pembuktian dalam gugatan perceraian
didasarkan atas alasan salah satu pihak
mendapat pidana penjara (Pasal 74);
3) Pembuktian dalam gugatan perceraian
didasarkan
atas
alasan
tergugat
mendapat cacat badan atau penyakit
dengan akibat tidak dapat menjalankan
kewajibannya sebagai suami (Pasal 75);
4) Pembuktian dalam gugatan didasarkan
atas alasan Syiqaq (Pasal 76);
5) Pembuktian dalam gugatan perceraian
didasarkan atas alasan zina (Pasal 87).