5-Regulasi Perbankan Syariah dalam UU Perankan Syariah

Download Report

Transcript 5-Regulasi Perbankan Syariah dalam UU Perankan Syariah

Sessi 1:
Regulasi Perbankan Syariah
Dalam UU Perbankan Indonesia
Disampaikan pada :
Pelatihan Perbankan Syariah
Malang, 21-23 September 2004
Direktorat Perbankan Syariah
Bank Indonesia
PENDAHULUAN
Dasar pemikiran:
untuk memberikan pelayanan kepada
masyarakat yang tidak mau dilayani oleh bank
dengan sistem bunga
mengoptimalkan peran sektor perbankan
dalam rangka meningkatkan pemerataan
pembangunan, pertumbuhan ekonomi, dan
stabilitas keuangan nasional kearah
peningkatan taraf hidup rakyat.

Landasan Hukum
Bank Indonesia adalah otoritas pengawasan perbankan
(termasuk perbankan syariah):
Pasal 29 (1) UU No.10 Th.1998 ttng Perbankan:
Pembinaan dan pengawasan bank dilakukan oleh Bank
Indonesia
Pasal 8 UU No.23 Th.1999 ttng Bank Indonesia:
Bank Indonesia mempunyai tugas sebagai berikut:
a.Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter
b.Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran
c.Mengatur dan mengawasi bank.
Bank Umum dan BPR Syariah
Pasal 1 ayat 3 UU No.10 Tahun 1998:
Bank Umum: bank yang melaksanakan kegiatan
usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan
Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya memberikan
jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Pasal 1 ayat 4 UU No.10 Tahun 1998:
BPR:bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional atau berdasarkan Prinsip Syariah yang
dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu
lintas pembayaran.
Bank Umum dan BPR Syariah
Pasal 6 huruf m UU No.10 Tahun 1998:
“… Pokok-pokok ketentuan yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia
memuat antara lain:
a.Kegiatan usaha dan produk-produk
bank berdasarkan prinsip syariah
b.Pembentukan dan tugas Dewan
Pengawas Syariah; …”
Pendirian Bank Syariah
Pasal 16 UU No.10 Tahun 1998:
Persyaratan dan tatacara pendirian bank
umum dan BPR Syariah ditetapkan oleh Bank
Indonesia
SK No.32/33/KEP/DIR tanggal 12 Mei 1999
tentang Bank Umum
SK No.32/34/KEP/DIR tanggal 12 Mei 1999
tentang Bank Umum Berdasarkan Prinsip
Syariah
SK No.32/35/KEP/DIR tanggal 12 Mei 1999
tentang BPR Berdasarkan Prinsip Syariah
Pendirian Bank Syariah
Pendirian Bank Syariah
1. Izin Prinsip
2. Izin Usaha
Konversi Bank Konvensional Menjadi Bank
Syariah
1. Izin Prinsip
2. Izin Perubahan Kegiatan Usaha
Pembukaan Kantor Bank Syariah oleh
Bank Umum Konvensional
PBI No.4/1/PBI/2002 tanggal 27 Maret 2002
tentang Perubahan Kegiatan Usaha Bank
Umum Konvensional Menjadi Bank Umum
Berdasarkan Prinsip Syariah dan Pembukaan
Kantor Bank Berdasarkan Prinsip Syariah oleh
Bank Umum Konvensional:



Pembukaan Kantor Cabang Syariah (KCS)
Pembukaan Kantor Cabang Pembantu Syariah
(KCPS)
Unit Syariah (US)
Pembukaan Kantor Bank Syariah oleh
Bank Umum Konvensional
Pembukaan Kantor Cabang Syariah (KCS)
dengan cara:



Membuka KCS baru
Mengubah KC konvensional menjadi KCS
Meningkatkan status KCPS menjadi KCS
Wajib melaksanakan hal-hal sbb:

Membentuk Unit Usaha Syariah (UUS)

Membentuk Dewan Pengawas Syariah (DPS)

Menyediakan modal kerja:
= 2 M untuk KCS di wilayah Jabotabek
= 1 M untuk KCS di luar wilayah Jabotabek
Pembukaan Kantor Bank Syariah oleh
Bank Umum Konvensional
Pembukaan Kantor Cabang Pembantu
Syariah (KCPS)




