luas (ha) - Wetlands International Indonesia

Download Report

Transcript luas (ha) - Wetlands International Indonesia

TANTANGAN DALAM PELAKSANAAN
MORATORIUM HUTAN ALAM DAN
LAHAN GAMBUT DI DAERAH
Oleh :
KEPALA DINAS KEHUTANAN PROVINSI RIAU
Disampaikan pada ”Serasehan Refleksi Pelaksanaan Moratorium
Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut di Indonesia
oleh Kementerian Lingkungan Hidup RI”
Hotel Grand Sahid Jaya-Jakarta, 16 Mei 2013
PROFIL PROVINSI
RIAU
1. ADMINISTRASI PEMERINTAHAN :
RIAU
10 Kabupaten & 2 Kota
151 Kecamatan
1.643 Desa/Kelurahan
2. DEMOGRAFI (TAHUN 2010*):
Jumlah Pddk (jiwa) : 5.543.031
Kepadatan Pddk
: 62,51 jiwa/km
Pertumbuhan Pddk : 4,46 %
3. POSISI STRATEGIS WILAYAH :
- Berada pada alur Perdagangan
Internasional (Selat Malaka),
berhadapan dengan Negara
Singapore dan Malaysia
- Berada di Alur Lintas Timur
Sumatera yang merupakan wilayah
cepat tumbuh dan berkembang
- Memiliki potensi Sumber Daya Alam
Daerah.
4. GEOGRAFIS :
• Luas Wilayah
: 9.036.835 Ha
• Daratan
: 80,11 %
• Lautan/Perairan
: 19,89 %
5. TENAGA KERJA :
- Angkatan kerja
: 2.377.494 jiwa
- Kesempatan kerja
: 2.170.247 jiwa
- Pengangguran terbuka : 8,72 %
- Penduduk Miskin
: 8,65 % (500,26 ribu jiwa)
KAWASAN HUTAN PROVINSI RIAU
BERDASARKAN TGHK - UPDATE
(Kep. Menhut No. 173/Kpts-II/1986)
BERDASARKAN RTRWP RIAU
(Perda No. 10 Tahun 1994)
N
o
Fungsi Kawasan
Luas (Ha)
%
N
o
Fungsi Kawasan
Luas
(Ha)
%
1
2
3
4
1
2
3
4
1.
Hutan Suaka Alam dan
Hutan Wisata
531.852,65
6,16
A.
KAWASAN HUTAN
4.454.985
51,81
2.
Hutan Lindung
228.793,82
2,66
1.
Arahan Pengembangan Kawasan
Kehutanan
2.782.491
33,41
3.
Hutan Produksi t/d:
2.
Hutan Lindung
161.823
1,88
a. Hutan Produksi Tetap
1.605.762,78
18,67
3.
Kawasan Lindung Gambut
830.235
9,66
b. Hutan Produksi Terbatas
1.815.949,74
21,12
4.
Cagar Alam/Suaka Alam/Suaka
Margasatwa
570.412
6,63
4.
Hutan Produksi yang dapat
Dikonversi
2.545.301,16
29,60
5.
Kawasan Sekitar Waduk/Danau
20.042
0,23
5.
Hutan mangrove/Bakau
138.433,62
1,61
B.
NON KAWASAN HUTAN
4.143.772
48,19
6.
Areal Penggunaan Lain
(APL) - Pelepasan
1.732.663,23
20,15
1
Arahan Pengembanan Kawasan
Industri, Perkebunan, Pertanian,
Pertambanan, Transmigrasi,
Kawasan lain yang diprioritaskan
dan APL
4.143.772
48,19
8.598.757,00
100,00
8.598.757
100,00
JUMLAH
JUMLAH
PERKEMBANGAN IZIN PENGGUNAAN DAN
PEMANFAATAN KAWASAN HUTAN DI PROV RIAU
NO
JENIS PENGGUNAAN
JUMLAH (UNIT)
LUAS (HA)
A.
KAWASAN HUTAN
1.
IUPHHK-Hutan Alam
5
295.857
2.
IUPHHK-HTI
58
1.659.327
3.
IUPHHK-RE
1
20.265
4.
IUPHHK-HTR
2
692
5.
Hutan Desa
2
4.000
6.
Ijin Pinjam Pakai Kawasan Hutan
27
429.125
95
2.408.574
JUMLAH A
B
NON KAWASAN HUTAN
1.
Pelepasan Kawasan utk Kebun
(HGU)
2.
Wilayah Transmigrasi
JUMLAH B
4.278.887
2.644.513
194
(461)
1.726.807
(1.046.964)
36
186.329
230
1.913.136
PERMASALAHAN DAN KENDALA
1. Inpres No. 10 Tahun 2011 tanggai 20 Mei 2011 (berakhir 19 Mei
2013) tentang Penundaan Pemberian Izin dan Penyempurnaan
Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut dengan Peta
Indikatif yang diterbitkan Menteri Kehutanan (Revisi III) sesuai
Keputusan Menhut No. SK.6315/Menhut-VII/IPSDH/2013, masih
dijumpai areal-areal yang telah diberikan
izin dan ibukota
Pemerintahan.
2. Sebelum TGHK Riau ditetapkan Tahun 1986, berdasarkan PP No.
21 Tahun 1970 tentang HPH, seluruh wilayah Provinsi Riau telah
dibagi habis dalam konsesi HPH. Sejalan dengan berakhirnya masa
izin HPH dapat diprediksi hampir tidak tersedia hutan alam primer
(virgin forest), sehingga yang ada adalah Log Over Area (LOA),
kecuali pada kawasan hutan konservasi dan hutan lindung.
Lanjutan …….
3. Fungsi kawasan hutan pada TGHK Provinsi Riau tidak
terdapat fungsi Kawasan Gambut, sedangkan pada RTRWP
Riau (Perda 10/1994) telah dialokasikan ruang sebagai fungsi
Kawasan Lindung Gambut, namun karena RTRWP tidak
diakui maka tidak dapat diimplementasikan.
