Komunikasi Antar Budaya Pertemuan 3

Download Report

Transcript Komunikasi Antar Budaya Pertemuan 3

Fungsi Kebudayaan Sebagai Penyaring :
Peranan Persepsi dalam KAB
Salah satu fungsi kebudayaan ialah sebagai
penyaring yang selektif bagi manusia dalam
menghadapi dunia luar. Kebudayaan menentukan apa
yang perlu diperhatikan atau perlu dihindari oleh
manusia. Fungsi “screning” ini melindungi sistem
syaraf manusia dari kejenuhan informasi (“information
overload”)
•
•
Information overload diterapkan pada sistem
pemrosesan informasi, yakni untuk menggambarkan
suatu situasi yang rusak atau macetnya sistem, karena
tidak mampu untuk menangani sedemikian besarnya
jumlah informasi yang masuk.

Contoh dalam kehidupan: seseorang ibu yang berusaha
memenuhi segala kebutuhan anak-anaknya,
membereskan rumah, melayani suami, melayani
kegiatan-kegiatan sosial pada saat yang sama, sekaligus
akan mengalami ketegangan dalam hidupnya. Akibatnya
bisa bermacam-macam, menderita jantung, depressi,
darah tinggi, dll.

Agar individu dapat berperan dengan baik dan maksimal,
perlu diadakan seleksi atas informasi atau stimuli yang
datang dari luar. Proses penyeleksian yang dipengaruhi
kebudayaan ini, disebut persepsi. Persepsi bersifat
subyektif (“subjective reality”) kemudian menentukan
tingkah laku termasuk tingkahlaku komunikasi.
Pokok-Pokok Tentang Persepsi

Persepsi merupakan proses internal dalam menseleksi,
mengevaluasi, dan mengatur stimuli dari luar: cara
mendengar, melihat, mencium, meraba, merasa.
Kegiatan perseptual dalam persepsi ini dipelajari.