Bertempat dan beralamat di KC atau KCP bank
umum konvensional (tidak perlu membangun atau
menyewa gedung kantor sendiri)
Menginduk kepada KCS dalam satu wilayah kerja
BI (termasuk kliring)
Wajib mendapat izin dari BI
Menyediakan modal kerja minimal 500 J di wilayah
Jabotabek dan 250 J di luar wilayah Jabotabek
Pembukaan Kantor Bank Syariah oleh
Bank Umum Konvensional
Pembukaan Unit Syariah (US)





Merupakan bagian dari KC atau KCP konvensional
Transaksi Produk dan Jasa US dibukukan secara
terpisah dari kegiatan konvensional
Wajib mendapat izin dari BI
Menyediakan modal kerja minimal 500 J di wilayah
Jabotabek dan 250 J di luar wilayah Jabotabek
Dalam jangka waktu 3 tahun US harus sudah
mengubah KC atau meningkatkan status KCP
dimana US bertempat menjadi KCS
Kegiatan Usaha dan Produk
Bank Syariah
Pasal 6, 7 dan 13 UU No.7 Tahun 1992
sbgmn telah diubah dlm UU No.10
Tahun 1998 mengatur kegiatan usaha
bank secara umum
Khusus untuk bank syariah, kegiatan
usaha yang dapat dilaksanakan adalah
yang sesuai dengan Prinsip Syariah
Kegiatan Usaha dan Produk Bank Syariah
Pasal 1 angka 13 UU No.10 Th.1998 ttng Perbankan:
Prinsip Syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan
hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk
penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan
usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai
dengan syariah antara lain pembiayaan berdasarkan
prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan
berdasarkan prinsip penyertaan modal (musyarakah),
prinsip jual beli barang dengan keuntungan
(murabahah), atau pembiayaan barang modal
berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan
(ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan
kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank
oleh pihak lain (ijarah wa iqtina)
Kegiatan Usaha dan Produk Bank
Syariah
SK Direksi BI BI No.32/34/KEP/DIR tanggal 12 Mei
1999 tentang Bank Umum Berdasarkan Prinsip
Syariah
Pasal 28:
Bank Wajib menerapkan prinsip syariah dalam melakukan usahanya
yang meliputi:





menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berdasarkan
prinsip wadiah (giro) dan mudharabah (tabungan dan deposito).
melakukan penyaluran dana melalui transaksi jual beli berdasarkan prinsip
murabahah, istishna, ijarah, salam, jual beli lainnya.
pembiayaan bagi hasil berdasarkan prinsip mudharabah, musyarakah dan
bagi hasil lainnya.
membeli, menjual dan atau menjamin atas risiko sendiri surat-surat
berharga atas dasar transaksi nyata (underlying transaction);
membeli surat-surat berharga pemerintah dan/atau Bank Indonesia yang
diterbitkan atas dasar Prinsip Syariah;
Kegiatan Usaha dan Produk Bank Syariah




memindahkan uang untuk kepentingan sendiri dan/atau nasabah
berdasarkan prinsip wakalah;
menerima pembayaran tagihan atas surat berharga yang diterbitkan
berdasarkan prinsip wakalah;
menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga
berdasarkan prinsip wadiah;
kegiatan jasa lain berdasarkan prinsip Syariah.
Pasal 29


melakukan kegiatan valuta asing berdasarkan prinsip sharf, penyertaan
modal pada bank atau perusahaan lain berdasarkan prinsip musyarakah dan
atau mudharabah, penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat
kegagalan pembiayaan berdasarakan prinsip musyarakah dan/atau
mudharabah, dan pendiri dana pensiun berdasarkan prinsip syariah.
Bank dapat bertindak sebagai lembaga baitul maal yaitu dapat menerima
dana yang berasal dari zakat, infaq, shadaqah, waqaf, hibah, atau dana
social lainnya dan menyalurkannya kepada yang berhak dalam bentuk
santunan dan atau pinjaman kebajikan (qardhul hasan).
Kegiatan Usaha dan Produk Bank Syariah
SK Direksi BI BI No.32/36/KEP/DIR tanggal 12 Mei
1999 tentang BPR Berdasarkan Prinsip Syariah
Pasal 27
BPRS wajib menerapkan prinsip Syariah dalam melakukan
kegiatan usahanya yang meliputi:



menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan
berdasarkan prinsip wadiah dan mudharabah.
melakukan penyaluran dana melalui transaksi jual beli berdasarkan
prinsip murabahah, istishna, ijarah, salam, jual beli lainnya.
pembiayaan bagi hasil berdasarkan prinsip mudharabah,
musyarakah dan bagi hasil lainnya.
melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan BPRS sepanjang
disetujui oleh DSN.
Kegiatan Usaha dan Produk Bank Syariah
Pasal 28
BPRS dapat bertindak sebagai lembaga baitul maal
yaitu dapat menerima dana yang berasal dari zakat,
infaq, shadaqah, waqaf, hibah, atau dana social
lainnya dan menyalurkannya kepada yang berhak
dalam bentuk santunan dan atau pinjaman kebajikan
(qardhul hasan).
Dewan Pengawas Syariah (DPS) dan
Dewan Syariah Nasional (DSN)


a.
b.
c.
Dalam rangka menjaga kegiatan usaha bank syariah agar
senantiasa berjalan sesuai dengan nilai-nilai syariah
Penjelasan UU No.10 Tahun 1998 Pasal 6 huruf m :
Pokok-pokok ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia
memuat antara lain:
Kegiatan usaha dan produk-produk bank berdasarkan prinsip
syariah;
Pembentukan dan tugas Dewan Pengawas Syariah
Persyaratan bagi pembukaan kantor cabang yang melakukan
kegiatan usaha secara konvensional untuk melakukan
kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.
Dewan Pengawas Syariah (DPS) dan
Dewan Syariah Nasional (DSN)



DPS wajib mengikuti fatwa dari DSN
DPS adalah dewan yang ditempatkan di Bank Syariah yang
keanggotaannya ditetapkan berdasarkan rekomendasi DSN yang
bertugas mengawasi penerapan prinsip syariah dalam kegiatan
usaha Bank.
DSN merupakan dewan yang dibentuk oleh MUI merupakan
satu-satunya badan yang mempunyai kewenangan
mengeluarkan fatwa syariah terhadap jenis-jenis kegiatan,
produk, dan jasa keuangan syariah, serta mengawasi penerapan
fatwa dimaksud oleh lembaga-lembaga keuangan di Indonesia
PENUTUP

UU No.10 Tahun 1998:



UU No.23 Tahun 1998 tentang Bank Indonesia:


mengakomodir legalitas hukum baik dari aspek kelembagaan dan
kegiatan usaha bank syariah dengan jelas
menjadi landasan yuridis yang kuat bagi perbankan dan para pihak
yang berkepentingan.
memberikan landasan hukum yang kuat kepada Bank Indonesia
untuk melakukan pengaturan dan pengawasan terhadap perbankan
Syariah.
Pengaturan hukum kegiatan usaha bank syariah secara “equal
treatment regulations”. Namun demikian kadangkala terdapat
pengaturan yang bersifat khusus terhadap kegiatan usaha bank
syariah yang disesuaikan dengan karakter usaha bank Syariah.
PENUTUP





Standarisasi dalam penerapan akuntansi dan audit bank Syariah
yang diperlakukan secara khusus sebagaimana ditentukan
dalam standar internasional untuk akuntansi dan audit lembaga
keuangan syariah yang diterbitkan oleh AAOIFI Bahrain.
Dalam kegiatan usaha bank syariah peranan DPS juga sangat
penting dalam rangka menjaga kegiatan usaha bank syariah
agar senantiasa berjalan sesuai dengan nilai-nilai syariah.
DPS harus independen dan terdiri dari para pakar Syariah
Muamalah yang juga memiliki pengetahuan dasar bidang
perbankan.
Dalam pelaksanaan tugas sehari-hari DPS wajib mengikuti fatwa
DSN.
DSN merupakan badan independen yang mempunyai
kewenangan mengeluarkan fatwa syariah terhadap produk dan
jasa lembaga keuangan syariah di Indonesia.
End of session 1