4. Sebelum terbit Instruksi Presiden RI No. 11 Tahun 2011,
Provinsi Riau sejak tahun 2007 telah melakukan moratorium
izin penebangan hutan alam pada areal IUPHHK-HTI, serta
tidak lagi mengeluarkan rekomendasi izin baru terhadap
IUPHHK-HTI kecuali IUPHHK-Restorasi Ekosistem, akan tetapi
Pemerintah Provinsi Riau fokus penataan dan pengawasan
terhadap pelaksanaan izin yang telah diterbitkan.
Lanjutan …….
5. Dampak dari pada Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor
45/PUU-XI/2011, menimbulkan ketidak kepastian hukum
sebagian kawasan hutan, karena banyaknya kawasan hutan
yang belum ditetapkan sesuai dengan peraturan perundangan
yang berlaku.
6. Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004, Bidang Kehutanan
dijadikan urusan utama, namun dalam pelaksanaannya masih
sentralistik. Banyak hal yang seharusnya menjadi kewenangan
Daerah akan tetapi masih ditangani oleh Pemerintah (PP No.
38 Tahun 2007).
Lanjutan …….
7. Regulasi yang tumpang tindih dan saling bertentangan, baik
intern Kementerian Kehutanan maupun dengan Kementerian
lain, terutama dengan Kementerian Pertanian, Kementerian
ESDM dan Badan Pertanahan Nasional.
8. RTRWP Riau (Perda No. 10 Tahun 1994), tidak bisa dijadikan
acuan dan pedoman karena tidak diakui dalam mengambil
kebijakan tentang pemanfaatan dan penggunaan ruang, akan
tetapi yang menjadi acuan adalah TGHK (Kep. Menhut Nomor
173/Menhut-II/1986) yang menetapkan seluruh wilayah
Provinsi Riau adalah kawasan hutan.
Lanjutan ......
9. UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, bahwa dalam
jangka waktu 2 tahun RTRWP telah mengacu pad UU tersebut,
akan tetapi Provinsi Riau sampai saat ini belum ada keputusan
Menteri Kehutanan tentang Penunjukan kembali kawasan
hutan hasil pemaduserasian TGHK dan RTRWP, sehingga
RTRWP belum bisa diterapkan dan masih mengacu TGHK.
KESIMPULAN
1. Tumpang tindih dan saling bertentangan regulasi, baik intern
Kementerian Kehutanan maupun dengan Kementerian lain
terkait dengan pemanfaatan ruang.
2. Belum ada penunjukan kembali kawasan hutan dan perairan
Pronvinsi Riau hasil pemeduserasian TGHK dan RTRWP oleh
Menteri Kehutanan.
3. Banyaknya kawasan hutan yang belum ditetapkan Menteri
Kehutanan sebagaimana diamanatkan UU No. 41 Tahun
1999, menimbulkan ketidakpastian hukum status kawasan
hutan.
Lanjutan ……..
4. Pemerintah Provinsi Riau telah melaksanakan moratorium
tebangan hutan alam sejak Tahun 2007 sebelum Instruksi
Presiden RI No. 10 Tahun 2011, dan tidak merekomendasi
izin baru IUPHHK-HTI kecuali IUPHHK-RE.
5. Di Provinsi Riau, Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 belum
diimplementasikan karena sampai saat ini RTRWP hasil
paduserasi TGHK dan RTRWP belum ditetapkan Menteri
Kehutanan.
6. PP No. 38 Tahun 2007 khusus Bidang Kehutanan belum
sejalan dengan semangat otonomi daerah berdasarkan UU No.
32 Tahun 2004.
SARAN
1. Percepatan pengesahan Penunjukan kembali kawasan hutan
dan perairan Pronvinsi Riau hasil pemeduserasian TGHK dan
RTRWP oleh Menteri Kehutanan, guna memberikan
kepastian hukum pemanfaatan ruang,
baik untuk
kepentingan pemerintah, dunia usaha dan masyarakat,
sekaligus menindaklanjuti Putusan MK No. 45/PUU-IX/2011
tanggal 11 Februari 2011.
2. Mensikronisasikan regulasi antar Kementerian terkait
terhadap peraturan perundangan-undangan dan turunannya,
guna menghindari tumpang tindih dan saling bertentangan
dalam implementasinya.
Lanjutan ……..
3. Diperlukan percepatan penetapan kawasan hutan dalam
rangka pengukuhan kawasan hutan yang telah ditunjuk
sesuai tahapan yang diamanatkan UU No. 41 Tahun 1999,
guna memberi kepastian hukum kawasan hutan serta
mengurangi terjadinya permasalahan dan konflik
pertanahan.
4. Mendukung perpanjangan moratorium dengan catatan Peta
Indikadif Penundaan Pemberian Izin Baru itu betul bisa
dijadikan rujukan dalam pelaksanaan.