Masing-masing individu mengadakan usaha untuk
memahami lingkungan melalui perkembangan:
(a) Struktur  kategorisasi (ukuran, bentuk, tekstur,
warna, intensitas) untuk mengklasifikasikan
lingkungan yang dapat berbeda pada diri setiap
individu.
(b) Stabilitas  dunia persepsi kita yang terstruktur
mempunyai kelanggengan, tidak selalu berubah.
Misalnya, pancaindera sangat sensitif, mampu secara
intern menghafal perbedaan atau perubahan dari input
sehingga dunia luar nampak tetap/tidak berubah.
(c) Makna  mengkategorisasikan peristiwa dan
menghubungkannya dengan peristiwa masa lain.
Dibutuhkan kemampuan berbahasa yang maksimal.
Dimensi-Dimensi Persepsi
Untuk memahami bekerjanya proses persepsi terdapat dua aspek dasar
dari persepsi :
1.
Dimensi fisik (mengatur/mengorganisasi)
menggambarkan perolehan informasi tentang dunia luar, tahap ini
mencakup karakteristik stimulasi yang berupa energi, hakekat dan
fungsi mekanisme penerimaan manusia (mata, telinga, hidung,
mulut, dan kulit) serta transmisi data melalui sistem syaraf menuju
otak, untuk kemudian diubah ke dalam bentuk yang bermakna.
Dimensi psikologis (menafsirkan)
penanganan stimuli tentang keadaan individual (kepribadian, emosi,
kecerdasan, pendidikan, keyakinan, nilai, sikap, motivasi, dll). Tahap
ini, manusia menciptakan struktur, stabilitas dan makna bagi
persepsi dan memberikan sifat pribadi serta penafsiran dunia luar.
Kedua dimensi ini secara bersama-sama bertanggungjawab atas hasilhasil persepsi, sehingga pengertian tentangnya akan memberikan
gambaran ttg bagaimana persepsi terjadi.
2.
Sifat Persepsi yang Selektif
(Samovar, Porter, Jain, 1981 ; 111-115)
(1)
(2)
Selective exposure; secara sengaja mencari situasi yang
memudahkan untuk mempersepsikan beberapa hal tertentu.
Selective non exposure; menghindar untuk mempersepsikan
aspek-aspek tertentu dari lingkungan dengan cara tidak
menempatkan diri dalam posisi yang memungkinkan untuk
menghadapinya. Contoh : Orang yang baru membeli mobil,
cenderung membaca iklan mengenai mobil tersebut daripada
iklan tentang mobil lain yang tidak jadi dibeli. Contoh
penghindaran selektif : jika kita dapat mengira seseorang akan
menimbulkan kesulitan atau situasi yang tidak enak bagi kita,
maka sebelumnya kita lebih baik menghindar.
Selective attention; kita hanya menaruh perhatian pada
beberapa informasi, karena lingkungan terlalu luas dan
kompleks untuk dapat memusatkan perhatian pada segala.
Sifat Persepsi yang Selektif
(Samovar, Porter, Jain, 1981 ; 111-115)
(3) Selective Retention ; beberapa informasi, walaupun telah dipersepsi
dan diproses, kemudian terlupakan, karena tidak dapat mempertahan
atau menyimpan semua. Pada umumnya, informasi yang kita simpan
dalam ingatan adalah yang menyenangkan, menunjang bayangan yang
baik tentang diri sendiri, atau yang dirasakan perlunya untuk digunakan
di kemudian hari. Contoh : kita akan tetap mengenang orang yang kita
sukai/cintai/ada minat khusus.
Hubungan Antara Persepsi dan Kebudayaan
 Pemberian makna subyektif / pribadi pada obyek-obyek dan peristiwaperistiwa di lingkungan tergantung pada pengalaman dan kebudayaan
masing-masing individu
 Semakin besar perbedaan orang, semakin lebar pula jurang perbedaan
persepsi antara mereka
 Latar belakang pengalaman yang tidak serupa mengakibatkan respons
yang berbeda terhadap obyek/peristiwa yang sama, sehingga pola-pola
perilaku mereka ikut berbeda.
Empat hal yang mempengaruhi selective attention yang sangat dipengaruhi
kebudayaan :
1.
Kebutuhan Individu  contoh pada saat kita lapar, perhatian lebih
banyak diarahkan pada iklan-iklan mengenai makanan.
2.
Latihan dan Pengalaman Individu  contoh dosen, karena latihan
yang telah diperolehnya, akan cepat melihat kesalahan pekerjaan
mahasiswanya.
3.
Harapan/Perkiraan  contoh dalam menilai seseorang, suatu hal
yang dapat terjadi ialah kalau kita mengharapkan dia sebagai orang
ramah, maka kita akan menyimpulkannya sebagai orang ramah.
4.
Sikap  adalah kecenderungan untuk memberi respons secara
khusus terhadap orang, obyek dan gagasan. Sikap dipelajari dan
karenanya mencerminkan kebudayaan, dapat berubah, walau relatif
konsisten. Misalnya: sikap terhadap golongan wanita dan peranannya
dalam masyarakat di Arab dan Cina, berbeda.
Empat hal yang mempengaruhi selective attention yang sangat dipengaruhi
kebudayaan :
1.
Kebutuhan Individu  contoh pada saat kita lapar, perhatian lebih
banyak diarahkan pada iklan-iklan mengenai makanan.
2.
Latihan dan Pengalaman Individu  contoh dosen, karena latihan
yang telah diperolehnya, akan cepat melihat kesalahan pekerjaan
mahasiswanya.
3.
Harapan/Perkiraan  contoh dalam menilai seseorang, suatu hal
yang dapat terjadi ialah kalau kita mengharapkan dia sebagai orang
ramah, maka kita akan menyimpulkannya sebagai orang ramah.
4.
Sikap  adalah kecenderungan untuk memberi respons secara
khusus terhadap orang, obyek dan gagasan. Sikap dipelajari dan
karenanya mencerminkan kebudayaan, dapat berubah, walau relatif
konsisten. Misalnya: sikap terhadap golongan wanita dan peranannya
dalam masyarakat di Arab dan Cina, berbeda.
Stereotip dan Prasangka
Stereotip adalah suatu keyakinan yang terlalu digeneralisir dan terlalu dibuat
mudah, disederhanakan, dilebih-lebihkan, mengenai suatu kategori atau
kelompok orang tertentu (Samovar, Porter, jain, 1981 : 122)
 Misalnya ; “orang Batak kasar”, “orang Padang licik”, “orang Jawa lamban”,
“orang Sunda genit”, dll.


Keyakinan ini, biasanya relatif bersifat kaku dan diwarnai emosi. Sedangkan
kategori merupakan konsep netral, faktual, dan tidak menilai, maka stereotip
muncul bila kategori telah dibebani oleh gambaran dan penilaian .

Dimensi-dimensi stereotip :
Arah (direction), yakni disenangi atau tidak disenangi, atau sesuatu penilaian
dianggap sebagai positif atau negatif.
Intensitas, yaitu seberapa kuatnya keyakinan akan suatu stereotip. Misalnya;
“orang Betawi betul-betul pemalas”.
Ketepatan, artinya ada stereotip yang betul-betul tidak menggambarkan
kebenaran, ada yang setengah benar, ada yang sebagiannya tidak tepat.
Isi khusus, yaitu sifat khusus tertentu mengenai suatu kelompok. Isi stereotip
dapat berubah dengan berjalannya waktu.




Stereotip dan Prasangka

Prasangka dirumuskan sebagai sikap kaku terhadap suatu kelompok
manusia, berdasarkan keyakinan atau prakonsepsi yang salah (Samovar,
Porter, Jain, 1981 : 123). Prasangka mengandung arti penilaian dini atau
pra-penilaian yang tidak mudah diubah, walaupun telah dihadapkan pada
pengetahuan baru tentang hal yang dinilai tadi. Bahkan orang cenderung
emosional, jika prasangkanya ternyata diancam oleh kenyataan
sebaliknya.
Karakteristik dari Prasangka
 Merupakan sikap yang ditujukan pada kategori tertentu, yakni pada
sekelompok atau kategori manusia tertentu, bukan terhadap orang
tertentu.
 Merupakan sikap tidak adil dan irrasional.
 Mempunyai sikap yang secara emosional kaku, artinya orang yang
mempunyai prasangka tidak mudah/ tidak mau mengubah sikapnya
walaupun ternyata kemudian prasangkanya salah
Stereotip dan Prasangka
Beda Stereotip dan Prasangka
Stereotip adalah suatu keyakinan sedangkan prasangka
merupakan sikap. Prasangka dapat mencakup gabungan yang
menyeluruh dan saling berkaitan dri sejumlah keyakinan.
Dimensi Prasangka
Prasangka berbeda-beda dilihat dari segi arah dan intensitas.
Prasangka bisa positif atau negatif. Biasanya prasangka memang
lebih berunsur negatif. Dilihat dari segi intensitas, beberapa orang
bisa mempunyai prasangka yang lebih keras/kuat dibandingkan
orang-orang lain. Dalam hal ini, maka prasangka positif atau
negatif dapat dilihat sebagai suatu continuum dari paling rendah
sampai paling tinggi intensitasnya. Biasanya stereotip yang lebih
keras juga menghasilkan prasangka yang keras.
Asal mula timbulnya stereotip dan prasangka
(1)
Dari orang tua, saudara dan siapa saja yang berinteraksi dengan
kita.
(2)
Dari pengalaman pribadi.
(3)
Dari media massa.
Stereotip dan Prasangka
Manifestasi dari Prasangka Sesuai Intensitas
(1)
Antilokusi; berbicara tentang sikap-sikap, perasaan-perasaan,
pendapat-pendapat, dan stereotip tentang kelompok tertentu,
dilakukan kebanyakan dengan teman-teman sendiri, walaupun
terkadang dilakukan dengan orang yang masih asing.
(2)
Penghindaran diri dari orang-orang kelompok yang tidak
disukai.
(3)
Diskriminasi; membuat perbedaan-perbedaan melalui tindakantindakan aktif, misalnya : tidak memperbolehkan orang-orang
dari kelompok yang tidak disukai bekerja dalam bidang-bidang
pekerjaan tertentu, misalnya : hak-hak politik, perumahan,
pendidikan, hiburan, gereja, rumah sakit.
(4)
Serangan fisik; dalam keadaan emosi, bisa mengakibatkan
kekerasan, misalnya pengusiran seluruh orang dari kelompok
yang tidak disenangi dari lingkungan tempat tinggal tertentu.
(5)
Pemusnahan; hukum mati tanpa pengadilan, pembunuhan
massal. Maka dapat disimpulkan tentang berlakunya tahapan
sebgai berikut :
Stereotip  Prasangka  Perilaku Terbuka
Stereotip dan Prasangka
Pengaruh Stereotip dan Prasangka Terhadap KAB
(1)
Stereotip dan prasangka dapat menyebabkan KAB tidak terjadi.
Karena stereotip dan prasangka negatif yang kuat menyebabkan
orang memilih unuk bertempat tinggal dan bekerja di tempattempat yang mengurangi kemungkinan terjadinya kontak dengan
orang-orang dari kelompok-kelompok yang tidak disukai.
(2)
Stereotip dan prasangka cenderung menghasilkan hal-hal negatif
selama terjadinya KAB, sehingga mempengaruhi kualitas interaksi.
(3)
Jika steretip dan prasangka sangat mendalam, maka orang akan
terlibat dalam perilaku antikolusi dan diskriminasi aktif terhadap
kelompok yang tidak disukai, yang dapat dengan mudah
mengarah pada konfrontasi dan konflik terbuka.
Kemungkinan Perubahan pada Stereotip dan Prasangka
Ada beberapa situasi yang mendukung seperti status yang sama,
kontak pribadi yang lebih akrab, imbalan atau hasil yang
memuaskan, partisipasi bersama dalam kegiatan-kegiatan penting
menuju tujuan yang sama